• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari berkembangan teknologi modern,

berperan penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Dengan

demikian orang yang menguasai matematika maka ia bisa menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Pentingnya matematika ditunjukkan dalam Standar Isi KTSP 2006, pelajaran matematika

diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar bahkan taman kanak-kanak

sampai perguruan tinggi untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,

analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut

diperlukan agar peserta didik memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan

memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti,

dan kompetitif.

Hal ini sejalan dengan prinsip pembelajaran matematika yang dikemukakan komunitas guru

matematika di Amerika Serikat (NCTM) bahwa : “Students must learn mathematics with

understanding, actively building new knowledge from experience and prior knowledge”.

Belajar matematika merupakan interaksi aktif antara siswa dengan materi pembelajaran

matematika. Dengan demikian materi pembelajaran akan siswa rasakan tidak serta merta

datang, melainkan suatu pengetahuan dan pemahaman yang nyata dan berarti.

Keberhasilan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dapat dilihat dari hasil belajar

siswa. Kenyataan menunjukkan bahwa pada mata pelajaran matematika, hasil belajar yang

ditunjukkan siswa Indonesia belum memuaskan. Dalam survei tiga tahunan

Programme for

International Student Assessment (PISA) tahun 2006, Indonesia memperoleh nilai rata-rata

391 dan berada di urutan ke- 52 dari 57 negara dalam hal bermatematika. Selanjutnya, pada

survey yang dilakukan PISA pada tahun 2009, Indonesia memperoleh nilai rata-rata 371.

Sementara itu, peringkat Indonesia untuk matematika berada di urutan ke- 61 dari 65 negara.

(2)

2

Hasil yang hampir sama juga terlihat dari kajian

Trends in International Mathematics and

Science Study (TIMSS) tahun 2007. Untuk pencapaian matematika kelas VIII posisi

Indonesia berada pada peringkat ke- 36 (nilai rata-rata 397) dari 48 negara peserta.

Hasil-hasil survei yang dilakukan PISA dan TIMSS menggambarkan masih rendahnya kemampuan

siswa di bidang matematika. Padahal, mata pelajaran matematika dipandang sebagai salah

satu mata pelajaran penting yang berkaitan langsung dengan penguasaan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Namun, masih banyak siswa yang menganggap matematika sebagai mata

pelajaran yang sulit untuk dipelajari dan mereka tidak dapat mencapai prestasi belajar seperti

yang diharapkan.

Rendahnya hasil belajar matematika semakin jelas terlihat ketika kita mencermati nilai

matematika yang diperoleh siswa dalam Ujian Nasional. Hampir dalam setiap Ujian

Nasional, mata pelajaran matematika cenderung menempati posisi nilai terendah jika

dibandingkan dengan nilai mata pelajaran lain yang juga diujikan dalam Ujian Nasional.

Bahkan, tidak jarang rendahnya nilai mata pelajaran matematika menjadi salah satu penyebab

siswa tidak lulus dalam Ujian Nasional.

Ujian Nasional yang dilaksanakan pada tahun pelajaran 2011/2012, untuk jenjang pendidikan

SMA/SMK/MA/MAK mencakup 6 mata pelajaran untuk masing-masing program. Untuk

program IPA di SMA/MA, ke-enam mata pelajaran yang diujikan itu adalah: Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Pemerintah menetapkan

bahwa Ujian Nasional dijadikan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan dan kelulusan

peserta didik pada setiap jenjang pendidikan - SLTP/MTs dan SMA/SMK/MA/MAK- Hal ini

dapat dilihat dari Standar Kelulusan peserta ujian yang ditetapkan pemerintah, dalam hal ini

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) melalui prosedur operasional Standar (POS),

yaitu : Peserta ujian dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan Ujian Nasional,

Peserta didik dinyatakan lulus UN apabila nilai rata-rata dari semua Nilai Akhir (Nilai Rapor

dan Nilai UN) mencapai paling rendah 5,5 (lima koma lima) dan nilai setiap mata pelajaran

paling rendah 4,0 (empat koma nol), dengan pembobotan 40% untuk nilai raport dari mata

pelajaran yang diujinasionalkan dan 60% untuk nilai UN.

Standar kelulusan di atas meningkat dari standar kelulusan peserta ujian tahun-tahun

sebelumnya. Harapan pemerintah dengan kenaikan standar kelulusan ini, tentu saja untuk

meningkatkan kualitas pendidikan secara nasional dan meningkatkan citra positif dunia

(3)

3

pendidikan Indonesia di mata internasional. Tetapi di sisi lain, peningkatan itu membuat

seluruh komponen pendidikan mulai dari kepala sekolah/madrasah, pendidik, peserta didik

serta orang tua pun merasa cemas dan was-was. Mereka khawatir untuk menghantarkan

peserta didik atau anak-anak mereka dapat lulus ujian, karena mereka memandang bahwa

standar kelulusan yang ditetapkan pemerintah tersebut terlalu tinggi. Matematika sebagai

salah satu mata pelajaran yang diujikan pada UN, merupakan mata pelajaran yang paling

dikhawatirkan ketercapaian standar kelulusannya, baik oleh guru maupun peserta didik.

Selain karena tingginya standar kelulusan, kekhawatiran itu bisa muncul karena matematika

tetap dianggap sebagai mata pelajaran yang dianggap sulit, begitu pun soal-soal UN-nya.

Penyelesaian soal-soal matematika, begitu juga untuk soal matematika UN memerlukan

penalaran matematis, dimana penalaran itu masih dirasakan kurang oleh peserta didik dan

guru. Mereka kurang percaya diri untuk menghadapi soal-soal UN. Sebenarnya, dalam

pembelajaran matematika, melalui standar isi dan standar proses yang telah ditetapkan

pemerintah, Peserta didik telah dibelajarkan standar tersebut, yang dapat menumbuhkan

penalaran matematis pada diri peserta didik. Sehingga secara kalkulasi teoritis, mestinya

mereka telah mendapat bekal penalaran untuk dapat menjawab soal-soal matematika UN

yang dihadapinya. Tetapi kenyataannya mereka tetap merasakan kekahwatiran itu. Karena hal

itu, maka kepala sekolah dan guru-guru melakukan strategi dan upaya-upaya untuk mengatasi

hal tersebut.

Salah satu penyebabnya adalah siswa kurang memahami konsep matematika dengan baik dan

benar. Siswa belajar matematika cenderung menggunakan penalaran algoritma yang bersifat

hafalan yang sering digunakan siswa dalam mengerjakan soal. Hal ini melemahkan

pemahaman dasar matematika siswa dan menyebabkan mereka terhalang untuk mahir dalam

pemecahan masalah dan pembuktian. Sementara yang diinginkan dalam pembelajaran

matematika adalah menjadikan siswa menjadi penyelesai masalah, tidak hanya terampil

melakukan perhitungan matematis dengan menggunakan rumus (algoritma).

Berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan pada bagian sebelumnya, peneliti merasa perlu

untuk meneliti tentang analisis penalaran dalam Ujian Nasional matematika SMA/MA

program IPA tahun pelajaran 2011/2012. Sehingga para guru dapat mengetahui tipe-tipe

penalaran yang ada dalam soal UN, dan dapat menentukan strategi yang harus mereka

berikan kepada anak didik mereka untuk menghadapi UN selanjutnya.

(4)

4

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pendahuluan yang dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1.

Penalaran apakah yang diperlukan siswa untuk menjawab soal-soal Ujian Nasional (UN)

Matematika SMA program IPA tahun pelajaran 2011/2012?

2.

Apakah Ujian Nasioanal (UN) Matematika SMA program IPA tahun pelajaran

2011/2012 dapat mengukur pencapaian kompetensi bernalar siswa?

Dengan asumsi penelitian sebagai berikut:

1.

Semua Standar Isi dalam pelajaran matematika sudah diberikan kepada siswa.

2.

Siswa mengerjakan soal UN Matematika tidak dengan menebak jawaban untuk bentuk

soal pilihan ganda.

3.

Buku matematika yang menjadi pegangan guru dan siswa dari kelas X sampai kelas XII

berasal dari lima penerbit yang banyak digunakan disekolah berdasarkan pengalaman

peneliti.

4.

Isi buku sesuai dengan Standar Isi pada KTSP 2006.

Berikut ini adalah daftar buku teks matematika SMA program IPA kurikulum 2006 yang

dipakai dalam penelitian ini :

Tabel 1.1 Daftar Buku Teks Matematika

Penerbit

Pengarang

Judul

Kelas

Keterangan

Erlangga

Sartono W

Matematika Untuk SMA

X

Sartono W

Matematika Untuk SMA

XI IPA

Sartono W

Matematika Untuk SMA

XII IPA

Yudistira

Sigit S

Matematika SMA

XII IPA

Hery Nugroho

Matematika SMA

XI IPA

Marwanta

Matematika SMA

X

Tiga

Serangkai

Siswanto

Matematika Inovatif

X

Buku 1A dan 1B

Siswanto

Matematika Inovatif

XI IPA

Buku 2A dan 2B

Siswanto

Matematika Inovatif

XII IPA Buku 3A dan 3B

Suwah

Sembiring dkk

Matematika Untuk SMA

X

(5)

5

Yrama

Widya

Sembiring dkk

Bilingual

Suwah

Sembiring dkk

Matematika Untuk SMA

XII IPA

Arfindo

Asep Jihad dkk

Matematika SMA

X

Asep Jihad dkk

Matematika SMA

XI IPA

Asep Jihad dkk

Matematika SMA

XII IPA

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji penalaran yang diperlukan untuk

menyelesaikan soal-soal Ujian Nasional (UN) Matematika SMA/MA program IPA

tahun ajaran 2011/2012.

D.

Target luaran

Target luaran dari penelitian ini adalah publikasi ilmiah dalam jurnal KULTURA

ISSN:1411-0229 yang diterbitkan oleh Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah.

Dan proseding pada Seminar Nasional Matematika dan Terapan (SiManTap) yang

dilaksanakan pada tanggal 28-29 November 2012.

(6)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Kompetensi Matematika

Menurut David C. McCelland kompetensi adalah karakteristik dasar yang melekat

pada kepribadian seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif atau

unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu (Spencer & Spencer, 1993).

Sementara menurut Rychen dan Salganik (2003 : 43), kompetensi adalah kemampuan

untuk sukses berhadapan dengan tuntutan yang kompleks didalam konteks umum

melalui mobilisasi tuntutan psikologis baik aspek kognitif maupun non-kognitif.

Kompetensi sangat dibutuhkan pada semua pekerjaan apalagi dalam matematika.

Pengajaran matematika diarahkan supaya siswa memperoleh kompetensi matematika.

National Research Council

(Kilpatrick dkk, 2001) memberi istilah kompetensi

sebagai

mathematical proficiency

(kecakapan matematika) yang terdiri dari lima

komponen atau serat yaitu :

a.

Pemahaman Konseptual yaitu pemahaman terhadap konsep-konsep matematika,

operasi dan relasi.

b.

Kelancaran Prosedural yaitu kemampuan melaksanakan keterampilan dan

prosedur secara fleksibel, akurat, efisien, dan tepat.

c.

Kompetensi Strategis yaitu kemampuan untuk memformulasikan/merumuskan,

merepresentasikan/menyajikan, dan memecahkan masalah matematika .

d.

Penalaran Adaptif yaitu kemampuan/kapasitas untuk berpikir logis, refleksi,

penjelasan, dan pembenaran.

e.

Watak Produktif yaitu kebiasaan, kecenderungan untuk melihat matematika

sebagai masuk akal, berguna, dan berharga, ditambah dengan ketekunan dan

keyakinan.

Serat-serat ini tidak independen, lima serat ini berjalin dan saling bergantung dalam

pengembangan kecakapan. Kemahiran matematika bukanlah satu dimensi sifat, dan

tidak dapat dicapai dengan memusatkan perhatian hanya pada satu atau dua dari serat

saja tetapi harus terintegrasi kesemuanya.

(7)

7

Sejalan dengan NRC, National Council Teaching Mathematics (NCTM) merumuskan

kompetensi melalui standar matematika sekolah, yang terdiri dari standar isi dan

standar proses. Standar isi matematika meliputi bilangan dan operasi, aljabar,

geometri, pengukuran, analisis data dan probalitas. Standar proses matematika

meliputi :

a.

Pemecahan Masalah yaitu kemampuan siswa untuk membangun pengetahuan

matematika serta pengembangan ide-ide matematika melalui pemecahan soal.

b.

Penalaran dan Pembuktian. Penalaran adalah kebiasan otak, sementara

pembuktian membantu memutuskan alasan kenapa jawaban masuk akal.

c.

Komunikasi adalah kemampuan untuk mengungkapkan ide-ide matematika baik

berbicara, menuliskan, menggambarkan maupun menjelaskan.

d.

Koneksi adalah kemampuan menghubungkan antar konsep yang ada didalam

matematika serta kemampuan untuk menghubungkan matematika dengan dunia

nyata.

e.

Representasi/penyajian adalah kemampuan menyajikan data baik dalam bentuk

tabel, simbol, grafik, dan bagan serta mengubah bentuk penyajian kedalam

bentuk penyajian yang lainnya.

Untuk mencapai kompetensi matematika maka standar proses dan standar isi tidak

dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan. Artinya siswa dikatakan bisa

matematika apabila menguasai konten/isi matematika serta kelima standar proses di

atas.

Senada dengan hal diatas, pemerintah selalu melakukan perbaikan kurikulum dan

yang terbaru adalah Standar Isi KTSP 2006. Dimana mata pelajaran

matematikaSMA/MA dalam kurikulum KTSP 2006 ini bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut:

a.

Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,

dalam pemecahan masalah.

b.

Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika.

(8)

8

c.

Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

d.

Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e.

Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

B.

Ujian Nasional (UN)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan pada pasal 63 ayat 1 (Depag RI, 2005) menyatakan bahwa

penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah salah satunya

dilakukan oleh pemerintah. Selanjutnya, pada pasal 66 ayat 1 ditegaskan bahwa

penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah tersebut bertujuan untuk

menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu

dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dan dilakukan dalam

bentuk Ujian Nasional.

Ujian Nasional adalah sebutan yang diberikan untuk ujian yang soal-soalnya

disiapkan oleh pemerintah. Pada awal pelaksanaan (tahun 2003-2005), ujian ini

bernama Ujian Akhir Nasional (UAN) dan nama tersebut berubah menjadi Ujian

Nasional (UN) pada tahun 2006. Mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional

tingkat SMA/MA Program IPA pada awalnya mencakup tiga mata pelajaran, yaitu

matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Mulai tahun 2008 mata pelajaran

yang diujikan dalam Ujian Nasional SMA/MA bertambah menjadi enam mata

pelajaran, yaitu matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Fisika, Kimia, dan

Biologi.

Nilai minimal kelulusan siswa dalam Ujian Nasional setiap tahun juga semakin

meningkat. Pada tahun pelajaran 2002/2003, nilai rata-rata minimal seluruh mata

pelajaran Ujian Akhir Nasional adalah 3,01. Pada saat pelaksanaan Ujian Nasional

tahun pelajaran 2009/2010, nilai kelulusan minimal dalam Ujian Nasional semakin

jauh meningkat menjadi 5,5.

(9)

9

Ujian Nasional menjadi salah satu syarat kelulusan siswa dari satuan pendidikan. Hal

ini mengacu pada pasal 72 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19

tahun 2005, yaitu:

Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan dasar dan menengah setelah:

a.

menyelesaikan seluruh program pembelajaran;

b.

memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran

kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran

kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan

kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;

c.

lulus ujian sekolah/ madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan

dan teknologi; dan

d.

lulus Ujian Nasional.

Walaupun Ujian Nasional hanya merupakan salah satu penentu kelulusan siswa,

namun banyak pihak yang beranggapan bahwa justru Ujian Nasional berperan sangat

dominan dalam menentukan kelulusan siswa. Tidak adanya penggabungan antara nilai

Ujian Nasional dan nilai sekolah menyebabkan banyak pihak yang menginginkan agar

guru (sekolah) diberi peranan yang lebih besar dalam menentukan kelulusan siswa.

Pada tahun pelajaran 2010/2011 dan 2011/2012, pemerintah melakukan perubahan

dalam kriteria kelulusan siswa. Di dalam Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional

(BSNP,2011), yang menyangkut kelulusan siswa dari satuan pendidikan menyatakan

bahwa kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditentukan oleh satuan

pendidikan berdasarkan rapat Dewan Guru dengan menggunakan kriteria sebagai

berikut:

a.

menyelesaikan seluruh program pembelajaran;

b.

memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran

kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran

kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan

kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan ;

c.

lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan

dan teknologi; dan

(10)

10

Selanjutnya, dalam Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional juga dinyatakan hal-hal

yang berkaitan dengan kelulusan Ujian Nasional, yaitu:

a.

Peserta didik dinyatakan lulus Ujian Sekolah (US)/Madrasah (M) SMP/MTs,

SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK apabila peserta didik telah memenuhi

kriteria kelulusan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan perolehan

nilai Sekolah (S)/Madrasah (M).

b.

Nilai S/M sebagaimana dimaksud pada nomor 1 diperoleh dari gabungan antara

nilai US/M dan nilai rata-rata rapor semester 1, 2, 3, 4, dan 5 untuk SMP/MTs dan

SMPLB dengan pembobotan 60% untuk nilai US/M dan 40% untuk nilai rata-rata

rapor.

c.

Nilai S/M sebagaimana dimaksud pada nomor 1 diperoleh dari gabungan antara

nilai US/M dan nilai rata-rata rapor semester 3, 4, dan 5 untuk SMA/MA, SMALB

dan SMK dengan pembobotan 60% untuk nilai US/M dan 40% untuk nilai

rata-rata rapor.

d.

Kelulusan peserta didik dari UN ditentukan berdasarkan Nilai Akhir (NA).

e.

NA sebagaimana dimaksud pada butir nomor 4 diperoleh dari gabungan nilai S/M

dari mata pelajaran yang diujinasionalkan dengan nilai UN, dengan pembobotan

40% untuk nilai S/M dari mata pelajaran yang diujinasionalkan dan 60% untuk

nilai UN.

f.

Skala yang digunakan pada nilai S/M, nilai rapor dan nilai akhir adalah nol sampai

sepuluh.

g.

Pembulatan nilai gabungan nilai S/M dan nilai rapor dinyatakan dalam bentuk dua

desimal, apabila desimal ketiga ≥ 5 maka dibulatkan ke atas.

h.

Pembulatan nilai akhir dinyatakan dalam bentuk satu desimal, apabila desimal

kedua ≥ 5 maka dibulatkan ke atas.

i.

Peserta didik dinyatakan lulus UN apabila nilai rata-rata dari semua NA

sebagaimana dimaksud pada butir nomor 5 mencapai paling rendah 5,5 (lima

koma lima) dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0 (empat koma nol)

j.

Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh setiap satuan

pendidikan melalui rapat dewan guru berdasarkan kriteria kelulusan sebagaimana

dimaksud.

(11)

11

C.

Penalaran

Matematika adalah disiplin ilmu yang berkaitan erat dengan rasionalitas, logika dan

penalaran. Departemen Penidikan Nasional (2002: 6) menyatakan bahwa," materi

matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan,

yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan

dilatihkan melalui belajar materi matematika."

Konsep-konsep matematika senantiasa didasari postulat, aksioma,teorema, dalil dan

sifat-sifat. Penyelesaian masalah atau soal matematika, sejatinya selalu memerlukan

penalaran yang melibatkan aplikasi algoritma, prosedur, strategi penyelesaian yang

didasari konsep tertentu, atau keterkaitan antar konsep, gagasan atau idea-idea

matematis.

Dalam pengembangan matematika, yaitu pengembangan konsep-konsep mulai dari

yang sederhana ke konsep-konsep yang lebih lanjut, pola berfikir (nalar =

pattern of

thinking) ini diikuti dan dianut dengan ketat sekali, tanpa ada suatu kekhususan atau

pengecualian.

Pola berfikir ini, hanya dapat dipelajari dan dihayati dengan cara mempelajari

matematika dengan cara yang benar.Pola berfikir ini tidak dapat dipelajari, tanpa

mengkaji matematika itu sendiri. Sebaliknya, materi matematika itu harus dipelajari

menurut pola berfikir matematika yang disebutkan tadi.

Dalam matematika, jika terjadi pemahaman konsep yang salah dapat berakibat fatal

dalam pengembangan pemahaman konsep selanjutnya. Keterbiasaan dengan pola

berfikir atau penalaran matematika ini akan sangat membantu dalam menghadapi

permasalahan, dalam proses penyelesaian masalah tersebut, serta dalam proses

pengambilan keputusan, sekalipun di luar bidang Matematika sendiri.

Terminologi penalaran (reasoning), didefinisikan oleh Keraf (1982:5) sebagai : "

Proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta dan

evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan." Lithner, dalam kerangka

kerjanya mendefinisikan penalaran sebagai jalan berfikir yang diambil untuk

mengolah pernyataan dan menghasilkan kesimpulan dalam menyelesaikan soal

(12)

12

(Lithner, 2003; 3) Pada tempat lain Lithner mendefinisikan penalaran sebagai

sebarang jalan berfikir dalam mengerjakan soal, sehingga penalaran tidak harus

didasarkan pada logika deduktif formal, dan melambangkan prosedur yang singkat

dalam menemukan fakta atau bukti. Fadjar Shadiq (2004:2) berpendapat bahwa, "

pada intinya, penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas

berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar

berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau

diasumsikan sebelumnya." Vinner berpendapat bahwa penalaran adalah proses

berfikir dan hanya akan terlihat benar tidaknya penalaran tersebut dari hasilnya, dan

perilaku reasoner pada saat proses berfikir berlangsung. (Vinner, 1977).

Dalam penelitian ini, ada beberapa istilah yang berkaitan dengan penalaran, yaitu soal,

jawaban, solusi dan masalah. Soal lebih ditekankan pada masalah-masalah rutin yang

menuntut pengerjaan siswa di dalam kelas, seperti latihan, ulangan, ujian

sekolah,ujian nasional, kerja kelompok dan sebagainya. Jawaban adalah suatu

gambaran dari informasi yang diminta. solusi adalah sebuah jawaban dan sebuah

argumentasi, mengapa jawaban itu benar. Solusi seringkali tidak ditampilkan dengan

sebuah penalaran yang aktual untuk meraih jawaban, tetapi merupakan sebuah

kesimpulan yang ideal. Pengertian masalah, telah digunakan dalam sebuah literatur

dengan makna yang berbeda, tetapi dalam masalah dinyatakan sebagai sebuah soal

yang menuntut tingkat kesulitan intelektual setiap individu. (Schoenfield, 1985).

Penalaran merupakan salah satu dari lima standar proses yang dicanangkan

National

Council of Teachers of Mathematics

(NCTM). Kelima standar proses itu adalah:

problem solving

(penyelesaian masalah),

reasoning and proof

(penalaran dan

pembuktian),

communication(

mengkomunikasikan) ,

connections

(keterkaitan), dan

representation

(menyajikan). OECD menetapkan bahwa penalaran merupakan salah

satu dari lima komponen kecakapan dasar matematis (The Strands of Mathematical

Proficiency). Kelima komponen itu adalah: conseptual

understanding

(pemahaman

konsep), prosedural fluency (kelancaran berprosedur),

strategic competence

(

kompetensi stategis),

adaptive reasoning

(bernalar adaptif),

productive disposition

(pemanfaatan).

(13)

13

D.

Kerangka Kerja Penalaran

Kerangka kerja Penalaran menggunakan kerangka penelitian yang dikembangkan oleh

Lihtner dalam penelitannya yang berjudul “A Research Framework for Creative and

Imitative Reasoning “ dan Bergqvist dalam sebuah penelitian di Swedia yang berjudul

“Types of Reasoning in University exams in Mathematics”. Kerangka kerja tersebut

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Kerja Penalaran Matematika Berdasarkan Lithner.

Setiap analisis, terutama mengidentifikasi pemilihan strategi dan implemetasi strategi,

konsep yang digunakan untuk menentukan jenis penalaran yang dibagi dalam sub-sub

bagian penalaran. Dalam penelitian ini ada dua jenis dasar penalaran yang telah

diidentifikasi dan didefinisikan, yaitu:

creative mathematically founded reasoning

(creative rasoning) dan imitative reasoning.

1.

Imitative Reasoning (penalaran imitatif / tiruan)

Imitative Reasoning (IR)

adalah tipe penalaran yang membangun penalaran

dengan cara meniru solusi soal yang terdapat pada contoh maupun latihan yang

terdapat pada buku teks, yaitu dengan mengingat algoritma/langkah dari jawaban.

Lithner membagi tipe penalaran imitatif (Imitative Reasoning) dalam dua bagian

yaitu Memorized Reasoning (Penalaran Hafalan/MR) dan

Algorithmic Reasoning

(penalaran Algoritma/AR).

1.1

Memorized Reasoning (MR)

Penalaran yang digunakan dalam menyelesaikan masalah matematika

dikatakan bertipe MR jika ia memenuhi kriteria berikut:

a.

Strategi menjawab berdasar pada pengulangan kembali jawaban sesuai

dengan yang ada pada memori pengerja soal.

(14)

14

b.

Strategi menjawab dengan menuliskan atau mengucapkan jawaban yang

sudah diingat atau dihafalkan.

Tipe soal yang dapat diselesaikan dengan MR biasanya berupa pertanyaan

tentang fakta atau definisi, soal juga bisa meminta pembuktian pengertian,

asalkan siswa sudah diberitahu sebelumnya bahwa akan ada pertanyaan

mengenai pembuktian pernyataan (sehingga siswa berusaha menghafal

pembuktian yang ada).

1.2

Algorithmic Reasoning (AR)

Algoritma menurut Lithner adalah: serangkaian peraturan/prosedur yang jika

diikuti akan memecahkan masalah (soal) yang dihadapi. Walaupun secara

sepintas AR ini mirip dengan MR, karena memang prosedur yang akan

digunakan juga harus dihafal (memorised)

tetapi ada perbedaan diantara

keduanya (MR dan AR). Perbedaan yang paling mendasar adalah pada AR

walaupun siswa menghafal prosedur, tapi kemudian siswa mengerjakan soal

itu lebih lanjut berdasar prosedur yang sudah diingat, sementara pada MR

siswa hanya menyalin kembali jawaban yang diingat. Salah satu contoh soal

yang penyelesaiannya menggunakan AR adalah “Tentukan akar-akar

persamaan

”. Soal seperti ini banyak terdapat pada contoh dan

latihan pada semua buku teks. Untuk menyelesaikan soal ini siswa harus tahu

dan hafal rumus/algoritma mencari akar-akar persamaan kuadrat bisa dengan

rumus abc, memfaktorkan, atau melengkapi kuadrat sempurna, disini siswa

tidak cukup hafal tetapi juga harus bisa mengerjakan algoritma dengan baik.

Sementara itu soal diatas bisa bertipe MR jika yang ditanyakan adalah jenis

dari persamaan kuadrat tersebut, disini siswa cukup menghafal deskriminan

dan cirinya.

Perbedaan yang juga jelas adalah pada AR siswa sadar bahwa setiap tahapan

penyelesaian soal sangat bergantung satu sama lain (antar tahap satu dan

berikutnya) tidak seperti pada MR.

Penalaran yang digunakan dalam menyelesaikan soal matematika dikatakan

bertipe AR jika memenuhi kriteria berikut:

(15)

15

a.

Strategi menjawab soal dilakukan dengan mengingat kembali urutan

prosedur yang benar dari solusi.

b.

Strategi menjawab mengikuti prosedur, sehingga pada setiap tahapan

pengerjaan soal bisa dilakukan dengan kalkulasi yang tidak terlalu

kompleks dan cukup sederhana.

AR dapat digunakan jika siswa berhadapan dengan soal yang sudah sering ia

temui dan selesaikan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa banyak siswa

menggunakan AR untuk mengerjakan soal-soal yang bersifat "problem

solving". Hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan karena para ahli

matematika pun sering menggunakan metode AR ini dalam memecahkan

masalah matematika, karena penggunaan AR menghemat waktu pengerjaan

dan meminimalisir resiko kesalahan, dan tidak kompleks (Bergqvist, 2007).

Soal-soal yang sering dikenali atau akrab bagi siswa (dapat dipecahkan dengan

AR) adalah:

a.

Setidaknya 3 buku teks memuat tugas, contoh soal dan latihan yang

memiliki kejadian sama/berkarakteristik sama dengan soal ujian.

b.

Atau ada bagian dari teori, contoh, dan latihan dalam buku teks yang

tersambung dengan soal ujian sehingga memungkinkan siswa untuk

mengidentifikasi algoritma yang berlaku.

2.

Creative Reasoning

(Penalaran Kreatif)

Penalaran kreatif dalam matematika menurut Haylock (Lithner, 2008) adalah

sebuah aktifitas berfikir kreatif, yang ditandai dengan fleksibelitas (kelenturan)

berfikir melalui pendekatan yang berbeda. Menurut Lithner, kreatifitas tidak

berhubungan dengan keturunan tetapi berkaitan dengan kreasi yang baru dan

penalaran yang baik, berguna untuk menyelesaikan soal.

Karakteristik penalaran yang kreatif dalam matematika secara spesifik adalah

sesuatu yang baru (novelty), sesuatu yang masuk akal

(plausibility), dan

berlandasan matematika (mathematical foundation)

.

Creative Reasoning

(penalaran kreatif) terdiri dari 2 kategori yaitu

Local Creative Reasoning

(Penalaran Lokal Kreatif/LCR) dan

Global Creative Reasoning

(Penalaran

Global Kreatif/GCR).

(16)

16

2.1

Local Creative Reasoning (LCR)

Jika suatu soal hampir sepenuhnya dapat diselesaikan dengan menggunakan

Imitative Reasoning (IR) dan memerlukan

Creative Reasoning (CR) hanya

dengan memodifikasi algoritma lokal, maka soal tersebut dikategorikan soal

yang memerlukan

Lokal Creative Reasoning

(LCR). Keakraban siswa

dengan suatu soal tergantung kepada seberapa banyak soal dan solusi yang

mereka miliki, dan solusi tersebut sangat berbeda dengan buku teks. Sebuah

soal dapat bagi seorang siswa bisa menggunakan penalaran AR, karena

dalam buku teks yang digunakannya banyak contoh soal yang memiliki

solusi sama dengan soal tersebut. Bagi siswa lainnya soal yang sama bisa

menggunakan penalaran LCR, karena solusi soal tersebut tidak terdapat

dalam buku teks. Hal ini dikarenakan penggolongan soal ujian didasarkan

kepada kejadian-kejadian yang sama dalam buku teks.

2.2

Global Creative Reasoning (GCR)

Bentuk soal yang dapat diselesaikan dengan

global creative reasoning

merupakan sesuatu hal yang baru bagi peserta didik, tetapi tidak harus

memiliki penyelesaian yang kompleks. Suatu soal dikatagorikan dalam

global creative resoning

jika suatu soal tidak memiliki solusi yang

didasarkan kepada imitatif reasoning.

Tidak ada algoritma yang akrab (terdapat contoh dan latihan yang

berkarakterisitik sama dengan soal ujian pada kurang dari tiga buku teks)

dengan peserta didik untuk menyelesaikan soal walaupun solusi tersebut

dapat diperoleh secara langsung jika didasarkan pada sifat mendasar

matematika yang ada dalam komponen soal. Soal yang masuk kedalam

kategori penalaran global kreatif adalah:

a.

soal dengan solusi yang terdiri dari konstruksi contoh

b.

bukti dari sesuatu yang baru

(17)

17

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini adalah membandingkan muatan materi, contoh, dan latihan

soal yang ada dalam lima buku teks dengan soal Ujian Nasional (UN) matematika

jurusan IPA tahun pelajaran 2011/2012. Buku yang dijadikan rujukan adalah buku

yang sesuai dengan Standar Isi KTSP 2006 yaitu terbitan Erlangga, Tiga Serangkai,

Arfino, Yudhistira, Yrama Widya. Penelitian ini tidak melihat pada proses yang

terjadi dalam kelas, baik berupa materi pelajaran maupun bentuk contoh dan latihan

soal yang diberikan guru. Penelitian ini hanya mengkaji materi, contoh, dan latihan

pada lima buku teks, dengan asumsi bahwa sebagian besar siswa menggunakan dan

membahas soal-soal pada buku teks tersebut.

Teknis analisis soal dilakukan dengan cara menggolongkan tiap soal dan solusinya

dengan mengikuti empat langkah analisis seperti kerangka kerja Lithner berikut:

Langkah 1 : Analisis soal ujian nasional

Pada langkah pertama ada 4 tahapan yang dilakukan, yaitu:

a.

Solusi

Jawaban dari soal atau algoritma untuk menyelesaikan soal.

b.

Konteks

Konteks adalah situasi nyata dalam kehidupan (jika ada). Konteks terkadang

membantu siswa untuk memilih suatu metode yang benar walaupun hanya bersifat

mendasar sebagai contoh, konteks tentang “deposito bank” memberi petunjuk

bahwa peserta didik dapat menggunakan algoritma tentang persamaan

eksponensial.

c.

Informasi tentang situasi

Informasi tentang situasi adalah informasi mengenai soal, dapat berupa penjelasan

tentang kaitan soal dalam pokok bahasan atau sub pokok bahasan.

d.

Fitur kunci

Fitur kunci untuk menunjukkan kata kunci, ungkapan-ungkapan (kalimat), rumus

yang jelas digunakan, dan informasi lain yang sesuai dengan yang ada dalam buku

teks yang dapat memperjelas soal seperti menggunakan kata “fungsi kuadrat” dan

kata “minimum”.

(18)

18

Langkah 2 : Analisis buku teks

Analisis dari buku teks adalah mengkaji muatan materi, kejadian-kejadian soal dalam

buku teks baik contoh maupun latihan yang memuat sifat-sifat soal yang mendasar

dan solusi yang memungkinkan untuk diidentifikasi siswa . Langkah 1 dan 2

digunakan untuk menentukan apakah mungkin ada suatu kejadian, misalnya soal

dengan solusi atau memiliki karakterisitik yang sama dengan soal ujian.

Terdapat dua jenis data yang digunakan, yaitu:

a.

Kejadian dalam buku teks

Kejadian dalam buku teks adalah muatan materi yang terdapat dalam buku teks.

b.

Kejadian dalam contoh dan latihan

Banyaknya kejadian dalam latihan dan contoh soal yang sama karakterisitiknya

dengan soal ujian pada buku teks. Jika kejadian itu tidak sama atau sama dengan

soal, maka perbedaan dan kesamaanya dicatat.

Langkah 3 : Argumentasi dan Kesimpulan

a.

Argumentasi

Argumentasi berisi penilaian terhadap persyaratan jenis penalaran. Argumentasi

ini didasarkan pada informasi yang terkumpul dari langkah kedua dan

berhubungan dengan kejadian dan kesamaan dengan soal ujian dengan buku teks.

b.

Kesimpulan

Kesimpulan adalah pengelompokan jenis penalaran berdasarkan argumentasi yang

sudah dibuat.

Langkah 4 : Komentar

Sebagai langkah terakhir, setiap soal yang disajikan dianalisis secara kuantitatif dan

kemudian dikomentari. Komenter-komentar tersebut berhubungan dengan gejala yang

khusus dari soal atau jenis soal serta hal-hal yang dianggap penting.

Untuk memudahkan dalam pengambilan kesimpulan tentang jenis penalaran apa yang

digunakan maka disini peneliti membuat ringkasan tentang karakteristik type

penalaran berdasarkan kerangka kerja Lithner yang sudah dibahas didepan.

Karakteristik Tipe-Tipe penalaran:

1.

Memorised Reasoning (MR)

, jika memenuhi kondisi berikut:

a.

Strategi menjawab soal didasarkan pada mengingat jawaban secara lengkap.

b.

Pelaksanaan strategi hanya terdiri dari menuliskan jawaban soal yang diingat

(19)

19

c.

Pertanyaan berupa meminta fakta ,definisi atau bukti.

2.

Algorithmic Reasoning (AR)

, jika memenuhi kondisi berikut:

a.

Strategi menjawab soal didasarkan pada mengingat algoritma yang sudah akrab

bagi siswa.

b.

Tidak perlu membuat solusi baru dari soal.

c.

Soal akrab bagi siswa (minimal terdapat contoh pengerjaan soal dalam tiga buku

teks).

3.

Lokal Creative Reasoning (LCR)

a.

Algoritma yang dipakai adalah algoritma yang kompleks yang memiliki beberapa

sub algoritma.

b.

Soal ujian tidak akrab bagi siswa.

c.

Penyelesaian soal membutuhkan Imitative Reasoning dengan modifikasi pada

algoritma lokal.

d.

Contoh dan latihan soal yang memiliki kararteristik yang sama dengan soal ujian

terdapat pada kurang dari tiga buku teks.

4.

Global Creative Reasoning (GCR)

a.

Soal ujian tidak akrab atau benar-benar baru bagi siswa.

b.

Tidak ada algoritma yang akrab bagi siswa untuk mengerjakan soal tersebut

c.

Jawaban tidak mesti menggunakan solusi kompleks, solusi bisa sangat mudah

jika didasarkan pada pemahaman intrinsik matematika (sifat mendasar

matematika yang ada dalam soal).

d.

Penyelesaian soal terdiri dari konstruksi contoh, membuktikan suatu algoritma

yang belum diberitahu cara pembuktiannya, atau pemodelan matematika.

e.

Contoh dan latihan soal yang memiliki kararteristik yang sama dengan soal ujian

terdapat pada kurang dari tiga buku teks.

(20)

20

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

HASIL PENELTIAN

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah berupa hasil yang diperoleh dari

analisis data pada soal Ujian Nasional melalui penalaran yang dikemukakan oleh Lithner

yang dikelompoKkan berdasarkan tipe penalaran yang berlaku, dan persentase penalaran

Imitative Reasoning

dan

Creative Reasoning. Data tersebut berturut-turut dapat disajikan

pada hasil berikut ini.

1.

ANALISIS SOAL UJIAN NASIONAL

Analisis soal Ujian Nasional dapat dilakukan dengan cara mengelompokkan tiap soal

dengan mengikuti empat langkah :

a.

Langkah pertama : menganalisis dari Solusi soal, konteks, dan informasi

yang jelas tentang situasi yang ada dalam pemahaman

Ujian Nasional.

b.

Langkah ke dua : analisis dari buku teks.

c.

Langkah ke tiga : memberikan argumentasi dan kesimpulan.

d.

Langkah ke empat : memberikan komentar.

Hasil yang diperoleh dari analisis data pada soal Ujian Nasional melalui penalaran

yang dikemukakan oleh Lithner yang dikelompokan berdasarkan tipe penalaran yang berlaku

adalah sebagai berikut :

Jumlah soal yang termasuk kedalam tipe penalaran Imitative Reasoning

(IR dan AR)

yaitu sebanyak 39 soal, dengan komposisi 37 soal termasuk dalam Algoritmic Reasoning dan

2 soal termasuk dalam

Memorized Reasoning. Sedangkan yang termasuk dalam tipe

penalaran Creative Reasoning (LCR dan GCR) terdapat sebanyak 1 soal yang terdapat untuk

tipe penalaran

Local Creative Reasoning. Rangkuman hasil analisis dapat ditunjukkan pada

tabel berikut ini:

(21)

21

TABEL 4.1

RANGKUMAN JENIS – JENIS PENALARAN

UJIAN NASIONAL 2011 / 2012

Nomor

Soal

Jenis Penalaran

Nomor

Soal

Jenis Penalaran

1.

Algoritmic Reasoning

21.

Algoritmic Reasoning

2.

Memorized Reasoning

22.

Algoritmic Reasoning

3.

Algoritmic Reasoning

23.

Algoritmic Reasoning

4.

Algoritmic Reasoning

24.

Algoritmic Reasoning

5.

Algoritmic Reasoning

25.

Algoritmic Reasoning

6.

Algoritmic Reasoning

26.

Local Creative Reasoning

7.

Algoritmic Reasoning

27.

Algoritmic Reasoning

8.

Algoritmic Reasoning

28.

Algoritmic Reasoning

9.

Algoritmic Reasoning

29.

Algoritmic Reasoning

10.

Algoritmic Reasoning

30.

Algoritmic Reasoning

11.

Algoritmic Reasoning

31.

Algoritmic Reasoning

12.

Algoritmic Reasoning

32.

Algoritmic Reasoning

13.

Algoritmic Reasoning

33.

Algoritmic Reasoning

14.

Memorized Reasoning

34.

Algoritmic Reasoning

15.

Algoritmic Reasoning

35.

Algoritmic Reasoning

16.

Algoritmic Reasoning

36.

Algoritmic Reasoning

17.

Algoritmic Reasoning

37.

Algoritmic Reasoning

18.

Algoritmic Reasoning

38.

Algoritmic Reasoning

19.

Algoritmic Reasoning

39.

Algoritmic Reasoning

20.

Algoritmic Reasoning

40.

Algoritmic Reasoning

Jumlah persentase tipe penalaran IR yang digunakan dalam soal – soal Ujian Nasional

2011/2012 adalah

=

= 97,5 %

Untuk Jumlah persentase tipe penalaran CR yang digunakan dalam soal – soal Ujian

Nasional 2011/2012 adalah

(22)

22

=

B.

Pembahasan

Setelah dilakukan penelitian pada soal UN matematika SMA / MA program IPA

Tahun Ajaran 2011 / 2012 diperoleh data yaitu terdapat sebanyak 40 soal yang di ujikan

dalam UN. Dari pengolahan data hasil penelitian yang berdasarkan pada pengelompokan

jumlah soal berdasarkan tipe penalaran UN yang dikemukakan oleh Lithner maka didapat

hasil terdapat sebanyak 37 soal yang termasuk kedalam tipe penalaran Algoritmic Reasoning,

2 soal yang termasuk kedalam tipe penalaran Memotized Reasoning dan sebanyak 1 soal yang

termasuk kedalam tipe penalaran Local Creative Reasoning.

Berdasarkan tabel diatas, jumlah persentase soal yang termasuk dalam tipe penalaran

IR adalah 97,5% yang didapat berdasarkan jumlah soal dalam

Memotized Reasoning dan

Algoritmic Reasoning. Sementara jumlah persentase soal yang termasuk dalam tipe penalaran

CR adalah 2,5% yang berdsarkan pada soal yang termasuk tipe Local Creative Reasoning.

Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa soal – soal yang diujikan didalam UN

merupakan soal yang sudah pernah dijumpai oleh siswa di dalam kelas, dan para siswa

seharusnya memperoleh nilai diatas nilai UN mata pelajaran matematika yang ditetapkan

pemerintah yaitu 5,5. Namun, fakta yang terdapat di lapangan menunjukan bahwa masih

banyak siswa, guru dan instansi sekolah yang cemas akan standard kelulusan yang diberikan

pemerintah tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa 97,5% soal merupakan tipe penalaran IR

yang berarti soal tersebut adalah sebagian besar ada soal yang mudah dikerjakan oleh siswa

dan seharusnya nilai standard kelulusan UN matematika yang ditetapkan pemerintah adalah

9,75 bukan 5,5, karena melihat dari sudah begitu akrabnya siswa dengan soal-soal yang

diujikan dalam UN. Hal itu dapat dilihat berdasarkan buku pegangan siswa yang diasumsikan

adalah buku yang paling banyak di pakai siswa disekolah dan meupakan alat bantu yang

dipakai dalam penelitian ini, Dimana terdapat soal latihan dan contoh soal yang mirip dengan

soal UN. Namun ada beberapa hal yang menyebabkan masih banyaknya siswa yang tidak

mampu diantaranya tidak meratanya distribusi pendidikan di setiap provinsi yang ada di

Indonesia.

(23)

23

Distribusi pendidikan kota jauh lebih baik dari pada di desa. Hal itu yang

mengakibatkan masih banyaknya siswa yang tidak dapat mencapai standard kelulusan yang

telah ditetapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan hasil penelitian diatas juga seharusnya komposisi soal UN matematika

SMA / MA adalah 55% IR dan 45% CR dengan standart kelulusan 5,5. Hal itu di berikan

agar komposisi soal berimbang antara yang mudah dan yang sukar.

(24)

24

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, dan pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa :

1.

Soal Ujian Nasional yang diujikan merupakan soal yang sering ditemui siswa

dalam Proses Belajar dan Mengajar (PBM), dimana terdapat 97,5 % soal merupakan

tipe penalaran IR dan 2,5% soal merupakan tipe penalaran CR. Soal yang di ujikan di

UN merupakan soal yang sudah pernah dibahas baik didalam contoh soal mau pun

soal latihan hal ini diasumsikan berdasarkan pada buku pegangan siswa yang menjadi

salah satu alat pendukung dalam penelitian ini.

2.

Siswa seharusnya dapat mengerjakan soal UN tersebut dengan maksimal karena

sudah pernah dibahas dalam Proses Belajar Mengajar. Dan mendapat nilai diatas

standard kelulusan mata pelajaran Matematika yang ditentukan oleh pemerintah.

B.

Saran

Melalui hasil penelitian ini penulis mengemukakan beberapa saran antara lain :

1.

Hendaknya soal Ujian Nasional yang baik untuk menguji tingkat kemampuan siswa

memiliki komposisi soal berimbang yaitu 55% soal yang merupakan tipe penalaran IR

dan 45% soal merupakan tipe penalaran CR.

2.

Untuk instansi pendidikan dalam hal ini sekolah tidak perlu cemas karena tingkat

kesukaran soal UN masih rendah. Hal ini berdasarkan data 97,5 % soal yang

tergolong dalam IR.

(25)

25

DAFTAR PUSTAKA

Babudin (2007) :

Analisis Penalaran dalam Ujian Matematika SMA/MA Program IPA Th

2006/2007), Laporan Proyek Program Magister Pengajaran, Institut Teknologi

Bandung.

Badan Standar Nasional Pendidikan (2011) :

Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional

Sekolah Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama

Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Atas

Luar Biasa, dan Sekolah Menengah Kejuruan Tahun Pelajaran 2010/2011,

Jakarta.

Bergqvist, Ewa, (2007), Types of Reasoning Required in University Exam in Mathematics,

Journal of Mathematical Behavior,

26

,

348-370

.

Departemen Agama RI (2005) : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Dirjen Kelembagaan Agama Islam,

Jakarta.

Depdiknas (2006). Permendiknas no 22 Tahun 2006 : Tentang Standar Isi Sekolah Menengah

Atas, Jakarta.

Depdiknas (2009). Permendiknas no 75 tahun 2009 :

Tentang Ujian Nasional Sekolah

Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama Luar

Biasa, Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Atas Luar

Biasa, dan Sekolah Menengah Kejuruan Tahun Pelajaran 2009/2010, Jakarta.

IP-PMRI (2010) :

Ranking Indonesia pada PISA 2009 dan 10 Terbaik, http://

p4mri.net/new/? tag= hasil-pisa-2009, 17 Desember 2011.

Kilpatrick, J.,Swafford, J.,& Findell, B (2001)

Adding it up ; Helping Children Learn

Mathematics, Mathematics Learning Study Communitee, National Academi Press,

Washington DC.

Lithner, J.(2008). A Research Framework for Creative and Imitative Reasoning,

Jurnal

Educational Studies in Mathematics,

67, 255-276

.

Mumun Syahban, (2008). Educare Jurnal Pendidikan dan Budaya, Menumbuh kembangkan

daya matematis siswa,

http://educare.e-fkipunla.net

, 17 Desember 2011.

NCTM (2000) : Principles and Standards for School Mathematics, Reston, Virginia.

OECD (2007) :

PISA 2006: Science Competencies for Tomorrow’s World, http://

www.oecd.org/dataoecd/15/13/ 39725224. Pdf, 19 Desember 2011

(26)

26

Rychen, D, S. & Salganik, L, H,.(2003).

Key Competencies for a Successful life and well

functioning society, Hogrete & Huber.

Spencer, L, M & Spencer, S, M,.(1993),

Competence at work. Models for superior

performance, The United States of America.

Stigler, J.W., dan Hiebert, J. (1999) : The Teaching Gap, The Free Press, New York.

TIMSS (2008) :

Mathematics Achievement of Fourth and Eighth Graders in 2007,

http://nces.ed.gov/timss/ results07math07.asp, 17 Desember 2011.

Van De Walle, J.A. (2008) :

Elementary and Middle School Mathematics

(Suyono,

Penterjemah), Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta.

Yuliana (2009) :

Analisis Soal Ujian Nasional (UN) Matematika SMA/MA Program IPA

Tahun Pelajaran 2007/2008 yang Didasarkan Pada Tingkat Penalaran, Laporan

Proyek Program Magister Pengajaran, Institut Teknologi Bandung.

(27)

27

LAMPIRAN

Lampiran 1

ANALISIS PENALARAN SOAL UN MATEMATIKA SMA/MA PROGRAM IPA PAKET A12

T.A 2011/2012

Soal No. 1.

Diketahui premis-premis berikut :

Premis I : Jika hari ini hujan maka saya tidak pergi

Premis II : Jika saya tidak pergi maka saya nonton sepak bola Kesimpulan yang sah dari penarikan kedua premis tersebut adalah… A. Jika hujan maka saya tidak jadi nonton sepak bola.

B. Jika hari ini hujan maka saya nonton sepak bola. C. Hari hujan dan saya nonton sepak bola.

D. Saya tidak nonton sepak bola atau hari tidak hujan.

E. Hari tidak hujan, saya tidak pergi tetapi saya nonton sepak bola.

A. Langkah pertama : menganalisis dari Solusi soal, konteks, dan informasi yang jelas tentang situasi yang ada dalam pemahaman Ujian Nasional.

Solusi soal

Penyelesaian :

Misal, p ≡ hari ini hujan ; q ≡ saya tidak pergi ; r ≡ saya nonton sepak bola maka, premis I dan premis II dapat ditulis :

Premis I : p → q ; serta Premis II : q → r

Kesimpulan dari pernyataan p → q dan q → r adalah

merupakan tautologi karena memiliki nilai yang selalu benar dalam silogisme

Jadi, kesimpulan dari pernyataan p → q dan q → r adalah (p→r) Secara kalimat : Jika hari ini hujan maka saya nonton sepak bola Jawaban : B

Konteks :

- Logika matematika dalam kehidupan sehari-hari dengan kondisi seseorang yang menunggu hujan.

Informasi :

- Soal materi : Logika matematika

- Penarikan kesimpulan silogisme.

B. Langkah kedua : Analisis dari buku teks

1. Dalam Teori :

{( p → q )^( q → r )} => (p→r) 2. Contoh dan latihan soal

a. Buku terbitan Yrama Widya

Berdasarkan buku terbitan Yrama Widya kelas X SMA/MA terdapat contoh soal yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 286, contoh soal 32 :

Tentukan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan berikut jika x2-4=0maka (x-2)(x+2)=0

jika (x-2)(x+2)=0 maka x=2 atau x=-2 Penyelesaian :

Premis I : jika x2-4=0maka (x-2)(x+2)=0 Premis II : jika (x-2)(x+2)=0 maka x=2 atau x=-2 Kesimpulan : jika x2-4=0 maka x=2 atau x=-2

(28)

28

b. Buku terbitan Yudistira

Berdasarkan buku terbitan Yudistira kelas X SMA/MA terdapat contoh soal yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 132, contoh soal 5.13, No.3 :

Tentukan kesimpulan dari pernyataan berikut: Jika saya jujur maka usaha saya berhasil

Jika usaha saya berhasil maka hidup saya senang Penyelesaian :

Premis I : Jika saya jujur maka usaha saya berhasil

Premis II : Jika usaha saya berhasil maka hidup saya senang Kesimpulan : jika saya jujur maka hidup saya senang

c. Buku terbitan Esis

Berdasarkan buku terbitan Esis kelas X SMA/MA terdapat soal latihan yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 42, No.1f :

Tulislah kesimpulan yang sah dari premis-premis yang diberikan berikut ini :

P1 : jika harga bahan bakar naik maka harga barang naik

P2 : jika bahan bakar naik maka banyak pengusaha mengeluh

d. Buku terbitan Erlangga

Berdasarkan buku terbitan Erlangga kelas X SMA/MA terdapat contoh soal yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 192, contoh 28 :

Tentukan konklusi dari premis berikut ini : Jika x bilangan real maka x2 ≥ 0

Jika x2 ≥ 0 maka (x2 + 1) >0 Penyelesaian :

Premis I : Jika x bilangan real maka x2 ≥ 0 Premis II : Jika x2 ≥ 0 maka (x2 + 1) > 0 Kesimpulan : Jika x bilangan real maka (x2 + 1) > 0. e. Buku terbitan Grafindo

Berdasarkan buku terbitan Grafindo kelas X SMA/MA terdapat contoh soal yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 199, No.1 :

Jika BBM naik maka biaya transportasi naik. P → q

Jika biaya transportasi naik maka harga-harga naik. q → r

Jika BBM naik, maka harga-harga naik p → r

C. Langkah ketiga : Argument dan Kesimpulan Argument :

Soal tersebut diatas merupakan soal yang paling sering dijumpai oleh siswa pada saat pembelajaran matematika disekolah. Hal itu diasumsikan penulis berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 5 buku teks pegangan siswa yang paling sering dipakai dalam proses pembelajaran disekolah. Dalam penelitian terhadap 5 buku teks tersebut, 4 buku diantaranya memiliki contoh soal yang mirip dengan soal UN diatas sedangkan 1 buku lainnya memiliki soal latihan yang mirip dengan soal UN diatas.

Kesimpulan :

Dari pembahasan yang ada diatas maka soal tersebut merupakan soal yang tergolong dalam tipe penalaran Algorithmic Reasoning

D. Langkah keempat : Komentar

Soal diatas termasuk dalam tipe penalaran Algorithmic Reasoning. Siswa seharusnya dapat menyelesaikan soal tersebut dengan baik. Karena, soal tersebut merupakan soal yang sudah akrab dengan para siswa. Hal itu diasumsikan berdasarkan pada penelitian 5 buku teks yang sering dipakai siswa disekolah.

(29)

29

Soal No. 2.

Negasi dari pernyataan “ Jika ada ujian sekolah maka semua siswa belajar dengan rajin.” Adalah … A. Ada ujian sekolah dan semua siswa tidak belajar dengan rajin.

B. Ada ujian sekolah dan beberapa siswa tidak nelajar dengan rajin. C. Ada ujian sekolah dan ada siswa yang belajar dengan baik. D. Tidak ada ujian sekolah dan semua siswa belajar dengan rajin.

E. Tidak ada ujian sekolah dan beberapa siswa tidak belajar dengan rajin.

A. Langkah pertama : menganalisis dari Solusi soal, konteks, dan informasi yang jelas tentang situasi yang ada dalam pemahaman Ujian Nasional

Solusi soal

Penyelesaian :

Misal, p ≡ ada ujian sekolah ; q ≡ semua siswa belajar dengan rajin

maka pernyataan : Jika ada ujian sekolah maka semua siswa belajar dengan rajin. Dapat ditulis : p→q

Ingkaran atau negasi dari p→q adalah

~(p→q) ≡ ~(~p⋁q) ≡ p ~q (menggunakan sifat demorgan)

Jadi, ingkaran dari pernyataan p → q adalah p ~q

secara kalimat : Ada ujian sekolah dan beberapa siswa tidak belajar dengan rajin Jawaban : B

Konteks :

- Logika matematika dalam kehidupan sehari-hari dengan kondisi ketika siswa menghadapi ujian sekolah..

Informasi :

- Soal materi : Logika matematika

- Penyelesaian soal dengan menggunakan ingakaran atau negasi matematika.

B. Langkah kedua : Analisis dari buku teks

1. Dalam Teori : ~(p→q) ≡ p ~q 2. Contoh dan latihan soal

a. Buku terbitan Yrama Widya

Berdasarkan buku terbitan Yrama Widya kelas X SMA/MA terdapat contoh soal yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 269 contoh soal 17c :

Tentukan negasi dari : “ Jika Ali pergi maka Tuti menangis.” Penyelesaian :

Negasi dari “Jika Ali pergi maka Tuti menangis.” Adalah “Ali pergi dan Tuti tidak menangis.”

b. Buku terbitan Yudistira

Berdasarkan buku terbitan Yudistira kelas X SMA/MA terdapat soal latihan Uji kompetensi Bab 5 yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 140, No.3 :

Inkaran dari pernyataan “Apabila guru tidak hadir, maka semua murid bersuka ria.” Adalah…

A. Guru hadir dan semua murid tidak bersuka ria.

B. Guru hadir dan ada beberapa murid yang tidak bersuka ria

C. Guru hadir dan semua murid bersuka ria.

D. Guru tidak hadir dan ada beberapa murid tidak bersuka ria.

E. Guru tidak hadir dan semua murid tidak bersuka ria. c. Buku terbitan Esis

Berdasarkan buku terbitan Esis kelas X SMA/MA terdapat soal latihan yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 30, No.3a:

(30)

30

Tentukan negasi dari : “Jika Budi pandai maka ia naik kelas” d. Buku terbitan Erlangga

Berdasarkan buku terbitan Erlangga kelas X SMA/MA terdapat soal latihan yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 179, No.5e :

Tentukan ingkaran dari setiap pernyataan berikut ini : “Jika dua buah segitiga sama dan sebangun, maka dua buah segitiga itu sebangun.”

e. Buku terbitan Grafindo

Berdasarkan buku terbitan Grafindo kelas X SMA/MA terdapat contoh soal yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 190 contoh soal 6.10 soal nomor 1 :

Tentukan ingkaran dari pernyataan berikut :

“Jika hari ini tidak turun hujan, maka ia pergi jalan-jalan”. Penyelesaian :

1. Jika hari ini tidak turun hujan, maka ia pergi jalan-jalan

P q

Oleh karena ~ (p → q) ≡ p ~ q. ingkaran dari pernyataan tersebut adalah : Hari ini turun tidak turun hujan, dan ia tidak pergi jalan-jalan

P ~ q

C. Langkah ketiga : Argument dan Kesimpulan Argument :

Soal tersebut diatas merupakan soal yang paling sering dijumpai oleh siswa pada saat pembelajaran matematika disekolah. Hal itu diasumsikan penulis berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 5 buku teks pegangan siswa yang paling sering dipakai dalam proses pembelajaran disekolah. Dalam penelitian terhadap 5 buku teks tersebut, 2 buku diantaranya memiliki contoh soal yang mirip dengan soal UN diatas sedangkan 3 buku lainnya memiliki soal latihan yang mirip dengan soal UN diatas.

Kesimpulan :

Dari pembahasan yang ada diatas maka soal tersebut merupakan soal yang tergolong dalam tipe penalaran Memorized Reasoning.

D. Langkah keempat : Komentar

Soal diatas termasuk dalam tipe penalaran Memorized Reasoning. Siswa seharusnya dapat menyelesaikan soal tersebut dengan baik. Karena, soal tersebut merupakan soal yang sudah akrab dengan para siswa. Hal itu diasumsikan berdasarkan pada penelitian 5 buku teks yang sering dipakai siswa disekolah.

Soal No.3.

Jika diketahui x = , y = , dan z = 2 maka nilai dari adalah…

A. 32 B. 60 C. 100 D.320 E.640

A. Langkah pertama : menganalisis dari Solusi soal, konteks, dan informasi yang jelas tentang situasi yang ada dalam pemahaman Ujian Nasional

Solusi soal :

Penyelesaian :

Dalam soal diketahui : x = , y = , dan z = 2

Dan yang ditanyakan dalam soal adalah nilai dari : Penyelesaian soal diatas dapat dikerjakan dengan cara berikut :

Substitusi nilai x,y, dan z pada persamaan . Sehingga didapat =

= ( memakai sifat = (

(31)

31

= (3(-1))(-1) . (5(-1))(-1) . 22 memakai sifat = a-m = 31.51.22 = 3.5.4 = 60.

Jadi, hasil yang didapat dari soal diatas adalah 60 Jawaban : B

Konteks :

- Operasi hitung bilangan berpangkat yang bernilai positif dan negatif

Informasi :

- Soal materi : operasi hitung berpangkatan.

- Penyelesaian soal dengan menyatakan kedalam sifat-sifat yang ada.

B. Langkah kedua : Analisis dari buku teks

1. Dalam Teori :

; = a-m

2. Contoh dan latihan soal a. Buku terbitan Yrama Widya

Berdasarkan buku terbitan Yrama Widya kelas X SMA/MA terdapat soal latihan Uji Latih Pemahaman 1A yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 45, No.17 :

Jika x = 25dan y = 64, maka nilai

= …

A. -2.000 B. C. 2.000 D. E. 100

b. Buku terbitan Yudistira

Berdasarkan buku terbitan Yudistira kelas X SMA/MA terdapat soal latihan Uji kompetensi 1.2 yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 6, No.2a :

hitunglah nilai dari bentuk-bentuk berikut! a. ( )

c. Buku terbitan Esis

Berdasarkan buku terbitan Esis kelas X SMA/MA terdapat soal latihan yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 12, No.4d :

Untuk x = 5 dan y = -5, hitunglah nilai dari bentuk berikut : d. Buku terbitan Erlangga

Berdasarkan buku terbitan Erlangga kelas X SMA/MA terdapat soal latihan yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 24, soal latihan 7, No.9a :

Sederhanakan bentuk-bentuk berikut ini : e. Buku terbitan Grafindo

Berdasarkan buku terbitan Grafindo kelas X SMA/MA terdapat contoh soal yang mirip dengan soal UN diatas yang terdapat pada halaman 9, contoh soal 1.6 :

Untuk x = –4 dan y = 5, hitunglah Penyelesaian :

=

= (–4)( –4) x 51 = 16 x 5 = 80 C. Langkah ketiga : Argument dan Kesimpulan

Argument :

Soal tersebut diatas merupakan soal yang paling sering dijumpai oleh siswa pada saat pembelajaran matematika disekolah. Hal itu diasumsikan penulis berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 5 buku teks pegangan siswa yang paling sering dipakai dalam proses pembelajaran disekolah. Dalam

Gambar

Tabel 1.1 Daftar Buku Teks Matematika
Gambar 2.1 Kerangka Kerja Penalaran Matematika Berdasarkan Lithner.
Tabel hubungan x dengan y = 2 x

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 19 sasaran strategis yang ingin dicapai dengan prioritas sasaran adalah: meningkatkan penerimaan Fakultas (bobot 10%),

Komoditas yang mengalami kenaikan harga yang menyebabkan inflasi di Kota Lubuk Linggau pada bulan Januari 2017 antara daging ayam ras, tarip listrik, bahan bakar

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Jika diterapkan pembelajaran menanggapi cerita pengalaman melalui metode tebak kata maka hasil belajar pada mata

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan

Untuk itu penulis merasa tertarik untuk menguraikan tentang struktur dan makna kanji jukuji karena kanji jukujikun memiliki cara baca yang berbeda dengan cara

1) Hasil penelitian yang berjudul “Pola Pendidikan Karakter di SMP IT PAPB Pedurungan Semarang” ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi yang positif bagi mahasiswa

Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana konsumen produk tersebut