• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 63c5233b92 BAB VIBAB 6 A Laporan Penyusunan Dok RPI2JM Kerinci 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 63c5233b92 BAB VIBAB 6 A Laporan Penyusunan Dok RPI2JM Kerinci 2015"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

6.1.

Pengembangan Permukiman

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian

yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai

prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi

lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan

permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan

permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan

permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan

untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan

permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

6.1.1.Arahan Kebijakan Pengembangan Permukiman

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat

peraturan perundangan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan

kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi

tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada

awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan

perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d),

pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan

(3)

3. Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum,

rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung

jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan

kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan

kumuh.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh

di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan

Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan

kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi

teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman

di perkotaan dan perdesaan;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan

kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan

perdesaan potensial;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan

kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan

(4)

kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah

perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana

alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta

pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang

pengembangan permukiman;

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

6.1.2.Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

6.1.2.1.Isu Strategis Penyelenggaraan Pengembangan Permukiman Kabupaten Kerinci

A. Struktur Ruang Permukiman d Kabupaten Kerinci

Secara fisik, wilayah Kabupaten Kerinci merupakan kawasan perbukitan,

sementara secara administrasi Kabupaten Kerinci adalah kabupaten induk

sebelum pemekaran menjadi 2 (dua) wilayah kabupaten/kota. Pusat

perkotaan sebelumnya telah menjadi kota yang berdiri sendiri, yaitu Kota

Sungai Penuh, sementara kawasan yang kini menjadi pusat kegiatan utama di

Kabupaten Kerinci, sebelumnya adalah merupakan kawasan perkotaan

kecamatan.

Kedua aspek tersebut diatas telah mempengaruhi karakter permukiman

di Wilayah Kabupaten Kerinci, dimana pertumbuhan dan perkembangan

kegiatan permukiman cenderung mengelompok. Sementara itu, kawasan

permukiman yang berada di kawasan perkotaan kecamatan yang saat ini

berubah peran sebagai pusat kabupaten cenderung kurang tertata dan sulit

untuk dikembangkan karena memiliki kepadatan bangunan yang cenderung

sedang hingga tinggi.

(5)

digambarkan bahwa wilayah Kabupaten Kerinci merupakan wilayah

perbukitan. Kondisi fisik wilayah ini telah mempengaruhi aspek perekonomian

wilayah dimana sektor pertanian merupakan sektor yang paling mendominasi

perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci. Sebagian besar kawasan budidaya

yang ada di Kabupaten Kerinci merupakan kawasan pertanian. Sementara

secara sistem jaringan transportasi darat regional, wilayah Kabupaten Kerinci

dilalui oleh ruas jalan arteri primer Lintas Tengah Sumatera-Kota Sungai

Penuh-Batas Sumatera Barat.

Ketiga faktor tersebut mempengaruhi karakter sebaran permukiman di

wilayah Kabupaten Kerinci sehingga membentuk karakter sebaran sebagai

berikut :

a. sebagian besar cenderung memiliki pola linear terhadap ruas jalan arteri

primer ;

b. kepadatan penduduk yang cenderung sedang hingga tinggi berada pada

kelompok permukiman pada kawasan pusat-pusat kegiatan yang berada

dikoridor ruas jalan arteri primer terutama untuk kawasan yang memiliki

jarak masih relatif dekat dengan Perkotaan Sungai Penuh ;

c. kepadatan rendah cenderung terjadi pada kelompok permukiman diluar

pengaruh ruas jalan arteri primer dan dekat dengan kawasan pertanian.

Dari gambaran diatas dapat diuraikan beberapa issue strategis

(6)

Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten Kerinci

No Issue Strategis Keterangan

1 Batasan fisik untuk pengembangan

kegiatan permukiman wilayah

Kondisi fisik dasar yang berbukit

membatasi perkembangan permukiman di Kabupaten Kerinci.

2 Kawasan pusat kegiatan skala

kabupaten yang baru

Siulak pada awalnya adalah merupakan pusat kegiatan skala kawasan, namun pada saat ini

pengembangan permukiman pada koridor ruas jalan arteri primer menyebabkan beberapa kawasan menjadi berkepadatan tinggi

4

Pengembangan kegiatan permukiman akan berdampak terhadap tereduksinya luas lahan pertanian

Hinterland kawasan permukiman di

Kabupaten Kerinci sebagian besar adalah

kawasan pertanian masyarakat,

pengembangan permukiman akan

berdampak terhadap semakin

berkurangnya luas lahan pertanian

masyarakat

Sumber : Hasil Pengamatan Tahun 2015

6.1.2.2.Kondisi Eksisting Penyelenggaraan Pengembangan Permukiman Kabupaten Kerinci

A. Produk Hukum Daerah Sebagai Pedoman Penyelenggaraan Kawasan Permukiman

Terpenuhinya kebutuhan akan perumahan dan kawasan permukiman

dengan kualitas lingkungan yang bersih dan sehat adalah merupakan hak

setiap warga negara. Untuk mewujudkan lingkungan permukiman dengan

kualitas lingkungan yang bersih dan sehat diperlukan perangkat peraturan

perundangan mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah. Peraturan ditingkat

daerah yang dapat dijadikan sebagai pedoman penyelenggaran kawasan

permukiman adalah peraturan penataan ruang ataupun peraturan khusus

tentang penyelenggaraan kawasan permukiman itu sendiri namun tetap

berbasis terhadap penataan ruang.

Sejauh ini, peraturan ditingkat daerah yang dapat dijadikan pedoman

penyelenggaraan kawasan permukiman di Kabupaten Kerinci masih bersifat

(7)

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2012-2032, sementara

peraturan yang lebih rinci masih bersifat rancangan, yaitu Rencana Detail

Tata Ruang Kota dan Peraturan Zonasi Batang Sangir serta Rencana Detail

Tata Ruang Kota dan Peraturan Zonasi Sanggaran Agung Peraturan lain yang

terkait penyelenggaraan kawasan permukiman adalah peraturan yang bersifat

penetapan kawasan kumuh, yaitu Surat Keputusan Bupati Kerinci Nomor 50

Tahun 2014 Tentang Kawasan Kumuh Batang Sangir dan Sinar Tanjung.

Tabel. 6.2.

Peraturan Daerah, Peraturan

Bupati, dan peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman

No

Perda/Pergub/Perwal/Perbub/Peraturan Lainnya

Amanat Kebijakan Jenis Produk

Pengaturan No/Tahun Perihal

1 Peraturan

3 Surat Keputusan

Bupati di Batang Sangir dan

Sinar Tanjung Sumber : Hasil Wawancara Tahun 2015

B. Profil Kawasan Kumuh Kabupaten Kerinci

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kerinci No.050/437/2014 Tentang

Kawasan Kumuh Kabupaten Kerinci, kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan

kumuh dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel. 6.3.

Kawasan Kumuh Di Kabupaten Kerinci

No Lokasi Luas (ha)

Kecamatan Kelurahan/desa

1 Kayu Aro Batang Sangir 21,39

2 Siulak Mungkai Sinar Tanjung 12,19

Jumlah 33,58

(8)

KAWASAN SINAR TANJUNG

Kecamatan Siulak Mukai

Kelurahan/Desa Mukai Hilir

Lingkup RT/RW RT.7

Luas Kawasan 12,19

Tipologi/Karakteristik II/ Kawasan Bantaran Sungai

Jumlah Penduduk 812 jiwa

Jumlah KK 168 KK

Sumber Referensi Indikasi Awal Lokasi Permukiman Kumuh No. DOKUMEN JENIS DATA

1. SPPIP -

2. RDTR -

3. PPSP -

Kriteria dan Indikator Dalam Identifikasi Permasalahan Kekumuhan (Fisik) No. KRITERIA PENILAIAN INDIKATOR

1. Kondisi Bangunan Hunian

Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi tidak teratur X

Lokasi Permukiman memiliki kepadatan bangunan Tinggi x

Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi memiliki luas lantai

perkapita ≤ 72 m² x

Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi memiliki material lantai, atap dan dinding non permanen

x

2. Kondisi Aksesbilitas Lingkungan

Mayoritas Lokasi Permukiman terlayani jaringan jalan yang memadai

-

Mayoritas Kondisi jaringan jalan pada lokasi dalam keadaan kurang baik

x

3. Kondisi Drainase Lingkungan

Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman sering terjadi genangan

x

4. Kondisi Pelayanan Air Minum/Baku

Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman sudah terlayani air baku

-

5. Kondisi Pengelolaan Limbah

Mayoritas rumah tangga sudah memiliki kloset leher angsa yang terhubung septik tank MCK

-

6. Kondisi Pengelolaan Persampahan

Mayoritas Lingkungan Rumah Tangga Pada Lokasi

Permukiman sudah memiliki TPS dan sampah domestik pada TPS yang ada belum terangkut setiap hari

(9)
(10)

KONDISI BANGUNAN HUNIAN

Mayoritas Bangunan Hunian Pada Lokasi Tidak Teratur

Lokasi RT.7

Koordinat 101°21'32,747"E 1°58'1,958"S

Keterangan Mayritas bangunan pada lokasi permukiman berdiri tidak teratur

KONDISI BANGUNAN HUNIAN

Lokasi Permukiman Memiliki Kepadatan Bangunan Sedang

Lokasi RT.7

Koordinat 101°21'34,251"E 1°58'3,198"S

Keterangan Mayoritas bangunan dihuni oleh 5-7 orng anggota keluarga

KONDISI AKSESIBILITAS LINGKUNGAN

Mayoritas kondisi jaringan jalan pada lokasi permukiman dalam keadaan rusak

Lokasi RT.7

Koordinat 101°21'33,985"E 1°58'2,896"S

Keterangan Seluruh kawasan terlayani jalan

lingkungan dengan lebar 2,5-3 meter yang cukup untuk sepeda motor

KONDISI DRAINASE LINGKUNGAN

Mayoritas Lokasi Permukiman tidak Terjadi Genangan

Lokasi RT.7

Koordinat 101°21'36,159"E 1°58'3,751"S

Keterangan Telah memiliki saluran drainase namun tidak lancar

KONDISI PENGELOLAAN AIR LIMBAH

Mayoritas rumah tangga memiliki kloset leher angsa yang terhubung septiktank MCK/Septik tank Komunal

Lokasi RT.7

Koordinat 101°21'30,956"E 1°58'3,911"S Keterangan

Seluruh masyarakat pada kawasan ini menggunakan kloset leher angsa ada di toilet individual/komunal

KONDISI PELAYANAN AIR MINUM/BAKU

Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman telah Terlayani Air Baku

Lokasi RT.7

Koordinat 101°21'28,172"E 1°57'55,238"S Keterangan

Pelayanan air minum/baku berasal dari sungai atau membeli air kemasan maupun air PDAM

KONDISI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

Mayoritas sampah domestik rumah tangga tidak terangkut dua kali seminggu ke TPS dan/atau TPS Lokasi RT.7

Koordinat 101°21'24,972"E 1°57'52,599"S

(11)

2) Kawasan Batang Sangir

KAWASAN BATANG SANGIR

Kecamatan Kayu Aro

Kelurahan Batang Sangir

Lingkup RT/RW RT.02, 03, 04

Luas Kawasan 21,39 ha

Tipologi/Karakteristik V/ Kawasan Bantaran Sungai, Rawan Banjir

Jumlah Penduduk 937 jiwa

Jumlah KK 215 KK

Sumber Referensi Indikasi Awal Lokasi Permukiman Kumuh

No. DOKUMEN JENIS DATA

Kriteria dan Indikator Dalam Identifikasi Permasalahan Kekumuhan (Fisik) No. KRITERIA PENILAIAN INDIKATOR

1. Kondisi Bangunan Hunian

Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi tidak teratur x

Lokasi Permukiman memiliki kepadatan bangunan sedang x

Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi memiliki luas lantai

perkapita ≤ 7,2 m² x

Mayoritas Bangunan Hunian pada lokasi memiliki material lantai, atap dan dinding permanen

x

2. Kondisi Aksesbilitas Lingkungan

Mayoritas Lokasi Permukiman terlayani jaringan jalan yang memadai

-

Mayoritas Kondisi jaringan jalan pada lokasi dalam keadaan kurang baik

-

3. Kondisi Drainase Lingkungan

Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman tidak terjadi genangan

-

4. Kondisi Pelayanan Air Minum/Baku

Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman sudah terlayani air baku

-

5. Kondisi Pengelolaan Limbah

Mayoritas rumah tangga sudah memiliki kloset leher angsa yang terhubung septik tank MCK

-

6. Kondisi Pengelolaan Persampahan

Mayoritas Lingkungan Rumah Tangga Pada Lokasi

Permukiman belum memiliki TPS dan sampah domestik pada TPS yang ada belum terangkut setiap hari

(12)
(13)

KONDISI BANGUNAN HUNIAN

Mayoritas Bangunan Hunian Pada Lokasi Tidak Teratur

Lokasi RT.03

Koordinat 101°17'16,288"E 1°46'27,779"S

Keterangan Terdapat bangunan permukiman disekitar pasar

KONDISI BANGUNAN HUNIAN

Mayoritas Bangunan Hunian Memiliki Luas Lantai perkapita < 7,2 m2

Lokasi RT.03

Koordinat 101°17'16,073"E 1°46'27,936"S

Keterangan Mayoritas rumah terdiri dari -7 orang anggota keluarga

KONDISI AKSESIBILITAS LINGKUNGAN

Mayoritas kondisi jaringan jalan pada lokasi permukiman dalam keadaan kurang baik

Lokasi RT.03 Koordinat

Keterangan Sebagian besar jalan lingkungan pada kawasan kurang baik

KONDISI DRAINASE LINGKUNGAN

Mayoritas Lokasi Permukiman Terjadi Genangan

Lokasi RT.03

Koordinat 101°17'23,985"E 1°46'27,793"S Keterangan

Mayritas lokasi permukiman berada pada dataran tinggi sehingga tidak terjadi genangan

KONDISI PENGELOLAAN AIR LIMBAH

Mayoritas rumah tangga memiliki kloset leher angsa yang terhubung septiktank MCK/Septik tank Komunal

Lokasi RT.04

Koordinat 101°17'15,412"E 1°46'32,841"S Keterangan

Seluruh masyarakat pada kawasan ini menggunakan kloset leher angsa ada di toilet individual/omunal

KONDISI PELAYANAN AIR MINUM/BAKU

Mayoritas Rumah Tangga Pada Lokasi Permukiman telah Terlayani Air Baku

Lokasi RT.04 Koordinat Keterangan

Pelayanan air minum/baku berasal dari sungai atau membeli air kemasan maupun air ledeng

KONDISI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

Mayoritas sampah domestik rumah tangga tidak terangkut dua kali seminggu ke TPS dan/atau TPS Lokasi RT.04

Koordinat 101°17'26,914"E 1°46'24,703"S

(14)

Kawasan Permukiman di Kabupaten Kerinci

Permasalahan penyelenggaraan pengembangan permukiman di

Kabupaten Kerinci dapat diuraikan sebagai berikut :

a) peningkatan peran suatu kawasan dari pusat kawasan/kecamatan

menjadi pusat kabupaten akan berdampak terhadap peningkatan

akselerasi pertumbuhan penduduk dan pengembangan permukiman,

konsekuensi ini membutuhkan langkah penanganan pencegahan

perkembangan kawasan permukiman yang kurang tertata ;

b) beberapa kawasan pusat kegiatan memiliki kawasan permukiman yang

cenderung padat ; dan

c) masih terbatasnya tingkat ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas

umum pada beberapa kawasan permukiman yang ada.

Sementara tantangan yang dihadapi oleh Kabupaten Kerinci dalam

penyelenggaraan pengembangan kawasan permukiman dapat diuraikan

sebagai berikut :

a) seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada Kawasan Siulak

mengalami peningkatan peran pelayanan dari skala kawasan/kecamatan

menjadi berskala kabupaten. Peningkatan peran yang didukung dengan

keberadaan ruas jalan arteri primer Sungai Penuh-Batas Sumbar tentu

memberi dorongan peningkatan kegiatan termasuk kegiatan

permukiman. Pengembangan kegiatan permukiman dikawasan ini akan

mereduksi luas lahan pertanian. Oleh karena itu, diperlukan perangkat

rencana sebagai payung hukum yang mampu dijadikan sebagai pedoman

pengembangan kegiatan permukiman yang sinergis dengan aspek ketahan

pangan di Kabupaten Kerinci secara khusus dan Provinsi Jambi secara

umum ; dan

b) Kabupaten Kerinci telah menetapkan 2 (dua) kawasan permukimannya

(15)

Tabel. 6.4.

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Kerinci

No Aspek Permasalahan Solusi Yang Sudah Dilakukan Solusi Yang Sedang Dilakukan

A

6.1.3.Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman di Kabupaten Kerinci

Analisa kebutuhan pengembangan permukiman di Kabupaten Kerinci

didasarkan kepada beberapa pertimbangan sebagai berikut :

1) Peran dan fungsi Perkotaan Siulak sebagai pusat kegiatan skala

Kabupaten Kerinci serta posisi geografis lokasi strategis yang dimiliki,

akan memicu pertumbuhan penduduk dan berdampak terhadap

(16)

permukiman yang memadai, namun dapat mereduksi lahan pertanian.

2) 2 (dua) kawasan kumuh yang perlu dituntaskan sampai dengan Tahun

2019;

3) Peningkatan prasarana, sarana, dan utilitas umum kawasan permukiman

untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman tersebut ;

Berdasarkan pertimbangan umum tersebut diatas, maka program

pengembangan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan permukiman dalam

konteks keciptakaryaan di Kabupaten Kerinci, meliputi :

1) Pemenuhan kebutuhan RSH untuk MBR;

2) Penurunan Kawasan Permukiman Kumuh selama 4 (empat) tahun ;

3) Pengembangan permukiman yang mengarah keluar dari kawasan

sempadan ; dan

4) Pengembangan permukiman desa potensial.

Tabel. 6.5.

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman Perkotaan Untuk 5 Tahun

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman Perdesaan Untuk 5 Tahun

No Uraian unit Tahun Ket

(17)

6.1.4.Program-program Sektor Pengembangan Permukiman

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan

permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan

permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:

1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk

pembangunan Rusunawa serta

2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.

Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan

potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta

perbatasan dan pulau kecil,

2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW

(RISE),

3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman

dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK

ataupun review bilamana diperlukan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan, meliputi :

a) Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

b) Infrastruktur permukiman RSH

c) Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan, meliputi :

a) Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial

(Agropolitan/Minapolitan)

b) Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

c) Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil

d) Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)

e) Infrastruktur perdesaan PPIP

(18)

Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

Gambar. 6.1.

Alur Program Pengembangan Permukiman

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang

terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

1) Umum

a) Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

b) Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam

Renstra.

c) Kesiapan lahan (sudah tersedia).

d) Sudah tersedia DED.

e) Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL

KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

f) Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana

daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa

(19)

Khusus

Rusunawa

a) Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA

b) Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

c) Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum,

dan PSD lainnya

d) Ada calon penghuni

RIS PNPM

a) Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

b) Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.

c) Tingkat kemiskinan desa >25%.

d) Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan

e) BOP minimal 5% dari BLM.

PPIP

a) Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

b) Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum

ditangani program Cipta Karya lainnya

c) Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

d) Tingkat kemiskinan desa >25% PISEW

e) Berbasis pengembangan wilayah

f) Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang

mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran

pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi)

kesehatan

g) Mendukung komoditas unggulan kawasan

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang

harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman

(20)

penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana,

sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan

permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih

lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu

oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

1. Vitalitas Non Ekonomi

a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas

kawasan dalam ruang kota.

b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh

memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman

kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas

bangunan yang terdapat didalamnya.

c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang

dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan

permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan

penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada

wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang

strategis.

b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana

keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada

investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan

yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas

bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan,

atau fungsi lainnya.

c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian

(21)

3. Status Kepemilikan Tanah

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

b. Status sertifikat tanah yang ada.

4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan

Air limbah.

5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan

kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme

kelembagaan penanganannya.

b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana

penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan)

kawasan dan lainnya.

6.1.5.Usulan Program dan Kegiatan

5 (lima) tahun waktu yang menjadi batasan lingkup investasi yang

dirumuskan dalam Dokumen RPI2JM ini adalah waktu yang relatif singkat.

Untuk mewujudkan efektifitas pembangunan yang berhasil guna, perlu

ditentukan prioritas kawasan yang akan diintervensi. Setelah melalui tahapan

analisis, perumusan program dan kegiatan pengembangan di Kabupaten

Kerinci dalam 5 (lima) tahun kedepan akan didasarkan kepada pertimbangan

(22)

No Kawasan Kecamatan Fungsi

di RTRW KSK Kumuh Perkotaan KTM Program Bangkim berdasarkan RTRW

Program kegiatan Fisik Dalam Lingkup Keciptakaryaan Sektor Pengembangan

Permukiman

1 Batang Sangir Kayu Aro PKL

Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

2 Sanggaran Agung Danau Kerinci PKL

Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

3 Siulak Siulak PPL

Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

- Infrastruktur kawasan

permukiman perdesaan potensial

4 Siulak Deras Gunung Kerinci PPK

Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

5 Jujun Keliling Danau PPK

Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

6 Semurup Air Hangat PPK

Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

7 Hiang Sitinjau Laut PPK

Penataan, perbaikan, dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

8 Pelompek Gunung Tujuh PPL Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

9 Sungai Lintang Kayu Aro Barat PPL Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

10 Mungkai Pintu Siulak Mungkai PPL

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

11 Air Panas Baru Air Hangat

Barat PPL

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

(23)

No Kawasan Kecamatan Fungsi

di RTRW KSK Kumuh Perkotaan KTM Program Bangkim berdasarkan RTRW Keciptakaryaan Sektor Pengembangan Permukiman

12 Sungai Tutung Air Hangat

Timur PPL

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

13 Koto Tuo Depati VII PPL Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

14 Pondok Bukit Kerman PPL

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

- Infrastruktur kawasan

permukiman perdesaan potensial

15 Lempur Gunung Raya PPL

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

- Infrastruktur Permukiman RSH

- Infrastruktur kawasan

permukiman perdesaan potensial

16 Tamiai Batang

Merangin PPL

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial

- Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

(24)

Kabupaten Kerinci ditetapkan sebanyak 7 (tujuh) kawasan perkotaan yang

terdiri dari 3 (tiga) kawasan berskala lokal, dan 4 (empat) kawasan perkotaan

berskala kawasan, serta 9 (sembilan) kawasan perdesaan berskala lingkungan.

Matrik diatas bertujuan untuk mengidentifikasi peran kawasan perkotaan,

kondisi kekumuhan kawasan, serta arahan perwujudan pengembangan

permukiman pada masing-masing kawasan berdasarkan Rencana Tata Ruang

Wilayah.

Secara logis, kegiatan pengembangan permukiman seluruh kawasan

perkotaan tersebut memerlukan penetapan prioritas penanganan terutama

untuk kawasan yang diarahkan akan diintervensi melalui dana yang bersumber

dari APBN. Penetapan kawasan yang diprioritaskan selama 5 (lima) tahun

dilakukan dengan pendekatan yang mengacu kepada sistem pusat-pusat

kegiatan Kabupaten Kerinci yang dipadukan dengan peran kawasan serta

kondisi kekumuhan sebagaimana telah diidentifikasi pada tabel matrik

sebelumnya. Investasi infrastruktur dengan biaya yang bersumber dari APBN

selama 5 (lima) tahun kedepan dapat memprioritaskan Kecamatan Kayu Aro,

Kecamatan Danau Kerinci, Kecamatan Siulak, dan Kecamatan Siulak Mungkai.

Sementara untuk pengembangan kawasan perdesaan potensial meliputi

kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan agropolitan, minapolitan, dan KTM,

yaitu Kecamatan Air Hangat Barat, Kecamatan Bukit Kerman, Kecamatan Kayu

Aro, Kecamatan Gunung Raya, Kecamatan Danau Kerinci, dan Kecamatan

(25)

6.2.

Penataan Bangunan dan Lingkungan

6.2.1.Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang

diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,

terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan

maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan

lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-

undang dan peraturan antara lain:

1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan,

pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya

pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan,

serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling

tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam

penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana

rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus

diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan

fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis

bangunan gedung.

Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang

hak atas tanah;

b. status kepemilikan bangunan gedung; dan

(26)

bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata

bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup

peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan

gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan

keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan,

keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan

bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan

pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga

diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36

Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini

membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan

gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan

pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan

ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang

bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan

lingkungan.

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan

dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No.06/PRT/M/2007

tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam

peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan

baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru

berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan

(27)

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal

bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan

mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga

secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian

SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU

beserta sektor-sektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan

bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas

melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di

bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk

pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang

penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan

gedung dan rumah negara.

Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat

Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan

penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah

negara;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan

pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk

fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan

fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan

pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan

(28)

serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta

pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan

dan lingkungan; dan

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan

pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman,

kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan

kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan

seperti ditunjukkan pada Gambar. 6.2:

(29)

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik

sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan

meliputi:

a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

1) Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);

2) Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

3) Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan

pemukiman kumuh dan nelayan;

4) Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan

pemukiman tradisional.

b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

1) Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan

bangunan dan lingkungan;

2) Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan

gedung;

3) Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan

arsitektur;

4) Pelatihan teknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

1) Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;

2) Paket dan Replikasi.

6.2.2.Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Kegiatan PBL

Secara umum terdapat 3 (tiga) substansi utama dalam sektor penataan

bangunan dan lingkungan, yaitu : Penataan Lingkungan Permukiman,

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara, dan Pemberdayaan

(30)

Issue strategis kegiatan PBL dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Penataan Lingkungan Permukiman :

 pengendalian Pemanfaatan ruang kawasan;

 proteksi kebakaran pada kawasan permukiman ;

 ruang terbuka hijau publik pada kawasan permukiman ;

 kebutuhan rencana tata bangunan dan lingkungan terutama

dikawasan pusat kecamatan : dan

 bangunan rumah tanpa izin (IMB)

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara :

 pelaksanaan amanat Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung ;

 keandalan bangunan dan gedung negara ; dan

 peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

gedung dan rumah Negara

3) Pemberdayaan Komunitas dan Masyarakat Miskin :

 jumlah penduduk miskin Kabupaten Kerinci pada tahun 2014

sebesar 28,15 %; dan

 sinergi investasi infrastruktur bidang cipta karya terhadap upaya

pengentasan kemiskinan.

Tabel. 6.8.

Issue Strategis Sektor PBL di Kabupaten Kerinci

No Kegiatan Sektor PBL Issue Strategis

1 Penataan Lingkungan Permukiman

a. sudah memiliki peraturan Bangunan dan Gedung;

b. belum tersedia peraturan turunan setingkat Peraturan Bupati sebagai operiasionalisasi Perda BG

c. belum terbentuk TABG

d. masih terdapat proses pembangunan yang tidak didahului oleh proses perizinan terutama kawasan yang jauh dari Pusat Kabupaten

2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Sedang pengembangan kompleks Perkantoran Pemerintah Kabupaten Kerinci

3 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. keterbatasan infrastruktur permukiman dikawasan MBR

(31)

6.2.2.2. Kondisi Eksisting

Substansi ini menggambarkan produk hukum yang dimiliki Pemerintah

Kabupaten Kerinci sebagai pedoman dalam penyelenggaraan penataan

bangunan dan lingkungan. Secara umum, peraturan daerah yang telah

ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Kerinci yang dapat dijadikan sebagai

pedoman penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Tabel. 6.9.

Peraturan Daerah/Peraturan Walikota/Peraturan Bupati terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan

No

Perda/Pergub/Perwal/Perbub/Peraturan Lainnya

Amanat Kebijakan Jenis Produk

Pengaturan No/Tahun Perihal

1 Peraturan

4 Surat Keputusan

Bupati di Batang Sangir dan

Sinar Tanjung

(32)

Permasalahan penyelenggaraan sektor Penataan Bangunan dan

Lingkungan di Kabupaten Kerinci dapat ditabulasikan pada tabel berikut ini :

Tabel. 6.11.

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan PBL Kabupaten Kerinci

No Aspek Permasalahan Solusi Yang Sudah Dilakukan SDM SDM terbatas Optimalisasi SDM

yang ada sumber pembiayaan

Perumusan

6.2.3.Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Kerinci

(33)

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi

Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan

permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan

Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di

perkotaan.

1)Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman

Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai

panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang

dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan

bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan

program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan

rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan

pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan

lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan

dan Lingkungan meliputi:

 Program Bangunan dan Lingkungan;

 Rencana Umum dan Panduan Rancangan;

 Rencana Investasi;

 Ketentuan Pengendalian Rencana;

 Pedoman Pengendalian Pelaksanaan

2)Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang

dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan

Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada

(34)

pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya

terhadap bahaya kebakaran.

Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung

dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan

pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan

pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan

lingkungannya

RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan

Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk

kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan

kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman

bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan

gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada

masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan

Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan

kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman

kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

3)Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan

Permukiman Tradisional adalah:

1.Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;

2.Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek

manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;

3.Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting

untuk menjamin kelangsungan kegiatan;

4.Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi

masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan

(35)

4) Stadandar Pelayanan Minimal

Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan

Ruang pada dasarnya dapat dipedomani Permen PU No.14 tahun

2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum

dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga terkait

dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan

lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan

kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM

terkait dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel. 6.12,

yang dapat dijadikan acuan bagi untuk menyusun kebutuhan

akan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

Tabel. 6.12.

SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

No Jenis Pelayanan Dasar SPM Waktu

2 Penataan Ruang Penyediaan RTH Publik Tersedianya RTH Publik 20% 25% 2014 SKPD terkait

Dari tabel diatas dapat dilihat, pada dasarnya SPM Bidang Pekerjaan

Umum dan Penataan Ruang telah melewati batas, oleh karena itu

diperlukan penetapan target realisasi dari SPM terutama yang berkaitan

dengan IMB, HSBGN, dan penyediaan RTH Publik.

Pelayanan IMB telah ditegaskan dan diatur kembali melalui Peraturan

Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 08 Tahun 2013 Tentang Bangunan

Gedung. Dalam peraturan daerah ini diatur ketentuan sanksi

administrasi terhadap bangunan yang tidak memiliki IMB. Ketentuan ini

akan mendorong proses pembangunan/kontruksi bangunan gedung akan

(36)

terkait. Selain itu, terkait dengan pemenuhan luas RTH publik

permasalahan yang terjadi sama dengan didaerah lainnya dimana

pengadaan tanah terkendala keterbatasan anggaran yang dimiliki, oleh

karena itu pengembangan RTH publik dapat dilakukan pada lahan yang

telah resmi dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci, namun

belum berfungsi sebagai RTH publik.

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

meliputi:

1. Inventarisasi kondisi bangunan gedung negara yang belum

memenuhi persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan,

keamanan, kenyamanan dan kemudahan);

2. Identifikasi kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan

Rumah Negara;

3. Identifikasi administrasi pemeliharaan bangunan gedung dan rumah

negara.

Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan gedung

dan rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap tenaga pendata

HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan pembinaan teknis

penataan bangunan gedung.

6.2.4.Readiness Criteria Penataan Bangunan dan Lingkungan

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan

Kemiskinan.

(37)

Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja,

komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan

dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan

kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola

aset proyek setelah infrastruktur dibangun.

Kriteria Kesiapan untuk sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah:

1) Fasilitasi RanPerda Bangunan Gedung Kriteria Khusus:

a. Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ranperda

Bangunan Gedung;

b. Komitmen Pemda untuk menindak lanjuti hasil fasilitasi

Ranperda BG

Kabupaten Kerinci telah menetapkan Peraturan Daerah Tentang

Bangunan Gedung namun belum ditindaklanjuti melalui peraturan

turunan, sehingga Kabupaten Kerinci masih membutuhkan pendampingan

terhadap penyusunan berbagai peraturan turunan tersebut untuk

mengoperasionalkan Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung.

2) Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria Lokasi :

a. Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No.6 Tahun 2006;

b. Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;

c. Kawasan yang dilestarikan/heritage;

d. Kawasan rawan bencana;

e. Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha,

fungsi sosial/ budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus,

kawasan sentra niaga (central business district);

f. Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;

g. Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi

(38)

Kabupaten Kerinci memiliki beberapa kawasan yang layak untuk

dirancang melalui Dokumen RTBL, seperti Kawasan Kota Lama, ataupun

kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan kumuh. Pemerintah

Kabupaten Kerinci siap untuk memenuhi readiness criteria lainnya

terutama seperti pembentukan kelompok kerja didaerah.

3) Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Rencana Tindak berisikan program bangunan dan lingkungan

termasuk elemen kawasan, program/rencana investasi, arahan

pengendalian rencana dan pelaksanaan serta DED.

Kriteria Umum:

a. Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi

perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;

b. Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario

pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);

c. Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi

Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan

Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

d. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:

a. Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;

b. Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan

kualitas;

c. Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

d. Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan

(39)

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:

a. Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia

dengan taman (RTH Publik);

b. Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang

penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik

alamiah maupun ditanam (UU No. 26/2007 tentang Tata ruang);

c. Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik

minimal 20% dari luas wilayah kota;

d. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta,

masyarakat;

e. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Terdapat beberapa lahan yang saat ini pada dasarnya telah difungsikan

sebagai RTH dan akan difungsikan sebagai RTH publik dengan status

telah dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Lahan ini dapat diinvestasikan

sehingga dapat menjadi ruang publik dan mendukung perwujudan RTH

Kota seluas 20% dari luas wilayah perkotaan secara keseluruhan.

Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:

a. Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat

(kota/kabupaten);

b. Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang

khas dan estetis;

c. Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;

d. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan

masyarakat;

e. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Secara umum kondisi yang dipersyaratkan telah memenuhi dan

(40)

Kebakaran (RISPK):

a. Ada Perda Bangunan Gedung;

b. Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;

c. Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko

tinggi

d. Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP

No.26/2008 ttg Tata Ruang;

e. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan

masyarakat;

f. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Secara umum, kriteria kesiapan diatas sesuai dengan kondisi kawasan

perkotaan di Kabupaten Kerinci.

5) Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:

a. Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala

Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);

b. Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap

pembahasan dengan DPRD);

c. Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;

d. Ada lahan yg disediakan Pemda;

e. Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan

masyarakat;

f. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Kabupaten Kerinci belum memiliki Dokumen RISPK, sehingga perlu

penyiapan terlebih dahulu untuk mendapatkan dukungan prasarana dan

(41)

6) Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:

a. Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

b. Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat

peribadatan, terminal, stasiun, bandara);

c. Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas

sosial masyarakat (taman, alun-alun);

d. Kesiapan pengelolaan oleh stakeholder setempat.

Dukungan aksesibilitas pada Bangunan Gedung negara/kantor pemerintah

dapat diarahkan pada Kawasan Perkantoran Pemerintah Kabupaten

Gambar

Tabel. 6.1.
Tabel. 6.2.
Tabel. 6.4.
Tabel. 6.5.  Perkiraan Kebutuhan  Program Pengembangan Permukiman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, Pemerintahan Kabupaten Kerinci telah menetapkan Visi “Terwujudnya Kerinci Yang Lebih Baik ” sebagai tema dan agenda utama pembangunan selama 5 (lima)

umum, perdagangan dan jasa skala kabupaten serta permukiman perkotaan;  Perkotaan Buranga dan Kotawo sebagai kawasan pengembangan

- KASIBA (Kawasan Siap Bangun) adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu Lisiba

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang- undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan

Sesuai dengan Peraturan Bupati Kabupaten Tegal Nomor 71 Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan

Rencana Pembangunan Kabupaten Simeulue khususnya di bidang Cipta Karya mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan

Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan drainase di Kabupaten Cianjur antara lain: mencegah penurunan kualitas lingkungan permukiman di perkotaan, optimalisasi

Barat, Tanjung Jabung Timur, Muaro Jambi, Batanghari, Bungo, Tebo, Bungo, Merangin, Sarolangun, Kerinci, dan Sungai Penuh; dan. d) kawasan peternakan yang terdapat di