• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL INKUIRI SOSIAL DALAM PELAJARAN IPS DI SD.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL INKUIRI SOSIAL DALAM PELAJARAN IPS DI SD."

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL INKUIRI SOSIAL

DALAM PELAJARAN IPS DI SD

TESIS

Diajukankepada Panitia Ujian

untukmemenuhi sebagian syarat penyelesaiaii studi

ProgramS2 ProgramStudiPengembangan Kurikulum

PascasarjanalKIP Bandung

Oleh:

Wina Sanjaya

MM: 9596132

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BANDUNG

▸ Baca selengkapnya: contoh rpp model inkuiri sd kelas 2

(2)

DISETUJUIOLEH:

Prof Dr. H. NANA SYAODIH SUKMADINATA

, Pembimbing I

Dr. R. IBRAHIM, MA

Pembimbing II

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BANDUNG

(3)

Untuk:

Iatriku,

Lin Guatinl, S.Pd.

dan Ketlga anaku, Rlaaa San Rizqiya,

(4)

RINGKASAN

Salah satu masalah yang dihadapi dalam

pelajaran IPS adalah adanya kecenderungan pengelo-laan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru lebih beroerientasi kepada proses menghapal materi

pelajaran dengan pola komunikasi satu arah

yaitu dari guru kepada siswa. Akibatnya muncul

berbagai kritikan yang menganggap pelajaran IPS tidak merangsang atau tidak melatih kemampuan siswa untuk berpikir; atau adanya anggapan yang

memandang IPS sebagai pelajaran "kelas dua"

yang lebih mudah dipelajari dibandingkan dengan

pelajaran lain.

Dengan menggunakan metoda 'Action Research"

di Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Pakuwon 2 Kecamatan

Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang, penelitian ini berusaha mengembangkan kegiatan belajar mengajar

dalam pelajaran IPS di SD yang lebih menekankankan

kepada proses berpikir atau proses pemecahan masa lah melalui model inkuiri sosial sederhana, yang difokuskan pada masalah pengembangan model perenca

naan mengajar yang bertumpu kepada model inkuiri

sosial, penerapan proses belajar mengajar sesuai dengan perencanaan mengajar yang disusun, serta pengembangan model evaluasi pengajaran IPS yang

bertumpu kepada model inkuiri sosial untuk melihat

keberhasilan dan peningkatan kemampuan siswa.

Dengan mempertimbangkan hasil studi

pendahuluan (pra survey) serta memperhatikan kemam

puan guru dan siswa selama proses pengembangan,

maka pengembangan model perencanaan terdiri dari

empat komponen pokok yaitu tujuan pembelajaran,

komponen kegiatan belajar mengajar, alat dan sumber

pelajaran serta komponen evaluasi. Dalam

pengembangan kegiatan belajar mengajar sesuai

dengan pola perencanaan yang dikembangkan terdiri

dari langkah-langkah orientas, perumusan masalah,

merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji

hipotesis dan merumuskan kesimpulan. Sedangkan, model evaluasi, sesuai dengan hakekat pengajaran

inkuiri, berfungsi untuk mengumpulkan data tentang kemampuan siswa melakukan kegiatan belajar pada

(5)

Berdasarkan hasil monitoring dengan

menggunakan rekaman video dan pedoman observasi yang dilaksanakan secara terus menerus setiap kali

implementasi, ditemukan 6 prinsip pokok

pengembangan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yaitu prinsip pemahaman model,

peng-kondisian atau orientasi, prinsip bertanya, prinsip

menghargai dan reinforcement, prinsip keterbukaan

dan prinsip individual.

Dengan menggunakan prinsip-prinsip tersebut

dalam proses pengembangan model terjadi

kecenderungan aktivitas belajar siswa semakin meningkat, tumbuhnya keberanian siswa untuk bertanya, menjawab, dan mengeluarkan pendapat, tumbuhnya sikap siswa menjadi lebih toleran dan

menghargai pendapat orang lain serta meningkatnya

kemampuan berbahasa siswa secara lisan.

Sesuai dengan hakekat inkuiri sosisal yang

lebih menekankan kepada proses belajar untuk

mengembangkan kemampuan berpikir siswa, maka model inkuiri yang dikembangkan ini akan berhasil pelaksanaannya manakala keberhasilan pendidikan

tidak hanya diukur dari kemampuan siswa untuk

menghapal materi pelajaran. Oleh sebab itu dalam sistem pendidikan kita yang berlaku sekarang, yang kualitas keberhasilannya diukur dari rata-rata siswa memperoleh Nilai Ebtasa Murni (NEM), walaupun secara empiris lebih bermakna, inkuri sosial akan

sulit berkembang karena guru tidak akan sepenuhnya

berusaha mengembangkannya.

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan dasar diselenggarakan untuk

mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan

pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan

untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan

peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk

mengikuti pendidikan menengah (Undang-undang

nomor 2 tahum 1989, pasal 13). Selanjutnya

Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1990 tentang

Pendidikan Dasar mempertegas kembali bahwa

pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal

kemampuan dasar kepada pererta didik untuk

mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota

masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia

serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti

pendidikan menengah.

Pernyataan di atas menunjukkan, paling tidak

terdapat dua sasaran yang harus dicapai lembaga

pendidikan ini. Pertama kehidupan masyarakat dan

kedua jenjang sekolah yang ada di atasnya.

Kehidupan masyarakat yang terus berubah seiring

(7)

menuntut pendidikan dasar selamanya harus

menyelaraskan dan mengantisipasi perubahan

tersebut, agar materi dan pengalaman belajar yang

diberikan di sekolah bermanfaat untuk bekal

kehidupannya. Oleh sebab dalam arti kehidupan

masyarakat, fungsi SD tidak semata-mata menjadikan

keluarannya melek huruf saja, dan memiliki

segumpalan pengetahuan yang menjadi pengetahuan

sesaat, dalam arti kurang dapat membantu mewujudkan

kemandiriannya. Lulusan SD harus menjadi melek

huruf, dalam arti melek teknologi dan melek fikir

(thinking literacy) yang keseluruhannya juga

disebut melek kebudayaan ("cultural literacy")

(Conny R. Semiawan 1992:12).

Demikian juga halnya dengan sasaran

mempersiapkan lulusan untuk melanjutkan pendidikan

ke jenjang yang ada di atasnya, mengandung arti

lembaga ini merupakan dasar yang menjadi penentu

mutu jenjang pendidikan berikutnya. Dengan kata

lain, tinggi atau rendahnya kualitas pendidikan

pada jenjang sekolah menengah akan sangat

ditentu-kan oleh kualitas pendidikan dasar. Dengan

demikian, dalam skala yang lebih luas pendidikan

(8)

manusia. dan bangsa Indonesia (Udik Budi Wibowo

1991).

Oleh karena begitu pentingnya pendidikan

dasar, setelah dengan kebijaksanaannya pemerintah

berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah

dasar hingga 99% (aspek pemerataan), maka

meningkatan kualitas pendidikan pada jenjang ini

merupakan salah satu prioritas dalam pelita VI

(Garis-garis Besar Haluan Negara 1993).

Masalahnya sekarang, bagaimana meningkatkan

kualitas pendidikan dasar itu?

Sebagai suatu sistem, kualitas pendidikan

dasar ditentukan oleh banyak komponen. Oleh sebab

itu, untuk memperbaiki kualitas tersebut, harus

dimulai dengan memperbaiki komponen-komponen

tersebut. Rochman Natawijaya (1992) mengemukakan

bahwa unsur sistemik yang dapat memberikan

kontribusi kepada kualitas pendidikan (khususnya di

sekolah dasar) sekurang-kurangnya mencakup:

kurikulum dan materi pengajarannya, guru dan tenaga

pendidikan lainnya, anak didik, sarana dan

prasarana penunjang, proses belajar mengajar,

sistem penilaian, bimbingan kepada anak didik, dan

pengelolaan program pendidikan. Upaya perbaikan

(9)

sekurang-kurangnya harus menyentuh perbaikan pada

unsur-unsur tersebut di atas. Perbaikan itu

seyogyanya dilakukan secara menyeluruh, atau

setidak-tidaknya dirancang secara sistemik.

Perbaikan pada salah satu unsur saja belum tentu

menghasilkan perbaikan seluruh sistem apabila tidak

dirancang secara sistemik. Akan tetapi, kelemahan

pada satu unsur cenderung merusak seluruh sistem.

Selanjutnya dalam sumber yang sama beliau

juga menyatakan, penanganan serempak terhadap

semua unsur itu sangat sulit untuk dilakukan,

Selain memerlukan biaya yang sangat besar, juga

memerlukan perhatian yang sangat terpencar. Oleh

sebab itu perbaikan itu terpaksa dilakukan pada

salah satu unsur yang dianggap dapat memberikan

kontribusi yang sangat besar. Komponen yang

dianggap memiliki kontribusi yang tinggi dan perlu

mendapat perhatian itu diantaranya adalah

komponen proses belajar mengajar.

Komponen proses belajar mengajar erat

hubungannya dengan kemampuan guru sebagai ujung

tombak dan pengembang kurikulum di lapangan.

Beberapa ahli menyatakan bahwa betapapun bagusnya

(10)

tergantung

pada

apa yang dilakukan oleh

guru

di

dalam kelas (actual). Dengan demikian, guru

memegang

peranan

penting

baik

dalam

penyusunan

maupun

pelaksanaan

kurikulum

(Nana

Syaodih

Sukmadinata, 1997:194).

Kritik

yang

sering

muncul

ke

permukaan

sehubungan

dengan

proses

belajar

mengajar

yang

dilakukan

guru,

adalah

adanya

kecenderungan

pengelolaan belajar mengajar dengan pola komunikasi

yang searah. Artinya, dalam setiap kegiatan belajar

mengajar,

guru memandang siswa sebagai objek

yang

harus

diisi

dengan

berbagai

informasi.

Proses belajar mengajar tidak atau kurang

merang-sang

siswa

untuk berpikir.

Sartono

Kartodiredjo

(1991) melontarkan kritikannya, bahwa pendidikan di

sekolah dasar di Indonesia telah menyapu semua

kreativitas

dan

daya kritis anak;

sementara

itu

verbalisme

makin

merajalela. Pendidikan di

SD

sangat mencekam dan mencekik, serta memprihatinkan,

karena

memompa

otak

dan

memori,

menimbun

otak

dengan kata-kata dan

bukan pengertian.

Kritik

semacam itu memang sudah

sejak

lama

muncul

kepermukaan.

Permasalahan

efesiensi

yang

(11)

pendidikan serta relevansi pendidikan yang juga

erat kaitannya dengan masalah penyesuaian hasil

pendidikan dengan kebutuhan masyarakat, pada

akhirnya bermuara pada rendahnya kualitas hasil

proses belajar mengajar.

Lemahnya kualitas proses belajar mengajar di

sekolah dasar, terjadi pada hampir seluruh mata

pelajaran, lebih-lebih untuk pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS). Studi kualitas tentang

pendidikan IPS menunjukkan beberapa kelemahan, baik

dilihat dari proses maupun dari hasil belajar,

antara lain dalam aspek metodologis dimana

pendekatan ekspositoris sangat menguasai seluruh

proses belajar (Somantri, 1987). Akibatnya, IPS

dianggap sebagai mata pelajaran hapalan yang tidak

menantang siswa untuk berpikir. Pelly (1990)

menemukan adanya kecenderungan di kalangan siswa

dewasa ini yang menganggap bahwa IPS merupakan

bidang studi yang menjemukan dan kurang menantang

minat belajar, bahkan lebih dari itu, dipandang

sebagai pelajaran "kelas dua", baik oleh peserta

didik maupun oleh orang tua mereka. Kecenderungan

itu diduga disebabkan oleh lemahnya proses belajar,

(12)

membangkitkan

budaya

belajar

pada

anak.

Budaya

belajar

dalam kontek ini diartikan

bahwa

belajar

IPS,

bukan

hanya

menyangkut

"what

to

learn"

melainkan

"how

to learn". Dengan

kata

lain

IPS

seyogyanya

dipandang

dari

aspek

instrumenalnya

yaitu "learning to learn".

Berdasarkan beberapa kritik yang

berhubungan

dengan rendahnya kualitas belajar mengajar IPS yang

dilakukan

oleh

guru,

maka

selanjutnya

model

pembelajaran

IPS

yang

bagaimana

yang

dianggap

memadai

agar

dapat mengembangkan

budaya

belajar

siswa?

Hamid

Hasan (1996 : 17)

menjelaskan,

bahwa

tuntutan

untuk

mengembangkan

kemampuan

berpikir

tingkat tinggi merupakan suatu tuntutan yang

harus

dijawab

dan

di emban

oleh

pendidikan

ilmu-ilmu

sosial

di

masa mendatang. Mungkin

dengan

cara

demikian,

keluhan

para

siswa

bahwa

belajar

pendidikan

sosial

hanya

akan

ditandai

dengan

kebosanan

dalam

belajar akan

dapat

dihapuskan.

Selanjutnya

beliau

juga

menyatakan

bahwa

jika

pendidikan ilmu-ilmu sosial

mampu

mengembangkan

kemampuan

berpikir

tingkat

tinggi,

keberhasilan

(13)

ditandai dengan kepuasan peserta didik dalam

menyelesaikan berbagai masalah sosial yang

dihadapkan kepada mereka. Pendidikan ilmu sosial

sudah memang harus membenahi dirinya menjadi

sesuatu yang merangsang siswa dalam berpikir dan

memecahkan masalah sosial dan akademik.

Pernyataan di atas mengisyaratkan bahwa

proses belajar mengajar yang memadai untuk IPS agar

dapat menunjang ketercapaian tujuan dan fungsi

lembaga pendidikan (khususnya pendidikan dasar),

adalah proses belajar mengajar yang dapat mengem

bangkan siswa untuk berpikir tingkat tinggi.

Pendekatan yang sesuai dengan harapan itu adalah

pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif yang sudah

mulai diperkenalkan sejak berlakunya kurikulum

1975. CBSA, diperkenalkan untuk meningkatkan

kualitas belajar mengajar dengan melibatkan siswa

secara optimal. CBSA adalah pendekatan di dalam

pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang

mengutamakan keterlibatan mental

(intelektual-emosional) siswa sebagai pebelajar di dalam

kegiatan belajar, sesuai dengan hakekat belajar

yang merupakan pemberian makna oleh pebelajar

(14)

Walaupun

CBSA

sudah

diperkenalkan

sejak

lama kepada para guru

melalui

penataran-penataran

dan pelatihan-pelatihan, akan tetapi pelaksanaannya

di

lapangan

masih sangat kurang.

Bahkan

tidak

sedikit

yang

salah persepsi tentang hakekat CBSA,

yang

hanya

dilihat dari aktifitas

secara

fisik.

Hasil

penelitian

Setijadi

(1992)

menunjukkan,

walaupun

sebagian besar guru-guru SD (96%)

pernah

mendengar

istilah

CBSA,

akan

tetapi

dalam

praktiknya di dalam kelas hampir tidak

menunjukkan

penerapannya. Dengan demikian, penerapan CBSA perlu

mendapat

pembenahan

dengan

fokus

mewujudkan

keterlibatan

anak

secara

aktif

dalam

proses

belajar

untuk

memperoleh

kebermaknaan

belajar,

dalam

rangka mengembangkan prakarsa dan

kreativi-tas,

serta

kemampuan

belajar

untuk

belajar

(R.Ibrahim, 1992).

Dalam

pengajaran

IPS,

salah

satu

model

pengajaran

yang

bertumpu kepada

pendekatan

CBSA

adalah

pengajaran

inkuiri.

Penerapan

inkuiri

diarahkan agar siswa tidak hanya memamahami

berba

gai

konsep akan tetapi lebih dari itu, yaitu.

agar

siswa

menguasai

keterampilan

berpikir

melalui

(15)

(Hasan,

1996).

Hal

ini

juga

dikemukakan

oleh

Jarolimek: "If we want children to develop critical

habits of tought, to search for data independently,

to able to form hypotheses and test them, we use

inquiry teaching strategies (John Jarolimek 1977:

38).

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang sangat cepat, yang pada gilirannya

membawa perubahan sosial budaya masyarakat, yang

kemudian orang menamakannya dengan istilah

"globalisasi", penerapan inkuiri sosial untuk

pelajaran IPS termasuk pada jenjang pendidikan

tingkat dasar, merupakan tuntutan yang sangat

mendesak. Hal ini disebabkan bukan saja dengan

inkuiri sosial yang menekankan kepada proses berpi

kir dapat mengahapuskan kesan bahwa IPS sebagai

pelajaran hapalan, akan tetapi juga inkuiri sebagai

suatu strategi dalam pengajaran IPS yang dapat

mengembangkan sikap dan keterampilan siswa dalam

memecahkan permasalahan (sosial), mengembangkan

keterampilan dalam mengambil keputusan secara

obyektif dan mandiri (Kosasih Djahiri, 1984),

benar-benar dibutuhkan untuk membekali siswa

(16)

l:

masyarakat serta untuk melatih berpikir agar

dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih

tinggi. Hal ini sangat penting, seperti dikemukakan

Fakry Gaffar, bahwa pendidikan berpikir yaitu

bagaimana membantu peserta didik supaya dapat

mengembangkan daya fikirnya dalam melihat masalah

sosial, amat penting untuk diaplikasikan.

Seharus-nya "learning" itu isinya "thinking", akan tetapi

tidak hanya "thinking", "values" juga mesti masuk

di dalamnya (Suwarma Al Muchtar :1991). Dengan

penerapan inkuiri sosial, diharapkan dapat memper

baiki mutu proses belajar mengajar dalam pelajaran

IPS yang selama ini dianggap lemah, yang pada

akhirnya dapat meningkatkan kualitas hasil

pendidikan.

Dalam kurikulum pendidikan dasar 1994

dije-laskan bahwa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

(IPS) di SD berfungsi untuk mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan dasar untuk melihat

kenyataan sosial yang dihadapi siswa dalam

kehidupan sehari-hari. Ini berarti bahwa IPS di SD

tidak berorientasi kepada disiplin ilmu akan tetapi

berarientasi kepada kehidupan sosial masyarakat.

Oleh sebab itu, walaupun pelajaran IPS di SD

(17)

sosiologi, antrpologi, tata negara dan sejarah,

akan tetapi seluruh bahan kajlan itu tidak

diajar-kan secara terpisah, akan tetapi diberikan secara

terintegrasi melalui topik-topik tertentu dengan

menggunakan prinsip "expanding community" atau

menurut kurikulum bahan kajian IPS SD

diorga-nisasikan mulai dari bahan pelajaran yang dekat dan

sederhana di sekitar anak ke yang lebih luas dan

komplek (Kurikulum Pendidikan Dasar 1994).

Berdasarkan karakteristik IPS tersebut, maka

inkuiri sosial yang merupakan model mengajar yang

lebih menekankan atau berorientasi kepada proses

berpikir dibandingkan kepada penguasaan meteri

pelajaran berdasarkan disiplin ilmu, dianggap

sebagai salah satu model yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kualitas pelajaran IPS di SD.

Atas dasar latar belakang di atas, melalui

action research, penulis ingin mengembangkan model

(18)

B. PARADIGMA TEORITIS DAN KAJIAN HASIL PENELITIAN

TERDAHULU YANG RELEVAN

1. Paradigma teoritis

Menurut Bogdan dan Biklen, paradigma adalah

kumpulan-longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang

bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan

cara berpikir dan penelitian (Lexi J. Maleong, 1988

: 26).

Berlandaskan pada pengertian di atas,

paradigma teoritis disusun sebagai dasar untuk

menentukan pokok masalah yang diteliti sesuai

dengan topik masalah.

Sebagai suatu sistem, proses pembelajaran IPS

di SD dapat dipengaruhi oleh beberapa komponen yang

saling terkait satu sama lain. Untuk

mengidenti-fikasi komponen atau aspek-aspek yang terlibat

dalam pengajaran IPS di SD, dapat dilihat pada

(19)

SUBSTANS I L

K B H

LIN6KUK6Asl_

TUJUAN

ISI/STRUK-TUR PROS.

SISUA

h

6URU

L

FASILITAS/

SUHBER BEL.

BESAR KELAS JAH

PERTE-HUAN

IKLIM SO

SIAL

i

u

PSIK0L06ISJ

n

BA6AN 1. PARADIBHA TEORITIS

FAKTOR-FAKTOR YANG TERLIBAT DALAH PEN6AJARAN IPS

U

Pengajaran IPS di SD memiliki tiga dimen

si, pertama dimensi substantif yang berisi tentang

(1) tujuan mata pelajaran IPS; (2) isi atau ruang

lingkup pelajaran IPS. Kedua. dimensi Kegiatan

Belajar Mengajar, yaitu tentang dinamika kegiatan

v..

(20)

15

faktor guru, baik kemampuan mengatur strategi

pembelajaran atau penggunaan metodologi pengajaran,

maupun pandangan guru terhadap hakekat pengajaran

IPS, (2) karakteristik siswa sesuai dengan tahap

perkembangannya, dan (3) alat serta bahan belajar

yang tersedia. Ketisa. dimensi lingkungan sosial,

baik yang menyangkut (1) besar kelas dan jumlah jam

pelajaran maupun (2) yang berhubungan dengan iklim

sosial dan iklim pskologis, seperti hubungan

sekolah (guru) dengan orang tua siswa maupun

hubungan antar guru dan kepala sekolah seperti

adanya dukungan dari kepala sekolah atau kerjasama

dengan guru lain.

Seluruh komponen yang terdapat dalam setlap

dimensi, pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang

saling berhubungan dan saling mempengaruhi.

Dalam kurikulum SD 1994, dijelaskan bahwa

IPS yang diajarakan di SD terdiri atas dua bahan

kajian pokok: pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan

kajian sosial mencakup lingkungan sosial, ilmu

bumi, ekonomi, dan pemerintahan. Sedangkan,

bahan kajian -ejarah meliputi perkembangan masyara

(21)

16

Fungsi dan tujuan pengetahuan sosial adalah

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar

untuk melihat kenyataan sosial yang dihadapi siswa

dalam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menun

jukkan bahwa kajian pengetahuan sosial tidak akan

terlepas dari kenyataan-kenyataan sosial yang ada

di masyarakat. Oleh sebab itu dimensi tujuan

dan isi pelajaran IPS harus didasarkan kepada

perkembangan sosial masyarakat yang selalu

mengala-mi perubahan.

Fungsi dan tujuan IPS seperti di atas, harus

dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kegi

atan belajar mengajar IPS yang dilakukan oleh guru.

Banyak metode dan strategi yang dapat digunakan

dalam pengajaran IPS. Dari sekian banyak itu guru

perlu menentukan dan memilih metode dan strategi

yang bagaimana yang diangap cocok untuk mencapai

tujuan sesuai dengan hakekat dan karakteristik

mata pelajaran IPS. Oleh sebab itu kemampuan

guru dalam memilih dan mengembangan strategi

pembelajaran, merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengarui kualitas pengajaran IPS,

disamping faktor siswa, fasilitas belajar yang

(22)

2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

a. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar di SD.

Hasil studi lapangan yang dilakukan Setijadi

(1992) tentang Proses Belajar Mengajar dan kinerja

murid di SD yang meneliti di enam propinsi

(Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan,

Lampung, dan Nusa Tenggara Timur) dengan mengguna

kan

pendekatan

kualitatif

dan

studi

kasus,

menyimpulkan:

1) Dari pengamatan kelas dapat disimpulkan bahwa

tidak banyak terjadi perubahan selama 6-8 tahun

belakangan ini. Masih banyak terjadi jawaban

serempak atas pertanyaan guru. Murid

berlomba-lomba menjawab pertanyaan guru, sehingga ada

kesan suasana kelas bukannya "hidup" tetapi

"hiruk pikuk". Keadaan ini menyulitkan guru

untuk memberikan umpan balik korektif kepada

jawaban murid.

2) Jarang sekali terlihat tatanan kelas yang menun

jukkan ciri-cri CBSA. Hiasan dinding hasil karya

murid tidak banyak terdapat. Dialog antar murid

tak didengarkan oleh murid-murid yang lain.

Kelas sudah diatur kursinya untuk bisa bekerja

(23)

murid

tetap

harus

mendengarkan,

atau

murid

berkelompok tetapi tugasnya menyalin

pelajaran.

Sangat mungkin situasi ini disebabkan karena

SD-SD sample belum diprogramkan secara khusus untuk

melaksanakan CBSA.

3) Peranan perpustakaan hampir tidak ada,

meskipun

ada ruangan yang disebut "perpustakaan".

4) Dijumpai

beberapa

orang guru, yang

meskipun

mengajar

secara

klasikal,

akan

tetapi

dapat

menunjukkan

kemampuan menerangkan yag

memadai,

member! contoh yang jelas, relevan, serta mampu

memilah

mana yang penting dan mana yang

tidak.

la

juga mampu

mengadakan tanya jawab

secara

teratur (Set.ijadl, 1992: 8-9).

Hasil studi lapangan yang dilakukan

Setijadi

itu

menunjukkan bahwa pola belajar mengajar di

SD

termasuk

dalam

pengajaran

IPS,

cenderung

masih

menggunakan pola komukasi yang searah. Siswa

masih

berperan sebagai penerima informasi. Walaupun

guru

memiliki keinginan untuk menerapkan CBSA, yaitu

dengan

mengatur

tempat

duduk

agar

siswa

dapat

bekerja

(belajar)

kelompok,

akan

tetapi

tidak

ditunjang oleh kemampuan menerapkannya yang

(24)

1?

b. Pengambangan Kemampuan Berpikir dan Nilai

Hasil penelitian Suwarma Al Muchtar (1991),

tentang pokok masalah "Bagaimana kondisi dan

gagasan peningkatan mutu pendidikan dilihat dari

aspek sosial budaya, dalam mengembangkan kemampuan

berpikir dan nilai dalam pendidikan IPS?", dengan

menggunakan pendekatan kualitatif dan "snowball

sampling technique", di antaranya menyimpulkan:

1) Dilihat dari aspek pemahaman hakekat dan tujuan

pendidikan IPS wawasan konseptual dari para

guru, mereka secara teoritik telah memahami

bagaimana seharusnya arah peningkatan kualitas

pendidikan IPS, akan tetapi dilihat dari

pelaksanaannya tidak tampak aplikasinya,

sehing-ga merupakan kelemahan pendidikan IPS dewasa

ini .

2) Dari hasil analisis proses belajar mengajar

pendidikan IPS, diperoleh beberapa kelemahan

yang merupakan kerawanan dan muncul sebagai

kendala bagi kemungkinan pengembangan kemampuan

berpik.tr dan nilai. Kelemahan tersebut yang

sangat menonjol di antaranya adalah adanya

(25)

"0

banyak menggunakan pendekatan "ekspository" dari

pada

"inquiry". Dengan

menonjolnya

penggunaan

metode ceramah ternyata tidak memberikan peluang

bagi pengembangan

berpikir tingkat tinggi dan

pengkajian

nilai dari setiap

materi

pelajaran

pendidikan IPS.

3) Penggunaan

sumber

budaya

belajar

dalam

pendidikan

IPS masih terbatas

pada

penggunaan

buku teks baik oleh guru maupun oleh peserta

didik,

yang

menyebabkan ruang

iingkup

sajian

materi

maupun

profil proses

belajar

mengajar

terbatas

pada

materi

dan

cara

menyajikan

informasi yang terdapat dalam buku terse'but.

4) Perpustakaan sebagai

sumber

daya

belajar

di

lingkungan

sekolah ternyata

belum

difungsikan

sebagai

sumber

belajar pendidikan

IPS

secara

terintegrasi

dalam

proses

belajar

mengajar.

Antara lain disebabkan selain koleksinya yang

terbatas,

diperkuat juga dengan

kondisi

belum

tumbuhnya

budaya

belajar

yang

menggunakan

perpustakaan sebagai media dan sumber belajar.

Kesimpulan

dari hasil penelitian Suwarma

di

atas

membuktikan bahwa pengajaran IPS

di

lembaga

(26)

»

berpikir belum terkondisikan dengan sempurna.

Oleh

sebab

itu,

Suwarma

berdasarkan

hasil

temuannya

merekomdasikan

bahwa

untuk

mengatasi

kelemahan

dalam

aspek

proses

belajar

mengajar,

seperti

diungkapkan dalam penelitian, maka perlu

dilakukan

transformasi

budaya pendidikan dalam aspek

proses

belajar mengajar, dari kebiasaan pengggunaan

dominasi

pendekatan

ekspositori

dalam

bentuk

ceramah

kepada

pendekatan

inkuiri

dalam

bentuk

pemecahan

masalah. Hal ini hanya

dapat

dilakukan

dengan

mengaplikasikan

pendekatan

inkuiri

dalam

strategi

dan

taktik

secara

luwes.

Dalam

arti

disesuaikan

dengan

kondisi

transisi

yaitu

dari

kebiasaan gaya mengajar "tutur" dan budaya

belajar

"menghapal",

ke

dalam

orientasi

cara

berpikir

ilmuwan sosial (Suwarma Al Muchtar, 1991:287).

C. RUMUSAN DAN FOKUS MASALAH

1. Rumusan Masalah

Dalam paradigma teoritis diungkapkan,

banyak

faktor atau aspek yang terlibat dalam setiap

dimensi pengajaran IPS di SD, baik yang

terlibat

dalam dimensi substantif, dimensi kegiatan belajar

(27)

Salah satu masalah yang dihadapi dalam

pengajaran

IPS

adalah lemahnya

kualitas

belajar

mengajar

yang

diterapkan oleh

guru.

Berdasarkan

hasil beberapa penenelitian terdahulu, maupun

urai-an dalam latar belakurai-ang masalah seperti yurai-ang

telah

dikemukakan di atas, dalam pelaksanaan proses

pengajaran

IPS,

guru

cenderung

terlalu

banyak

menerapkan

pola

ekspositori

yang

tidak

melatih

siswa

untuk

berpikir

kritis,

sehingga

pada

gilirannya

siswa

hanya menghapal

sejumlah

fakta

atau informasi.

Melalui "Action Research", penelitian ini

akan

mengkaji dimensi proses belajar mengajar

IPS

dengan rumusan masalah:

"Model inkuiri sosial

yang

bagaimana yang dapat meningkatkan kualitas pengaja

ran IPS di SD sesuai dengan kondisi lingkungan

sekolah serta kurikulum yang berlaku?"

2. Fokus Masalah

Fokus masalah yang ingin diteliti dari

rumusan masalah di atas adalah:

a.

Bagaimana

kondisi guru, siswa,

fasilitas

dan

pelaksanaan pengajaran IPS yang selama ini

(28)

Fokus masalah ini merupakan kajian tentang

kondisi dan situasi pembelajaran IPS di SD.

Data-data yang terkumpul melalui kajian fokus masalah

ini digunakan sebagai masukan dalam pengembangan

model inkuiri yang ingin diterapkan.

Pertanyaan penelitian yang ingin dikaji dari

fokus masalah tersebut adalah:

1) Bagaimana pandangan guru tentang konsep inkuiri

dalam pengajaran IPS?

2) Bagaimana pelaksanaan pengajaran IPS yang

selama ini berlangsung di SD?

3) Bagaimana pada kenyataannya kondisi,

karakteris-tik dan tingkat partisipasi siswa dalam

mengikuti PBM IPS?

4) Bagaimana ketersediaan fasilltas atau sumber

belajar IPS di sekolah.

«.

5) Bagaimana iklim sosial dan iklim psikologis di

lingkungan sekolah selama ini?

b. Model inkuiri sosial yang bagaimana yang dapat

dikembangkan di SD?

Fokus penelitian ini merupakan pengembangan

model inkuiri yang dapat diterapkan di SD setelah

mempertimbangkan data yang diperoleh pada fokus

(29)

24

Pertanyaan penelitian dari fokus masalah yang

kedua ini adalah :

1) Bagaimana model perencanaan pengajaran IPS

di SD dengan menggunakan pendekatan inkuiri

sosial sesuai dengan kurikulum yang berlaku?

2) Bagaimana penerapan pola belajar mengajar IPS

di SD dengan menggunakan inkuiri sosial sesuai

dengan rencana yang disusun ?

3) Bagaimana menerapkan evaluasi pengajaran IPS di

SD yang bertumpu kepada model inkuiri sosial?

4) Bagaimana hasil yang diperoleh siswa dalam

belajar dengan menggunakan model inkuiri sosial?

D. DEFINISI OPERASIONAL

Untuk menyamakan persepsi sesuai dengan

rumusan masalah, maka perlu dijelaskan beberapa

istilah yang terkandung dalam fokus masalah sebagai

berikut:

1. Mengembangkan, dalam penelitian ini dimaksudkan

sebagai penerapan model inkuiri sosial dalam

proses belajar mengajar IPS yang sesuai dengan

tingkat perkembangan siswa sekolah dasar.

Pengembangan tersebut difokuskan kepada proses

perencanaan, pengelolaan atau pelaksanaan kegia

(30)

2. Inkuiri sosial, adalah model atau pendekatan

dalam pembelajaran yang menekankan kepada

proses pemecahan masalah sosial, yang

disesuai-kan dengan tingkat perkembangan siswa, kondosi

guru dan kondisi lingkungan sekolah.

3. IPS, adalah mata pelajaran ilmu pengetahuan

sosial yang diberikan di kelas 5 SD catur vmlan

1 sesuai dengan kurikulum yang berlaku

(kurikulum SD 1994) yang dibatasi pada

pengajaran pengetahuan sosial.

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan

model pengembangan inkuiri sosial dalam pengajaran

IPS SD kelas 5 catur wulan 1 sesuai dengan kondisi

sekolah dan kurikulum yang berlaku (kurikulum SD

1994), yang secara khusus .pengembangan tersebut

meliputi:

1. Pengembangan perencanaan pengajaran IPS di

SD dengan menggunakan pendekatan inkuiri so

sial.

2. Pengembangan pola bela.iar mengajar IPS di

SD yang bertumpu kepada model inkuiri sosial

(31)

3.

Penerapan

evaluasi pengajaran IPS di

SD

yang

bertumpu

kepada

model inkuiri

sosial,

untuk

mendapatkan gambaran tentang hasil belajar yang

diperoleh

siswa setelah melaksanakan

kegiatan

proses pembelajaran dengan menggunakan inkuiri

sosial.

Dengan pengembangan model tersebut diharapkan

akan bermanfaat untuk:

1. Memberikan

rangsangan kepada guru

dalam

upaya

meningkatkan kualitas pengajaran IPS SD melalui

perbaikan proses belajar mengajar dengan menggu

nakan inkuiri sosial sebagai suatu strategi atau

model mengajar;

2. Memberikan

pengalaman

kepada

guru

untuk

merancang atau menyusun rencana pengajaran dan

penerapan inkuiri sosial sebagai suatu model

pembelajaran

yang bertumpu kepada Cara

Belajar

Siswa Aktif sesuai dengan tuntutan kurikulum SD

1994.

3. Menerapkan

pendidikan

IPS sebagai

instrumen

untuk melatih kemampuan berpikir siswa melalui

penerapan model inkuiri sosial.

4. Merangsang minat dan motivasi siswa SD untuk

belajar

IPS

melalui

tahapan-tahapan

inkuiri

v.

(32)
(33)

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

Sesuai dengan jenis permasalahan dan tujuan

yang ingin dicapai, yaitu mengembangkan model

inkuiri sosial dalam pelajaran IPS SD, maka metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneli

tian tindakan (action research).

Action research merupakan penelitian yang

menggabungkan antara tindakan dengan prosedur

ilmiah dalam rangka untuk memahami sambil ikut

serta dalam proses perbaikan. Hal ini seperti

diungkapkan David Hopkins yang menyatakan " Action

research combines as substantive act with a

research procedure, it is action disciplined by

enquiry, a personal attempt at understanding while

engaged in process of improvement reform (David

Hopkins, 1993:44).

Pengertian di atas menggambarkan, bahwa

walaupun action research terlibat dalam proses

perbaikan tertentu, akan tetapi tujuannya adalah

seperti penelitian pada umumnya yaitu pemahaman

(34)

78

sesuatu. John Elliot (1993: 49) menyatakan: "The

fundamental aim of action research is to improve

rather than to produce knowledge".

Pernyataan Elliot mempertegas, bahwa tujuan

dasar dari action research adalah memperbaiki

pengetahuan dari pada menghasilkan pengetahuan.

Artinya, action research tidak menekankan kepada

penemuan suatu pengetahuan baru, akan tetapi

memperbaiki atau menyempurnakan pengetahuan yang

sudah ada.

Dalam bidang pendidikan, lapangan pekerjaan

action research mencakup dalam hal pengembangan

kurikulum sekolah, pengembanghan profesional,

perbaikan program sekolah dan sistem perencanaan

serta pengembangan kebljaksanaan. Hal ini seperti

yang dikemukakan Stephen Kemmis:" In education,

action research has been employed in school-based

curriculum development, profesional development,

school 'improvement program, and systems

planning and policy development (David Hopkins,

1993:44).

Pengembangkan model inkuiri sosial dalam

mata pelajaran IPS di SD dalam penelitian ini,

(35)

tentang proses belajar mengajar IPS melalui

penerapan model inkuiri sosial sebagai usaha untuk

meningkatkan kualitas pengajaran IPS yang selama

ini dianggap sebagai suatu masalah dalam pendidikan

IPS di SD. Oleh sebab itu, sesuai dengan pendapat

Kemmis dan David Hopkins, juga Elliot, penulis

sengaja dalam penelitian ini menggunakan metode

action research.

Elliot yang mengutip model action research

dari Lewin, berpandangan bahwa action research

dilaksanakan seperti spiral yang berputar.

Langkah-langkah dari mulai pengembangan ide, perencanaan

dan pelaksanaannya tidak akan terputus. Artinya,

setelah selesai melaksanakan suatu tindakan da

lam langkah implementasi, peneliti akan dihadapkan

pada persoalan baru yang didapatkan dari hasil

monitoring.

Elliot menggambarkan proses pelaksanaan

(36)

<

IDENTIFYING INITIAL IDEA

RECONNAISSANCE

(fact finding &analysis

GENERAL PLAN

ACTION STEPS 1

ACTION STEP 2

ACTION STEP 3

MONITOR IMPLEMENTATION

& EFFECT

'RECONNAISSANCE'

(explain any failure to implement, and effects)

MONITOR IMPLEMENTATION

& EFFECT "

'RECONNAISSANCE'

(explain any failure to implement, and effects)

IMPLEMENT ACTION STEPS 1

4

REVISE GENERALIDEA

AMANDED PLAN

ACTION STEPS 1

ACTION STEPS 2

ACTION STEPS 3

IMPLEMENT NEXT ACTION STEPS REVISE GENERAL IDEA X

I

<

MONITOR IMPLEMENTATION & EFFECT 'RECONNAISSAMCE'

(explain any failure to

implement, and effects)

AMANDED PLAN

ACTION STEPS 1

ACTION STEPS 2

ACTION STEPS 3

IMPLEMENT NEXT ACTION STEPS

BAGAN 3. Model Action Research versi Lewin yang direvisi

(John Elliot, 1993:71)

(37)

Dari bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa

proses pelaksanaan action research yang dikembang

kan Lewin yang kemudian disempurnakan oleh Elliot

terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

a. Action research dimulai dengan mengidentifikasi

ide yang akan dijadikan kajian penelitian. Ide

tersebut merupakan pernyataan dari keadaan atau

situasi tertentu yang memerlukan perubahan atau

peningkatan. Elliot mengatakan:" In other words

the "general idea" refers to state of affairs or

situation one wishes to change or inmprove on

(Elliot, 1993:72).

b. Mengadakan studi pendahuluan (reconnaissance).

Pada langkah ini ada dua hal yang harus

dikerja-kan. Pertama menggambarkan fakta (Decribing the

fact of the situation) yang ada di lapangan

sesuai dengan masalah yang berhubungan dengan

ide yang dijadikan kajian penelitian. Kedua

adalah menjelaskan fakta melalui analisis yang

cermat sebagai bahan pertimbangan atau bahan

masukan dalam penyusunan perencanaan penelitian

(Explaining the facts of the situation).

(38)

c. Menyusun

perencanaan secara umum sesuai

dengan

hasil

studi

pendahuluan

(Constructing

the

general plan). Dalam langkah ini peneliti

mengembangkan tindakan-tindakan apa yang harus

dilakukan sesuai denga masalah penelitian.

d. Mengimplementasikan

tindakan

sesuai

dengan

perencanaan yang telah disusun. Selama pelaksa

naan tindakan dilakukan monitoring dan evaluasi

sebagai bahan perbaikan dan pengembangan.

e. Menjelaskan berbagai kelemahan, masalah atau

pengaruh yang timbul berdasarkan hasil

monitoring selama implementasi berlangsung, yang

digunakan sebagai bahan perbaikan.

f. Melakukan perbaikan dan menyusun rencana selan

jutnya.

g. Mengimplementasikan kembali tindakan sesuai

dengan perencanaan yang telah direvisi (kembali

ke langkah "d").

B. PROSEDUR/TAHAPAN PENELITIAN

Sesuai dengan metode penelitian yang menggu

nakan Action Research, serta mengadaptasi model

pengembangan metode action research yang dikembang

kan

Elliot, maka prosedur atau

langkah-langkah

penelitian yang diterapkan seperti tergambar dalam

(39)

PRA SURVEY draf/prencanaan MODEL 1

1.Topik 2.Tujuan

3.KBM

- Aktivitas guru

- Aktivitas siswa

4..Mat dan Sumber 5. Evaluasi

BAGAN 4. Tahapan Penelitian

EVALUASI/ MONITORING 1. Topik 2. Tujuan 3. KBM - Aktivitas - Aktivitas guru siswa

4. Alat dan

Sumber 5. Evaluasi DRAFPERENCANAAN MODEL2 1. Topik 2. Tujuan 3. KBM

• Aktivitas guru

• Aktivitas siswa

4. Alat dan Sumber

5. Evaluasi DST EVALUASI/ MONITORING 1. Topik 2. Tujuan 3. KBM

• Aktivita« guru

- Aktivitas siswa

4. Alat dan Sumber

5. Evaluasi DRAF/PERENCANAAN MODEL 3 l.Topilc 2. Tujuan 3. KBM

• AJdiviUi gui u

• Aktivitas siswa

4. Alat dan Sumber

5. Evaluasi

(40)

84

Sesuai

dengan

bagan di atas,

maka

tahapan

atau

prosedur penelitian dapat dijelaskan

sebagai

berikut:

1. Mengadakan survey pendahuluan

Survey pendahuluan dilakukan untuk

mengumpulkan

data yang dianggap penting sesuai dengan

tujuan

dan fokus penelitian.

Data-data

yang ingin dikumpulkan

dalam

survey

pendahuluan ini adalah:

a. Faktor guru, yang menyangkut pandangan

guru

tentang IPS dan konsep

Inkuiri.

b. Faktor Siswa, yang

menyangkut

kondisi

dan

karakteristik siswa dalam

pelajaran IPS.

c. Proses Belajar Mengajar IPS yang

berlangsung

selama ini, yang menyangkut:

1) Metoda mengajar yang digunakan oleh guru;

2) Alat dan sumber

pelajaran yang

digauanak

oleh guru selama ini;

3) Sistem

evaluasi

yang

digunakan

dalam

proses belajar mengajar IPS selama ini.

d. Fasilitas atau sumber belajar yang tersedia,

yang menyangkut:

1) Bahan cetakan/grafis

2) Media tiga dimensi

(41)

85

e. Iklim sosial/psikologis di lingkungan

sekolah.

2. Menyusun

draf awal/model 1 bersama guru

dengan

memperhatikan

data

sesuai dengan

hasil

studi

pendahuluan.

3. Mengimplementasikan

draf awal/model 1 oleh guru

IPS. Selama implementasi berlangsung, dilakukan

observasi sebagai umpan balik untuk

perbaikan.

Hal-hal yang diobservasi itu

adalah

tentang:

a) faktor

kemampuan

guru

menerapkan

inkuiri

sesuai dengan perencanaan, yang menyangkut

kemampuan sebagai perencana, sebagai pembuka

pelajaran, sebagai penanya, sebagai pengelola

dan sebagai evaluator.

b) faktor aktivitas dan motivasi belajar

siswa dalam setiap tahapan inkuiri, serta

kemampuan yang berhubungan dengan proses

pemecahan masalah, seperti kemampuan bertanya

dan keberanian siswa mngemukakan pendapat

(42)

86

4. Bersama-sama guru melakukan diskusi perbaikan

yang didasarkan kepada hasil observasi/

monitoring selama PBM berlangsung.

5. Menyusun draft /model 2 bersama guru.

6. Mengimplementasikan draft /model 2 seperti yang

telah dilakukan pada langkah sebelumnya.

7. Mengevaluasi draf/model 2

8. Dan seterusnya (kembali ke implementasi).

C. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode atau teknik pengumpul data yang digu

nakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus

masalah dan pertanyaan penelitian yang diajukan,

yaitu:

1. Wawancara (interview)

Interview atau wawancara dalam penelitian

ini digunakan untuk mengumpulkan informasi,

khususnya untuk fokus masalah 1 tentang pendangan

guru mengenai inkuiri sosial dalam pengajaran IPS.

Jenis interview yang digunakan adalah inter

view yang tidak berstruktur atau interview yang

menghendaki jawaban secara terbuka. Hal ini

dimaksudkan agar sumber data dapat mengemukakan

pandangannya sesuai dengan pendapatnya sendiri

dengan bebas. Oleh ^ebab itu dalam proses

(43)

87

lengkap, peneliti terlebih dahulu menentukan

pokok-pokok pertanyaan sesuai dengan topik masalah.

2. Pengamatan (observasi)

Pengamatan (observasi) merupakan metode

atau

teknik pengumpulan data yang digunakan dalam proses

implementasi model.

Beberapa

alasan

pokok

menggunakan

teknik

observasi

sebagai pengumpul data

adalah

pertama,

teknik

observasi yang didasarkan

pada

pengalaman

langsung,

dianggap sebagai alat yang

ampuh

untuk

mengetes

sesuatu kebenaran atau untuk

melihat

kenyataan yang sebenarnya.

Kedua,

teknik

pengamatan dengan

melihat

dan

mengamati

sendiri tentang

kemampuan

guru

yang sebenarnya memungkinkan untuk dapat memperoleh

data secara obyektif.

Ketiaa.

pengamatan

memungkinkan

peneliti

mencatat

peristiwa atau kejadian

penting

sebagai

bahan masukkan untuk perbaikan penampilan guru.

Keftmpat.

teknik

pengamatan

memungkinkan

peneliti

mampu

mengerti situasi yang rumit

dan

(44)

88

Kelima. dalam kasus-kasus tertentu dimana

teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan maka

pengamatan dapat menjadi alat yang sangat

bermanfaat.

3. Analisis Dokumen (Document Analisys).

Analisis dokumen digunakan untuk mengumpulkan

berbagai informasi khususnya untuk melengkapi data

dalam rangka studi pendahuluan atau untuk menjawab

pertanyaan penelitian mengenai pelaksanaan proses

belajar mengajar belajar IPS selama ini.

4. Video recordings (Rekaman video)

Rekaman Video digunakan sebagai alat

observasi untuk melihat perkembangan kemampuan guru

dalam menerapkan model inkuiri. Dengan mengguna

kan rekaman video, memungkinkan guru dapat melihat

kelemahan-kelemahannya sendiri dalam mengimplemen

tasikan model sebagai bahan perbaikan untuk

implementasi berikutnya. Selain itu, rekaman voideo

juga digunakan untuk menganalisis lebih mendetail

setiap peristiwa penting selama implementasi

berlangsung dengan cara memutar ulang hasil

(45)

4. Triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsa-han

data

yang memanfaatkan sesuatu yang

lain

di

luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai

pembanding terhadap data itu.

Triangulasi

digunakan

baik

untuk

survey

pendahuluan

maupun

untuk keperluan monitoring.

Triangulasi dilakukan dengan cara

membandingkan data yang diperoleh melalui

beberapa

teknik. Hal ini diperlukan untuk menentukan akurasi

data yang diperoleh.

5. Catatan harian (Diaries)

Catatan harian digunakan sebagai alat

monitoring

atau observasi baik selama

pelaksanaan

action research berlangsung yaitu tentang

pengembangan

model

inkuiri

yang

dilakukan

oleh

guru, maupun

untuk mengumpulkan data dalam studi

pendahuluan.

D. TEKNIK ANALISIS DAN PENAFSIRAN DATA

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan pendekatan kualititatif. Hal ini

disesesuaikan dengan jenis masalah pengembangan

(46)

90

serta metode penelitian "action research" yang

lebih menekankan kepada proses daripada hasil.

Dalam penelitian kualitatif, analisis dan

penafsiran data merupakan proses yang tidak dapat

dipisahkan (Maleong, 1988 : 182). Oleh karena itu,

dalam penelitian ini analisis dan penafsiran data

dilakukan secara bersama-sama dan terus menerus

sampai berhasil menemukan model inkuiri sosial yang

dianggap memadai sesuai dengan tujuan penelitian.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses

analisis dan penafsiran data adalah sebagai

berikut:

1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berba

gai sumber data yaitu hasil wawancara,

dokumen-tasi, hasil observasi dan catatan harian.

2. Membuat abstraksi atau membuat rangkuman inti

dari hasil analisis atau penelaahan data dari

setiap sumber atau teknik pengumpulan data yang

digunakan.

3. Menyusun satuan-satuan atau katagorisasi data

sesuai dengan pokok permasalahan yang

(47)

91

4. Mengadakan

pemeriksaan

keabsahan data dengan

membandingkan

hasil

dari

setiap

teknik

yang

digunakan (triangulasi).

5. Membuat

interpretasi

data dengan

melihat

hubungan antar aspek.

D. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar

Negeri Pakuwon II Sumedang kelas 5, catur wulan 1.

Pemilihan lokasi ini bukan saja didasarkan

oleh

alasan

teknis, akan tetapi

juga

didasarkan

kepada kenyataan bahwa sekolah ini merupakan

salah

satu sekolah induk yang ada di Kabupaten

Sumedang.

Dengan demikian diharapkan sekolah ini akan menjadi

model dalam menerapkan inkuiri sosial dalam mata

pelajaran IPS di sekolah.

2. Waktu Penelitian

Sesuai dengan perencanaan bahwa penelitian

ini

akan

dilaksanakan pada catur

wulan

1,

maka

waktu pelaksanaan akan dimulai sekitar bulan Juli

sampai September 1997 (jadwal penelitian

(48)
(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Salah

satu

kritik yang

sering

muncul

kepermukaan terhadap pengajaran IPS di SD selama

ini adalah adanya kecenderungan proses belajar

mengajar yang terlalu berorientasi kepada materi

pelajaran,

dengan guru berperan sebagai penyampai

informasi

dan siswa sebagai penerima

informasi.

Menurut

para ahli pendidikan IPS,

pola mengajar

yang demikian tidak akan dapat mengembangkan kemam

puan berpikir siswa yang sangat diperlukan dalam

menghadapi

tantangan dan kebutuhan seiring dengan

pola kehidupan masyarakat yang sangat cepat berubah

sebagai

akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan

dan

teknologi.

Model inkuiri sosial yang dikembangkan

dalam

penelitian ini yang menempatkan peran guru tidak

sebagai

penyampai informasi, akan tetapi sebagai

pembimbing siswa untuk menggali informasi melalui

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat menjawab

1 - 7/

(50)

kekhawatiran

di

atas.

Berdasarkan

hasil

yang

diperoleh ternyata dengan menggunakan model inkuiri

sosial dalam pelajaran IPS, dapat merangsang

siswa

berpikir menggunakan kemampuan intelektualnya.

Model

inkuiri

yang

dikembangkan

dalam

penelitian

ini

menggunakan

pola

yang

sederhana

melalui

diskusi terbimbing, yang

dalam

diskusi

tersebut seutuhnya berorientasi kepada proses

pemecahan

masalah

melalui

langkah-langkah

yang

sistematis. Inilah yang membedakan model

inkuiri

sederhana

yang dikembangkan dalam

penelitian

ini

dengan pola inkuiri sederhana yang lain. Dalam pola

inkuiri sederhana yang lain seperti yang dikembang

kan

oleh Clark yang dinamakan "the

controlled

or

guided discussion" atau "Guided

Inquiry" seperti

yang

dikembangkan

oleh

Sound,

siswa

hanya

diarahkan

untuk

menjawab

pertanyaan

dari

masalah

yang sudah jadi yang diajukan

oleh

guru.

Dengan

demikian keterlibatan siswa

hanya

terjadi

pada

proses

menemukan jawaban

dari

permasalahan

tersebut;

sedangkan

model

yang

dikembangkan

dalam

penelitian ini siswa

sepenuhnya

dilibatkan

dari

mulai

perumusan

masalah

sampai

kepada

perumusan

kesimpulan

dengan

harapan

agar

siswa

(51)

178

terhadap permasalahan-permasalahan sosial. Dengan

demikian kesederhanaan model inkuiri yang

dikembangkan dalam penelitian ini terletak bukan

pada tahapan inkuirinya akan tetapi pada jenis

permasalahan dan proses pemecahannya yang tidak

menuntut siswa untuk mengadakan pengamatan secara

langsung di lapangan. Proses pemecahan masalah

didasarkan kepada pengalaman siswa yang ditunjang

oleh sumber-sumber pelajaran yang tersedia seperti

buku-buku pelajaran, peta atau gambar.

Sesuai dengan pokok pertanyaan penelitian, di

bawah ini disajikan secara utuh tentang model

perencanaan, pola belajar mengajar, evaluasi dan

hasil yang diperoleh siswa. Untuk melengkapi kesim

pulan, selanjutnya dijelaskan hubungan model

inkuiri yang dikembangkan dengan kondisi sistem

pendidikan kita yang berlaku dewasa ini.

1. Model perencanaan mengajar yang bertumpu kepada

inkuiri sosial.

Model perencanaan pengajaran yang bertumpu

kepada inkuiri sosial, dan berfungsi sebagai pedo

man guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar

(52)

a.

Tujuan pembelajaran,

yang berisi rumusan tingkah

laku yang harus dicapai sesuai dengan topik yang

dibahas.

b.

Komponen kegiatan belajar mengajar,

yang

berisi

tentang rancangan proses kegiatan yang dilakukan

oleh guru dan siswa dalam setiap tahapan inkuiri

untuk

mencapai

tujuan yang

telah

dirumuskan.

Tahapan-tahapan dimaksud terdiri dari orientasi,

perumusn masalah, perumusan hipotesis, pencarian

data, pengujian hipotesis dan perumusan kesimpu

lan.

c.

Komponen

alat

dan sumber pelajaran,

berisikan

rencana

penggunaan

alat yang

dapat

menunjang

terhadap

proses

melaksanakan

inkuiri

sosial

serta

segala

sesuatu

yang

dapat

memberikan

informasi sesuai dengan hasil pembelajaran

yang

diharapkan.

d.

Komponen

evaluasi,

merupakan

pedoman

untuk

mengumpulkan data tentang kemajuan siswa

melak

sanakan proses belajar.

2. Model Kegiatan Belajar Mengajar yang

bertumpu

pada

model inkuiri

sosial.

Model

kegiatan belajar mengajar

IPS

dengan

menggunakan

inkuiri sosial sederhana seperti

yang

(53)

. 8 0

perencanaan

yang disusun dapat dilihat pada

bagan

d i bawah i n i .

ORIEN TASI

RUMUSAN MASALAH

GURU

\

i

DAN SISWA r

Proses Inkuiri Sosial

.RUMUSAN HIPOTESIS

MENCARI DATA

UJI

HIPOTESIS

Dengan Diskusi Terbimbing

PRINSIP-PRINSIP:

1. Pemahaman Model 2. Pengkondisian 3. Bertanya

4. Menghargai dan Reinforcement 5. Keterbukaan 6. Individual

/ SISWA

M DAN GURU

KESIM PULAN

BAGAN 6. Model belajar mengajar IPS di SD yang bertumpu

(54)

181

Dari bagan di atas, prosedur belajar mengajar

IPS yang bertumpu pada model inkuiri sosial yang

dikembangkan dapat dijelaskan di bawah ini.

a. Orientasi, merupakan tahapan untuk

mem-bina suasana yang responsif atau untuk

mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan

kegiatan belajar mengajar. Pada tahap ini

peran guru sangat dominan untuk merangsang

dan mengajak siswa berpikir. Kegiatan-kegiatan

yang dilakukan guru pada tahap ini adalah

sebagai berikut:

1) Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar

yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.

2) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang

harus dilaksanakan oleh siswa untuk mencapai

tujuan.

3) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan

belajar, dalam rangka memberikan motivasi

belajar kepada siswa.

b. Perumusan masalah, sebagai langkah awal

kegiatan belajar mengajar. Pada tahap ini guru

membimbing siswa untuk dapat merumuskan masalah

sesuai dengan topik yang dibahas, melalui berba

gai teknik bertanya serta pancingan-panc^ngan

(55)

182

sampai

pada tahapan selanjutnya

guru

berperan

hanya

sebagai pembimbing dan

pemberi

motivasi

kepada

siswa, artinya keterlibatan siswa

dalam

proses belajar mengajar sangat

diutamakan.

c. Merumuskan

hipotesis, yaitu proses

membimbing

dengan pertanyaan-pertanyaan agar

siswa

dapat

menjawab sementara dari masalah yang

dipertanya-kan

dengan berdasarkan kepada

pengalaman

dan

pengetahuan sementara yang terdapat pada siswa.

d. Mengumpulkan data, merupakan tahapan

kegiatan

belajar

siswa untuk mencari data sebagai

bahan

untuk

menguji jawaban sementara yang

diajukan,

dengan

memanfaatkan alat dan sumber yang

telah

ditentukan.

e. Menguji hipotesis. Pada tahap ini guru

mengaju

kan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat

meminta

data

dari siswa untuk pengujian hipotesis

yang

dirumuskan;

sedangkan

siswa

memberikan

data

sesuai

dengan

yang

ditemukannya

dari

sumber

belajar yang digunakan atau berdasarkan

pengala-mannya.

f. Merumuskan

kesimpulan, merupakan tahapan

akhir

dari proses belajar. Pada tahap ini, siswa meru

muskan kesimpulan hasil akhir dari masalah

yang

(56)

yang ditemukannya. Pada tahapan ini terjadi

per-geseran peran yang menempatkan siswa sebagai

pemeran utama dibandingkan dengan guru.

Model inkuiri sosial di atas, akan lebih

efektif bila jumlah siswa tidak terlalu banyak.

Jumlah siswa yang terlalu banyak akan sulit bagi

guru dalam mengatur jalannya diskusi serta

mengon-trol kemampuan siswa secara individual. Selain itu

dalam pelaksanaannya hendaklah guru memegang prin

sip-prinsip sebagai berikut:

a. Prinsip pemahaman model

b. Prinsip pengkondislan atau orientasi

c. Prinsip bertanya

d. Prinsip menghargai dan reinforcement

e. Prinsip keterbukaan

f. Prinsip individual.

3. Menerapkan evaluasi pengajaran IPS di SD yang

bertumpu kepada model inkuiri sosial.

Evaluasi pengajaran IPS dengan model inkuiri

dilakukan selama proses belajar mengajar

berlangsung, yang berfungsi sebagai alat observasi

untuk mendapatkan data tentang aktivitas siswa

melaksanakan setiap tahapan proses inkuiri. Dengan

demikian, pencatatan data tentang kemajuan aktifi

(57)

184

Pokok-pokok

yang

dievaluasi

disesuaikan

dengan langkah-langkah inkuiri yang diterapkan yang

menyangkut

tentang

aktivitas siswa

dalam

proses

perumusan

masalah, perumusan hipotesis,

aktivitas

mencari

data,

menguji

hipotesis

dan

merumuskan

kesimpulan.

4.

Hasil

yang diperoleh

siswa

sebagai

pengaruh

penerapan Inkuiri Sosial

Berdasarkan

hasil dari

proses

pengembangan

inkuiri,

ternyata

terjadi

kecenderungan

siswa

untuk

mempelajari

IPS

semakin

tinggi

khususnya

dalam mepelejari buku pegangan. Hal ini

disebabkan

dengan model inkuiri, siswa dituntut untuk memiliki

lebih

banyak

informasi

yang

berhubungan

dengan

topik-topik yag akan di pelajari, sehingga

sebelum

proses belajar mengajar dimulai, siswa akan

terpak-sa untuk mempelajari terlebih dahulu buku IPS, agar

ia

dapat berpartisipasi secara penuh dalam

proses

pemecahan masalah.

Kecenderungan-kecenderungan yang terjadi

da

lam proses belajar siswa sebagai hasil pengembangan

model inkuiri dalam kelas adalah

sebagai berikut:

a. Aktivitas

belajar setiap siswa semakin

mening

(58)

185

b. Keberanian siswa untuk bertanya, menjawab dan

mengeluarkan pendapat semakin meningkat.

c. Dengan inkuiri sosial melalui pola diskusi yang

teratur, menumbuhkan sikap siswa yang toleran

dan menghargai pendapat orang lain.

d. Seiring dengan keberanian siswa bertanya, menja

wab dan mengeluarkan pendapat, maka kemampuan

berbahasa siswa khususnya bahasa lisan semakin

meningkat pula.

Sebagaimana hakekat inkuiri sosial dalama

pelajaran IPS yang lebih menekankan kepada proses

belajar, maka model Inkuiri yang dikembangkan

seperti di atas, hanya akan efektif digunakan

apabila sistem keberhasilan pelajaran IPS tidak

diukur dari hasil belajar. Oleh karena itu dalam

sistem pendidikan dasar kita dewasa ini, yang lebih

menekankankan dan berorientasi kepada penguasaan

materi pelajaran sehingga perolehan Nilai Ebtanas

Mmurni (NEM) menjadi kriteria utama dalam menentu

kan keberhasilan atau kualitas pendidikan, inkuiri

sosial akan sulit berkembang, sebab guru tidak akan

sepenuh hati mengembangkannya, walaupun mereka

menyadari model inkuiri lebih efektif dan

bermanfaat untuk melatih keterampilan berpikir.

v..

(59)

186

(ekspositori) seperti yang selama ini mereka

laku-kan dengan sasaran perolehan angka NEM yang

tinggi

sebagai

jaminan untuk dapat

diterima di

SLTP

pavorit.

Dengan alasan tersebut, apabila model inkuiri

akan

dijadikan

sebagai suatu usaha dalam

mening

katkan

kualitas

pembelajaran

IPS

seperti

yang

disarankan para ahli pendidikan IPS, maka

menetap

kan perolehan

NEM sebagai

satu-satunya kriteria

untuk

dapat

masuk ke SLTP

seperti

kebijaksanaan

yang berlaku sekarang perlu

ditinjau kembali.

Kalaupun sistem NEM akan tetap dipertahankan,

maka

sebaiknya soal-soal dikembangkan tidak hanya mengu

kur

kemampuan

kognitif

yang

hanya

mengukur

kemampuan

siswa

menghapal

sejumlah

materi

pelajaran, akan tetapi juga harus mengukur

kemam

puan

siswa memahami suatu masalah dan dapat

meru

muskan

rekomendasi pemecahannya. Memang

terdapat

kesulitan

baik

dalam

sistem

pemeriksaan

maupun

penyusunan soal tes yang

demikian, akan tetapi

hal ini merupakan konsekuensi

logis yang

tidak

dapat

dihindari

untuk

meningkatkan

kualitas

(60)

is:

Sekaitan dengan itu, kiranya guru perlu

miliki kemampuan dalam mengembangkan strategi

pengajaran IPS yang dapat mengembangkan kemampuan

berpikir siswa tanpa mengorbankan penguasaan materi

pelajaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan

adalah dengan mengawinkan atau mengkombinasikan

model pengajaran konvensional yang menekankan kepa

da penguasaan materi pelajaran dengan model

inkuiri sosial untuk melatih keterampilan berpikir.

Caranya, bisa dilakukan dengan memilah topik dalam

kurikulum yang benar-benar memerlukan proses

pemecahan masalah melalui inkuiri sosial dan yang

cukup dengan metode konvensional. Selain itu juga

guru dapat menentukan secara jelas peran sekolah

(kelas) sebagai sarana untuk melatih keterampilan

berpikir melalui model inkuiri sosial; dan belajar

di rumah sebagai usaha untuk menguasai materi pela

jaran. Dengan demikian konsekuensinya siswa perlu

belajar lebih baik dengan kontrol guru yang lebih

baik pula. Hal ini sangat dimungkinkan sebab

dengan penerapan inkuiri yang tepat, sebelumnya

akan memaksa siswa untuk berusaha memahami informa

si sebanyak-banyaknya sesuai dengan topik yang

akan dipelajaei, agar mereka dapat berpartisipasi

(61)

C. SARAN-SARAN

1. Saran untuk Guru

a. Dalam menerapan model inkuiri sosial,

selain

guru harus memegang prinsip-prinsip pelaksa

naan,

juga guru perlu

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengetahui tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam implementasi manajemen berbasis sekolah MTS PAB 2 Sampali penulis sangat berharap bahwa MTs PAB 2

Sementara menurut Immanuel Kant menyatakan, bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya

Selanjutnya sebelum membuat gulungan kumparan terlebih dahulu dibuat rancangan sesuai kondisi motor yang telah dibongkar sehingga akan diperoleh kebutuhan material,

Pada penulisan ini dibahas mengenai cara pembuatan rangkaian lampu kedip telephone dan cara pengoperasian alat atau cara kerja lampu kedip telephone yang dapat membantu seseorang

Dreamweaver adalah program desain web yang memberi banyak kemudahan dalam pembuatan aplikasi, salah satunya dapat mengkoneksi desain web dengan koneksi database dan memasukkan

Pada penelitian sebelumnya seperti penelitian Aditya Pramudita (2014) meneliti kredit macet dengan menggunakan beberapa variabel independen yaitu ukuran bank,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran kompleksitas perusahaan, reputasi Kantor Akuntan Publik, pendapat auditor, dan risiko audit terhadap praktik

[r]