• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA ABDI DALEM KERATON KASEPUHAN CIREBON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SUBJECTIVE WELL-BEING PADA ABDI DALEM KERATON KASEPUHAN CIREBON"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

SUBJECTIVE WELL-BEING

PADA ABDI DALEM KERATON KASEPUHAN CIREBON

SKRIPSI

Oleh: Yuni Rohmawati

07810187

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

SUBJECTIVE WELL-BEING

PADA ABDI DALEM KERATON KASEPUHAN CIREBON

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh: Yuni Rohmawati

07810187

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Hasil karya ini saya persembahkan untuk orang tua tercinta, khususnya

untuk almarhum ayahanda tercinta dan untuk ibunda tercinta yang selalu

memberikan do’a, bimbingan, support serta kasih sayang yang tiada hentinya,

sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menyadari tidak mungkin

dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Tulus Winarsunu, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

2. Ibu Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Ibu

Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat

berguna bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

3. Bapak Ari Firmanto, S.Psi selaku dosen wali yang telah memberikan

pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini

4. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan ilmunya

5. Ibu Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si beserta keluarga besar Laboratorium

Psikologi, Mbak Santi, Mbak Ifa, teman-teman asisten dan partime (Rianita

(7)

6. Keluarga tercinta, almarhum ayahanda, ibundaku, kakak-kakakku dan

keponakanku yang tercinta Dek Shafira atas dukungan, do’a dan motivasi yang tiada henti selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

7. Risky Andriawan, terimakasih atas do’a, dukungan, motivasi dan kesabarannya menerima keluh kesah selama penyusunan skripsi ini

8. Teman-teman kelas Psikologi D 2007 yang tidak dapat disebutkan satu per

satu

9. Sahabat-sahabatku yang sudah kuanggap seperti keluargaku, Putri Dewi,

Ghea Rezky, Aulia Zul, Myristica Anatoni, terima kasih atas dukungan kalian

10.Abdi dalem Keraton Kasepuhan Cirebon yang menjadi subjek penelitian,

terima kasih untuk Pak Nanang dan keluarga besar Keraton Kasepuhan

Cirebon atas bantuannya selama melakukan penelitian

11.Untuk semua teman-teman ataupun pihak-pihak lain yang tidak dapat

disebutkan satu persatu

Akhir kata, tiada satupun karya manusia yang sempurna, saran dan kritik

sangat penulis harapkan untuk kebaikan bersama. Semoga karya ilmiah ini

bermanfaat bagi kita semua. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Malang, 5 November 2011

(8)

INTISARI

Rohmawati, Yuni (2011). Subjective Well-Being pada Abdi Dalem Keraton Kasepuhan Cirebon.Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Pembimbing: (1) Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si, (2)Yuni Nurhamida, S.Psi, M,Si.

Kata kunci: Subjective Well-Being, abdi dalem

Subjective Well-Being merupakan penilaian seseorang tentang kebahagiaan dan kepuasan hidupnya. Subjective Well-Being atau kesejahteraan subjektif sangatlah penting dalam diri individu karena merupakan salah satu ukuran kualitas hidup individu dan masyarakat. Diener & Suh (1998) mengatakan bahwa Subjective Well-Being adalah salah satu cara untuk menilai kualitas hidup masyarakat yang bisa dilihat salah satunya melalui indikator ekonomi dan sosial. Dengan Subjective Well-Being dapat diketahui bagaimana orang berpikir dan merasakan tentang kehidupan yang telah mereka jalani. Fenomena yang membuat peneliti sangat tertarik adalah terhadap kelompok sosial tertentu yaitu para abdi dalem keraton, mayoritas dari abdi dalem ini sudah bekerja dari muda bahkan dari kecil hingga turun-temurun dengan gaji yang terbatas, tetapi mereka dituntut loyalitas yang tinggi dalam bekerja, dengan kondisi seperti itu mengapa mereka mampu bertahan dengan profesinya dan bagaimana gambaran Subjective Well-Being dari abdi dalem itu sendiri. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif fenomenologi. Subjek dalam penelitian ini berjumlah empat orang yang merupakan abdi dalem di Keraton Kasepuhan Cirebon. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data wawancara. Metode analisa data menggunakan analisa kualitatif. Kebsahan data menggunakan teknik trianggulasi sumber dan informan dalam penelitian ini adalah keluarga dan rekan kerja dari subjek.

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN……….………. ... i

LEMBAR PENGESAHAN……….……… ... ii

SURAT PERNYATAAN………. ... iii

KATA PENGANTAR... ... iv

INTISARI……….…...…….... vi

DAFTAR ISI……….…….….. ... vii

DAFTAR TABEL……….………..... ix

DAFTAR LAMPIRAN……….………. ... x

BAB I. PENDAHULUAN……….………. ... 1

A. Latar Belakang Masalah... ... 1

B. Rumusan Masalah... ... 5

C. Tujuan Penelitian... ... 5

D. Manfaat Penelitian………. ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 6

A. Subjective Well-Being……….……….. ... 6

1. Pengertian Subjective Well-Being... ... 6

2. Prediktor dalam Subjective Well-Being... ... 8

3. Komponen Subjective Well-Being... 10

4. Kriteria Subjective Well Being Tinggi... 12

B. Abdi Dalem Keraton... ... 12

1. Pengertian Abdi Dalem Keraton ... ... 12

2. Hak Abdi Dalem Keraton ... 13

3. Kewajiban Abdi Dalem Keaton... ... 14

BAB III. METODE PENELITIAN ... 15

A. Jenis Penelitian... ... 15

B. Batasan Istilah... ... 15

(10)

D. Subjek Penelitian... ... 16

E. Teknik Pengumpulan Data... ... 16

F. Prosedur Penelitian... ... 17

G. Analisis Data... ... 18

H. Keabsahan Data………..…………. ... 19

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... ... 20

A. Hasil Penelitian... ... 20

1. Identitas Subjek Penelitian... 20

2. Deskripsi data... ... 20

B. Hasil Analisis Data... ... 31

C. Pembahasan... ... 38

BAB V. PENUTUP... ... 41

A. Kesimpulan... 41

B. Saran... ... 41

DAFTAR PUSTAKA... ... 42

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Gaji Abdi Dalem…….………. ... 3

Tabel 1.2 Gaji Abdi Dalem……….. ... 3

Tabel 4.1 Identitas Subjek Penelitian………. ... 20

Tabel 4.2 Gambaran Subjective Well-Being Subjek A……….…………... 31

Tabel 4.3 Gambaran Subjective Well-Being Subjek B……….…………. ... 32

Tabel 4.4 Gambaran Subjective Well-Being Subjek C……….…………. ... 34

Tabel 4.5 Gambaran Subjective Well-Being Subjek D……….…………... 35

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Surat Ijin Penelitian……….… ... 44

LAMPIRAN 2 A. Informed Consent Subjek A………... ... 46

B. Informed Consent Subjek B………... ... 47

C. Informed Consent Subjek C………... ... 48

D. Informed Consent Subjek D……….……….. ... 49

LAMPIRAN 3 Guide Wawancara ... 50

LAMPIRAN 4 A. Hasil Wawancara Subjek A ... 52

B. Hasil Wawancara Subjek B………. ... 59

C. Hasil Wawancara Subjek C………. ... 72

D. Hasil Wawancara Subjek D………... 79

LAMPIRAN 5 A. Hasil Wawancara Keluarga Subjek A ... 85

B. Hasil Wawancara Keluarga Subjek B……… . 87

C. Hasil Wawancara Keluarga Subjek C……… ... 89

D. Hasil Wawancara Keluarga Subjek D……… ... 91

LAMPIRAN 6 A. Hasil Wawancara Rekan Kerja Subjek A ... 93

B. Hasil Wawancara Rekan Kerja Subjek B……… ... 95

C. Hasil Wawancara Rekan Kerja Subjek C……… .... 96

(13)

42

DAFTAR PUSTAKA

Argyle, M. (2001).The psychology of happiness. New York: Taylor & Francis Group.

Aryanti, A.D. (2010). Hubungan antara kepuasaan perkawinan dengan subjektif well-being (SWB) pada wanita dual career. (Tesis, Jurusan Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah).

Biswas, R., & Diener. (2002). Findings on subjective well-being and their implications for empowerment. Oregon: University of Illinois and the Gallup Organization.

Compton, W. C. (2005). An introduction to positive psychology. USA: Thomson Wadsworth.

Diener, Biswas-Diener, Tamir. (2004). The psychology of subjective well-being. Academic Research Library.

Diener, E.,& Biswas-Diener, R. (2008). Happiness: Unlocking the mysteries of psychological wealth. Malden, MA: Blackwell Publishing.

Diener, Ed., Suh, E,.& Oishi, S. (1997). Recent findings on subjective well-being. Indian journal of clinical psychology.

Diener, Ed & Scollon, Christie. (2003). Subjective well-being is desirable but not the summon bonum. Champaign: University of Illinois at Urbana.

Eid, M., & Larsen, R. J. (2008).The science of subjective well-being. New York: The Guilford Press.

Fakultas Psikologi UMM. (2010). Pedoman penulisan skripsi. Malang: UMM Press.

Helliwell, J. F. & Leigh C. P. B. (2010). Measuring and understanding subjective well-being. Massachusetts: National Bureau Of Economic Research.

Majalah Tempo Online. (2004). Abdi tanpa sebutir nasi. Diakses 8 Mei 2011 dari http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2004/09/06/SEL/mbm.20040906 SEL87199.id.html

Maniezsweety. (2009). Kesejahteraan Subjektif. Diakses 8 Mei 2011 dari http://maniezsweety.wordpress.com/2009/10/08/kesejahteraan-subjektif/

(14)

43

Permanawati, Y. (2010). Kesejahteraan subjektif pada penyandang kanker payudara. (Skripsi, jurusan psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah).

Seligmen, M. E. P. (2005). Authentic happiness: menciptakan kebahagiaan dengan psikologi positif. Bandung: Penerbit Mizan.

Siegrist, J. (2003). Subjective well-being: new conceptual and methodological developments in health-related social sciences. Germany: University of Duesseldorf.

Smith, J. A. (2009). Dasar-dasar psikologi kualitatif. Bandung: Nusa Media.

Snyder, C. R., & Lopez, S. J. (2002).Handbook of positive psychology. New York: Oxford University Press.

Spielberger, C. (2004). Applied psychology. New York: Albert Einstein College of Medicine.

Suara Merdeka. (2005). Lagi, gaji abdi dalem ngadat. Diakses 8 Mei dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/06/slo04.htm

Sudaryanto, A. (2008). Hak dan kewajiban abdi dalm dalam pemerintahan kraton Yogyakarta (Skripsi, jurusan Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta)

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah Subjective Well-Being atau kesejahteraan subjektif berawal dari

penelitian-penelitian para psikolog yang mempelajari kepribadian orang yang

bahagia dan tidak bahagia. Salah satu teori yang memberikan kontribusi adalah

teori psikologi humanistik yang merangsang minat positif terhadap

kesejahteraan. Sejumlah faktor seperti temperamen, adaptasi dengan kondisi dan

tujuan hidup merupakan substansi yang mempengaruhi Subjective Well-Being

pada individu. Dalam hal ini, para peneliti cenderung menyusun Subjective

Well-Being berdasarkan nilai pada dua variabel utama yaitu kebahagiaan dan

kepuasan hidup ( Comptom, 2005).

Subjective Well-Being merupakan penilaian seseorang tentang

kebahagiaan dan kepuasan hidupnya. Sebagai tambahan, orang lain juga menilai

orang-orang itu merasa lebih bahagia dan lebih puas. Subjective Well-Being

mengacu pada bagaimana orang menilai kehidupan mereka yang meliputi

kepuasan hidup, kepuasan perkawinan, kurangnya depresi, kegelisahan, suasana

hati dan emosi

(http://maniezsweety.wordpress.com/2009/10/08/kesejahteraan-subjektif).

Subjective Well-Being atau kesejahteraan subjektif sangatlah penting

dalam diri individu karena merupakan salah satu ukuran kualitas hidup individu

dan masyarakat. Diener & Suh (1998) mengatakan bahwa Subjective Well-Being

adalah salah satu cara untuk menilai kualitas hidup masyarakat yang dapat

dilihat salah satunya melalui indikator ekonomi dan sosial. Dengan Subjective

Well-Being dapat diketahui bagaimana orang berpikir dan merasakan tentang

kehidupan yang telah mereka jalani.

Ukuran standar kesejahteraan untuk masing-masing individu tidaklah

sama, misalkan saja dilihat melalui indikator ekonomi, seseorang yang sudah

(16)

2

merasa belum bahagia dan puas dengan apa yang sudah dimilikinya, dia masih

ingin menduduki jabatan yang lebih tinggi lagi, ingin memiliki rumah mewah

dan sebagainya, tetapi bisa jadi seseorang yang berpenghasilan tidak terlalu

tinggi tetapi dia sangat mencintai pekerjaannya dan dia merasa bahagia dan puas

dengan apa yang telah dicapainya itu.

Penelitian terdahulu tentang Subjective Well-Being salah satunya adalah “Hubungan antara Kepuasan Perkawinan dengan Subjective Well-Being pada Wanita Dual Career”. Pada penelitian ini dijelaskan bahwa setiap orang

mempunyai Subjective Well-Being (SWB) yang berbeda-beda. Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kepuasan perkawinan dengan

Subjective Well-Being (SWB) pada wanita dual career. Hipotesis yang diajukan

adalah ada hubungan positif antara kepuasan perkawinan dengan Subjective

Well-Being (SWB) pada wanita dual career. Hasil analisis data dengan

menggunakan teknik korelasi product moment diperoleh r sebesar 0,363 dengan

p< 0,01, yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel

kepuasan perkawinan dengan Subjective Well-Being (SWB). Semakin tinggi

kepuasan perkawinan maka semakin tinggi pula Subjective Well-Being (SWB)

pada wanita dual career. Kepuasan perkawinan pada subjek penelitian ini

tergolong tinggi, sedangkan Subjective Well-Being (SWB) pada subjek

penelitian ini tergolong sedang. Sumbangan efektif variabel kepuasan

perkawinan terhadap Subjective Well-Being (SWB) sebesar 13,2% sehingga

masih terdapat 86,8% faktor lain yang mempengaruhi Subjective Well-Being

(SWB) di luar variabel kepuasan perkawinan.

Fenomena yang membuat peneliti sangat tertarik adalah terhadap

kelompok sosial tertentu yaitu para abdi dalem keraton, yang mana dari abdi

dalem ini mayoritas dari mereka sudah bekerja dari muda bahkan dari kecil

hingga turun-temurun, mereka memperoleh gaji yang terbatas tetapi dituntut

loyalitas yang tinggi dalam bekerja. Umumnya, seseorang apabila memperoleh

pekerjaan yang bergaji rendah pasti tidak puas dan berusaha mencari pekerjaan

(17)

3

hari (sandang, pangan, papan), biaya pendidikan untuk anak yang mana kita

ketahui pendidikan saat ini biayanya sangat mahal, biaya kesehatan yang juga

sangat mahal, tabungan untuk masa tua nanti dan diketahui bahwa status sosial

ekonomi yang tinggi juga meningkatkan status sosial dalam masyarakat.

Berdasarkan Harian Online Tempo edisi 6 September 2004, gaji abdi

dalem di Keraton Kasepuhan Cirebon kurang lebih sebesar Rp. 50.000,00

dengan jumlah abdi dalem sebanyak tigapuluhan, sementara di Keraton

Kanoman Cirebon gaji abdi dalemnya tidak bisa dipastikan karena untuk setiap

bulannya gaji mereka tidak tentu. Sementara untuk gaji abdi dalem di Keraton

Yogyakarta, peneliti sajikan dalam bentuk tabel di bawah ini:

Tabel 1.1

Gaji Abdi Dalem yang bekerja di kantor Keraton Yogyakarta (masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono X)

NO PANGKAT GAJI PERBULAN

1.

Yogyakarta berbeda-beda berdasarkan tingkat pangkatnya yang berkisar antara

Rp. 4.600,00 hingga Rp. 35.000,00.

Tabel 1.2

Gaji Abdi Dalem yang bekerja di piket Keraton Yogyakarta ( masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono X)

NO PANGKAT GAJI PERBULAN

(18)

4

Yogyakarta berbeda-beda berdasarkan tingkat pangkatnya yang berkisar antara

Rp. 2.300,00 hingga Rp. 22.500,00.

Dengan gaji yang tidak begitu besar dan terkadang masih ada kendala

gaji yang bermasalah seperti yang diberitakan dalam Harian Online Suara

Merdeka edisi 6 Desember 2005 bahwa gaji abdi dalem di Keraton Surakarta

sempat bermasalah selama 4 bulan, tetapi para abdi dalem tetap bertahan dengan

pekerjaannya. Kalau dinalar secara logika gaji sebesar itu tidaklah mencukupi

untuk kebutuhan sehari-hari karena kebutuhan hidup saat ini tidaklah murah.

Mereka bekerja sebagai abdi dalem tidaklah mendapatkan gaji yang besar tetapi

mereka mampu mempertahankan pekerjaannya itu.

Selain faktor penghasilan, terdapat hal lain yang melandasi para abdi

dalem untuk mau menjalankan profesinya dengan penuh pengabdian, mereka

mengabdikan dirinya pada Keraton biasanya karena adanya nilai-nilai yang

tertanam dalam diri mereka seperti ingin memperoleh keberkahan, kesehatan,

ingin menjaga kebudayaan Keraton dan sebagainya. Akan tetapi berdasarkan

wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti dengan salah satu abdi dalem

Keraton Kasepuhan Cirebon pada tanggal 2 Maret 2010 diperoleh data bahwa

mereka bersedia menjadi abdi dalem karena panggilan hati dan ikhlas dalam

menjalaninya dan hal ini sudah menjadi tradisi untuk menjadi abdi dalam secara

turun-temurun meskipun dengan gaji yang tidak banyak dan mereka merasa

bahagia menjalani pekerjaannya itu. Mungkin menurut masyarakat secara

umum, pekerjaan dengan gaji seperti itu sangatlah kurang, pastinya ingin

memiliki pekerjaan yang mapan hingga bisa membahagiakan keluarga, mampu

memenuhi segala kebutuhannya dan di saat masa tua bisa menikmati hasilnya.

(19)

5

Terkait dengan Subjective Well-Being, apakah mereka merasa bahagia dan puas

dengan kehidupannya sebagai abdi dalem? Penelitian ini dilakukan di Keraton

Kasepuhan Cirebon karena sepengetahuan peneliti di Keraton Kasepuhan

Cirebon belum pernah digunakan untuk penelitian. Selain itu kondisi di Keraton

Kasepuhan lebih baik jika dibandingkan dengan Keraton lainnya yang ada di

Cirebon dan jumlah abdi dalem di Keraton Kasepuhan masih banyak, hal inilah

yang menarik bagi peneliti untuk melakukan penelitian tentang Subjective

Well-Being pada abdi dalem di Keraton Kasepuhan Cirebon.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah yang ingin

diungkap adalah bagaimana Subjective Well-Being pada abdi dalem Keraton

Kasepuhan Cirebon?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Subjective

Well-Being pada abdi dalem Keraton Kasepuhan Cirebon.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan, informasi dan

wacana baru bagi perkembangan ilmu psikologi klinis dan psikologi sosial.

Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

gambaran Subjective Well-Being pada abdi dalem Keraton Kasepuhan Cirebon

kepada masyarakat luas, hal ini bisa dijadikan panutan bahwa profesi dengan

penghasilan yang tidak besar juga mampu memberikan kesejahteraan bagi

individu tersebut, sehingga diharapkan agar setiap individu lebih menghargai

Gambar

Tabel 1.1 Gaji Abdi  Dalem…….…………………………………………. ......
Tabel 1.1 Gaji Abdi Dalem yang bekerja di kantor Keraton Yogyakarta (masa
Tabel di atas menujukkan bahwa gaji abdi dalem di bagian piket Keraton

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui lebih dalam mengenai tujuan, rencana, kegiatan, proses dan umpan balik komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh abdi dalem pada Keraton

Dalam penelitian ini, abdi dalem mengabdi pada keraton tidak untuk mendapatkan uang karena abdi dalem sudah sangat memahami bahwa dirinya harus memiliki pekerjaan untuk

Dalam penelitian ini, abdi dalem mengabdi pada keraton tidak untuk mendapatkan uang karena abdi dalem sudah sangat memahami bahwa dirinya harus memiliki pekerjaan untuk

Abdi dalem dalam aturan Keraton Yogyakarta terbagi dalam dua golongan besar, yaitu Para abdi dalem Punokawan merupakan abdi dalem yang mendapatkan gaji dari pihak kraton

Berdasarkan latar belakang perihal melestarikan tradisi abdi dalem perempuan di Keraton Yogyakarta yang merepresentasikan budaya Jawa, maka rumusan ide dalam

Berdasarkan data yang didapatkan dari salah satu surat kabar dalam jaringan (Kompas, 2013), penduduk Indonesia lebih memilih bekerja sebagai PNS, karena selain

Berdasarkan data yang didapatkan dari salah satu surat kabar dalam jaringan (Kompas, 2013), penduduk Indonesia lebih memilih bekerja sebagai PNS, karena selain

Berdasarkan latar belakang perihal melestarikan tradisi abdi dalem perempuan di Keraton Yogyakarta yang merepresentasikan budaya Jawa, maka rumusan ide dalam