• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji antioksidan fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak etanol teh hijau melalui penangkapan radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji antioksidan fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak etanol teh hijau melalui penangkapan radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa - USD Repository"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT DAN FRAKSI AIR EKSTRAK ETANOL TEH HIJAU

MELALUI PENANGKAPAN RADIKAL HIDROKSIL DENGAN METODE DEOKSIRIBOSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Sarjana Farmasi

Oleh : Dedy NIM : 018114027

Oleh :

Aprilliana Sari Dewi NIM : 028114176

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT DAN FRAKSI AIR EKSTRAK ETANOL TEH HIJAU

MELALUI PENANGKAPAN RADIKAL HIDROKSIL DENGAN METODE DEOKSIRIBOSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Sarjana Farmasi

Oleh : Dedy NIM : 018114027

Oleh :

Aprilliana Sari Dewi NIM : 028114176

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

iii

UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI ETIL ASETAT DAN FRAKSI AIR EKSTRAK ETANOL TEH HIJAU

MELALUI PENANGKAPAN RADIKAL HIDROKSIL DENGAN METODE DEOKSIRIBOSA

Yang diajukan oleh :

Aprilliana Sari Dewi

NIM : 028114176

Skripsi ini telah disetujui oleh:

Pembimbing

Dra. A. Nora Iska Harnita, M.Si., Apt.

(4)
(5)

v

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

Tuhan Yesus

yang selalu memberiku kasih, kekuatan, dan penghiburan

Bapak dan Ibuku

yang sangat aku sayangi

Adikku Daniel

yang selalu mendukungku

(6)

vi PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kasih dan

rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji

Antioksidan Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air Ekstrak Etanol Teh Hijau Melalui

Penangkapan Radikal Hidroksil dengan Metode Deoksiribosa” sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan skripsi ini, penulis telah

banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, nasehat,

dorongan, pengarahan, kritik, saran, dan sarana. Pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaiakan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Dra. A. Nora Iska Harnita, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi

atas segala masukan, kritik, semangat, dan sarannya.

3. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen Penguji atas

bimbingan, saran, dan pengarahannya baik selama penelitian dan dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku dosen Penguji atas bimbingan,

saran, dan pengarahannya baik selama penelitian dan dalam penyusunan

(7)

vii

5. Enade Istyastono, S.F., Apt. atas dukungan, perhatian, waktu, semangat,

saran dan kritiknya.

6. Romo Drs. P. Sunu H. S.J., atas bimbingan, nasehat, semangat, waktu,

saran, dan bantuannya.

7. Segenap dosen atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama

perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Segenap laboran dan karyawan atas bantuan dan kerjasamanya selama

penulis menempuh perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

9. PT. Pagilaran Yogyakarta atas informasi yang diberikan tentang proses

pembuatan teh.

10. Bapak, Ibu, dan adikku Daniel yang sangat aku sayangi.

11. Teman-teman “Skripsi Ceria” (Riri, Leny, Vini, dan Ardhyan), atas

persahabatan, semangat, bantuan, dan kerjasamanya.

12. Teman-teman kost Davita dan almamaternya (Mbak Yanti, Mbak Siska,

Mbak Utin, Mbak Wulan, Aris, Clara, Yosi, I’ie), Bapak & Ibu kost, dik

Ana dan dik Anik, atas cinta dan kasih sayang kalian.

13. Teman-teman KKN-ku (Mbak Ade, Kak Enzo, Mas Chandra, Tisa, Ndus,

Reni, Ika, Wida, Lambok) atas waktu sejenak yang berarti buatku.

14. Arya, Kristian, Danang, Heri, Mas Made, Mas Sam, Mas Hendri, Yuni,

Duma, Rinta, Santi, Mas Koko, Bang Agus, Ponco, Duta, Mas Christ, Mas

Rocky, Nono, Yon, Mas Pras, Kak Sani, Dik Kus, dan Ina atas bantuan

(8)

viii

15. Teman-teman kelas C terutama kelompok F angkatan 2002, atas

persahabatan, kebersamaan, dan kerjasama kita selama ini.

16. Semua pihak yang telah memberi bantuan, semangat, dan dukungan yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh

dari sempurna mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang

dimiliki. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan oleh

penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 13 Februari 2007

(9)

ix

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 13 Februari 2007

Penulis

(10)

x

INTISARI

Teh hijau mengandung kira-kira 30 % senyawa polifenol terutama dari golongan flavonoid. Komponen flavonoid dalam teh hijau dengan gugus hidroksi fenoliknya, memungkinkan teh hijau mempunyai aktivitas antioksidan dengan mekanisme penangkapan radikal hidroksil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas dan nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak etanol teh hijau melalui penangkapan radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental karena subyek uji diberi perlakuan. Metode yang digunakan adalah metode deoksiribosa, dengan reagen Fenton untuk menghasilkan radikal hidroksil. Penyerangan radikal hidroksil terhadap deoksiribosa menghasilkan malondialdehid (MDA), yang kemudian direaksikan dengan asam tiobarbiturat (TBA) dalam suasana asam dan dengan pemanasan membentuk kromogen berwarna merah muda. Absorbansi dari kromogen ini kemudian diukur pada panjang gelombang 532 nm. Aktivitas antioksidan melalui penangkapan radikal hidroksil dari fraksi etil asetat dan fraksi air diketahui dari nilai % scavenging. Nilai aktivitas antioksidan kedua fraksi tersebut diketahui dengan cara menetapkan ES50 (penangkapan efektif radikal hidroksil sebesar 50 %) melalui analisis regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi fraksi etil asetat dan konsentrasi fraksi air dengan %

scavenging.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat dan fraksi air mempunyai aktivitas antioksidan melalui penangkapan radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa. Aktivitas antioksidan fraksi etil asetat berbeda tidak bermakna dibanding aktivitas antioksidan fraksi air dengan nilai ES50 fraksi etil asetat sebesar 0,22 (mg/ml) (hasil ekstrapolasi) dan nilai ES50fraksi air sebesar 0,23 (mg/ml) (hasil ekstrapolasi).

(11)

xi

ABSTRACT

Green tea contains approximately 30 % polyphenols especially from the flavonoid compound. Hydroxy phenolic group of flavonoid component in green tea makes green tea have antioxidant activity by hydroxyl radical scavenging mechanism. The aim of this research is to know antioxidant activity and value of the activity of ethyl acetate fraction and water fraction of green tea ethanolic extract by hydroxyl radical scavenging with deoxyribose method..

This research is an experimental research since the subject tested was given treatment. Method used is deoxyribose method, with Fenton’s reagent to produce hydroxyl radical that attack deoxyribose produce malondialdehid (MDA) then reacts with thiobarbituric acid (TBA) in acid condition and with heating produce pink chromogen. The absorbance of this chromogen measured at 532 nm. Antioxidant activity by hydroxyl radical scavenging from ethyl acetate and water fraction expressed as% scavengingvalue. The antioxidant activity value is known by count ES50 (50 % hydroxyl radical effective scavenging) through linear regression analysis from relation between ethyl acetate and water fraction concentration and %scavenging.

The result of this research revealed that ethyl acetate and water fraction has the antioxidant activity by hydroxyl radical scavenging with deoxyribose method. Antioxidant activity of ethyl acetate fraction has insignificant difference in comparison with water fraction, ES50 value of ethyl acetate fraction is 0.22 (mg/ml) (extrapolation result) and ES50 value of water fraction is 0.23 (mg/ml) (extrapolation result).

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...ix

INTISARI... x

ABSTRACT...xi

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR TABEL ...xvi

DAFTAR GAMBAR ...xvii

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Keaslian Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 7

(13)

xiii

1. Klasifikasi teh dan proses pengolahannya ... 7

2. Kandungan kimia teh hijau ... 7

3. Khasiat teh hijau... 8

B. Flavonoid ... 8

1. Pengertian flavonoid ... 8

2. Flavonoid dalam teh hijau ... 9

3. Sifat antioksidan flavonoid ... 10

4. Penyarian flavonoid ... 11

C. Metode Penyarian ... 11

1. Maserasi dan remaserasi ... 11

2. Perkolasi ... 12

3. Infundasi... 12

4. Penyarian berkesinambungan... 13

D. Radikal Hidroksil (HO)... 13

1. Pengertian radikal hidroksil ... 13

2. Pembentukan radikal hidroksil... 13

3. Metode deteksi radikal hidroksil... 14

E. Metode Deoksiribosa ... 15

F. Antioksidan ... 17

G. Spektrofotometri Sinar Tampak ... 20

H. Landasan Teori ... 22

I. Hipotesis ... 24

(14)

xiv

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25

B. Variabel Penelitian ... 25

C. Definisi Operasional... 25

D. Bahan... 26

E. Alat ... 27

F. Tata Cara Penelitian ... 27

1. Pengambilan sampel………... 27

2. Pembuatan serbuk teh hijau………. ... 27

3. Preparasi sampel………... 28

a. Pembuatan ekstak etanol teh hijau ... 28

b. Pembuatan fraksi etil asetat dan fraksi air... 28

4. Persiapan uji penangkapan radikal hidroksil... 30

a. Pembuatan larutan bufer fosfat pH 7,4... 30

b. Pembuatan larutan deoksiribosa 2,5 mM ... 30

c. Pembuatan reagen Fenton ... 30

d. Pembuatan larutan TCA 5 % ... 31

e. Pembuatan larutan TBA 1 %... 31

f. Pembuatan larutan uji fraksi etil asetat 1 mg/ml... 32

g. Pembuatan larutan uji fraksi air 1 mg/ml ... 32

5. PenentuanOperatingTime(OT)... 32

6. Penentuan panjang gelombang maksimum (maks) ... 33

7. Pembuatan larutan kontrol ... 33

(15)

xv

9. Uji penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi air ... 34

G. Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pengambilan Sampel ... 36

B. Pembuatan Serbuk Teh Hijau ... 37

C. Preparasi Sampel ... 37

1. Pembuatan ekstrak etanol teh hijau ... 37

2. Fraksinasi ekstrak etanol teh hijau ... 38

D. PenentuanOperating Time(OT)... 39

E. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (maks) ... 41

F. Uji Penangkapan Radikal Hidroksil oleh Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air Teh Hijau... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Saran... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

DAFTAR LAMPIRAN ... 58

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel I. Metode dan prinsip deteksi radikal hidroksil... 14

Tabel II. Absorbansi kromogen MDA-TBA pada penambahan sampel

fraksi etil asetat dengan berbagai konsentrasi ... 46

Tabel III. Absorbansi kromogen MDA-TBA pada penambahan sampel

fraksi air dengan berbagai konsentrasi ... 46

Tabel IV. Nilai persentase penangkapan radikal hidroksil oleh

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid beserta penomorannya ... 8

Gambar 2. Struktur kimia katekin teh dan epimernya ... 9

Gambar 3. Struktur flavonol teh... 10

Gambar 4. Struktur deoksiribosa... 15

Gambar 5. Reaksi penyerangan radikal hidroksil pada deoksiribosa ... 16

Gambar 6. Reaksi pembentukan radikal gula peroksil ... 16

Gambar 7. Struktur malondialdehid (MDA) ... 17

Gambar 8. Tingkat energi elektron molekul ... 21

Gambar 9. Skema tata cara preparasi sampel (ekstraksi dan fraksinasi) ... 29

Gambar 10. Kurva hubungan waktu vs absorbansi pada pengukuran operating time(OT) ... 40

Gambar 11. Kurva panjang gelombang maksimum kromogen MDA-TBA ... 41

Gambar 12. Reaksi pembentukan gugus enol pada TBA ... 43

Gambar 13. Usulan reaksi pembentukan kromogen MDA-TBA... 44

Gambar 14. Struktur kromogen MDA-TBA ... 45

Gambar 15. Kurva hubungan konsentrasi fraksi etil asetat dengan %scavenging... 48

Gambar 16. Kurva hubungan konsentrasi fraksi air dengan %scavenging... 48

Gambar 17. Kurva regresi fraksi etil asetat teh hijau (hasil konversi) ... 49

Gambar 18. Kurva regresi fraksi air teh hijau (hasil konversi) ... 49

Gambar 19. Reaksi penangkapan radikal hidroksil oleh senyawa flavonoid... 51

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pembuatan larutan bufer fosfat pH 7,4...58

Lampiran 2. Pembuatan larutan deoksiribosa 2,5 mM. ...59

Lampiran 3. Pembuatan reagen Fenton...60

Lampiran 4. Pembuatan larutan TCA 5 % dan TBA 1 %. ...65

Lampiran 5. Perhitungan persentase penangkapan radikal hidroksil oleh senyawa uji(% scavenging). ...66

Lampiran 6. Perhitungan penangkapan efektif radikal hidroksil sebesar 50 % (Effective Scavenging 50(ES50)) ...67

Lampiran 7. Tabel koefisien korelasi (r)...70

(19)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Radikal bebas terutama spesies oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species

, ROS) merupakan radikal bebas yang umum dihasilkan dalam sistem biologi,

baik melalui proses fisiologi maupun patologi. ROS dapat juga dihasilkan dari

sumber eksogen misalnya dari komponen makanan, dan radiasi ultraviolet. ROS

terdiri dari radikal superoksid (O2•-), radikal peroksil (ROO•), radikal alkoksil

(RO•), radikal oksida nitrit (NO•), dan radikal hidroksil (HO•) (Ames et al., 1993

cit Siswono, 2003). ROS bersifat reaktif karena adanya elektron yang tidak

berpasangan pada orbital terluarnya. Diantara beberapa jenis ROS tersebut,

radikal hidroksil merupakan radikal yang paling reaktif (Halliwell dan Gutteridge,

1999). Karena alasan itulah dalam penelitian ini digunakan radikal hidroksil

sebagai model radikal bebas yang berbahaya.

Secara normal radikal bebas-radikal bebas tersebut dapat diatasi oleh

antioksidan endogen (misalnya enzim superoksida dismutase, katalase, dan

glutation peroksidase). Apabila radikal bebas yang dihasilkan melebihi

kemampuan antioksidan endogen, maka akan terjadi akumulasi radikal bebas

dalam tubuh. Hal tersebut dapat menimbulkan stres oksidatif yang diketahui

berperan dalam penuaan dini dan timbulnya penyakit degeneratif seperti

artherosklerosis, penyakit jantung, dan kanker. Selama ini upaya pengobatan

(20)

dan perawatan seringkali terbatas hanya pada penghilangan gejala daripada ke

arah pencegahan penyebab penyakit (Cutler and Cutler, 2000). Berdasarkan hal

tersebut, akhir-akhir ini radikal bebas mendapat perhatian cukup besar dalam

bidang gizi, farmasi, dan kedokteran (Mulihal, 1991).

Untuk mencegah terjadinya stress oksidatif tersebut diperlukan

antioksidan eksogen yang efektif dan aman untuk membantu kerja antioksidan

endogen dalam menangkap radikal bebas. Antioksidan eksogen dapat berupa

antioksidan alami maupun antioksidan sintetik. Akhir-akhir ini diketahui bahwa

beberapa senyawa antioksidan sintetik seperti butylated hydroxy anisole (BHA)

dan butylated hydroxy toluene (BHT) telah diragukan keamanannya karena

memiliki efek samping yang besar misalnya menyebabkan kerusakan hati. Hal

tersebut mendorong tahap pengembangan antioksidan ke arah bahan-bahan alami

yang diyakini mempunyai jaminan keamanan yang lebih tinggi karena memiliki

efek samping yang minimal (Kikuzaki and Nakatani, 1993 cit Hertiani et al.,

2001).

Salah satu sumber antioksidan alami adalah teh hijau, yang merupakan

bahan minuman hasil pengolahan tanaman teh (Camellia sinensisL.). Ekstrak teh

mempunyai kemampuan yang kuat dalam menangkap ROS (Rohdiana, 2001).

Kandungan zat kimia yang paling banyak dalam teh hijau adalah senyawa

polifenol yaitu sekitar 30 % (Oki, 1996 cit Handajani, 2002). Aktivitas

antioksidan teh hijau disebabkan oleh senyawa polifenol tersebut, terutama

golongan flavonoid tipe flavanol (komponen katekin yang terdiri dari:

(21)

epikatekin (EC)) dan tipe flavonol (kuersetin, kemferol, dan mirisetin).

Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini ekstraksi dititikberatkan pada

penyarian senyawa flavonoid dalam teh hijau. Aktivitas antioksidan flavonoid teh

hijau disebabkan oleh adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya.

Saat bereaksi dengan radikal bebas (dalam hal ini radikal hidroksil), flavonoid

akan membentuk radikal bebas baru yang lebih stabil, sehingga fase propagasi

dari radikal hidroksil dapat dihambat (Cuvelieret al., 1991citRohdiana, 2001).

Pada penelitian ini teh hijau diekstraksi dengan alkohol (etanol 70 %)

untuk menyari flavonoid secara optimal. Ekstrak etanol yang didapat kemudian

difraksinasi dengan kloroform untuk menghilangkan lemak dan klorofil yang

dapat mengganggu analisis (Markham, 1988). Fraksinasi berikutnya dilakukan

menggunakan etil asetat untuk memisahkan flavonoid yang berbentuk aglikon dan

flavonoid yang terikat dengan gula (bentuk glikosida) (Robinson, 1995). Proses

fraksinasi tersebut menghasilkan fraksi etil asetat dan fraksi air. Berdasarkan sifat

kelarutan sesuai dengan strukturnya, flavonoid dalam bentuk aglikon

dimungkinkan terdistribusi ke dalam fraksi etil asetat dan flavonoid dalam bentuk

glikosida terdistribusi ke dalam fraksi air. Kandungan polifenol terutama

flavonoid dalam kedua fraksi tersebut akan memberikan aktivitas penangkapan

radikal hidroksil.

Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui aktivitas penangkapan

radikal hidroksil oleh masing-masing fraksi. Belum dapat diketahui dengan pasti

(22)

tidak dilakukan uji kualitatif secara lengkap maupun pemisahan menjadi senyawa

tunggal terhadap fraksi etil asetat dan fraksi air tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deoksiribosa.

Metode ini dipilih dengan alasan menggunakan deoksiribosa sebagai substrat

yang akan diserang radikal hidroksil. Diketahui bahwa deoksiribosa merupakan

gugus gula penyusun Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) sehingga dapat memberi

gambaran penyerangan radikal hidroksil di dalam tubuh. Selain itu, metode

tersebut telah divalidasi untuk menguji aktivitas penangkapan radikal hidroksil

oleh suatu senyawa antioksidan, seperti vitamin C (Purwantoko, 2006). Dalam

metode tersebut, deoksiribosa diserang oleh radikal hidroksil menghasilkan

produk degradasi yang apabila direaksikan dengan asam tiobarbiturat dalam

suasana asam dan dengan pemanasan akan menjadi suatu kromogen berwarna

merah muda (pink). Kromogen ini dapat diukur absorbansinya menggunakan

spektrofotometri visibel pada panjang gelombang 532 nm (Halliwellet al., 1987).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil

asetat dan fraksi air ekstrak etanol teh hijau melalui uji penangkapan radikal

hidroksil dengan metode deoksiribosa, dan untuk mengetahui nilai aktivitas

penangkapannya. Aktivitas antioksidan yaitu kemampuan masing-masing fraksi

dalam menangkap radikal hidroksil dinyatakan dalam % scavenging. Nilai

aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai konsentrasi yang diperlukan untuk

(23)

B. Perumusan Masalah

1. Apakah fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak etanol teh hijau mempunyai

aktivitas antioksidan melalui uji penangkapan radikal hidroksil dengan metode

deoksiribosa yang dinyatakan dengan %scavenging?

2. Berapakah nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak

etanol teh hijau melalui uji penangkapan radikal hidroksil dengan metode

deoksiribosa, yang dinyatakan sebagaieffective scavenging50 (ES5 0)?

C. Keaslian Penelitian

Telah dilakukan beberapa penelitian tentang uji penangkapan radikal

hidroksil dengan metode deoksiribosa yaitu validasi metode deoksiribosa sebagai

uji penangkapan radikal hidroksil oleh vitamin C secara in vitro (Purwantoko,

2006); uji penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi etil asetat dan fraksi air

ekstrak teh hitam dengan metode deoksiribosa (Setyawati, 2007).

Uji antioksidan melalui penangkapan radikal hidroksil dengan metode

deoksiribosa yang dilakukan berbeda dengan penelitian sebelumnya.

Perbedaannya terletak pada sampel yang digunakan, yaitu fraksi etil asetat dan

fraksi air ekstrak etanol teh hijau. Berdasarkan hal tersebut sejauh pengamatan

penulis, uji antioksidan fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak etanol teh hijau

melalui penangkapan radikal hidroksil dengan metode deoksiribosa belum pernah

(24)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Melengkapi bukti-bukti ilmiah tentang aktivitas antioksidan ekstrak etanol teh

hijau terutama dari fraksi etil asetat dan fraksi air.

2. Manfaat metodologis

Memberikan informasi mengenai aplikasi penggunaan metode deoksiribosa

sebagai uji antioksidan untuk bahan-bahan alam yang mengandung banyak

senyawa.

3. Manfaat praktis

Memberikan tambahan informasi kepada masyarakat mengenai penggunaan

teh hijau sebagai sumber antioksidan alami.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian

ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui aktivitas antioksidan fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak etanol

teh hijau melalui uji penangkapan radikal hidroksil dengan metode

deoksiribosa yang dinyatakan dengan %scavenging.

2. Mengetahui nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak

etanol teh hijau melalui uji penangkapan radikal hidroksil dengan metode

(25)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Teh Hijau

1. Klasifikasi teh dan proses pengolahannya

Teh hijau berasal dari tanaman teh yaitu dari suku Theacheae dengan

nama ilmiah Camellia sinensis L. (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Komoditas teh dihasilkan dari pucuk daun tanaman teh melalui proses pengolahan

tertentu. Secara umum berdasarkan cara/proses pengolahannya, teh dapat

diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh

hijau dibuat dengan cara menginaktivasi enzim oksidase/fenolase yang ada dalam

pucuk daun teh segar, dengan cara pemanasan atau penguapan, sehingga oksidasi

enzimatik terhadap katekin dapat dicegah. Teh hitam dibuat dengan cara

memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis terhadap kandungan katekin teh. Teh

oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses

rolling/penggulungan daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi

(Hartoyo, 2003).

2. Kandungan kimia teh hijau

Zat kimia yang terkandung dalam teh hijau adalah polifenol 30 %

(katekin 0,10 %; epikatekin 0,54 %; epigalokatekin 6,35 %; epikatekin galat 1,08

(26)

O

16 %, lemak 8 %, klorofil dan pigmen 1,5 %, pati 0,5 %, serat kasar, lignin, dan

lain-lain 22% (Indrawati dan Devijanti, 1996citHandajani, 2002).

3. Khasiat teh hijau

Teh hijau berkhasiat sebagai antioksidan, antimutagenik, antibakteri,

hipokolesterolemik, dan pencegah kanker (Hartoyo, 2003).

B. Flavonoid 1. Pengertian flavonoid

Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mengandung 15 atom karbon

dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua cincin

aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat

membentuk cincin ketiga. Untuk mempermudah, cincin diberi tanda A, B, dan C

(gambar 1). Atom karbon dinomori menurut sistem penomoran yang

menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C, serta angka beraksen untuk

cincin B, tetapi khusus untuk khalkon, sistem penomorannya dimodifikasi

(Markham, 1988).

(27)

O 2. Flavonoid dalam teh hijau

Zat bioaktif yang ada dalam teh, terutama merupakan polifenol golongan

flavonoid yaitu flavanol tipe katekin dan flavonol (Hartoyo, 2003). Komponen

katekin teh yang utama (gambar 2) adalah epigalokatekin galat (EGCG),

epikatekin galat (ECG), epigalokatekin (EGC), dan epikatekin (EC) (Hartoyo,

2003). Keempat komponen katekin tersebut merupakan antioksidan utama dalam

teh hijau (Rohdiana, 2001).

Epikatekin: R1= R2= H

Gambar 2 . Struktur kimia katekin teh dan epimernya

Flavonol utama yang ada dalam teh adalah kuersetin, kemferol, dan

(28)

O

(berikatan dengan molekul gula) dan sedikit dalam bentuk aglikonnya (Hartoyo,

2003).

Mirisetin : R1= R2= R3= OH Kuersetin : R1= R2= OH, R3= H Kemferol : R1= OH, R2= R3= H

Gambar 3. Struktur flavonol teh

3. Sifat antioksidan flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik dan banyak

menghambat reaksi oksidasi dan bertindak sebagai penangkap radikal yang baik

dari radikal hidroksil dan superoksida (Robinson, 1995). Flavonoid memiliki

potensial reduksi rendah (0,23 < E7 < 0,75) sehingga dapat mereduksi secara

termodinamik radikal bebas dengan potensial oksidasi sebesar 2,13-1,0 V

(Siswono, 2003).

Aktivitas sebagai antioksidan dimiliki oleh sebagian besar flavonoid

disebabkan oleh adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya. Ketika

bereaksi dengan radikal bebas, flavonoid membentuk radikal baru yang

distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik. Hal ini menyebabkan fase

propagasi pada reaksi radikal bebas tersebut dapat dihambat (Cuvelieret al., 1991

(29)

4. Penyarian Flavonoid

Pelarut-pelarut alkoholik umumnya merupakan pelarut pilihan untuk

mengekstraksi semua golongan flavonoid. Biasanya digunakan metanol, etanol,

dan propanol. Bahan-bahan segar dapat diekstraksi dengan pelarut alkohol

absolut. Bahan-bahan kering dan berkayu dapat digunakan alkohol berair

(Harborne, 1987).

Glikosida flavonoid kurang larut dalam pelarut organik dan lebih mudah

larut dalam air dibanding bentuk aglikonnya. Pengekstraksian kembali larutan

dalam air dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air tetapi agak

polar sering kali bermanfaat untuk memisahkan bentuk aglikon dari senyawa yang

lebih polar. Etil asetat merupakan pelarut yang baik untuk menangani katekin dan

proantosianidin dengan cara ini (Robinson, 1995).

C. Metode Penyarian

Metode penyarian ada beberapa macam:

1. Maserasi dan remaserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Pada saat proses maserasi,

cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka

larutan yang pekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi

(30)

umumnya digunakan untuk simplisia yang tidak keras, dan tidak kompak

(Anonim, 1986).

Remaserasi adalah modifikasi cara penyarian maserasi. Pada proses

remaserasi cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan

cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi

lagi dengan cairan penyari yang kedua (Anonim, 1986).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Aliran cairan penyari

menyebabkan adanya pergantian larutan yang mempunyai konsentrasi tinggi

dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga akan meningkatkan

derajat konsentrasi. Perkolasi umumnya digunakan untuk menyari simplisia keras

dan kompak (Anonim, 1986).

3. Infundasi

Infundasi adalah metode penyarian yang menggunakan penyari air

dengan pemanasan pada suhu 90 ºC selama 15 menit. Metode ini digunakan untuk

menyari simplisia yang larut dalam air dan tahan terhadap pemanasan (Anonim,

(31)

4. Penyarian berkesinambungan

Pada metode penyarian ini cairan penyari dididihkan sehingga akan

menguap dan mengembun karena adanya pendingin. Cairan penyari yang

mengembun akan turun membasahi simplisia, demikian seterusnya. Metode

penyarian ini sesuai untuk simplisia yang bahan aktifnya tahan terhadap

pemanasan (Anonim, 1986).

D. Radikal Hidroksil (HO•) 1. Pengertian radikal hidroksil

Radikal hidroksil (HO•) adalah radikal oksigen yang diketahui paling

reaktif. Radikal hidroksil memilki standar potensial reduksi positif yang tinggi

yaitu 2,31 V. Radikal hidroksil bereaksi sangat cepat dengan hampir semua tipe

molekul yang ditemukan dalam sel hidup seperti gula, asam amino, fosfolipid,

basa Deoxyribose Nucleic Acid (DNA), dan asam organik (Halliwell dan

Gutteridge, 1999). Karena sangat reaktif, efek radikal ini hanya berlangsung di

daerah yang dekat dengan tempat terbentuknya, dan dalam kondisi fisiologik

normal tidak ditemukan radikal hidroksil dalam kadar yang besar (Gitawati,

1995).

2. Pembentukan radikal hidroksil

Radikal hidroksil dapat dihasilkan dari reaksi fisi homolitik ikatan O-O

pada H2O2 yang dapat terjadi karena pengaruh panas atau radiasi ionisasi. Selain

itu, radikal hidroksil juga dapat terbentuk dari H2O2 dengan adanya ion-ion logam

(32)

Reaksi Fenton merupakan reaksi yang penting untuk menghasilkan

radikal bebas hidroksil. Dalam reaksi Fenton ion ferro (Fe2+) akan bereaksi

dengan hidrogen peroksida (H2O2) menghasilkan radikal hidroksil. Kecepatan

reaksi Fe2+ dengan H2O2 adalah rendah yaitu kurang dari 100 M-1s-1, oleh karena

itu untuk meningkatkan kecepatan reaksinya perlu ditambah dengan suatu ligan.

EDTA merupakan ligan yang baik untuk digunakan dalam reagen Fenton

(Halliwell dan Gutteridge, 1999).

3. Metode deteksi radikal hidroksil

Macam-macam metode dan prinsip deteksi radikal hidroksil dapat

dilihat pada tabel I di bawah ini:

Tabel I. Metode dan prinsip deteksi radikal hidroksil (Borset al., 1979)

No Metode Prinsip Metode

1. Metode pemucatan

p

-nitrosodimetilanilin (p-NDA)

p-nitrosodimetilanilin bereaksi cepat dengan radikal hidroksil (HO•) tetapi tidak bereaksi dengan O2- atau

singlet oksigen. Reaksi ini akan diikuti pengurangan warna kuning (pemucatan).

2. Metode deoksiribosa

Reaksi antara radikal hidroksil dengan deoksiribosa menghasilkan produk senyawa tertentu, lalu dipanaskan dengan tiobarbiturat pada pH rendah akan menghasilkan warna.

3. Metode triptofan Reaksi antara radikal hidroksil dengan triptofan menghasilkan satu set produk yang khas.

4. Metode

dimetilsulfoksida (DMSO)

Radikal hidroksil bereaksi dengan dimetilsulfoksida (DMSO) menghasilkan senyawa:

H3C S C H3

O O H

(33)

E. Metode Deoksiribosa

Deoksiribosa (2-deoksi-D-ribosa) merupakan unsur gula lima karbon

yang terdapat dalam DNA (Page, 1989). Deoksiribosa dapat didegradasi oleh

radikal hidroksil baik yang dihasilkan oleh radiasi maupun oleh reaksi Fenton

(Halliwellet al., 1987). Struktur deoksiribosa dapat dilihat pada gambar 4 berikut:

Gambar 4. Struktur deoksiribosa

Metode deoksiribosa terdiri dari dua tahap, yaitu (Halliwellet al., 1987):

1. Tahap pembentukan radikal hidroksil.

Radikal hidroksil dihasilkan dari reaksi Fenton dengan inkubasi pada 37

º

C selama 30 menit. Reagen Fenton terdiri dari FeCl3, EDTA, H2O2, dan asam

askorbat (vitamin C). Reaksi pembentukan radikal hidroksil digambarkan sebagai

berikut:

Fe3+- EDTA + vitamin C→ Fe2+- EDTA + vitamin Cteroksidasi

Fe2+- EDTA + H2O2→Fe3+- EDTA + OH¯ + HO•

Penambahan EDTA (sebagai ligan) berfungsi untuk meningkatkan

(34)

1999). Vitamin C (asam askorbat) berfungsi untuk mempercepat proses reduksi

Fe3+menjadi Fe2+sehingga akan mempercepat terbentuknya radikal hidroksil.

2. Tahap degradasi deoksiribosa

Penyerangan radikal hidroksil terhadap deoksiribosa akan menyebabkan

deoksiribosa terdegradasi menjadi beberapa produk karbonil. Radikal hidroksil

akan menyerang deoksiribosa dengan cara abstraksi (pemisahan) hidrogen dan

membentuk suatu radikal deoksiribosa (gambar 5) yang dengan adanya oksigen

akan secara cepat diubah menjadi radikal gula peroksil (gambar 6).

O

Gambar 5. Reaksi penyerangan radikal hidroksil pada deoksiribosa

O

Gambar 6. Reaksi pembentukan radikal gula peroksil

Selanjutnya, radikal gula peroksil ini akan mengalami serangkaian reaksi

(35)

ikatan C–C sehingga menghasilkan beberapa macam produk karbonil. Produk

karbonil yang dihasilkan jika dipanaskan di bawah kondisi asam akan membentuk

malondialdehid (MDA) (gambar 7).

O O

H H

Gambar 7 . Struktur malondialdehid (MDA)

MDA dapat dideteksi melalui kemampuannya untuk bereaksi dengan

asam tiobarbiturat (TBA) membentuk suatu kromogen berwarna merah muda

(pink) yang absorbansinya dapat diukur pada panjang gelombang 532 nm

(Halliwellet al., 1987).

Molekul lain yang memiliki kemampuan untuk bereaksi dengan

radikal hidroksil dapat ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Molekul ini

dapat berkompetisi dengan deoksiribosa supaya dapat bereaksi dengan radikal

hidroksil. Hal ini sangat bergantung dari konstante kecepatan reaksinya dengan

radikal hidroksil dan juga konsentrasi relatif deoksiribosa. Jika kecepatan reaksi

molekul ini lebih cepat dibandingkan kecepatan reaksi deoksiribosa dengan

radikal hidroksil, maka molekul ini dapat berfungsi untuk menurunkan kecepatan

degradasi deoksiribosa (Halliwellet al., 1987).

F. Antioksidan

Dalam bidang kimia yang dimaksud dengan antioksidan adalah suatu

senyawa atau bahan kimia yang dapat menghambat proses oksidasi. Pada

umumnya senyawa-senyawa tersebut merupakan suatu reduktan, yakni atom atau

(36)

Dalam bidang kedokteran, pengertian antioksidan atau peredam radikal

bebas adalah senyawa-senyawa yang dapat melindungi sistem biologis terhadap

efek yang merusak dari proses-proses atau reaksi-reaksi yang dapat menyebabkan

oksidasi berlebihan (Krinsky, 1992 cit Himawati, 2001). Oleh karena itu,

pembagian antioksidan biologis tidak hanya meliputi senyawa-senyawa reduktan,

melainkan bisa meliputi pengikat logam dan enzim-enzim tertentu yang

mengkatalisis peredaman senyawa oksidan atau radikal bebas.

Antioksidan dan peredam radikal bebas biologis dapat digolongkan

sebagai berikut (Grieb, 1992citHimawati, 2001):

1. Berdasarkan sasaran

a. Antioksidan pencegah, yaitu antioksidan yang dapat mencegah

terbentuknya oksidan atau mencegah tertimbunnya oksidan. Misalnya:

superoksida dismutase (SOD), katalase, bermacam-macam enzim

peroksidase (misalnya glutation peroksidase), dan senyawa yang

mengandung gugusan sulfidril (glutation, sistein, dan kaptopril).

b. Antioksidan pemutus reaksi rantai, misalnya: vitamin E (tokoferol),

vitamin C (asam askorbat), danβ-karoten.

2. Berdasarkan mekanisme kerja

a. Antioksidan enzimatik, misalnya: katalase (CAT), superoksida dismutase

(SOD), dan glutation peroksidase (GSH-Px).

b. Antioksidan non-enzimatik, misalnya: vitamin E (α-tokoferol), vitamin C

(37)

3. Berdasarkan sifat-sifat fisiko-kimia

a. Antioksidan hidrofilik

Antioksidan hidrofilik bekerja dalam sitosol dan cairan ekstrasel, misalnya:

vitamin C, asam urat, glutation, sistein, kreatinin.

b. Antioksidan lipofilik

Antioksidan lipofilik bekerja pada membran sel (terlarut dalam lipid

membran), misalnya: vitamin E, β-karoten, ubikuinol, bilirubin, protein

pengikat logam (transferin, laktoferin, seruloplasmin, dan albumin).

4. Berdasarkan sumbernya

a. Antioksidan endogen

Beberapa antioksidan endogen yang dikenal antara lain: sitokrom oksidase

(mitokondria), superoksida dismutase, katalase, glutation peroksidase.

b. Antioksidan eksogen

Antioksidan eksogen yang telah dikenal dan beredar di pasaran

diantaranya: vitamin E, vitamin C,β-karoten.

Penangkapan radikal bebas oleh enzim dan senyawa antioksidan dapat

dilakukan melalui empat cara, yaitu (Aruoma, 2000):

1. Reaksi pemecahan ikatan.

2. Mengurangi konsentrasi ROS, sebagai contoh adalah glutation.

3. Menangkap radikal bebas, contohnya adalah enzim superoksida dismutase

menangkap radikal bebas superoksid.

(38)

G. Spektrofotometri Sinar Tampak

Spektrofotometri adalah metode analisis yang mengamati interaksi

radiasi elektromagnetik dengan materi. Spektrofotometri memiliki beberapa

ciri-ciri, yaitu dapat digunakan pada sistem organik dan anorganik, memiliki

selektivitas sedang sampai tinggi, akurasinya baik, dan mudah dilakukan (Skoog

et al., 1998). Spektrofotometri yang menggunakan radiasi dengan panjang

gelombang 380 nm sampai 780 nm disebut spektrofotometri cahaya tampak

(Anonim, 1995).

Pada umumnya prinsip kerja spektrofotometri adalah berdasarkan atas

interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan materi (dapat berupa atom, ion,

atau molekul), sedangkan radiasi elektromagnetik merupakan salah satu jenis

energi yang ditransmisikan dalam ruang kecepatan tinggi (Khopkar, 1990).

Interaksi radiasi elektromagnetik dengan materi yaitu bila cahaya jatuh pada

senyawa maka sebagian dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai struktur

molekul (Sastrohamidjojo, 1991).

Absorbsi cahaya ultraviolet atau cahaya tampak mengakibatkan

transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar

yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi

(Fessenden dan Fessenden, 1994). Transisi elektronik senyawa organik yang

dapat terjadi yaitu transisi dari orbitalσ→σ*, π→π*, n→ σ*, dan n→π* yang

(39)

Gambar 8. Tingkat energi elektron molekul (Skooget al., 1998)

Aplikasi spektroskopi serapan untuk senyawa organik didasarkan pada

transisi n atauπ ke π* karena energi yang dibutuhkan untuk proses ini membawa

puncak absorbsi ke daerah spektra 200-700 nm. Kedua transisi ini membutuhkan

gugus tidak jenuh yang memberikan orbitalπ(Skooget al., 1994).

Spektrofotometri dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan

kuantitatif. Oleh karena transisi elektronik ditentukan oleh konfigurasi elektron

dari molekul yang bersangkutan, maka transisi ditentukan oleh struktur molekul.

Oleh sebab itu, molekul yang berbeda strukturnya juga mempunyai level energi

yang berbeda dan setiap jenis molekul menyerap radiasi pada daerah spektrum

tertentu. Hal inilah yang menjadi dasar analisis kualitatif dengan metode

spektrofotometri. Banyaknya cahaya yang diserap pada frekuensi atau panjang

gelombang tertentu sesuai dengan jumlah molekul yang ada. Hal ini menentukan

banyaknya intensitas absorbsi yang merupakan dasar analisis kuantitatif pada

analisis dengan metode spektrofotometri (Willardet al., 1988).

Intensitas serapan dapat dinyatakan sebagai transmitan (T) yang

didefinisikan sebagai berikut:

o

II T

π* Antibonding

n Nonbonding

π Bonding

(40)

I0 adalah intensitas dari energi pancaran yang mengenai cuplikan dan I

adalah intensitas pancaran yang keluar dari cuplikan. Rumusan yang lebih tepat

untuk intensitas serapan adalah yang diturunkan dari hukum Lambert dan hukum

Beer yang dikenal dengan hukum Lambert-Beer. Hukum ini menyatakan

hubungan antara transmitan dengan tebalnya cuplikan dan konsentrasi bahan

penyerap.

Hubungan tersebut dinyatakan sebagai berikut:

b

T = persen transmitan

I0= intensitas radiasi yang datang

I = intensitas radiasi yang diteruskan ε= absorptivitas molar (L.mol-1.cm-1) c = konsentrasi larutan (mol. L-1) b = tebal larutan (cm)

A= absorbansi

(Silverstein, 1991)

H. Landasan Teori

Teh hijau diketahui mengandung sekitar 30 % polifenol terutama

golongan flavonoid tipe flavanol dan flavonol. Polifenol golongan flavonoid

tersebut menyebabkan teh hijau mempunyai aktivitas antioksidan melalui

mekanisme penangkapan radikal bebas.

Secara umum aktivitas antioksidan flavonoid disebabkan oleh adanya

(41)

hidroksil, senyawa ini akan membentuk molekul air yang stabil dan radikal baru

yang distabilisasi oleh efek resonansi inti aromatik yaitu radikal fenoksil yang

lebih stabil, sehingga fase propagasi radikal hidroksil tersebut dapat dihambat.

Selain itu, flavonoid mempunyai potensial reduksi yang sangat rendah yaitu 0,23

-0,75, sedangkan radikal hidroksil mempunyai potensial reduksi yang sangat

tinggi, yaitu 2,31 V. Hal ini menyebabkan flavonoid dapat mereduksi radikal

hidroksil menjadi bentuk yang lebih stabil dengan mudah.

Ekstraksi teh hijau menggunakan etanol akan menyari flavonoid secara

efektif, sehingga ekstrak etanol yang didapat akan mengandung flavonoid dalam

jumlah yang optimal. Fraksinasi dengan kloroform akan menghilangkan lemak

dan klorofil yang akan mengganggu analisis serta mengurangi jumlah senyawa

lain seperti alkaloid, terpena, dan xantofil, sedangkan fraksinasi menggunakan etil

asetat akan memisahkan flavonoid yang berbentuk aglikon dan flavonoid yang

terikat dengan gula (bentuk glikosida).

Berdasarkan uji polifenol pada uji tabung yang dilakukan oleh Pertiwi

(2006) diketahui bahwa fraksi etil asetat dan fraksi air menunjukkan hasil yang

positif. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua fraksi tersebut mengandung

polifenol. Telah disebutkan bahwa polifenol utama dalam teh hijau adalah dari

golongan flavonoid. Dengan demikian, kedua fraksi tersebut mungkin

mengandung flavonoid. Berdasarkan sifat kelarutannya, flavonoid dalam bentuk

aglikon (seperti senyawa flavanol terutama komponen katekin) akan lebih

terdistribusi ke dalam fraksi etil asetat, sedangkan flavonoid bentuk glikosida

(42)

dalam fraksi air. Diketahui bahwa aktivitas antioksidan utama teh hijau berasal

dari kelas flavanol yaitu dari komponen katekin yang pada fraksinasi akan lebih

terdistribusi ke dalam fraksi etil asetat. Hal ini memungkinkan aktivitas

antioksidan fraksi etil asetat akan lebih besar dari fraksi air.

Dalam metode deoksiribosa digunakan gula deoksiribosa sebagai

substrat yang ditargetkan akan diserang oleh radikal hidroksil. Jika ada senyawa

lain yang bersifat sebagai antioksidan dan mempunyai kemampuan dalam

menangkap radikal hidroksil (seperti flavonoid) dimasukkan ke dalam sistem,

maka senyawa tersebut akan mengurangi produk degradasi deoksiribosa. Hal ini

dikarenakan senyawa tersebut akan menangkap sebagian radikal hidroksil yang

akan menyerang deoksiribosa. Efek penangkapan radikal hidroksil oleh senyawa

tersebut diperlihatkan dengan berkurangnya absorbansi kromogen MDA-TBA

yang terbentuk.

I. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas, dapat dihipotesiskan bahwa:

1. Fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak etanol teh hijau mempunyai

aktivitas antioksidan melalui uji penangkapan radikal hidroksil

menggunakan metode deoksiribosa.

2. Aktivitas antioksidan melalui penangkapan radikal hidroksil dengan

(43)

25 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental karena subyek uji

diberi perlakuan.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas berupa konsentrasi fraksi etil asetat dan fraksi air dari

ekstrak etanol teh hijau.

2. Variabel tergantung berupa persen penangkapan radikal hidroksil (%

scavenging).

3. Variabel pengacau terkendali berupa proses ekstraksi dan fraksinasi, suhu,

waktu inkubasi, dan merk sampel.

4. Variabel pengacau tidak terkendali berupa proses pembuatan teh hijau.

C. Definisi Operasional

1. Fraksi etil asetat adalah fase etil asetat yang diperoleh dari fraksinasi (dengan

corong pisah) ekstrak etanol teh hijau menggunakan larutan penyari etil asetat

dan air sampai fraksi etil asetat jernih.

2. Fraksi air adalah fase air yang diperoleh dari fraksinasi (dengan corong pisah)

ekstrak etanol teh hijau menggunakan larutan penyari etil asetat dan air

(44)

3. Ekstrak etanol teh hijau adalah ekstrak yang diperoleh dari remaserasi serbuk

teh hijau menggunakan etanol 70 %.

4. Larutan kontrol adalah larutan yang mengandung reagen Fenton, larutan

deoksiribosa, bufer fosfat, asam trikloroasetat, dan asam tiobarbiturat.

5. Larutan sampel adalah larutan kontrol yang diberi fraksi etil asetat dan fraksi

air dari ekstrak etanol teh hijau sebagai senyawa antioksidan.

6. Persen scavenging adalah persentase yang menyatakan kemampuan suatu

senyawa dalam menangkap radikal bebas.

% Scavenging=

7. Effective Scavenging 50 (ES50) merupakan nilai konsentrasi sampel yang

menghasilkan 50 % penangkapan radikal hidroksil.

D. Bahan

Bahan-bahan berikut berkualitas p.a. Merck: kloroform; etil asetat; ferri

klorida heksahidrat (FeCl3. 6H2O); dinatrium etilendiamin tetraasetat dihidrat

(C10H14N2Na2O8. 2H2O); L (+) asam askorbat.; asam 2-tiobarbiturat (TBA)

(C4H4N2O2S); asam trikloroasetat (TCA) (CCl3COOH); dinatrium hidrogen fosfat

(Na2HPO4); kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4). Bahan-bahan yang lain: teh hijau

merk X; etanol 96 % kualitas farmasetis (Brataco); 2-deoksi-D-ribosa (C5H10O4)

p.a., Sigma USA; larutan hidrogen peroksida 30 % kualitas farmasetis, ph. Eur,

BP, USP; dan akuades (Laboratorium Kimia Organik Fakultas Farmasi

(45)

E. Alat

Spektrofotometer UV-Vis Perkin Elmer Lamda 20; pH meter Metrohm

632; timbangan BP 160 P, scaltec SBC 22, dan precision balance model GB-3002

(Mettler Toledo); mikropipet 10-100 l, 100-1000 l (Acura 825, Socorex);

mikropipet 0,5-5,0 ml (Socorex); tabung reaksi bertutup (Pyrex-Germany);

vaccum rotaevaporator (Buchi rotaevaporator); waterbath (Abo-Tech); blender,

dan alat-alat gelas yang lazim.

F. Tata Cara Penelitian 1. Pengambilan sampel

Diambil 100 bungkus sampel teh hijau merk X dari satu perusahaan teh

di Yogyakarta dengan nomor batch yang sama. Seluruh sampel kemudian diambil

80 % (80 bungkus) berdasarkan tabel Krecjie (Sugiyono, 2005). Pengambilan

sampel dilakukan secara acak menggunakanrandom numbers table(lampiran 8).

2. Pembuatan serbuk teh hijau

Diambil 20 bungkus (1800 g) teh hijau, dihomogenkan, digiling dan

dihaluskan menggunakan blender. Serbuk yang didapat kemudian diayak dengan

ayakan nomor mesh 12 sampai 50 (derajat halus serbuk 4/18). Serbuk yang

digunakan adalah serbuk yang berada di atas ayakan nomor mesh 50 dan di bawah

(46)

3. Preparasi sampel

a. Pembuatan ekstrak etanol teh hijau

Pembuatan fraksi etil asetat dan fraksi air diawali dengan pembuatan

ekstrak etanol teh hijau menggunakan metode penyarian remaserasi (Anonim,

1986). Serbuk teh hijau sebanyak 300 g dimaserasi dengan cara direndam dalam 1

liter etanol 70 % selama 24 jam di dalam bejana bertutup. Maserat yang didapat

disaring, filtrat dikumpulkan. Ampas dimaserasi lagi dengan 500 ml etanol 70 %

selama 24 jam, kemudian disaring, filtrat dikumpulkan, ampas dimaserasi lagi,

demikian seterusnya sampai filtrat hasil penyaringan jernih. Seluruh filtrat hasil

remaserasi dicampur dan diuapkan pelarutnya dengan rotaevaporator sampai

kental. Ekstrak kental yang didapat diuapkan di atas penangas air hingga

diperoleh ekstrak kering.

b. Pembuatan fraksi etil asetat dan fraksi air

Ekstrak etanol kering hasil remaserasi ditimbang sebanyak 75 g dan

dilarutkan dalam 150 ml air, kemudian difraksinasi dengan 100 ml kloroform

menggunakan corong pisah, dengan pengulangan 6 kali. Fraksi air (A1) yang

didapat kemudian dikumpulkan dan difraksinasi dengan 50 ml etil asetat

menggunakan corong pisah dengan pengulangan 12 kali sampai fraksi etil asetat

jernih untuk mendapatkan jumlah senyawa terlarut dalam fraksi etil asetat yang

optimum. Fraksi etil asetat dan fraksi air (A2) yang diperoleh kemudian

dikumpulkan, lalu diuapkan menggunakan rotaevaporator hingga kental. Sisa

(47)

desikator. Serbuk yang diperoleh kemudian ditimbang, dihitung rendemennya,

dan digunakan sebagai sampel untuk uji penangkapan radikal hidroksil

menggunakan metode deoksiribosa. Proses preparasi sampel dapat dilihat pada

gambar 9.

Filtrat dikumpulkan Filtrat dikumpulkan

300 g serbuk teh hijau

Ekstrak kering

Fraksi air (A2)

Dimaserasi dengan 1000 ml etanol 70 %, disaring

Residu dimaserasi dengan 500 ml etanol 70 %, disaring (diulangi sampai filtrat jernih)

Residu dibuang

Dievaporasi

Dilarutkan dalam 150 ml air

Difraksinasi dengan 100 ml kloroform (6 kali)

Fraksi kloroform Fraksi air (A1)

Ditimbang 75 g ekstrak kering

Difraksinasi dengan etil asetat 50 ml (12 kali)

Fraksi etil asetat

Diuji aktivitas penangkapan radikal hidroksilnya dengan metode deoksiribosa

Dibuang

(48)

4. Persiapan uji penangkapan radikal hidroksil a. Pembuatan larutan bufer fosfat pH 7,4

Ditimbang seksama sebanyak 1,4196 g Na2HPO4 kemudian dilarutkan

dalam akuades sampai 500,0 ml sehingga dicapai kadar 20 mM. Ditimbang

seksama lebih kurang sebanyak 0,6805 g KH2PO4 kemudian dilarutkan dalam

akuades sampai 250,0 ml sehingga dicapai kadar 20 mM. Kedua larutan tersebut

dicampur sampai didapat larutan bufer fosfat dengan pH 7,4.

b. Pembuatan larutan deoksiribosa 2,5 mM

Ditimbang seksama lebih kurang sebanyak 0,02012 g 2-deoksi-D-ribosa,

kemudian dilarutkan dalam akuades sampai 10,0 ml sehingga dicapai kadar 15

mM. Dari larutan tersebut diambil 4,2 ml dan dilarutkan dalam akuades sampai

25,0 ml, sehingga didapat kadar 2,5 mM.

c. Pembuatan reagen Fenton

Reagen Fenton yang digunakan terdiri dari FeCl3 1 mM, EDTA 1 mM,

H2O2 20 mM, dan Vitamin C 1 mM.

1). Larutan FeCl31 mM

Ditimbang seksama lebih kurang sebanyak 0,01352 g FeCl3. 6 H2O,

kemudian dilarutkan dalam akuades sampai 10,0 ml sehingga dicapai kadar 5

mM. Dari larutan tersebut diambil 2,0 ml dan dilarutkan dalam akuades sampai

(49)

2). Larutan EDTA 1 mM

Ditimbang seksama lebih kurang sebanyak 0,01861 g Na2EDTA. 2 H2O,

kemudian dilarutkan dalam akuades sampai 10,0 ml sehingga dicapai kadar 5

mM. Dari larutan tersebut diambil 2,0 ml dan dilarutkan dalam akuades sampai

10,0 ml, sehingga diperoleh kadar 1 mM.

3). Larutan H2O2 20 mM

Diambil 0,091 ml H2O2 30 %, kemudian dilarutkan dalam akuades

sampai 10,0 ml sehingga dicapai kadar 80 mM. Dari larutan tersebut diambil 2,5

ml dan dilarutkan dalam akuades sampai 10,0 ml, sehingga diperoleh kadar 20

mM.

4). Larutan Vitamin C 1 mM

Ditimbang seksama lebih kurang sebanyak 0,01761 g vitamin C,

kemudian dilarutkan dalam akuades sampai 10,0 ml sehingga dicapai kadar 10

mM. Dari larutan tersebut diambil 1,0 ml dan dilarutkan dalam akuades sampai

10,0 ml, sehingga diperoleh kadar 1 mM.

d. Pembuatan larutan TCA 5 %

Ditimbang seksama lebih kurang sebanyak 1,25 g TCA, kemudian

dilarutkan dalam akuades sampai 25,0 ml sehingga dicapai kadar 5 % b/v.

e. Pembuatan larutan TBA 1 %

Ditimbang seksama lebih kurang sebanyak 0,25 g TBA, dimasukkan ke

(50)

dipanaskan di atas hot plate hingga seluruh TBA larut. Setelah itu, dilarutkan

dalam akuades sampai 25,0 ml sehingga dicapai kadar 1 % b/v.

f. Pembuatan larutan uji fraksi etil asetat 1 mg/ml

Ditimbang seksama lebih kurang sebanyak 10 mg serbuk fraksi etil

asetat, kemudian dilarutkan dalam akuades sampai 10,0 ml sehingga dicapai

konsentrasi 1 mg/ml.

g. Pembuatan larutan uji fraksi air 1 mg/ml

Ditimbang seksama lebih kurang sebanyak 10 mg serbuk fraksi air,

kemudian dilarutkan dalam akuades sampai 10,0 ml sehingga dicapai konsentrasi

1 mg/ml.

5. Penentuanoperating time(OT)

Diambil 600 l larutan deoksiribosa 2,5 mM, dimasukkan dalam tabung

reaksi bertutup, kemudian ditambah dengan 300 l FeCl31 mM, 300 l EDTA 1

mM, 300l H2O220 mM, 4,2 ml bufer fosfat pH 7,4, dan 300l vitamin C 1 mM.

Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 menit.

Setelah itu ditambah 1,0 ml TCA 5 % dan 1,0 ml TBA 1 %, dipanaskan dalam

waterbath pada suhu 80 C selama 30 menit sampai terbentuk kromogen

MDA-TBA yang berwarna merah muda, kemudian didinginkan, dan dibaca

absorbansinya pada panjang gelombang maksimum teoritis (maksteoritis) 532 nm

(51)

6. Penentuan panjang gelombang maksimum (maks)

Diambil 100, 300, dan 600 l larutan deoksiribosa 2,5 mM, dimasukkan

dalam tabung reaksi bertutup, kemudian masing-masing ditambah dengan 300 l

FeCl3 1 mM, 300 l EDTA 1 mM, 300 l H2O2 20 mM, bufer fosfat pH 7,4

(penambahan bufer fosfat disesuaikan dengan volume larutan deoksiribosa yang

ditambahkan sehingga volume akhir campuran adalah 6 ml), dan 300l vitamin C

1 mM. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37C selama 30 menit.

Setelah itu ditambah 1,0 ml TCA 5 % dan 1,0 ml TBA 1 %, dipanaskan dalam

waterbathpada suhu 80 C selama 30 menit, sampai terbentuk kromogen

MDA-TBA yang berwarna merah muda, kemudian didinginkan, dan dibaca

absorbansinya pada panjang gelombang 400-600 nm selamaoperating time.

7. Pembuatan larutan kontrol

Diambil 600 l deoksiribosa 2,5 mM, dimasukkan dalam tabung reaksi

bertutup, kemudian ditambah dengan 300 l FeCl31 mM, 300 l EDTA 1 mM,

300 l H2O2 20 mM, 4,2 ml bufer fosfat pH 7,4, dan 300 l vitamin C 1 mM.

Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 menit.

Setelah itu ditambah 1,0 ml TCA 5 % dan 1,0 ml TBA 1 %, dipanaskan dalam

waterbath pada suhu 80 C selama 30 menit sampai terbentuk kromogen

MDA-TBA yang berwarna merah muda, kemudian didinginkan, dan dibaca

absorbansinya pada panjang gelombang maksimum hasil optimasi selama

(52)

8. Uji penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi etil asetat

Diambil fraksi etil asetat 1 mg/ml dengan volume 200, 400, 600, 800,

dan 1000 l, masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup. Ke

dalam tiap-tiap tabung tersebut kemudian ditambah dengan 600l deoksiribosa

2,5 mM, 300 l FeCl31 mM, 300 l EDTA 1 mM, 300 l H2O2 20 mM, bufer

fosfat pH 7,4 (penambahan bufer fosfat disesuaikan dengan volume larutan fraksi

etil asetat yang ditambahkan sehingga volume akhir campuran adalah 6 ml), dan

300l vitamin C 1 mM. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37C

selama 30 menit. Setelah itu ditambah 1,0 ml TCA 5 % dan 1,0 ml TBA 1 %,

dipanaskan dalamwaterbath pada suhu 80C selama 30 menit, sampai terbentuk

kromogen MDA-TBA yang berwarna merah muda, kemudian didinginkan, dan

dibaca absorbansinya pada panjang gelombang maksimum hasil optimasi selama

operating time.

9. Uji penangkapan radikal hidroksil oleh fraksi air

Diambil fraksi air 1 mg/ml dengan volume 200, 400, 600, 800, dan 1000

l, masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup. Kemudian ke

dalam tiap-tiap tabung tersebut ditambah dengan 600 l deoksiribosa 2,5 mM,

300 l FeCl31 mM, 300 l EDTA 1 mM, 300 l H2O2 20 mM, bufer fosfat pH

7,4 (penambahan bufer fosfat disesuaikan dengan volume larutan fraksi air yang

ditambahkan sehingga volume akhir campuran adalah 6 ml), dan 300l vitamin C

1 mM. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37C selama 30 menit.

(53)

waterbathpada suhu 80 C selama 30 menit, sampai terbentuk kromogen

MDA-TBA yang berwarna merah muda, kemudian didinginkan, dan dibaca

absorbansinya pada panjang gelombang maksimum hasil optimasi selama

operating time.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh adalah absorbansi senyawa berwarna merah muda

hasil reaksi antara produk degradasi deoksiribosa yaitu malondialdehid dengan

asam tiobarbiturat (kromogen MDA-TBA). Data absorbansi tersebut kemudian

digunakan untuk menghitung persen penangkapan radikal hidroksil (%

scavenging), dengan rumus:

% Scavenging=

kontrol larutan

Absorbansi

sampel larutan

Absorbansi

-kontrol larutan

Absorbansi

x100 %

Efektivitas penangkapan radikal hidroksil sebesar 50 % (ES50) ditentukan

dengan menggunakan persamaan garis regresi linier antara konsentrasi fraksi etil

(54)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dari satu merk teh hijau (merk X)

yang berasal dari satu perusahaan teh di Yogyakarta. Pengambilan sampel dari

satu merk ini bertujuan untuk mengendalikan kualitas dan kadar senyawa kimia

dalam sampel, sehingga variasi kandungan kimia dalam sampel kecil. Selain itu,

pengambilan sampel dari satu perusahaan tersebut dimaksudkan untuk

memudahkan penelusuran asal-usul sampel dan cara pengolahannya secara jelas

sehingga dapat digunakan sebagai penunjang informasi penelitian lebih lanjut.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak, sehingga

setiap bungkus teh hijau mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil

sebagai sampel. Pengambilan sampel secara acak didasarkan pada random

numbers table (lampiran 8) dan mengacu pada tabel Krecjie (Sugiyono, 2005).

Jumlah teh hijau yang digunakan adalah 100 bungkus dengan nomor batch yang

sama. Berdasarkan tabel Krecjie, pengambilan sampel dari 100 populasi adalah 80

%-nya. Hal ini berarti jika digunakan 100 bungkus teh hijau maka yang diambil

sebagai sampel adalah 80 bungkus. Sampel hasil sampling tersebut kemudian

dicampur dan secara acak diambil sesuai yang diperlukan (20 bungkus) untuk

(55)

B. Pembuatan Serbuk Teh Hijau

Pembuatan serbuk bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan

simplisia sehingga akan mengoptimalkan proses penyarian. Sampel teh hijau yang

sudah dipilih diserbuk dengan menggunakan blender, kemudian diayak dengan

derajat halus serbuk 4/18 menggunakan ayakan dengan nomor mesh 12 sampai

50. Derajat halus serbuk tersebut dipilih berdasarkan ketentuan umum Materia

Medika Indonesia (1989) jilid V, yang menyatakan jika tidak dinyatakan lain

maka simplisia harus dihaluskan menjadi serbuk 4/18. Nilai 4/18 ini menunjukkan

jumlah lubang tiap cm dihitung searah panjang kawat. Konversi derajat halus

serbuk ke nomor ayakan dilakukan dengan mengalikannya dengan 1 inci (2,54

cm). Dalam penelitian ini seharusnya digunakan ayakan dengan nomor mesh 10

sampai 45, namun karena keterbatasan alat maka nomor mesh yang digunakan

adalah nomor mesh yang mendekati yaitu 12 sampai 50.

C. Preparasi Sampel 1. Pembuatan ekstrak etanol teh hijau

Pembuatan fraksi etil asetat dan fraksi air didahului dengan proses

penyarian yang dilakukan dengan metode remaserasi (Anonim, 1986). Metode

remaserasi dipilih sebagai metode penyarian pada penelitian ini dengan alasan

simplisia yang digunakan (dalam hal ini teh hijau) tidak keras, disamping itu

metode remaserasi relatif mudah dikerjakan dan membutuhkan peralatan yang

(56)

Pada penelitian ini penyarian ditujukan untuk mengambil flavonoid dari

serbuk teh hijau, karena diketahui bahwa senyawa aktif yang berperan sebagai

antioksidan dalam teh hijau adalah flavonoid (Hartoyo, 2003). Digunakan etanol

70 % sebagai pelarut untuk menyari flavonoid dalam serbuk teh hijau, dengan

alasan flavonoid teh hijau berada dalam vakuola sel sehingga diperlukan penyari

yang bersifat relatif hidrofilik untuk menyarinya. Pelarut alkoholik terutama

etanol merupakan pelarut pilihan untuk mengekstraksi flavonoid secara optimal,

selain itu etanol tidak beracun, netral, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam

etanol dengan kadar lebih dari 20 %.

Selama proses maserasi, zat aktif dalam serbuk teh hijau akan berdifusi

keluar dari sel karena adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam sel dan di

luar sel. Difusi ini terus berlangsung sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat

aktif dalam sel dengan penyari di luar sel. Maserasi yang berulang (remaserasi)

akan mengambil flavonoid secara bertahap sehingga penyarian menjadi lebih

optimal. Dari hasil ekstraksi menggunakan etanol 70 % didapatkan ekstrak etanol

dengan berat ekstrak kering sebesar 108,39 g dan rendemen sebesar 36,13 %.

2. Fraksinasi ekstrak etanol teh hijau

Etanol merupakan pelarut universal yang dapat menyari banyak senyawa

dalam tumbuhan, sehingga dimungkinkan selain flavonoid terdapat senyawa lain

yang ikut tersari walaupun mungkin hanya dalam jumlah yang kecil. Zat-zat

pengotor seperti lemak dan klorofil dinilai akan mengganggu analisis

(57)

terutama lemak dan klorofil tersebut dilakukan fraksinasi menggunakan kloroform

yang bersifat non polar.

Fraksinasi dengan kloroform menghasilkan fraksi berair yang bebas

lemak dan klorofil. Selain itu kloroform juga akan menyari senyawa selain

flavonoid seperti alkaloid, terpena, dan xantofil. Fraksi air (A1) yang didapat

dimungkinkan berisi flavonoid baik dalam bentuk aglikon maupun dalam bentuk

glikosida (terikat dengan gula). Fraksinasi dengan etil asetat terhadap fraksi air

(A1) akan memisahkan dua jenis flavonoid tersebut. Masing-masing jenis

flavonoid tersebut akan terdistribusi ke dalam salah satu pelarut sesuai dengan

sifat kelarutan dan polaritasnya. Etil asetat mempunyai polaritas yang lebih

rendah dari air, dengan demikian pada saat fraksinasi flavonoid yang berbentuk

aglikon akan lebih terdistribusi ke dalam fraksi etil asetat, sedangkan flavonoid

yang terikat dengan gula akan lebih terdistribusi ke dalam fraksi air. Hal ini

dikarenakan flavonoid yang berbentuk aglikon bersifat kurang polar dibandingkan

flavonoid yang terikat gula.

Berat serbuk kering fraksi etil asetat yang diperoleh adalah 11,52 g

dengan rendemen sebesar 5,54 %, sedangkan berat serbuk kering fraksi air adalah

21,83 g dengan rendemen sebesar 10,5 %.

D. PenentuanOperating Time(OT)

Penentuan OT bertujuan untuk mengetahui rentang waktu yang tepat

yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran absorbansi suatu senyawa.

(58)

yang ditunjukkan dengan nilai absorbansi yang relatif stabil juga. Dengan

demikian diharapkan pengukuran absorbansi yang dilakukan pada OT akan

meminimalkan terjadinya kesalahan analisis yang disebabkan oleh kesalahan

pengukuran. Hasil penentuan OT ini dapat dilihat pada kurva hubungan waktu vs

absorbansi yang tersaji pada gambar 10.

Gambar 10. Kurva hubungan waktuvsabsorbansi kromogen MDA-TBA pada pengukuranOperating Time(OT)

Dalam penelitian ini pengukuran absorbansi ditujukan pada senyawa

kromogen MDA-TBA yang merupakan senyawa hasil reaksi yang berwarna

merah muda (pink). Pengukuran OT dimulai dari menit ke-0 sampai menit ke-60

pada panjang gelombang maksimal teoritis 532 nm. Menit ke-0 dihitung 5 menit

setelah campuran reaksi dipanaskan pada suhu 80C dan didinginkan dengan air

mengalir untuk menghambat reaksi pembentukan kromogen MDA-TBA.

Kurva pada gambar 10 memperlihatkan nilai absorbansi kromogen

MDA-TBA yang stabil dari menit ke-0 sampai menit ke-60 dengan absorbansi

(59)

MDA-TBA berada dalam keadaan yang stabil sehingga pengukuran absorbansi yang

dilakukan selama waktu tersebut mempunyai reprodusibilitas yang tinggi.

E. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (maks)

Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang dari

suatu senyawa yang menghasilkan absorbansi maksimum. Pengukuran absorbansi

pada maks bertujuan untuk menghasilkan kepekaan dan keakuratan yang tinggi

karena pada panjang gelombang tersebut perubahan absorbansi yang disebabkan

oleh konsentrasi juga maksimum. Gambar 11 menyajikan data kurva panjang

gelombang maksimum yang digunakan.

Gambar 11.Kurva panjang gelombang maksimum kromogen MDA-TBA

Pada penelitian ini scanning dilakukan terhadap kromogen MDA-TBA

pada panjang gelombang antara 400-600 nm. Pengukuran panjang gelombang

(60)

125,00, dan 250,00 μM untuk memberikan gambaran yang jelas tentang

perubahan absorbansinya. Ketiga konsentrasi tersebut secara berturut-turut

menghasilkan nilai panjang gelombang maksimum 531,7, 531,7, dan 531,8 nm.

Panjang gelombang maksimum yang kemudian digunakan adalah 531,8 nm,

dengan alasan nilai inilah yang paling mendekati nilai panjang gelombang

maksimum secara teoritis (532 nm).

MDA dihasilkan saat proses inkubasi pada suhu 37 C selama 30 menit.

Digunakan suhu 37 C dengan alasan untuk menyamakan kondisi seperti pada

tubuh manusia normal. Pada inkubasi ini terjadi reaksi antara deoksiribosa dengan

radikal hidroksil yang dihasilkan dari reaksi Fenton. Radikal hidroksil akan

menyerang deoksiribosa sehingga deoksiribosa akan mengalami degradasi atau

kerusakan. Produk degradasi tersebut adalah malondialdehid (MDA) (gambar 7).

MDA merupakan senyawa yang tidak berwarna, maka perlu dilakukan

reaksi pengkoplingan yang akan memperpanjang gugus kromofor dan menambah

gugus auksokrom, sehingga menjadi senyawa yang berwarna dan dapat dideteksi

di daerah panjang gelombang sinar tampak menggunakan spektrofotometer

visibel. Dalam penelitian ini digunakan asam tiobarbiturat (TBA) sebagai

senyawa pengkopling.

Reaksi antara MDA dan TBA dilakukan dalam suasana asam dan

dengan pemanasan pada suhu 80 C. Suasana asam diperoleh dengan

menambahkan asam trikloroasetat (TCA) ke dalam campuran reaksi. Dalam hal

ini TCA mempunyai fungsi menurunkan kecepatan reaksi degradasi deoksiribosa.

(61)

radikal hidroksil juga akan terhambat. Hal ini mengakibatkan kecepatan reaksi

degadrasi deoksiribosa akan menurun, sehingga kestabilan kromogen MDA-TBA

dapat dikendalikan. Fungsi TCA yang kedua adalah sebagai katalis reaksi

pembentukan kromogen MDA-TBA.

Dalam suasana asam, gugus keton dari TBA akan berubah menjadi suatu

gugus enol (gambar 12). Dengan adanya gugus enol tersebut TBA menjadi lebih

reaktif sehingga dapat bereaksi dengan MDA melalui reaksi pengkoplingan

membentuk kromogen MDA-TBA. MDA sendiri merupakan senyawa yang tidak

berwarna, namun setelah direaksikan dengan TBA akan terjadi reaksi

pengkoplingan yang memperpanjang gugus kromofor dan menambah gugus

auksokrom sehingga menjadi berwarna merah muda. Keseluruhan reaksi tersebut

dapat dilihat pada gambar 13, sedangkan struktur kromogen MDA-TBA dapat

dilihat pada gambar 14.

N

(62)

N

Gambar

Tabel III. Absorbansi kromogen MDA-TBA pada penambahan sampel
Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid beserta penomorannya
Gambar 2 . Struktur kimia katekin teh dan epimernya
Gambar 3. Struktur flavonol teh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari fraksi n -heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi air dari ekstrak etanol daun cincau hijau.. Metode

Aktivitas antibakteri fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau pada dosis 750 hingga 3000 μg terhadap bakteri B.. aureus tergolong

Dari hasil validasi metode analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa metode penangkapan radikal bebas DPPH oleh rutin dan fraksi etil asetat ekstrak etanol kulit buah

skripsi berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan Radikal 1,1-Difenil- 2-Pikrilhidrazil (DPPH) dan Penetapan Kandungan Fenolik Total Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanolik

Dari hasil validasi metode analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa metode penangkapan radikal bebas DPPH oleh rutin dan fraksi etil asetat ekstrak etanol kulit buah

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN MENGGUNAKAN RADIKAL 1,1-DIFENIL-2-PIKRILHIDRAZIL (DPPH) DAN PENETAPAN KANDUNGAN FENOLIK TOTAL FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK METANOL KULIT BUAH JERUK LEMON

Penelitian tentang aktivitas antibakteri dan skrining fitokimia fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau telah dilakukan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 di

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas peredam radikal bebas DPPH (1,1-Diphenyl-2-Picryl Hydrazyl) dari fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak etanol daun