• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemodialisis 2.1.1 Definisi - Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemodialisis 2.1.1 Definisi - Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemodialisis 2.1.1 Definisi

Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser), yang berfungsi seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Black & Hawks, 2005; Ignatavicius, 2006).

2.1.2 Angka Kejadian

Insiden penyakit gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya jumlah pasien dengan gagal ginjal kronik menyebabkan kenaikan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis. Pada akhir tahun 2004 angka kejadian gagal ginjal diseluruh dunia meningkat sehingga mencapai jumlah 1.371.000 pasien yang menjalani terapi hemodialisis (Grassmann, Giobere, Moeller, & Brown, 2005).

(2)

Dinegara berkembang lainnya, insiden diperkirakan sekitar 40–60 kasus perjuta penduduk pertahun.

Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal kronik yang cukup tinggi diperkirakan penderita gagal ginjal terjadi 100 persejuta penduduk atau sekitar 20.000 kasus dalam setahun (Litbang Depkes, 2008). Data dari ASKES tahun 2012 sebanyak 24.141 orang menderita gagal ginjal (Namawi, 2013). Data yang diperoleh dari RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2012 berjumlah 126 orang, tahun 2013 berjumlah 184 orang dan diperkirakan meningkat setiap tahunnya (Catatan medical record RSUD Dr.Pirngadi).

2.1.3 Indikasi Hemodialisis

Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu : hemodialisis emergency atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut tindakan dialisis dilakukan pada : Kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat, overhidrasi, oliguria (produksi urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi urine <50 ml/12 jam), hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan EKG, biasanya K >6,5 mmol/I), asidosis berat (PH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/I), uremia (BUN >150 mg/dL), ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum, disnatremia berat (Na>160 atau <115 mmol/I), hipertermia, keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.

(3)

dijumpai salah satu dari : 1) GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis, 2) gejala uremia meliputi: lethargi, anoreksia, nausea dan muntah, 3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot, 4) hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan, 5) komplikasi metabolik yang refrakter (Daugirdas et al., 2007).

2.1.4 Komplikasi Hemodialisis

Hemodialisis merupakan tindakan untuk mengganti sebagian dari fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal tahap akhir stadium akhir. Walaupun tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani hemodialisis regular, namun sekitar 5-15% dari pasien hemodialisis tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (Agarwal & Light, 2010).

2.1.5.1 Komplikasi Akut

(4)

Tabel 2.1 Komplikasi Akut Hemodialisis

Penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi, infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis

Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat

Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu cepat, obat antiaritmia yang terdialisis

Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit Udara memasuki sirkuit darah

Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral. Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat

Hemolisis oleh karena menurunnya kolom charcoal

Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus, gejala neurologi, aritmia

Demam, mengigil, hipotensi oleh karena kontaminasi dari dialisat maupun sirkuti air

2.1.5.2Komplikasi kronik

Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, Renal osteodystrophy, Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan, infeksi, amiloidosis, dan Acquired cystic kidney disease (Bieber & Himmelfarb, 2013).

(5)

hidupnya. Bagi pasien hemodialisis, penyesuaian ini mencakup keterbatasan dalam memanfaatkan kemampuan fisik dan motorik, penyesuaian terhadap perubahan fisik dan pola hidup, ketergantungan secara fisik dan ekonomi pada orang lain serta ketergantungan pada mesin dialisa selama sisa hidup. Menurut Moos dan Schaefer dalam Sarafino (2006) mengatakan bahwa perubahan dalam kehidupan merupakan salah satu pemicu terjadinya depresi.

2.2. Depresi 2.2.1 Definisi

Depresi merupakan gangguan kejiwaan yang ditandai dengan kesedihan, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, gangguan tidur, nafsu makan menurun, anhedonia, kehilangan minat dalam kehidupan sehari-hari, libido menurun, putus asa dan keinginan bunuh diri (Davidson, Reickmann, & Rapp, 2005).

(6)

premorbit, dukungan sosial dari keluarga dan penyakit penyerta lainnya (Kimmel, 2005).

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Depresi

Menurut Zalai et al. (2012) mengatakan bahwa pasien gagal ginjal kronik mengalami tekanan psikolosis, tingginya prevalensi pasien mengalami gejala depresi yang dapat mempengaruhi status kesehatan pasien, ada beberapa faktor resiko terjadinya depresi diantaranya ; (1) faktor biologis; (2) faktor psikologis dan; (3) faktor sosial.

Menurut Kaplan dan Saddock (1997) dasar penyebab depresi secara pasti tidak diketahui, namun faktor yang berhubungan dengan penyebab tersebut seperti: faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. Dimana faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya : (1) faktor biologi, sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MHPG (5methoxy-0-hydroksi phenil glikol), didalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Disregulasi amin biogenik yang paling sering terlibat pada gangguan mood adalah norepineprin, serotonin, dan dopamine; (2) faktor psikososial terdapat empat katagori yang berpotensi menyebabkan depresi, yaitu : stres, perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan, pertahanan yang ekstrim melawan stres, dan pengaruh hubungan interpersonal dari gangguan afektif.

(7)

berulang, teori kognitif dan dukungan sosial. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya (Kaplan & Saddock, 1997).

Penelitian Baydogan dan Dag (2008) mengatakan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis mengalami masalah psikososial, keterbatasan aktivitas, pembatasan cairan yang dapat menimbulkan depresi. Depresi dapat timbul pada pasien baru yang menjalani hemodialisis dimana pada tahun pertama pada saat mulai dilakukan terapi hemodialisis hal ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup pasien, masalah kehilangan pekerjaan, perubahan peran dalam keluarga, perubahan hubungan sosial dan waktu yang terbuang untuk dialisis (Son et al., 2009).

(8)

Penelitian Araujo et al. (2008) Menunjukkan bahwa 19,3% pasien yang menjalani hemodialisis mengalami gejala depresi sebagian besar adalah perempuan, pengangguran, mempunyai penyakit penyerta (diabetes, hipoalbuminemia, gagal jantung , pruritus), dan kualitas tidur yang buruk semua faktor yang terkait dengan gejala depresi

Erdenen et al. (2010) juga mengatakan bahwa kecemasan dan depresi ditemukan lebih sering pada pasien hemodialisis ditemukan juga bahwa status perkawinan, pendidikan rendah, pengangguran dan penghasilan rendah secara signifikan lebih tinggi pada kelompok pasien. Tingkat kecemasan dan depresi secara signifikan lebih tinggi pada perempuan dari pada laki-laki.

Menurut Jordanova1 dan Polenakovic (2013) hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya insiden depresi pada pasien hemodialisis dengan tingkat depresi yang bervariasi yaitu minimal depresi 21,43%, depresi ringan 35,71%, depresi sedang 17,85%, dan depresi berat 14,28%. Dalam penelitian ini ada hubungan antara depresi dengan usia dan tingkat pendidikan namun tidak ada hubungan antara lamanya dialisis dengan depresi.

2.2.3. Gejala Depresi

(9)

kegembiraan; (2) gejala kognitif, meliputi harapan-harapan yang negatif, menyalahkan serta mengkritik diri sendiri, tidak dapat membuat keputusan, distorsi “body image” atau anggapan bahwa dirinya tidak menarik; (3) gejala motivasional, meliputi menurunnya minat dan motivasi terhadap aktivitas, ada dorongan untuk mengundurkan diri dari suatu kegiatan, lebih suka bersikap pasif dan ada kecenderungan untuk bergantung, hilangnya motivasi juga berhubungan dengan keinginan untuk menjauh dari tanggung jawab dan kesulitan yang harus dihadapi; (4) gejala vegetatif-fisik, meliputi kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, mudah merasa lelah, dan tidak ada nafsu seksual (libido).

Penelitian Cengic dan Resic (2010) menunjukkan bahwa tingginya kejadian depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis di Sarajevo 51% dengan berbagai derajat yaitu depresi ringan 30%, depresi sedang 8,5%, dan 12,5% depresi berat. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa gejala yang paling mendominasi dari depresi adalah gejala somatik 55,5% seperti kehilangan energi, kelelahan, gangguan tidur, dan disfungsi seksual, namun gejala psikologis juga muncul seperti anhedonia, pesimis, harga diri rendah, kecemasan, kebimbangan, mudah tersinggung, perasaaan bersalah, merasa gagal, kurang konsentrasi, dan bunuh diri, juga muncul perilaku seperti : menarik diri dari lingkngan, sering menangis, menyebabkan kondisi kesehatan menurun dan kualitas hidup yang lebih rendah. Data sosio demografi seperti jenis kelamin,

(10)

juga meningkat namun kualitas hidup menurun, pasien yang bekerja telah menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik dengan tingkat depresi yang lebih rendah, begitu juga dengan tingkat pendidikan tinggi kualitas hidup meningkat dan depresi menurun, pasien yang menjalani hemodialisis pada tahun pertama lebih tertekan dan memiliki kesehatan mental yang secara signifikan lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang sudah menjalani hemodialisis lebih dari tiga tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan tingginya prevalensi gejala depresi antara kelompok studi yang berhubungan dengan kecendrungan kualitas hidup yang buruk.

Penelitian Jordanoval dan Polenakovic (2013) juga menunjukkan bahwa karakteristik psikologis pasien yang depresi adalah hipersensitivitas, mood depresi, masalah interpersonal, menarik diri dari lingkungan, kurang komunikasi sosial,dan agresif pasif.

2.2.4 Depresi Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis

Menurut penelitian Andrade dan Sesso (2012) mengatakan bahwa persentase depresi terjadi lebih tinggi pada pasien yang menjalani hemodialisis juga menunjukkan bahwa pada pasien hemodialisis yang mengalami depresi memiliki penyakit penyerta lebih tinggi dan hasil laboratorium berubah lebih besar dari pada pasien gagal ginjal kronik dibawah pengobatan konservatif, depresi dapat berhubungan dengan pendapatan, pengangguran, penyakit penyerta (jantung) dan kemampuan fungsional.

(11)

perempuan, pengangguran, penyakit penyerta (diabetes, hipoalbuminemia, gagal jantung , pruritus), dan kualitas tidur yang buruk semua faktor terkait dengan gejala depresi.

Menurut Rai, Rustagi, Rustagi, dan Kohli1 (2011) mengatakan bahwa tingginya prevalensi depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis yaitu 47,8%, dalam penelitian ini juga mengatakan ada hubungan antara depresi dengan gangguan tidur, insomnia 60,9%, resiko sleep apnea 24,6%, depresi lebih tinggi pada pasien yang berusia tua, pendapatan rendah, pengangguran dan depresi lebih tinggi pd pasien yg menjalani hemodialisis lebih dari 1 tahun. Dalam studi ini juga mengatakan tidak ada perbedaan gender dengan depresi

2.2.5 Skala Penilaian Depresi

Skala penilaian gejala depresi tidak cukup untuk menentukan diagnosis depresi, tetapi dapat membantu mengidentifikasi individu yang mempunyai gejala depresi. Skala penilaian depresi Hamilton Rating Scale for Depression (HRSD-17) merupakan salah satu dari berbagai instrumen untuk menilai ada depresi atau tidak depresi (Bornivelli et al., 2012; Garcia et al., 2010; Gencoz et al., 2007; Hamilton, 1960).

(12)

bunuh diri; (4) gangguan pola tidur (initial insomnia); (5) gangguan pola tidur (middle insomnia); (6) gangguan pola tidur (Late insomnia); (7) pekerjaan dan kegiatan-kegiatan; (8) retardasi psikomotor; (9) kegelisahan (Agitasi) ringan; (10) kecemasan (ansietas somatik); (11) kecemasan (Ansietas psikis); (12) gejala somatik (pencernaan); (13) gejala somatik (Umum); (14) gejala genital; (15) hipokondriasis (terlalu cemas mengenai kesehatannya); (16) kehilangan berat badan; (17) penglihatan diri (Insigh).

Penilaian masing-masing gejala depresi adalah sebagai berikut untuk item pernyaatan yang jumlah pilihannya 5 maka penilaiannya: 0 : tidak ada, 1: ringan, 2-3: sedang, 4: berat, sedangkan untuk item pernyataan yang jumlah pilihan 3 maka penilaiannya: 0 tidak ada, 1 sedikit atau ragu-ragu, 2 jelas (Hamilton,1960). Untuk penilaian skor Hamilton depression rating scale yaitu normal/tidak ada depresi : 0-6, depresi ringan: 7-17, depresi sedang: 18-24, depresi Berat: >24 (Bornivelli et al., 2012; Garcia et al., 2010; Hamilton,1960).

2.2.6 Dampak Depresi Pada Pasien Hemodialisis

(13)

mengatakan bahwa depresi merupakan kondisi yang umum pada pasien yang menjalani hemodialisis, prevalensi untuk diagnosis depresi berkisar antara 15-27%, gejala depresi 17-65%, depresi dapat berdampak pada emosional, kesehatan mental, fungsi sosial yang dapat memperburuk kondisi kesehatan pasien bahkan berdampak pada kualitas hidup yang lebih rendah.

Hasil penelitian Keskin dan Engin (2011) menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara depresi dengan perilaku bunuh diri, antara usia pasien dan depresi, depresi dan bunuh diri meningkat pada status pendidikan yang lebih rendah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis sering mengalami depresi, keinginan bunuh diri meningkat apabila mengalami tingkat depresi yang parah dan bertambahnya usia pada pasien gagal ginjal kronis, oleh karena itu dipandang perlu untuk pasien dialisis berada dibawah evaluasi psikiatri dan hal ini peran perawat dialisis sangat penting mengevaluasi kondisi psikososial pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisi untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, untuk keberhasilan perawat harus melakukan perawatan yang holistik sehingga perawat mampu menilai depresi dan strategi mengatasi bunuh diri.

(14)

yang lebih tinggi, kualitas hidup yang lebih buruk, dan keinginan bunuh diri yang lebih besar.

Bornivelli et al. (2012) mengatakan bahwa depresi merupakan gangguan umum yang sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis, penelitian ini juga menemukan bahwa ada hubungan antara depresi dengan parameter laboratorium dan gangguan tidur, pada pasien hemodialisis yang mengalami depresi menyebabkan kadar hemoglobin rendah dan Protein C-Reactive (CRP) lebih tinggi serta menyebabkan gangguan tidur. Dalam penelitian Micozkadioglu et al. (2006) juga mengatakan bahwa pasien hemodialisis yang mengalami depresi dapat menyebabkan terjadi sindroma malnutrisi-inflamasi yang lebih tinggi. Hal yang sama juga ditemukan Kalender et al. (2007) bahwa pasien yang mengalami depresi memiliki hemoglobin rendah, kadar albumin serum yang lebih rendah, dan tingkat CRP yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tidak depresi.

(15)

bahwa bukan hanya perempuan, pasien pria juga mengalami gangguan disfungsi seksual atau gangguan ereksi.

Menurut teori Maslow ada lima kebutuhan dasar salah satunya adalah kebutuhan seksual ini merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi dan apabila kebutuhan seksual ini tidak terpenuhi semestinya maka akan terjadi suatu penyimpangan seksual (Potter & Perry, 2005).

Kimmel (2006) mengatakan dampak depresi pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis adalah Gangguan tidur. Penduduk USA yang mengalami cronic kidney disease (CKD) menderita gangguan tidur sangat tinggi sampai 80% dapat menimbulkan masalah yang serius pada kesehatan pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian Wuryanto dkk. (2012) Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis mengalami berbagai macam stressor fisik, psikis, maupun sosial sehingga rentan terhadap munculnya gejala depresi, gejala depresi dan berbagai kondisi yang terkait terapi hemodialisis dapat menyebabkan terjadinya gangguan tidur yang mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Dalam penelitian Pai et al. (2007) juga mengatakan bahwa depresi dapat menyebabkan insomnia dan anemia pada pasien yang menjalani hemodialisis sehingga akan memperburuk kondisi kesehatan pasien.

(16)

kesulitan berkonsentrasi, kemunduran performa umum, fisik terasa lemah, kehilangan mood, penurunan libido, menjadi lebih peka terhadap sesuatu yang mengganggu suasan hati, halusinasi, paranoid dan bangkitan kejang. Menonjolnya efek psikologis mengisyaratkan bahwa tidur secara spesifik memperbaiki fungsi otak (Puri, 2011).

2.2.7 Peran Perawat di Unit Hemodialisis

Merujuk pada definisi sehat yang dikeluarkan oleh WHO, maka dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, pelayanan kesehatan dituntut untuk dapat memfasilitasi pasien agar mendapatkan kondisi kesehatan yang optimal. Perawat sebagai bagian yang integral dari tim pelayanan kesehatan sangat berperan dalam mengupayakan terwujudnya kondisi kesehatan yang optimal bagi pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis dengan cara memberikan asuhan keperawatan yang bersifat komprehensif dan holistik yang meliputi bio-psiko-sosio dan spiritual (Potter & Perry, 2005). Artinya, dalam upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien, perawat tidak hanya berfokus pada penanganan masalah fisik saja namun juga berperan dalam mencegah dan menangani masalah psikososial khususnya depresi yang menjadi masalah terbesar pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis yang dapat menurunkan kondisi kesehatan pasien.

(17)

sumber-sumber pendukung, melakukan pendampingan dan mempertahankan hubungan yang sering dengan pasien sehingga pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan, menunjukkan rasa menghargai dan menerima pasien tersebut, memberikan pujian pada setiap hal yang positif yang dilakukan pasien dalam menjalani perawatan. Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk konseling psikiatri (Doenges, Townsend, & Moorhouse, 2006).

(18)

2.3.Dukungan Sosial

2.3.1.Definisi Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (2006) bahwa dukungan sosial mengacu pada persepsi akan kenyamanan, kepedulian, penghargaan atau bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok dalam masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa dukungan sosial adalah bantuan yang didapat individu dari orang lain atau kelompok, baik yang berupa bantuan materi maupun non materi, yang dapat menimbulkan perasaan nyaman secara fisik dan psikologis bagi individu yang bersangkutan. Taylor (1995) menjelaskan bahwa dukungan sosial akan lebih berarti bagi seseorang apabila diberikan oleh orang-orang yang memiliki hubungan signifikan dengan individu yang bersangkutan, dengan kata lain, dukungan tersebut diperoleh dari keluarga seperti: orang tua, pasangan (suami atau istri), anak dan kerabat keluarga lainnya.

Menurut Tell et al. (1995) menemukan bahwa pasien hemodialisis berkulit putih maupun hitam yang mendapat dukungan sosial tinggi dapat meningkatkan tingkat fungsional, lebih puas dengan kehidupan, memiliki perasaan lebih baik tentang kehidupan, dibandingkan pada pasien yang dukungan sosial yang dirasakan rendah dimana peran dukungan sosial sebagai faktor dalam meningkatkan kualitas kesehatan.

(19)

dan psikologis yang dapat meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidup pasien.

Menurut Chuluq dkk. (2011) menunjukkan bahwa pasien yang mendapat dukungan sosial baik mengalami depresi ringan hal ini merupakan ada korelasi antara kedua variabel tersebut dan tanda negatif menunjukkan bahwa bentuk hubungan kedua variabel tersebut adalah berbanding terbalik yaitu semakin tinggi dukungan keluarga yang diberikan maka semakin rendah atau ringan tingkat depresi yang dialami pasien.

Micozkadioglu et al. (2006) mengatakan bahwa banyak pasien hemodialisis mengalami depresi, pasien yang berdampak depresi memiliki sindrom malnutrisi-inflamasi lebih tinggi dan dukungan sosial lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak berdampak depresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sindrom malnutrisi-inflamasi dan dukungan sosial merupakan prediksi yang paling kuat mempengaruhi depresi pada pasien hemodialisis

2.3.2 Komponen Dukungan Sosial

(20)

seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang lain; (2) dukungan penghargaan (Appraisal Support) adalah suatu penilaian positif terhadap individu. Dukungan tersebut berupa pemberian penghargaan ataupun memberi atas usaha yang telah dilakukan, memberikan umpan balik mengenai hasil atau prestasinya serta memperkuat dan meninggikan perasaan harga diri dan kepercayaan akan kesembuhan individu tersebut. Bentuk dukungan ini bertujuan untuk membangkitkan perasaan berharga atas diri sendiri, kompeten dan bermakna; (3) dukungan instrumental (Instrumental Support) adalah bentuk dukungan langsung yang diwujudkan dalam bentuk bantuan material atau jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah secara praktis. Contoh dukungan ini seperti pinjaman atau sumbangan uang atau benda dari orang lain yang merupakan bantuan nyata berupa materi atau jasa; (4) dukungan informasi (Informational Support) adalah suatu dukungan dan bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam bentuk memberikan saran, nasehat, penghargaan, bimbingan/ pemberian feedback atau umpan balik dan memberikan informasi penting yang dibutuhkan pasien dalam upaya meningkatkan status kesehatannya.

(21)

positif antara dukungan sosial dengan kelangsungan hidup pasien yang menjalani hemodialisis.

Menurut penelitian Rafii, Rambod dan Hosseini (2009) hasil penelitian ditemukan bahwa di Iran sebagian besar pasien gagal ginjal kronik menerima dukungan sosial yang tinggi (64,9%). Dalam penelitian ini juga mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan status kesehatan pasien.

Tezel, Karaburutlu, dan Sahin (2011) mengatakan bahwa pasien Turki yang menjalani hemodialisis mengalami depresi, namun pasien yang tidak mendapat dukungan sosial memiliki skor depresi yang lebih tinggi, menunjukkan bahwa orang yang memiliki tekanan dalam kehidupan mencari dukungan sosial, dukungan sosial informasi sangat penting untuk kesehatan dan kesejahteraan pasien selama masa-masa sulit.

2.3.3 Sumber-Sumber Dukungan Sosial

(22)

Dukungan keluarga sangat berperan dalam menjaga atau mempertahankan integritas seseorang baik fisik maupun psikologis. Menurut Taylor (2006) mengatakan bahwa orang yang berada dalam keadaan stres akan mencari dukungan sosial dari orang lain sehingga dengan adanya dukungan tersebut maka diharapkan dapat mengurangi tingkat stres maupun depresi. Selain berperan dalam melindungi seseorang terhadap sumber stres, dukungan keluarga juga memberikan pengaruh positif terhadap kondisi kesehatan seseorang. Seseorang dengan dukungan keluarga yang tinggi akan dapat mengatasi stresnya dengan lebih baik. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang berhubungan paling dekat dengan pasien.

Keluarga menjadi unsur penting dalam kehidupan seseorang karena keluarga merupakan sistem yang didalamnya terdapat anggota-anggota keluarga yang saling berhubungan dan saling ketergantungan dalam memberikan dukungan, kasih sayang, rasa aman, perhatian, yang secara harmonis menjalankan perannya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Selain keluarga, sahabat atau teman juga dapat dijadikan sebagai pemberi dukungan memang berada setelah anggota keluarga, namun hal ini tidak berarti bahwa dukungan sosial dari sahabat atau teman kurang bermanfaat.

(23)

Penelitian Karadag, Kilic dan Metin (2013) didapatkan bahwa rata-rata pasien hemodialisis yang mendapat dukungan dari pasangan ( suami/istri) yang tinggal bersama ditemukan secara signifikan lebih tinggi dari pada mereka yang tidak mempunyai pasangan hidup. Dalam penelitian ini juga dikatakan bahwa pasangan dan keluarga adalah orang yang paling penting dalam memberikan dukungan emosional kepada pasien, dimana pasien yang menjalani hemodialisis mengalami masalah-masalah seperti perubahan gaya hidup dan peran.

(24)

dukungan tergantung pada kapasitas pemberi dukungan untuk memberikan dukungan selama suatu periode tertentu.

Hal ini didukung oleh penelitian Gencoz dan Astan (2006) mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara adanya dukungan sosial yang dirasakan dengan kepuasan menerima dukungan sosial, dalam penelitian ini juga mengatakan bahwa ketersediaan dukungan sosial dapat mengurangi gejala depresi pada pasien hemodialisis.

2.3.5 Manfaat Dukungan Sosial

Manfaat dukungan sosial dapat dilihat dari tiga dimensi yaitu dimensi emotional support yaitu memberikan kenyamanan fisik dan psikologis, perhatian, penghargaan kepada individu, dimensi Cognitive support yaitu mendapatkan informasi, pengetahuan dan nasehat, dimensi material support yaitu mendapatkan bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang dalam mengatasi masalah (Sarafino, 2006). Orang yang berada dalam keadaan stres akan mencari dukungan sosial dari orang lain sehingga dengan adanya dukungan tersebut maka diharapkan dapat mengurangi tingkat stres dan depresi. Selain berperan dalam melindungi seseorang terhadap stres, dukungan sosial juga memberikan pengaruh positif terhadap kondisi kesehatan seseorang (Taylor, 2006).

(25)

sehingga pasien dihargai akhirnya meningkatkan harga diri dan kesehatan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodilisis.

2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada penelitian ini berdasarkan dari tinjauan pustaka tentang: 1) dukungan sosial, 2) tingkat depresi. Selanjutnya kerangka konsep dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.4.1 Dukungan sosial

Penelitian ini menggunakan konsep Cohen karena menguraikan tentang komponen dari dukungan sosial yang sangat relevan dengan penelitian ini. Menurut Cohen komponen dukungan sosial terdiri dari empat macam yaitu : (1) dukungan emosional; (2) dukungan penghargaan/ appraisal; (3) dukungan instrumental; (4) dukungan informasional.

2.4.2 Depresi

Penelitian ini menggunakan konsep Hamilton (1960). Konsep ini untuk menilai ada atau tidak depresi, depresi ringan, sedang dan depresi berat, dan gejala depresi yang muncul berupa suasana hati depresi, perasaan bersalah, tidak berguna, ide bunuh diri, insomnia, agitasi atau retardasi, kecemasan, penurunan berat badan, dan gejala somatik.

(26)

Skema 2.1 Kerangka konsep penelitian Dukungan Sosial :

-Dukungan emosional : mengekspresikan melalui perasaan positif yang berwujud empati, perhatian dan kepedulian terhadap individu

-Dukungan penghargaan/appraisal : memberikan penilaian positif terhadap individu, penghargaan, umpan balik dan meningkatkan harga diri individu. -Dukungan instrumental : memberikan

bantuan langsung baik materi maupun jasa. -Dukungan informasional : memberikan

saran, nasehat,bimbingan dan informasi.

Tingkat Depresi :

Gambar

Tabel 2.1 Komplikasi Akut Hemodialisis

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan kapang diamati dengan pengamatan hari tumbuhnya kapang pada produk setelah pemaparan di pasar dan jenis kapang yang tumbuh pada produk.. Rempah yang

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya: (1) pengaruh Pemanfaatan Internet terhadap Prestasi Belajar Kearsipan Siswa kelas X Kompetensi

Tabel 4.6 : Hasil Uji Statistik Sebelum dan Setelah Pemberian Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Keluarga Pasien Yang Anaknya Dirawat Di Ruang

Untuk menangani persoalan kredit macet ini, Kopdit Mekar Sai menerapkan standar prosedur hukum penanganan pinjaman bermasalah/macet.Namun sebelum standar prosedur

Populasi penelitian adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak yang berusia 6 bulan dibawah 1 tahun yang diberikan ASI Ekslusif yang tinggal dengan mertua dan

ENDYK MUHAMMAD ASROR... ENDYK

Kesimpulan yang diperoleh yaitu bahwa rata-rata return portofolio saham berukuran kecil tidak lebih tinggi dibandingkan portofolio saham berukuran besar baik dengan