• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KERAWANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN (Kasus: Kelurahan Belawan II, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KERAWANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN (Kasus: Kelurahan Belawan II, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan) SKRIPSI"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

GLORI SYLVIA SIMANJUNTAK 160304087

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS KERAWANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN (Kasus: Kelurahan Belawan II, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan)

SKRIPSI

GLORI SYLVIA SIMANJUNTAK 160304087

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

Universitas Sumatera Utara

(3)

FAKULTAS PER

(4)

Universitas Sumatera Utara

(5)

ABSTRAK

GLORI SYLVIA SIMANJUNTAK (160304087) dengan judul skripsi Analisis Kerawanan Pangan Rumah Tangga Miskin (Kasus: Kelurahan Belawan II,

Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan). Penelitian ini dibimbing oleh

Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Nurul Fajriah Pinem, S.P, M.P sebagai anggota komisi pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis ketersediaan pangan, akses pangan, pemanfaatan pangan, dan tingkat kerawanan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan. Metode analisis data yang digunakan adalah analsis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II tergolong dalam pangan kurang tersedia, akses pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II tergolong kurang terjangkau, pemanfaatan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II belum mencapai skor pola pangan harapan, dan tingkat kerawanan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II tergolong dalam rawan pangan.

Kata kunci: Kerawanan Pangan, Pola Pangan Harapan, Tingkat Kerawanan Pangan Rumah Tangga

(6)

ii

ABSTRAK

GLORI SYLVIA SIMANJUNTAK (160304087) with the title of thesis is Analysis of Poor Household’s Food Insecurity (Case: Kelurahan Belawan II,

Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan). Supervised by Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec as the Chairperson of Supervisory

Committee and Ibu Nurul Fajriah Pinem, S.P, M.P as the Member of the Supervisory Committee.

The purpose of this research was to analyze food availability, food access, food utilization, and level of poor household’s food insecurity in Kelurahan Belawan II, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan. Data analysis research method used is descriptive quantitative analysis. The results showed that the food availability of poor household’s in Kelurahan Belawan II is classified into less available food, the food access of poor household’s in Kelurahan Belawan II is classified into less accessible, the food utilization of poor household’s in Kelurahan Belawan II had not reached the expectation of desirable dietary pattern, and the level of poor household’s food insecurity in Kelurahan Belawan II is classified into food insecurity.

Keywords: Food Insecurity, Desirable Dietary Pattern (DDP), Level of Household Food Insecurity

Universitas Sumatera Utara

(7)

RIWAYAT HIDUP

Glori Sylvia Simanjuntak, lahir di Medan pada tanggal 23 Januari 1999. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri dari Bapak Ir. Pangihutan Simanjuntak dan Ibu Tioma Manalu.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 2004 masuk Sekolah Dasar di SD Swasta Yaperi Medan dan lulus pada tahun 2010.

2. Tahun 2010 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 21 Medan dan lulus pada tahun 2013.

3. Tahun 2013 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 17 Medan dan lulus pada tahun 2016.

4. Tahun 2016 menempuh pendidikan di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN.

5. Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara dari bulan Juli 2019- Agustus 2019.

6. Melaksanakan Penelitian di Kelurahan Belawan II, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan pada Bulan Februari-Maret 2020.

(8)

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat dan kemuliaan penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas hikmat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Kerawanan Pangan Rumah Tangga Miskin (Kasus: Kelurahan Belawan II, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan)”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan setulus hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, yaitu kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan motivasi serta mendukung dan membantu penulis hingga dapat menyelesaikan skirpsi ini dengan baik. Kebijaksanaan, ketegasan dan ketepatan sikap bapak menjadi panutan bagi penulis.

2. Ibu Nurul Fajriah, S.P, M.P selaku anggota komisi pembimbing yang bersedia meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan motivasi, memberikan pengarahan dan memberi kemudahan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Kesabaran dan keikhlasan ibu menjadi panutaan bagi penulis.

3. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis serta seluruh pegawai Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

(9)

Universitas Sumatera Utara khususnya pegawai Program Studi Agribisnis yang telah membantu seluruh proses administrasi.

4. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta Bapak Ir. Pangihutan Simanjuntak dan Ibu Tioma Manalu yang selalu mendoakan penulis dengan sepenuh hati dan dengan tidak putus-putusnya, memberikan semangat, nasihat, pengertian serta dukungan baik secara materi maupun non materi, juga kasih sayang dan perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana ini tepat pada waktunya.

5. Kepada kakak dan adik tersayang Grace Yustia Simanjuntak S.Sos dan Gabryela Simanjuntak yang telah memberikan doa, perhatian, curahan kasih sayang dan dorongan semangat selalu menguatkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proses pendidikan ini. Juga seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat kepada saya selama penyelesaian skripsi ini.

6. Kepada sahabat terkasih Januarti Tamba, S.P yang selalu ada untuk penulis, memberikan semangat, kasih sayang, masukan dan membantu penulis sejak masa perkuliahan hingga dalam penyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada sahabat Kristal Dollar Siahaan, Lery Kristin Perangin-Angin, Novia Perangin-Angin, Elvira Eka Putri, Melani Sinaga yang selalu memberikan dukungan dan mendengarkan segala keluh kesah penulis selama proses perkuliahan hingga penulisan skripsi ini.

8. Kepada teman-teman seperjuangan Agribisnis stambuk 2016, yang telah banyak membantu dan menjadi penyemangat penulis selama masa perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.

(10)

vi

9. Kepada responden penelitian yang telah meluangkan waktu dan kesempatan untuk diwawancarai oleh penulis demi kesempurnaan penelitian penulis serta kepada semua pihak yang terlibat yang telah mendukung.

Namun demikian penulis menyadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Juli 2020

Penulis

Universitas Sumatera Utara

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 10

1.3 Tujuan Penelitian... 11

1.4 Manfaat Penelitian... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rawan Pangan... 12

2.1.1 Ketersediaan Pangan... ... 14

2.1.2 Akses Pangan... 15

2.1.3 Pemanfaatan Pangan... 17

2.2 Pola Pangan Harapan... 18

2.3 Landasan Teori... 20

2.3.1 Teori Kemiskinan... 20

2.3.2 Teori Permintaan... 22

2.3.3 Teori Konsumsi... 25

2.4 Penelitian Terdahulu... 26

2.5 Kerangka Pemikiran... 28

2.6 Hipotesis Penelitian... 29

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian... 31

3.2 Metode Penentuan Sampel... 31

3.3 Metode Pengumpulan Data... 32

3.4 Metode Analisis Data... 33

(12)

viii

3.5.1 Defenisi Operasional... 36

3.5.2 Batasan Operasional... 37

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian... 38

4.1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 38

4.1.2 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin... 38

4.1.3 Distribusi Penduduk Menurut Umur... 39

4.1.4 Distribusi Penduduk Menurut Agama... 39

4.1.5 Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan... 40

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian ... 41

4.2.1 Umur ... 41

4.2.2 Jumlah Anggota Keluarga ... 42

4.2.3 Tingkat Pendidikan... 42

4.2.5 Tingkat Pendapatan ... 43

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ketersediaan Pangan... 44

5.2 Akses Pangan... 65

5.3 Pemanfaatan Pangan ... 70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 81

6.2 Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1 Pengelompokan Bahan Makanan dalam NBM 2

1.2 Jumlah Penduduk Rawan Pangan di Indonesia (2014-2019)

4 1.3 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia (2014-2019) 5 1.4 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di

Sumatera Utara Tahun 2014-2018 (Ribu Jiwa)

6 1.5 Data Kelurahan Miskin Kota Medan Tahun 2018 8 1.6 Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Menurut

Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2019

9 1.7 Pertumbuhan Penduduk Kelurahan Belawan II Tahun

2014-2018

10 2.1 Standar Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional 18

2.2 Susunan Pola Pangan Harapan Nasional 20

4.1 Penduduk Menurut Jenis Kelamin 38

4.2 Penduduk Menurut Kelompok Umur 39

4.3 Penduduk Menurut Agama 40

4.4 Penduduk Menurut Pekerjaan 40

4.5 Sebaran Umur Responden 41

4.6 Sebaran Jumlah Anggota Keluarga Responden 42

4.7 Sebarab Tingkat Pendidikan Responden 43

4.8 Sebaran Pendapatan Rumah Tangga Responden 43 5.1 Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Miskin di

Kelurahan Belawan II

45 5.2 Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Padi-padian

47 5.3 Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Umbi-umbian

49 5.4 Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Pangan Hewani

52 5.5 Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Minyak dan Lemak

54 5.6 Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok Buah

dan Biji Berminyak

56 5.7 Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Kacang-kacangan

58 5.8 Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok Gula 60 5.9 Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Sayur-sayuran

62 5.10 Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Buah-buahan

64 5.11 Persentase Jalan yang Tidak Dapat Dilalui oleh 67

(14)

x

5.12 Persentase Jarak Pasar Lebih dari 3 Km 67

5.13 Persentase Rumah Tangga yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan

68

5.14 Rata-Rata Persentase Pengeluaran Pangan 69

5.15 Keragaman Pangan dan Skor Pola Pangan Harapan Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Belawan II

71 5.16 Angka Kecukupan Gizi Rumah Tangga Miskin di

Kelurahan Belawan II

72 5.17 Aspek Kerawanan Pangan Rumah Tangga Miskin 76

Universitas Sumatera Utara

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Kurva Permintaan 24

2.2 Skema Kerangka Pemikiran 29

5.1 Grafik Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Belawan II

46 5.2 Grafik Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Padi-padian

49 5.3 Grafik Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Umbi-umbian

51 5.4 Grafik Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Pangan Hewani

53 5.5 Grafik Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Minyak dan Lemak

55 5.6 Grafik Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Buah dan Biji Berminyak

57 5.7 Grafik Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Kacang-kacangan

59 5.8 Grafik Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Gula

61 5.9 Grafik Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Sayur-sayuran

63 5.10 Grafik Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok

Buah-buahan

65 5.11 Grafik Pengeluaran Rumah Tangga Miskin di Kelurahan

Belawan II

70

(16)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul

1 Karakteristik Sampel Penelitian 2 Akses Pangan Sampel Penelitian 3 Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan 4 Perhitungan Pangsa Pengeluaran Pangan 5 Tingkat Kecukupan Energi Rumah Tangga

Universitas Sumatera Utara

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Kebutuhan pangan dikatakan kebutuhan fundamental karena jika tidak terpenuhi, maka kehidupan seseorang dapat dikatakan tidak layak. Pemenuhan kebutuhan pangan pangan sangat penting karena menentukan kualitas dari sumber daya manusia.

Sebagai kebutuhan dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional (Bulog, 2014).

Pengertian Pangan menurut Pasal 1 angka 1 UU (UU No. 7/1996) adalah: “Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman”. Adapun pengelompokan dari pangan berdasarkan neraca bahan makanan dapat dilihat dari tabel berikut ini:

(18)

Tabel 1.1 Pengelompokkan Bahan Makanan dalam NBM

No. Kelompok Pangan Jenis Bahan Makanan 1. Padi-padian Tepung gandum, padi gagang/gabah, beras 2. Makanan Berpati Ubi jalar, ubi kayu, tapioka, sagu/tepung sagu 3. Gula Gula pasir, gula merah (gula aren)

4. Buah/Biji Berminyak

Kacang tanah berkulit, kacang tanah lepas kulit, kedelai, kacang hijau, kelapa berkulit/daging, kelapa daging/ kopra

5. Buah-buahan Alpukat, jeruk, duku, durian, jambu, mangga, nanas, pepaya, pisang, sawo, dan lainnya 6. Sayur-sayuran Bawang merah, bawang putih, ketimun, kacang

panjang, kentang, kubis, tomat, wortel, cabai merah, terung, sawi, bawang daun, kangkung, buncis, bayam, dan lainnya

7. Daging Daging sapi, daging kerbau, daging kambing, daging domba, daging ayam kampung, daging ayam ras, daging itik, dan jeroan

8. Telur Telur ayam kampung, telur ayam ras, telur itik 9. Susu Susu sapi, susu olahan

10. Ikan Tuna/cakalang, kakap, bawal, teri, kembung, bandeng, mujair, ikan mas, nila, udang, cumi- cumi dan sotong, dan lainnya

11. Minyak dan Lemak Minyak goreng sawit, minyak goreng kelapa, minyak kacang tanah, lemak sapi, lemak kerbau, lemak kambing, lemak domba

Sumber: Panduan Neraca Bahan Makanan (NBM), 2019

Secara nasional, kewajiban mewujudkan ketahanan pangan tertuang secara eksplisit dalam UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dimana dalam konsep ketahanan pangan telah termuat aspek keamanan, mutu dan keragaman sebagai kondisi yang harus dipenuhi dalam kebutuhan pangan penduduk secara cukup dan merata serta terjangkau. Kondisi ketahanan pangan yang diperlukan juga mencakup persyaratan bagi kehidupan sehat. Definisi ketahanan pangan sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan adalah sebagai berikut :

“Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata terjangkau” (Sumarmi, 2010).

Universitas Sumatera Utara

(19)

Pola konsumsi digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat ketahanan pangan. Pola konsumsi merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi. Sebagai kebutuhan manusia yang paling asasi, ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya akan selalu berusaha mencukupi kebutuhannya dengan berbagai cara. Dalam perkembangan peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup yang maju, mandiri, dan sejahtera, dituntut ketersediaan pangan tidak hanya jumlahnya tetapi juga kualitas gizi dan merata. Oleh karena itu kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat penting untuk mewujudkan perkembangan sumber daya manusia yang sehat, aktif, dan produktif.

Pengukuran pola konsumsi pangan dapat diamati melalui parameter Pola Pangan Harapan (PPH). Pola Pangan Harapan (PPH) adalah suatu pedoman komposisi beragam pangan yang mampu menyediakan energi dan zat gizi yang dibutuhkan oleh rata-rata penduduk dengan jumlah yang cukup dan seimbang serta memberikan mutu makanan yang baik. Skor PPH yang maksimal (ideal) adalah 100. Semakin tinggi skor mutu gizi pangan menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik komposisi dan mutu gizinya.

Dalam menghadapi masalah pangan ini, fokus ketahanan pangan tidak hanya pada penyediaan pangan tingkat wilayah tetapi juga penyediaan dan konsumsi pangan tingkat daerah dan rumah tangga bahkan individu dalam memenuhi kebutuhan gizinya. Penyelesaian masalah pangan dimulai dari tingkat individu dan rumah tangga, ketika masalah pangan ditingat individu dan rumah tangga teratasi, maka akan memperbaiki masalah pangan diwilayah atau daerah tersebut.

(20)

Masalah pangan merupakan masalah ekologi (Gibson, 2005). Masalah pangan yang semakin kompleks lambat laun dapat menciptakan masalah kerawanan pangan.

Kerawanan pangan diartikan sebagai kondisi suatu daerah, masyarakat, atau rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan.

Kerawanan pangan dapat terjadi secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu (kronis) yang disebabkan oleh keterbatasan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM), dan dapat pula terjadi akibat keadaan darurat seperti bencana alam, kerusuhan, musim yang menyimpang, konflik sosial dan sebagainya (transien). Berikut ini adalah tabel yang akan menjelaskan jumlah penduduk rawan pangan di Indonesia pada tahun 2014-2018.

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Rawan Pangan di Indonesia (2014-2018) Tahun Jumlah (Juta Jiwa) Persentase (%)

2014 43,21 16,94

2015 38,40 14,71

2016 33,13 12,69

2017 25,97 9,84

2018 21,80 8,23

Sumber: Badan Ketahanan Pangan (BKP), 2019

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan, jumlah penduduk rawan pangan diIndonesia mengalami penurunan tiap tahunnya. Data jumlah penduduk rawan pangan tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 43,21 juta jiwa, kemudian terus menurun tiap tahunnya, hingga tahun 2018 jumlahnya menurun menjadi 21,80 juta jiwa.

Kerawanan pangan dan kemiskinan hingga kini masih menjadi masalah utama di Indonesia. Bahkan kerawanan pangan mempunyai korelasi positif dan erat kaitannya dengan kemiskinan. Keadaan ini pada akhirnya akan mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

(21)

status gizi masyarakat. Berikut ini adalah tabel jumlah penduduk miskin di Indonesia :

Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia (2014-2018)

Tahun Jumlah (Juta Jiwa) Persentase (%)

2014 27,73 10,96

2015 28,51 11,13

2016 27,76 10,70

2017 26,58 10,12

2018 25,95 9,82

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2019

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia cenderung mengalami penurunan tiap tahunnya. Dari data diatas jumlah penduduk miskin di Indonesia paling banyak adalah pada tahun 2014 yaitu sebesar 27,73 juta jiwa dan terus menurun hingga tahun 2018 jumlahnya menurun menjadi 25,95 juta jiwa. Korelasi positif antara kerawanan pangan dan kemiskinan telah dijelaskan melalui kedua tabel diatas dimana penurunan jumlah penduduk rawan pangan diikuti dengan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang berkurang setiap tahunnya.

Di Sumatera Utara, jumlah penduduk miskin juga cenderung mengalami penurunan tiap tahunnya. Meskipun demikian, pada tahun 2015 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin yaitu mencapai 1,46 juta jiwa, dan menjadi jumlah tertinggi selama 5 tahun terakhir. Berikut ini adalah jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara:

(22)

Tabel 1.4 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2014-2018 (Ribu Jiwa)

Kabupaten/Kota 2014 2015 2016 2017 2018

Nias 22,21 24,53 24,11 24,88 22,61

Mandailing Natal 39,68 47,79 47,67 48,30 42,39 Tapanuli Selatan 29,38 31,20 30,84 29,48 25,63 Tapanuli Tengah 49,86 52,20 51,77 53,05 48,53 Tapanuli Utara 32,23 33,37 33,20 33,75 29,20

Toba Samosir 16,51 18,31 18,20 18,49 15,82

Labuhan Batu 37,35 41,63 41,94 42,35 41,70

Asahan 76,97 85,16 84,35 83,67 74,14

Simalungun 86,25 92,89 92,19 91,35 80,30

Dairi 23,35 25,33 24,94 24,98 23,19

Karo 35,36 37,52 38,74 40,02 35,36

Deli Serdang 90,92 95,65 100,09 97,09 88,52

Langkat 100,63 114,19 115,79 114,41 105,46

Nias Selatan 54,46 58,97 57,75 57,95 52,70

Humbang Hasundutan 17,14 18,04 18,04 18,35 16,93

Pakpak Barat 4,72 5,12 4,95 4,95 4,66

Samosir 16,27 17,64 18,01 18,43 16,81

Serdang Bedagai 54,48 58,30 58,17 56,93 50,49

Batu Bara 44,72 50,37 49,42 50,91 51,78

Padang Lawas Utara 23,86 27,67 27,88 27,98 26,82

Padang Lawas 20,34 22,38 22,80 24,42 23,05

Labuhan Batu Selatan 35,65 36,37 36,62 37,82 33,14 Labuhan Batu Utara 37,30 39,59 38,81 40,24 36,45

Nias Utara 38,95 43,74 41,66 39,47 36,33

Nias Barat 23,76 25,41 24,16 23,33 23,00

Sibolga 10,57 11,64 11,54 11,91 10,81

Tanjung Balai 23,17 25,09 24,42 24,69 25,30

Pematang Siantar 25,43 25,83 24,88 25,35 22,01 Tebing Tinggi 17,20 18,80 18,52 19,06 16,64 Medan 200,32 207,50 206,87 204,22 186,45

Binjai 16,72 18,60 17,80 18,23 16,07

Padang Sidimpuan 17,65 18,36 17,65 17,76 16,79

Gunung Sitoli 37,20 34,47 32,17 30,08 25,91

Sumatera Utara 1360,60 1463,66 1455,95 1453,87 1324,98 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2019

Kota Medan yang merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Utara menyumbang jumlah penduduk yang cukup banyak di Sumatera Utara. Menjadi ibu kota Provinsi Sumatera Utara, tidak menjamin keadaan ekonomi masyarakatnya dalam keadaan yang sejahtera. Bahkan jumah penduduk miskin di Kota Medan mencapai

Universitas Sumatera Utara

(23)

14% dari total penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara. Walaupun pada tahun 2015 terjadi kenaikan tingkat kemiskinan di Kota Medan, akan tetapi pada tahun 2018 upaya penanggulangan kemiskinan telah mampu menurunkan tingkat di Kota Medan yaitu pada tahun 2015 adalah sebesar 207.500 jiwa menjadi 186.450 penduduk miskin di tahun 2018.

Kemiskinan merupakan suatu kondisi kehidupan serba kekurangan yang dialami seseorang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal kehidupannya.

Standard minimal kebutuhan hidup ini berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain, karena sangat bergantung pada kebiasaan/adat, fasilitas transportasi dan distribusi serta letak geografisnya. Kebutuhan minimal tersebut meliputi kebutuhan untuk makanan terutama energi kalori sehingga kemungkinan seseorang bisa bekerja untuk memperoleh pendapatan. Patokan tingkat kecukupan kalori yang dijadikan acuan adalah sebesar 2.150 kalori setiap orang per hari (untuk makanan). Selain kebutuhan makanan, juga diperlukan kebutuhan lain yang minimal harus dipenuhi, yaitu meliputi tempat perlindungan (rumah) termasuk fasilitas penerangan, bahan bakar dan pemeliharannya, pakaian termasuk alas kaki, pendidikan, kesehatan, dan transportasi (BPS, 2009).

Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mendasar sangat erat kaitannya dengan pendapatan yang diperoleh. Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat dari besarnya konsumsi atau pengeluaran yang dikeluarkan oleh rumah tangga. Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dapat pula dikatakan membaik apabila pendapatan meningkat dan sebagian besar pendapatan tersebut digunakan untuk mengkonsumsi non pangan, begitupun sebaliknya. Rumah tangga

(24)

dengan pendapatan rendah akan mendahulukan pengeluaran untuk kebutuhan pangan.

Menurut data BPS 2019, di ibukota Provinsi Sumatera Utara, yaitu Kota Medan ada sebanyak 12 kelurahan miskin yang tersebar di 3 kecamatan. Untuk data selengkapnya diterangkan pada Tabel 1.5

Tabel 1.5 Data Kelurahan Miskin Kota Medan Tahun 2018

Kecamatan Kelurahan Rumah Tangga Rumah Tangga Miskin

Medan Labuhan Pekan Labuhan 5.212 1.588

Nelayan Indah 1.885 732

Medan Marelan Terjun 6.548 1.582

Paya Pasir 2.746 952

Labuhan Deli 4.149 1.850

Medan Belawan Pulau Sicanang 2.979 1.600

Belawan Bahagia 2.662 1.540

Belawan Bahari 2.582 1.591

Belawan II 4.959 2.368

Belawan I 4.470 2.265

Jumlah 38.192 16.068

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2019

Kecamatan Belawan merupakan kecamatan dengan jumlah kelurahan miskin terbanyak. Dimana, seluruh kelurahannya tergolong dalam kelurahan miskin, adapun kelurahan tersebut adalah Kelurahan Pulau Sicanang, Kelurahan Belawan Bahagia, Kelurahan Belawan Bahari, Kelurahan Belawan II, Kelurahan Bagan Deli dan Kelurahan Belawan I.

Kecamatan Belawan adalah salah satu kantong penduduk miskin di kota Medan ditandai dengan seluruh kelurahannya tergolong rawan kelurahan miskin.

Kelurahan Belawan II adalah salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Belawan. Kelurahan Belawan II merupakan kelurahan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak dibandingkan dengan kelurahan-kelurahan lain yang ada di

Universitas Sumatera Utara

(25)

Kecamatan Medan Belawan. Berikut ini adalah tabel jumlah penduduk di Kecamatan Medan Belawan:

Tabel 1.6 Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2019

Kelurahan Jumlah (Jiwa) Luas Wilayah(Km2)

Belawan Pulau Sicanang 15.104 15,10

Belawan Bahagia 12.224 0,54

Belawan Bahari 12.331 1,03

Belawan II 21.496 1,75

Bagan Deli 16.290 2,30

Belawan I 20.722 1,10

Jumlah 98.167 21,82

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2020

Berdasarkan Tabel 1.6 dapat dilihat jumlah penduduk di Kelurahan Belawan II adalah sebesar 21.496 jiwa dengan luas wilayah 1,75 km2, dan merupakan jumlah penduduk terbanyak Kecamatan Belawan. Dengan demikian besar kepadatan penduduk di Kelurahan Belawan II adalah 12.283/Km2.

Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya angka kelahiran yang dalam jangka panjang menyebabkan tingginya jumlah penduduk. Seperti apa yang pernah dikatakan oleh Robert Malthus bahwa manusia hidup membutuhkan makanan, sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap penduduk maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan sehingga tingkat kerawanan pangan meningkat, hal inilah merupakan sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Berikut jumlah penduduk Kelurahan Belawan II dalam lima tahun terakhir:

(26)

Tabel 1.7 Pertumbuhan Penduduk Kelurahan Belawan II Tahun 2015-2019

Tahun Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

2015 20.465 19,60

2016 20.542 19,70

2017 20.865 20,00

2018 21.074 20,20

2019 21.496 20,50

Jumlah 104.442 100,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2020

Dari Tabel 1.7 dapat dilihat jumlah penduduk terus meningkat dari tahun ke tahun.

Dengan pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi setiap tahunnya maka akan memperparah masalah kemiskinan di Kelurahan Belawan II. Masalah kemiskinan tersebut akan menimbulkan masalah kerawanan pangan pula, karena adanya korelasi positif antara kemiskinan dan kerawanan pangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisi terhadap kerawanan pangan di Kelurahan Belawan II, agar dapat mengetahui bagaimana tingkat kerawanan pangan yang terjadi di kelurahan tersebut, sehingga dapat diketahui pula tindakan yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah kerawanan pangan tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana ketersediaan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II?

2. Bagaimana akses pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II?

3. Bagaimana pemanfaatan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II?

Universitas Sumatera Utara

(27)

4. Bagaimana tingkat kerawanan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis ketersediaan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II.

2. Untuk menganalisis akses pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II.

3. Untuk menganalisis pemanfaatan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II.

4. Untuk menganalisis tingkat kerawanan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai sumber pengetahuan bagi penulis dan pembaca mengenai analisis kerawanan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II.

2. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

3. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(28)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rawan Pangan

Rawan pangan adalah kondisi suatu daerah, masyarakat, atau rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian besar masyarakatnya (Dewan Ketahanan Pangan Nasional, 2005). Suatu daerah dikatakan rawan pangan dapat diukur dengan banyaknya jumlah rumah tangga prasejahtera yang relatif masih banyak karena alasan ekonomi, status gizi masyarakatnya yang ditunjukkan oleh status gizi balitanya, ketersediaan pangan daerah dan kerentanan pangan.

Rawan pangan atau food insecurity merupakan fenomena kebalikan ketahanan pangan atau food security. Kalau digunakan konsep Food and Agriclture Organization of the United nation (FAO) dan UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan, maka kondisi rawan pangan dapat mengandung komponen sebagai berikut:

1. Individu atau rumah tangga masyarakat tidak memiliki akses ekonomi (penghasilan tidak memadai atau harga pangan tak terjangkau) untuk memperoleh pangan yang cukup baik kuantitas ataupun kualitas.

2. Individu atau rumah tangga masyarakat tidak memiliki akses secara fisik untuk mendapatkan pangan yang cukup baik kuantitas ataupun kualitas.

3. Pangan bagi individu atau rumah tangga tidak mencukupi untuk kehidupan yang normal, sehat dan produktif.

Universitas Sumatera Utara

(29)

Secara teoritis dikenal dua bentuk kerawanan pangan (food insecurity) tingkat rumah tangga yaitu kerawanan pangan kronis dan kerawanan pangan akut.

Kerawanan pangan kronis adalah kerawanan pangan yang terjadi dan berlangsung secara terus menerus yang biasa disebabkan oleh rendahnya daya beli dan rendahnya kualitas sumberdaya dan sering terjadi di daerah terisolir dan gersang.

Sementara kerawanan pangan akut adalah kerawanan pangan yang terjadi secara mendadak yang disebabkan oleh antara lain bencana alam, kegagalan produksi dan kenaikan harga yang menyebabkan masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menjangkau pangan (Suryana, 2003).

Ketahanan pangan mencakup tiga dimensi yaitu: (a) ketersediaan pangan (food

availability), (b) akses/distribusi pangan (access to sufficient food), dan (c) pemanfaatan/ konsumsi pangan (utilization of food, which is related to cultural

practices). Namun ketiga dimensi tersebut dilakukan dalam upaya menjaga stabilitas pangan (stability of food stock). Oleh karena itu, ketiga dimensi tersebut sering digunakan untuk mengukur pencapaian ketahanan pangan. Ketersediaan pangan diartikan bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah maupun mutunya, serta aman, sedangkan distribusi pangan diartikan pasokan pangan dapat menjangkau seluruh wilayah sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga. Konsumsi, yaitu setiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan mampu mengelola konsumsi kaidah gizi dan kesehatan, serta preferensinya. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi dari ketiga dimensi tersebut.

(30)

2.1.1 Ketersediaan Pangan

Peningkatan jumlah penduduk yang semakin besar tentu menjadi isu utama dalam masalah pangan. Pertambahan jumlah penduduk berimplikasi luas terhadap terhadap peningkatan kebutuhan pangan, terutama produksi beberapa komoditas yang masih belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ketersediaan pangan sepanjang tahun untuk memenuhi kebutuhan pangan adalah hal yang sangat penting.

Ketersediaan pangan di suatu daerah atau negara ditentukan oleh beberapa faktor seperti keragaman produksi pangan, tingkat kerusakan, dan kehilangan pangan karena penanganan yang kurang tepat, serta tingkat ekspor dan impor pangan.

Ketersediaan pangan harus dipertahankan sama atau lebih besar daripada kebutuhan penduduk terhadap pangan.

Ketersediaan pangan yang cukup di suatu wilayah (pasar) tidak dapat menjamin tersedianya pangan di tingkat rumah tangga, karena tergantung pada kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan, dalam arti fisik (daya jangkau) maupun ekonomi (daya beli). Oleh karena itu, dalam konsep ketahanan pangan mengamanakan tersedianya pangan yang dapat dijangkau sampai tingkat perseorangan. Penyediaan pangan yang cukup, beragam, bergizi dan berimbang, baik secara kuantitas maupun kualitas, merupakan fondasi yang sangat penting dalam pembangunan sumber daya manusia suatu bangsa. Kekurangan pangan berpotensi terjadinya kerawanan pangan dan memicu keresahan dan berdampak pada masalah sosial, keamanan, dan ekonomi.

Universitas Sumatera Utara

(31)

2.1.2 Akses Pangan

Akses pangan didefinisikan sebagai kemampuan rumah tangga untuk secara periodik memenuhi sejumlah pangan yang cukup melalui kombinasi cadangan pangan mereka sendiri dan hasil dari rumah/pekarangan sendiri, pembelian, barter, pemberian, pinjaman dan bantuan pangan.

Akses pangan dikategorikan menjadi 3 aspek, yaitu : (1) Akses fisik yang terdiri dari ketersediaan pangan pokok, persentase jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat, dan persentase desa yang tidak mempunyai pasar dan jarak terdekat ke pasar > 3 km. (2) Akses ekonomi meliputi persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, persentase pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. (3) Akses sosial meliputi persentase penduduk yang tidak tamat pendidikan dasar.

Ketersediaan pangan harus mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai

jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Suryana, 2003). Sedangkan akses pangan adalah kemampuan semua rumah tangga

dan individu dengan sumber daya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya. Akses pangan meliputi akses ekonomi, fisik, dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja, dan harga.

Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan (Hanani, 2009).

Teori konsumsi Keynes dalam bukunya yang berjudul The General Theory of Employment, Interest and Money menjelaskan adanya hubungan antara pendapatan yang diterima saat ini (pendapatan disposable) dengan konsumsi yang dilakukan

(32)

saat ini juga. Dengan kata lain pendapatan yang dimiliki dalam suatu waktu tertentu akan mempengaruhi konsumsi yang dilakukan oleh manusia dalam waktu itu juga.

Apabila pendapatan meningkat maka konsumsi yang dilakukan juga akan meningkat, begitu pula sebaliknya (Pujoharso, 2013). Perbedaan tingkat pendapatan akan mengakibatkan perbedaan pola distribusi pendapatan termasuk pola konsumsi rumah tangga. Dalam kondisi terbatas (pendapatan kecil), maka seseorang akan mendahulukan pemenuhan kebutuhan makanan dan sebagian besar pendapatan tersebut dibelanjakan untuk konsumsi makanan. Semakin rendah pangsa pengeluaran pangan, berarti tingkat kesejahteraan masyarakat semakin baik (Ariani, 2007).

Pengeluaran rumah tangga terbagi dalam pengeluaran pangan dan non pangan.

Proporsi antara pengeluaran pangan dan bukan pangan juga digunakan sebagai indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga atau masyarakat. Semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan suatu rumah tangga, rumah tangga tersebut semakin rawan pangan. Pangsa pengeluaran pangan mengukur ketahanan pangan dari aspek ekonomi. Secara lebih detail, Jonsson dan Toole (1991) dalam Purwaningsih (2010), rumah tangga dengan proporsi pengeluaran pangan ≥ 60% dapat dikategorikan rawan pangan dan sebaliknya, rumah tangga dengan proporsi pengeluaran pangan ≤ 60% dikategorikan tahan pangan.

Aksesibilitas yang terbatas akan berakibat pada kesulitan untuk mencukupi pangan yang bermutu dan bergizi, sehingga akan menghambat kesinambungan ketahanan pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan juga harus menekankan status gizi yang baik. Selain itu, ketahanan pangan lokal juga harus dikembangkan dan diselaraskan

Universitas Sumatera Utara

(33)

dengan perkembangan modernisasi agar lebih mudah pencapaiannya (Galih dan Wibowo, 2012).

2.1.3 Pemanfaatan Pangan

Pemanfaatan pangan adalah kemampuan dalam memanfaatkan bahan pangan dengan benar dan tepat secara proporsional. Pemanfaatan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga serta kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi (konversi zat gizi secara efisien oleh tubuh).

Pemanfaatan pangan juga meliputi kecukupan energi per kapita/hari, kecukupan protein per kapita/hari, dan penganekaragaman pangan.

Tingkat konsumsi pangan dapat memberikan gambaran kondisi kesehatan penduduk di suatu wilayah yang ditinjau dari aspek keadaan gizi. Indikator yang digunakan untuk analisis konsumsi yaitu dari pengukuran kecukupan konsumsi energi dan protein. Konsumsi energi dan protein tersebut mengacu pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X (WNPG) tahun 2012, yaitu kecukupan konsumsi energi yang dianjurkan sebesar 2.150 kkal/kapita/hari dan kecukupan konsumsi protein adalah sebesar 57 gram/kapita/hari.

Upaya diversifikasi konsumsi pangan perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada beras sebagai bahan pangan pokok utama masih cukup besar.

Pengembangan tanaman pengganti beras perlu dikembangkan. Konsumsi beras sebagai sumber karbohidrat dapat disubstitusi dengan karbohidrat lain yang biasa dikonsumsi masyakarat berdasarkan kearifan lokal antara lain jagung, sagu, ubi jalar, ubi kayu, talas, pisang, labu kuning, dan sukun. Perubahan pola makan terkait

(34)

erat dengan latar belakang sosial budaya, pengetahuan individu tentang pangan dan pendapatan keluarga.

Konsumsi pangan sangat penting diperhatikan karena secara langsung dapat menentukan status gizi. Mengenai mutu dan gizi pangan yang dikonsumsi akan berdampak pada pembentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara.

Peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi pangan. Apabila pendapatan meningkat, maka pola konsumsi pangan akan lebih beragam dan umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi.

2.2 Pola Pangan Harapan

Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang, sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Baliwati, 2010).

Tabel 2.1 Standar Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional

No. Kelompok Pangan Skor PPH

1. Padi-padian 25,0

2. Umbi-umbian 2,5

3. Pangan Hewani 24,0

4. Minyak dan Lemak 5,0

5. Buah/Biji Berminyak 1,0

6. Kacang-kacangan 10,0

7. Gula 2,5

8. Sayur dan Buah 30,0

9. Lain-lain 0,0

Jumlah 100

Sumber: Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2018

Universitas Sumatera Utara

(35)

Pola Pangan Harapan (PPH) pertama kali diperkenalkan oleh FAO RAPA pada tahun 1988, yang kemudian dikembangkan oleh Departemen Pertanian RI melalui workshop yang diselenggarakan Departemen Pertanian bekerjasama dengan FAO.

Tujuan utama menyusumi PPH adalah untuk membuat suatu rasionalisasi pola konsumsi pangan yang dianjurkan, yang terdiri dari kombinasi keanekaragaman pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan sesuai citarasa.

Pola pangan harapan adalah susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang didasarkan atas proporsi sumbangan energinya terhadap total energi yang mampu mencakupi kebutuhan konsumsi pangan dan gizi penduduk baik dari jumlah, kualitas, maupun keragamannya dan mempertimbangkan segi-segi sosial, ekonomis, budaya, dan cita rasa. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu suatu pangan penduduk berdasarkan skor pangan. Semakin tinggi skor pangan semakin baik komposisi dan gizinya.

Manfaat PPH adalah untuk penilaian situasi dan perencanaan konsumsi dan penyediaan pangan di suatu wilayah atau daerah. PPH dalam aspek penilaian situasi konsumsi pangan dijadikan sebagai basis untuk menentukan seberapa panjang pola konsumsi pangan penduduk di suatu wilayah dengan pola konsumsi yang dianjurkan.

Susunan Pola Pangan Harapan (PPH) telah disepakati pada tingkat nasional berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2012 sebagai acuan dalam pembangunan pangan dan gizi. Angka Kecukupan Energi (AKE) di tingkat konsumsi sebesar 2.150 kkal/kap/hari, dan 2.400 kkal/kap/hari di tingkat ketersediaan. Sedangkan Angka Kecukupan Protein (AKP) di tingkat

(36)

konsumsi adalah sebesar 52 gram/kap/hari dan 57 gram/kap/hari di tingkat ketersediaan.

Widyakarya Nasional Pagan dan Gizi tahun 2012 yang menggunakan bobot (rating) FAO (2000) yang terus disempurnakan sehingga menjadi Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2020 disepakati bahwa skor mutu pangan yang ideal untuk hidup sehat bagi penduduk Indonesia adalah 100. Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2012, susunan Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional bagi penduduk Indonesia dijelaskan dalam tabel dibawah ini, yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.2 Susunan Pola Pangan Harapan Nasional No. Kelompok

Pangan

PPH Ketersediaan PPH Konsumsi Energi

(kkal)

% AKG

Berat (gram)

Energi (kkal)

%

AKG Bobot Skor PPH

1. Padi-padian 1.200 50 275 1.075,0 50 0,5 25,0

2. Umbi-umbian 144 6 100 129,0 6 0,5 2,5

3. Pangan Hewani 288 12 150 258,0 12 2,0 24,0

4. Minyak dan

Lemak 240 10 20 215,0 10 0,5 5,0

5. Buah/Biji

Berminyak 72 3 10 64,5 3 0,5 1,0

6. Kacang-

kacangan 120 5 35 107,5 5 2,0 10,0

7. Gula 120 5 30 107,5 5 0,5 2,5

8. Sayur dan Buah 144 6 250 129,0 6 5,0 30,0

9. Lain-lain 72 3 - 64,5 3 0,0 0,0

Jumlah 2400 100 870 2.150 100 - 100

Sumber: Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2018

2.3 Landasan Teori 2.3.1 Teori Kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah (Hikmat, 2004).

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi

Universitas Sumatera Utara

(37)

kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi indikator penduduk miskin merupakan penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita di bawah garis kemiskinan.

Kemiskinan menurut Suryawati (2005) terbagi atas 4 bagian, yaitu : (1) Kemiskinan absolut, yaitu terjadinya ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan pokok minimumnya seperti pangan, sandang, kesehatan, tempat tinggal, dan pendidikan. (2) Kemiskinan relatif, yaitu adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan antar golongan masyarakat/ antar wilayah. (3). Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang diakibatkan oleh faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang

membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan.

(4). Kemiskinan struktural, merupakan kemiskinan yang ditengarai oleh kondisi struktur/tatanan kehidupan yang tidak menguntungkan. Penyebab kemiskinan struktural adalah kebijakan sosial yang tidak berpihak kepada masyarakat.

Masalah kemiskinan berhubungan erat dengan kerawanan pangan yang ditinjau dalam dua dimensi :

a) Kedalaman dengan kategori ringan, sedang, dan berat; serta

b) Jangka waktu/periode kejadian dengan kategori kronis untuk jangka panjang dan transien untuk jangka pendek/fluktuasi.

(38)

Ketidakmampuan suatu rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pokok dipengaruhi oleh pendapatan yang relatif terbatas. Hal ini dapat mengakibatkan ketersediaan pangan tidak mencukupi standar gizi, relatif rendahnya kesehatan sehingga rentan terhadap serangan penyakit, permukiman yang tidak layak huni, dan taraf pendidikan yang rendah.

2.3.2 Teori Permintaan

Permintaan terhadap barang dan jasa adalah kuantitas barang atau jasa yang orang bersedia untuk membelinya pada berbagai tingkat harga dalam suatu periode tertentu. Dengan kata lain, orang bersedia untuk membeli untuk memberi penekanan konsumsi yang dipengaruhi oleh tingkat harga. Maksud dari kata bersedia disini adalah konsumen memiliki keinginan untuk membeli suatu barang atau jasa dan sekaligus memiliki kemampuan yaitu uang atau pendapatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu barang (Hanafie, 2010) : a. Harga barang itu sendiri (Ht)

Kuantitas yang diminta akan menurun ketika harganya meningkat dan kuantitas yang diminta meningkat ketika harganya menurun, dengan kata lain kuantitas yang diminta berhubungan negatif dengan harga.

b. Pendapatan (C)

Ketika pendapatan rendah maka uang yang dibelanjakan akan lebih sedikit. Jika permintaan terhadap barang berkurang ketika pendapatan berkurang, barang tersebut disebut sebagai barang normal (normal good). Apabila sebaliknya maka barang tersebut adalah barang inferior (inferior good).

Universitas Sumatera Utara

(39)

c. Harga barang lain yang berkaitan (Hs)

Apabila penurunan harga barang satu menurunkan permintaan barang yang lain, maka disebut barang substitusi. Jika penurunan harga suatu barang meningkatkan permintaan barang lainnya, maka disebut barang komplemen.

d. Selera (S)

Penentu paling jelas terhadap permintaan adalah selera.

e. Ekspektasi (O)

Ekspektasi atau perkiraan mengenai masa mendatang dapat mempengaruhi permintaan terhadap barang dan jasa saat ini.

f. Jumlah penduduk (P)

Semakin besar jumlah penduduk disuatu daerah, semakin banyak permintaan terhadap suatu produk didaerah tersebut.

Adanya faktor-faktor tersebut akan terjadi suatu penjelasan secara matematis yang dinyatakan dalam fungsi permintaan.

Qd = F (Ht, C, Hs, S, O, P) Qd = Jumlah Permintaan

Berdasarkan ciri hubungan antara permintaan dan harga dapat dibuat grafik kurva permintaan. Adapun bentuk kurva permintaan adalah sebagai berikut:

(40)

Gambar 2.1 Kurva Permintaan

Dimana : P = Harga

Q = Jumlah yang diminta D = Permintaan

A = Permintaan yang terbentuk dari pertemuan P1 dan Q1 B = Permintaan yang terbentuk dari pertemuan P2 dan Q2

Kurva permintaan pasar diperoleh dari penjumlahan berbagai jumlah barang yang mau dibeli oleh sekian banyak konsumen pada masyarakat dengan harga tertentu. Hukum permintaan (The Law of demand) adalah semakin rendah harga suatu barang, maka semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut.

Sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut, ceteris paribus. Pengertian ceteris paribus ini adalah menganggap hal-hal lain tetap tidak berubah atau konstan. Jika satu dari hal-hal lain yang dimaksud berubah, maka hukum permintaan tidak berlaku.

Universitas Sumatera Utara

(41)

Tingkat konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh permintaan terhadap suatu komoditas. Permintaan terhadap barang pangan dipengaruhi tingkat harga, pendapatan, harga barang lain, ekspektasi dan preferensi rumah tangga. Preferensi rumah tangga dalam hal pangan dipengaruhi oleh karakteristik rumah tangga, seperti jumlah anggota keluarga, kebiaaan, norma-norma budaya, serta selera rasa.

2.3.3 Teori Konsumsi

Keynes dalam bukunya yang berjudul The General Theory of Employment, Interest and Money memberikan perhatian besar terhadap hubungan antara konsumsi dan pendapatan. Lebih lanjut Keynes mengatakan bahwa ada pengeluaran konsumsi minimum yang harus dilakukan oleh masyarakat (outonomous consumption) dan pengeluaran konsumsi akan meningkat dengan bertambahnya penghasilan (Waluyo, 2002).

Adapun fungsi konsumsi tersebut adalah sebagai berikut:

C = a + By Keterangan:

C = Konsumsi a = Konstanta

b = Perubahan konsumsi per unit Y = Pendapatan

Konsumsi itu merupakan fungsi dari pendapatan yang dapat dibelanjakan.

Penghasilan keluarga atau uang masuk sebagian besar dibelanjakan lagi, untuk membeli yang diperlukan untuk hidup. Konsumsi tidak hanya mengenai makanan,

(42)

tetapi mencakup pemakaian barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup (Gilarso, 2004).

Teori konsumsi menurut Ernest Engel (1821-1896) menyatakan hubungan antara pendapatan dan pengeluaran pangan rumah tangga. Engel mengatakan bahwa semakin miskin sebuah keluaraga, maka semakin besar proporsi pendapatan yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Terjadinya penurunan pendapatan akan menurunkan pendapatan yang dibelanjakan untuk non pangan.

Hukum Engel menjelaskan bahwa pendapatan seseorang sangat menentukan ketahanan pangannya. Menurut Engel, pangsa pengeluaran pangan rumah tangga miskin lebih besar dari rumah tangga yang sejahtera. Dengan kata lain, pengeluaran pangan rumah tangga merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat.

2.4 Penelitian Terdahulu

Menurut hasil penelitian Slamet dan Wulandari (2016) yang berjudul Analisis Pola Konsumsi dan Tingkat Kerawanan Pangan Petani Lahan Kering di Kabupaten Gunungkidul (Studi Kasus di Desa Giritirto, Kecamatan Purwosari, Gunungkidul), dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat kerawanan pangan; dan hubungan luas lahan, pendapatan dan tingkat pendidikan terhadap tingkat kerawanan pangan. Metode penelitian yang digunakan adalah teknik deskriptif dengan memberikan penjelasan dari statistik data (percentage, mean, data range, frequency distribution, cross tabulation) dan untuk mengukur tingkat kerawanan pangan dengan menggunakan rumus perbandingan antara jumlah penduduk miskin yang mengkonsumsi pangan dengan angka kecukupan gizi sebesar 2.100 kalori.

Universitas Sumatera Utara

(43)

Hasil analisis penelitian ini adalah bahwa rata-rata konsumsi kalori harian individu adalah sebesar 1274,25 kalori, dan termasuk dalam kategori penduduk sangat rawan pangan. Kalori tersebut sebagian besar diperoleh dari konsumsi beras, jagung dan tempe, sehingga hal tersebut menjadi pola konsumsi harian. Tingkat pendapatan petani, luas lahan pertanian dan tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan dengan tingkat kerawanan pangan.

Menurut Hasil Penelitian Ramadhani (2019) dengan Judul Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga di Kota Medan, tujuan penelitian untuk mengetahui ketersediaan pangan rumah tangga, akses pangan rumah tangga, dan pemanfaatan pangan serta tingkat kerawanan pangan rumah tangga di Kota Medan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif berdasarkan acuan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara. Hasil menunjukkan bahwa Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ketersediaan pangan rumah tangga di Kota Medan tergolong dalam pangan tersedia, akses pangan yang dapat dijangkau oleh rumah tangga di Kota Medan, dan rumah tangga di Kota Medan tergolong dalam rumah tangga tahan pangan atau tidak rawan pangan.

Menurut hasil penelitian Amalia (2014) yang berjudul Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin Di Kecamatan Delima Kabupaten Pidie, dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Delima Kabupaten Pidie. Metode penelitian yang digunakan adalah Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survey dengan menggunakan kuisioner dan wawancara. Metode analisis yang digunakan yaitu dengan mengukur indeks ketahanan pangan. Hasil analisis penelitian ini adalah menunjukkan bahwa

(44)

indeks ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Delima Kabupaten Pidie adalah 53,6% yang termasuk ke dalam kategori kurang tahan pangan.

2.5 Kerangka Pemikiran

Penelitian dilakukan di Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan Kota Medan, dengan responden rumah tangga miskin. Indikator rumah tangga miskin dalam penelitian ini merupakan rumah tangga yang terdaftar dalam Program Keluarga Harapan (PKH)

Konsumsi pangan suatu rumah tangga tersebut akan menggambarkan tingkat kerawanan dan ketahanan pangan rumah tangga. Ketersediaan pangan dalam rumah tangga menjadi salah satu faktor dalam konsumsi pangan suatu rumah tangga.

Begitu juga dengan akses dalam kegiatan konsumsinya, jarak untuk mengakses ketersediaan pangan dan pengeluran untuk pangan tersebut juga berpengaruh dalam pola konsumsi pangan rumah tangga. Jenis pangan yang dikonsumsi juga mempengaruhi dalam keberagaman pangan rumah tangga tersebut dan menunjukkan nilai kecukupan energi dan protein pada rumah tangga tersebut.

Dengan menganalisis pola konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II, maka dari hasil pola konsumsi pangan tersebut akan diperoleh tingkat skor pola pangan rumah tangga di Kelurahan Belawan II. Berdasarkan penjelasan di atas, maka kerangka pemikiran dapat dilihat dalam skema berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

(45)

Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran Keterangan:

: Menyatakan Hubungan

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan, penelitian sebelumnya dan sesuai dengan identifikasi masalah yang ada, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II tergolong dalam pangan yang tidak tersedia.

2. Akses pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II tergolong kurang terjangkau.

Kerawanan Pangan Rumah Tangga Miskin

Ketersediaan Pangan Akses Pangan Pemanfaatan Pangan

Akses Fisik

Akses Sosial

Konsumsi Pangan

Tingkat Kecukupan Energi Akses

Ekonomi Tingkat

Kecukupan Protein Tingkat Kecukupan Lemak

(46)

3. Pemanfaatan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II tergolong tidak cukup baik.

4. Rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II tergolong dalam kategori rawan pangan.

Universitas Sumatera Utara

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Belawan II yang terletak di Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Kelurahan Belawan II merupakan salah satu kelurahan miskin di Kota Medan dengan jumlah penduduk miskin terbanyak. Selain itu, Kelurahan Belawan II mengalami pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya sehingga semakin meningkatkan tingkat kemiskinan penduduk di Kelurahan Belawan II, dan tentunya akan berpengaruh terhadap pemenuhan pangannya.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang terdaftar dalam Program Keluarga Harapan (PKH) di Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan.

Program Keluarga Harapan adalah program yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia dalam penanggulangan masalah kemiskinan melalui pemberian bantuan tunai kepada keluarga miskin berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Penarikan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling). Ukuran sampel ditentukan dari populasi dalam penelitian dengan menggunakan metode Slovin, dengan rumus sebagai berikut:

n =

N

1+Ne²

(48)

Dimana :

n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi

e = Tingkat kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir ialah 10 %.

Berdasarkan pra survey yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh jumlah populasi sebesar 1.250 rumah tangga yang terdaftar dalam Program Keluarga Harapan (PKH) di Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan.

Dengan menggunakan rumus Slovin, maka diperoleh besar sampel sebesar :

n = 1250

1 + 1250(0,1)2 = 92,59

Besar sampel dalam penelitian ini adalah 93 rumah tangga.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan menggunakan metode Food Recall 24 jam untuk memperkirakan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga miskin yang terdaftar dalam Program Keluarga Harapan (PKH) untuk memperkirakan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga miskin selama dua hari berturut-turut dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya

Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi atau dinas terkait dengan penelitian seperti Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera

Universitas Sumatera Utara

(49)

Utara, Kantor Kecamatan Medan Belawan, Kantor Kelurahan Belawan II, serta dari berbagai literatur, jurnal, buku, dan internet yang mendukung penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah 1, dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui ketersediaan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II per dua harinya yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pertanyaan mengenai kelompok pangan dan jumlah pangan yang tersedia untuk dikonsumsi, seperti kelompok padi- padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/ biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lain-lain.

Untuk identifikasi masalah 2, dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui akses pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pertanyaan yang berkaitan dengan akses fisik, akses ekonomi, dan akses sosial.

Untuk identifikasi masalah 3, dianalisis dengan metode kuantitatif untuk menggambarkan pemanfaatan pangan rumah tangga miskin dengan cara menghitung tingkat skor Pola Pangan Harapan (PPH) di Kelurahan Belawan II.

Perhitungan dilakukan berdasarkan acuan PPH (Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2016) dengan rumus sebagai berikut.

1) Konsumsi Aktual

𝑲𝒐𝒏𝒔𝒖𝒎𝒔𝒊 𝑨𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍 = 𝑲𝒐𝒏𝒔𝒖𝒎𝒔𝒊 𝑷𝒂𝒏𝒈𝒂𝒏 𝑹𝒖𝒎𝒂𝒉 𝑻𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂 𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑨𝒏𝒈𝒈𝒐𝒕𝒂 𝑹𝒖𝒎𝒂𝒉 𝑻𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂

(50)

2) Energi Aktual

𝑬𝒏𝒆𝒓𝒈𝒊 𝑨𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍 =𝑲𝒐𝒏𝒔𝒖𝒎𝒔𝒊 𝑨𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍

𝟏𝟎𝟎 𝒙 𝑭𝒂𝒌𝒕𝒐𝒓 𝑲𝒐𝒏𝒗𝒆𝒓𝒔𝒊 (𝒌𝒌𝒂𝒍)

3) % Angka Kecukupan Energi (% AKE)

% 𝑨𝑲𝑬 = 𝑬𝒏𝒆𝒓𝒈𝒊 𝑨𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍

𝟐. 𝟏𝟓𝟎 𝒙 𝟏𝟎𝟎%

4) Skor AKE

Skor AKE = % AKE x Bobot

5) Penentuan Bobot

a. Sumber Tenaga (Karbohidrat dan Lemak) = 33,3%

Padi-padian (50%), umbi-umbian (6%), minyak dan lemak (10%), buah/biji berminyak (3%), dan gula (5%).). %AKG = 74%, maka bobot = 33,3% / 74%

= 0,5.

b. Sumber Zat Pembangun (Protein) = 33,3%

Pangan hewani (12%) dan kacang-kacangan (5%). %AKG = 17%, maka bobot

= 33,3% / 17% = 2,0.

c. Sumber Zat Pengatur (Vitamin dan Mineral) = 33,3%

Sayur dan buah (6%). %AKG = 6%, maka bobot = 33,3% / 6% = 5,0.

d. Lain-lain (0,1%)

Kelompok pangan lainnya terdiri dari aneka minuman dan bumbu (3%).

%AKG = 3%, maka bobot = 0,1% / 3% = 0,03.

6) Menghitung skor PPH

a. Jika skor AKE lebih tinggi dari skor maksimum, maka yang digunakan adalah skor maksimum.

Universitas Sumatera Utara

(51)

b. Jika skor AKE lebih rendah dari skor maksimum, maka yang digunakan adalah skor AKE.

Untuk identifikasi masalah 4, dianalisis dengan metode deskriptif kuantitatif untuk mengukur tingkat kerawanan pangan rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II.

Kemudian diukur Tingkat Konsumsi Energi dan Protein untuk mengukur tingkat kerawanan pangan dengan rumus sebagai berikut:

𝑻𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕 𝑲𝒆𝒄𝒖𝒌𝒖𝒑𝒂𝒏 𝑬𝒏𝒆𝒓𝒈𝒊 = 𝑲𝒐𝒏𝒔𝒖𝒎𝒔𝒊 𝑬𝒏𝒆𝒓𝒈𝒊

𝑨𝒏𝒈𝒌𝒂 𝑲𝒆𝒄𝒖𝒌𝒖𝒑𝒂𝒏 𝑬𝒏𝒆𝒓𝒈𝒊 𝒙 𝟏𝟎𝟎%

𝑻𝒊𝒏𝒈𝒌𝒂𝒕 𝑲𝒆𝒄𝒖𝒌𝒖𝒑𝒂𝒏 𝑷𝒓𝒐𝒕𝒆𝒊𝒏 = 𝑲𝒐𝒏𝒔𝒖𝒎𝒔𝒊 𝑷𝒓𝒐𝒕𝒆𝒊𝒏

𝑨𝒏𝒈𝒌𝒂 𝑲𝒆𝒄𝒖𝒌𝒖𝒑𝒂𝒏 𝑷𝒓𝒐𝒕𝒆𝒊𝒏 𝒙 𝟏𝟎𝟎%

Dengan acuan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara, kategori konsumsi energi dan protein sebagai berikut:

Sangat Kurang (Sangat Rawan Pangan) : TKE dan TKP <70% AKE dan AKP Kurang (Rawan Pangan) : TKE dan TKP 70-99% AKE dan AKP Normal (Tahan Pangan) : TKE dan TKP 100-129% AKE dan AKP Lebih (Sangat Tahan Pangan) : TKE dan TKP ≥ 130% AKE dan AKP

(52)

3.5 Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Defenisi

1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

2. Rawan pangan adalah suatu keadaan dimana tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan.

3. Kerawanan pangan rumah tangga adalah suatu keadaaan yang hakekatnya menunjukkan ketidakmampuan rumah tangga memenuhi kecukupan pangan.

4. Rumah tangga miskin adalah rumah tangga yang memiliki pendapatan perkapita dibawah garis kemiskinan dan terdaftar dalam Program Keluarga Harapan (PKH).

5. Pola Pangan Harapan (PPH) adalah suatu indikator yang digunakan untuk menghasilkan suatu komposisi standar pangan guna memenuhi kebutuhan dan keseimbangan gizi penduduk.

6. Angka Kecukupan Gizi adalah suatu nilai yang digunakan untuk menentukan jumlah zat yang baik dikonsumsi oleh tubuh dan zat apa saja yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

7. Angka Kecukupan Energi adalah suatu nilai yang digunakan untuk menentukan jumlah zat gizi (energi) yang baik dikonsumsi dan dibutuhkan oleh tubuh dinyatakan dalam satuan kkal/kap/hr.

Universitas Sumatera Utara

(53)

8. Angka Kecukupan Protein adalah suatu nilai yang digunakan untuk menentukan jumlah zat gizi (protein) yang baik dikonsumsi dan dibutuhkan oleh tubuh dinyatakan dalam satuan kkal/kap/hr.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan Kota Medan

2. Sampel adalah rumah tangga miskin di Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan Kota Medan yang terdaftar rumah tangga yang terdaftar dalam Program Keluarga Harapan (PKH).

3. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2020.

Gambar

Gambar 2.1 Kurva Permintaan
Gambar 2.3 Skema Kerangka Pemikiran  Keterangan:
Gambar 5.1 Grafik Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kelurahan Belawan II
Gambar 5.2 Grafik Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Kelompok Padi-padian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Desa Biwinapada Kecamatan Siompu tahun anggaran 2A12, seperti' tersebut. No NAMA PAKET PEKERJMN VOLUME LOKASI PERKIRMN

[r]

[r]

Hipotesis tindakan kelas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Penerapan layanan konten dengan permainan menyusun bentuk-bentuk bangun sederhana dari

[r]

Dari tahap testing yang dilakukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan Sistem informasi penjadwalan penagihan yang dibuat peneliti dapat digunakan karena sudah

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh suami yang mengalami abortus, Sampel berjumlah 30 orang diambil dengan metode Consecutive sampling.Hasil penelitian

Pada tahun 2012 Widodo menulis Skripsi yang berjudul Analisis Dan Perancangan Website Sebagai Media Promosi Dan Penjualan Selfish Clothing Company Ecommerce atau