• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi penatalaksanaan pengobatan demam berdarah dengue pada pasien anak di RSU Budi Rahayu Pekalongan periode 2009 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi penatalaksanaan pengobatan demam berdarah dengue pada pasien anak di RSU Budi Rahayu Pekalongan periode 2009 - USD Repository"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENATALAKSANAAN PENGOBATAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA PASIEN ANAK DI RSU BUDI RAHAYU

PEKALONGAN PERIODE 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Titien NIM : 078114007

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

EVALUASI PENATALAKSANAAN PENGOBATAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA PASIEN ANAK DI RSU BUDI RAHAYU

PEKALONGAN PERIODE 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Titien NIM : 078114007

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

iii SKRIPSI

EVALUASI PENATALAKSANAAN PENGOBATAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA PASIEN ANAK DI RSU BUDI RAHAYU

PEKALONGAN PERIODE 2009

Yang Diajukan Oleh : Titien

NIM: 078114007

telah disetujui oleh:

Pembimbing

Drs. Mulyono, Apt. tanggal: 19 Januari 2011

(4)
(5)

v

H A L A M A N P ERSEM BA H A N

Kupersembahkan karya ku ini untuk :

Yesus Kristus dan Bunda Maria sebagai

pelindungku

Papa dan Mamaku yang selalu memberi kasih

sayang dan semangat buatku

Kakakku yang selalu memberi motivasi

Sahabat sejatiku yang selalu sabar menemaniku

selama di jogja

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Titien

Nomor Mahasiswa : 07 8114 007

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

EVALUASI PENATALAKSANAAN PENGOBATAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA PASIEN ANAK DI RSU BUDI RAHAYU PEKALONGAN PERIODE 2009 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 7 Februari 2011 Yang menyatakan

(7)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 19 Januari 2011 Penulis

(8)

viii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Evaluasi Penatalaksanaan Pengobatan Demam Berdarah Dengue Pada Pasien Anak di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009”. Dengan sistematika penulisan sebagai berikut : pendahuluan (berisi mengenai latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian), penelaahan pustaka (menjelaskan mengenai Demam Berdarah Dengue, penatalaksanaan pengobatan Demam Berdarah Dengue, pengobatan pada anak dan Drug Related Problems, serta keterangan empiris), metode penelitian (meliputi jenis dan rancangan penelitian; definisi operasional; bahan, subyek dan lokasi penelitian; instrumen penelitian; tata cara penelitian; tata cara analisis hasil dan kelemahan penelitian), hasil dan pembahasan (menjabarkan mengenai karakteristik pasien, pengobatan pada pasien, dan gambaran kasus mengenai masalah – masalah Drug Related Problems), kesimpulan dan saran, serta daftar pustaka. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm.), Program Studi Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

(9)

ix

2. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan,pengarahan, waktu, semangat, saran, dan kritik dalam proses penyusunan skripsi.

3. Dra.Th.B. Titien Siwi Hartayu,M.Kes.,Apt dan dr. Fenty,M.Kes.,Sp.PK selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, kritik dan telah meluangkan waktunya.

4. Dr. Yohanes Subroto,MPH selaku Direktur RSU Budi Rahayu Pekalongan yang telah memberikan ijin dalam proses pengambilan data rekam medik. 5. Anna Indriyanti S.G, Apt selaku apoteker di Instalasi Farmasi RSU Budi

Rahayu Pekalongan yang telah membantu dan menyiapkan data – data yang dibutuhkan oleh penulis.

6. Papa (Agus Setiawan) dan Mama (Undawati) yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Kakak – kakakku tersayang (Mega, Mera, dan Lina) yang selalu memberi

motivasi dan semangat selama proses penyusunan skripsi.

8. Sahabat terbaikku (Yohanes Febrianto Winarno), terima kasih atas kesabaran, bantuan, dan semangat yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

(10)

x

10.Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2007 kelas A dan Farmasi Klinis Komunitas A (FKK A) terima kasih atas kebersamaan dan suka duka kita selama ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karenanya penulis ingin meminta maaf yang sebesar – besarnya apabila terdapat kesalahan yang kurang berkenaan. Penulis juga mengharapakan kritik dan saran yang dapat membangun sehingga nantinya skripsi ini dapat digunakan bagi pihak – pihak yang membutuhkannya dan dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan

Yogyakarta, Januari 2011

(11)

xi B. Penatalaksanaan Pengobatan Demam Berdarah Dengue……… 1. Penggantian Cairan Tubuh... C. Bahan, Subyek dan Lokasi Penelitian ...

(12)

xii

G. Kelemahan Penelitian……….

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...

A. Karakteristik Pasien…….………..

a. Gambaran Berdasarkan Distribusi Kelompok Umur………... b. Gambaran Berdasarkan Jenis Kelamin ……….. c. Gambaran Berdasarkan Lama Perawatan ……… B. Pengobatan Pasien DBD………...

(13)

xiii

Kategori dan penyebab – penyebab Drug Related Problems (DRPs)……….. Pembagian Kelompok dan Persentase Umur Pasien Anak DBD RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009...…….. Jumlah Obat yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009…………... Golongan Obat yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009……… Jenis Antibiotik yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009……… Jenis Vitamin yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di

RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009……… Jenis Multivitamin yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009……… Jenis Antihistamin yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009……… Jenis Kortikosteroid yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009………... Jenis Pencahar yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009………..…. Jenis Golongan Obat Lain yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009……… Cara Pemberian Obat yang Diberikan pada Pasien Anak

DBDdi RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009………. Bentuk Sediaan Obat yang Diberikan pada Pasien Anak

(14)
(15)

xv Tabel XXXI

Tabel XXXII

Tabel XXXIII

Tabel XXXIV

Tabel XXXV

Tabel XXXVI

Tabel XXXVII

Analisis DRPs Kasus 33 pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009 ……… Analisis DRPs Kasus 39 pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009 ……… Analisis DRPs Kasus 41 pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009 ……… Analisis DRPs Kasus 42 pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009 ……… Analisis DRPs Kasus 43 pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009 ……… Analisis DRPs Kasus 44 pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009 ……… Kasus DRPs Penatalaksanaan Pengobatan DBD pada Pasien Anak di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009………..

103

106

108

111

113

115

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.

Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8.

Gambar 9.

Nyamuk Aedes aegypti... Cara Penularan Virus Dengue... Pathogenesis Terjadinya Syok Pada DBD……… Pathogenesis Perdarahan Pada DBD………. Tata Laksana DBD Derajat I dan II... Tata Laksana DBD Derajat III dan IV...

Perbandingan Jenis Kelamin pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009………..

Distribusi Lama Perawatan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009……… Jenis Rehidrasi yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009……….

13 14 16 18 24 26 42

43

(17)

xvii Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8

DAFTAR LAMPIRAN

Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue

Haemorrhagic Fever in Small Hospital………..

Pocket Book of Hospital Care for Children,Guidelines for th Management of Common Illness with Limited Resources..…

Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control………

Surat Ijin Penelitian dari Fakultas………... Surat Ijin Penelitian dari BAPEDA………. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan……….. Surat Keterangan Wawancara dengan Dokter……… Hasil Wawancara dengan Dokter………

129

136

(18)

xviii INTISARI

Infeksi Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, serta dapat menimbulkan wabah dan kematian dalam waktu singkat, pada umumnya terjadi pada usia anak – anak. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penatalaksanaan pengobatan demam berdarah dengue pada pasien anak di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Bahan penelitian yang digunakan berupa catatan lembar rekam medik pasien anak DBD pada tahun 2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pasien anak DBD ditemukan pada kelompok umur 6-12 tahun (39,6%). Distribusi jenis kelamin sebesar 59,1% (laki – laki) dan 40,9% (perempuan). Lama perawatan selama 4 – 5 hari (34,1%). Rata – rata jumlah obat yang diberikan pada pasien sebanyak 4 macam (22,7%). Golongan obat yang sering diberikan pada pasien ialah golongan rehidrasi (100%). Jenis obat yang diberikan pada pasien ialah Ringer laktat (90,9%). Cara pemberian obat yang diberikan pada pasien ialah secara oral (100%) dan parenteral (100%). Bentuk sediaan yang banyak digunakan ialah infus (100%) dan sirup (88,6%).

Dari hasil penelitian terdapat 5 kasus Drug Related Problems meliputi tidak perlu obat (65,2%), butuh obat (4,3%), obat tidak efektif (21,7%), dosis kurang (39,1%), dan dosis berlebih (4,3%).

(19)

xix ABSTRACT

Infection Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by dengue virus and is transmitted through mosquito bites of Aedes aegypti and Aedes albopictus, and can cause death within a short time and often cause disease and generally occurs at the age of the child. Therefore, research was conducted to evaluation of treatment management of DHF pediatric patient at RSU Budi Rahayu Pekalongan.

This research is a non-experimental research design with retrospective descriptive evaluative. Materials research used a record sheet of DHF patients' medical records of children in 2009.

The results showed that characteristics of DHF patients found the child in the age group 6-12 years (39.6%). Gender distribution of 59.1% (male) and 40.9% (female). Old treatment for 4-5 days (34.1%). Average number of drugs given to patients as much as 4-5 types (22.7%). Class of drugs often given to patients is rehydration group (100%). Types of drugs given to patients is Ringer lactate (90.9%). How the administration of drugs given to patients is administered orally (100%) and parenteral (100%). Dosage form that is widely used is the infusion (100%) and syrup (88.6%). From the research there were 5 cases of Drug Related Problems include unnecessary drug therapy(65,2%), need for additional drug therapy(4,3%), inneffective drug(21,7%), dosage too low(39,1%), and dosage too high(4,3%).

(20)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan dapat menimbulkan wabah. Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tifoid. Hal ini dikarenakan perjalanan infeksi Virus Dengue (VD) yang menyebabkan DBD bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya (Kristina, Isminah, Wulandari, 2004).

Penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah kasus 58 anak, 24 diantaranya meninggal. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata – rata DBD di Indonesia terus meningkat dan meluas ke seluruh propinsi di Indonesia, angka kesakitan rata – rata meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973) ; 8,65 (1983) dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 35,19 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang (Soedarmo, Garna, Hadinegoro dan Satari, 2008).

(21)

awal terjadinya wabah di sebuah Negara, pola distribusi umur memperlihatkan jumlah kasus terbanyak berasal dari golongan anak berumur < 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus golongan usia dewasa muda meningkat (Soedarmo et al., 2008).

Menurut World Health Organization (WHO) 2007, Indonesia merupakan salah satu negara transmisi virus dengue, dan termasuk kategori “A” dalam Negara dikarenakan tingginya angka perawatan di rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya yang terjadi pada anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, pada tahun 2002 – 2009 total kasus DBD pada anak sudah mencapai 303, dengan jumlah kematian sebanyak 34 penderita. Kasus tertinggi terjadi pada tahun 2009 (50 penderita) dengan jumlah kematian 9 penderita.

Rumah Sakit Umum Budi Rahayu adalah rumah sakit umum swasta tipe C, dengan kapasitas 123 tempat tidur dengan 8 poli spesialis dan didalamnya terdapat fasilitas USG, Rontgen, Poliklinik, CT-Scan dan Pemeriksaan Laboratorium (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia,2009). Pengambilan sampel penelitian dilakukan di RSU Budi Rahayu Pekalongan, karena berdasarkan data di rumah sakit tersebut DBD merupakan salah satu penyakit terbesar yang diderita pasien rawat inap di RSU Budi Rahayu dengan jumlah 139 pasien anak.

(22)

selain itu penelitian dilakukan di Pekalongan karena sepanjang penulis ketahui telah banyak dilakukan penelitian di Rumah Sakit di daerah Yogyakarta dan belum atau jarang dilakukan penelitian mengenai evaluasi penatalaksanaan pengobatan demam berdarah di daerah Pekalongan, oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian di Pekalongan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai penatalaksanaan pengobatan DBD dan dapat digunakan sebagai bahan pembanding dan pelengkap bagi penelitian selanjutnya.

1. Permasalahan

a.Seperti apakah karakteristik pasien anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan tahun 2009, meliputi distribusi kelompok umur, jenis kelamin dan lama perawatan?

b.Seperti apakah pengobatan DBD pada pasien anak di RSU Budi Rahayu Pekalongan tahun 2009, yang meliputi jumlah obat, golongan obat, jenis obat, cara pemberian, dan bentuk sediaan yang diberikan kepada pasien? c.Bagaimana penatalaksanaan pengobatan DBD pada pasien anak di RSU

Budi Rahayu Pekalongan tahun 2009 meliputi : 1)Tidak perlu obat (Unnecessary Drug Therapy) 2)Butuh obat (Need for Additional Drug Therapy) 3)Obat tidak efektif (Inneffective drug)

4)Dosis kurang (Dosage too low) 5)Dosis berlebih (Dosage too high)

(23)

2. Keaslian penelitian

Penelitian tentang evaluasi penatalaksanaan pengobatan Demam Berdarah Dengue pada pasien anak di RSU Budi Rahayu sejauh ini belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan mengenai penyakit DBD meliputi :

a.Pola Peresepan Obat Demam Berdarah Dengue Tanpa Komplikasi Pada Anak di Instalasi Rawat Inap RS Dr. Sardjito Yogyakarta (Kurniandari,2003). Prinsip dari penelitian Kurniandari ialah melihat pola peresepan obat DBD tanpa komplikasi pada anak dari lembar rekam medik secara retrospektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah obat, golongan obat, jenis obat, kesesuaian regimen dosis, cara pemberian obat dan bentuk sediaan obat yang diberikan pada pasien anak DBD. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pada tahun 2001 di RS Dr. Sardjito Yogyakarta ditemukan 64 kasus penyakit DBD tanpa komplikasi pada anak, dengan jumlah obat sebanyak 1-6 macam obat, golongan obat yang sering diberikan ialah analgesik antipiretik (98,44%). Bentuk sediaan obat yang diberikan antara lain tablet, infus, sirup, injeksi, inhalasi, suppositoria, larutan, dan enema. Cara pemberian obat yang paling sering diterima ialah peroral. Penelitian Kurniandari berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam hal:

(24)

2) Lokasi penelitian, pada penelitian Kurniandari dilakukan di Instalasi Rawat Inap RS Dr. Sardjito Yogyakarta, sedangkan penelitian yang akan dilakukan dilaksanakan di RSU Budi Rahayu Pekalongan.

3) Pada penelitian Kurniandari hanya melihat pola peresepan obat tanpa mengevaluasi penatalaksanaan pengobatan yang diterima oleh pasien, sedangkan penelitian yang akan dilakukan juga membahas mengenai evaluasi penatalaksanaan pengobatan pada pasien.

(25)

Penelitian Sapury berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam hal:

1) Obyek penelitian, pada penelitian Sapury obyek penelitiannya hanya berupa lembar rekam medik, sedangkan penelitian yang akan dilakukan selain menggunakan lembar rekam medik juga menggunakan resep pasien yang didapat dari Instalasi Farmasi.

2) Lokasi penelitian, pada penelitian Sapury dilakukan di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta, sedangkan penelitian yang akan dilakukan dilaksanakan di RSU Budi Rahayu Pekalongan.

3) Pada penelitian Sapury hanya dilakukan evaluasi pengobatan mengenai ketepatan indikasi obat saja, sedangkan penelitian yang akan dilakukan juga mengevaluasi pengobatan mengenai ketepatan obat dan ketepatan dosis.

(26)

65,15%. Golongan obat yang sering diberikan ialah rehidrasi dan jenis obat yang diberikan ialah Ringer laktat. Bentuk sediaan yang sering diberikan ialah infus dan cara pemberian obatnya yaitu oral (96,97%) dan parenteral (100%). Penelitian Setyoputranto berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam hal:

1) Subyek penelitian, pada penelitian Setyoputranto subyek penelitiannya ialah pasien dewasa, sedangkan penelitian yang akan dilakukan subyeknya ialah pasien anak.

2) Obyek penelitian, pada penelitian Setyoputranto obyek penelitiannya hanya berupa lembar rekam medik, sedangkan penelitian yang akan dilakukan selain menggunakan lembar rekam medik juga menggunakan resep pasien yang didapat dari Instalasi Farmasi.

3) Lokasi penelitian, pada penelitian Setyoputranto dilakukan di Instalasi Rawat Inap RS Dr. Sardjito Yogyakarta, sedangkan penelitian yang akan dilakukan dilaksanakan di RSU Budi Rahayu Pekalongan.

4) Pada penelitian Setyoputranto hanya melihat pola peresepan obat tanpa mengevaluasi penatalaksanaan pengobatan yang diterima oleh pasien, sedangkan penelitian yang akan dilakukan juga membahas mengenai evaluasi penatalaksanaan pengobatan pada pasien.

(27)

pelayanan medis RSUP.Dr. Sardjito,IONI,MIMS, dan DIH. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandari menyatakan bahwa kasus DSS anak paling banyak diderita oleh laki – laki (59,26%) dan terdapat 11 kelas terapi yang diberikan serta yang terbanyak diberikan ialah rehidrasi (100%), analgesik – antipiretik (88,89%), dan diuretik (40,74%). Hasil evaluasi DRPs yang dilakukan mendapatkan bahwa 3 pasien mengalami DRPs dari 27 pasien yang diteliti yaitu DRP tidak perlu obat.

Penelitian Wulandari berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam hal:

1) Obyek penelitian, pada penelitian Wulandari obyek penelitiannya hanya berupa lembar rekam medik, sedangkan penelitian yang akan dilakukan selain menggunakan lembar rekam medik juga menggunakan resep pasien yang didapat dari Instalasi Farmasi.

2) Lokasi penelitian, pada penelitian Wulandari dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, sedangkan penelitian yang akan dilakukan dilaksanakan di RSU Budi Rahayu Pekalongan.

3) Pada penelitian yang dilakukan oleh Wulandari, membandingkan terapi DSS yang akan diteliti dengan menggunakan standar pelayanan medis RSUP.Dr. Sardjito, MIMS, IONI, dan DIH sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan membandingkan pengobatan DBD dengan menggunakan IONI, ISO, Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospital (WHO,1999b),

(28)

Management of Common Illness with Limited Resources (WHO,2005)

dan Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control (WHO, 2009).

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis.

Penelitian ini dapat digunakan untuk memperoleh gambaran dan mengevaluasi mengenai penatalaksanaan pengobatan meliputi ketepatan dosis, ketepatan obat dan ketepatan indikasi di RSU Budi Rahayu Pekalongan

b. Manfaat praktis.

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk :

1) memberikan gambaran tentang penatalaksanaan pengobatan yang dilakukan selama proses pengobatan DBD pada anak sehingga dapat meningkatkan kualitas terapi penyakit DBD pada anak di RSU Budi Rahayu Pekalongan.

2) mendukung pelaksanaan konsep farmasi klinik dan meningkatkan penerapan Pharmaceutical Care bagi pasien.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

(29)

2. Tujuan khusus

Untuk mencapai tujuan umum diatas, maka perlu disusun pula tujuan khususnya. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

a.mengetahui karakteristik pasien anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan tahun 2009, meliputi distribusi kelompok umur, jenis kelamin dan lama perawatan.

b.mengetahui pengobatan DBD pada pasien anak di RSU Budi Rahayu Pekalongan tahun 2009, yang meliputi jumlah obat, golongan obat, jenis obat, cara pemberian, dan bentuk sediaan yang diberikan kepada pasien. c.mengevaluasi penatalaksanaan pengobatan DBD pada pasien anak di RSU

Budi Rahayu Pekalongan tahun 2009 meliputi : 1) Tidak perlu obat (Unnecessary Drug Therapy) 2) Butuh obat (Need for Additional Drug Therapy) 3) Obat tidak efektif (Inneffective drug)

4) Dosis kurang (Dosage too low) 5) Dosis berlebih (Dosage too high)

(30)

11 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue 1. Definisi

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit tropis yang bersifat endemis di Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Siddik,Suparmin,dan Halim,2001). Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam kelompok flavivirus dan memiliki 4 serotipe yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus (Siddik et al.,2001).

2. Virus dengue

Virus Dengue (VD) merupakan penyebab Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD), virus ini termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,

DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang cukup terhadap serotipe lain tersebut. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Depkes,2008).

(31)

dapat juga dilakukan pemeriksaan serologi. Pemeriksaan serologi yaitu pemeriksaan terhadap ada atau tidaknya antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi virus tersebut pada masa lalu ataupun sekarang. Antibodi yang dapat dideteksi dari infeksi pada masa yang lalu adalah immunoglobulin G (IgG), sedangkan antibodi yang terbentuk dari infeksi yang baru (sekarang) adalah immunoglobulin M (IgM) (Massi dan Sabran, 2006).

Pemeriksaan serologi lebih sederhana dan murah dibandingkan dengan isolasi virus, namun punya beberapa kelemahan yaitu waktu yang dibutuhkan lebih lama, membutuhkan fasilitas dan keamanan laboratorium yang tinggi, pemeriksaan ini dapat juga memberikan hasil positif palsu pada penderita yang mengalami infeksi virus yang satu kelompok dengan VD (sensitivitasnya rendah). Selain itu, pemeriksaan ini juga tidak dapat menentukan jenis serotipe VD. Namun dengan adanya kemajuan teknologi, sekarang ini juga tersedia pemeriksaan baru yang tidak serumit isolasi virus yaitu dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Tapi, teknik ini membutuhkan biaya mahal dan tidak tersedia di semua tempat pelayanan kesehatan (Massi dan Sabran, 2006).

(32)

3. Cara penularan dan vektor

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Depkes,2008).

Gambar 1. Nyamuk Aedes aegypti (Anonim,2010)

Aedes aegypti merupakan nyamuk vektor DBD yang paling efisien karena

tempat hidupnya di dalam dan sekitar rumah. Setelah nyamuk menggigit penderita DBD, maka virus dalam darah penderita akan ikut terhisap masuk dalam lambung nyamuk. Kemudian virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar air liurnya. Kira – kira satu minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi eksentrik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk dan menjadi penular sepanjang hidupnya. Sebelum menghisap darah nyamuk akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Krishnajaya,2004).

(33)

tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk

hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu dua hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul (Depkes,2008).

Gambar 2. Cara Penularan Virus Dengue (Anonim,2008) 4. Pathogenesis

Pathogenesis Demam Berdarah Dengue (DBD) sepenuhnya belum dipahami, namun ada 2 teori yang banyak dianut pada DBD dan Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah:

a. Teori infeksi sekunder (theory secondary heterologous infection).

(34)

heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (Suvatte,2008).

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan teori the secondary heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe

(35)

Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus anamnestic antibody respon Komplek virus – antibodi

Aktivasi komplemen

Anafilatoksin (C3a, C5a) komplemen Histamin

dalam urin ↑ Permeabilitas kapiler

>30% pada kasus Hematokrit syok 24-48jam Perembesan plasma Natrium ↓

cairan dalam rongga serosa

Hipovolemi

Syok

Anoksia Asidosis

Meninggal

Gambar 3. Pathogenesis terjadinya syok pada DBD (Suvatte,2008)

b. Theory immune enhancement.

(36)

mononuklear. Sehingga dapat menyebabkan terjadinya sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang menyebabkan bocornya plasma, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Djamanshiro,2008).

Theory immune enhancement menyatakan bahwa virus dengue dapat

mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (dapat dilihat pada gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada penderita DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen

degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan

(37)

Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Anamnestic antibody Komplek virus antibodi

Agregasi trombosit Aktivasi koagulasi Aktivasi komplemen

Penghancuran trombosit

oleh RES Pengeluaran

platelet faktor III Plasma aktivasi faktor

Hageman anafilatoksi Trombositopenia koagulapati konsumtif

Sistem kinin

Penurunan faktor pembekuan kinin peningkatan permeabilitas membran FDP meningkat

ganguan fungsi trombosit perdarahan masif syok Gambar 4. Pathogenesis Perdarahan pada DBD (Suvatte, 2008)

5. Manifestasi klinis dan diagnosa

Infeksi virus dengue pada manusia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang bermacam – macam, seperti Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, dan Sindrom Syok Dengue. Infeksi virus pada DBD merupakan self limiting infection disease yang akan berakhir sekitar 2 – 7 hari (Keri, 2007).

(38)

a. Derajat I :

Demam disertai gejala – gejala umum yang tidak khas dan satu - satunya manifestasi perdarahan spontan adalah uji tourniquet positif.

b. Derajat II :

Gejala – gejala derajat I, disertai gejala – gejala perdarahan kulit spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.

c. Derajat III :

Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit(< 20mHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.

d. Derajat IV :

Syok berat (profound syok), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Diagnosa DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 yang terdiri dari :

a. Kriteria klinis

1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 – 7 hari.

2) Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : a) Uji Torniquet positif

b) Ptechiae, echimosis, purpura

(39)

3) Pembesaran hati

4) Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.

b. Kriteria Laboratoris

1) Trombositopenia (100.000/µl atau kurang)

2) Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih (Krishnajaya,2004).

B. Penatalaksanaan Pengobatan Demam Berdarah Dengue

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Dasar pengobatan DBD dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Penggantian cairan tubuh

Cairan diberikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Pada pasien anak setelah keadaan dehidrasi dapat diberikan cairan rumatan 80-100ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya (Soedarmo et al., 2008).

2. Penggantian volume plasma

(40)

maka cairan plasma berkurang, oleh sebab itu dasar pengobatan DBD ialah penggantian volume plasma yang hilang. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2- 3 jam pertama, tetesan dalam 24 – 48 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit dan jumlah volume urin. Secara umum volume yan dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5 – 8% (Soedarmo et al., 2008).

Cairan intravena diperlukan apabila :

a. Pasien terus menerus muntah , tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral, dikhawatirkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadi syok

b. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala

Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% didalam 1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis, ¼ dari jumlah cairan total dikeluarkan dan diganti dengan larutan yang berisi 0,167 mol.liter Natrium Bikarbonat (3/4 bagian berisi Larutan NaCl 0,9% + glukosa ditambah ¼ Natrium Bikarbonat) (Soedarmo et al., 2008). 3. Antipiretika

(41)

Penatalaksanaan pengobatan DBD dapat pula dikaji menurut Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospital

(WHO,1999b), Pocket Book of Hospital Care for Children,Guidelines for the Management of Common Illness with Limited Resources (WHO,2005) dan

Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control

(WHO,2009).

Penatalaksanaan pengobatan DBD menurut Guidelines for Treatment of

Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospital (WHO,1999b),

dibagi dalam 2 bagian:

a. Demam Berdarah Dengue (DBD) derajat I dan II

(42)

intravena perlu diberikan jika pasien muntah terus – menerus atau tidak dapat menerima cairan secara oral.

Pada DBD derajat II, jika terjadi penurunan jumlah trombosit sampai

≤100.000/mm3

(43)

Demam Berdarah Derajat I dan II

Terapi awal cairan intravena kristalloid 6ml/kg/jam untuk 1 – 2 jam

Terapi cairan intravena dihentikan setelah 24 – 48jam

kurangi volume terapi intravena

menjadi 6ml/kg/jam dan jika terus membaik

kurangi sampai 3ml/kg/jam

Gambar 5. Tata Laksana DBD Derajat I dan II (WHO,1999b). PERBAIKAN

hematokrit dan frekuensi nadi ↓, tekanan darah membaik, produksi urin meningkat

TIDAK MEMBAIK

(44)

b. Demam Berdarah Dengue (DBD) derajat III dan IV

Tanda – tanda umum komplikasi yang dapat diamati selama fase afebril pada DBD derajat III ialah kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit, hipotensi, kulit lembab, dingin, dan gelisah. Setelah pasien dirawat inap, segera berikan terapi intravena dan lakukan pemantauan terhadap nilai hematokrit, trombosit dan tanda – tanda vital pasien secara teratur dan berkelanjutan. Jika pasien telah menerima cairan intravena sebanyak 1.000ml dan tanda – tanda vital masih belum stabil, lakukan pemeriksaan hematokrit kembali, jika hematokrit meningkat cairan intravena harus diganti dengan cairan koloid dekstran, namun jika hematokrit menurun dapat diberikan tranfusi darah 10ml/kg (WHO,1999b).

(45)

Demam Berdarah Derajat III dan IV

Segera berikan terapi intravena kristalloid 10 – 20mg/kg/jam selama 1 jam

Kurangi intravena kristalloid dari 20ml/kg/jam menjadi 10ml/kg/jam,

10ml/kg/jam menjadi 6ml/kg/jam dan oksigen 6 menjadi 3ml/kg/jam

PERBAIKAN hematokrit hematokrit meningkat menurun Terapi cairan intravena dihentikan

setelah 24 – 48jam IV Koloid (Dekstran 40) tranfusi darah atau plasma 10ml/kg/jam (10ml/kg/jam)

IV bolus jika hematokrit meningkat>35%

PERBAIKAN

Kurangi intravena kristalloid dari 20ml/kg/jam menjadi 10ml/kg/jam,

10ml/kg/jam menjadi 6ml/kg/jam dan 6 menjadi 3ml/kg/jam

Gambar 6. Tata Laksana DBD Derajat III dan IV (WHO,1999b). PERBAIKAN

hematokrit dan frekuensi nadi ↓, tekanan darah membaik, produksi urin meningkat

TIDAK MEMBAIK

(46)

Menurut Pocket Book of Hospital Care for Children,Guidelines for the Management of Common Illness with Limited Resources (WHO,2005),

penatalaksanaan pengobatan DBD, dibagi menjadi : a. Tatalaksana DBD tanpa syok

Penatalaksanaan DBD tanpa syok dapat dilakukan dengan memberikan larutan oralit atau jus buah untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Jika anak mengalami demam dapat diberikan paracetamol, namun hindari pemberian asetosal atau ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya perdarahan. Selama menjalani perawatan di rumah sakit berikan larutan istonik seperti Ringer lakat, kemudian lakukan pemantauan terhadap tanda vital pasien dan hasil laboratorium pasien (hematokrit, trmobosit, lekosit, dan hemboglobin) setiap 6 jam, apabila terjadi penurunan hematokrit dan kondisi pasien yang membaik, pemberian jumlah cairan dapat diturunkan secara bertahap sampai keadaan stabil. Namun, bila kondisi pasien memburuk lakukan tatalaksana sesuai dengan tatalaksana DBD dengan syok.

b. Tatalaksana DBD dengan syok

(47)

Berdasarkan Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control (WHO,2009), penatalaksanaan pengobatan DBD dibagi dalam 3

kelompok yaitu kelompok A, kelompok B dan kelompok C. Pada kelompok A merupakan kasus DBD yang dapat menjalani rawat jalan, penatalaksanaan pengobatannya dapat dilakukan dengan bed rest, banyak minum air putih atau jus buah, jika demam dapat diberikan paracetamol. Pada kelompok B merupakan kasus DBD yang menjalani perawatan di rumah sakit, penatalaksanaan pengobatannya dapat dilakukan dengan memberikan cairan isotonik seperti Ringer laktat, 0.9% saline 5 – 7ml/kg/jam selama 1 – 2jam, kemudian dapat diturunkan menjadi 3 – 5ml/kg/jam selama 2 – 4 jam, kemudian dapat diturunkan lagi menjadi 2 – 3ml/kg/jam sampai kondisi pasien membaik. Sedangkan pada kelompok C merupakan kasus DBD dengan syok, penatalaksanaan pengobatannya dengan memberikan cairan isotonik 5 – 10ml/kg/jam selama 1 jam. Jika kondisi pasien membaik pemberian cairan dapat diturunkan menjadi 3 – 5ml/kg/jam selama 2 – 4jam, lalu 2 – 3ml/kg/jam selama 2 – 4 jam.

C. Pengobatan Pada Anak

(48)

Berdasarkan formula Young, dosis anak dapat dihitung dengan rumus : Dosis anak = dosis dewasa x umur (tahun)

Umur + 22 tahun

Untuk menentukan dosis obat dengan tepat perlu dilakukan penggolongan untuk anak berdasarkan pada saat terjadinya perubahan - perubahan biologis :

1. Neonatus : awal kelahiran sampai usia 1 bulan 2. Bayi : 1 bulan sampai 1 tahun

3. Anak : 1 sampai 12 tahun

4. Dewasa : 18 tahun keatas (Springhouse Corporation,2000).

D. Drug Related Problems

Salah satu permasalahan yang muncul dalam farmasi klinis yaitu masalah pemakaian obat. Drug related problems (DRPs) atau sering diistilahkan dengan Drug Therapy Problems (DTP) adalah kejadian atau efek yang tidak diharapkan

yang dialami pasien selama menjalani proses terapi dengan obat dan secara aktual atau potensial bersamaan dengan outcome yang diharapkan pada saat mendapat perawatan akibat dari suatu penyakit (Cipolle, Strand, dan Morley, 2004).

Drug Related Problem terdiri dari aktual DRP dan potensial DRPs. Aktual

(49)

Per masalahan yang dibahas dalam DTPs dan penyebabnya dijelaskan dalam tabel berikut

Tabel I. Kategori dan Penyebab-Penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle, Strand, dan Morley, 2004)

Drugs Related Problems Penyebab umum terjadinya DRP

1. Tidak perlu obat (Unnecessary Drug Therapy)

a. Obat yang diberikan tidak ada indikasi pada saat itu b. Pemberian obat kombinasi yang seharusnya cukup

dengan satu obat saja

c. Kondisi pasien yang lebih baik disembuhkan dengan terapi non farmakologi

d. Terapi obat diberikan untuk mengatasi efek samping dari obat lain

e. Penyalahgunaan obat, penggunaan alcohol, atau merokok

2. Butuh obat (Need for Additional Drug Therapy)

a. Kondisi medis yang membutuhkan terapi obat

b.Terapi obat yang dibutuhkan untuk mengurangi risiko berkembangnya kondisi medis yang baru

c. Kondisi yang membutuhkan terapi obat tambahan untuk memperoleh efek sinergis atau addiktif

3. Obat tidak efektif (Inneffective drug)

a. Obat yang diberikan bukan yang paling efektif untuk mengatasi masalah pasien

b. Kondisi pasien susah disembuhkan dengan obat yang diberikan

c. Cara pemberian obat yang tidak sesuai 4. Dosis kurang (Dosage

too low)

a. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon

b.Interval pemberian kurang untuk menimbulkan respon yang diinginkan

c. Interaksi obat mengurangi kadar obat aktif yang tersedia d. Durasi pemberian obat terlalu pendek untuk

menghasilkan respon yang diinginkan 5. Dosis berlebih (Dosage

too high)

a. Dosis yang digunakan pasien terlalu tinggi b. Frekuensi pemberian obat terlalu pendek c. Durasi terapi obat terlalu lama

(50)

Lanjutan Tabel I. Kategori dan Penyebab-Penyebab Drug RelatedProblems (DRPs) (Cipolle, Strand, danMorley,2004)

6. Efek obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction)

a. Obat yang diberikan menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan

b. Dibutuhkan obat yang lebih aman karena ada faktor risiko

c. Interaksi obat menghasilkan reaksi yang tidak diinginkan d. Regimen dosis yang diberikan atau diganti terlalu cepat e. Obat yang diberikan menimbulkan alergi

f. Obat yang diberikan kontraindikasi karena ada faktor risiko

7. Ketidaktaatan Pasien (Noncompliance)

a. Pasien tidak mengerti instruksi yang diberikan b. Pasien lebih memilih untu tidak meminum obat c. Pasien lupa meminum obat

d. Obat terlalu mahal bagi pasien

e. Pasien tidak dapat meminum atau menggunakan sendiri obat dengan tepat

f. Obat tidak tersedia bagi pasien

E. Keterangan Empiris

(51)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi penatalaksanaan pengobatan DBD pada pasien anak di RSU Budi Rahayu Pekalongan periode 2009 merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Jenis penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental karena tidak memberikan perlakuan pada subyek uji dan hanya melakukan pengamatan (Praktiknya,2001). Rancangan penelitian deksriptif evaluatif dikarenakan data diperoleh dari catatan lembar medik kemudian dievaluasi berdasarkan studi pustaka (IONI, ISO, dan Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospital (WHO,1999b); Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control (WHO,2009) serta Pocket Book of

Hospital Care for Children,Guidelines for the Management of Common Illness

(52)

B. Definisi Operasional

1. Pasien Demam Berdarah Dengue adalah pasien anak DBD non komplikasi yang berumur 6 - 12 tahun yang menjalani rawat inap di RSU Budi Rahayu Pekalongan periode Januari – Desember 2009.

2. Demam Berdarah Dengue Non Komplikasi adalah penyakit demam berdarah dengue tanpa penyakit penyerta lainnya.

3. Evaluasi adalah melihat kembali, menilai dan menyimpulkan tata cara pelayanan kesehatan dalam hal pengobatan yang kemudian di bandingkan dengan prosedur /standar yang ada (Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospital (WHO,1999b); Dengue

Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control (WHO,2009)

serta Pocket Book of Hospital Care for Children,Guidelines for the Management of Common Illness with Limited Resources (WHO,2005)).

C. Bahan, Subyek dan Lokasi Penelitian 1. Bahan penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah berupa catatan lembar rekam medik dan resep pasien anak DBD yang menjalani rawat inap di RSU Budi Rahayu Pekalongan pada tahun 2009.

2. Subyek penelitian

(53)

3. Lokasi penelitian

Penelitian mengenai evaluasi penatalaksanaan pengobatan DBD pada pasien anak di RSU Budi Rahayu Pekalongan dilakukan di bagian Instalasi Farmasi dan Unit Rekam Medik.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospital

(WHO,1999b), Pocket Book of Hospital Care for Children,Guidelines for the Management of Common Illness with Limited Resources (WHO,2005) dan

Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control

(WHO,2009).

E. Tata Cara Penelitian 1. Tahap pra – penelitian

Pada tahap pra – penelitian ini diawali dengan melakukan survei penyakit yang sering terjadi pada pasien rawat inap di RSU Budi Rahayu terutama pada tahun 2009, survei dilakukan dengan cara bertanya dan wawancara dengan perawat, apoteker, dan karyawan di bagian Unit Rekam Medik.

(54)

2. Tahap perencanaan

Setelah diketahui bahwa DBD merupakan salah satu penyakit terbesar yang diderita pasien rawat inap di RSU Budi Rahayu Pekalongan, maka dilakukan tahap perencanaan yang dimulai dengan membuat surat perijinan yang diberikan kepada Direktur RSU tersebut. Setelah mendapat ijin dari Direktur RSU ini, tahap selanjutnya dengan cara melihat karakteristik pasien anak DBD non komplikasi RSU Budi Rahayu Pekalongan selama tahun 2009, yang diperoleh langsung dari lembar print out yang diberikan oleh bagian Unit Rekam Medik. Laporan tersaji dalam bentuk tabel yang menjabarkan mengenai jumlah pasien anak yang menderita DBD pada tahun 2009, sehingga diketahui angka kejadian DBD non komplikasi pada pasien anak periode 2009 di RSU Budi Rahayu Pekalongan. 3. Tahap pengambilan data

Pengambilan data dilakukan di bagian Instalasi Farmasi dan Unit Rekam Medik di RSU Budi Rahayu Pekalongan. Proses pengambilan data ini berlangsung pada tanggal 14 – 30 Juni 2010. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Proses penelusuran data dilakukan dengan melihat print out data pasien anak yang dirawat inap pada tahun 2009.

(55)

perawatan, diagnosa dari dokter, dan obat – obat yang diterima pasien selama menjalani rawat inap di RSU Budi Rahayu Pekalongan, sedangkan resep pasien digunakan untuk melengkapi data obat obat yang diterima pasien yang terkadang kurang lengkap dijabarkan dalam lembar rekam medik.

4. Tahap pengolahan data

Data yang diperoleh, kemudian dikelompokkan dalam 3 bagian yaitu karakteristik pasien, pengobatan pasien, dan gambaran kasus mengenai masalah – masalah DRPs yang mungkin terjadi dalam penatalaksanaan pengobatan DBD pada pasien anak, selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel dan gambar disertai dengan beberapa uraian penjelasan.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Analisis hasil dilakukan dengan menganalisis data yang telah diperoleh dan dikelompokkan menjadi 3 bagian. Bagian pertama mengenai karakteristik pasien, meliputi distribusi kelompok umur, perbandingan jenis kelamin dan lama perawatan pasien. Selanjutnya umur pasien dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan cara pemberian obat (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2003,) pada anak yaitu < 1 tahun, 1 – 5 tahun, 6 – 12 tahun dan >12 tahun.

(56)

kasus yang menggunakan obat dengan jumlah tertentu dibagi jumlah kasus yang diteliti dikalikan 100%.

contoh perhitungan :

pasien A selama menjalani rawat inap mendapatkan 2 macam jenis obat yaitu Ringer laktat dan paracetamol. Diketahui jumlah kasus DBD yang terjadi pada pasien anak sebanyak 44.

Jadi, jumlah obat yang diterima oleh pasien sebesar 4,5%.

Golongan obat dihitung berdasarkan jumlah kasus yang menerima golongan obat tertentu dibagi jumlah kasus yang diteliti dikalikan 100%

contoh perhitungan :

Golongan analgesik – antipiretik diberikan pada 33 pasien dengan jumlah kasus yang diteliti sebanyak 44.

Jadi, golongan obat analgesik – antipiretik yang digunakan sebesar 75%.

Jenis obat, dihitung berdasarkan jumlah kasus yang menggunakan jenis obat tertentu dibagi jumlah kasus yang diteliti dikalikan 100%

contoh perhitungan :

Antibiotik amoxicillin diberikan pada 23 pasien, jumlah kasus yang diteliti sebanyak 44.

(57)

Cara pemberian, misalnya oral atau parenteral, disertai jumlah kasus yang menggunakan obat tersebut. Cara pemberian obat dihitung berdasarkan jumlah kasus yang menggunakan obat dengan cara tertentu dibagi jumlah kasus yang diteliti dikalikan 100% .

contoh perhitungan :

Pada pasien DBD menerima berbagai macam jenis obat, salah satunya ialah Ringer laktat yang cara pemberiannya secara parenteral. Pemberian Ringer laktat diberikan pada semua pasien yaitu 44 pasien.

Jadi, cara pemberian Ringer laktat secara parenteral sebesar 100%.

Bentuk sediaan, misalnya tablet atau sirup, disertai jumlah kasus yang menggunakan bentuk sediaan tersebut. Bentuk sediaan obat dihitung berdasarkan jumlah kasus yang menggunakan obat dengan bentuk sediaan tertentu dibagi jumlah kasus yang diteliti dikalikan 100%.

contoh perhitungan :

Sebanyak 39 pasien anak menerima obat dalam bentuk sirup, dengan jumlah kasus sebesar 44.

Jadi, bentuk sediaan sirup yang diberikan pada 39 pasien sebesar 88,6%.

(58)

melalui masalah medis pasien, mencakup umur, jenis kelamin, lama perawatan dan diagnosa (Subjektive); pemeriksaan fisik dan laboratorium (Objektive), penilaian farmasis terhadap subjektif dan objektif pasien (Assesment), dan monitoring serta rekomendasi yang akan diberikan kepada pasien (Planning) (Rovers and Currie, 2007).

G. Kelemahan Penelitian

(59)

40 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dari hasil analisis data mengenai penatalaksanaan pengobatan DBD pada pasien anak dapat dibagi dalam 3 bagian. Bagian pertama berisi gambaran umum hasil penelitian. Bagian ini menggambarkan tentang distribusi kelompok umur, jenis kelamin dan lama perawatan yang dijalani oleh pasien. Bagian kedua berisi pengobatan DBD pada pasien anak yang menjalani rawat inap di RSU Budi Rahayu Pekalongan periode 2009, bagian ini menjabarkan mengenai jumlah obat, golongan obat, jenis obat, cara pemberian dan bentuk sediaan obat yang diterima oleh pasien. Sedangkan bagian ketiga berisi gambaran – gambaran kasus mengenai DRPs, bagian ini menjelaskan mengenai 6 masalah DRPs yang terjadi yang akan dianalisis dengan menggunakan metode SOAP.

Dari hasil penelusuran yang dilakukan terdapat 111 kasus DBD yang terjadi pada anak. Kemudian dari 111 kasus tersebut dikelompokkan berdasarkan umur.

A. Karakteristik Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009

1. Gambaran berdasarkan distribusi kelompok umur

(60)

kejadian DBD terbanyak pada umur > 5tahun sampai 12 tahun. Dimana pada usia ini merupakan tahap awal bagi anak dalam memulai berinteraksi dengan lingkungan diluar keluarga/rumahnya serta pada usia tersebut anak mulai memasuki usia sekolah sedangkan sekolah merupakan tempat yang paling potensial untuk memindahkan virus dengue secara cepat. Dari data penelitian yang didapat dan diperkuat dengan penelitian yang Adelnette Gertuide Sapury, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat kasus ini untuk diteliti lebih lanjut.

Tabel II. Pembagian Kelompok dan Persentase Umur Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009

No Kelompok Umur Anak

Jumlah Pasien Persentase (%) dalam jumlah keseluruhan

1. < 1 tahun 10 9,0%

2. 1 – 5 tahun 38 34,2%

3. 6 – 12 tahun 44 39,6%

4. > 12 tahun 19 17,1%

Σ kasus = 111 kasus

Pembagian umur ini berkaitan dengan bentuk sediaan dan cara pemberian obat pada anak. Pilihan bentuk sediaan obat pada anak < 1 tahun dapat berbeda dengan bentuk sediaan obat yang diberikan pada anak 6 – 12 tahun.

2. Gambaran berdasarkan jenis kelamin

(61)

Gambar 7. Perbandingan Jenis Kelamin pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009

Dari gambar 7, dapat diketahui bahwa persentase pasien laki – laki sebesar 59,1% dengan jumlah pasien sebanyak 26 orang dan persentase pasien perempuan sebesar 40,9% dengan jumlah pasien sebanyak 18 orang. Pada penelitian – penelitian yang pernah ada sebelumnya mengenai kasus DBD, diketahui bahwa tidak ada hubungan korelatif antara jenis kelamin dengan virus dengue penyebab DBD karena pada umumnya DBD dapat menyerang pada siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin.

3. Gambaran berdasarkan lama perawatan

(62)

Gambar 8. Distribusi Lama Perawatan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009

B. Pengobatan Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009

1. Jumlah obat

Menurut Soedarmo, Garna, Hadinegoro dan Satari (2008), prinsip pengobatan penyakit DBD bersifat suportif dan simptomatis sehingga obat – obat yang diberikan dimaksudkan untuk mengobati gejala – gejala yang muncul dan pada umumnya gejala yang muncul tiap pasien berbeda – beda.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah obat yang diberikan pada pasien anak DBD selama menjalani rawat inap di RSU Budi Rahayu Pekalongan ialah sebanyak 2 – 13 macam obat. Jumlah obat yang diberikan pada pasien anak DBD dalam penelitian ini, tidak diberikan dalam jumlah dan waktu yang bersamaan tetapi menurut selang waktu dan dosis tertentu selama masa perawatan pasien di RSU Budi Rahayu Pekalongan.

(63)

sangat bervariasi disebabkan perbedaan tingkat berat ringannya penyakit yang diderita oleh pasien anak DBD.

Tabel III. Jumlah Obat yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009

No Jumlah Obat

Jumlah Pasien Persentase (%) dalam jumlah keseluruhan

1 2 2 4,5

2 3 6 13,6

3 4 10 22,7

4 5 7 15,9

5 6 3 6,8

6 7 1 2,3

7 8 5 11,4

8 9 2 4,5

9 10 2 4,5

10 11 1 2,3

11 12 4 9,1

12 13 1 2,3

Σ kasus = 44 kasus

2. Golongan obat

(64)

Tabel IV. Golongan Obat yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009

No Golongan Obat Jumlah Pasien Persentase (%) dalam

jumlah keseluruhan

1 Rehidrasi 44 100

2 Analgesik - antipiretik 33 75

3 Antibiotik 33 75

4 Vitamin 23 52,3

5 Multivitamin 29 65,9

6 Kortikosteroid 20 38,6

7 Antihistamin 12 27,3

8 Anti migren 2 4,5

9 Pencahar 6 13,6

10 Antitukak 5 11,4

11 Antiepilepsi 6 13,6

12 Golongan obat lain – lain 8 18,2

Σ kasus = 44 kasus

Dari tabel IV dapat dilihat bahwa golongan obat yang banyak digunakan untuk pengobatan DBD pada anak adalah golongan rehidrasi dengan persentase 100% dan jumlah pasien sebanyak 44 orang. Golongan obat kedua terbanyak yang digunakan adalah golongan analgesik - antipiretik dan antibiotik dengan persentase sebesar 75% dan jumlah pasien sebanyak 33 orang. Pemberian kedua golongan obat (rehidrasi dan analgesik antipiretik) sudah sesuai dengan penatalaksanaan DBD menurut Soedarmo et al. (2008) dan sesuai dengan standar WHO (1999a).

(65)

paracetamol). Golongan obat lain – lain, antara lain obat untuk penyakit telinga, hidung dan orofaring, hemostatik, antitusif dan ekspektoran, obat untuk saluran cerna, obat untuk mual dan vertigo serta anti diare. Golongan obat lain – lain diberikan kepada 8 orang dengan persentase sebesar 18,2%.

3. Jenis obat

Jenis obat yang digunakan pada kasus DBD anak non komplikasi menurut golongan obat adalah sebagai berikut:

a. Obat rehidrasi.

Obat rehidrasi ialah cairan elektrolit yang tersedia dalam bentuk sediaan infus yang diberikan secara parenteral kepada pasien. Pemberian cairan parenteral ini bertujuan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume dan komposisi normal cairan tubuh, obat ini sangat dibutuhkan bagi penderita mual dan muntah yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya melalui mulut (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI,2003).

(66)

Gambar 9. Jenis Rehidrasi yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009

Dari gambar 9, dapat dilihat bahwa jenis rehidrasi yang paling banyak diberikan adalah Ringer laktat dengan jumlah pasien sebanyak 40 orang (90,9%). Jenis rehidrasi lainnya ialah Ringer dekstrosa yang hanya diberikan kepada 4 pasien dengan persentase sebesar 9,1%.

b. Analgesik – antipiretik.

Analgesik - antipiretik merupakan obat yang ditujukan untuk mengobati demam dan mengurangi nyeri yang menyertai demam. Tujuan diberikan analgesik - antipiretik yaitu untuk mengembalikan suhu tubuh yang meningkat menjadi suhu normal atau untuk mempertahankan suhu tubuh dibawah 390C. Namun perlu diperhatikan bahwa pengunaan analgesik - antipiretik hanya digunakan untuk mengurangi demam dan rasa nyeri, tetapi tidak dapat menghilangkan penyebab demam, dalam hal ini penyebab demam ialah infeksi virus dengue.

(67)

kalor di hipotalamus yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (dikulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai dengan keluarnya banyak keringat (Tjay dan Raharja,2002).

Jenis analgesik - antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan jumlah pasien sebanyak 33 orang (75%). Paracetamol merupakan golongan analgesik - antipiretik yang aman digunakan pada anak – anak dibandingkan golongan analgesik - antipiretik lainnya. Selain itu, paracetamol cepat diabsorbsi pada pemberian obat secara oral.

Pemberian obat analgesik – antipiretik disini sudah sesuai dengan Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small

Hospital (WHO,1999b); Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment,

Prevention and Control (WHO,2009) serta Pocket Book of Hospital Care for

Children,Guidelines for the Management of Common Illness with Limited

Resources (WHO,2005), pada Guidelines dikatakan bahwa obat analgesik – antipiretik (paracetamol) dapat diberikan bila pasien DBD mengalami peningkatan suhu tubuh dan dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa sebagian sebagian pasien mengalami peningkatan suhu tubuh sehingga dibutuhkan penggunaan analgesik – antipiretik (paracetamol) untuk mengembalikan suhu tubuh pasien yang meningkat.

c. Antibiotik.

(68)

pengobatan DBD pada anak sangat beragam. Jenis antibiotik yang digunakan antara lain amoxicillin, cefixime, cefotaxime, thiamfenikol, cefadroxil dan kotrimoksazol. Dari tabel V dapat diamati bahwa golongan antibiotik diberikan kepada 29 pasien. Jenis antibiotik cefotaxime diberikan pada 25 pasien (56,1%), antibiotik amoxicillin diberikan pada 23 pasien (52,3%), antibiotik cefixime diberikan pada 8 pasien (12%), antibiotik thiamfenikol diberikan pada 4 pasien (6%) dan antibiotik cefadroxil diberikan pada 3 pasien (5%).

Tabel V. Jenis Antibiotik yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009

No Antibiotik Jumlah pasien Persentase (%) dalam

jumlah keseluruhan

1 amoxicillin 23 52,3

2 cefixime 8 18,2

3 cefotaxime 25 56,1

4 thiamfenikol 4 9,1

5 cefadroxil 3 6,8

6 kotrimoksazol 1 2,3

Σ kasus = 44 kasus

Berdasarkan Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospital (WHO,1999b); Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control (WHO,2009) serta Pocket Book of

Hospital Care for Children,Guidelines for the Management of Common Illness

(69)

selama perawatan yang dapat memperparah kondisi pasien. Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa 33 pasien menggunakan antibiotik, hal ini tidak sesuai dengan standar pengobatan yang ada, namun perlu diperhatikan alasan lain pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan pengobatan DBD, jika pemberian antibiotik ditunjang dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang menyatakan adanya infeksi (penurunan lekosit), maka pemberian antibiotik untuk pasien sudah tepat, namun jika pemberian antibiotik tidak ditunjang dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang menyatakan adanya infeksi(penurunan lekosit), maka pemberian antibiotik kurang tepat untuk pasien.

d. Vitamin.

Vitamin diberikan pada 23 pasien (52,3%). Pemberian vitamin pada pasien DBD anak bertujuan untuk terapi suportif pada keadaan patologik dimana kebutuhan makan meningkat.

Tabel VI. Jenis Vitamin yang Diberikan pada Pasien Anak DBD di RSU Budi Rahayu Pekalongan Periode 2009

No Jenis Vitamin Jumlah

Pasien

Persentase (%) dalam jumlah keseluruhan

1 vitamin C 6 13,6

2 vitamin B komplek 7 15,9

3 Lesifit® 1 2,3

5 Kolivit® 1 2,3

6 Elkana® 1 2,3

7 Apialys® 1 2,3

8 Curvit Cl emulsion® 3 6,8

9 Vitacur® 1 2,3

10 Dansera® 2 4,5

(70)

Dari tabel VI dapat dilihat bahwa vitamin C diberikan pada 6 orang, vitamin B complek pada 7 orang, dan jenis vitamin lainnya rata – rata pada 1 – 3 orang. Pemberian vitamin C disini bertujuan untuk pencegahan dan terapi perdarahan kapiler. Vitamin B complek berguna untuk membantu memperbaiki nafsu makan dan stamina, sedangkan vitamin lainnya juga berguna untuk memperbaiki fungsi imun dan nafsu makan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2003).

Berdasarkan Guidelines for Treatment of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever in Small Hospital (WHO,1999b); Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control (WHO,2009) serta Pocket Book of

Hospital Care for Children,Guidelines for the Management of Common Illness

with Limited Resources (WHO,2005), penatalaksanaan pengobatan DBD pada anak tidak membutuhkan vitamin maupun multivitamin, dikarenakan dasar pengobatan DBD adalah penggantian cairan tubuh ataupun cairan plasma. Namun, jika dilihat dari data anamnesis pasien anak DBD, beberapa pasien mengalami penurunan nafsu makan sehingga perlu diberikan vitamin ataupun multivitamin untuk meningkatkan nafsu makan pasien, diharapkan dengan pemberian vitamin dan multivitamin ini dapat memperbaiki daya tahan tubuh pasien dan kesembuhan pasien, dengan demikian pemberian vitamin maupun multivitamin pada pengobatan DBD pada anak sudah tepat.

e. Multivitamin.

Gambar

Tabel XXXIII
Gambar 1. Nyamuk Aedes aegypti..........................................................
Gambar 1. Nyamuk Aedes aegypti (Anonim,2010)
Gambar 2. Cara Penularan Virus Dengue (Anonim,2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menujukkan bahwa Pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Kabupaten Bima belum dapat

Penggunaan metode DRP dapat mengidentifikasi variabel- variabel penyebab sistem distribusi yang tidak normal pada Distribution Centre, membuat proyeksi jumlah produk yang

HUBUNGAN ASUPAN GIZI DENGAN KEBUGARAN JASMANI PADA SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SMA NEGERI 1 SUKAGUMIWANG INDRAMAYU.. Unipersitas Pendidikan Indonesia

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh antara partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan pelimpahan

Pada sistem informasi registrasi pasien rawat inap di RSUD Rantauprapat. yang

Rincian Perubahan Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Kode

Sistem Infomasi Kesehatan (SIK) merupakan Susbsistem dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang mempunyai fungsi untuk memberikan informasi dalam menunjang

 Selama perkuliahan file absen kuliah dan file Selama perkuliahan file absen kuliah dan file materi kuliah harus tersedia di prodi per MK..  Meminta setiap dosen untuk