• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEKUATAN PEMBUKTIANGRONDKAART MILIK PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEKUATAN PEMBUKTIANGRONDKAART MILIK PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

KEKUATAN PEMBUKTIANGRONDKAART MILIK PT.

KERETA API INDONESIA (PERSERO)

TESIS

Oleh :

MAURIZCHA SALSABILLA RIFA’I, S.H No. Mahasiswa : 18921023

KETUA PROGRAM STUDI KENOTARIATAN PROGRAM MAGISTER FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2021

(2)

i

KEKUATAN PEMBUKTIAN GRONDKAART MILIK PT.

KERETA API INDONESIA (PERSERO)

TESIS

Oleh :

MAURIZCHA SALSABILLA RIFA’I No. Mahasiswa : 18921023

KETUA PROGRAM STUDI KENOTARIATAN PROGRAM MAGISTER FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2021

(3)

ii

(4)

iii

HALAMAN MOTTO

“Fa inna ma’al ‘usri yusra”

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q.S 94:5)

“Never explain yourself to anyone, because the one who likes you would not need it, and the one dislikes you wouldn’t believe it.”

- Ali Ibn Abi Thalib -

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tesis ini kupersembahkan teruntuk

Ayah dan Ibu tercinta

Keluarga besar yang selalu mendukung,

Eko Irwan Kusuma,

Serta sahabat-sahabatku

Yang selalu menemani, mendukung dan membimbing untuk lebih baik.

(6)

v

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji dan syukur atas segalah berkah, rahmat, karunia serta hidayahnya yang telah diberikab Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Dan juga berkat semua doa dan dukungan orang-orang yang selalu ada berada di dekat hati penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas akhir yang berjudul: “KEKUATAN PEMBUKTIANGRONDKAART MILIK PT KERETA API INDONESIA (PERSERO)” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Konotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Walaupun banyak kesulitan dan hambatan yang tidak ringan telah penulis alami selama proses penyusunan tugas akhir ini, namun akhirnya di balik kesulitan tersebut atas kasih dan sayang-Nya sehingga ada kemudahan yang diberikan kepada penulis oleh Allah SWT. Tugas akhir ini dapat diselesaikan bukan hanya atas upaya penulis sendiri, namun juga atas kerja keras pembimbing, serta bantuan dan motivasi teman-teman yang sangat berharga dalam proses penulisan tugas akhir ini.

Untuk itu perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada merka yang memberikan perhatian dan bantuan dalam menyelesaikan tugas akhir ini:

(8)

vii

1. Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang senantiasa memberikan perlindungan dan kemudahan dalam segala hal.

2. Bapak Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

3. Bapak Dr. Nurjihad, S.H., M.H selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

4. Bapak Dr Budi Agus Riswandi, S.H., M.Hum selaku dosen pembimbing tesis yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu serta arahan yang konstruktif dengan penuh kesabaran, ketelitian dan kearifannya.

5. Bapak Masyhud Asyhari, S.H., M.Kn selaku dosen pembimbing tesis yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu serta arahan yang konstruktif dengan penuh kesabaran, ketelitian dan kearifannya.

6. Seluruh dosen program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia atas ilmu yang telah diajarkan kepada penulis.

7. Kedua orangtua penulis Ayahanda Muhammad Rifai dan Ibunda Etty Sri Rohanti yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasehat, kesabaran serta pengorbanan yang begitu luar biasa dalam hidup penulis

8. Kepada Eyangkung Alm H Masnu Rohanto yang selalu memberikan kasih sayang, doa, nasehat, kesabaran yang begitu luar biasa dala hidup penulis

(9)

viii

9. Kakak dan adikku, Zakariya Al Agha yang sabar dan Izazhiashafina Khoirunnissa’ Rifai yang tersayang dan comel tapi menyebalkan. Serta keluarga besar penulis yang selalu memberikan dukungan, doa nasehat dan tawa candanya yang berarti bagi penulis.

10. Eko Irwan Kusuma aka orang baik terimakasih selalu menerima kritikan dan saran tanpa pujian. Yang selalu mengajarkan bahwa “semangat” itu hanyalah omong kosong belaka.

11. Narasumber terbaik Bapak Agung, S.H., M.H yang telah memberikan kesempatan bertatap muka secara langsung untuk mendapatkan informasi dan telah memberikan banyak ilmu demi kelancaran tesis penulis.

12. Sahabat terbaik penulis: Annisa Nurul Affiani, Risti Ainur Rahmah, Nur Fuji Hidayati, Alvin Nur Maulida, Nur Annisa Dinawa Sari, Dhia Rosyi Atikah yang selalu memberikan dukungan, nasehat, doa dan hiburan kepada penulis.

13. Teman-teman masa perkuliahan di kampus Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia: Putri Ayu Sipayung, Maryulita Jihan, Adela Maharani, Triamita Rahmawati, Rizky Yunian, yang selalu semangat dan telah memberikan warna-warni di kehidupan perkuliahan bagi penulis.

14. Teman-teman “Super Wacana” penulis: Indah Aulia Putri, Linda Ayu Pralampita, Dinda Durrah, Alfina izza, Lola Audina, Puspita Permata Sari, yang banyak wacan amain tapi belum kesampaian.

(10)

ix

15. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan terhadap tesis ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, dan pasti terdapat banyak kekurangan di dalamnya, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan masukan, saran, dan kritik yang membangun dari para pembaca agar hasil penelitian ini dapat lebih bermanfaat dan dapat menambah pemahaman penulis dan pembaca dalam bidang hukum. Penulis ucapkan terimakasih dan permohonan maaf yang tulus kepada berbagai pihak yang telah membantu dan direpotkan penulis selam pengerjaan tugas akhit ini.Semoga kebaikan yang banyak diberikan kepada penulis dibalas oleh Allah SWT.

Wassalamu’alaikum, Wr Wb

Yogyakarta, 26 Maret 2021 Penulis

Maurizcha Salsabilla Rifai

(11)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Orisinalitas Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 7

F. Metode Penelitian ... 23

G. Kerangka Skrispi ... 28

BABII : TINJAUAN UMUM GRONDKAART MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK- POKOK AGRARIA A. Tinjauan Umum Grondkaart ... 30

1. Pengertian Grondkaart ... 30

2. Fungsi Grondkaart ... 33

(12)

xi

B. Hak Penguasaan Atas Tanah ... 34

1. Pengertian Penguasaan Hak Atas Tanah... ... 34

2. Pengaturan Hak Penguasaan Tanah ... ... .... 38

3. Macam-Macam Penguasaan Hak Atas Tanah ... 39

C. Hak-Hak Atas Tanah ... 45

1. Pengertian Hak Atas Tanah ... ... 48

2. Pengaturan Hak Atas Tanah ... 49

3. Fungsi Sosial ... 49

4. Macam-Macam Hak Atas Tanah ... 50

5. Hak Atas Tanah Yang Dapat Dimiliki Perusahaan ... 55

D. Tinjauan Umum Tanah Negara ... 69

1. Pengertian Tanah Negara ... 69

2. Terjadinya Tanah Negara ... 71

3. Macam-Macam Tanah Negara ... 72

4. Penguasaan Tanah Negara ... 74

E. Tinjauan Umum Sertifikat Hak Atas Tanah ……… ... 77

1. Pengertian Sertifikat Hak Atas Tanah... 77

2. Fungsi Sertifikat Hak Atas Tanah ... 78

3. Macam-Macam Sertifikat Hak Atas Tanah ... 79

4. Kekuatan Pembuktian Sertifikat Hak Atas Tanah ... 80

F. Tinjauan Umum Nasionalisasi Perusahaan Belanda ... 83

1. Pengertian Nasionalisasi ... 83

(13)

xii

G. Penguasaan Tanah Milik Orang Lain Dalam Prespektif Islam .. 86 1. Kepemilikan Tanah Dalam Prespektif Islam... 86 2. Menguasai Hak Tanah Milik Orang Lain Dalam Islam ... 88 BAB III : KEKUATAN PEMBUKTIAN GRONDKAART SEBAGAI DASAR HAK

ATAS TANAH ASET PT KERETA API INDONESIA (PERSERO) A. Kekuatan Hukum Grondkaart Milik PT Kereta Api Indonesia .. 90 B. Kronologi Kasus dan Faktor-Faktor Terjadinya Kepemilikan Ganda

Atas Tanah ... 98 BAB IV : PENUTUP

A. Simpulan ... 105 B. Saran ... 107 DAFTAR PUSTAKA ... 109 LAMPIRAN

(14)

xiii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kekuatan pembuktian grondkaart milik PT.

Kereta Api Indonesia (Persero)dan untuk mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan kepemilikan ganda atas objek sengketa yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kabupaten Kudus. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat. Data penelitian dikumpulkan dengan cara studi pustaka dan melakukan wawancara, kemudian diolah dengan mendeskripisikan data yang telah terkumpul dengan rangkaian kalimat yang berbentuknarasi. Hasil penelitian ini menunjukkan kekuatan pembuktian grondkaart yang dimiliki PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam putusan perkara Nomor 034/G/2016/PTUN.Smg antara PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Kudus dan PT Pura Barutama memiliki kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna sebagai bukti petunjuk telah terjadi penguasaan oleh instansi dikarenakan PT Kereta Api Indonesia telah dinasionalisasi dan menjadi milik penuh dan bebas Negara Republik Indonesia dan mempunyai hak prioritas karena telah dilekati dengan hak penguasaan (beheer) atas negara. Faktor terjadinya tumpang tindih hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Kudus tidak terpenuhinya dokumen-dokumen sebagai syarat untuk melakukan permohonan hak guna bangunan yaitu pelepasan hak oleh pejabat yang berwenang, kesalahan dalam penerbitan sertifikat yang tidak hati-hati dan kurang teliti dalam melakukan pemetaan bidang tanah dan penyelidikan riwayat bidang tanah sebelum penerbitan sertifikat, kepemilikan grondkaart yang tidak melakukan konversi objek tanah sesuai dengan hak atas tanah yang diatur dalam Peraturan Pokok-Pokok Agraria, pemerintah setempat tidak mempunyai data secara lengkap mengenai bidang tanah.

Kata kunci : Kekuatan Pembuktian, Grondkaart, PT Kereta Api Indonesia, Tanah

(15)

xiv ABSTRACT

This study aims to examine the legal strength of grondkaart owned by PT. Kereta Api Indonesia (persero) and about the factors that cause double ownership of the object of dispute issued by the land office of kudus regency. This research uses empirical juridical research, which examines the applicable legal provisions and what happens in reality in society. The research data was collected by means of literature study and conducting interviews, then processed by describing the collected data with a series of sentences in the form of narrative. The results of this study indicate the legal strength of PT.Kereta Api Indonesia (persero) in the decision of the case number 034 / g / 2016 / ptun.smg between PT. KeretaApiIndonesia (persero) and the land office of Kudus regency and PT Pura Barutama has strong legal power. Binding and perfect as evidence that there has been control by the agency because PT.KeretaApiIndonesia has been nationalized and becomes the full and free property of the republic of Indonesia and has priority rights because it has been attached to the right to control (beheer) over the state. The factor of overlapping land rights in the land office of Kudus regency, the absence of documents as a condition for applying for building use rights, namely relinquishment of rights by authorized officials, errors in issuing certificates that are careless and inaccurate in mapping land parcels and investigation of the history of land parcels prior to the issuance of certificates, ownership of grondkaart which did not convert land objects in accordance with land rights stipulated in the basic agrarian regulations, the local government did not have complete data on land parcels.

Keywords: The Legal Strenght, Grondkaart, PT Kereta Api Indonesia, Land

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup dan kehidupan manusia.Sehingga hak atas tanah merupakan hak asasi manusia yang secara hukum berisikan penguasaan dan kepemilikan.Selain itu tanah digunakan untuk membangun tempat tinggal maupun untuk usaha seperti pertanian, perkebunan, atau jenis usaha lainnya.Tanah merupakan sesuatu yang nyata, yaitu berupa permukaan fisik bumi serta bangunan dan tanaman yang ada di atasnya.Pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, sehingga tidak heran dan tidak jarang jika setiap manusia ingin memilikinya.1Kenyataan sejarah menunjukan bahwa kelangsungan hidup manusia baik sebagai individu maupun sebagai makhluk soisal senantiasa memerlukan hubungan dan memanfaatkan sumber daya tanah, baik yang ada di atas maupun yang ada didalam tanah. Tanah bagi manusia dapat dinilai sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanen, karena memberikan kemantapan untuk di cadangkan bagi kehidupan di masa yang akan datang.2

Tanah memiliki nilai ekonomis, karena tanah merupakan elemen yang tidak dapat dikesampingkan dalam era pembangunan nasional maupun guna menunjang pertumbuhan ekonomi.Disamping mempunyai nilai ekonomis, tanah juga memiliki nilai sosial, yang berarti hak atas tanah yang diberikan kepada

1Boedi Harsono Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Cetakan 1, Djambatan, Jakarta 2003, hlm 13.

2Ibid.

(17)

warga negaranya, sehingga dibutuhkan kepastian hukum dalam penguasaan tanah yang dilindungi oleh Undang-Undang.3

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan konsekuensi bahwa hubungan antara manusia dengan tanah mutlak diperlukan adanya penataan dan pengaturan yang lebih seksama, khususnya yang telah berkenaan dengan penguasaan, peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan.4

Tanah merupakan permukaan bumi dan tubuh bumi menurut Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan DasarPokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) merupakan elemen yang sangat penting bagi bangsa Indonesia dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Permasalahan pertanahan akan menyangkut berbagai aspek antara lain politik, ekonomi, sosial dan pertahanan, keamaan yang harus ditangani dengan penuh kehati-hatian.5

Landasan pengelolaan pertanahan secara yuridis diatur dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 sebagai penjabaran Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di

3Ibid.

4 Soedikno Mertokusumo, Hukum dan Politik Agraria, Karunika, Jakarta, 1988, hlm 11

5Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Cetakan 6, Kencana, Jakarta, 2005, hlm 11.

(18)

dalamnya di kuasai oleh Negara dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.6

Dalam Hukum Tanah Nasional terkandung asas-asas yang berlaku terhadap penguasaan tanah, bahwa penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun, harus dilandasi hak atas tanah yang disediakan oleh hukum tanah.Hak atas tanah yang dimaksud adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah yang dihakinya. Hukum tanah sudah mengatur bahwa hukum akan melindungi kepemilikan tanah apabila kepemilikan tersebut didasarkan pada alas hak yang disediakan dalam Hukum Tanah Nasional.7

Alas hak adalah merupakan salah satu syarat bagi warga negara untuk mengajukan/memperoleh hak atas tanah, misalnya jual beli, hibah waris atau penguasaan fisik selama puluhan tahun, penguasaan fisik karena perbuatan hukum tertentu atau perolehan tanah tertentu.8

Objek hukum tanah adalah hak penguasaan atas tanah.Yang dimaksud dengan hak penguasaan atas tanah adalah hak yang berisi serangkaian wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki.9Terdapat bermacam-macam hak atas tanah

6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

7Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Pertanahan Jilid 1, Cetakan 1, Prestasi Pustaka Publisher, 2004, hlm 10.

8Ibid.

9Ibid.

(19)

yangdapat diberikan kepada atau dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.10

Hak atas tanah adalah hak yang memberikan wewenang kepada pemegang haknya untuk mempergunakan dan mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.11 Sebagaimana daitur dalam Pasal 16 Ayat (1) UUPA bahwa hak-hak atas tanah antara lain:

1. Hak milik;

2. Hak guna usaha;

3. Hak guna bangunan;

4. Hak pakai;

5. Hak sewa;

6. Hak membuka tanah;

7. Hak memungut hasil hutan;

8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta gak-hak yang sifatntya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menjelaskan bahwa tanah haruslah didaftarkan untuk menjamin kepastian hukum. UUPA memerintahkan kepada pemerintah untuk mengadakan kegiatan pendaftaran tanah di seluruh wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007

10Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 4 ayat (1).

11 Soedikno Mertokusumo, Op.Cit, hlm 12.

(20)

menjelaskan bahwa pengertian pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar. Dari kegiatan pendaftaran tersebut didapatkan sertifikat hak atas tanah sebagai alat bukti kepemilikan tanah.12

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 menjelaskan bahwa sertifikat hak atas tanah adalah surat tanda bukti kepemilikan tanah yang sah sebagai alat bukti yang kuat baik tentang data yuridis maupun data fisik yang termuat didalamnya. Tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah. Kegiatan pendaftaran tanah ini diselenggarakan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementrian Agraria Dan Tata Ruang sedangkan untuk pelaksanaan dilingkup Kabupaten atau Kota dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan.13

Menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa tujuan dilakukannya pendaftaran tanah adalah pertama, untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

kedua, untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

12 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang Pendaftaran Tanah

13 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang Pendaftaran Tanah

(21)

termasuk pemerintah agar dengan mudah, dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan- satuan rumah susun yang sudah terdaftar; ketiga, untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.14 2 Tahapan kegiatan pendaftaran tanah seperti yang disebutkan dalam Pasal 19 UUPA meliputi15:

a) Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah;

b) Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; dan

c) pemberian surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Bagi pembangunan untuk kelangsungan hidup masyarakat, tanah dibutuhkan baik oleh Instansi Pemerintah dan juga Badan Usaha Milik Negara maupun Badan Usaha Milik Swasta. Begitu juga perusahaan PT. Kereta Api Indonesia (persero) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara yang khususnya bergerak di bidang transportasi angkutan umum sangat memerlukan tanah dalam menjalankan usahanya. Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang terbilang tua, aset yang dimiliki oleh PT. Kereta Api Indonesia (persero) telah tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia dari zaman penjajahan Belanda sampai saat ini yang masih terus dilakukan pembangunan dan perluasan insfrastruktur kereta api. Aset PT Kereta Api Indonesia (persero) tersebar di Daerah Operasi (DAOP) di Pulau Jawa dan Divisi Regional (Divre) di Pulau Sumatera. Sebagai wujud

14A.P Parlindungan, Pendaftaran Di Indonesia, Cetakan Pertama, Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm. 9

15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria

(22)

daripembuktian adanya aset-aset tanah yang dimiliki oleh PT Kereta Api Indonesia (persero) yang sudah ada dari zaman penjajahan Belanda, pihak pemerintah zaman Belanda memberikan grondkaart sebagai bukti kepemilikan aset-aset tanah kepada Perusahan Kereta Api Swasta (VS) maupun Perusahaan Kereta Api Negara (SS).

Grondkaart juga menjelaskan tentang status kepemilikan tanah yang dapat dijadikan sebagai bukti kepemilikan tanah.16

Praktek dilapangan tidak jarang terjadi beredarnya sertifikat palsu, sertifikat asli tapi palsu atau sertifikat ganda/overlapping di masyarakat sehingga pemegang hak atas tanah perlu mencari informasi tentang kebenaran data fisik dan yuridis atas bidang tanah tertentu di Kantor Pertanahan setempat. Pada umumnya masalah baru muncul dan diketahui terjadi penerbitan sertifikat tanahnya saling tumpang tindih, ketika pemegang sertifikat yang bersangkutan akan melakukan suatu perbuatan hukum atas bidang tanah yang dimaksud.

Pertentangan antara penguasaan tanah dengan kepemilikan tanah sering kali muncul dalam sengketa kepemilikan, seperti halnya yang akan penelitian ini analisis yaitu permasalahan tentang kekuatan pembuktianGroondkaart milik PT.

Kereta Api Indonesia (persero)

Kasus dalam penelitian ini disebutkan dalam perkara No 034/G/2016/PTUN.Smg antara PT KAI (Persero) dengan PT Pura Barutama.

Objek yang disengketakan adalah tanah Hak Guna Bangunan Nomor 18 tanggal

16Ana Silviana, “Grondkaart; Problematika Hukum dan Penyelesaiannya”, Jurnal Law Development & Justice Review, Vol.3, (2020), hlm 4.

(23)

24 Oktober 1991, Gambar Situasi Nomor 3912/1990 bertanggal 14 Oktober 1990 yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kudus.

Alasan hukum PT KAI (Persero) menggugat untuk pembatalan Hak Guna Bangunan tersebut, karena dianggap terdapat kepemilikan ganda (tumpang tindih) atas objek tanah sengketa.Satu pihak memiliki bukti kepemilikan objek tanah sengketa dengan GrondkaartNomor 461. Tanggal 27 Juni 1935 seluas ± 5.731 m2 van(dari) KM 48 + 400 tot (sampai) KM 49 + 100 Zijspoor Djati (lintasan rel kereta api bercabang Jati), Lijn (lintas) Semarang – Joanadi pihak PT KAI (Persero) sebagai penggugat ke PTUN, dan di pihak lain memiliki bukti kepemilikan sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 18 atas nama PT Pura Barutama yang diterbitkan Kepala Kantor Pertanahan Kudus. Dalam kasus tersebut telah terbukti bahwa grondkaart yang dimiliki oleh PT Kereta Api Indonesia terbukti menjadi alat bukti yang sah, dikarenakan penerbitan sertifikat hak guna bangunan PT Pura Barutama tidak sesuai dengan syarat-syarat untuk mengajukan permohonan hak guna bangunan, dan cacat hukum adminstrasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1999.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kekuatan pembuktianGrondkaartmilik PT. Kereta Api Indonesia dalam Putusan Perkara Nomor 034/G/2016/PTUN.Smg ?

(24)

2. Faktor apa saja yang menyebabkan kepemilikan ganda atas objek sengketa yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kabupaten Kudus?

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengkaji kekuatan pembuktianGrondkaart milik PT Kereta Api Indonesia dalam Putusan Perkara Nomor 034/G/2016/PTUN.Smg

2. Untuk mengkaji faktor yang menyebabkan kepemilikan ganda atas objek sengketa yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kabupaten Kudus.

C. Orisinalitas Penelitian

Peneliti Judul Perbedaan

Rizky Yulia Candra (2017)

Kekuatan Hukum

Grondkaart milik PT Kereta Api Indonesia

(Studi Kasus

Penguasaan Tanah di Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang

Penelitian ini lebih mengkaji mengenai mengapa terjaadi sengketa tanah dengan warga Kebonharjo Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang

Perbedaan dengan penelitian yang sedang dilaksanakan adalah mengenai letak objeknya dan penyebab tumpang tindih kepemilikan objek sengketa

Septi Hariyati (2008)

Penanganan Masalah Tanah Aset PT Kereta Api Indonesia (Persero)

yang Dikuasai

Masyarakat di

Kecamatan Batureno

Penelitian ini lebih mengakaji mengenai Bagaimana penyelesaian penanganan tanah aset PT KAI dan hambatan-

hambatan dalam

(25)

Kabupaten Wonogiri penanganan masalah aset PT KAI.

Perbedaan dengan penelitian yang sedang dilaksanakan adalah memgkaji mengenai

kekuatan hukum

grondkaart dan

penyebab tumpang tindih kepemilikan objek sengketa

Hernawan Santosa

Analisis Hukum

Grondkaart sebagai Bukti Penguasaan Tanah Perkeretaapiann

Indonesia (Studi Putusan Peninjauan Kembali No:

125 PK/Pdt/2014)

Penelitian ini lebih mengkaji mengenai penerapan

gordkaartsebagai bukti penguasaan tanah perkertaapian sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Perbedaan dengan penelitian yang sedang dilaksanakan adalah

lebih mengkaji

bagaimana kekuatan hukum grondkaart dan penyebab tumpang tindih kepemilikan objek sengketa

D. Tinjauan Pustaka

a. Aspek Hukum Pertanahan

Dalam Hukum Tanah kata sebutan “tanah” dipakai dalam arti yuridis sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA. Dalam Pasal 4 UUPA dinyataklan bahwa:

“atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang

(26)

baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan- badan hukum”

Menurut Pasal 1 UUPA, ruang lingkup bumi adalah permukaan bumi, dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada dibawah air. Permukaan bumi sebagai bagian dari bumi juga disebut tanah.Tanah yang dimaksud bukan dalam pengaturan di segala aspek, tetapi hanya mengatur salah satunya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah.17

Penguasaan atas tanah dalam hal ini ialah hak untuk menggunakan, mengurus akan tetapi belum tentu memiliki. Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis, juga beraspek privat dan beraspek yuridis.Penguasaan yuridis ialah penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Misalnya tanah yang dimiliki disewakan kepada pihak lain dan penyewa yang menguasai secara fisik.18 Biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisik dilakukan oleh pihak lain. Penguasaan yuridis dan fisik atas tanah ini dipakai dalam aspek privat, sedangkan penguasaan yuridis yang beraspek publik, yaitu penguasaan atas tanah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Pasal 2 UUPA.19

17Ali Achmad Chomzah, Op.Cit, hlm 11.

18 Samun Ismaya, Hukum Administrasi Pertanahan, Cetakan 1, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013, hlm 144.

19Ibid.

(27)

Penguasaan tanah dapat bersifat seterusnya dan dapat bersifat sementara.Semua hak penguasaan atas tanah baik yang dikuasai individu (perseorangan), badan hukum, kolektif (masyarakat adat) maupun yang dikuasai oleh negara berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah.20

Pemegang hak penguasaan tanah memiliki wewenang,kewajiban ataupun larangan untuk melakukan sesuatu yang bersangkutan dengan tanah yang telah dihaki. Hal yang wajib ataupun dilarang untuk diperbuat akan menjadi tolak ukur dari isi hak penguasaan tanah dimana ada pembeda di antara hak-hak penguasaan tanah yang telah diatur dalam hukum tanah.21Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh negara dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA untuk digunakan dan dimanfaatkan.22 Menurut Wantjik Saleh, dengan diberikannya hak atas tanah, maka antara orang atau badan hukum itu telah terjalin suatu hubungan hukum, dimana dapat dilakukan perbuatan hukum oleh yang mempunyai hak itu terdapat tanah kepada pihak lain.23

Berlakunya UUPA menghapus segala jenis hak yang berlaku pada masa kolonial.Sebagai ganti dari hak-hak berdasarkan hukum kolonial adalah jenis-jenis hak yang disebut dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan peraturan

20 Ali Achamd Chomzah, Op.Cit, hlm 74.

21 Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara, Edisi revisi, UB Press, Malang, 2011, hlm 25.

22Ibid.

23 Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Bogor, 1985, hlm 15.

(28)

lainnya.Hak-hak atas tanah tersebut dapat berasal dari konversi hak atau pengakuan hak dan pemberian hak.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 merupakan pelaksana Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yaitu:

“Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan landasan konstitusional bagi pembentukan politik hukum tanah nasional dan hukum tanah nasional, yang berisi 2 hal yaitu24 :

a. bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara;

b. tujuan Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 4 ayat (1) UUPA mengartikan tanah sebagai permukaan bumi.Dengan demikian, hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi.

Selanjutnya ayat (2) dan Pasal 4 tersebut menyatakan bahwa hak-hak atas tanah tersebut memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar

24 Urip Santoso, op.,cit, hlm 87.

(29)

diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan hukum lainnya.25

Berdasarkan Pasal 16 UUPA, sistematika hak-hak atas tanah didasarkan pada sistematika hukum adat. Sesungguhnya yang benar-benar hak atas tanah hanyalah :

a. Hak milik (HM)

b. Hak Guna Usaha (HGU) c. Hak Guna Bangunan (HGB) d. Hak Pakai (HP)

e. Hak Sewa (HS)

Undang-undang Pokok agraria dengan seperangkat peraturan pelaksanaannya bertujuan untuk terwujudnya jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah diseluruh wilayah Indonesia. Jika kita hubungkan dengan usaha-usaha Pemerintah dalam rangka penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah, maka pendaftaran tanah atau pendaftaran hak atas tanah adalah suatu sarana penting untuk terwujudnya kepastian hukum diseluruh wilayah Republik Indonesia dan sekaligus turut serta dalam penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah.26

25Oloan Sitorus dan M. Zaki sierra, Hukum Agraria di Indonesia Konsep Dasar dan Implementasi, Cetakan 1, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2006, hlm 71.

26Bachtiar Effendie, Pendafataran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan Pelaksanaannya, Cetakan Pertama, Offset Alumni, Bandung, 1993 hal. 3

(30)

Ketentuan tentang kewajiban bagi Pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia diatur dalam Pasal 19 UUPA, yaitu:

1. Untuk menjaminkan kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah;

2. Pendaftaran tersebut dalam Ayat 1 pasal ini meliputi:

a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

4. Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud ayat 1 diatasnya, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Pengertian pendaftaran tanah baru dimuat dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.27

Pendaftaran tanah bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum yang dikenal dengan sebutan Rechts Cadaster/Legal Cadaster. Jaminan kepastian

27 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendafataran Tanah

(31)

hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah ini meliputi kepastian status hak yang di daftar, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak.

Pendaftaran tanah ini menghasilkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.28 Kebalikan dari pendaftaran tanah yang Rechts Cadaster adalah Fiscaal Cadaster,yaitu pendaftaran yang bertujuan untuk menetapkan siapa yang wajib membayar pajak atas tanah, yang sekarang dikenal dengan sebutan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).29

Landasan Legal Cadaster memberikan suatu penjelasan bahwa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah rangkaian yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur. Meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah yang satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.30

Penyelenggaraan suatu legal cadaster kepada para pemegang hak atas tanah diberikan surat tanda bukti hak. Pemilikan atas surat tanda bukti hak tersebut, memberikan hak bagi pemegangnya, dengan mudah dapat membuktikan bahwa dialah yang berhak atas tanah yang bersangkutan. Data yang telah ada di

28Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hlm 2.

29Ibid.

30Widhi Handoko, Kebijakan Hukum Pertanahan Sebuah Refleksi Keadilan Hukum Progresif, Thafa Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 106.

(32)

kantor Pelayanan Pendaftaran Tanah mempunyai sifat terbuka bagi umum yang memerlukan. Calon pembeli dan calon kreditor dengan mudah bisa memperoleh keterangan yang diperlukan untuk mengamankan perbuatan hukum yang akan dilakukan, baik yang diperolehnya dari pihak pelayanan pendaftaran tanah maupun dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.31

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 mempunyai kedudukan yang sangat strategis dan menentukan, bukan hanya sekedar sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 19 UUPA, tetapi lebih dari itu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menjadi tulang punggung yang mendukung berjalannya administrasi pertanahan sebagai salah satu program Catur Tertib Pertanahan dan Hukum Pertanahan dan Indonesia. Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhanan, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka (Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Sedangkan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, menerangkan bahwa pendaftaran tanah bertujuan:

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan tersmasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Menurut Soedikno Mertokusumo menyatakan bahwa dalam pendaftaran tanah dikenal dua macam asas, yaitu:

31Ibid.

(33)

1. Asas Specialiteit

Artinya pelaksanaan pendaftaran tanah itu diselenggarakan atas dasar peraturan perundang-undangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pendaftaran tanah dapat memberikan kepastian hukum terhadap hak atas tanah, yaitu memberikan data fisik yang jelas mengenai luas tanah, letak, dan batas-batas tanah. Sebelum melakukan pengukuran perlu dilakukan penentuan letak batas.Penetuan letak batas ini dilakukan oleh pemilik tanah dan para pemilik tanah yang berbatasan secara kontradiktur, atau dikenal dengan asas Contradictoire Delimitatie.Penetuan letak batas secara kontradiktur merupakan perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Perjanjian ini melibatkan semua pihak, masing-masing harus memenuhi kewajiban menjaga letak batas.32

2. Asas Openbaarheud (Asas Publisitas)

Artinya, asas ini memberikan data yuridis tentang siapa yang menjadi subyek haknya, apa nama hak atas tanah, serta bagaimana terjadinya peralihan dan pemebebananya. Data ini sifatnya terbuka untuk umum, artinya setiap orang dapat melihatnya. Berdasarkan asas ini, setiap orang berhak mengetahui data

32 Urip Santoso, Op.Cit, hlm 16.

(34)

yuridis tentang subyek hak, nama hak atas tanah, peralihan hak, dan pembebanan hak atas tanah yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, termasuk mengajukan keberatan sebelum sertifikat diterbitkan, sertifikat pengganti, sertifikat yang hilang atau sertifikat yang rusak.

Ketentuan lain terkait dengan asas-asas dalam pendaftaran tanah juga ditemui di dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas:

1. Asas Sederhana 2. Asas Aman 3. Asas Terjangkau 4. Asas Mutakhir 5. Asas Terbuka33

b. Tinjauan Umum Grondkaart

Grondkaart berasal dari bahasa Belanda yang terdiri dari kata Grond yang berarti tanah dan Kaart berarti peta tanah. Di Indonesia, Grondkaart sebagai bukti penguasaan tanah perkeretaapiaan dalam sebuah sistem perundang-undangan, hal ini lah yangmenjelaskan kedudukan Grondkaart.34

Grondkaart merupakan surat ukur atau gambar teknis oleh landmaster (petugas pengukur tanah) dan disahkan oleh kepala kantor

33Ibid, hlm 17.

34https://kai.id/information/full_news/1999-grondkaart-sebagai-bukti-kepemilikan-kai. Di akses pada tanggal 6 Desember 2018, Pukul 07.17 WIB.

(35)

kadastersetempat.35Grondkaart digunakan untuk melakukan penguasaan dan pengambilalihan tanah-tanah yang berada di dalam Grondkaart yang menjadi hak atas tanah perkeretaapian yang selama ini digunakan sebagai bukti penguasaan tanah oleh PT. KAI (Persero).

Fungsi dari grondkaart adalah gambar atau peta hasil pengukuran yang dibuat untuk keperluan instansi pemerintah. Kedudukan grondkaart pada saat ini menjadi polemik sejak diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria, karena meskipun grondkaart diakui sebagai alat bukti penguasaan, akan tetapi tidak termasuk kedalam bukti-bukti hak lama yang dapat dikonversi menjadi salah satu hak menurut UUPA.36

Grondkaart ini yang membuktikan sebagai salah satu tanda bahwa telah terjadi sesuatu penguasaan oleh instansi atau departemen yang bersangkutan.Grondkaart dapat digunakan oleh pemerintah dalam hal ini dipergunakan untuk aset PT kereta Api Indonesia dengan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahan- Perusahaan Milik Belanda menyatakan bahwa37:

“Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik penuh dan bebas Negara Republik Indonesia.”

35Rizky Yulia Chandra, “Kekuatan Hukum Grondkaart Milik PT Kereta Api Indonesia (studi Kasus Penguasaan Tanah di Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang”, Diponegoro Law Review, Edisi No.2, Vol 6, (2017), hlm 3.

36Ibid.

37Undang-Undang Nomor 58 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahan-Perusahaan Milik Belanda

(36)

Aset perusahaan kereta api berdasarkan undang-undang nasionalisasi menjadi aset Djawatan Kereta Api yang sekarang PT Kereta Api Indonesia (Persero). Semua tanah aset PT Kereta Api Indonesia berkapasitas sebagai kekayaan negara yang dipisahkan dan tunduk kepada undang-undang perbendaharaan negara.38

Tanah-tanah yang dikuasai oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan warisan perusahaan kereta api pada zaman kolonial Belanda. Pada zaman Hindia Belanda terdapat dua macam perusahaan kereta api di Indonesia yaitu perusahaan kereta api negara (Staats Spoorwegen disngkat SS) dan perusahaan kereta api swasta (Verenigde Spoorwegbedriff disingkat VS). Sejak tanggal 18 Agustus 1945, aset perusahaan kereta api negara (Staats Spoorwegen yang disingkat SS) secara otomatis menjadi aset DKA.Sejak terbentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia maka semua aset SS diuraikan dengan bukti penguasaan berupa grondkaart sebagai satu-satunya bukti yang dimiliki PT.

Kereta Api Indonesia (Persero) untuk melakukan pengambilalihan ulang terhadap tanah yang merupakan aset yang menjadi warisan perusahan kereta api zaman belanda.

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan jasa dalam bidang angkutan atau transportasi.

Sebagaimana diberlakukannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

38Undang-Undang Nomor 58 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahan-Perusahaan Milik Belanda.

(37)

Badan Usaha Milik Negara, bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara hanya dibatasi ke dalam dua bentuk yakni Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum).39

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Berdasarkan Pasal 11 undang-undang Badan Usaha Milik Negara dikatakan bahwa terhadap BUMN Persero berlaku prinsip-prinsip perseroan terbatas, adalah merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian.Hal ini menimbulkan konsekuensi terhadap BUMN Persero adalah merupakan badan hukum yang didirkan berdasarkan perjanjian yang tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.40

Memperhatikan sifat-sifat dasar usaha Badan Usaha Milik Negara, yakni memupuk keuntungan dan melaksanakan kemanfaatan umum.Fungsi BUMN tidak hanya melaksanakan fungsi komersial semata dengan mengedepankan orientasi keuntungan tetapi harus pula melaksanakan fungsi sosial.41

Diatur dalam UUPA mengenai subjek hukum yang dapat menjadi pemegang hak atas tanah yaitu, manusia (natuurlijke persoon) dan badan hukum

39Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Cetakan 2, FH. UII Press, Yogyakarta, 2014, hlm 164.

40Maria S.W. Sumardjono, Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan Bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, Cetakan 1, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2009, hlm 36.

41Aminuddi Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, Cetakan 1, Kencana, Jakarta, 2012, hlm 77.

(38)

(rechtpersoon). Pengaturan keberadaan dan jenis hak atas tanah badan hukum (rechtpersoon),42 ditemukan dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2); Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 53 UUPA. Pasal 4 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa:

“(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum;

(2)Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.”

Terhadap hak-hak atas tanah yang dimilki oleh badan hukum Indonesia ialah: (a) hak milik yang diberikan kepada badan-badan hukum tertentu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 1963; (b) hak guna usaha (HGU); dan (c) hak guna bangunan (HGB). Sedangkan hak pakai dapat dimilki badan hukum Indonesia dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.43

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam peniltian ini adalah yuridis empiris yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat atau dengan kata lain yaitu suatu penelitian yang

42Darwin Ginting, Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah Bidang AgribisnisHak Menguasai Negara Dalam Sistem Hukum Pertanahan Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm 77-78.

43Ibid.

(39)

dilakukan dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah.44

2. Objek Penelitian

Objek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kekuatan pembuktian grondkaart milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dan faktor penyebab tumpang tindih kepemilikan di Kantor Pertanahan Kabupaten Kudus.

3. Subjek Penelitian

a. Kantor Pertanahan Kabupaten Kudus 4. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data-data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui proses wawancara terhadap narasumber yang dianggap mengetahui segala informasi yang diperlukan dalam penelitian, yang berupa pengalaman praktek dan pendapat subjek penelitian tentang segala sesuatu yang berkaitan kekuatan pembuktiangrondkaart milik PT Kereta Api Indonesia (persero).

b. Data Sekunder

44Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cetakan 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm 15.

(40)

Data sekunder adalah data-data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan mempelajari dan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan penelitian.Data tersebut didapat melalui peraturan- peraturan, buku-buku kepustakaan, dokumen-dokumen, jurnal dan lainnya terkait penelitian.

1) Bahan Hukum Primer yaitu bahan yang berupa perundang- undangan dan memiliki kekuatan mengikat, meliput:

a) Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda

b) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

c) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroran Terbatas

d) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

e) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah Negara

f) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1959 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda

g) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai

(41)

h) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

i) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)

j) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalah Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan

k) Peraturan Perundang-Undangan yang terkait.

2) Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum berupa buku-buku atau tulisan-tulisan hukum yang terkait dengan masalah yang diteliti.

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer

3) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang mendukung keberadaan bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Kamus Bahasa Indonesia, dan lainnya.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan dua metode: pertama, menggunakan library research yang mana metode penelitian ini nantinya menggunakan teori-teori yang diambil dari buku literature yang mendukung

(42)

dan relevan dengan judul tesis ini. Kedua, peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research) yang sesuai dengan objek yang peneliti pilih.45

a. Penelitian Kepustakaan (library research)

Pada hakekatnya data yang diperoleh dengan penelitian perpustakaan dapat dijadikan landasan dasar dan alat utama bagi pelaksanaan penelitian lapangan, penelitian kepustakaan bertujuan untuk mengkaji, meneliti dan menelusuri data-data yang terkait dengan penelitian.

b. Penelitian Lapangan (Field research)

Dilakukan guna untuk mendapatkan data primer sebagai pendukung analisis hasil penelitian bagi penulis.Penelitian lapangan dilakukan dengan wawancara terarah, pada lembaga-lembaga tertentu terkait dengan permasalahan dalam tesis penulis.Penelitian lapangan ini pada hakekatntya merupakan metode untuk menemukan secara spesifik dan realis tentang kehidupan masyarakat.Penelitian lapangan (field research) ini bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam masyarakat.46

6. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan sosiologis. Pendekatan perundang- undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua regulasi atau peraturan-peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan isu

45Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm 24.

46Ibid.

(43)

hukum yang akan diteliti.47Pendekatan sosiologis dilakukan dengan menekankan penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan hukum secara empiris dengan terjun langsung ke objeknya.48

7. Pengelolaan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitumendeskripsikan data yang telah terkumpul dengan rangkaian kalimat yang berbentuk narasi dari daya kualitatif.

F. Kerangka Penulis

Sistematika penulisan ini merupakan gambaran serta argumentasi mengenai isi dari tesis yang nantinya akan ditulis. Sistematika penulisan ini disajikan dalam bentuk bab serta sub bab secara sistematis dan rinci serta memuat alasan-alasan yang logis mengapa suatu materi tulisan dalam bab-bab tertentu dan keterkaitan antara satu bab dengan bab yang lain.

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang memuat antara lain latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan kerangka pemikiran.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini berisikan tinjauan pustaka yang menyajikan landasan teori tentang tinjauan umum grondkaart, Hak Penguasaan Atas Tanah, Tinjauan Umum Tanah

47Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan 1, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hlm 51.

48Ibid.

(44)

Negara, Tinjauan Umum Sertifikat Hak Atas Tanah, Tinjauan Umum Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda, Tinjauan Umum Penguasaan Tanah Milik Orang Lain Dalam Prespektif Islam.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan kekuatan hukum grondkaart milik PT Kereta Api Indonesia (persero), bab ini nantinya akan menguraikan mengenai hasil penelitian yang relevan dan sistematis dengan permasalahan mengenai pembahasan dari penelitian kekuatan pembuktiangrondkaart milik PT.

Kereta Api Indonesia (persero) dan faktor apa yang menyebabkan tumpang tindih kepemilikan hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Kudus.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan dan masalah-masalah yang dirumuskan dalam penelitian. Setelah mengambil kesimpulan dari data seluruh data yang diperoleh dari penelitian dapat pula memberikan saran-saran yang membangun demi kesempurnaan.

(45)

30 BAB II

TINJAUAN UMUMGRONDKAART MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

AGRARIA A. Tinjauan Umum Grondkaart

1. Pengertian Grondkaart

Secara harfiah grond berarti tanah dan kaart berarti peta atau berarti peta tanah.Pemahamannya secara hukum menjadi luas dan sempurna karena legalitas Grondkaart memenuhi syarat hukum formil dan hukum materiil yang berlaku.

Mengenai Grondkaart sebagai pengganti resmi dari bukti administrasi tentang kepemilikan lahan, yang artinya Grondkaart dijadikan alas hak kepemilikan lahan yang secara sah secara hukum.Grondkaart merupakan penampang lahan yang dibuat dari suatu surat kepemilkan tanah yang sah dan memiliki landasan hukum sesuai peraturan yang berlaku.

Grondkaart merupakan surat ukur atau gambar teknis oleh landmester (petugas pengukur tanah) dan disahkan oleh kepala kantor kadaster dan residen setempat serta memiliki dasar hukum berupa keputusan (belsuit) dan atau penetapan (beschiking). dan dapat digunakan sebagai referensi awal bagi proses pembuktian hak kepemilikan lahan. Tanah-tanah tersebut sebelumnya sudah

(46)

dibebaskan dari pihak lain kemudian dibestemmingkan (diserahkan) kepada Staats Spoorwegen (SS).49

Sertifikat hak atas tanah harus diperlukan dan dibuat untuk memperkuat kepastian hukum Grondkaart sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah perkeretaapian.Grondkaart digunakan untuk melakukan penguasaan dan pengambilalihan tanah-tanah yang berada di dalam grondkaart yang menjadi hak atas tanah perkeretaapian yang selama ini diguanakan sebagai bukti penguasaan tanah oleh PT KAI (Pesero).Grondkaart atau peta blok itulah yang menjadi satu-satunya bukti yang dimilki oleh PT KAI (Persero) untuk melakukan pengambilalihan ulang aset-aset berupa tanah dan bangunan yang menjadi warisan perusahaan kereta api zaman Belanda. PT KAI (Persero) memilik bukti hukum berupa grondkaart (Peta Tanah) sebagai bukti penguasaan atas tanah yang dipakai pada zaman Belanda.

Sejak tanggal 18 Agustus 1945, aset perusahaan kereta api negara (Staats Spoorwegen yang disingkat SS) secara otomatis menjadi aset Djawatan Kereta Api dan tanah-tanah yang sudah di-bestemming-kan kepada SS lalu diukur, dipetakan dan diuraikan dalam grondkaart. Pembuatan grondkaart dilakukan menurut teknik geodesi oleh landmester yaitu petugas pengukuran kadaster.Setiap grondkaart disahkan oleh Kepala Kantor Kadaster dan Residen

49 Rizky Yulia Chandra, “Kekuatan Hukum Grondkaart Milik PT. Kereta Api Indonesia (Studi Kasus Penguasaan Tanah Di Kelurahan Tanjung Mas Kota Semarang)”, Diponegoro Law Journal, Vol. 6, (2017), hlm 8.

(47)

setempat untuk terpenuhinya suatu legalitas agar sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Grondkaart melewati suatu proses pembuatan yang bersifat normal, legal dan teknis yang berdasarkan surat ukur dari kadaster yang merupakan Badan Pertanahan Nasional pada zaman kolonial pada waktu itu yang kemudian disahkan oleh pejabat terkait. Grondkaart adalah arsip (kartografi dan manuskrip) yang berisi data pengukuran dan pemetaan tanah untuk keperluan kereta api yang menjelaskan batas-batas tanah yang berada dalam hak penguasaan kereta api yang dibuat berdasarkan suarat ukur sebagai bukti bahwa tanah itu memiliki hak penguasaan yang jelas dan konkrit, dan dapat dialihkan kepada kereta api untuk digunakan sesuai kepentingan.

Surat Direktoral Jendral Pembinaan Badan Usaha Milik Negara Menteri Keuangan Kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor S-11/MK.16/1994 tanggal 24 Januari 1995, menyatakan:

“Tanah-tanah yang diuraikan dalam Grondkaart pada dasarnya adalah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan sebagai aktiva tetap Perumka. Berkenaan dengan hal itu maka tanah-tanah tersebut pada dimantapkan statusnya menjadi milik/kekayaan Perumka”

Tanah-tanah yang diuraikan dalam Grondkaart pada dasarnya lokasi dan lintas, peta, batas tanah, skala dan arah, tahun pengesahan, surat ketetapan (beschking) yang disahkan oleh pejabat yang berwenang, daftar pembebasan tanah, demografis dan geografis, emplasemen dan atau depo serta jalur keret api, legenda, angka piket (patok kilometer) dan batas tanah.

(48)

2. Fungsi Grondkaart

Fungsi Grondkaartsama dengan surat tanda kepemilikan hak bagi perorangan atau badan hukum swasta. Grondkaart memiliki dua fungsi, yaitu:

a. Fungsi kepemilikan yaitu menegaskan hak kepemilikan atas lahan tersebut.

b. Fungsi kepentingan yaitu menunjuk pada tujuan objek yang dimuat dalam Grondkaart serta pihak-pihak yang berkepntingan atas objek didalam Grondkaart.

Bukti kepemilikan ditunjukan melalui pencantuman dari pejabat kadaster (Badan Pertanahan Nasional jaman kolonial) yang memberikan persetujuan atas Grondkaart tersebut. Dengan adanya pencantuman pejabat kadaster ini, bisa diketahui bahwa Grondkaart dibuat berdasarkan hasil pengukuran tanah oleh petugas kadaster (surat ukur tanah. Dengan demikian yang diterbitkan oleh lembaga pertanahan pada zamannya.50

Kekuatan hukum lain yang dimiliki oleh Grondkaart adalah pencantuman surat keputusan surat ketetapan pejabat pemerintah sesuai fungsinya. Surat keputusan atau ketetapan pejabat yang berwenang memuat penjelasan tentang riwayat tanah yang tertera dalam Grondkaart serta proses kepemilikan oleh subjek yang tercatat pada Grondkaart terkait.51

Dengan demikian disamping dari kadaster.Grondkaart memiliki kekuatan hukum dari pejabat pemerintah yang berwenang untuk mengesahkan

50https://www.kompasiana.com/santiswari/5d82e87a0d82303c2a74c912/kekuatan-hukum- grondkaart-sebagai-alas-hak, akses 19 September 2019.

51Ibid.

(49)

kepemilikan lahan dan pembuktiannya melalui Grondkaart.Yang tercantum pada Grondkaart seperti ketetapan Direktur Pekerjaan Umum (OpenbareWaken), direktur Badan Usaha Milik Negara (Government Bedrijven) atau direktur Perhubungan (Vekeer). Ketiga ketetapan ini bersumber pada surat keputusan (belsuit) Gubernur Jendral sebagai kepala koloni.

Sehingga Grondkaart memiliki kekuatan hukum ganda oleh karenanya peraturan perundang-undangan setelah negara merdeka masih menggunakan Grondkaart.Semua arsip yang melandasi Grondkaart masih tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).Semua arsip ini menjelaskan kepemilikan tanahnya dan penggunaan Grondkaart.

B. Hak Penguasaan Atas Tanah

1. Pengertian Penguasaan Hak Atas Tanah

Menurut Pasal 1 UUPA, ruang lingkup bumi adalah permukaan bumi, dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada dibawah air. Permukaan bumi sebagai bagian dari bumi juga disebut tanah.Tanah yang dimaksud bukan dalam pengaturan di segala aspek, tetapi hanya mengatur salah satunya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah.52

Penguasaan atas tanah dalam hal ini ialah hak untuk menggunakan, mengurus akan tetapi belum tentu memiliki. Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis, juga beraspek privat dan

52Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Pertanahan Jilid 1, Cetakan 1, Prestasi Pustaka Publisher, 2004, hlm 10.

(50)

beraspek yuridis.Penguasaan yuridis ialah penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Misalnya tanah yang dimiliki disewakan kepada pihak lain dan penyewa yang menguasai secara fisik.53 Biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisik dilakukan oleh pihak lain.

Penguasaan yuridis dan fisik atas tanah ini dipakai dalam aspek privat, sedangkan penguasaan yuridis yang beraspek publik, yaitu penguasaan atas tanah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Pasal 2 UUPA.54

Hak penguasaan atas tanah adalah suatu hubungan hukum yang memberi wewenang untuk berbuat sesuatu kepada subjek hukum (orang/badan hukum) terhadap objek hukumnya.Pengertian tersebut dilandasi pada ketentuan Pasal 4 Ayat (2) UUPA.Objek hukum yang dimaksud adalah tanah yang dikuasainya. Dalam hal ini pemegang hak atas tanah diberikan wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, termasuk juga bumi, air serta yang ada di dalam maupun di atas. Penggunaan tanah tersebut hanya digunakan dalam batas-batas yang telah ditentukan UUPA maupun UUD.55

53 Samun Ismaya, Hukum Administrasi Pertanahan, Cetakan 1, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013, hlm 144.

54Ibid.

55 Erna Sri Wibawanti dan R. Murjiyanto, Hak Atas Tanh dan Peralihannya, Cetakan 1, Liberty, Yogyakarta, 2019, hlm 11.

Referensi

Dokumen terkait

Daftar nama Desa/Kelurahan di Kecamatan Weru di Kota/Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) :. - Kelurahan/Desa Alasombo (Kodepos : 57562) - Kelurahan/Desa Grogol

Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran campuran gas asetilen-udara atau asetilen-N 2 O, tergantung suhu yang dibutuhkan untuk membuat unsur analit

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman Yogyakarta penelitian ini mempunyai kontribusi atau implikasi tentang persepsi

Namun, ketika pengujian dikaitkan dengan tingkat pengungkapan dari transaksi derivatif dan perusahaan pengguna derivatif dikelompokkan menjadi pengguna derivatif yang

PKSA dirancang sebagai upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan dan

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pelayanan Informasi Publik Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah;1. Peraturan Gubernur Jawa

Pembahasan hasil penelitian adalah bagian yang menyajikan penafsiran dari hasil-hasil penelitian, pengujian hipoteisis, membandingkan temuan-temuan itu dengan

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL. Bidang Usaha