• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penggunaan obat Hipoglikemia pada pasien di instalasi rawat inap bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi penggunaan obat Hipoglikemia pada pasien di instalasi rawat inap bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH ABSTRAK

Oleh:

Megarista Afriana Putri

128114108

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIA PADA

PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP BANGSAL BAKUNG

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE

AGUSTUS 2015

INTISARI

Pasien dengan diabetes melitus memerlukan terapi dalam jangka panjang. Sebagian besar penderita diabetes melitus mendapatkan jenis obat hipoglikemia lebih dari satu macam, oleh karena itu diperlukan peran farmasis untuk melakukan evaluasi penggunaan obat. Evaluasi yang dapat dilakukan adalah keamanan dan efektivitas. Evaluasi efektivitas dilihat dari outcome perbaikan kondisi pasien sedangkan evaluasi keamanan dilihat dari kejadian interaksi obat. Penelitian ini melihat profil penggunaan obat, keamanan, waktu terjadinya perbaikan kondisi dan proporsi penggunaan obat yang efektif pada pasien di instalasi rawat inap bangsal bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode bulan Agustus 2015. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif yang bersifat case series dengan pengambilan data secara prospektif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien. Efektivitas penggunaan obat hipoglikemia dievaluasi berdasarkan standar PERKENI tahun 2011. Keamanan penggunaan obat dievaluasi berdasarkan acuan Medscape tahun 2015, sedangkan proporsi penggunaan obat yang efektif dinilai dari perbaikan kondisi pasien sesuai acuan Silvio dan Inzucchi tahun 2011.

Pasien pada penelitian ini berjumlah 17 pasien dengan jumlah kasus sebanyak 140 kasus. Profil penggunaan obat hipoglikemia berupa obat tunggal dan kombinasi. Kejadian interaksi obat yang ditemukan seluruhnya bersifat potensial. Waktu terjadinya perbaikan kondisi pasien paling banyak terjadi pada hari rawat ke-5. Proporsi kasus pengobatan yang efektif sebesar 53% pada 9 pasien.

(3)

Evaluation of Hypoglycemia Drugs Usage to Inpatient at Bakung

Wards Panembahan Senopati Bantul Hospital in August 2015

ABSTRACT

Diabetes mellitus patients require long-term therapy. Most of them may get many kinds of hypoglycemic drugs. Therefore, the role of pharmacist is required to evaluate drug usage which is related to pharmaceutical care practice. Evaluations that can be done by pharmacist are the safety and effectiveness of the drugs. Effectiveness can be evaluated by outcome and improvement of patient’s condition, while safety can be evaluated by incidences of drug interactions. The aims of this study is to describe profile of hypoglycemic drugs, safety, timing of improved conditions, and effective proportion of the drugs applied to inpatient at Bakung wards Panembahan Senopati Bantul Hospital in August 2015.

This study is non experimental research with descriptive design with case series study design and prospective data collection. Data were collected from patient’s medical record. The effectiveness of hypoglycemia drug usage was evaluated based on standard PERKENI 2011. Safety was evaluated based on Medscape 2015, while effective proportion of the drugs was assessed according to Silvio and Inzucchi 2011.

Participants in this study were 17 patients with 140 numbers of cases. Profiles of hypoglycemic drugs used in this study were in single and combination forms. The drug interaction incidences of all are potential. Time of improvement condition related to blood glucose target occured on the fifth day of hospitalization. The effective proportion of drugs was found in 9 patients (53%).

(4)

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP BANGSAL BAKUNG RSUD PANEMBAHAN

SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Megarista Afriana Putri

NIM: 128114108

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)

i

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT INAP BANGSAL BAKUNG RSUD PANEMBAHAN

SENOPATI BANTUL PERIODE AGUSTUS 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Megarista Afriana Putri

NIM: 128114108

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(6)
(7)
(8)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“NEVER GIVE UP ON WHAT YOU REALLY WANT TO

DO. THE PERSON WITH BIG DREAMS IS MORE

POWERFUL THEN THE ONE WITH ALL THE

FACTS”

Albert Einstein

“Janganlah kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi

nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah

dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”

Filipi 4:6

Karya ini saya persembahkan kepada :

Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa membimbing studi saya dan kehidupan saya

Ayahanda dan Ibunda atas cinta kasih, doa, dan semangat

Sahabat dan Teman-temanku yang selalu mendukung

(9)
(10)
(11)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan kasih,

berkat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “Evaluasi Penggunaan Obat Hipoglikemia Pada Pasien Di Instalasi

Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati bantul Periode Agustus

2015” dengan baik.

Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada program studi Farmasi, Jurusan

Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis

menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak dibantu dan didukung oleh

berbagai pihak sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Direktur dan staf RSUD Panembahan Senopati Bantul atas kesediaannya

memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas

kesempatan dan ijin yang diberikan untuk melakukan penelitian.

3. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan, bimbingan, saran dan dukungan dalam proses

penyusunan skripsi.

4. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran

dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah

(12)

viii

6. Ayahanda Gono Tri Seno Putro dan Ibunda Ari Kristini tercinta yang

senantiasa mendukung dan memberikan semangat serta doa kepada penulis

dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

7. Adik-adikku, Deaventa Arfiantika Putri dan Ivandro Arsena Putra tercinta yag

selalu mendukung dan memberikan doa kepada penulis dalam menyelesaikan

penyusunan skripsi ini.

8. Sahabat dan teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat

kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat kesalahan dan

kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis dan

pembaca.

Yogyakarta, 25 Januari 2016

(13)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan Masalah ... 3

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

2. Tujuan Khusus ... 7

(14)

x

A. Diabetes Melitus ... 8

1. Definisi ... 8

2. Faktor Risiko ... 9

3. Etiologi ... 10

4. Patofisiologi ... 11

5. Manifestasi Klinis ... 12

6. Diagnosis ... 13

7. Penyakit Penyerta ... 13

8. Komplikasi ... 15

9. Tujuan Terapi ... 17

10.Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 ... 18

B. Obat Hipoglikemia ... 21

1. Obat Hipoglikemia Oral ... 21

2. Insulin ... 24

C. Keterangan Empiris ... 29

BAB III. METODE PENELITIAN ... 30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 30

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 31

1. Variabel Penelitian ... 31

2. Definisi Operasional ... 31

C. Ruang Lingkup Penelitian ... 34

D. Subyek Penelitian ... 35

(15)

xi

F. Lokasi Penelitian ... 36

G. Tata Cara Penelitian ... 36

1. Tahap Analisis Situasi ... 36

2. Tahap Pengumpulan Data ... 37

3. Tahap Analisis Data ... 37

H. Tata Cara Analisis Hasil ... 38

I. Keterbatasan Kelemahan Penelitian ... 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Profil Penggunaan Obat Hipoglikemia Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul ... 40

1. Demografi Pasien ... 40

a. Jenis Kelamin ... 40

b. Usia ... 41

c. Lama Perawatan ... 43

d. Distribusi Jenis Obat ... 43

e. Penyakit Penyerta dan Komplikasi ... 44

2. Profil Penggunaan Obat Hipoglikemia ... 47

a. Penggunaan Obat Hipoglikemia Tunggal ... 50

b. Penggunaan Obat Hipoglikemia Kombinasi ... 52

B. Hasil Evaluasi Keamanan Penggunaan Obat Hipoglikemia Berupa Interaksi Obat Hipoglikemia ... 54

(16)

xii

1. Ketepatan Pemilihan Obat ... 60

2. Ketepatan Dosis ... 62

3. Waktu Terjadinya Perbaikan Kondisi Pasien ... 63

D. Proporsi Penggunaan Obat Hipoglikemia yang Efektif ... 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 76

(17)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Manajemen Dislipidemia pada Diabetes Melitus (ESC, 2011) ... 14

Tabel II. Profil Farmakokinetika Insulin (Dipiro, et al, 2008) ... 26

Tabel III. Klasifikasi Preparat Insulin (Dipiro, et al, 2008) ... 28

Tabel IV. Distribusi Pasien Rawat Inap Berdasarkan Kelompok Usia di Instalasi

Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode

Agustus 2015 ... 42

Tabel V. Distribusi Lama Perawatan Pasien Rawat Inap di Instalasi Rawat Inap

Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 .... 43

Tabel VI. Distribusi Jenis Obat Yang Diterima Per Hari Selama Dirawat di

Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul

Periode Agustus 2015 ... 44

Tabel VII. Klasifikasi Penyakit Penyerta dan Komplikasi Pasien di Instalasi

Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode

Agustus 2015 ... 45

Tabel VIII. Jenis dan Persentase Komplikasi Pasien Di Instalasi Rawat Inap

Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 .... 46

Tabel IX. Jenis dan Persentase Penyakit Penyerta Di Instalasi Rawat Inap Bangsal

Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 47

Tabel X. Profil Penggunaan Obat Hipoglikemia Berdasarkan Golongan Obat yang

Diterima Pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan

(18)

xiv

Tabel XI. Kejadian Interaksi Obat Selama Perawatan Pasien Di Instalasi Rawat

Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 56

Tabel XII. Kejadian Interaksi Obat Berdasarkan Sifat Interaksi Obat Pada Pasien

Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul

Periode Agustus 2015 ... 57

Tabel XIII. Kejadian Interaksi Obat Yang Melibatkan Obat Hipoglikemia Pada

Pasien Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati

Bantul Periode Agustus 2015 ... 58

Tabel XIV. Ketepatan Pemilihan Obat Hipoglikemia Pada Pasien Rawat Inap

Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 .... 61

Tabel XV. Ketepatan Dosis Obat Hipoglikemia Pada Pasien Rawat Inap Bangsal

Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015 ... 63

Tabel XVI. Waktu Terjadinya Perbaikan Kondisi Pasien Berdasarkan Hari Rawat

Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul

(19)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 (PERKENI, 2011) ... 19

Gambar 2. Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan HbA1c

(PERKENI, 2011) ... 20

Gambar 3. Algoritma Pemberian Kombinasi Insulin dan OHO (PERKENI, 2011) 25

Gambar 4. Skema Penelitian Payung ... 34

Gambar 5. Persentase Demografi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

Gambar 6. Distribusi Jenis Preparat Insulin yang Diterima Oleh Pasien Di

Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul

Periode Agustus 2015 ... 48

Gambar 7. Distribusi Jenis Obat Tunggal yang Diterima Oleh Pasien di Instalasi

Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode

Agustus 2015 ... 50

Gambar 8. Distribusi Jenis Obat Kombinasi yang Diterima Oleh Pasien di

Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul

Periode Agustus 2015 ... 52

Gambar 9. Diagram Persentase Kejadian Interaksi Obat Pada Pasien di Instalasi

Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode

Agustus 2015 ... 55

Gambar 10. Diagram Proporsi Interaksi Obat Antara Obat Hipoglikemik Dengan

Obat Hipoglikemik Dan Interaksi Obat Antara Obat Hipoglikemik Dengan Obat

Lain Pada Pasien Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan

(20)

xvi

Gambar 11. Diagram Proporsi Efektivitas Penggunaan Obat Berdasarkan

Perbaikan Kondisi Pada Pasien Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD

(21)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Evaluasi Efektivitas Penggunaan Obat Hipoglikemia ... 77

Lampiran 2. Data Evaluasi Keamanan Penggunaan Obat Berupa Interaksi Obat 84 Lampiran 3. Formulir Blangko Pengambilan Data ... 90

Lampiran 4. Surat Perijinan RSUD Panembahan Senopati Bantul ... 91

Lampiran 5. Surat Perijinan BAPPEDA Daerah Istimewa Yogyakarta ... 92

(22)

xviii

Intisari

Pasien dengan diabetes melitus memerlukan terapi dalam jangka panjang. Sebagian besar penderita diabetes melitus mendapatkan jenis obat hipoglikemia lebih dari satu macam, oleh karena itu diperlukan peran farmasis untuk melakukan evaluasi penggunaan obat. Evaluasi yang dapat dilakukan adalah keamanan dan efektivitas. Evaluasi efektivitas dilihat dari outcome perbaikan kondisi pasien sedangkan evaluasi keamanan dilihat dari kejadian interaksi obat. Penelitian ini melihat profil penggunaan obat, keamanan, waktu terjadinya perbaikan kondisi dan proporsi penggunaan obat yang efektif pada pasien di instalasi rawat inap bangsal bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode bulan Agustus 2015. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif yang bersifat case series dengan pengambilan data secara prospektif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien. Efektivitas penggunaan obat hipoglikemia dievaluasi berdasarkan standar PERKENI tahun 2011. Keamanan penggunaan obat dievaluasi berdasarkan acuan Medscape tahun 2015, sedangkan proporsi penggunaan obat yang efektif dinilai dari perbaikan kondisi pasien sesuai acuan Silvio dan Inzucchi tahun 2011.

Pasien pada penelitian ini berjumlah 17 pasien dengan jumlah kasus sebanyak 140 kasus. Profil penggunaan obat hipoglikemia berupa obat tunggal dan kombinasi. Kejadian interaksi obat yang ditemukan seluruhnya bersifat potensial. Waktu terjadinya perbaikan kondisi pasien paling banyak terjadi pada hari rawat ke-5. Proporsi kasus pengobatan yang efektif sebesar 53% pada 9 pasien.

(23)

xix

ABSTRACT

Diabetes mellitus patients require long-term therapy. Most of them may get many kinds of hypoglycemic drugs. Therefore, the role of pharmacist is required to evaluate drug usage which is related to pharmaceutical care practice. Evaluations that can be done by pharmacist are the safety and effectiveness of the drugs. Effectiveness can be evaluated by outcome and improvement of patient’s condition, while safety can be evaluated by incidences of drug interactions. The aims of this study is to describe profile of hypoglycemic drugs, safety, timing of improved conditions, and effective proportion of the drugs applied to inpatient at Bakung wards Panembahan Senopati Bantul Hospital in August 2015.

This study is non experimental research with descriptive design with case series study design and prospective data collection. Data were collected from patient’s medical record. The effectiveness of hypoglycemia drug usage was evaluated based on standard PERKENI 2011. Safety was evaluated based on Medscape 2015, while effective proportion of the drugs was assessed according to Silvio and Inzucchi 2011.

Participants in this study were 17 patients with 140 numbers of cases. Profiles of hypoglycemic drugs used in this study were in single and combination forms. The drug interaction incidences of all are potential. Time of improvement condition related to blood glucose target occured on the fifth day of hospitalization. The effective proportion of drugs was found in 9 patients (53%).

(24)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pharmaceutical care merupakan salah satu tugas farmasis dimana

farmasis mampu bertanggung jawab terhadap obat yang diberikan kepada pasien.

Tujuan pharmaceutical care adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan tanggung jawab

farmasis atas kebutuhan terapi obat yang diterima oleh pasien adalah yang paling

efektif dan paling aman. Pengobatan yang efektif dapat dilihat dari pemilihan obat

yang digunakan dan dosisnya sedangkan pengobatan yang aman dapat dilihat dari

adanya interaksi dari obat yang digunakan (Cipolle dan Strand, 2004).

Diabetes melitus merupakan gangguan metabolik yang ditandai dengan

kenaikan kadar gula darah atau hiperglikemia yang disebabkan karena pengaruh

sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. (American Diabetes Association,

2013). Diabetes melitus memerlukan terapi seumur hidup, karena penyakit ini

tidak dapat sembuh secara total namun hanya dapat dikontrol (Sutedjo, 2010).

Diabetes melitus menempati peringkat 10 besar penyakit rawat inap di Indonesia

pada tahun 2009 sebesar 2,2% dan pada tahun 2010 sebesar 2,36%. Data tersebut

menggambarkan pula adanya tingkat kefatalan menyebabkan kematian

berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) dengan tingkat kematian akibat diabetes

melitus sebesar 5,75% pada tahun 2009 dan 4,59% pada tahun 2010 (Kementrian

(25)

2

Kejadian diabetes melitus tipe 2 sembilan kali lebih banyak dibandingkan

diabetes melitus tipe 1. Lima hingga sepuluh persen penderita diabetes adalah tipe

1 sedangkan 90-95% penderita diabetes adalah tipe 2 (Klivert dan Fox, 2010).

Penderita diabetes melitus terus mengalami kenaikan setiap tahunnya sehingga

menurut penelitian WHO, kejadian diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan

akan terjadi peningkatan dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta

pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Menurut data International Diabetes

Federation, pada tahun 2006 memperkiraan penduduk Indonesia yang mengidap

diabetes melitus pada tahun 2007 sebesar 2,9 juta orang dan pada tahun 2013

sebesar 8,5 juta orang serta pada tahun 2035 diperkirakan sebesar 14,1 juta orang

(International Diabetes Federation, 2006). Dari hasil Riset Kesehatan Dasar pada

tahun 2013 prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di

wilayah DI Yogyakarta sebesar 2,6% (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Berdasarkan hasil data yang telah dipaparkan, jumlah penderita diabetes

melitus di Indonesia mengalami peningkatan sebanyak 2-3 kali lipat. Diabetes

melitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius yang

memerlukan terapi obat dalam jangka waktu lama. Pasien dengan diabetes melitus

harus rutin menjalani terapi sebagai upaya pencegahan terjadinya komplikasi yang

lebih luas. Sebagian besar penderita diabetes melitus mendapatkan terapi obat

hipoglikemia kombinasi atau lebih dari satu macam, maka diperlukan evaluasi

terhadap penggunaan obat tersebut. Farmasis adalah sebuah profesi yang

diharapkan dapat melakukannya. Salah satu jenis evaluasi penggunaan obat yang

(26)

Efektivitas penggunaan obat berhubungan dengan pemilihan obat yang sesuai

indikasi dan ketepatan dosis. Keamanan penggunaan obat berhubungan dengan

adanya interaksi obat yang mungkin terjadi.

Berdasarkan alasan diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

“Evaluasi Penggunaan Obat Hipoglikemia pada Pasien di Instalasi Rawat Inap

Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015”.

Penelitian ini dilakukan di RSUD Panembahan Senopati sebagai model karena

rumah sakit ini merupakan rujukan di Kabupaten Bantul. Penelitian ini dilakukan

di instalasi rawat inap bangsal bakung karena bangsal ini merupakan salah satu

dari dua bangsal penyakit dalam di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Seperti apakah profil penggunaan obat hipoglikemia yang diberikan pada

pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati

Bantul selama periode bulan Agustus 2015?

b. Seperti apakah keamanan penggunaan obat terkait interaksi obat di Instalasi

Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode

Agustus 2015?

c. Pada hari ke berapa terjadi perbaikan kondisi pada pasien terkait dengan

(27)

4

d. Berapa proporsi penggunaan obat yang efektif pada terapi pasien di Instalasi

Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul periode

Agustus 2015?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Penggunaan Obat Hipoglikemia Pada

Pasien Di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati

Bantul Periode Agustus 2015 belum pernah dilakukan akan tetapi, terdapat

beberapa penelitian yang terkait dengan efektivitas dan keamanan penggunaan

obat yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain, diantaranya yaitu:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2013) tentang Gambaran Efektivitas

Penggunaan Obat Antidiabetik Tunggal dan Kombinasi Dalam Mengendalikan

Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Rumah Sakit Umum Pusat

(RSUP) Fatmawati Tahun 2012. Penelitian yang dilakukan secara retrospektif

ini untuk mengidentifikasi efektivitas penggunaan obat antidiabetik dengan

terkendalinya kadar gula darah sewaktu. Hasil penelitian ini ditemukan

penggunaan ADO tunggal yang efektif adalah Metformin dengan gula darah

sewaktu terkendali pada hari ke-4 dan Sulfonilurea dengan gula darah sewaktu

terkendali pada hari ke-5 sedangkan penggunaan ADO kombinasi yang efektif

adalah Gludepatic dengan Gliquidone dengan gula darah sewaktu terkendali

pada hari ke-3.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati dan Rahayu (2012) yang meliputi

identifikasi Drug Related Problem (DRPs) yang Potensial Mempengaruhi

(28)

Tugurejo Semarang periode 2007-2008. Penelitian ini dilakukan secara

retrospektif untuk mengetahui gambaran penggunaan antidiabetik, angka

kejadian DRPs, jumlah kejadian DRPs beserta penyebab yang potensial

mempengaruhi efektivitas terapi pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Hasil

penelitian menunjukkan angka kejadian DRPs yang mempengaruhi efektivitas

terapi sebesar 23,3% dari 43 pasien dengan ketidaktepatan pemilihan obat

sebanyak 11 kasus, dosis terlalu rendah 1 kasus.

c. Penelitian yang dilakukan oleh Arifin, Prasetyanigrum dan Andayani (2006)

mengenai Evaluasi Kerasionalan Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada

Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang Tahun

2006 secara retrospektif, mengkaji ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis

serta interaksi obat yang terjadi. Hasil kajian ditemukan sebanyak 100%

pemilihan obat yang tepat, 100% dosis tepat dengan obat paling banyak

digunakan adalah metformin (46,87%). Interaksi obat yang terjadi ditemukan 1

kasus pada antidiabetik dengan diuretik tiazid.

d. Penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2015) mengenai Analisis Potensi

Interaksi Antidiabetik Injeksi Insulin Pada Peresepan Pasien Rawat Jalan

Peserta Askes Rumah Sakit Dokter Soedarso Pontianak Periode April-Juni

2013. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan retrospektif secara deskriptif

mengkaji potensi interaksi obat antidiabetik injeksi insulin. Hasil penelitian ini

berupa potensi interaksi obat terjadi 20% pada resep yang menerima <5 jenis

(29)

6

terdapat 107 kejadian interaksi obat dengan mekanisme interaksi

farmakokinetik 3,74%, farmakodinamik 59,81% dan tidak diketahui 36,45%.

Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian lain yang telah

disebut diatas adalah penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas dan

keamanan penggunaan obat hipoglikemia di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung

RSUD Panembahan Senopati Bantul. Perbedaan dengan peneliti terdahulu terletak

pada sifat pengambilan data, subyek yang diteliti, periode pelaksanaan penelitian,

serta tempat penelitian. Persamaan dengan peneliti terdahulu terletak pada kajian

penelitian mengenai efektivitas penggunaan obat hipoglikemia yang meliputi

ketepatan dosis dan pemilihan obat serta keamanan penggunaan obat yang

meliputi adanya interaksi obat yang mungkin terjadi.

3. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan

Pharmaceutical Care sebagai pendukung proses terapi pasien dalam pelaksanaan

praktek farmasi klinik oleh farmasis di RSUD Panembahan Senopati Bantul serta

digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan terapi.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan obat

hipoglikemia pada pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD

(30)

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi profil penggunaan obat hipoglikemia pada pasien

di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati

Bantul periode Agustus 2015.

b. Untuk mengidentifikasi keamanan penggunaan obat terkait interaksi obat

pada pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan

Senopati Bantul periode Agustus 2015.

c. Untuk mengidentifikasi waktu terjadinya perbaikan kondisi pasien yang

diamati melalui perbaikan kadar gula darah pasien.

d. Untuk mengetahui proporsi penggunaan obat yang efektif pada pasien

(31)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

1. Definisi

Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolik kronis yang

ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan karena terjadinya

penurunan sekresi insulin, autoimun dan berkurangnya sensitivitas insulin pada

jaringan perifer (Amod et al, 2012). Diabetes melitus merupakan penyakit kronis

yang kompleks dimana memerlukan perawatan medis secara terus-menerus dan

dalam jangka waktu yang panjang untuk mengontrol kadar glukosa di dalam

tubuh. Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe berdasarkan

penyebab dan proses terjadinya penyakit (American Diabetes Association, 2014).

Klasifikasi diabetes melitus terdiri dari:

a. Diabetes melitus tipe 1

Pada penyakit diabetes melitus tipe 1, sel-sel beta pankreas yang

berfungsi untuk menghasilkan insulin mengalami kerusakan yang disebabkan

oleh reaksi autoimun sehingga mengakibatkan insulin tidak dapat

disekresikan sehingga terjadi defisiensi insulin (Goldenberg dan Punthakee,

2013). Diabetes Melitus tipe 1 umumnya timbul pada masa anak,

(32)

b. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 berhubungan dengan resistensi dan gangguan

sekresi insulin sehingga insulin tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan (Mitchell, 2009). Penyakit ini dapat menyerang segala

usia namun penderita diabetes melitus tipe 2 pada umumnya adalah orang

dewasa yang menderita obesitas diatas umur 40 tahun (Hasaan et al, 2013).

c. Diabetes melitus gestasional

Diabetes melitus gestasional (DMG) merupakan suatu gangguan toleransi

karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan

sedang berlangsung dan umumnya bersifat sementara (PERKENI, 2011).

Diabetes melitus gestasional terjadi pada wanita selama masa kehamilan dan

kembali normal setelah proses kehamilan. Diabetes melitus gestasional

cenderung terjadi sekitar 24 minggu setelah kehamilan (Thompson et al,

2013).

d. Diabetes melitus tipe lain

Diabetes melitus tipe lain adalah diabetes yang disebabkan oleh defek

genetik fungsi sel beta, defek genetik insulin, penyakit eksokrin pankreas,

endrokrinopati, diabetes karena obat atau zat kimia, infeksi, imunologi atau

sindroma genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus (PERKENI,

2011).

2. Faktor Risiko

Faktor risiko diabetes melitus dapat dibedakan menjadi 2 yaitu faktor

(33)

10

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi meliputi obesitas, kurangnya aktivitas fisik,

merokok, mengonsumsi alkohol, pola makan, diet yang rendah serat dan rendah

kadar lemak jenuh yang tinggi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

meliputi usia, jenis kelamin, dan faktor genetik (Goldstein, and Wieland, 2008).

Peningkatan berat badan dapat mengakibatkan berkurangnya sensitivitas

tubuh terhadap efek insulin sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin.

Obesitas berhubungan dengan berkurangnya reseptor insulin pada otot, hati dan

permukaan sel lemak yang dapat memperparah resistensi insulin (Abdullah et al,

2009).

3. Etiologi

Diabetes melitus tipe 2 dapat disebabkan penurunan sekresi insulin dan

resistensi insulin (Kaku, 2010). Resistensi insulin yaitu ketidakmampuan sel -sel

sasaran insulin dalam merespon insulin secara normal (Mitchell, 2009). Resistensi

insulin merupakan resistensi terhadap efek insulin pada saat penyerapan,

metabolisme atau penyimpanan glukosa sehingga menyebabkan berkurangnya

penyerapan glukosa di jaringan lemak dan otot (Ganda et al, 2010). Resistensi

insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis, peningkatan produksi asam lemak

bebas, peningkatan produksi glukosa di hati serta penurunan pengambilan glukosa

pada sel otot (Robbins and Cotran, 2009).

Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena disfungsi sel beta pankreas,

yaitu ketidakmampuan sel-sel beta pankreas dalam beradaptasi terhadap

kebutuhan jangka panjang insulin di jaringan perifer seperti otot, hati dan lemak.

(34)

di dalam tubuh sehingga kadar glukosa akan meningkat dan mengakibatkan

gangguan pengontrolan glukosa di dalam darah (D’adamo and Caprio, 2011).

4. Patofisiologi

Pada keadaan normal glukosa di dalam tubuh diatur oleh hormon insulin

yang diproduksi oleh sel-sel beta pankreas. Hormon insulin mengatur kadar

glukosa di dalam darah selalu berada dalam batas aman baik saat keadaan puasa

maupun tidak. Kadar glukosa didalam tubuh dipertahankan antara 70-120 mg/dL

(Ganong and McPhee, 2006). Dalam keadaan normal, insulin akan berikatan

dengan reseptor khusus di permukaan sel beta pankreas. Sekresi insulin

dipengaruhi oleh kadar glukosa di dalam darah. Apabila glukosa telah mencapai

kadar tertentu, insulin akan disekresikan untuk membuka sel-sel hati, otot dan

lemak sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel-sel tersebut. Maka, jumlah

glukosa di dalam darah tidak menumpuk dan kadar glukosa di dalam darah tetap

dipertahankan normal (Ganong and McPhee, 2006).

Diabetes melitus tipe 2 dapat terjadi karena berkurangnya kemampuan

jaringan perifer dalam merespon insulin atau sel-sel sasaran insulin gagal

merespon insulin secara normal sehingga terjadi resistensi insulin (Huether and

McCance, 2008). Pada Diabetes melitus tipe 2, sel beta kelenjar pankreas dapat

memproduksi insulin, namun insulin yang diproduksi tidak dapat berfungsi dan

tidak dapat merangsang reseptor untuk melekat pada reseptor insulin. Tidak

melekatnya insulin pada reseptor maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel

sehingga glukosa yang semakin banyak diproduksi akan meningkat di dalam

(35)

12

terjadinya resistensi insulin. Aktivasi reseptor insulin pada jaringan berkaitan

dengan translokasi transporter glukosa atau GLUT-4 ke membran sel. GLUT-4

berfungsi mengangkut glukosa dari ekstraseluler ke intraseluler. Glukosa yang

ditransfer ini akan digunakan sebagai substrat energi atau disimpan dalam bentuk

glikogen (Nugroho, 2012).

Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi disfungsi sel beta pankreas yang

dapat menyebabkan insulin tidak dapat diproduksi sehingga insulin tidak

ditangkap oleh reseptor insulin pada permukaan sel otot, yang menyebabkan

glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk

metabolisme menjadi energi serta akibatnya tidak dapat mengatasi terjadinya

hiperglikemia (Huether and McCance, 2008).

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari diabetes melitus tipe 1 adalah keluhan klasik DM

berupa poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering merasa haus), polifagia

(sering merasa lapar), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya. Keluhan lain yang sering muncul dapat berupa lemah badan,

kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae

pada wanita. Diabetes melitus tipe 1 umumnya lebih sering terjadi pada orang usia

muda (PERKENI, 2011).

Manifestasi klinis pada diabetes melitus tipe 2 umumnya hampir tidak

ada. Diabetes melitus tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui dan penanganan

baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan

(36)

terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan

umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi

pada pembuluh darah dan syaraf (Dipiro et al, 2008).

6. Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus dipastikan oleh peningkatan glukosa darah

yang memenuhi salah satu dari kriteria berikut:

a. Glukosa darah sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L) dengan gejala dan tanda

klasik seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang

tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

b. Glukosa darah puasa >126 mg/dL pada lebih dari satu kali pemeriksaan.

c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal jika glukosa >200 mg/dL 2

jam setelah pemberian karbohidrat standar 75 g glukosa anhidrus (PERKENI,

2011).

7. Penyakit Penyerta

a. Dislipidemia

Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko

timbulnya penyakit kardiovaskuler. Gambaran dislipidemia pada penyandang

diabetes yaitu peningkatan kadar trigliserida, penurunan kadar kolesterol

HDL, sedangkan kadar kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat. Pada

penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular target LDL <100

mg/dl (2,6 mmol/L). Pada pasien usia >40 tahun, dianjurkan untuk diberikan

terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-40% dari kadar awal

(37)

14

Tabel I. Manajemen Dislipidemia pada Diabetes Melitus (ESC, 2011)

Profil Lipid Monoterapi Terapi Kombinasi

LDL ↑, HDL (N), TG

TG ↑ Niacin atau Fibrat Niacin+Fibrat

LDL ↑, HDL ↓ Niacin atau Statin Niacin+Statin

b. Hipertensi

Sasaran target penurunan tekanan darah yaitu <130/80 mmHg, apabila

disertai proteinuria >1 gram / 24 jam maka target penurunan tekanan darah

<125/75 mmHg. Obat antihipertensi yang dapat digunakan yaitu penghambat

ACE, penyekat reseptor angiotensin II, penyekat reseptor beta selektif dengan

dosis rendah, diuretik dosis rendah, penghambat reseptor alfa dan antagonis

kalsium. Pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau

tekanan diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya

hidup. Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan darah

diastolik >90 mmHg, dapat diberikan terapi farmakologis (PERKENI, 2011).

Pasien dengan nilai tekanan darah rata-rata 24 jam >135/85 mmHg memiliki

risiko kejadian kardiovaskular dua kali lipat dibandingkan pasien dengan nilai

tekanan darah rata-rata 24 jam <135/85 mmHg (Verdecchia, 2000).

c. Obesitas

Kejadian diabetes melitus dan gangguan toleransi glukosa sering

dijumpai pada penyandang obesitas. Obesitas sentral secara bermakna

berhubungan dengan sindrom dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia,

hipertensi) yang didasari oleh resistensi insulin (PERKENI, 2011). Penurunan

(38)

badan 5-10% dari berat badan dapat memperbaiki sindrom dismetabolik dan

menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Pengelolaan obesitas yang dapat

dilakukan yaitu terapi nutrisi dan aktivitas fisik (Handelsman et al., 2011).

d. Gangguan Koagulasi

Bagi penyandang diabetes melitus tipe 2 yang merupakan faktor risiko

kardiovaskuler, termasuk pasien dengan usia >40 tahun yang memiliki

riwayat keluarga penyakit kardiovaskular dan kebiasaan merokok, menderita

hipertensi, dislipidemia atau albuminuria, dapat diberikan terapi aspirin

75-160 mg/hari sebagai strategi pencegahan primer (PERKENI, 2011).

8. Komplikasi

Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme yang ditimbulkannya

dapat menyebabkan kerusakan sekunder di berbagai sistem organ terutama ginjal,

mata, saraf, dan pembuluh darah (Mitchell, 2009). Diabetes melitus dapat

menyebabkan komplikasi jangka panjang yang dapat dikategorikan menjadi dua

yaitu:

a. Komplikasi makrovaskuler meliputi penyakit arteri koroner, penyakit arteri

perifer, dan stroke.

1) Penyakit arteri koroner

Penyakit arteri koroner atau aterosklerosis koroner ditemukan pada

50-70% penderita diabetes. Gangguan koroner ini dapat menimbulkan

angina pektoris (nyeri dada paroksisimal serta tertindih benda berat yang

(39)

16

tangan) yang timbul saat beraktifitas atau emosi dan akan mereda setelah

beristirahat atau mendapat nitrat sublingual (Permana, 2009).

2) Penyakit arteri perifer

Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering terjadi pada

penderita diabetes dan mengenai arteri distal (dibawah lutut). Pada

diabetes melitus, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat di

diagnosis. Faktor-faktor seperti neuropati, makroangiopati dan

mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan faktor utama terjadinya

proses gangrene diabetik. Penderita dengan gangrene dapat mengalami

amputasi, sepsis ataupun kematian (Permana, 2009).

3) Stroke

Pada penderita diabetes, stroke lebih sering timbul dengan prognosis

yang lebih serius. Stroke disebabkan karena berkurangnya aliran arteri

karotis interna dan arteri vertebralis yang timbul akibat gangguan

neurologis (Permana, 2009).

b. Komplikasi mikrovaskuler meliputi nefropati diabetik, neuropati diabetik dan

retinopati diabetik (Soumya and Srilatha, 2011).

1) Nefropati diabetika

Nefropati diabetika menyebabkan kerusakan ginjal yang spesifik pada

diabetes melitus karena adanya perubahan fungsi penyaring sehingga

molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk ke dalam kemih.

(40)

progresif. Nefropati diabetika ditandai dengan adanya protein persisten

sebanyak >0,5 gram / 24 jam (Permana, 2009).

2) Neuropati diabetika

Neuropati diabetika yang paling sering yaitu neuropati perifer berupa

hilangnya sensasi distal. Komplikasi ini berisiko tinggi untuk terjadinya

ulkus kaki. Gejala yang sering dirasakan yaitu kaki terbakar dan bergetar

sendiri serta terasa lebih sakit di malam hari. Terapi untuk mengurangi

rasa sakit dapat diberikan duloxetin, antidepresan trisiklik atau gabapentin

(PERKENI, 2011). Manifestasi klinis pada neuropati diabetika berupa

gangguan sensoris, motorik dan otonom. Bagian tubuh yang sering

terserang neuropati yaitu saraf tungkai dan lengan (Permana, 2009).

3) Retinopati diabetika

Retinopati diabetika berawal dari gejala berkurangnya ketajaman

penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada

kebutaan. Retinopati diabetika dibagi menjadi dua yaitu retinopati non

proliperatif dan proliperatif. Retinopati non proliperatif merupakan

stadium awal yang ditandai dengan adanya mikroaneurisma. Retinopati

proliperatif ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler,

jaringan ikat dan adanya hipoksia retina (Permana, 2009).

9. Tujuan Terapi

Tujuan terapi diabetes melitus adalah memperbaiki gejala, mengurangi

risiko komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, menurunkan angka kematian

(41)

18

sewaktu <180 mg/dL, glukosa darah puasa <100 mg/dL dan glukosa darah

sesudah makan <140 mg/dL (PERKENI, 2011).

10. Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2

Penatalaksanaan terapi diabetes melitus tipe 2 sesuai dengan standar

algoritma PERKENI tahun 2011 sebagai berikut yang mengatakan bahwa:

a. Pasien dengan kadar HbA1c <7% maka dilakukan terapi gaya hidup sehat

(GHS) berupa penurunan berat badan, mengatur diit, dan latihan jasmani

teratur. Bila target terapi tidak tercapai, dapat memulai monoterapi.

b. Pasien dengan kadar HbA1c 7-8%, dilakukan terapi GHS dan monoterapi

berupa metformin atau golongan sulfonilurea. Apabila target terapi tidak

tercapai, dapat memulai terapi kombinasi.

c. Pasien dengan kadar HbA1c 8-9% dilakukan GHS dan terapi kombinasi 2

obat seperti kombinasi metformin dengan obat hipoglikemik oral lainnya.

Jika target terapi belum dapat tercapai, dapat memulai kombinasi 3 obat

hipoglikemik oral, insulin basal atau insulin intensif.

d. Pasien dengan kadar HbA1c >9% dapat dilakukan GHS dan terapi kombinasi

3 obat hipoglikemik oral. Jika belum tercapai target terapi, dapat diberikan

insulin basal atau insulin intensif.

e. Pasien dengan kadar HbA1c 9-10% dapat dilakukan GHS dengan kombinasi

2 obat hipoglikemia oral dan insulin basal. Jika belum tercapai target terapi,

dapat memulai pemberian insulin intensif.

f. Pasien dengan kadar HbA1c >10% dapat dilakukan GHS dengan terapi

(42)

dengan insulin prandial. Jika insulin intensif sudah dimulai, maka obat

hipoglikemia oral dapat dihentikan dengan diturunkan secara perlahan sampai

berhenti dengan pertimbangan tidak bersifat sinergis.

(43)

20

Gambar 2. Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan HbA1c (PERKENI, 2011)

Kombinasi dua obat hipoglikemia yang direkomendasikan berdasarkan

algoritma terapi diabetes melitus tipe 2 adalah metformin, sulfonilurea, glinid,

thiazolidindion, DPP-IV inhibitor, dan akarbosa. Penggunaan kombinasi obat

hipoglikemik oral dengan insulin dapat dilakukan jika kombinasi dua obat

hipoglikemik oral dan gaya hidup sehat tidak memberikan respon membaik pada

kadar glukosa darah. Selanjutnya dapat memulai kombinasi tiga obat

hipoglikemia oral atau kombinasi dua obat hipoglikemia oral dengan insulin

basal. Jika pemberian terapi ini belum juga memberikan respon membaik pada

kadar glukosa darah pasien maka, dapat dilanjutkan dengan terapi insulin intensif

(44)

B. Obat Hipoglikemia

1. Obat Hipoglikemia Oral

Menurut PERKENI (2011) terdapat 5 golongan obat antidiabetes oral

(ADO) atau obat hipoglikemia oral (OHO) berdasarkan cara kerjanya dibagi

menjadi 5 golongan.

a. Pemicu Sekresi Insulin

1) Sulfonilurea

Obat golongan ini memiliki efek utama untuk meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas serta digunakan sebagai pilihan utama bagi pasien

dengan berat badan normal dan kurang namun, masih dapat diberikan bagi pasien

dengan berat badan lebih (PERKENI, 2011). Sulfonilurea memiliki mekanisme

kerja utama yaitu meningkatkan pelepasan sekresi insulin atau merangsang

pelepasan insulin dari sel-sel beta pankreas (Inzucchi et al, 2012). Sulfonilurea

generasi pertama yaitu tolbutamid, klorpopamid dan tolazamid sedangkan

sulfonilurea generasi kedua terdiri dari glimepirid, gliburid atau glibenklamid,

glipizid, glikazid dan gliquidon (Inzucchi et al, 2012). Penggunaan sulfonilurea

generasi kedua lebih banyak digunakan dibandingkan sulfonilurea generasi

pertama karena memiliki efek samping yang lebih jarang terjadi dan jarang terjadi

interaksi dengan obat lain (Katzung, 2012). Glimepirid dapat diberikan dengan

dosis harian 1-6 mg/hari. Glibenklamid dapat diberikan dengan dosis harian

(45)

22

2) Glinid

Glinid merupakan obat dengan cara kerja yang sama dengan sulfonilurea,

dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini

terdiri dari dua macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan

Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini dapat digunakan untuk mengatasi

hiperglikemia post prandial (PERKENI, 2011). Repaglinid dapat diberikan

dengan dosis harian 1,5-6 mg 3 kali sehari sebelum makan sedangkan Nateglinid

dapat diberikan dengan dosis harian 360 mg 3 kali sehari sebelum makan

(PERKENI, 2011).

b. Peningkat Sensitivitas Terhadap Insulin

1) Tiazolidindion

Obat ini sering disebut juga pioglitazon yang berikatan dengan

Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ) yang merupakan

suatu reseptor ini di sel otot dan sel lemak. Obat golongan ini memiliki efek

menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut

glukosa sehingga dapat meningkatkan pengambilan glukosa di perifer dengan

mengaktivasi reseptor PPAR-γ (PERKENI, 2011). Pengaruh tiazolidindion berupa

peningkatan ekspresi GLUT-1 dan GLUT-4, penurunan asam lemak bebas,

peningkatan diferensisasi sel-sel preadiposit menjadi adiposit (Suzuki and Frye,

2013). Pioglitazone dapat diberikan dengan dosis harian 15-45 mg/hari

(PERKENI, 2011).

c. Penghambat Glukoneogenesis

(46)

Obat ini memiliki efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis) serta memperbaiki pengambilan glukosa perifer. Metformin

sering digunakan pada individu dengan berat badan berlebih. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin

>1,5 mg/dL) dan hati (PERKENI, 2011). Metformin digunakan sebagai pilihan

terapi utama pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang tidak dapat dikontrol dengan

pengaturan pola diet dan gaya hidup. Metformin dapat dikombinasikan dengan

obat hipoglikemia oral lainnya dan insulin. Metformin memiliki keuntungan tidak

menimbulkan efek hipoglikemia dibandingkan sulfonilurea dan insulin (Inzucchi

et al, 2012). Metformin dapat diberikan dengan dosis 250-3000 mg satu sampai

tiga kali sehari bersamaan saat makan atau sesudah makan (PERKENI, 2011).

d. Penghambat absorpsi glukosa

1) Akarbose

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus

sehingga memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan

(PERKENI, 2011). Mekanisme akarbose dengan cara menghambat enzim alfa

glukosidase pada dinding usus halus. Terjadinya proses inhibisi enzim ini dapat

mengurangi absorpsi karbohidrat sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar

glukosa pada penderita diabetes melitus tipe 2. Pemberian dosis obat ini harus

dimulai dari yang terendah kemudian ditingkatkan secara perlahan (Katzung,

2012). Akarbose dapat diberikan dengan dosis harian 100-300 mg 3 kali sehari

(47)

24

e. DPP-IV inhibitor

1) Glucagon-like peptide-1 (GLP-1)

GLP-1 merupakan perangsang kuat pelepasan insulin sekaligus sebagai

penghambat sekresi glukagon. Namun, secara cepat GLP-1 akan diubah oleh

enzim dipeptidil peptidase-4 (DPP-4) menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide

yang tidak aktif. Maka sekresi GLP-1 akan menurun pada penderita diabetes

melitus tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian

obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 atau analognya (GLP-1 agonis).

Obat golongan DPP-4 inhibitor mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga

GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif sehingga mampu

merangsang pelepasan insulin serta menghambat pelepasan glukagon (PERKENI,

2011). Terdapat lima senyawa DPP-4 inhibitor yaitu sitagliptin, vildagliptin,

saxagliptin, linagliptin, alogliptin (Capuano, 2013). Dosis harian sitagliptin yang

dianjurkan yaitu 25-100 mg/hari sedangkan dosis harian vildagliptin yang

dianjurkan yaitu 50-100 mg satu sampai dua kali sehari. Saxagliptin dapat

diberikan dengan dosis harian 5mg/hari. Penggunaan obat golongan ini tidak

bergantung dengan jadwal makan (PERKENI, 2011).

2. Insulin

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.

Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.

Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan

(48)

setelah makan. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4

unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai (PERKENI, 2011).

Terapi insulin digunakan apabila pasien mengalami hiperglikemia

meskipun sudah mengkonsumsi beberapa obat antidiabetes. Selain itu, Jika HbA1C

>9%, terapi insulin dapat dijadikan pilihan utama. Ada beberapa hal yang harus

diperhatikan ketika menggunakan insulin, antara lain: motivasi pasien, adanya

penyakit kardiovaskular dan komplikasi organ, usia, kesejahteraan pasien, resiko

hipoglikemia, dan status kesehatan secara menyeluruh (AACE, 2013).

Gambar 3. Algoritma Pemberian Kombinasi Insulin dan OHO (PERKENI, 2011)

Menurut PERKENI tahun 2011, berdasarkan lama kerja, insulin dibagi

(49)

26

1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin ini memiliki kerja dan onset yang cepat. Lama kerja insulin ini antara

3 hingga 5 jam sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya efek

hiperglikemia setelah makan (Sheeja, 2010).

2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin ini memiliki onset 30 menit dan dapat mencapai kadar puncak dalam

waktu 2 hingga 3 jam setelah disuntikkan melalui subkutan atau intravena.

Maka, insulin ini dapat diberikan 30 menit sebelum makan (Khalil, 2009).

3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

Insulin ini memiliki masa kerja sedang dan memiliki onset 2 hingga 5 jam

(Katzung, 2012).

4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin ini memiliki masa kerja yang lama. Terdapat dua jenis insulin kerja

panjang yaitu insulin glargine dan insulin detemir. Insulin glargin memiliki

onset 1 hingga 1,5 jam dan mencapai efek maksimum dalam 4 hingga 6 jam.

Insulin detemir memiliki onset 1 hingga 2 jam dengan lama kerja selama 24

jam (Katzung, 2012).

Tabel II. Profil Farmakokinetika Insulin (Dipiro, et al, 2008)

Insulin Onset

NPH (Neutral Protamine

Hagedorn)

2-4 4-12 12-18 Keruh

Insulin glargine 1,5 - 20-24 Jernih

Insulin detemir 3-8 Relatif

datar

(50)

Pengaturan regimen insulin pada diabetes melitus tipe 2 terbagi menjadi:

1. Split-mix regimen

a. Injeksi satu kali sehari. Penggunaan insulin kerja menengah atau

kombinasi kerja cepat/pendek dengan insulin kerja menengah (AACE,

2013).

b. Injeksi dua kali sehari. Penggunaan campuran insulin kerja cepat/pendek

dan kerja menengah yang diberikan sebelum makan pagi dan sebelum

makan malam (AACE, 2013).

c. Injeksi tiga kali sehari. Penggunaan Insulin campuran kerja cepat/pendek

dengan kerja menengah diberikan sebelum makan pagi, insulin kerja

cepat/pendek diberikan sebelum makan siang atau snack sore. Insulin

kerja menengah dapat digunakan menjelang tidur pada malam hari

(AACE, 2013).

2. Basal-bolus regimen

Penggunaan insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum makan utama.

Insulin kerja menengah diberikan pada pagi dan malam hari, atau dengan

insulin basal (glargine, detemir) yang diberikan sekali sehari (pagi atau

malam hari) (AACE, 2013).

3. Pre-mixed regimen

Penggunaan insulin kombinasi merupakan gabungan antara insulin yang

memiliki masa kerja menengah dengan insulin yang memiliki masa kerja

cepat (Katzung, 2012). Contoh dari insulin kombinasi ini yaitu analog insulin

(51)

28

25% lispro), novolog mix 70/30 (70% aspart protamine suspension, 30%

aspart), humalog mix 50/50 (50% neutral protamine lispro, 50% lispro) dan

kombinasi NPH yang terdiri dari humulin 70/30, novolin 70/30 dan humulin

50/50 (Triplitt, 2008).

Tabel III. Klasifikasi Preparat Insulin (Dipiro, et al, 2008)

Tipe Insulin Nama

Merek/Dagang

Produsen Manufaktur

Kerja Cepat

Insulin lispro Humalog Lilly

Insulin aspart Novolog Novo Nordisk

Insulin glulisine Apidra Sanofi-Aventis

Kerja Pendek

Regular Humulin R Lilly

Novolin R Novo Nordisk

Kerja Menengah

NPH (Neutral Protamine

Hagedorn)

Humulin N Lilly

Novolin N Novo Nordisk

Kerja Panjang

Insulin glargine Lantus Sanofi-Aventis

Insulin detemir Levemir Novo Nordisk

Insulin Kombinasi

Campuran NPH/regular

(70%/30%)

Humulin 70/30 Lilly

Campuran insulin aspart

protamine/insulin aspart

(70%/30%)

Novolog Mix 70/30 Novo Nordisk

Campuran insulin NPL/insulin lispro (75%/25%)

(52)

KETERANGAN EMPIRIS

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang memiliki angka

prevalensi yang tinggi baik di Indonesia maupun di dunia. Tujuan terapi

pengobatan penyakit ini adalah untuk memperbaiki gejala, mengurangi risiko

komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, menurunkan angka kematian serta

meningkatkan kualitas hidup. Pada umumnya, terapi pengobatan pada pasien

diabetes merupakan terapi kombinasi dari bermacam-macam obat. Hal ini dapat

menyebabkan terjadinya penurunan efektivitas pengobatan serta kemungkinan

terjadinya interaksi obat.

Efektivitas dan keamanan merupakan aspek yang dipertimbangkan dalam

pemberian terapi obat untuk menjamin pengobatan yang diberikan berhasil atau

mencapai target terapi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai efektivitas dan keamanan penggunaan obat hipoglikemia pada pasien di

(53)

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian Evaluasi Penggunaan Obat Hipoglikemia pada Pasien di

Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul

Periode Agustus 2015 merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan

penelitian deskriptif bersifat case series dengan cara pengambilan data secara

prospektif.

Penelitian non eksperimental yang dilakukan dengan cara mengobservasi

tanpa manipulasi atau intervensi dari peneliti. Jenis penelitian ini berupa deskriptif

evaluatif karena data yang diperoleh dievaluasi berdasarkan studi pustaka

kemudian dideskripsikan gambaran fenomena yang terjadi dalam suatu populasi

tertentu dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Fenomena disajikan

secara apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak mencoba menganalisis

bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi, oleh karena itu penelitian

ini tidak memerlukan adanya suatu hipotesis (Nursalam, 2008).

Rancangan penelitian case series merupakan penelitian yang terdiri dari

sekelompok pasien yang telah terdiagnosis dengan kondisi yang sama selama

periode tertentu yang mana tidak terdapat kelompok pembanding. Rancangan

penelitian case series menetapkan kasus tunggal yang spesifik dan menjadikannya

dalam suatu laporan (Apparasu and Bentley, 2015). Penelitian prospektif

merupakan penelitian yang bersifat longitudinal dengan mengikuti proses

(54)

prospektif dimaksudkan untuk menemukan insidensi penyakit pada kelompok

yang terpajan oleh faktor risiko maupun pada kelompok yang tidak terpajan,

sehingga dapat diketahui apakah terdapat hubungan sebab akibat antara pajanan

dan penyakit yang diteliti (Budiarto dan Anggraeni, 2003).

Data diperoleh dari lembar rekam medis dan informasi hasil klarifikasi

dari tenaga kesehatan yaitu perawat. Pengambilan data pasien dilakukan dengan

cara mengikuti proses perjalanan penyakit ke depan berdasarkan urutan waktu dan

memantau kondisi pasien setiap hari melalui lembar pengobatan pasien.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian berupa hasil laboratorium, penggunaan obat

hipoglikemia dan kondisi pasien di instalasi rawat inap bangsal bakung RSUD

Panembahan Senopati Bantul.

2. Definisi Operasional

a. Hasil laboratorium yang dimaksud meliputi hasil pemeriksaan hematologi,

hitung jenis, fungsi hati, fungsi ginjal, glukosa sewaktu, dan elektrolit.

b. Obat hipoglikemia merupakan obat yang mempunyai efek menurunkan kadar

gula darah meliputi golongan penghambat glukoneogenesis yaitu biguanida,

golongan pemicu sekresi insulin yaitu sulfonilurea, golongan peningkat

sensitivitas terhadap insulin yaitu tiazolidindion, golongan insulin kerja cepat

(insulin aspart), insulin kerja panjang (insulin detemir) dan insulin kombinasi

(55)

32

c. Kondisi pasien yang dimaksud adalah pemeriksaan tanda vital yang dituliskan

di rekam medis terdiri dari tekanan darah, suhu, denyut nadi dan laju

pernapasan.

d. Kasus yang dimaksud adalah hari rawat tiap pasien. Kasus yang dievaluasi

adalah hari rawat pasien yang menerima obat hipoglikemia dan terdapat

pemeriksaan kadar gula darah sewaktu pada hari rawat tersebut.

e. Evaluasi penggunaan obat hipoglikemia meliputi kajian keamanan dan

efektivitas.

f. Evaluasi keamanan penggunaan obat merupakan kajian interaksi obat dengan

kriteria sifat interaksi obat meliputi minor, signifikan dan serius. Kategori

serius adalah interaksi yang mengancam nyawa dan memerlukan penanganan

medis sesegera mungkin. Kategori signifikan adalah apabila memperburuk

keadaan pasien dan memerlukan perubahan terapi. Kategori minor adalah

apabila pasien mengalami perubahan pada kondisi klinis tetapi tidak

memerlukan perubahan terapi dan kontraindikasi ketika tidak

direkomendasikan pemberian obat bersamaan serta memerlukan monitoring

(Albadr et al, 2014).

g. Interaksi obat adalah kemungkinan terjadinya interaksi antara obat

hipoglikemia dengan obat lain yang digunakan selama pasien menjalani

perawatan di rumah sakit berdasarkan acuan Medscape (2015). Interaksi obat

yang dimaksud meliputi interaksi obat potensial dan interaksi obat aktual.

h. Evaluasi efektivitas penggunaan obat hipoglikemia dengan kajian ketepatan

(56)

2011, sedangkan perbaikan kondisi pasien dengan parameter tercapainya

target penurunan gula darah sewaktu berdasarkan acuan Silvio dan Inzucchi

tahun 2011.

i. Kajian ketepatan pemilihan obat dilakukan dengan melihat kesesuaian

pemilihan obat berdasarkan algoritma standar PERKENI tahun 2011 yaitu

pemilihan obat dikatakan tepat jika nilai rata-rata pemeriksaan kadar gula

darah sewaktu dalam sehari <180 mg/dL sedangkan pemilihan obat dikatakan

kurang tepat jika nilai rata-rata pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dalam

sehari >180 mg/dL.

j. Perbaikan kondisi pasien dinilai dengan rata-rata pengukuran kadar gula

darah sewaktu. Kriteria perbaikan kondisi pasien adalah tercapainya rata-rata

kadar gula darah sewaktu 100-180 mg/dL (Silvio and Inzucchi, 2011) pada

tiap hari rawat. Penilaian terhadap waktu terjadinya perbaikan kondisi pasien

dilakukan dengan menghitung modus hari terjadinya perbaikan kondisi

pasien.

k. Pengukuran gula darah yang digunakan adalah rata-rata pengukuran kadar

gula darah sewaktu dalam satu hari pemberian obat.

l. Proporsi penggunaan obat yang efektif adalah jumlah pasien yang

menggunakan obat hipoglikemia dan mencapai proporsi perbaikan kondisi

pasien >0,5 dibandingkan jumlah pasien keseluruhan. Proporsi perbaikan

kondisi pasien adalah perbandingan antara jumlah perbaikan kondisi pasien

(57)

34

m. Komplikasi diabetes melitus meliputi komplikasi mikrovaskuler dan makro

vaskuler. Komplikasi mikrovaskuler terdiri dari neuropati, retinopati dan

nefropati. Komplikasi makrovaskuler meliputi penyakit arteri koroner,

penyakit arteri perifer dan stroke.

n. Penyakit penyerta diabetes melitus meliputi osteoarthritis, dislipidemia,

hipoalbuminea, anemia, dan hematemesis.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian payung Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma dengan tujuan penelitian secara garis besar adalah untuk

mengevaluasi penggunaan obat pada pasien terdiagnosa diabetes melitus dan

hipertensi di instalasi rawat inap bangsal Bakung dan Cempaka RSUD

Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

Kajian yang diangkat oleh peneliti adalah “Evaluasi Penggunaan Obat

Hipoglikemia pada Pasien di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD

Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015”. Kajian penelitian payung

ini ditunjukkan pada skema Gambar 4.

(58)

D. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah pasien yang dirawat mulai bulan Agustus 2015

di Instalasi Rawat Inap Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Kriteria inklusi adalah pasien rawat inap di Bangsal Bakung RSUD Panembahan

Senopati Bantul yang menggunakan obat hipoglikemia dan pasien masuk rumah

sakit pada bulan Agustus 2015 melalui poliklinik atau IGD (Instalasi Gawat

Darurat) di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Kriteria ekslusi adalah pasien

yang dipindahkan ke bangsal lain dan pasien masuk ke bangsal Bakung pindahan

dari bangsal lain di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Penelitian yang dilakukan selama periode Agustus 2015 terdapat 23

pasien yang memenuhi kriteria inklusi yang dirawat di Iinstalasi Rawat Inap

Bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul dan menggunakan obat

hipoglikemia. Subyek penelitian yang memenuhi kriteria penelitian adalah 17

pasien dan 6 pasien diekslusi dengan alasan pasien dipindahkan ke bangsal lain

dan tidak memenuhi ruang lingkup penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen atau bahan penelitian yang digunakan adalah blangko

pengambilan data. Blangko pengambilan data disusun berdasarkan hasil studi

pendahuluan di RSUD Panembahan Senopati Bantul yang disesuaikan dengan

jenis data yang diperlukan untuk penelitian ini. Formulir blangko pengambilan

data terlampir pada Lampiran 3.

Blangko pengambilan data berisi data identitas pasien meliputi nama,

Gambar

Tabel XIII. Kejadian Interaksi Obat Yang Melibatkan Obat Hipoglikemia Pada
Gambar 11. Diagram Proporsi Efektivitas Penggunaan Obat Berdasarkan
Tabel I. Manajemen Dislipidemia pada Diabetes Melitus (ESC, 2011)
Gambar 1. Algoritma Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 (PERKENI, 2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 dan Penjelasannya, permohonan pengangkatan anak di pengadilan agama selain dilakukan oleh

Penerapan kurikulum demikian membutuhkan tenaga pendidikan bermutu dalam jumlah yang cukup, sumber dana dan sarana, lingkungan serta fasilitas pendidikan termasuk

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan luas lahan mangrove yang terjadi di kawasan pesisir Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak

Diet ibu hamil dan persediaan nutrisi adalah satu-satunya sumber nutrisi untuk pertumbuhan janin dan cenderung mempengaruhi perkembangan saraf anak, yang terjadi

Dalam konteks penilaian hasil belajar, depdiknas ( 2003 ) mengemukakan prinsip-prinsip umum penilaian adalah mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan

Gambar 25. Tombol pembuka dan judul aplikasi.. Pada tombol Menu Utama jika dipilih maka akan menuju ke halaman utama dari media pembelajaran ini. Tombol profil jika

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah apa saja yang telah diterapkan oleh PT.Kusumahadi Santosa untuk menekan jumlah kerusakan kain cotton dan rayon, apakah

[r]