BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pemberian medikamen saluran akar bertujuan untuk mengeliminasi bakteri
yang tidak dapat dihancurkan dengan proses instrumentasi dan irigasi.1 Tetapi pada
beberapa kasus, setelah pemberian bahan medikamen Ca(OH)2, Fusobacterium
nucleatum masih ditemukan dalam saluran akar.6 Untuk mengeliminasi
Fusobacterium nucleatum maka diharapkan pegagan dapat dikembangkan sebagai
alternatif bahan medikamen saluran akar.
2.1 Penggunaan medikamen saluran akar
Pada kasus-kasus tertentu seperti pulpa nekrosis atau periodontitis apikalis,
dan pada waktu yang tidak cukup, maka pemberian medikamen intrakanal sangat
diperlukan untuk memperoleh saluran akar yang steril, sedangkan pada pulpa gigi
yang masih vital atau pulpitis irreversibel, tidak memerlukan medikamen intrakanal
karena lebih menekankan pada tindakan preparasi dan irigasi, sehingga dapat
diselesaikan dalam satu kali kunjungan.2
Medikamen digunakan untuk membantu meningkatkan keberhasilan
perawatan endodontik. Medikamen tersebut diharapkan dapat berpenetrasi ke dalam
tubulus dentin dan membunuh bakteri. 1 Sehingga syarat dari medikamen saluran akar
yaitu harus memiliki aktivitas antibakteri, menetralisir sisa-sisa debris di saluran akar,
mengontrol nyeri pascarawat, mampu mencegah reinfeksi, dan juga bersifat
atau paper point ke dalam saluran akar, sehingga efek antimikrobanya terjadi melalui
penguapan dari bahan medikamen tersebut.1
Medikamen yang digunakan dalam perawatan endodontik dapat dibagi atas
beberapa kelompok besar yaitu golongan fenol, aldehid / formaldehida, halida /
halogen, steroid, kalsium hidroksida, antibiotik dan kombinasi. Golongan fenol
meliputi eugenol, camphorated monoparachlorophenol (CMCP), parachlorofenol
(PCP), camphorated parachlorofenol (CPC), metacresyl acetate (kresatin), kresol,
kreosote (beechwood), dan timol. Aldehid/formaldehida meliputi formokresol dan
glutaraldehid. Sementara halida / halogen meliputi natrium hipoklorit (NaOCl) dan
iodin-kalium-iodida.3
Golongan fenol dan aldehid pada umumnya merupakan pembunuh sel yang
poten, namun efek samping yang terjadi pada penggunaannya adalah alergenisitas
sehingga dapat membahayakan jaringan pulpa dan periapeks. Golongan fenol
memiliki bau yang menyengat, rasa yang tidak enak, dan akan kehilangan daya
aktifnya dalam waktu 24 jam. Pemakaian golongan aldehid pada jaringan yang
nekrotik, pada kenyataannya akan membuat jaringan itu lebih toksik. Golongan fenol
dan formokresol menunjukkan bahwa medikamen ini tidak berpengaruh pada
pencegahan nyeri, sedangkan golongan steroid dapat menurunkan nyeri pasca rawat,
tetapi tidak akan menurunkan insiden flare-up (nyeri parah).3
Kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 adalah bahan medikamen yang saat ini
paling sering digunakan. Pertama kali diperkenalkan oleh Herman 1920, Ca(OH)2
kelarutannya rendah dalam air, tidak larut dalam alkohol, memiliki pH tinggi
periapeks,3 merangsang penyembuhan periapikal dan dapat membunuh bakteri
dengan efek pH yaitu melalui pelepasan dan difusi dari ion hidroksil (OH) dengan
menciptakan lingkungan yang bersifat alkaline yang tidak kondusif bagi
kelangsungan mikroorganisme.1
Efek bunuh dari kalsium hidroksida berkaitan dengan beberapa mekanisme,
yaitu secara mekanis dan secara fisik. Aksi mekanis berlangsung melalui cara
merusak membran sitoplasma mikroba dengan aksi langsung ion hidroksil, menekan
aktivitas enzim dan mengganggu metabolisme seluler, dan menghambat replikasi
DNA dengan memisahkan DNA. Sedangkan secara fisik melalui bertindak sebagai
barrier yang mengisi rongga dalam kanal dan mencegah masuknya bakteri ke dalam
sistem saluran akar dan membunuh mikroorganisme yang tersisa dengan menahan
substrat untuk pertumbuhan dan membatasi tempat untuk multiplikasi.1
Ca(OH)2 juga memiliki kemampuan menginaktifkan Lipopolisakarida (LPS).4
Safavi dan Nichols, 1993 cit Estrela et al., mempelajari efek kalsium hidroksida
terhadap LPS bakteri, dapat disimpulkan bahwa kalsium hidroksida menghidrolisis
lapisan lipid dari LPS bakteri menghasilkan asam lemak hidroksil dalam jumlah yang
banyak dan menonaktifkan enzim dalam membran bakteri serta mengganggu
mekanisme transportasi yang mengakibatkan sel keracunan.22
Namun terdapat juga beberapa kelemahan dari Ca(OH)2 yaitu memiliki efek
merusak jaringan periodontal ketika digunakan sebagai medikamen intrakanal,
dengan mempengaruhi proses penyembuhan jaringan lunak marginal dan
mengakibatkan kristalisasi yang disebabkan oleh nilai pH yg berbeda. Sharma S, dkk
(2008) melaporkan Ca(OH)2 dapat mengakibatkan nekrosis pada jaringan bila masuk
ke pembuluh darah dan secara langsung menyebabkan toksisitas jaringan.5
Pemakaian Ca(OH)2 sebagai medikamen intrakanal tidak berpengaruh pada
pencegahan atau pengendalian nyeri.3 Penggunaan Ca(OH)2 dilaporkan tidak sama
efektifnya untuk semua bakteri, Ca(OH)2 resisten terhadap bakteri Enterococcus
faecalis, Candida albicans.1 Penelitian Siqueira et al (2007), menunjukkan dari
sebelas saluran akar dengan lesi periodontitis apikalis, setelah penggunaan bahan
dressing antar kunjungan dengan menggunakan Ca(OH)2 selama satu minggu,
ditemukan dua kasus bakteri postmedikamen, dengan satu takson per kasus, yaitu
bakteri F.nucleatum dan Lactococcus garvieae. F.nucleatum ditemukan persisten
setelah pemberian medikamen.6
Bakteri dapat bertahan hidup setelah pemberian medikamen saluran akar karena
strain bakteri dalam infeksi saluran akar secara intrinsik resisten terhadap
medikamen, sel bakteri tertutup oleh variasi anatomi gigi sehingga tidak dapat
dimasuki oleh medikamen, medikamen dinetralkan oleh komponen jaringan dan sel
bakteri atau produknya sehingga kehilangan efek antibakterinya, medikamen saluran
akar tidak cukup untuk menjangkau dan membunuh sel bakteri, serta bakteri dapat
mengubah pola ekspresi gen mereka untuk bertahan hidup di lingkungan yang tidak
menguntungkan.23
Penelitian Peters et al (2002), menyatakan bakteri dalam saluran akar
meningkat setelah perawatan saluran akar dengan kalsium hidroksida menjadi 0,93%,
endodontik.24 Gomez et al (2002) menyatakan walaupun Ca(OH)2 direkomendasikan
sebagai bahan medikamen intrakanal pada perawatan periodontitis apikalis, bukan
berarti dapat digunakan secara universal karena Ca(OH)2 tidak menunjukkan
kemampuan yang sama terhadap seluruh bakteri.25
2.2 Fusobacterium nucleatum sebagai salah satu bakteri pada infeksi saluran akar
Berdasarkan taksonominya, Fusobacterium nucleatum (F. nucleatum)
diklasifikasikan atas:
Kingdom : Bacteria
Filum : Fusobacteria
Famili : Bacteroidaceae
Genus : Fusobacterium
Spesies : Fusobacterium nucleatum.8
Secara morfologi F.nucleatum merupakan bakteri berbentuk batang yang
ujungnya tajam (Gambar 1), panjangnya 5-10µm, dikelompokkan ke dalam bakteri
gram negatif, tidak bergerak, dan bersifat obligat anaerob. F.nucleatum memerlukan
media untuk tumbuh, biasanya tumbuh pada media yang mengandung trypticase,
pepton, atau ekstrak ragi. 8
Membran luar bakteri ini mempunyai karakteristik bakteri gram negatif. Sel
bakteri dilindungi oleh membran luar dan membran dalam yang dipisahkan oleh
ruang periplasmik yang mengandung lapisan peptidoglikan (Gambar 2). Pada
umumnya, membran dalam bakteri gram negatif merupakan dua lapisan fosfolipid
yang simetris dimana perbandingan fosfolipid dan protein sama besar. Membran luar
berfungsi sebagai penyaring molekul dan merupakan membran asimetrik yang terdiri
dari lapisan fosfolipid, lipopolisakarida, lipoprotein dan protein.8
Gambar 2. F.nucleatum dibawah mikroskop elektron Outer membrane (OM), Periplasmic space (P)dan Cell membrane (CM)8
Bakteri F.nucleatum banyak ditemukan pada kasus penyakit periodontal dan
kasus lesi apikal. Menurut Sundqvist (1994), F.nucleatum paling banyak ditemukan
melalui kultur bakteri saluran akar dengan lesi apikal yaitu 48% (Tabel 1).7 Dari hasil
penelitian Siqueira dan Rocas (2009), pada kasus abses apikalis akut didapat bahwa
bakteri F.nucleatum merupakan prevalensi terbesar sekitar 64% yaitu 27 kasus yang
diambil dari 42 individu.26
Cairan jaringan dan produk pemecahan dari nekrose pulpa memberikan nutrisi
asam amino seperti aspartat, glutamat, histidin, dan lisin untuk menyediakan
energinya. F.nucleatum menghasilkan asam butirat dan mengubah treonin menjadi
asam propionat. Butirat, propionat dan ion amonium merupakan produk hasil
metabolisme F.nucleatum yang dapat menghambat proliferasi sel fibroblas pada
gingiva. Kejadian ini memberikan jalan bagi F.nucleatum untuk melakukan penetrasi
ke epitel gingiva. Asam butirat yang dihasilkan juga dapat mengiritasi jaringan.8
Asam butirat telah terbukti sebagai inhibisi terbesar dari T-sel blastogenesis dan
menstimulasi produksi interleukin-1, ini dikaitkan dengan resorpsi tulang.7
Tabel 1. BAKTERI YANG DIISOLASI DARI SALURAN AKAR GIGI DENGAN LESI
Kompleks lipopolisakarida secara umum dikaitkan sebagai zat endotoksin
dan resorpsi tulang. Lipopolisakarida memegang peranan penting dalam proses
perlekatannya dan mampu larut dalam saliva. Lipopolisakarida yang diproduksi oleh
F.nucleatum memungkinkan bakteri ini melekat pada struktur hidroksiapatit, serum
dan sementum. Hal ini menunjukkan bahwa lipopolisakarida dari F.nucleatum
memegang peranan penting dalam proses perlekatannya, bukan hanya pada epitel,
tetapi juga permukaan gigi.7,8
F.nucleatum bertindak sebagai bridge diantara kolonisasi awal (bakteri gram
positif) dan akhir (bakteri gram negatif). Bakteri ini memiliki kemampuan untuk
berkoagregasi dengan bakteri lain di rongga mulut, seperti Porphyromonas gingivalis
(Gambar 3), F.nucleatum berkoagregasi dengan P.gingivalis melalui karbohidrat
yaitu galaktosa pada P.gingivalis dan membran luar dari F.nucleatum. F.nucleatum
juga dapat berkoaggresi dengan Candida albicans melalui ikatan protein permukaan
sel bakteri dan residu karbohidrat pada permukaan Candida albicans.8,27 Kombinasi
dari F.nucleatum, Prevotella spp, dan Porphyromonas spp dapat menjadi faktor
resiko terjadinya flare-up endodontik dengan bersinergi untuk meningkatkan
intensitas reaksi inflamasi periapikal.9
2.3 Pegagan (Centella asiatica (L.)Urban)
Berdasarkan taksonominya, pegagan dapat diklasifikasikan atas:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida (Dicotyledonae)
Ordo : Umbilales
Famili : Umbilaferae (Apiaceaea)
Genus : Centella
Species : Centella asiatica (L.) Urban.16
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) merupakan tanaman tahunan yang
tumbuh menjalar dan tidak berbatang. Biasanya tumbuh di tempat yang agak lembab,
cukup sinar matahari dan perkembangbiakannya menggunakan stolon dan biji.
Tanaman ini tumbuh liar dan mudah dibedakan dengan tanaman lainnya (Gambar 4)
yaitu dengan ciri-ciri panjang tanaman ini berkisar 10-80 cm. Daun tunggal,
bertangkai panjang, jumlahnya 2-10 helai, berbentuk ginjal, tepi bergerigi dengan
diameter 1-7 cm (Gambar 5). Bentuk bunga seperti payung. Buahnya kecil, berbentuk
lonjong, pipih, panjang 2-2,5 mm, wangi, pahit, lebar sekitar 7 mm, warna kuning
kecoklatan. Bagian tanaman yang digunakan adalah herba yakni seluruh bagian
Gambar 4. Pegagan yang terdapat di Desa Gambar 5. Pegagan dengan panjang Durian, Kec. Labuhan Batu, 10-80 cm, Bentuk ginjal, Kab.Deli Serdang tepi bergerigi
Tanaman ini tersebar diseluruh Indonesia, dapat dibuktikan dengan namanya
di setiap daerah. Nama lain dari pegagan ialah Pegaga (Aceh), pegago
(Minangkabau), daun kaki kuda (melayu), pegagan (Jakarta); antanan gede, antanan
rambat (Sunda), gagan-gagan, gagaga, kerok batok, panegowang, rendeng, calingan
rambut (Jawa), kos tekosan, gan gagan (Madura), taidah (Bali); belele (Sasak, Nusa
Tenggara); kelai lere (Sawo, Nusa Tenggara); wisu-wisu, pagaga (Makasar); daun
tungketungke, cipubalawo (Bugis); hisu-hisu (Aselayar, Sulawesi); Saraswati,
korikori (halmahera); kolotidi manora (Ternate); dogauke, gogauke, sandanan (Irian).
Broken copper coin, button gas, small-leaved horsehoof grass, Indian pennywort,
asya sutasi, brahmi, marsh penny, white rot, buabok (Inggris); indische waternavel,
paardevoet (Belanda), gotu kalo (India), ji xue cao (Cina).28
Rajakumar et al (2010), melakukan penelitian terhadap beberapa tanaman
herbal yang digunakan sebagai obat-obatan di Sagar Taluk, Distrik Shimoga,
Karnataka, India dan menemukan pegagan digunakan sebagai obat sakit gigi dengan
cara penggunaaan pasta dari daun tersebut digunakan pada daerah yang sakit, sehari
sekali sampai sembuh.29 Pegagan termasuk salah satu tanaman utama dalam khasanah
pengobatan india kuno (ayurveda) karena khasiatnya yang cukup banyak yaitu
sebagai antibakteri (Tabel 2). Penelitian Dash et al (2011), menyatakan bahwa
aktivitas antibakteri pegagan pada berbagai pelarut didapat pelarut etanol yang paling
besar zona hambatnya dibandingkan dengan pelarut petroleum eter, kloroform,
n-hexane dan aqueous.30 Penelitian Somchit et al (2004), menyatakan ekstrak air dari
pegagan juga memiliki efek anti nyeri dan anti inflamasi pada mencit.31 Disamping
itu, juga berkhasiat sebagai hemostatis, antipiretik, sedatif, diuretik, dan mempercepat
penyembuhan luka.15,28 Berdasarkan penelitian Sulastry (2009), menyatakan
penggunaan ekstrak pegagan secara oral pada mencit dengan dosis 2000 mg/kgBB
telah terbukti praktis tidak toksik.32
Tabel 2. DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK PEGAGAN DENGAN PELARUT YANG BERBEDA
18,30,33,34
PENELITI BAKTERI PELARUT
Ullah et al (2009) Gram positif = B.cereus, B.megaterium, B.subtilis, S.aureus, S.lutea.
Gram negatif = E.coli, P.aeruginosa, S.paratyphi, S.typhi, S.boydi, S.dysenteriae, V.mimicus, V.parahemoliticus
n-hexane, carbon
tetrachloride, chloroform, dan air.
Jagtap et al (2009) P.vulgaris, S.aureus, E.coli, B.subtilis Petroleum eter, etanol dan air Dash et al (2011) P.vulgaris, S.aureus, B.subtilis, E.coli Petroleum eter, etanol,
kloroform, n-Hexane, air Samy et al (2011) B.subtilis, B.cereus, E.coli, K.aerogens,
P.vulgaris, P.mirabilis, P.aeroginosa, S.aureus, S.typhii
Hexane, dichloromethane, methanol
Kandungan kimia pegagan ialah asiaticoside, thankunside, isothankunside,
madecassoside, brahmoside, brahminoside, asam brahmat, asam madasiatic,
hidrocotyline, mesoinositol, centallose, karoten, garam mineral (seperti K, Na, Ca,
atsiri.15,17,28 Komponen aktif sebagai antibakteri adalah saponin, alkaloid, flavonoid,
dan tanin.16,17 Hasil penelitian Oryza (2010), menunjukkan bahwa kandungan
flavonoid, tanin dan saponin aktif dapat menghambat bakteri Staphylococcus
aureus.16
Triterpen terdiri dari asam asiatat, asiatikosida, madecassoside, dan asam
madekasat adalah kandungan yang sering dijumpai pada pegagan.35 Norzaharaini et
al (2011) menyatakan Asam Asiatat (AA) memiliki efek antibakteri pada bakteri
Helicobacter pylori, Escherichia coli, Staphilococcus aureus, dan Streptococcus
penumonia.36 Krishnamurthy et al (2009) menguji efek neuroprotektif asam asiatat
pada model mencit iskemia serebral permanen dan melaporkan asam asiatat memiliki
efek neuroprotektif yang dimediasi penurunan permeabilitas barier darah otak dan
mereduksi kerusakan mitokondria.34 Menurut Taemchuay et al (2008), pada ekstrak
air pegagan terdapat senyawa aktif Asiatikosida triterpen yang mempunyai aktivitas
antibakteri terhadap bakteri S.aureus.37 Asiatikosida memiliki efek penyembuh luka
dengan meningkatkan pembentukan kolagen dan angiogenesis.17 Asiatikosida juga
dilaporkan mengurangi jaringan fibrosis pada luka sehingga mencegah pembentukan
scar (bekas luka), mekanismenya yaitu dengan meningkatkan sintesis kolagen dan
asam mukopolisakarida, dan dengan menghambat fase hipertrofi scar dan keloid.14
Senyawa lain yang banyak dijumpai adalah madecassoside. Liu et al, Efek
farmakologis dari madecassoside menunjukkan sifat anti inflamasi pada tikus,
madecassoside dapat meningkatkan kolagen tipe II melalui imunitas humoral dan
seluler. Senyawa kimia lainnya adalah asam madekasat, tetapi belum diteliti