• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYESUAIAN DIRI LANJUT USIA TERLANTAR DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 DINAS SOSIAL DKI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYESUAIAN DIRI LANJUT USIA TERLANTAR DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 DINAS SOSIAL DKI JAKARTA"

Copied!
246
0
0

Teks penuh

(1)

i

DINAS SOSIAL DKI JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh :

Syifaa Wachdaniyah Nabila NIM 11160541000006

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1441 H / 2020 M

(2)

DINAS SOSIAL DKI JAKARTA SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Syifaa Wachdaniyah Nabila NIM. 11160541000006

Di bawah bimbingan

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1441 H/2020

(3)
(4)
(5)

Syifaa Wachdaniyah Nabila (11160541000006) Kesejahteraan Sosial, 2020.

Penyesuaian Diri Lanjut Usia Terlantar di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Dinas Sosial DKI Jakarta.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena lanjut usia terlantar di panti werdha yang mengharuskan lanjut usia untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya. Penyesuaian diri membawa pengaruh pada keberfungsian sosial sehingga dapat melakukan peran sosial sesuai dengan status dan tugas-tugasnya.

Masalah penelitian ini adalah penyesuaian diri lanjut usia dan kasus diambil di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Dinas Sosial DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara mendalam tentang penyesuaian diri yang ditinjau dari aspek Adaptasi (Adaptation), Kenyamanan (Conformity), Penguasaan (Mastery), dan Perbedaan Individu (Individual variation).

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dimana dalam pengumpulan data peneliti melakukan wawancara secara (daring) dan studi dokumentasi. Narasumber wawancara dipilih secara sengaja dengan kriteria tertentu yang ditetapkan sebelumnya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa lanjut usia mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik di PSTW Budi Mulia 3. Penelitian ini juga menemukan pentingnya berbagai dukungan eksternal dalam meningkatkan penyesuaian diri lanjut usia terlantar di panti werdha. Secara garis besar lanjut usia dapat melaksakan keberfungsian sosialnya dengan mampu menjalankan peran sosial sesuai dengan status dan tugas-tugasnya.

Kata Kunci : Penyesuaian Diri, Lanjut Usia Terlantar, Panti Sosial Tresna Werdha.

(6)

vi

Segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah serta inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa selalu tercurah kepada nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sehabat dan para pengikutnya yang telah mengajarkan umatnya untuk bersungguh-sungguh dalam menunut ilmu dan terus berjalan di atas agama Allah.

Dalam proses pelaksanaan penyusunan skripsi ditengah pandemi covid-19 ini, tentunya peneliti mengalami banyak hambatan dan kesulitan. Mulai dari pikiran, tenaga, dan waktu yang penulis curahkan untuk penilitan ini. Proses dalam mendapatkan informasi-informasi dari nara sumber hingga pengolahan data-data untuk penelitian ini dilakukan dengan usaha yang sungguh-sungguh.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini cukup memiliki kekurangan, baik dari segi isi bahkan penulisan ataupun lainnya, dengan ini penulis telah berusaha untuk dapat menyusun skripsi ini dengan sebaik mungkin atas dasar kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan penelitian ini.

Proses penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari motivasi, dukungan, doa, serta saran dari berbagai pihak yang menjadi alasan penulis untuk selalu melakukan yang terbaik selama proses penyusunan ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada :

(7)

vii

Jakarta. Ibu Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, S.Ag. BSW, MSW sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik. Bapak Dr. Sihabuddin Noor, M.A sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Bapak Drs. Cecep Sastrawijaya, MA sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekertaris Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya dengan sabar dan berbaik hati mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ditengah-tengah kesibukannya.

4. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang sudah memberikan ilmunya selama peneliti menunut ilmu di bangku perkuliahan.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan seluruh Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 dengan seluruh staff yaitu Kepala Panti berserta Satuan Pelaksana, Pekerja Sosial, Pendamping, Kakek, Nenek yang telah membantu peneliti dalam memperoleh informasi dalam penyelesaian skripsi.

(8)

viii

doa, dukungan psikologis, sosial dan mencukupkan kebutuhan peneliti sehingga peneliti termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin. Untuk Aa dan Teteh serta keponakanku Aqyu dan Shahiyol yang turut memberikan dukungan dan penghiburan saat peneliti dilanda kepenatan saat mengerjakan skripsi ini.

8. Kepada Vidinia Ramadhani S.Psi, Elfa Syafira, Monika Nur, Aulia Resty, Mayessi Qurratu, Arsya Putri S.Psi, Nabila Amelia S.H, Zhafira Richka S.ST.Td, Hana Ika, Yuli Wiyanti, Chaerunnisa Adinda sahabat sedari dulu yang tidak akan dilupakan.

9. Kepada Ade Rio Watari S.Tr.Sos, atas ilmu dan waktu yang diberikan pada peneliti, serta dukungan tanpa pamrih yang juga diberikan sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepada Mirna Tri, Yonabila Tachika, Desna Cindra S.Sos, Mutia Salamah, Ghina Nadhifah S.Sos, Dea Defrilia S.Sos sahabat di bangku perkuliahan yang telah memberikan dukungan, arahan, dan saran sehingga peneliti mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 11. Teman-teman Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta khususnya angkatan 2016, dan HMJ Kesejahteraan Sosial 2016.

12. Kepada semua pihak yang telah membantu peneliti dalam membuat skripsi dan tidak bisa disebutkan satu persatu.

(9)

ix

pembaca serta menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya..

Ciputat, 23 September 2019 Peneliti,

(10)

x

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR BAGAN... xv

DAFTAR GRAFIK ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Batasan Masalah ... 11

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

E. Tinjauan kajian terdahulu ... 13

F. Metode penelitian ... 16

G. Sistematika penulisan ... 26

BAB II KAJIAN KONSEP DAN TEORI ... 29

A. Landasan Teori ... 29

1. Penyesuaian Diri ... 29

a. Pengertian Penyesuaian Diri ... 29

b. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri ... 31

c. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 35

d. Faktor-Faktor Penyesuaian Diri ... 37

2. Lanjut Usia ... 40

a. Definisi Lanjut Usia ... 40

b. Karakteristik Lanjut Usia ... 42

c. Teori Lanjut Usia ... 44

(11)

e. Permasalahan Lanjut Usia ... 48

3. Kajian Tentang Lanjut Usia Terlantar ... 50

a. Pengertian Lanjut Usia Terlantar ... 50

b. Kriteria Lanjut Usia Terlantar ... 51

c. Faktor Penyebab Lanjut Usia Terlantar ... 52

4. Teori Sistem ... 52

5. Organisasi Pelayanan Sosial ... 56

a. Pengertian Organisasi Pelayanan Sosial ... 56

b. Jenis Organisasi Pelayanan Sosial ... 57

6. Keberfungsian Sosial ... 59

B. Kerangka Berpikir ... 60

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN ... 63

A. Profil Lembaga ... 64

B. Prosedur Pelayanan ... 73

C. Program dan Kegiatan ... 79

D. Sarana dan Prasarana ... 88

BAB IV DATA DAN TEMUAN HASIL ... 91

A. Deskripsi Informan Penelitian ... 91

1. Deskripsi AS ... 92

2. Deskripsi DG ... 94

3. Deskripsi AN ... 95

B. Gambaran Penyesuaian Diri Lanjut Usia Terlantar di PSTW Budi Mulia 3 ... 97

1. Adaptasi (Adaptation) ... 99

(12)

3. Penguasaan (Mastery) ... 117

4. Perbedaan Individu (Individual Variaton) ... 123

BAB V PEMBAHASAN... 131

A. Penyesuaian Diri Lanjut Usia Terlantar di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3... 132

1. Adaptasi (Adaptation) ... 132

2. Kenyamanan (Conformity) ... 137

3. Penguasaan (Mastery) ... 138

4. Perbedaan Individu (Individual Variation) ... 142

BAB VI PENUTUP ... 149

A. Kesimpulan ... 149

B. Saran ... 151

DAFTAR PUSTAKA ... 153

(13)

xiii

Tabel 3. 1 Klasifikasi Kepegawaian PSTW Budi Mulia 3. ... 70 Tabel 3. 2 Jadwal Kegiatan Warga Binaan Sosial PSTW

Budi Mulia 3... 87 Tabel 3. 3 Sarana PSTW Budi Mulia 3 Dinas. ... 89 Tabel 4. 1 Identitas Informan WBS di PSTW Budi Mulia 3. .... 91 Tabel 5. 1 Hasil Pembahasan Gambaran Penyesuaian Diri

(14)

xiv

Gambar 3. 1 Halaman depan PSTW Budi Mulia 3. ... 63 Gambar 3. 2 Bimbingan Rohani Agama Islam dengan

menerapkan Social Distancing. ... 82 Gambar 3.3 Kegiatan Dinamika Kelompok Warga

Binaan Sosial. ... 83 Gambar 3. 4 Kegiatan Kesenian Angklung. ... 84 Gambar 3. 5 Nonton Bersama Dengan Menerapkan

Social Distancing. ... 85 Gambar 4. 1 Informan DG sedang mengikuti kegiatan

di Masjid. ... 110 Gambar 4. 2 Fasilitas alat bantu jalan untuk WBS... 111 Gambar 4. 3 Tata Tertib WBS PSTW Budi Mulia 3. ... 114

(15)

xv

Bagan 2. 1 Kerangka Berpikir ... 62 Bagan 3. 1 Struktur Organisasi PSTW Budi Mulia 3. ... 69 Bagan 3. 2 Klaster Warga Binaan Sosial PSTW Budi

Mulia 3. ... 71 Bagan 3. 3 Alur Pelayanan Warga Binaan Sosial di

(16)

xvi

Grafik 1. 1 Pertumbuhan Lanjut Usia ... 2 Grafik 3. 1 Klasifikasi Warga Binaan Sosial Berdasarkan

Jenis Kelamin. ... 72 Grafik 3. 2 Klasifikasi Warga Binaan Sosial Berdasarkan

Usia. ... 72 Grafik 3. 3 Klasifikasi Warga Binaan Sosial Berdasarkan

(17)

1 A. Latar Belakang

Manusia pada dasarnya selalu mengalami perubahan-perubahan dalam hidup seiring dengan berjalannya waktu melalui tahapan periode perkembangan hidupnya. Periode perkembangan hidup manusia ini tidak akan sama dan tentu akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat usianya. Tahapan rentang kehidupan perkembangan manusia dimulai dari periode pranatal (konsepsi kelahiran), bayi (kelahiran sampai minggu kedua), masa bayi (akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua, masa awal kanak-kanak (dua sampai enam tahun), akhir masa kanak-kanak (6-10 atau 1 tahun), masa puber (10 atau 12 tahun sampai 13 atau 14 tahun), masa remaja (13 atau 14 tahun sampai 18 tahun), awal masa dewasa (18 sampai 40 tahun), usia pertengahan (40 sampai 60 tahun), masa tua atau lanjut usia (60 sampai meninggal) (Jahja, 2011, p. 253)

Lanjut usia merupakan periode perkembangan terakhir dari kehidupan manusia, yaitu suatu periode di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Seorang individu tergolong lanjut usia jika dirinya berusia di atas 60-an yang pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi, sering pula diikuti oleh penurunan daya

(18)

ingat dimana suatu proses alami yang tidak bisa dihindari. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, pada Bab I pasal 1 yang menjelaskan lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun (enam puluh) ke atas.

Al-Hadis menggambarkan dalam (HR Muslim dan Nasa`i) periode akhir siklus kehidupan manusia ini sebagai berikut: “Masa penuaan umur ummatku adalah enam puluh hingga tujuh puluh tahun.” Dilanjutkan dengan (HR Hudzaifah Ibn Yamani) yang menggambarkan: “Saat kematian mereka (pada umumnya) antara usia enam puluh dan tujuh puluh, Sedikit sekali yang dapat mencapai umur delapan puluh. Semoga Allah merahmatkan orang-orang yang mencapai umur delapan puluh”.

Saat ini di Indonesia, dengan adanya kemajuan dalam berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan, sosial, maupun ekonomi memperbesar kemungkinan hidup sampai mencapai lanjut usia. Jumlah lanjut usia di Indonesia semakin lama semakin bertambah dari tahun ke tahun.

(19)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa Indonesia telah memasuki era penduduk berstruktur tua (aging population), karena mengalami peningkatan jumlah penduduk lanjut usia dari 18 juta jiwa (7,56%) pada tahun 2010, menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada tahun 2019, dan diperkirakan akan terus meningkat dimana tahun 2035 menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%).

Pertambahan lanjut usia ini juga dirasakan pada wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan hasil data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil cakupan Provinsi DKI Jakarta, tahun 2018 jumlah lanjut usia berdasarkan per kelurahan mengalami peningkatan yang sangat drastis dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2016 jumlah lanjut usia mencapai 441.031 jiwa, tahun 2017 472.674 jiwa, dan tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 869.684 jiwa.

Lanjut usia merupakan proses perkembangan yang akan dilalui oleh seluruh individu dan tentu tidak dapat dihindari. Tahapan perkembangan ini sebagai tahapan terakhir pada siklus kehidupan manusia yang normal dan akan dialami oleh setiap individu yang mencapai lanjut usia. Meskipun demikian, masih ada yang memimpikan untuk tidak mengalami tahapan perkembangan lanjut usia.

Kehidupan lanjut usia di Indonesia tergolong mendapatkan dukungan sosial (social support) baik dari keluarga maupun dari masyarakat. Wakil Rektor III Bidang Riset dan Inovasi Universitas Indonesia, Rosari Saleh mengatakan pada Sindonews, Rabu (3/7/19) bahwa besarnya

(20)

dukungan keluarga terhadap kehidupan lanjut usia dapat meningkatkan Usia Harapan Hidup (UHH) dan mengurangi beban Negara. Namun dukungan keluarga ini tidak selalu stabil sepanjang masa.

Setelah setiap individu manusia bertambah tua terjadi perubahan struktur keluarga dari extended family ke nucleus family cenderung akan mengurangi dukungan sosial keluarga pada lanjut usia (Suardiman, 2011, p. 100). Dimana pada awalnya dalam keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Tapi sesuai dengan perkembangan keluarga ada tahap dimana keluarga menghadapi anak yang menikah atau membentuk keluarga sendiri, sehingga yang terjadi adalah orang tua akan tinggal berdua saja, tentu saja kondisi ini membutuhkan peran pengganti keluarga. Kedua, perubahan peran seorang anak yang telah menjadi ibu yang pada awalnya berperan mengurus rumah tangga, anak-anak, dan lain-lain, sekarang telah mengalami perubahan dimana ibu juga bertindak sebagai pencari nafkah bekerja di kantoran dan sebagainya, sehingga anggota keluarga seperti anak-anak dan kakek serta nenek dititipkan pada institusi tertentu. Ketiga, kebutuhan sosialisasi orang lanjut usia itu sendiri. Apabila mereka tinggal dalam keluarga mungkin mereka akan mengalami perasaan yang bosan ditinggal sendiri, anaknya mungkin berangkat bekerja dan cucunya kesekolah.

Hal ini menyebabkan mereka membutuhkan suatu lingkungan sosial dimana di dalam komunitas tersebut terdapat beberapa kesamaan sehingga mereka merasa betah

(21)

dan kembali bersemangat. Angka UHH lanjut usia pun memang semakin meningkat setiap tahunnya namun pada kenyataannya hal ini juga diikuti oleh banyaknya lanjut usia yang hidup terlantar dengan berbagai faktor dibelakanganya.

Menurut Permensos No. 8 Tahun 2012 pasal 1 ayat 3 Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga, atau kelompok masyarakat karena suatu hambatan, kesulitan atau mengalami gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial secara memadai dan wajar.

Terdapat 26 jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) salah satunya adalah Lanjut usia terlantar. Para lanjut usia yang hidup terlantar umumnya mengalami kesulitan pemukiman, rendahnya keadaan sosial maupun ekonomi, dan kurangnya perhatian dari anggota keluarga. Hal ini menimbulkan masalah baru bagi para lanjut usia di DKI Jakarta salah satunya masalah tempat tinggal.

Permasalahan terkait tempat tinggal bagi para lanjut usia terlantar ini dapat diatasi dengan disediakannya organisasi pelayanan sosial lanjut usia yaitu Panti Sosial Tresna Werdha. Menurut Permensos No. 19 Tahun 2012 pasal 1 pelayanan sosial lanjut usia dalam panti yaitu pelayanan sosial yang dilaksanakan melalui institusi atau Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia dengan menggunakan sistem pengasramaan yang tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup serta kesejahteraan lanjut usia,

(22)

terpenuhinya kebutuhan dasar lanjut usia, dan meningkatkan peran serta masyarakat, Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten atau kota dalam melaksanakan maupun menyediakan berbagai bentuk pelayanan sosial lanjut usia.

Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Anak dan Lanjut Usia Dinas Sosial DKI Jakarta Sri Widowati mengatakan kepada Kompas.com, Jumat (23/8/19) jika dijumlahkan total lanjut usia telantar yang dirawat di empat panti yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Provinsi DKI Jakarta mencapai 1.546 orang. Sri merinci, 506 lanjut usia dirawat di PSTW 1, 440 lanjut usia dirawat di PSTW 2, 350 lanjut usia dirawat di PSTW 3, dan 250 lanjut usia dirawat di PSTW 4.

Tidak hanya masalah ekonomi dan tempat tinggal yang menyebabkan lanjut usia terlantar berada di panti, namun terdapat beberapa sebab lain seperti keluarga tidak ada atau kurang mampu memelihara lanjut usia, keluarga memang menghendaki lanjut usia tinggal di panti, dan lanjut usia sendiri yang menghendaki untuk tinggal di panti. Pada sebab-sebab tersebut Negara secara langsung bertanggung jawab dengan menyediakan organisasi pelayanan sosial yaitu panti sosial tresna werdha yang dikelola pemerintah dan memberikan bantuan dalam rangka kelangsungan kehidupan di panti.

(Mariana, 2007) menambahkan bahwa lanjut usia terlantar yang berada di panti werdha dapat menemukan teman yang relatif seusia dengannya dimana mereka dapat

(23)

berbagi cerita, program-program pelayanan dan pembinaan sosial yang bisa memberikan kesibukan untuk mereka sebagai pengisian waktu luang diantaranya pemberian bimbingan mental spiritual, rekreasi, penyaluran bakat dan hobi, senam kesegaran jasmani, jalan sehat keliling panti, karaoke dan banyak kegiatan lainnya. Ketika para lanjut usia terlantar berada di panti werdha mereka akan menerima fasilitas serta kemudahan-kemudahan lainnya. Tidak hanya bersama teman seusianya, melainkan pendamping, perawat, pekerja sosial, dan psikolog juga sangat membantu para lanjut usia dalam mendapatkan pelayanan maksimal dimana mereka akan menemukan hari-harinya dengan ceria.

Namun, kehidupan di panti membutuhkan interaksi dan komunikasi. Misalnya saja, teman sekamar biasanya ditentukan oleh pihak panti, sehingga mau tidak mau harus membina hubungan dengan teman sekamar. Banyaknya kegiatan di panti memberikan kesempatan interaksi di antara sesama warga binaan sosial, pendamping, perawat, pekerja sosial maupun petugas panti lainnya. Sebagai suatu komunitas hidup dalam panti, tentu saja mereka perlu saling berhubungan satu sama lain.

Kemunduran kondisi fisik yang dialami juga membuat mereka saling bergantung satu sama lain. Kemunduran fisik ini juga menuntut penyesuaian diri lanjut usia di lingkungan fisik panti, seperti letak kamar mandi, ruang makan, lapangan utama, aula, dan kamar tidur agar tidak terjadi kecelakaan atau jatuh.

(24)

Di setiap panti werdha terdapat kegiatan dan aturan tertentu, misalnya jam makan yang teratur, jadwal kegiatan rutin yang harus diikuti, tidak boleh keluar panti tanpa ijin atau pada waktu-waktu tertentu. Sebagai warga binaan sosial para lanjut usia tentunya harus mentaati aturan ini, kecuali situasi yang tidak memungkinkan contohnya sakit. Maka dari itu untuk dapat melakukan penyesuaian diri dengan kehidupan panti itupun tidaklah mudah.

Alex Sobur (2011:527) menyatatakan bahwa penyesuaian diri pada pokoknya adalah kemampuan untuk membuat hubungan yang memuaskan antara orang dan lingkungan. Jika di telaah dalam perspektif islam yang tertuang dalam Al-Quran surat Al-Israa ayat 15, penyesuaian diri yitu:

Firman Allah SWT :

Artinya : “Barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul” (Q.S. Al-Israa : 15)

Kandungan surat Al-Israa ayat 15 bahwa Allah SWT telah menerangkan dan mengingatkan kepada hamba-nya yang pertama untuk menyelamatkan dirinya sendiri sesuai

(25)

dengan hidayah yang telah ditunjukkan oleh Allah SWT, sedangkan yang kedua untuk mengingatkan kepada hamba-Nya bahwa seseorang yang telah melakukan dan memiliki jalan yang sesat akan menimbulkan kerugian pada dirinya sendiri. Hal ini terkait dengan proses penyesuaian diri yang dilakukan oleh manusia, bahwa dimanapun dia berada dituntut untuk menyesuaikan dimana ia berada. Sehingga individu mampu memperoleh ketenangan dimasa yang akan datang.

W.A Gerungan dalam (Sobur, 2011, p. 526) juga menjelaskan tentang penyesuaian diri: Menyesuaikan diri dalam arti yang luas yaitu dapat mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga: mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri. Penyesuaian diri dalam artinya yang pertama disebut juga penyesuaian diri yang autoplastis (auto=sendiri, plastis=dibentuk), sedangkan penyesuaian diri yang kedua juga disebut penyesuaian diri yang aloplastis (alo= yang lain). Jadi, penyesuaian diri ada artinya yang “pasif”, dimana kegiatan kita ditentukan oleh lingkungan, dan ada artinya yang “aktif”, dimana kita mempengaruhi lingkungan Gerungan (1986:55).

Seorang lanjut usia terlantar dapat dikatakan berhasil dalam menyesuaikan diri di lingkungan panti ketika dirinya sudah sesuai dengan aspek-aspek penyesuaian diri. Menurut Schneider (Ghufron & Risnawati, 2016, p. 50) penyesuaian diri mencakup empat aspek, yaitu : adaptasi (Adaptation) penyesuaian diri secara fisik seperti sandang pangan papan,

(26)

kenyamanan (Conformity) penyesuaian diri dengan aturan, penguasaan (Mastery) penyesuaian diri dari dalam yaitu memahami emosi secara tepat dan cara mengorganisasikan masalah, dan perbedaan individu (Individual Variation) yang mencakup pemahaman pada setiap perbedaan serta menerima hidup dengan orang lain. Kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan maupun diri sendiri salah satu prasyarat yang penting bagi terciptanya keberfungsian sosial WBS sehingga mampu menjalankan peran sosialnya.

Melihat fenomena yang telah diungkapkan di atas, bahwa tinggal di panti sosial tresna werdha menuntut lanjut usia untuk mencocokan antara kemampuannya dengan tuntutan situasi yang ada di panti. Berarti para lanjut usia harus berusaha menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang ada selama tinggal di panti. Namun kenyataannya terdapat berbagai hambatan-hambatan atau konflik tertentu yang membuat lanjut usia sulit atau bahkan gagal dalam melakukan penyesuaian diri. Berdasarkan penelitian (Ishak Fadlurrohim, 2020, p. 153) lanjut usia menghadapi tahapan proses kemunduran fisik maupun mental meliputi indera perasa, suara, mulut, kulit, kemampuan motorik, intelektual, sistem saraf dan otot, pernafasan, jantung, seksualitas mempengaruhi aktifitas sehari-hari, Lanjut usia menjalani kehidupannya dikategorikan menjadi dua sikap pertama, masa tua diterima dengan wajar melalui kesadaran mendalam. Kedua, cenderung menolak datangnya masa tua dan tidak menerima kenyataan.

(27)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih lokasi penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 yang berada di DKI Jakarta, karena merupakan salah satu lembaga Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta yang menampung serta menyediakan tempat pelayanan sosial bagi para lanjut usia terlantar. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait penyesuaian diri lanjut usia karena hal ini sangat perlu diketahui lebih dalam melihat besar pengaruhnya bagi keberfungsian sosial lanjut usia di lingkungan tempat mereka tinggal agar dapat menjalankan peran sosialnya. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan judul “Penyesuaian Diri Lanjut Usia Terlantar di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Dinas Sosial DKI Jakarta”

B. Batasan Masalah

Agar penelitian yang dilakukan lebih terfokus, terarah, serta tidak melebar kepada pembahasan yang lain maka penulis merasa perlu membatasinya. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini penulis memfokuskan penelitian pada lanjut usia terlantar yang tinggal di PSTW Budi Mulia 3 dengan ditinjau dari aspek penyesuaian diri adaptasi (adaptation), kenyamanan (conformity), penguasaan (mastery), dan perbedaan individual (individual variation). C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat diperoleh rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana penyesuaian diri lanjut usia terlantar di Panti

(28)

Sosial Tresna Wredha Budi Mulia 3 Dinas Sosial DKI Jakarta?”

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah, yaitu:

Untuk mengetahui bagaimana penyesuaian diri lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3. Penyesuaian diri ini perlu untuk diketahui bersama, mengingat akan pentingnya para lanjut usia dalam melakukan penyesuaian diri secara efektif khususnya yang tinggal di panti sosial tresna werdha.

2. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis, yakni sebagai berikut:

a. Manfaat Akademis

Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memperkaya, menambah wawasan, serta memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penyesuaian diri lanjut usia terlantar di Panti Sosial Tresna Werdha. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan, kontribusi serta masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi pengembangan ilmu dalam bidang Pekerjaan Sosial dengan Lanjut usia.

(29)

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi dan dapat menjadi salah satu acuan untuk Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 maupun lembaga lain yang juga memberikan pelayanan kepada lanjut usia dalam mengetahui penyesuaian diri lanjut usia terlantar yang tinggal di panti.

E. Tinjauan kajian terdahulu

Berdasarkan penelusuran terhadap penelitian yang telah ada, ditemukan beberapa penelitian yang berfungsi sebagai acuan untuk lebih mendalami terhadap temuan yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, diantaranya adalah :

1. Ishak Fadlurrohim, Soni Akhmad Nulhaqim dan Nandang Mulyana, Magister Kesejahteraan Sosial, Universitas Padjadjaran Bandung, Jurnal “Integrasi Pelayanan Sosial untuk Membantu Penyesuaian Diri Lanjut Usia (Studi Kasus di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Kabupaten Bandung)”. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora. Vol. 22, No. 2, 2020. Pada jurnal ini membahas terkait masalah utama yang dihadapi lanjut usia adalah penurunan kesehatan fisik dan mental yang membuat penyesuaian diri terhadap pelayanan sosial meliputi lingkungan alamiah, diri sendiri dan lingkungan sosialnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui Integrasi Pelayanan sosial di Balai

(30)

Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay yang mempengaruhi.proses penyesuaian diri lanjut usia dalam menghadapi penolakan terhadap dirinya maupun lingkungan sosialnya, terutama menghadapi proses transformasi dalam kehidupan. Kaitannya jurnal ini dengan penelitian yang dilakukan adalah subjek dan latar tempat penelitian, namun perbedaannya berada difokus penelitian dimana jurnal ini lebih terfokus kepada pelayanan sosial yang akan mengembangkan penyesuaian diri.

2. Hubungan Penyesuaian Diri dengan Kepuasan Hidup Lanjut Usia di Panti Werdha UPT (Unit Pelaksana Tugas) Binjai. Disusun oleh : Sri Priliani (2016). Program Studi Psikologi, Universitas Medan Area. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penyesuaian diri dengan kepuasan hidup lanjut usia di panti Werdha UPT (Unit Pelaksana Tugas) binjai. Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara penyesuaian diri dengan kepuasan hidup. Artinya semakin baik penyesuaian diri, maka semakin tinggi kepuasan hidup, sebaliknya semakin buruk penyesuaian diri, maka semakin rendah kepuasan hidup. Ditemukan juga penyesuaian diri ini masih terdapat pengaruh dari faktor lain terhadap kepuasan hidup, diantaranya adalah kesehatan, daya tarik fisik, tingkat otonomi, kesempatan-kesempatan interaksi di luar keluarga, jenis pekerjaan,

(31)

status kerja, kondisi kehidupan, kepemilikan harta benda, keseimbangan antara harapan dan pencapaian, penyesuaian emosional, sikap terhadap periode usia tertentu, realisme dari konsep diri dan realisme dari konsep peran. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan di teliti yaitu terdapat pada aspek dan metode penelitian, namun kaitannya terdapat pada variabel penyesuaian diri lanjut usia.

3. “Penyesuaian Diri Pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan (Studi Kasus Pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah Klaten)”. Disusun oleh: Nuqman Rifai (2015). Program studi Psikologi, Universitas Muhamadiyah Surakarta. Dalam penelitian ini, peneliti menjelaskan terkait penyesuaian diri remaja yang tinggal di Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah Klaten. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Remaja Panti Asuhan Yatim Piatu Muhammadiyah Klaten secara garis besar memiliki penyesuaian diri yang baik, walau pada awalnya remaja..panti asuhan mengalami perasaan takut dan cemas ketika pertama kali berada di dalam panti asuhan..akan tetapi remaja panti asuhan mengatasi hal tersebut dengan mengikuti segala bentuk aktivitas dan kegiatan yang berlangsung secara bersama-sama dan pada akhirnya remaja panti asuhan dapat menyesuaikan diri dengan baik serta menerima keadaanya yang sekarang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti

(32)

yaitu pada sasaran penelitian yaitu lanjut usia. Kaitannya penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penyesuaian diri di panti.

F. Metode penelitian

1. Pendekatan dan jenis penelitian

Penelitian ini merupakan upaya untuk menggambarkan dan menganalisis penyesuaian diri lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Menurut (Arifiah, 2018, p. 44) bahwa penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang diupayakan untuk mengamati pemasalahan secara sistematis dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat objek tertentu. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk memaparkan dan menggambarkan fakta-fakta berdasarkan cara pandang atau kerangka berpikir tertentu.

Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk mengetahui secara mendalam mengenai penyesuaian diri lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3, serta digunakan untuk lebih memahami setiap fenomena yang masih belum banyak diketahui orang. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat

(33)

induktif atau kualitatif dan hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi. (Sugiyono, 2012, p. 10)

Penelitian ini hanya terdapat satu variabel dan bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai variabel yang akan diteliti, dalam hal ini adalah pelaksanaan penyesuaian diri lanjut usia terlantar.

Metode yang digunakan peneliti yaitu tipe deskriptif dengan pendekatan kualitatif karena dinilai yang paling tepat untuk penelitian ini, peneliti berharap informasi tentang penyesuaian diri lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 dapat digali secara mendalam dengan data temuan terperinci.

2. Tempat dan waktu penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 3 Margaguna, Jakarta selatan yang berlokasi Jalan Marga Guna Raya No.1, RT.11/RW.1, Gandaria Selatan, Kecamatan. Cilandak, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Waktu penelitian dilakukan mulai dari 1 Maret 2020 sampai dengan

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang dilakukan mulai dari Bulan April sampai dengan Bulan Agustus 2020. Penulis melakukan penelitian dengan wawancara telepon (daring).

(34)

3. Teknik pemilihan informan

Teknik yang digunakan dalam menentukan informan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik Purposive Sampling (tujuan) dimana informan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang yang tepat untuk mewakili keseluruhan dalam memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan peneliti. (Sugiyono, 2012, p. 218) memaparkan bahwa Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini,misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti.

Dari hasil pertimbangan tersebut, maka informan dalam penelitian penyesuaian diri lanjut usia terlantar di Panti Sosial Tresna (PSTW) Werdha Budi Mulia 3 Dinas Sosial DKI Jakarta, sebagai berikut:

a. Lanjut usia yang telah berumur 60 tahun atau lebih. b. Telah berada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 3 selama tiga bulan atau lebih.

c. Lanjut usia yang dapat dengan jelas memberikan segala keterangan informasi yang terkait dengan penelitian.

d. Lanjut usia yang bersedia memberikan data atau keterangan untuk kebutuhan penelitian.

(35)

Selain ketiga lanjut usia selaku informan utama, terdapat juga informan pendukung yang akan memperkuat analisis data penelitian yaitu satuan pelaksana pelayanan, pekerja sosial dan pramu sosial atau pendamping yang mengetahui keadaan serta sering berinteraksi secara langsung dengan lanjut usia pada kegiatan sehari-harinya di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Dinas Sosial DKI Jakarta.

Tabel 1.1 Informan Penelitian

No Informan Informasi yang dicari Jumlah 1 Satuan Pelaksaaan

Pelayanan Sosial

Tahap-tahap proses pelayanan dan penyediaan pelayanan sandang, pangan, papan, dan kesehatan

1

2 Lanjut Usia/Warga Binaan Sosial (WBS)

Gambaran tentang penyesuaian diri yang dilakukan oleh para lanjut usia di panti sosial tresna werdha budi mulia 3

3

3 Pekerja Sosial Peran pekerja sosial dan gambaran tentang penyesuaian diri yang dilakukan oleh para lanjut usia di panti sosial tresna werdha budi mulia 3

1

4 Pramu Sosial / Pendamping

Gambaran tentang penyesuaian diri yang dilakukan oleh para lanjut usia di panti sosial tresna werdha budi mulia 3

3

(36)

4. Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis sumber data, yaitu:

a. Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2012, p. 225). Data primer ini diperoleh melalui wawancara secara daring melalui telpon dan media sosial whatsapp. Sumber data informan pertama pada penelitian ini yaitu tiga lanjut usia yang menjadi Warga Binaan Sosial. Selanjutnya sebagai pendukung data yang didapatkan dari informan utama, peneliti mewawancarai Satpel pelayanan, pendamping Warga Binaan Sosial, dan pekerja sosial untuk menjadi informan penunjang.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2012, p. 225). Data sekunder dalam penelitian ini berupa studi dokumentasi dengan mengumpulkan foto, data lembaga, literatur catatan atau dokumen, buku-buku, internet, jurnal, penelitian terdahulu sebagai referensi yang menunjang peneliti dalam proses penelitian.

5. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik sebagai berikut:

(37)

a. Wawancara

Esterberg dalam (Sugiyono, 2012, p. 231) mengemukakan bahwa wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara secara daring melalui telpon dan media sosial whatsapp dikarenakan masa pandemi covid-19 yang belum berakhir. Wawancara dilakukan dengan tanya jawab yang mengacu pada aspek Adaptation, Conformity, Mastery, dan Individual Variation. Alat yang digunakan dalam teknik wawancara ini, peneliti menggunakan recorder handphone untuk merekam wawancara yang dilakukan dengan informan.

b. Studi Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seorang (Sugiyono, 2012, p. 145). Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode wawancara mendalam pada penelitian kualitatif.

Studi dokumen yang digunakan pada penelitian ini adalah segala dokumen-dokumen yang berkaitan

(38)

dengan penelitian penyesuaian diri lanjut usia terlantar, seperti dokumen Standar Operasional Prosedur PSTW Budi Mulia 3 dan arsip mengenai data informan.

6. Keabsahan data

Pemeriksaan keabsahan data digunakan agar mendapatkan hasil penelitian yang valid, dapat dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat memperkuat argumen pada penelitian kualitatif. Uji keabsahan data pada penelitian kualitatif menurut (Maleong, 2011, p. 324) terdapat empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmablity). Empat kriteria tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Kredibilitas (credibility)

Uji kredibilitas adalah pengujian kepercayaan hasil data tentang penyesuaian diri lanjut usia terlantar di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3. Uji kredibilitas dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi merupakan pemeriksaan keabsahan data dengan pengecekan data dari berbagai sumber, cara dan waktu. Terdapat 3 macam triangulasi data :

1) Triangulasi sumber, dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari informan yaitu Lanjut usia, pekerja sosial, dan pramu sosial.

(39)

2) Triangulasi teknik, dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh dari informan dengan teknik yang berbeda. Data awal yang diperoleh dari hasil wawancara, lalu dicek dengan data dokumentasi.

b. Keteralihan (transferability)

Transferability merupakan validitas eksternal yang menunjukan derajat ketepatan diterapkannya hasil penelitian ke populasi dan sampel tersebut diambil. Agar orang lain dapat memahami hasil penelitian tersebut maka peneliti membuat laporannya dengan memberikan uraian rinci, sistematis dan dapat dipercaya, yaitu terkait penyesuaian diri lanjut usia terlantar di panti sosial tresna werdha budi mulia 3. Bilamana pembaca memperoleh gambaran yang jelas dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, maka laporan tersebut memenuhi standar trasferability. c. Kebergantungan (depenability)

Peneliti dalam hal ini melakukan proses audit terhadap keseluruh proses penelitian. Pengauditan dalam penelitian tentang penyesuaian diri lanjut usia terlantar di panti sosial tresna werdha budi mulia 3 ini dilakukan oleh pembimbing terhadap peneliti. Aspek yang diaudit adalah aktivitas penelitian, fokus penelitian, aktivitas dilapangan, sumber data, uji keabsahan data, analisis data, sampai pada kesimpulan

(40)

d. Kepastian (Confirmability)

Confirmability adalah menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara memeriksa data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian tentang penyesuaian diri lanjut usia terlantar di panti sosial tresna werdha budi mulia 3. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang.

7 Teknik analisis data

Dalam penyusunan penelitian ini, analisa data dilakukan sejak awal penelitian dan proses penelitian dilaksanakan. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan model analisa deskriptif, mengumpulkan data berdasarkan faktor-faktor yang menjadi pendukung terhadap objek penelitian, kemudian menganalisa faktor- faktor tersebut untuk dicari peranannya.

Menurut Bogdan dalam (Sugiyono, 2012, p. 244) menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat di informasikan kepada orang lain.

Analisa data merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, mengkategorisasikan, menyusun dan memilah data yang diperoleh sehingga mengahasilkan

(41)

suatu temuan berdasarkan fokus penelitian. Adapun prosedur analisis data dalam penelitin ini, yaitu:

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh pada saat wawancara dan data dokumentasi cukup banyak maka perlu diteliti secara rinci. Menurut (Sugiyono, 2012, p. 92) reduksi berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Maka dari itu, data yang diperoleh dalam penelitian ini baik melalui lanjut usia, pedamping, pekerja sosial serta pihak-pihak yang berada di PSTW Budi Mulia 3 setelah dicatat akan diringkas dan dilakukan analisis melalui reduksi data.

b. Penyajian Data

Setelah data direduksi maka tahap selanjutnya adalah melakukan penyajian data. Menurut (Sugiyono, 2012, p. 93), Penyajian data berarti mendisplay atau menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dsb. Penyajian data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah bersifat naratif. Dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami. Dengan demikian, di dalam penelitian ini setelah data didapat melalui observasi pada lanjut usia dan wawancara mendalam dari berbagai sumber, data tersebut diolah melalui

(42)

reduksi data dan penyajian data sehingga data akan tersusun agar mudah untuk dipahami

c. Penarikan Kesimpulan

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan. Data yang telah direduksi dan disajikan lalu ditarik kesimpulannya sehingga menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan.

8 Pedoman penulisan skripsi

Penulisan dalam penelitian ini mengacu pada panduan buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.

G. Sistematika penulisan

Adapaun hasil penelitian ini akan ditulis ke dalam enam bab, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN KONSEP DAN TEORI

Bab ini terdiri dari Landasan teori mengenai penyesuaian diri, lanjut usia, lanjut usia terlantar, organisasi pelayanan

(43)

sosial, dan keberfungsian sosial serta kerangka berpikir.

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR

PENELITIAN

Bab ini akan memuat gambaran umum profil Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Dinas Sosial DKI Jakarta. Meliputi Alamat, Sejarah Pembentukan, Visi dan Misi, Tujuan, Tugas Pokok, Sasaran panti, Struktur organisasi, Jumlah dan Kualisifikasi Petugas, Alur Pelayanan, Program dan Kegiatan yang dilakukan, serta lain-lainnya yang berkaitan dengan lembaga

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN Bab ini memuat hasil temuan dan data yang mendukung penelitian penyesuaian diri lanjut usia terlantar di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Dinas Sosial DKI Jakarta.

BAB V PEMBAHASAN

Bab ini memuat hasil analisis sesuai dengan data dan temuan yang peneliti peroleh selama penelitian berlangsung dengan mengaitkan antara latar belakang,

(44)

teori, serta rumusan masalah, terutama aspek-aspek yang peneliti jadikan sebagai landasan pada proses penelitian.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab peneliti akan membuat kesimpulan analisis sesuai dengan data dan temuan yang telah peneliti kumpulkan. Selanjutnya saran penelitian yang diharapkan dapat memberikan sumbangsih pengetahuan terhadap penyesuaian diri lanjut usia terlantar di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Dinas Sosial DKI Jakarta.

(45)

29 A. Landasan Teori

Pada bab II ini akan dibahas terkait teori-teori yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan, guna tercapainya tujuan penelitian sehingga memiliki dasar dan pedoman saat melakukan analisis. Adapun konsep dan teori yaitu Penyesuaian Diri, Lanjut Usia, dan Lanjut Usia Terlantar.

1. Penyesuaian Diri

a. Pengertian Penyesuaian Diri

Setiap individu dituntut untuk dapat menguasai keterampilan-keterampilan sosial pada proses interaksi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Interaksi berawal dari lingkungan keluarga, berlanjut ke lingkungan yang tidak terbiasa dengan aturan sebelumnya memerlukan penyesuaian diri untuk berinteraksi dengan lingkungan baru disekitar. Seorang individu akan melakukan usaha untuk menyesuaikan diri ketika mereka dihadapkan dengan lingkungan yang baru. Demikian halnya dengan para lanjut usia yang berada di panti sosial tresna werdha. Dimana seorang lanjut usia merupakan seseorang yang telah mengalami kemunduran dari segi fisik, sosial, dan psikologisnya namun dituntut untuk selalu

(46)

dapat menyesuaikan dengan berbagai kondisi yang ada di lingkungan panti sosial tresna werdha.

Menurut Satmoko dalam (Ghufron & Risnawati, 2016, p. 50), penyesuaian diri diartikan sebagai suatu interaksi seseorang yang konsisten dengan dirinya sendiri, orang lain dan dunianya. Seseorang dianggap mempunyai penyesuaian diri yang baik apabila dapat mencapai kepuasan pada setiap usahanya dalam memenuhi kebutuhan serta mampu mengatasi ketegangan, bebas dari simptom yang mengganggu seperti perasaan cemas yang berlebihan, rasa murung, depresi, obsesi, frustasi, konflik atau gangguan psikosomatis yang dapat menghambat tugas seseorang.

Schneider dalam (Ghufron & Risnawati, 2016, p. 50) menjelaskan (adjustment) adalah suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi, dan konflik secara sukses, serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup.

W.A Gerungan dalam (Sobur, 2011, p. 526) juga menjelaskan tentang penyesuaian diri: Menyesuaikan diri dalam arti yang luas yaitu dapat mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga: mengubah lingkungan sesuai dengan

(47)

keadaan (keinginan) diri. Penyesuaian diri dalam artinya yang pertama disebut juga penyesuaian diri yang autoplastis (auto=sendiri, plastis=dibentuk), sedangkan penyesuaian diri yang kedua juga disebut penyesuaian diri yang aloplastis (alo= yang lain). Jadi, penyesuaian diri ada artinya yang “pasif”, dimana kegiatan kita ditentukan oleh lingkungan, dan ada artinya yang “aktif”, dimana kita mempengaruhi lingkungan Gerungan (1986).

Penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan seseorang yang telah berusia lanjut untuk menghadapi tekanan atau konflik akibat perubahan– perubahan fisik, sosial, maupun psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, agar sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana lanjut usia tinggal sehingga tercapai hubungan yang positif serta bermanfaat bagi kehidupannya tanpa menimbulkan masalah baru.

b. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri yang dilakukan oleh para lanjut usia terlantar di Panti Sosial Tresna Werdha dapat dikatakan berhasil ketika sudah mencakup kepada beberapa aspek yang telah dikemukakan oleh para ahli. Menurut Schneider dalam (Ghufron &

(48)

Risnawati, 2016, p. 50) penyesuaian diri mencakup empat aspek, yaitu:

1) Penyesuaian diri secara fisik atau kemampuan adaptasi (Adaptation). Aspek ini dipandang sebagai salah satu unsur yang dapat menentukan seorang individu mampu menyesuaikan diri dengan baik atau tidak terhadap lingkungannya. Kemampuan dalam beradaptasi ini diartikan pada konotasi fisik, yaitu sandang, pangan dan papan seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal. Contohnya seperti bagaimana dia dapat menyesuaiakan diri dengan ketersediaan makanan, pakaian yang ada, dan kondisi tempat tinggal. 2) Aspek kenyamanan (Conformity). Aspek

kenyamanan ini seorang individu selalu diarahkan kepada tuntutan konformitas dan terancam adanya penolakan ketika adanya penyimpangan perilaku atau perilakunya tidak sesuai dengan aturan/norma yang berlaku di lingkungan tempat ia berada. Seseorang yang memenuhi aturan/norma dan diikuti dengan hati nuraninya yang dapat menerima hal tersebut dapat dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik. Individu tersebut akan merasakan kenyamanan dilingkungannya karena adanya keserasian antara tuntutan dari luar dan kemampuan dari dalam diri individu tersebut.

(49)

3) Aspek penguasaan (Mastery). Pada aspek penguasaan ini terfokus kepada kemampuan seorang individu untuk memahami emosinya secara tepat. Selain itu individu juga mampu membuat sebuah rencana dan mengorganisasikan berbagai permasalahan dalam cara-cara tertentu sehingga dapat menguasai dan menanggapi segala masalah dengan efisien, maka itu merupakan keberhasilan individu tersebut dalam menyesuaikan diri.

4) Aspek perbedaan individu (Individual Variation). Setiap individu tentunya memiliki keunikan masing-masing dan berbeda antara satu dengan yang lain begitupun perbedaan yang terjadi pada perilakunya. Ketika individu dihadapkan hidup bersama dengan individu lain di lingkungannya, maka tentunya ia akan dihadapkan pada perbedaan-perbedaan satu sama lain. Sejauh mana individu tersebut mampu memahami setiap perbedaan yang ada, dan apakah ia bisa menerima perbedaan atau tidak, maka itulah yang menjadi salah satu cerminan kemampuannya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Aspek-aspek penyesuaian diri lainnya menurut (Fatimah, 2010, p. 207) yang menjelaskan bahwa penyesuaian diri mencakup dua aspek yaitu:

(50)

1) Penyesuaian pribadi. Kemampuan individu untuk menerima diri demi terciptanya hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitar. Individu harus dapat harus memahami siapa dirinya yang sebenarnya, terkait apa kelebihan dan kekurangannya serta mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi dan potensi dirinya.

2) Penyesuaian sosial. Saat hidup di dalam masyarakat akan terjadi suatu proses saling mempengaruhi satu sama lain secara terus menerus dan silih berganti, dari proses tersebut timbul satu pola kebudayaan dan pola tingkah laku yang sesuai dengan aturan, hukum, adat istiadat, nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Proses ini dikenal dengan istilah proses penyesuaian sosial. Proses penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial di tempat individu itu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan sosial tersebut mencakup hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat, teman sebaya, atau anggota masyarakat luas secara umum.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri terfokus kepada bagaimana seseorang melakukan penyesuaian diri dari dalam dirinya maupun penyesuaian diri dari

(51)

luar. Beberapa aspek penyesuaian diri sebagai berikut adaptasi (Adaptation) yaitu penyesuaian diri secara fisik seperti sandang pangan papan, aspek kenyamanan (Conformity) penyesuaian diri dengan aturan, aspek penguasaan (Mastery) penyesuaian diri dari dalam yaitu memahami emosi secara tepat dan cara mengorganisasikan masalah, dan aspek perbedaan individu (Individual Variation) yang mencakup pemahaman pada stiap perbedaan serta menerima hidup dengan orang lain. Aspek-aspek yang telah dijelaskan dapat menjadi acuan dalam penelitian bagaimana penyesuaian diri lanjut usia terlantar di PSTW Budi Mulia 3.

c. Karakteristik Penyesuaian Diri

Kenyataannya tidak semua individu mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik, hal itu disebabkan adanya hambatan-hambatan atau konflik tertentu yang membuat individu sulit atau bahkan gagal dalam melakukan penyesuaian diri sehingga terdapat beberapa karakteristik yang menunjukan bahwa seseorang dapat menyesuaikan diri dengan pribadinya sendiri maupun dengan lingkunganya.

Menurut (Siswanto, 2007, p. 36) seseorang yang mampu menyesuaikan diri secara dengan baik, umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Terhindar dari ekspresi emosi yang berlebih-lebihan, merugikan; b) Terhindar dari mekanisme-mekanisme

(52)

psikologi; c) Terhindar dari perasaan frustasi atau perasaan kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhannya; d) Memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional, dalam memecahkan masalah; e) Bersikap objektif dan realistik, mampu menerima kenyataan hidup yang dihadapi secara wajar serta tidak di dasari oleh prasangka buruk atau negatif. Pendapat lain dikemukakan oleh (Fatimah, 2010, p. 207) bahwa karakteristik penyesuaian diri terdapat dua macam, yaitu penyesuaian diri baik dan penyesuaian diri buruk. Karakteristik penyesuaian diri yang baik adalah: a) Tidak menunjukan adanya ketegangan emosional secara berlebihan serta sabar dalam menghadapi masalah yang terjadi; b) Mampu menyusun pertahanan diri yang baik sehingga dapat menghadapi berbagai masalah yang dihadapinya; c) Tidak terlihat adanya gangguan frustasi dalam dirinya; d) Mampu mempertimbangkan segala keputusan secara rasional dalam mengarahkan diri; e) Menjadikan setiap pengalaman sebagai suatu pembelajar agar dapat bertahan; f) Dapat bersikap secara realistik dan objektif .

Sedangkan penyesuaian diri yang buruk ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistis, membabi buta, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi

(53)

dalam penyesuaian diri yang salah, yaitu reaksi bertahan, reaksi menyerang, dan reaksi melarikan diri.

Dari uraian tersebut terdapat dua karakteristik penyesuaian diri yang meliputi penyesuaian diri yang dilakukan secara baik atau positif maupun penyesuaian diri secara buruk atau negatif. Kedua karakteristik tersebut tergantung dari bagaimana individu dapat menangani konflik yang dialaminya baik yang berasal dari dalam dirinya sendiri ataupun yang berasal dari lingkungan sekitarnya sehingga mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian dirinya.

d. Faktor-Faktor Penyesuaian Diri

Faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri menurut ahli psikologi lanjut usia (Suardiman, 2011, p. 52) mengatakan bahwa: Penurunan fisik pada lanjut usia yang kemudian menghadirkan berbagai gangguan fungsional dan penyakit tidak hanya mempengaruhi kondisi fisiknya saja namun juga mempengaruhi kondisi psikisnya seperti perasaan rendah diri, terasing, tidak berguna, tak berdaya, kesedihan, kesepian, dan sebagaimana yang menghambat aktivitasnya. Kepribadian juga merupakan faktor penyesuaian diri lanjut usia (Sri, 2016, p, 49), sudah diketahui bahwa individu lanjut usia, tanpa menghiraukan pola-pola kepribadian di masa mudanya, berkembang menjadi individu yang

(54)

menjengkelkan dengan sifat-sifat mudah marah, pelit, suka bertengkar, banyak menuntut, egois karena beberapa faktor salah satunya sifat monoritas.

Menurut (Hurlock, 1980, p. 439) seorang lanjut usia memiliki beberapa faktor yang berpengaruh pada penyesuaian dirinya, yaitu:

1) Persiapan hari tua. Persiapan secara psikis dan ekonomi sangat berguna untuk menghadapi berbagai perubahan yang akan terjadi di hari tua. 2) Pengalaman masa lalu. Kesulitan penyesuaian

pada lanjut usia merupakan akibat dari pelajaran bentuk-bentuk penyesuaian pada masa lalu yang tidak sesuai dengan periode lanjut usia dalam rentang kehidupannya.

3) Kepuasan akan kebutuhan. Mencapai penyesuaian diri dengan baik di hari tua, lanjut usia harus mampu memuaskan kebutuhan pribadinya serta bertindak sesuai dengan harapan-harapan orang lain sepanjang rentang kehidupan untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik.

4) Kenangan tentang persahabatan. Semakin baik dan dekat hubungan persahabatan antara lanjut usia serta dapat dipertahankan, akan memudahkan penyesuaian diri. Ketika lanjut usia meninggalkan teman-temannya karena pindah ke wilayah lain, hal tersebut dapat menghambat penyesuaian dengan lingkungan baru.

(55)

5) Anak-anak yang telah dewasa. Sikap dan perilaku anak-anak yang baik ketika memperlakukan orangtua yang sudah lanjut usia akan mengakibatkan penyesuaian yang baik pada lanjut usia.

6) Sikap sosial. Sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lanjut usia menjadikan penyesuaian diri lanjut usia menjadi buruk.

7) Sikap pribadi. Adanya penolakan diri terhadap usia yang semakin bertambah tua dan perubahan dari segala sisi yang terjadi akibat penuaan akan menghambat penyesuaian diri lanjut usia.

8) Kondisi. Penyakit kronis merupakan penghalang penyesuaian diri.

9) Kondisi hidup. Apabila perpindahan tempat yang dilakukan secara paksa menjadikan lanjut usia rendah diri dan membenci tempat itu, terlebih untuk penyesuaian terhadap temperatur, ketersediaan ruangan, perebotan rumah tangga, tingkat kegaduhan, sarana prasarana dan transportasi serta jarak Panti dengan rumah kerabat agar memudahkan lanjut usia untuk berkunjung atau dikunjugi keluarga.

10) Kondisi ekonomi. Ekonomi yang kurang akan mempersulit penyesuaian diri karena para lanjut usia merasa hanya mempunyai kesempatan kecil,

(56)

tidak seperti saat muda yang mungkin masih dapat memecahkan masalah tersebut.

Berdasarkan faktor-faktor yang telah dijelaskan oleh Siti Partini dan Hurlock, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri lanjut usia yaitu faktor fisik, psikologis, kepribadian, dan sebagaimana yang menghambat aktivitasnya, persiapan hari tua, pengalaman masa lalu, kepuasan akan kebutuhan, kenangan tentang persahabatan, anak-anak yang sudah dewasa, sikap sosial dan pribadi, kondisi hidup dan ekonomi.

2. Lanjut Usia

a. Definisi Lanjut Usia

Masa lanjut usia merupakan suatu akhir atau penutup dalam sepanjang rentang kehidupan individu, dimana dalam periode lanjut usia ini individu telah ”beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat, yang dimulai pada 60-an (Hurlock, 1980, p. 380).

Menurut (Lalenoh, 1993, p. 14) menyatakan bahwa “Lanjut usia adalah orang-orang yang mengalami proses kemunduran, baik jasmani maupun rohani.” Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, pada pasal 1

(57)

ayat (2) juga disebutkan bahwa seseorang dikatakan lanjut usia apabila telah berusia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Berdasarkan Organisasi Kesehatan Dunia WHO, usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, usia tua (old) antara 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

Selain itu (Azizah, 2011, p. 1) mendefinisikan lanjut usia sebagai berikut : “Lanjut usia adalah bagian proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial secara bertahap.”

Berdasarkan pengertian lanjut usia di atas, maka dapat disimpulkan bahwa lanjut usia adalah individu yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas yang ditandai dengan perubahan penurunan fungsi fisik, psikologis, dan sosial. Perubahan ini sedikit banyak akan mempengaruhi fungsi dan tugas lanjut usia dalam kehidupan. Kondisi tersebut menuntut

(58)

lanjut usia khususnya lanjut usia yang ada di panti untuk dapat menyesuaikan diri dengan pribadi dan sosialnya.

b. Karakteristik Lanjut Usia

Menurut Budi Anna Keliat dalam (Maryam & Dkk, 2008, p. 33) mengemukakan bahwa karakteristik lanjut usia adalah:

1) Berusia lebih dari 60 tahun sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.

2) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga maladaptive

3) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

Selain itu menurut (Hurlock, 1980, p. 380) lanjut usia memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

1) Lanjut usia merupakan periode kemunduran, yaitu sebagian kemunduran lanjut usia ini ditinjau dari faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran ini berdampak kepada beberapa aspek seperti sosial dan psikologis lanjut usia.

2) Adanya perbedaan individual pada efek menua. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda terhadap masa tua, beberapa orang menganggap masa pensiunan merupakan masa yang menyenangkan karena telah berkurangnya beban

(59)

pekerjaan sehingga dapat menikmati hidup santai di masa tuanya. Namun tidak sedikit juga yang menganggap bahwa masa tua kurang mengenakan karena setelah pensiun mereka merasa kesepian dan merasa hidupnya tidak berguna lagi.

3) Sikap Sosial. Sikap sosial di Amerika mengindentikkan bahwa lanjut usia tidak lagi bermanfaat bagi kelompok sosial dan lebih banyak menyusahkan daripada sikap yang menyenangkan. 4) Orang lanjut usia memiliki status kelompok

minoritas, yaitu suatu kondisi dimana dalam beberapa hal lanjut usia mendapatkan pengecualian untuk tidak berinteraksi dengan kelompok lainnya, serta hanya memberikan sedikit kekuasaan atau bahkan lanjut usia tidak memperoleh kekuasaan apapun.

5) Menua membutuhkan perubahan peran, hal ini dilakukan karena lanjut usia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Lanjut usia diharapkan untuk mengurangi peran aktifnya dalam urusan masyarakat dan sosial. Hal ini mengakibatkan pengurangan jumlah kegiatan yang dapat dilakukan oleh lanjut usia, dan karenanya perlu mengubah beberapa peran yang masih dilakukan.

6) Penyesuaian yang buruk pada lanjut usia. Perlakuan yang buruk terhadap lanjut usia

(60)

membuat mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk serta buruknya perilaku pada penyesuaian diri.

7) Adanya keinginan untuk peremajaan diri. Keinginan menjadi muda lagi pada lanjut usia sangat kuat, hal ini tercermin pada tingkah lakunya, seperti: penggunaan kosmetik, obat-obatan yang diminum, dan vitamin yang dianggap dapat membuat mereka cantik dan muda kembali.

Berdasarkan pendapat dari Anna Keliat dan Hurlock karakteristik lanjut usia dapat dilihat dari usia dan kebutuhan dan masalah yang bervariasi seperti periode kemunduran, adanya perbedaan individual pada efek menua, lanjut usia dinilai dengan kriteria yang berbeda, sikap sosial, orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas, menua membutuhkan perubahan peran, penyesuaian yang buruk pada lanjut usia, serta adanya keinginan untuk peremajaan diri.

c. Teori Lanjut Usia

Terdapat dua teori yang berbeda dan sangat bertolak belakang terkait keberhasilan lanjut usia dalam hubungan antar lanjut usia dengan kegiatannya. seperti yang di dikemukakan oleh Lafrancois dalam (Suardiman, 2011, p. 107) yaitu :

Gambar

Tabel 3. 1   Klasifikasi Kepegawaian PSTW Budi Mulia 3. ........ 70  Tabel 3. 2  Jadwal  Kegiatan  Warga  Binaan  Sosial  PSTW
Gambar 3. 1  Halaman depan PSTW Budi Mulia 3. .................. 63  Gambar 3. 2  Bimbingan  Rohani  Agama  Islam  dengan
Grafik 1. 1   Pertumbuhan Lanjut Usia ......................................... 2  Grafik 3
Grafik 1. 1 Pertumbuhan Lanjut Usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Panti lanjut usia ini telah memberikan bimbingan rohani kepada lansia dengan metode yang secara khusus diberikan oleh pihak panti yang berupa memberikan jalan

Dalam upaya memberikan pendidikan agama kepada lanjut usia, panti Inl.. mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dalam

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kemandirian pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia

Setting penelitian ini adalah Panti Sosial Tresna werdha (PSTW) Yogyakarta Unit Budi Luhur. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan

Suardiman 2011 juga menyebutkan bahwa lanjut usia yang berhasil atau disebut dengan Succesfull Aging adalah usia lanjut yang masih memiliki beberapa fungsi yang baik,

Pada penelitian ini didapatkan hasil yang menyatakan bahwa kejadian depresi lebih banyak ditemukan pada lansia dengan rentang usia 60-74 tahun dapat disebabkan

Berkat rahmat dan pertolongan Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Efektivitas Senam Kegel Terhadap Inkontinensia Urine Pada Usia Lanjut Di Panti Sosial

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Rahmad dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Hubungan Interaksi