PENGEMBANGAN MODEL INKUIRI SOSIAL
DALAM PELAJARAN IPS DI SD
TESIS
Diajukankepada Panitia Ujian
untukmemenuhi sebagian syarat penyelesaiaii studi
ProgramS2 ProgramStudiPengembangan Kurikulum
PascasarjanalKIP Bandung
Oleh:
Wina Sanjaya
MM: 9596132
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
▸ Baca selengkapnya: contoh rpp model inkuiri sd kelas 2
(2)DISETUJUIOLEH:
Prof Dr. H. NANA SYAODIH SUKMADINATA
, Pembimbing I
Dr. R. IBRAHIM, MA
Pembimbing II
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BANDUNG
Untuk:
Iatriku,
Lin Guatinl, S.Pd.
dan Ketlga anaku, Rlaaa San Rizqiya,
RINGKASAN
Salah satu masalah yang dihadapi dalam
pelajaran IPS adalah adanya kecenderungan pengelo-laan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru lebih beroerientasi kepada proses menghapal materi
pelajaran dengan pola komunikasi satu arah
yaitu dari guru kepada siswa. Akibatnya muncul
berbagai kritikan yang menganggap pelajaran IPS tidak merangsang atau tidak melatih kemampuan siswa untuk berpikir; atau adanya anggapan yang
memandang IPS sebagai pelajaran "kelas dua"
yang lebih mudah dipelajari dibandingkan dengan
pelajaran lain.
Dengan menggunakan metoda 'Action Research"
di Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Pakuwon 2 Kecamatan
Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang, penelitian ini berusaha mengembangkan kegiatan belajar mengajar
dalam pelajaran IPS di SD yang lebih menekankankan
kepada proses berpikir atau proses pemecahan masa lah melalui model inkuiri sosial sederhana, yang difokuskan pada masalah pengembangan model perenca
naan mengajar yang bertumpu kepada model inkuiri
sosial, penerapan proses belajar mengajar sesuai dengan perencanaan mengajar yang disusun, serta pengembangan model evaluasi pengajaran IPS yang
bertumpu kepada model inkuiri sosial untuk melihat
keberhasilan dan peningkatan kemampuan siswa.
Dengan mempertimbangkan hasil studi
pendahuluan (pra survey) serta memperhatikan kemam
puan guru dan siswa selama proses pengembangan,
maka pengembangan model perencanaan terdiri dari
empat komponen pokok yaitu tujuan pembelajaran,
komponen kegiatan belajar mengajar, alat dan sumber
pelajaran serta komponen evaluasi. Dalam
pengembangan kegiatan belajar mengajar sesuai
dengan pola perencanaan yang dikembangkan terdiri
dari langkah-langkah orientas, perumusan masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji
hipotesis dan merumuskan kesimpulan. Sedangkan, model evaluasi, sesuai dengan hakekat pengajaran
inkuiri, berfungsi untuk mengumpulkan data tentang kemampuan siswa melakukan kegiatan belajar pada
Berdasarkan hasil monitoring dengan
menggunakan rekaman video dan pedoman observasi yang dilaksanakan secara terus menerus setiap kali
implementasi, ditemukan 6 prinsip pokok
pengembangan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yaitu prinsip pemahaman model,
peng-kondisian atau orientasi, prinsip bertanya, prinsip
menghargai dan reinforcement, prinsip keterbukaan
dan prinsip individual.
Dengan menggunakan prinsip-prinsip tersebut
dalam proses pengembangan model terjadi
kecenderungan aktivitas belajar siswa semakin meningkat, tumbuhnya keberanian siswa untuk bertanya, menjawab, dan mengeluarkan pendapat, tumbuhnya sikap siswa menjadi lebih toleran dan
menghargai pendapat orang lain serta meningkatnya
kemampuan berbahasa siswa secara lisan.
Sesuai dengan hakekat inkuiri sosisal yang
lebih menekankan kepada proses belajar untuk
mengembangkan kemampuan berpikir siswa, maka model inkuiri yang dikembangkan ini akan berhasil pelaksanaannya manakala keberhasilan pendidikan
tidak hanya diukur dari kemampuan siswa untuk
menghapal materi pelajaran. Oleh sebab itu dalam sistem pendidikan kita yang berlaku sekarang, yang kualitas keberhasilannya diukur dari rata-rata siswa memperoleh Nilai Ebtasa Murni (NEM), walaupun secara empiris lebih bermakna, inkuri sosial akan
sulit berkembang karena guru tidak akan sepenuhnya
berusaha mengembangkannya.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan
pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan
untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan
peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk
mengikuti pendidikan menengah (Undang-undang
nomor 2 tahum 1989, pasal 13). Selanjutnya
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar mempertegas kembali bahwa
pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal
kemampuan dasar kepada pererta didik untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia
serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti
pendidikan menengah.
Pernyataan di atas menunjukkan, paling tidak
terdapat dua sasaran yang harus dicapai lembaga
pendidikan ini. Pertama kehidupan masyarakat dan
kedua jenjang sekolah yang ada di atasnya.
Kehidupan masyarakat yang terus berubah seiring
menuntut pendidikan dasar selamanya harus
menyelaraskan dan mengantisipasi perubahan
tersebut, agar materi dan pengalaman belajar yang
diberikan di sekolah bermanfaat untuk bekal
kehidupannya. Oleh sebab dalam arti kehidupan
masyarakat, fungsi SD tidak semata-mata menjadikan
keluarannya melek huruf saja, dan memiliki
segumpalan pengetahuan yang menjadi pengetahuan
sesaat, dalam arti kurang dapat membantu mewujudkan
kemandiriannya. Lulusan SD harus menjadi melek
huruf, dalam arti melek teknologi dan melek fikir
(thinking literacy) yang keseluruhannya juga
disebut melek kebudayaan ("cultural literacy")
(Conny R. Semiawan 1992:12).
Demikian juga halnya dengan sasaran
mempersiapkan lulusan untuk melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang ada di atasnya, mengandung arti
lembaga ini merupakan dasar yang menjadi penentu
mutu jenjang pendidikan berikutnya. Dengan kata
lain, tinggi atau rendahnya kualitas pendidikan
pada jenjang sekolah menengah akan sangat
ditentu-kan oleh kualitas pendidikan dasar. Dengan
demikian, dalam skala yang lebih luas pendidikan
manusia. dan bangsa Indonesia (Udik Budi Wibowo
1991).
Oleh karena begitu pentingnya pendidikan
dasar, setelah dengan kebijaksanaannya pemerintah
berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah
dasar hingga 99% (aspek pemerataan), maka
meningkatan kualitas pendidikan pada jenjang ini
merupakan salah satu prioritas dalam pelita VI
(Garis-garis Besar Haluan Negara 1993).
Masalahnya sekarang, bagaimana meningkatkan
kualitas pendidikan dasar itu?
Sebagai suatu sistem, kualitas pendidikan
dasar ditentukan oleh banyak komponen. Oleh sebab
itu, untuk memperbaiki kualitas tersebut, harus
dimulai dengan memperbaiki komponen-komponen
tersebut. Rochman Natawijaya (1992) mengemukakan
bahwa unsur sistemik yang dapat memberikan
kontribusi kepada kualitas pendidikan (khususnya di
sekolah dasar) sekurang-kurangnya mencakup:
kurikulum dan materi pengajarannya, guru dan tenaga
pendidikan lainnya, anak didik, sarana dan
prasarana penunjang, proses belajar mengajar,
sistem penilaian, bimbingan kepada anak didik, dan
pengelolaan program pendidikan. Upaya perbaikan
sekurang-kurangnya harus menyentuh perbaikan pada
unsur-unsur tersebut di atas. Perbaikan itu
seyogyanya dilakukan secara menyeluruh, atau
setidak-tidaknya dirancang secara sistemik.
Perbaikan pada salah satu unsur saja belum tentu
menghasilkan perbaikan seluruh sistem apabila tidak
dirancang secara sistemik. Akan tetapi, kelemahan
pada satu unsur cenderung merusak seluruh sistem.
Selanjutnya dalam sumber yang sama beliau
juga menyatakan, penanganan serempak terhadap
semua unsur itu sangat sulit untuk dilakukan,
Selain memerlukan biaya yang sangat besar, juga
memerlukan perhatian yang sangat terpencar. Oleh
sebab itu perbaikan itu terpaksa dilakukan pada
salah satu unsur yang dianggap dapat memberikan
kontribusi yang sangat besar. Komponen yang
dianggap memiliki kontribusi yang tinggi dan perlu
mendapat perhatian itu diantaranya adalah
komponen proses belajar mengajar.
Komponen proses belajar mengajar erat
hubungannya dengan kemampuan guru sebagai ujung
tombak dan pengembang kurikulum di lapangan.
Beberapa ahli menyatakan bahwa betapapun bagusnya
tergantung
pada
apa yang dilakukan oleh
guru
di
dalam kelas (actual). Dengan demikian, guru
memegang
peranan
penting
baik
dalam
penyusunan
maupun
pelaksanaan
kurikulum
(Nana
Syaodih
Sukmadinata, 1997:194).
Kritik
yang
sering
muncul
ke
permukaan
sehubungan
dengan
proses
belajar
mengajar
yang
dilakukan
guru,
adalah
adanya
kecenderungan
pengelolaan belajar mengajar dengan pola komunikasi
yang searah. Artinya, dalam setiap kegiatan belajar
mengajar,
guru memandang siswa sebagai objek
yang
harus
diisi
dengan
berbagai
informasi.
Proses belajar mengajar tidak atau kurang
merang-sang
siswa
untuk berpikir.
Sartono
Kartodiredjo
(1991) melontarkan kritikannya, bahwa pendidikan di
sekolah dasar di Indonesia telah menyapu semua
kreativitas
dan
daya kritis anak;
sementara
itu
verbalisme
makin
merajalela. Pendidikan di
SD
sangat mencekam dan mencekik, serta memprihatinkan,
karena
memompa
otak
dan
memori,
menimbun
otak
dengan kata-kata dan
bukan pengertian.
Kritik
semacam itu memang sudah
sejak
lama
muncul
kepermukaan.
Permasalahan
efesiensi
yang
pendidikan serta relevansi pendidikan yang juga
erat kaitannya dengan masalah penyesuaian hasil
pendidikan dengan kebutuhan masyarakat, pada
akhirnya bermuara pada rendahnya kualitas hasil
proses belajar mengajar.
Lemahnya kualitas proses belajar mengajar di
sekolah dasar, terjadi pada hampir seluruh mata
pelajaran, lebih-lebih untuk pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). Studi kualitas tentang
pendidikan IPS menunjukkan beberapa kelemahan, baik
dilihat dari proses maupun dari hasil belajar,
antara lain dalam aspek metodologis dimana
pendekatan ekspositoris sangat menguasai seluruh
proses belajar (Somantri, 1987). Akibatnya, IPS
dianggap sebagai mata pelajaran hapalan yang tidak
menantang siswa untuk berpikir. Pelly (1990)
menemukan adanya kecenderungan di kalangan siswa
dewasa ini yang menganggap bahwa IPS merupakan
bidang studi yang menjemukan dan kurang menantang
minat belajar, bahkan lebih dari itu, dipandang
sebagai pelajaran "kelas dua", baik oleh peserta
didik maupun oleh orang tua mereka. Kecenderungan
itu diduga disebabkan oleh lemahnya proses belajar,
membangkitkan
budaya
belajar
pada
anak.
Budaya
belajar
dalam kontek ini diartikan
bahwa
belajar
IPS,
bukan
hanya
menyangkut
"what
to
learn"
melainkan
"how
to learn". Dengan
kata
lain
IPS
seyogyanya
dipandang
dari
aspek
instrumenalnya
yaitu "learning to learn".
Berdasarkan beberapa kritik yang
berhubungan
dengan rendahnya kualitas belajar mengajar IPS yang
dilakukan
oleh
guru,
maka
selanjutnya
model
pembelajaran
IPS
yang
bagaimana
yang
dianggap
memadai
agar
dapat mengembangkan
budaya
belajar
siswa?
Hamid
Hasan (1996 : 17)
menjelaskan,
bahwa
tuntutan
untuk
mengembangkan
kemampuan
berpikir
tingkat tinggi merupakan suatu tuntutan yang
harus
dijawab
dan
di emban
oleh
pendidikan
ilmu-ilmu
sosial
di
masa mendatang. Mungkin
dengan
cara
demikian,
keluhan
para
siswa
bahwa
belajar
pendidikan
sosial
hanya
akan
ditandai
dengan
kebosanan
dalam
belajar akan
dapat
dihapuskan.
Selanjutnya
beliau
juga
menyatakan
bahwa
jika
pendidikan ilmu-ilmu sosial
mampu
mengembangkan
kemampuan
berpikir
tingkat
tinggi,
keberhasilan
ditandai dengan kepuasan peserta didik dalam
menyelesaikan berbagai masalah sosial yang
dihadapkan kepada mereka. Pendidikan ilmu sosial
sudah memang harus membenahi dirinya menjadi
sesuatu yang merangsang siswa dalam berpikir dan
memecahkan masalah sosial dan akademik.
Pernyataan di atas mengisyaratkan bahwa
proses belajar mengajar yang memadai untuk IPS agar
dapat menunjang ketercapaian tujuan dan fungsi
lembaga pendidikan (khususnya pendidikan dasar),
adalah proses belajar mengajar yang dapat mengem
bangkan siswa untuk berpikir tingkat tinggi.
Pendekatan yang sesuai dengan harapan itu adalah
pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif yang sudah
mulai diperkenalkan sejak berlakunya kurikulum
1975. CBSA, diperkenalkan untuk meningkatkan
kualitas belajar mengajar dengan melibatkan siswa
secara optimal. CBSA adalah pendekatan di dalam
pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang
mengutamakan keterlibatan mental
(intelektual-emosional) siswa sebagai pebelajar di dalam
kegiatan belajar, sesuai dengan hakekat belajar
yang merupakan pemberian makna oleh pebelajar
Walaupun
CBSA
sudah
diperkenalkan
sejak
lama kepada para guru
melalui
penataran-penataran
dan pelatihan-pelatihan, akan tetapi pelaksanaannya
di
lapangan
masih sangat kurang.
Bahkan
tidak
sedikit
yang
salah persepsi tentang hakekat CBSA,
yang
hanya
dilihat dari aktifitas
secara
fisik.
Hasil
penelitian
Setijadi
(1992)
menunjukkan,
walaupun
sebagian besar guru-guru SD (96%)
pernah
mendengar
istilah
CBSA,
akan
tetapi
dalam
praktiknya di dalam kelas hampir tidak
menunjukkan
penerapannya. Dengan demikian, penerapan CBSA perlu
mendapat
pembenahan
dengan
fokus
mewujudkan
keterlibatan
anak
secara
aktif
dalam
proses
belajar
untuk
memperoleh
kebermaknaan
belajar,
dalam
rangka mengembangkan prakarsa dan
kreativi-tas,
serta
kemampuan
belajar
untuk
belajar
(R.Ibrahim, 1992).
Dalam
pengajaran
IPS,
salah
satu
model
pengajaran
yang
bertumpu kepada
pendekatan
CBSA
adalah
pengajaran
inkuiri.
Penerapan
inkuiri
diarahkan agar siswa tidak hanya memamahami
berba
gai
konsep akan tetapi lebih dari itu, yaitu.
agar
siswa
menguasai
keterampilan
berpikir
melalui
(Hasan,
1996).
Hal
ini
juga
dikemukakan
oleh
Jarolimek: "If we want children to develop critical
habits of tought, to search for data independently,
to able to form hypotheses and test them, we use
inquiry teaching strategies (John Jarolimek 1977:
38).
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat cepat, yang pada gilirannya
membawa perubahan sosial budaya masyarakat, yang
kemudian orang menamakannya dengan istilah
"globalisasi", penerapan inkuiri sosial untuk
pelajaran IPS termasuk pada jenjang pendidikan
tingkat dasar, merupakan tuntutan yang sangat
mendesak. Hal ini disebabkan bukan saja dengan
inkuiri sosial yang menekankan kepada proses berpi
kir dapat mengahapuskan kesan bahwa IPS sebagai
pelajaran hapalan, akan tetapi juga inkuiri sebagai
suatu strategi dalam pengajaran IPS yang dapat
mengembangkan sikap dan keterampilan siswa dalam
memecahkan permasalahan (sosial), mengembangkan
keterampilan dalam mengambil keputusan secara
obyektif dan mandiri (Kosasih Djahiri, 1984),
benar-benar dibutuhkan untuk membekali siswa
l:
masyarakat serta untuk melatih berpikir agar
dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
tinggi. Hal ini sangat penting, seperti dikemukakan
Fakry Gaffar, bahwa pendidikan berpikir yaitu
bagaimana membantu peserta didik supaya dapat
mengembangkan daya fikirnya dalam melihat masalah
sosial, amat penting untuk diaplikasikan.
Seharus-nya "learning" itu isinya "thinking", akan tetapi
tidak hanya "thinking", "values" juga mesti masuk
di dalamnya (Suwarma Al Muchtar :1991). Dengan
penerapan inkuiri sosial, diharapkan dapat memper
baiki mutu proses belajar mengajar dalam pelajaran
IPS yang selama ini dianggap lemah, yang pada
akhirnya dapat meningkatkan kualitas hasil
pendidikan.
Dalam kurikulum pendidikan dasar 1994
dije-laskan bahwa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) di SD berfungsi untuk mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan dasar untuk melihat
kenyataan sosial yang dihadapi siswa dalam
kehidupan sehari-hari. Ini berarti bahwa IPS di SD
tidak berorientasi kepada disiplin ilmu akan tetapi
berarientasi kepada kehidupan sosial masyarakat.
Oleh sebab itu, walaupun pelajaran IPS di SD
sosiologi, antrpologi, tata negara dan sejarah,
akan tetapi seluruh bahan kajlan itu tidak
diajar-kan secara terpisah, akan tetapi diberikan secara
terintegrasi melalui topik-topik tertentu dengan
menggunakan prinsip "expanding community" atau
menurut kurikulum bahan kajian IPS SD
diorga-nisasikan mulai dari bahan pelajaran yang dekat dan
sederhana di sekitar anak ke yang lebih luas dan
komplek (Kurikulum Pendidikan Dasar 1994).
Berdasarkan karakteristik IPS tersebut, maka
inkuiri sosial yang merupakan model mengajar yang
lebih menekankan atau berorientasi kepada proses
berpikir dibandingkan kepada penguasaan meteri
pelajaran berdasarkan disiplin ilmu, dianggap
sebagai salah satu model yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas pelajaran IPS di SD.
Atas dasar latar belakang di atas, melalui
action research, penulis ingin mengembangkan model
B. PARADIGMA TEORITIS DAN KAJIAN HASIL PENELITIAN
TERDAHULU YANG RELEVAN
1. Paradigma teoritis
Menurut Bogdan dan Biklen, paradigma adalah
kumpulan-longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang
bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan
cara berpikir dan penelitian (Lexi J. Maleong, 1988
: 26).
Berlandaskan pada pengertian di atas,
paradigma teoritis disusun sebagai dasar untuk
menentukan pokok masalah yang diteliti sesuai
dengan topik masalah.
Sebagai suatu sistem, proses pembelajaran IPS
di SD dapat dipengaruhi oleh beberapa komponen yang
saling terkait satu sama lain. Untuk
mengidenti-fikasi komponen atau aspek-aspek yang terlibat
dalam pengajaran IPS di SD, dapat dilihat pada
SUBSTANS I L
K B H
LIN6KUK6Asl_
TUJUAN
ISI/STRUK-TUR PROS.
SISUA
h
6URUL
FASILITAS/
SUHBER BEL.
BESAR KELAS JAH
PERTE-HUAN
IKLIM SO
SIAL
i
u
PSIK0L06ISJ
n
BA6AN 1. PARADIBHA TEORITIS
FAKTOR-FAKTOR YANG TERLIBAT DALAH PEN6AJARAN IPS
U
Pengajaran IPS di SD memiliki tiga dimen
si, pertama dimensi substantif yang berisi tentang
(1) tujuan mata pelajaran IPS; (2) isi atau ruang
lingkup pelajaran IPS. Kedua. dimensi Kegiatan
Belajar Mengajar, yaitu tentang dinamika kegiatan
v..
15
faktor guru, baik kemampuan mengatur strategi
pembelajaran atau penggunaan metodologi pengajaran,
maupun pandangan guru terhadap hakekat pengajaran
IPS, (2) karakteristik siswa sesuai dengan tahap
perkembangannya, dan (3) alat serta bahan belajar
yang tersedia. Ketisa. dimensi lingkungan sosial,
baik yang menyangkut (1) besar kelas dan jumlah jam
pelajaran maupun (2) yang berhubungan dengan iklim
sosial dan iklim pskologis, seperti hubungan
sekolah (guru) dengan orang tua siswa maupun
hubungan antar guru dan kepala sekolah seperti
adanya dukungan dari kepala sekolah atau kerjasama
dengan guru lain.
Seluruh komponen yang terdapat dalam setlap
dimensi, pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang
saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Dalam kurikulum SD 1994, dijelaskan bahwa
IPS yang diajarakan di SD terdiri atas dua bahan
kajian pokok: pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan
kajian sosial mencakup lingkungan sosial, ilmu
bumi, ekonomi, dan pemerintahan. Sedangkan,
bahan kajian -ejarah meliputi perkembangan masyara
16
Fungsi dan tujuan pengetahuan sosial adalah
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar
untuk melihat kenyataan sosial yang dihadapi siswa
dalam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menun
jukkan bahwa kajian pengetahuan sosial tidak akan
terlepas dari kenyataan-kenyataan sosial yang ada
di masyarakat. Oleh sebab itu dimensi tujuan
dan isi pelajaran IPS harus didasarkan kepada
perkembangan sosial masyarakat yang selalu
mengala-mi perubahan.
Fungsi dan tujuan IPS seperti di atas, harus
dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kegi
atan belajar mengajar IPS yang dilakukan oleh guru.
Banyak metode dan strategi yang dapat digunakan
dalam pengajaran IPS. Dari sekian banyak itu guru
perlu menentukan dan memilih metode dan strategi
yang bagaimana yang diangap cocok untuk mencapai
tujuan sesuai dengan hakekat dan karakteristik
mata pelajaran IPS. Oleh sebab itu kemampuan
guru dalam memilih dan mengembangan strategi
pembelajaran, merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengarui kualitas pengajaran IPS,
disamping faktor siswa, fasilitas belajar yang
2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
a. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar di SD.
Hasil studi lapangan yang dilakukan Setijadi
(1992) tentang Proses Belajar Mengajar dan kinerja
murid di SD yang meneliti di enam propinsi
(Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan,
Lampung, dan Nusa Tenggara Timur) dengan mengguna
kan
pendekatan
kualitatif
dan
studi
kasus,
menyimpulkan:
1) Dari pengamatan kelas dapat disimpulkan bahwa
tidak banyak terjadi perubahan selama 6-8 tahun
belakangan ini. Masih banyak terjadi jawaban
serempak atas pertanyaan guru. Murid
berlomba-lomba menjawab pertanyaan guru, sehingga ada
kesan suasana kelas bukannya "hidup" tetapi
"hiruk pikuk". Keadaan ini menyulitkan guru
untuk memberikan umpan balik korektif kepada
jawaban murid.
2) Jarang sekali terlihat tatanan kelas yang menun
jukkan ciri-cri CBSA. Hiasan dinding hasil karya
murid tidak banyak terdapat. Dialog antar murid
tak didengarkan oleh murid-murid yang lain.
Kelas sudah diatur kursinya untuk bisa bekerja
murid
tetap
harus
mendengarkan,
atau
murid
berkelompok tetapi tugasnya menyalin
pelajaran.
Sangat mungkin situasi ini disebabkan karena
SD-SD sample belum diprogramkan secara khusus untuk
melaksanakan CBSA.
3) Peranan perpustakaan hampir tidak ada,
meskipun
ada ruangan yang disebut "perpustakaan".
4) Dijumpai
beberapa
orang guru, yang
meskipun
mengajar
secara
klasikal,
akan
tetapi
dapat
menunjukkan
kemampuan menerangkan yag
memadai,
member! contoh yang jelas, relevan, serta mampu
memilah
mana yang penting dan mana yang
tidak.
la
juga mampu
mengadakan tanya jawab
secara
teratur (Set.ijadl, 1992: 8-9).
Hasil studi lapangan yang dilakukan
Setijadi
itu
menunjukkan bahwa pola belajar mengajar di
SD
termasuk
dalam
pengajaran
IPS,
cenderung
masih
menggunakan pola komukasi yang searah. Siswa
masih
berperan sebagai penerima informasi. Walaupun
guru
memiliki keinginan untuk menerapkan CBSA, yaitu
dengan
mengatur
tempat
duduk
agar
siswa
dapat
bekerja
(belajar)
kelompok,
akan
tetapi
tidak
ditunjang oleh kemampuan menerapkannya yang
1?
b. Pengambangan Kemampuan Berpikir dan Nilai
Hasil penelitian Suwarma Al Muchtar (1991),
tentang pokok masalah "Bagaimana kondisi dan
gagasan peningkatan mutu pendidikan dilihat dari
aspek sosial budaya, dalam mengembangkan kemampuan
berpikir dan nilai dalam pendidikan IPS?", dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dan "snowball
sampling technique", di antaranya menyimpulkan:
1) Dilihat dari aspek pemahaman hakekat dan tujuan
pendidikan IPS wawasan konseptual dari para
guru, mereka secara teoritik telah memahami
bagaimana seharusnya arah peningkatan kualitas
pendidikan IPS, akan tetapi dilihat dari
pelaksanaannya tidak tampak aplikasinya,
sehing-ga merupakan kelemahan pendidikan IPS dewasa
ini .
2) Dari hasil analisis proses belajar mengajar
pendidikan IPS, diperoleh beberapa kelemahan
yang merupakan kerawanan dan muncul sebagai
kendala bagi kemungkinan pengembangan kemampuan
berpik.tr dan nilai. Kelemahan tersebut yang
sangat menonjol di antaranya adalah adanya
"0
banyak menggunakan pendekatan "ekspository" dari
pada
"inquiry". Dengan
menonjolnya
penggunaan
metode ceramah ternyata tidak memberikan peluang
bagi pengembangan
berpikir tingkat tinggi dan
pengkajian
nilai dari setiap
materi
pelajaran
pendidikan IPS.
3) Penggunaan
sumber
budaya
belajar
dalam
pendidikan
IPS masih terbatas
pada
penggunaan
buku teks baik oleh guru maupun oleh peserta
didik,
yang
menyebabkan ruang
iingkup
sajian
materi
maupun
profil proses
belajar
mengajar
terbatas
pada
materi
dan
cara
menyajikan
informasi yang terdapat dalam buku terse'but.
4) Perpustakaan sebagai
sumber
daya
belajar
di
lingkungan
sekolah ternyata
belum
difungsikan
sebagai
sumber
belajar pendidikan
IPS
secara
terintegrasi
dalam
proses
belajar
mengajar.
Antara lain disebabkan selain koleksinya yang
terbatas,
diperkuat juga dengan
kondisi
belum
tumbuhnya
budaya
belajar
yang
menggunakan
perpustakaan sebagai media dan sumber belajar.
Kesimpulan
dari hasil penelitian Suwarma
di
atas
membuktikan bahwa pengajaran IPS
di
lembaga
»
berpikir belum terkondisikan dengan sempurna.
Oleh
sebab
itu,
Suwarma
berdasarkan
hasil
temuannya
merekomdasikan
bahwa
untuk
mengatasi
kelemahan
dalam
aspek
proses
belajar
mengajar,
seperti
diungkapkan dalam penelitian, maka perlu
dilakukan
transformasi
budaya pendidikan dalam aspek
proses
belajar mengajar, dari kebiasaan pengggunaan
dominasi
pendekatan
ekspositori
dalam
bentuk
ceramah
kepada
pendekatan
inkuiri
dalam
bentuk
pemecahan
masalah. Hal ini hanya
dapat
dilakukan
dengan
mengaplikasikan
pendekatan
inkuiri
dalam
strategi
dan
taktik
secara
luwes.
Dalam
arti
disesuaikan
dengan
kondisi
transisi
yaitu
dari
kebiasaan gaya mengajar "tutur" dan budaya
belajar
"menghapal",
ke
dalam
orientasi
cara
berpikir
ilmuwan sosial (Suwarma Al Muchtar, 1991:287).
C. RUMUSAN DAN FOKUS MASALAH
1. Rumusan Masalah
Dalam paradigma teoritis diungkapkan,
banyak
faktor atau aspek yang terlibat dalam setiap
dimensi pengajaran IPS di SD, baik yang
terlibat
dalam dimensi substantif, dimensi kegiatan belajar
Salah satu masalah yang dihadapi dalam
pengajaran
IPS
adalah lemahnya
kualitas
belajar
mengajar
yang
diterapkan oleh
guru.
Berdasarkan
hasil beberapa penenelitian terdahulu, maupun
urai-an dalam latar belakurai-ang masalah seperti yurai-ang
telah
dikemukakan di atas, dalam pelaksanaan proses
pengajaran
IPS,
guru
cenderung
terlalu
banyak
menerapkan
pola
ekspositori
yang
tidak
melatih
siswa
untuk
berpikir
kritis,
sehingga
pada
gilirannya
siswa
hanya menghapal
sejumlah
fakta
atau informasi.
Melalui "Action Research", penelitian ini
akan
mengkaji dimensi proses belajar mengajar
IPS
dengan rumusan masalah:
"Model inkuiri sosial
yang
bagaimana yang dapat meningkatkan kualitas pengaja
ran IPS di SD sesuai dengan kondisi lingkungan
sekolah serta kurikulum yang berlaku?"
2. Fokus Masalah
Fokus masalah yang ingin diteliti dari
rumusan masalah di atas adalah:
a.
Bagaimana
kondisi guru, siswa,
fasilitas
dan
pelaksanaan pengajaran IPS yang selama ini
Fokus masalah ini merupakan kajian tentang
kondisi dan situasi pembelajaran IPS di SD.
Data-data yang terkumpul melalui kajian fokus masalah
ini digunakan sebagai masukan dalam pengembangan
model inkuiri yang ingin diterapkan.
Pertanyaan penelitian yang ingin dikaji dari
fokus masalah tersebut adalah:
1) Bagaimana pandangan guru tentang konsep inkuiri
dalam pengajaran IPS?
2) Bagaimana pelaksanaan pengajaran IPS yang
selama ini berlangsung di SD?
3) Bagaimana pada kenyataannya kondisi,
karakteris-tik dan tingkat partisipasi siswa dalam
mengikuti PBM IPS?
4) Bagaimana ketersediaan fasilltas atau sumber
belajar IPS di sekolah.
«.
5) Bagaimana iklim sosial dan iklim psikologis di
lingkungan sekolah selama ini?
b. Model inkuiri sosial yang bagaimana yang dapat
dikembangkan di SD?
Fokus penelitian ini merupakan pengembangan
model inkuiri yang dapat diterapkan di SD setelah
mempertimbangkan data yang diperoleh pada fokus
24
Pertanyaan penelitian dari fokus masalah yang
kedua ini adalah :
1) Bagaimana model perencanaan pengajaran IPS
di SD dengan menggunakan pendekatan inkuiri
sosial sesuai dengan kurikulum yang berlaku?
2) Bagaimana penerapan pola belajar mengajar IPS
di SD dengan menggunakan inkuiri sosial sesuai
dengan rencana yang disusun ?
3) Bagaimana menerapkan evaluasi pengajaran IPS di
SD yang bertumpu kepada model inkuiri sosial?
4) Bagaimana hasil yang diperoleh siswa dalam
belajar dengan menggunakan model inkuiri sosial?
D. DEFINISI OPERASIONAL
Untuk menyamakan persepsi sesuai dengan
rumusan masalah, maka perlu dijelaskan beberapa
istilah yang terkandung dalam fokus masalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan, dalam penelitian ini dimaksudkan
sebagai penerapan model inkuiri sosial dalam
proses belajar mengajar IPS yang sesuai dengan
tingkat perkembangan siswa sekolah dasar.
Pengembangan tersebut difokuskan kepada proses
perencanaan, pengelolaan atau pelaksanaan kegia
2. Inkuiri sosial, adalah model atau pendekatan
dalam pembelajaran yang menekankan kepada
proses pemecahan masalah sosial, yang
disesuai-kan dengan tingkat perkembangan siswa, kondosi
guru dan kondisi lingkungan sekolah.
3. IPS, adalah mata pelajaran ilmu pengetahuan
sosial yang diberikan di kelas 5 SD catur vmlan
1 sesuai dengan kurikulum yang berlaku
(kurikulum SD 1994) yang dibatasi pada
pengajaran pengetahuan sosial.
E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan
model pengembangan inkuiri sosial dalam pengajaran
IPS SD kelas 5 catur wulan 1 sesuai dengan kondisi
sekolah dan kurikulum yang berlaku (kurikulum SD
1994), yang secara khusus .pengembangan tersebut
meliputi:
1. Pengembangan perencanaan pengajaran IPS di
SD dengan menggunakan pendekatan inkuiri so
sial.
2. Pengembangan pola bela.iar mengajar IPS di
SD yang bertumpu kepada model inkuiri sosial
3.
Penerapan
evaluasi pengajaran IPS di
SD
yang
bertumpu
kepada
model inkuiri
sosial,
untuk
mendapatkan gambaran tentang hasil belajar yang
diperoleh
siswa setelah melaksanakan
kegiatan
proses pembelajaran dengan menggunakan inkuiri
sosial.
Dengan pengembangan model tersebut diharapkan
akan bermanfaat untuk:
1. Memberikan
rangsangan kepada guru
dalam
upaya
meningkatkan kualitas pengajaran IPS SD melalui
perbaikan proses belajar mengajar dengan menggu
nakan inkuiri sosial sebagai suatu strategi atau
model mengajar;
2. Memberikan
pengalaman
kepada
guru
untuk
merancang atau menyusun rencana pengajaran dan
penerapan inkuiri sosial sebagai suatu model
pembelajaran
yang bertumpu kepada Cara
Belajar
Siswa Aktif sesuai dengan tuntutan kurikulum SD
1994.
3. Menerapkan
pendidikan
IPS sebagai
instrumen
untuk melatih kemampuan berpikir siswa melalui
penerapan model inkuiri sosial.
4. Merangsang minat dan motivasi siswa SD untuk
belajar
IPS
melalui
tahapan-tahapan
inkuiri
v.
BAB III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Sesuai dengan jenis permasalahan dan tujuan
yang ingin dicapai, yaitu mengembangkan model
inkuiri sosial dalam pelajaran IPS SD, maka metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneli
tian tindakan (action research).
Action research merupakan penelitian yang
menggabungkan antara tindakan dengan prosedur
ilmiah dalam rangka untuk memahami sambil ikut
serta dalam proses perbaikan. Hal ini seperti
diungkapkan David Hopkins yang menyatakan " Action
research combines as substantive act with a
research procedure, it is action disciplined by
enquiry, a personal attempt at understanding while
engaged in process of improvement reform (David
Hopkins, 1993:44).
Pengertian di atas menggambarkan, bahwa
walaupun action research terlibat dalam proses
perbaikan tertentu, akan tetapi tujuannya adalah
seperti penelitian pada umumnya yaitu pemahaman
78
sesuatu. John Elliot (1993: 49) menyatakan: "The
fundamental aim of action research is to improve
rather than to produce knowledge".
Pernyataan Elliot mempertegas, bahwa tujuan
dasar dari action research adalah memperbaiki
pengetahuan dari pada menghasilkan pengetahuan.
Artinya, action research tidak menekankan kepada
penemuan suatu pengetahuan baru, akan tetapi
memperbaiki atau menyempurnakan pengetahuan yang
sudah ada.
Dalam bidang pendidikan, lapangan pekerjaan
action research mencakup dalam hal pengembangan
kurikulum sekolah, pengembanghan profesional,
perbaikan program sekolah dan sistem perencanaan
serta pengembangan kebljaksanaan. Hal ini seperti
yang dikemukakan Stephen Kemmis:" In education,
action research has been employed in school-based
curriculum development, profesional development,
school 'improvement program, and systems
planning and policy development (David Hopkins,
1993:44).
Pengembangkan model inkuiri sosial dalam
mata pelajaran IPS di SD dalam penelitian ini,
tentang proses belajar mengajar IPS melalui
penerapan model inkuiri sosial sebagai usaha untuk
meningkatkan kualitas pengajaran IPS yang selama
ini dianggap sebagai suatu masalah dalam pendidikan
IPS di SD. Oleh sebab itu, sesuai dengan pendapat
Kemmis dan David Hopkins, juga Elliot, penulis
sengaja dalam penelitian ini menggunakan metode
action research.
Elliot yang mengutip model action research
dari Lewin, berpandangan bahwa action research
dilaksanakan seperti spiral yang berputar.
Langkah-langkah dari mulai pengembangan ide, perencanaan
dan pelaksanaannya tidak akan terputus. Artinya,
setelah selesai melaksanakan suatu tindakan da
lam langkah implementasi, peneliti akan dihadapkan
pada persoalan baru yang didapatkan dari hasil
monitoring.
Elliot menggambarkan proses pelaksanaan
<
IDENTIFYING INITIAL IDEA
RECONNAISSANCE
(fact finding &analysis
GENERAL PLAN
ACTION STEPS 1
ACTION STEP 2
ACTION STEP 3
MONITOR IMPLEMENTATION
& EFFECT
'RECONNAISSANCE'
(explain any failure to implement, and effects)
MONITOR IMPLEMENTATION
& EFFECT "
'RECONNAISSANCE'
(explain any failure to implement, and effects)
IMPLEMENT ACTION STEPS 1
4
REVISE GENERALIDEAAMANDED PLAN
ACTION STEPS 1
ACTION STEPS 2
ACTION STEPS 3
IMPLEMENT NEXT ACTION STEPS REVISE GENERAL IDEA X
I
<
MONITOR IMPLEMENTATION & EFFECT 'RECONNAISSAMCE'(explain any failure to
implement, and effects)
AMANDED PLAN
ACTION STEPS 1
ACTION STEPS 2
ACTION STEPS 3
IMPLEMENT NEXT ACTION STEPS
BAGAN 3. Model Action Research versi Lewin yang direvisi
(John Elliot, 1993:71)
Dari bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa
proses pelaksanaan action research yang dikembang
kan Lewin yang kemudian disempurnakan oleh Elliot
terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
a. Action research dimulai dengan mengidentifikasi
ide yang akan dijadikan kajian penelitian. Ide
tersebut merupakan pernyataan dari keadaan atau
situasi tertentu yang memerlukan perubahan atau
peningkatan. Elliot mengatakan:" In other words
the "general idea" refers to state of affairs or
situation one wishes to change or inmprove on
(Elliot, 1993:72).
b. Mengadakan studi pendahuluan (reconnaissance).
Pada langkah ini ada dua hal yang harus
dikerja-kan. Pertama menggambarkan fakta (Decribing the
fact of the situation) yang ada di lapangan
sesuai dengan masalah yang berhubungan dengan
ide yang dijadikan kajian penelitian. Kedua
adalah menjelaskan fakta melalui analisis yang
cermat sebagai bahan pertimbangan atau bahan
masukan dalam penyusunan perencanaan penelitian
(Explaining the facts of the situation).
c. Menyusun
perencanaan secara umum sesuai
dengan
hasil
studi
pendahuluan
(Constructing
the
general plan). Dalam langkah ini peneliti
mengembangkan tindakan-tindakan apa yang harus
dilakukan sesuai denga masalah penelitian.
d. Mengimplementasikan
tindakan
sesuai
dengan
perencanaan yang telah disusun. Selama pelaksa
naan tindakan dilakukan monitoring dan evaluasi
sebagai bahan perbaikan dan pengembangan.
e. Menjelaskan berbagai kelemahan, masalah atau
pengaruh yang timbul berdasarkan hasil
monitoring selama implementasi berlangsung, yang
digunakan sebagai bahan perbaikan.
f. Melakukan perbaikan dan menyusun rencana selan
jutnya.
g. Mengimplementasikan kembali tindakan sesuai
dengan perencanaan yang telah direvisi (kembali
ke langkah "d").
B. PROSEDUR/TAHAPAN PENELITIAN
Sesuai dengan metode penelitian yang menggu
nakan Action Research, serta mengadaptasi model
pengembangan metode action research yang dikembang
kan
Elliot, maka prosedur atau
langkah-langkah
penelitian yang diterapkan seperti tergambar dalam
PRA SURVEY draf/prencanaan MODEL 1
1.Topik 2.Tujuan
3.KBM
- Aktivitas guru
- Aktivitas siswa
4..Mat dan Sumber 5. Evaluasi
BAGAN 4. Tahapan Penelitian
EVALUASI/ MONITORING 1. Topik 2. Tujuan 3. KBM - Aktivitas - Aktivitas guru siswa
4. Alat dan
Sumber 5. Evaluasi DRAFPERENCANAAN MODEL2 1. Topik 2. Tujuan 3. KBM
• Aktivitas guru
• Aktivitas siswa
4. Alat dan Sumber
5. Evaluasi DST EVALUASI/ MONITORING 1. Topik 2. Tujuan 3. KBM
• Aktivita« guru
- Aktivitas siswa
4. Alat dan Sumber
5. Evaluasi DRAF/PERENCANAAN MODEL 3 l.Topilc 2. Tujuan 3. KBM
• AJdiviUi gui u
• Aktivitas siswa
4. Alat dan Sumber
5. Evaluasi
84
Sesuai
dengan
bagan di atas,
maka
tahapan
atau
prosedur penelitian dapat dijelaskan
sebagai
berikut:
1. Mengadakan survey pendahuluan
Survey pendahuluan dilakukan untuk
mengumpulkan
data yang dianggap penting sesuai dengan
tujuan
dan fokus penelitian.
Data-data
yang ingin dikumpulkan
dalam
survey
pendahuluan ini adalah:
a. Faktor guru, yang menyangkut pandangan
guru
tentang IPS dan konsep
Inkuiri.
b. Faktor Siswa, yang
menyangkut
kondisi
dan
karakteristik siswa dalam
pelajaran IPS.
c. Proses Belajar Mengajar IPS yang
berlangsung
selama ini, yang menyangkut:
1) Metoda mengajar yang digunakan oleh guru;
2) Alat dan sumber
pelajaran yang
digauanak
oleh guru selama ini;
3) Sistem
evaluasi
yang
digunakan
dalam
proses belajar mengajar IPS selama ini.
d. Fasilitas atau sumber belajar yang tersedia,
yang menyangkut:
1) Bahan cetakan/grafis
2) Media tiga dimensi
85
e. Iklim sosial/psikologis di lingkungan
sekolah.
2. Menyusun
draf awal/model 1 bersama guru
dengan
memperhatikan
data
sesuai dengan
hasil
studi
pendahuluan.
3. Mengimplementasikan
draf awal/model 1 oleh guru
IPS. Selama implementasi berlangsung, dilakukan
observasi sebagai umpan balik untuk
perbaikan.
Hal-hal yang diobservasi itu
adalah
tentang:
a) faktor
kemampuan
guru
menerapkan
inkuiri
sesuai dengan perencanaan, yang menyangkut
kemampuan sebagai perencana, sebagai pembuka
pelajaran, sebagai penanya, sebagai pengelola
dan sebagai evaluator.
b) faktor aktivitas dan motivasi belajar
siswa dalam setiap tahapan inkuiri, serta
kemampuan yang berhubungan dengan proses
pemecahan masalah, seperti kemampuan bertanya
dan keberanian siswa mngemukakan pendapat
86
4. Bersama-sama guru melakukan diskusi perbaikan
yang didasarkan kepada hasil observasi/
monitoring selama PBM berlangsung.
5. Menyusun draft /model 2 bersama guru.
6. Mengimplementasikan draft /model 2 seperti yang
telah dilakukan pada langkah sebelumnya.
7. Mengevaluasi draf/model 2
8. Dan seterusnya (kembali ke implementasi).
C. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode atau teknik pengumpul data yang digu
nakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus
masalah dan pertanyaan penelitian yang diajukan,
yaitu:
1. Wawancara (interview)
Interview atau wawancara dalam penelitian
ini digunakan untuk mengumpulkan informasi,
khususnya untuk fokus masalah 1 tentang pendangan
guru mengenai inkuiri sosial dalam pengajaran IPS.
Jenis interview yang digunakan adalah inter
view yang tidak berstruktur atau interview yang
menghendaki jawaban secara terbuka. Hal ini
dimaksudkan agar sumber data dapat mengemukakan
pandangannya sesuai dengan pendapatnya sendiri
dengan bebas. Oleh ^ebab itu dalam proses
87
lengkap, peneliti terlebih dahulu menentukan
pokok-pokok pertanyaan sesuai dengan topik masalah.
2. Pengamatan (observasi)
Pengamatan (observasi) merupakan metode
atau
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam proses
implementasi model.
Beberapa
alasan
pokok
menggunakan
teknik
observasi
sebagai pengumpul data
adalah
pertama,
teknik
observasi yang didasarkan
pada
pengalaman
langsung,
dianggap sebagai alat yang
ampuh
untuk
mengetes
sesuatu kebenaran atau untuk
melihat
kenyataan yang sebenarnya.
Kedua,
teknik
pengamatan dengan
melihat
dan
mengamati
sendiri tentang
kemampuan
guru
yang sebenarnya memungkinkan untuk dapat memperoleh
data secara obyektif.
Ketiaa.
pengamatan
memungkinkan
peneliti
mencatat
peristiwa atau kejadian
penting
sebagai
bahan masukkan untuk perbaikan penampilan guru.
Keftmpat.
teknik
pengamatan
memungkinkan
peneliti
mampu
mengerti situasi yang rumit
dan
88
Kelima. dalam kasus-kasus tertentu dimana
teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan maka
pengamatan dapat menjadi alat yang sangat
bermanfaat.
3. Analisis Dokumen (Document Analisys).
Analisis dokumen digunakan untuk mengumpulkan
berbagai informasi khususnya untuk melengkapi data
dalam rangka studi pendahuluan atau untuk menjawab
pertanyaan penelitian mengenai pelaksanaan proses
belajar mengajar belajar IPS selama ini.
4. Video recordings (Rekaman video)
Rekaman Video digunakan sebagai alat
observasi untuk melihat perkembangan kemampuan guru
dalam menerapkan model inkuiri. Dengan mengguna
kan rekaman video, memungkinkan guru dapat melihat
kelemahan-kelemahannya sendiri dalam mengimplemen
tasikan model sebagai bahan perbaikan untuk
implementasi berikutnya. Selain itu, rekaman voideo
juga digunakan untuk menganalisis lebih mendetail
setiap peristiwa penting selama implementasi
berlangsung dengan cara memutar ulang hasil
4. Triangulasi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsa-han
data
yang memanfaatkan sesuatu yang
lain
di
luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai
pembanding terhadap data itu.
Triangulasi
digunakan
baik
untuk
survey
pendahuluan
maupun
untuk keperluan monitoring.
Triangulasi dilakukan dengan cara
membandingkan data yang diperoleh melalui
beberapa
teknik. Hal ini diperlukan untuk menentukan akurasi
data yang diperoleh.
5. Catatan harian (Diaries)
Catatan harian digunakan sebagai alat
monitoring
atau observasi baik selama
pelaksanaan
action research berlangsung yaitu tentang
pengembangan
model
inkuiri
yang
dilakukan
oleh
guru, maupun
untuk mengumpulkan data dalam studi
pendahuluan.
D. TEKNIK ANALISIS DAN PENAFSIRAN DATA
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan pendekatan kualititatif. Hal ini
disesesuaikan dengan jenis masalah pengembangan
90
serta metode penelitian "action research" yang
lebih menekankan kepada proses daripada hasil.
Dalam penelitian kualitatif, analisis dan
penafsiran data merupakan proses yang tidak dapat
dipisahkan (Maleong, 1988 : 182). Oleh karena itu,
dalam penelitian ini analisis dan penafsiran data
dilakukan secara bersama-sama dan terus menerus
sampai berhasil menemukan model inkuiri sosial yang
dianggap memadai sesuai dengan tujuan penelitian.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses
analisis dan penafsiran data adalah sebagai
berikut:
1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berba
gai sumber data yaitu hasil wawancara,
dokumen-tasi, hasil observasi dan catatan harian.
2. Membuat abstraksi atau membuat rangkuman inti
dari hasil analisis atau penelaahan data dari
setiap sumber atau teknik pengumpulan data yang
digunakan.
3. Menyusun satuan-satuan atau katagorisasi data
sesuai dengan pokok permasalahan yang
91
4. Mengadakan
pemeriksaan
keabsahan data dengan
membandingkan
hasil
dari
setiap
teknik
yang
digunakan (triangulasi).
5. Membuat
interpretasi
data dengan
melihat
hubungan antar aspek.
D. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar
Negeri Pakuwon II Sumedang kelas 5, catur wulan 1.
Pemilihan lokasi ini bukan saja didasarkan
oleh
alasan
teknis, akan tetapi
juga
didasarkan
kepada kenyataan bahwa sekolah ini merupakan
salah
satu sekolah induk yang ada di Kabupaten
Sumedang.
Dengan demikian diharapkan sekolah ini akan menjadi
model dalam menerapkan inkuiri sosial dalam mata
pelajaran IPS di sekolah.
2. Waktu Penelitian
Sesuai dengan perencanaan bahwa penelitian
ini
akan
dilaksanakan pada catur
wulan
1,
maka
waktu pelaksanaan akan dimulai sekitar bulan Juli
sampai September 1997 (jadwal penelitian
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Salah
satu
kritik yang
sering
muncul
kepermukaan terhadap pengajaran IPS di SD selama
ini adalah adanya kecenderungan proses belajar
mengajar yang terlalu berorientasi kepada materi
pelajaran,
dengan guru berperan sebagai penyampai
informasi
dan siswa sebagai penerima
informasi.
Menurut
para ahli pendidikan IPS,
pola mengajar
yang demikian tidak akan dapat mengembangkan kemam
puan berpikir siswa yang sangat diperlukan dalam
menghadapi
tantangan dan kebutuhan seiring dengan
pola kehidupan masyarakat yang sangat cepat berubah
sebagai
akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan
dan
teknologi.
Model inkuiri sosial yang dikembangkan
dalam
penelitian ini yang menempatkan peran guru tidak
sebagai
penyampai informasi, akan tetapi sebagai
pembimbing siswa untuk menggali informasi melalui
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat menjawab
1 - 7/
kekhawatiran
di
atas.
Berdasarkan
hasil
yang
diperoleh ternyata dengan menggunakan model inkuiri
sosial dalam pelajaran IPS, dapat merangsang
siswa
berpikir menggunakan kemampuan intelektualnya.
Model
inkuiri
yang
dikembangkan
dalam
penelitian
ini
menggunakan
pola
yang
sederhana
melalui
diskusi terbimbing, yang
dalam
diskusi
tersebut seutuhnya berorientasi kepada proses
pemecahan
masalah
melalui
langkah-langkah
yang
sistematis. Inilah yang membedakan model
inkuiri
sederhana
yang dikembangkan dalam
penelitian
ini
dengan pola inkuiri sederhana yang lain. Dalam pola
inkuiri sederhana yang lain seperti yang dikembang
kan
oleh Clark yang dinamakan "the
controlled
or
guided discussion" atau "Guided
Inquiry" seperti
yang
dikembangkan
oleh
Sound,
siswa
hanya
diarahkan
untuk
menjawab
pertanyaan
dari
masalah
yang sudah jadi yang diajukan
oleh
guru.
Dengan
demikian keterlibatan siswa
hanya
terjadi
pada
proses
menemukan jawaban
dari
permasalahan
tersebut;
sedangkan
model
yang
dikembangkan
dalam
penelitian ini siswa
sepenuhnya
dilibatkan
dari
mulai
perumusan
masalah
sampai
kepada
perumusan
kesimpulan
dengan
harapan
agar
siswa
178
terhadap permasalahan-permasalahan sosial. Dengan
demikian kesederhanaan model inkuiri yang
dikembangkan dalam penelitian ini terletak bukan
pada tahapan inkuirinya akan tetapi pada jenis
permasalahan dan proses pemecahannya yang tidak
menuntut siswa untuk mengadakan pengamatan secara
langsung di lapangan. Proses pemecahan masalah
didasarkan kepada pengalaman siswa yang ditunjang
oleh sumber-sumber pelajaran yang tersedia seperti
buku-buku pelajaran, peta atau gambar.
Sesuai dengan pokok pertanyaan penelitian, di
bawah ini disajikan secara utuh tentang model
perencanaan, pola belajar mengajar, evaluasi dan
hasil yang diperoleh siswa. Untuk melengkapi kesim
pulan, selanjutnya dijelaskan hubungan model
inkuiri yang dikembangkan dengan kondisi sistem
pendidikan kita yang berlaku dewasa ini.
1. Model perencanaan mengajar yang bertumpu kepada
inkuiri sosial.
Model perencanaan pengajaran yang bertumpu
kepada inkuiri sosial, dan berfungsi sebagai pedo
man guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar
a.
Tujuan pembelajaran,
yang berisi rumusan tingkah
laku yang harus dicapai sesuai dengan topik yang
dibahas.
b.
Komponen kegiatan belajar mengajar,
yang
berisi
tentang rancangan proses kegiatan yang dilakukan
oleh guru dan siswa dalam setiap tahapan inkuiri
untuk
mencapai
tujuan yang
telah
dirumuskan.
Tahapan-tahapan dimaksud terdiri dari orientasi,
perumusn masalah, perumusan hipotesis, pencarian
data, pengujian hipotesis dan perumusan kesimpu
lan.
c.
Komponen
alat
dan sumber pelajaran,
berisikan
rencana
penggunaan
alat yang
dapat
menunjang
terhadap
proses
melaksanakan
inkuiri
sosial
serta
segala
sesuatu
yang
dapat
memberikan
informasi sesuai dengan hasil pembelajaran
yang
diharapkan.
d.
Komponen
evaluasi,
merupakan
pedoman
untuk
mengumpulkan data tentang kemajuan siswa
melak
sanakan proses belajar.
2. Model Kegiatan Belajar Mengajar yang
bertumpu
pada
model inkuiri
sosial.
Model
kegiatan belajar mengajar
IPS
dengan
menggunakan
inkuiri sosial sederhana seperti
yang
. 8 0
perencanaan
yang disusun dapat dilihat pada
bagan
d i bawah i n i .
ORIEN TASI
RUMUSAN MASALAH
GURU
\
i
DAN SISWA rProses Inkuiri Sosial
.RUMUSAN HIPOTESIS
MENCARI DATA
UJI
HIPOTESIS
Dengan Diskusi Terbimbing
PRINSIP-PRINSIP:
1. Pemahaman Model 2. Pengkondisian 3. Bertanya
4. Menghargai dan Reinforcement 5. Keterbukaan 6. Individual
/ SISWA
M DAN GURU
KESIM PULAN
BAGAN 6. Model belajar mengajar IPS di SD yang bertumpu
181
Dari bagan di atas, prosedur belajar mengajar
IPS yang bertumpu pada model inkuiri sosial yang
dikembangkan dapat dijelaskan di bawah ini.
a. Orientasi, merupakan tahapan untuk
mem-bina suasana yang responsif atau untuk
mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan
kegiatan belajar mengajar. Pada tahap ini
peran guru sangat dominan untuk merangsang
dan mengajak siswa berpikir. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan guru pada tahap ini adalah
sebagai berikut:
1) Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar
yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.
2) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang
harus dilaksanakan oleh siswa untuk mencapai
tujuan.
3) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan
belajar, dalam rangka memberikan motivasi
belajar kepada siswa.
b. Perumusan masalah, sebagai langkah awal
kegiatan belajar mengajar. Pada tahap ini guru
membimbing siswa untuk dapat merumuskan masalah
sesuai dengan topik yang dibahas, melalui berba
gai teknik bertanya serta pancingan-panc^ngan
182
sampai
pada tahapan selanjutnya
guru
berperan
hanya
sebagai pembimbing dan
pemberi
motivasi
kepada
siswa, artinya keterlibatan siswa
dalam
proses belajar mengajar sangat
diutamakan.
c. Merumuskan
hipotesis, yaitu proses
membimbing
dengan pertanyaan-pertanyaan agar
siswa
dapat
menjawab sementara dari masalah yang
dipertanya-kan
dengan berdasarkan kepada
pengalaman
dan
pengetahuan sementara yang terdapat pada siswa.
d. Mengumpulkan data, merupakan tahapan
kegiatan
belajar
siswa untuk mencari data sebagai
bahan
untuk
menguji jawaban sementara yang
diajukan,
dengan
memanfaatkan alat dan sumber yang
telah
ditentukan.
e. Menguji hipotesis. Pada tahap ini guru
mengaju
kan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
meminta
data
dari siswa untuk pengujian hipotesis
yang
dirumuskan;
sedangkan
siswa
memberikan
data
sesuai
dengan
yang
ditemukannya
dari
sumber
belajar yang digunakan atau berdasarkan
pengala-mannya.
f. Merumuskan
kesimpulan, merupakan tahapan
akhir
dari proses belajar. Pada tahap ini, siswa meru
muskan kesimpulan hasil akhir dari masalah
yang
yang ditemukannya. Pada tahapan ini terjadi
per-geseran peran yang menempatkan siswa sebagai
pemeran utama dibandingkan dengan guru.
Model inkuiri sosial di atas, akan lebih
efektif bila jumlah siswa tidak terlalu banyak.
Jumlah siswa yang terlalu banyak akan sulit bagi
guru dalam mengatur jalannya diskusi serta
mengon-trol kemampuan siswa secara individual. Selain itu
dalam pelaksanaannya hendaklah guru memegang prin
sip-prinsip sebagai berikut:
a. Prinsip pemahaman model
b. Prinsip pengkondislan atau orientasi
c. Prinsip bertanya
d. Prinsip menghargai dan reinforcement
e. Prinsip keterbukaan
f. Prinsip individual.
3. Menerapkan evaluasi pengajaran IPS di SD yang
bertumpu kepada model inkuiri sosial.
Evaluasi pengajaran IPS dengan model inkuiri
dilakukan selama proses belajar mengajar
berlangsung, yang berfungsi sebagai alat observasi
untuk mendapatkan data tentang aktivitas siswa
melaksanakan setiap tahapan proses inkuiri. Dengan
demikian, pencatatan data tentang kemajuan aktifi
184
Pokok-pokok
yang
dievaluasi
disesuaikan
dengan langkah-langkah inkuiri yang diterapkan yang
menyangkut
tentang
aktivitas siswa
dalam
proses
perumusan
masalah, perumusan hipotesis,
aktivitas
mencari
data,
menguji
hipotesis
dan
merumuskan
kesimpulan.
4.
Hasil
yang diperoleh
siswa
sebagai
pengaruh
penerapan Inkuiri Sosial
Berdasarkan
hasil dari
proses
pengembangan
inkuiri,
ternyata
terjadi
kecenderungan
siswa
untuk
mempelajari
IPS
semakin
tinggi
khususnya
dalam mepelejari buku pegangan. Hal ini
disebabkan
dengan model inkuiri, siswa dituntut untuk memiliki
lebih
banyak
informasi
yang
berhubungan
dengan
topik-topik yag akan di pelajari, sehingga
sebelum
proses belajar mengajar dimulai, siswa akan
terpak-sa untuk mempelajari terlebih dahulu buku IPS, agar
ia
dapat berpartisipasi secara penuh dalam
proses
pemecahan masalah.
Kecenderungan-kecenderungan yang terjadi
da
lam proses belajar siswa sebagai hasil pengembangan
model inkuiri dalam kelas adalah
sebagai berikut:
a. Aktivitas
belajar setiap siswa semakin
mening
185
b. Keberanian siswa untuk bertanya, menjawab dan
mengeluarkan pendapat semakin meningkat.
c. Dengan inkuiri sosial melalui pola diskusi yang
teratur, menumbuhkan sikap siswa yang toleran
dan menghargai pendapat orang lain.
d. Seiring dengan keberanian siswa bertanya, menja
wab dan mengeluarkan pendapat, maka kemampuan
berbahasa siswa khususnya bahasa lisan semakin
meningkat pula.
Sebagaimana hakekat inkuiri sosial dalama
pelajaran IPS yang lebih menekankan kepada proses
belajar, maka model Inkuiri yang dikembangkan
seperti di atas, hanya akan efektif digunakan
apabila sistem keberhasilan pelajaran IPS tidak
diukur dari hasil belajar. Oleh karena itu dalam
sistem pendidikan dasar kita dewasa ini, yang lebih
menekankankan dan berorientasi kepada penguasaan
materi pelajaran sehingga perolehan Nilai Ebtanas
Mmurni (NEM) menjadi kriteria utama dalam menentu
kan keberhasilan atau kualitas pendidikan, inkuiri
sosial akan sulit berkembang, sebab guru tidak akan
sepenuh hati mengembangkannya, walaupun mereka
menyadari model inkuiri lebih efektif dan
bermanfaat untuk melatih keterampilan berpikir.
v..
186
(ekspositori) seperti yang selama ini mereka
laku-kan dengan sasaran perolehan angka NEM yang
tinggi
sebagai
jaminan untuk dapat
diterima di
SLTP
pavorit.
Dengan alasan tersebut, apabila model inkuiri
akan
dijadikan
sebagai suatu usaha dalam
mening
katkan
kualitas
pembelajaran
IPS
seperti
yang
disarankan para ahli pendidikan IPS, maka
menetap
kan perolehan
NEM sebagai
satu-satunya kriteria
untuk
dapat
masuk ke SLTP
seperti
kebijaksanaan
yang berlaku sekarang perlu
ditinjau kembali.
Kalaupun sistem NEM akan tetap dipertahankan,
maka
sebaiknya soal-soal dikembangkan tidak hanya mengu
kur
kemampuan
kognitif
yang
hanya
mengukur
kemampuan
siswa
menghapal
sejumlah
materi
pelajaran, akan tetapi juga harus mengukur
kemam
puan
siswa memahami suatu masalah dan dapat
meru
muskan
rekomendasi pemecahannya. Memang
terdapat
kesulitan
baik
dalam
sistem
pemeriksaan
maupun
penyusunan soal tes yang
demikian, akan tetapi
hal ini merupakan konsekuensi
logis yang
tidak
dapat
dihindari
untuk
meningkatkan
kualitas
is:
Sekaitan dengan itu, kiranya guru perlu
miliki kemampuan dalam mengembangkan strategi
pengajaran IPS yang dapat mengembangkan kemampuan
berpikir siswa tanpa mengorbankan penguasaan materi
pelajaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan mengawinkan atau mengkombinasikan
model pengajaran konvensional yang menekankan kepa
da penguasaan materi pelajaran dengan model
inkuiri sosial untuk melatih keterampilan berpikir.
Caranya, bisa dilakukan dengan memilah topik dalam
kurikulum yang benar-benar memerlukan proses
pemecahan masalah melalui inkuiri sosial dan yang
cukup dengan metode konvensional. Selain itu juga
guru dapat menentukan secara jelas peran sekolah
(kelas) sebagai sarana untuk melatih keterampilan
berpikir melalui model inkuiri sosial; dan belajar
di rumah sebagai usaha untuk menguasai materi pela
jaran. Dengan demikian konsekuensinya siswa perlu
belajar lebih baik dengan kontrol guru yang lebih
baik pula. Hal ini sangat dimungkinkan sebab
dengan penerapan inkuiri yang tepat, sebelumnya
akan memaksa siswa untuk berusaha memahami informa
si sebanyak-banyaknya sesuai dengan topik yang
akan dipelajaei, agar mereka dapat berpartisipasi
C. SARAN-SARAN
1. Saran untuk Guru
a. Dalam menerapan model inkuiri sosial,
selain
guru harus memegang prinsip-prinsip pelaksa
naan,
juga guru perlu