• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komitmen Global Promkes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komitmen Global Promkes"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

KATA PENGANTAR

Promosi Kesehatan menurut Piagam Ottawa diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk meningkatkan dan mengontrol derajat kesehatannya, baik secara individu, kelompok maupun masyarakat.

Piagam tersebut telah menjadi tonggak perjalanan (milestone) percepatan pembangunan kesehatan di seluruh dunia yang merespon upaya kesehatan melalui pendekatan perilaku dan pemberdayaan masyarakat. Lima strategi yang direkomendasikan dalam piagam tersebut terjalin efektif untuk meningkatkan peran serta aktif masyarakat dan lembaga dalam peningkatan derajat kesehatan.

Lima strategi yang direkomendasikan dalam Piagam Ottawa (1986) yang mengambil tema Menuju Kesehatan Masyarakat Baru (The Move Towards a New Public Health) merumuskan makna/arti dari gerakan kegiatan promosi kesehatan yang meliputi :

1. Mengembangkan Kebijakan Publik Berwawasan Sehat (Build Healthy Public Policy) 2. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung ( Supportive Environment )

3. Memperkuat Gerakan Masyarakat (Strengthening Community Action ) 4. Pengembangan Ketrampilan Perorangan ( Develop Personal Skill ) 5. Reorientasi Sistem Pelayanan Kesehatan ( Reorient Health Services )

Konferensi selanjutnya di Adelaide, Australia, 1988 dengan rekomendasi mengembangkan Kebijakan Pembangunan Berwawasan Sehat (Build Healthy Public Policy); di Sundvall, Swedia, 1991 menghasilkan Pernyataan “Supportive Environment for Health” ; di Jakarta, Indonesia 1997 dengan Deklarasi “New Players for the New Era” ; di Mexico City, 2000 dengan kesepakatan “Bridging the Equity Gap” ; di Bangkok, Thailand, 2005 dengan Piagam “Health Promotion in the Globalized World “; di Nairobi, Kenya, 2009 dengan Kesepakatan “Promoting Health and Development : Closing the Implementation Gap” yang ditutup dengan pernyataan “Nairobi Call to Action” .

Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada tim penyusun dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yaitu : Prof. DR. Soekidjo Notoatmodjo, DR. Tri Krianto, Drs. Anwar Hasan, MA dan dr. Zulazmi Mamdy, MPH. Terima kasih yang setulusnya kepada Ibu Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH dan Bapak dr. Sjafii Ahmad, MPH (Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI) yang banyak memberikan dukungan. Juga kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi sehingga buku ini dapat diselesaikan. KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT PROMOSI

(3)

ii PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

Semoga buku ini dapat bermanfaat dalam upaya memajukan Promosi Kesehatan di Indonesia. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

Terima Kasih.

Jakarta, 12 November 2009

Kepala Pusat Promosi Kesehatan

Dr. Abidinsyah Siregar, DHSM,M.Kes

(4)

iii PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

KATA PENGANTAR

Buku Promosi Kesehatan: Komitmen Global, Dari Ottawa-Jakarta-Nairobi merupakan kumpulan hasil Konferensi Internasional Promosi Kesehatan, dari yang pertama di Ottawa-Kanada sampai yang ketujuh di Nairobi-Kenya. Konferensi yang ke-4 di Jakarta sengaja dicantumkan dalam judul buku ini, sekedar untuk mengingatkan kepada kita, terutama para generasi muda, praktisi dan akademisi Promosi Kesehatan bahwa kota Jakarta pernah dijadikan tempat penyelenggaraan “event” internasional yang sangat penting ini. Hasil konferensi internasional Promosi Kesehatan ini dituangkan dalam bentuk, piagam, deklarasi, pernyataan, atau kesepakatan.

Secara kronologis tempat penyelenggaraan konferensi Internasional Promosi Kesehatan berturut-turut adalah: Ottawa-Kanada (pertama), Adelaide-Australia (ke dua), Sundsvall-Swedia (ke tiga), Jakarta-Indonesia (ke empat), Kota Meksiko-Meksiko (ke lima), Bangkok-Thailand (ke enam), dan Nairobi-Kenya (ke tujuh). Buku ini, di samping menyajikan setiap hasil konferensi dalam berbagai bentuk seperti tersebut di atas, juga dilengkapi pembahasan terhadap hasil-hasil setiap konferensi serta rangkuman perjalanan konferensi global, sehingga membentuk pilar-pilar Promosi Kesehatan.

Buku ini disusun atas kerjasama Pusat Promosi Kesehatan, Departemen Kesehatan RI dengan Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku (PKIP) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI). Harapan kami buku ini menjadi referensi atau acuan bagi para praktisi Promosi Kesehatan di lapangan, dan juga bagi para akademisi dalam mengembangkan konsep promosi kesehatan sejalan dengan komitmen global promosi kesehatan.

Terima kasih kepada Pusat Promosi Kesehatan, R.I, yang telah memberikan kepercayaan kepada para penulis buku ini.

Jakarta, 12 November 2009

Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo, M.CommH DR. Dr. Tri Krianto, M.Sc

Drs. Anwar Hassan, M.Sc Dr. Zulazmi Mamdy, MPH

(5)
(6)

v PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

SAMBUTAN

SEKRETARIS JENDERAL

Paradigma sehat dalam era reformasi digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang lebih mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif disamping upaya kuratif dan rehabilitatif demi terwujudnya kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sehat dalam definisi WHO (1957), adalah suatu keadaan sejahtera sempurna fisik, mental, sosial, yang tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit dan kelemahan. Dalam Piagam Ottawa (1986) disebutkan bahwa sehat itu bukan tujuan hidup, namun merupakan alat untuk hidup produktif.

Agar upaya untuk mendapatkan hal tersebut bisa konsisten dan tumbuh secara bermakna dan capaian program-program menjadi semakin kuat dan pasti, sesuai yang telah disepakati di dalam Piagam Ottawa, Piagam Jakarta, dan Kesepakatan Nairobi, maka semua pengelola program maupun pembuat kebijakan perlu memahami pendekatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Patut disyukuri perkembangan Promosi Kesehatan di Indonesia selalu mengikuti perkembangan di dunia global dan disesuaikan dengan struktur sosial, budaya, dan kebutuhan lokal spesifik bangsa Indonesia. Promosi Kesehatan juga merupakan proses pemberdayaan individu dan masyarakat agar mampu mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya.

Buku Promosi Kesehatan; Komitmen Global dari Ottawa-Jakarta-Nairobi Menuju

Rakyat Sehat, akan memberikan pemahaman yang semakin baik sekaligus optimisme

kita di dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini sebagai bukti keberadaan Promosi Kesehatan diakui di dunia global begitupun di Indonesia.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Ibu dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH,Dr.PH, sangat menekankan agar perhatian dalam pendekatan promotif dan preventif semakin ditingkatkan disamping pendekatan kuratif dan rehabilitatif.

(7)

vi PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

Kepada Pusat Promosi Kesehatan beserta para penggagas, kontributor dan editor, saya menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas karya besar ini, semoga bermanfaat bagi peningkatan kualitas Pembangunan Kesehatan.

Jakarta, 12 November 2009

Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI

dr. H.Sjafii Ahmad, MPH

(8)

vii PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

SAMBUTAN

MENTERI KESEHATAN RI

Assalamualaikum wr. wb.,

Indonesia sebagai bagian dari dunia tentu mengikuti berbagai perkembangan, aturan dan kesepakatan yang bersifat mengikat maupun yang tidak mengikat, seperti kesepakatan MDGs (Millenium Development Goals) dan Primary Health Care termasuk promosi kesehatan.

Sejak Konferensi Alma Ata tahun 1978 yang menghasilkan deklarasi pelayanan kesehatan dasar, promosi kesehatan (dulu dipakai istilah pendidikan kesehatan) diakui sangat penting peranannya dalam mencapai “kesehatan untuk semua” (Health for All). Dengan demikian, promosi kesehatan menjadi bagian penting dan tidak dapat dipisahkan (bagian integral) dari program-program kesehatan; yang keberadaannya harus didukung dan dioptimalkan untuk mencapai perubahan perilaku dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Saya menyambut baik diterbitkannya buku ini yang dapat digunakan oleh berbagai pihak, termasuk para penentu kebijakan, praktisi promosi kesehatan, para akademisi (dosen dan mahasiswa), sebagai bahan acuan dan referensi dalam mengembangkan promosi kesehatan di Indonesia sebagai salah satu upaya mewujudkan kesehatan untuk semua seperti yang diamanatkan oleh Konferensi Alma Ata.

Saya sangat menghargai upaya para penyusun yang telah berusaha mengumpulkan hasil–hasil Konferensi Internasional Promosi Kesehatan sekaligus melengkapi materinya terkait dengan hasil-hasil kesepakatan dunia dalam promosi kesehatan.

Kepada pemrakarsa yaitu Pusat Promosi Kesehatan beserta seluruh kontributor, saya mengucapkan terima kasih atas diterbitkannya buku ini.

Wassalaamualaikum warahamatullaahi wabarakatuh

Jakarta, 12 November 2009

Menteri Kesehatan RI

dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH,DR.PH

SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN RI

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

(9)

viii PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

(10)

ix PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar Kepala Pusat Promosi ... i

Kata Pengantar Penulis ... iii

Sambutan Sekretaris Jenderal ... v

Sambutan Menteri Kesehatan RI ... vii

Daftar Isi ... ix

Bab 1 Pendahuluan : Alma Ata ke Ottawa ... 1

Bab 2 Piagam Ottawa : Gerakan Menuju Kesehatan Masyarakat Baru ... 17

Bab 3 Rekomendasi Adelaide : Membangun Kebijakan Publik Berwawasan Kesehatan ... 33

Bab 4 Pernyataan Sundsvall : Menciptakan Lingkungan Yang Mendukung ... 53

Bab 5 Deklarasi Jakarta : Pemeran baru di Era Baru ... 71

Bab 6 Kesepakatan Meksiko : Menjembatani Kesenjangan Pemerataan ... 87

Bab 7 Piagam Bangkok : Promosi Kesehatan Dalam Globalisasi ... 101

Bab 8 Kesepakatan Nairobi : Meningkatkan Kesehatan dan Pembangunan, Menghapus Kesenjangan Pelaksanaan ... 117

Bab 9 Dari Ottawa Sampai Nairobi : Pilar-Pilar Promosi Kesehatan ... 129

Daftar Pustaka ... 143

(11)
(12)
(13)
(14)

3 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI PENDAHULUAN ALMA ATA KE OTTAWA

BAB 1

PENDAHULUAN

ALMA ATA KE OTTAWA

KESEHATAN DAN HAK AZASI MANUSIA

Pembangunan bangsa pada prinsipnya bertujuan untuk memenuhi hak-hak azasi warga negaranya dalam mencapai kesejahteraan, termasuk hak azasi kesehatan. Deklarasi Hak Azasi Manusia PBB menyatakan: “Everyone has right to standard of living adequate for health and well being of himself and his family, including food, clothing, housing and medical care”. Deklarasi ini jelas menyebutkan bahwa setiap orang atau warga dari suatu bangsa mempunyai hak yang sama dalam memproleh standar hidup yang layak untuk kesehatannya, yakni sekurang-kurangnya makanan dan minuman, pakaian, dan tempat tinggal atau “pangan”, “sandang” dan “papan” dan pelayanan kesehatan.

Lebih lanjut, deklarasi tersebut dipertegas dalam Konstitusi WHO tahun 1946 tentang hak azasi kesehatan bagi setiap orang atau warga bangsa, sebagai berikut:

a. Hak atas informasi kesehatan b. Hak atas privasi

c. Hak untuk menikmati teknologi kesehatan d. Hak atas ketersediaan makanan dan gizi

e. Hak untuk mencapai jaminan standar hidup optimal f. Hak atas jaminan sosial

Hak azasi manusia terkait dengan pelayanan kesehatan ini juga telah ditindak lanjuti dan dirumuskan dalam Deklarasi Alma Ata tahun 1978, tentang Primary Health Care.

DEKLARASI ALMA ATA

Deklarasi Alma Ata tahun 1978 merupakan bentuk kesepakatan bersama antara 140 negara (termasuk Indonesia), adalah merupakan hasil Konferensi Internasional Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care) di kota Alma Ata, negara Kazahstan (sebelumnya merupakan bagian dari Uni Soviet). Konferensi Internasional “Primary Health Care” ini disponsori oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi PBB untuk Anak (Unicef). Isi pokok dari deklarasi ini, bahwa Pelayanan Kesehatan Primer (Dasar) adalah merupakan strategi utama untuk pencapaian kesehatan untuk semua (health for all), sebagai bentuk perwujudan hak azasi manusia. Deklarasi Alma Ata ini selanjutnya terkenal dengan: Kesehatan semua untuk tahun 2000 atau “Health for all by the year 2000”. Bentuk

(15)

4 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

PENDAHULUAN ALMA ATA KE OTTAWA

opersional dalam mencapai kesehatan untuk semua (kesuma) tahun 2000 di Indonesia adalah “PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa). Meskipun sebenarnya di Indonesia “cikal bakal” atau “embrio” PKMD sudah berkembang sejak tahun 1970 an, di Solo dan Banjarnegara yang diprakarsai oleh Yakkum, dalam bentuk dana sehat, pos obat desa, arisan rumah sehat, dan sebagainya.

Deklarasi Alma Ata juga menyebutkan bahwa untuk mencapai kesehatan untuk semua tahun 2000 adalah melalui Pelayanan Kesehatan Dasar, yang sekurang-kurangnya mencakup 8 pelayanan dasar, yakni:

a. Pendidikan kesehatan (health education)

b. Peningkatan penyediaan makanan dan gizi (promotions of food supplies and proper nutrition)

c. Penyediaan air bersih yang cukup dan sanitasi dasar (adequate supply of safe water and basic sanitation)

d. Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana (maternal and child care, including family planning)

e. Imunisasi (immunization against the major infectious diseases)

f. Pencegahan dan pemberantasan penyakit endemik (prevention and control of locally endemic diseases)

g. Pengobatan penyakit-penyakit umum (appropriate treatment of common diseases and injuries)

h. Penyediaan obat esensial (provision essential drugs)

Dari 8 pelayanan kesehatan dasar tersebut diatas, pendidikan kesehatan (sekarang promosi kesehatan) ditempatkan pada urutan pertama.

Ini berarti bahwa sejak konfrensi Alma Ata tahun 1978, para delegasi 140 negara tersebut telah mengakui betapa pentingnya peran promosi kesehatan dalam mencapai kesehatan untuk semua. Oleh sebab itu dalam Konferensi Internasional Promosi Kesehatan yang pertama di Ottawa, yang menghasilkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter) ini, Deklarasi Alma Ata dijadikan dasar pijakannya. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Piagam Ottawa yang menyebutkan: “The first International Conference on Health Promotion, meeting in Ottawa this 21st day of November 1986, hereby present this charter for action to achieve Health for All by the year 2000 and beyond”.

Dalam pernyataan ini tersirat bahwa para delegasi atau peserta dari semua negara, melalui piagam atau “charter” tersebut bersepakat untuk melanjutkan pencapaian “Sehat untuk semua” tahun 2000 dan sesudahnya, seperti yang telah dideklarasikan dalam piagam Alma Ata. Hal tersebut adalah merupakan bentuk komitment semua negara untuk melanjutkan terwujudnya kesehatan untuk semua (health for all) melalui promosi kesehatan. Lebih jelas lagi dalam pendahuluan Piagam Ottawa juga disebutkan: “……It built on the progress made through the Declaration on Primary Health Care at Alma Ata, the World Organization’s target for Health for All the World Organization’s target for Health for All document, and the recent debate the World Assembly on intersectoral action for health”.

(16)

5 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI PENDAHULUAN ALMA ATA KE OTTAWA

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah promosi kesehatan pada akhir abad ke 20 dan awal abad ke 21 yang dimulai dengan Konfrensi Internasional Promosi Kesehatan yang pertama di Ottawa, Canada ini tidak terlepas dari Deklarasai Alma Ata.

KESEHATAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN MILLENIUM :

Kesepakatan global yang terdiri dari 189 negara termasuk Indonesia bertekad untuk menghapuskan kemiskinan, keterbelakangan dan ketertinggalan di dunia dalam era millenium. Kesepakatan global ini merumuskan target-target yang akan dicapai sampai dengan tahun 2015, yang dirumuskan dalam 8 “Tujuan Pembangunan Milenium” atau “Millenium Development Goals” yakni : (Biran Affandi, 2006)

1. Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan 2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua

3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan 4. Menurunkan angka kematian anak

5. Meningkatkan kesehatan ibu

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya 7. Menjamin keberlanjutan hidup

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Delapan tujuan pembangunan millenium tersebut sebenarnya sasaran akhirnya adalah pengembangan kualitas sumber daya manusia. Dari 8 target atau tujuan pembangunan millenium ini adalah merupakan sasaran antara pembangunan kualitas sumber daya manusia. Selanjutnya dari target-target dalam rangka mewujudkan kualitas SDM tersebut, 4 target diantaranya adalah berkaitan dengan sektor kesehatan. Dari kesepakatan global tentang pembangunan millenium tersebut dapat dilihat betapa pentingnya peran kesehatan dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia sebagai aset utama pembangunan suatu bangsa.

Pada akhir abad ke 20 terjadi pergeseran paradigma pembangunan, dari paradigma pembangunan ekonomi ke paradigma pembangunan baru, yakni paradigma pembangunan sumber daya manusia. Dalam paradigma pembangunan lama, ekonomi merupakan panglima pembangunan, dimana keberhasilan pembangunan ditentukan oleh perkembangan ekonomi yang diukur dari meningkatnya pendapatan per kapita. Dalam paradigma pembangunan baru, maka secara bersama-sama antara ekonomi, kesehatan, dan pendidikan merupakan penentu untuk mencapai kualitas sumber daya manusia. Selanjutnya kualitas sumber daya manusia merupakan indikator pembangungan bangsa. Namun demikian, apabila kita simak dari tujuan pembangunan millenium, kesehatan memegang posisi kunci.

Kelemahan apabila keberhasilan pembangunan diukur dengan menggunakan parameter ekonomi, khususnya pendapatan per kapita sebagai indikatornya, tidak akan mencerminkan pemerataan dan keadilan. Karena dengan tingginya pendapatan per kapita suatu bangsa, belum dijamin terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh anggota masyarakat.

(17)

6 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

Oleh sebab itu paradigma ekonomi ini oleh Program Pembangunan PBB (United Nation Development Programes) digeser ke paradigma baru yakni paradigma pembangunan sumber daya manusia. Dalam paradigma pembangunan Sumber Daya Manusia ini keberhasilan pembangunan tidak hanya diukur dari income per kapita, melainkan dengan menggunakan indeks kualitas sumber daya manusia atau “Human Development Index” (HDI).

Selanjutnya HDI ini ditentukan oleh 3 komponen utama, yakni pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Pendidikan diukur dari tinggi rendahnya rata-rata tingkat pendidikan penduduk, kesehatan diukur antara lain dari angka harapan hidup (life expectancy), Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu karena melahirkan, dan sebagainya. Sedangkan perkembangan ekonomi diukur dari income per kapita. Dengan menggunakan HDI, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) melakukan penelitian pada tahun 2002, dan hasilnya posisi Indonesia berada di peringkat 111 dari 177 negara anggota PBB. Di Asia Tenggara sendiri, kualitas SDM Indonesia berada di peringkat ke 6 dari 10 anggota Asean (Indonesia Health Profiles, 2005).

Melihat setiap komponen indeks kualitas SDM Indonesia dewasa ini, indikator bidang kesehatan antara lain angka harapan hidup rata-rata (life expectancy) bangsa Indonesia sudah mencapai 67,6 tahun, dibandingkan dengan Singapura yang paling tinggi angka harapan hidup diantara negara-negara Asean 78,0 tahun. Di bidang pendidikan angka melek huruf orang dewasa (adult literacy) adalah 87,9 %, dibandingkan angka melek huruf diantara negara Asean yang paling tinggi adalah Brunei Darusalam 93,9%. Sedangkan, penduduk yang telah memasuki sekolah rata-rata (attendance school rate) 65% dibandingkan dengan Singapura yang paling tinggi di negara-negara Asean 87%. Sedangkan di bidang ekonomi, produk domestik kasar (gross domestic product atau GDP) sebesar US$ 3.230 per tahun, dibandingkan dengan GDP Singapura US$ 24.040 per tahun yang paling tinggi diantara negara-negara Asean. Untuk mengetahui posisi HDI bangsa Indonesia diantara Negara-negera lain dapat dilihat tabel berikut :

HUMAN DEVELOPMENT INDEX (HDI) RANK

HDI RANK COUNTRIES LIFE LITERACY SCHOOL ANNUAL EXPECTANCY RATE ATTENDACE GDP(US$)

3 Australia 79,1 .. 99 28.260 9 Japan 81,5 .. 84 26,940 25 Singapura 78,0 92,5 87 24.040 33 Brunei 76,2 93,9 73 19.210 59 Malysia 73,0 88,7 70 9.120 76 Thailand 69,1 92,6 73 7.010 83 Philippines 69,8 92,6 81 4.170 111 Indonesia 66,6 87,9 65 3.230

Oleh sebab itu dalam rangka pembangunan Bangsa Indonesia dengan mengacu kepada paradigma pembangunan baru, maka 3 sektor tersebut, yaitu (pendidikan, kesehatan, dan ekonomi) harus memperoleh keseimbangan perhatian oleh pemerintah. Untuk PENDAHULUAN ALMA ATA KE OTTAWA

(18)

7 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

meningkatkan sumber daya manusia melalui sektor pendidikan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang dituangkan dalam UU, yakni dengan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari anggaran belanja negara, meskipun realisasi dari kebijakan ini masih jauh dari yang diharapkan. Sedangkan untuk meningkatkan peran sektor kesehatan dalam pembangunan bangsa adalah meningkatkan pelayanan kesehatan utamanya pelayanan preventif dan promotif, tanpa meninggalkan pelayanan kuratif dan rehabilitatif.

PARADIGMA BARU KESEHATAN

Kesehatan bukanlah “statis’, bukan sesuatu yang dikotomi sehat dan sakit, tetapi dinamis, progesif dan kontinum. Hal ini telah disadari oleh WHO, yang akhirnya pada tahun 1988 merumuskan kembali definisi kesehatan. Kemudian rumusan WHO tersebut diangkat dalam UU.No.23/1992 yakni:”Kesehatan atau sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif baik secara ekonomi maupun sosial”. Hal ini berarti bahwa kesehatan tidak hanya mempunyai dimensi fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga mencakup dimensi ekonomi. Artinya, meskipun seseorang secara fisik, mental dan sosial sehat, tetapi tidak produktif secara ekonomi atau sosial maka orang tersebut tidak sehat. Produktif secara ekonomi dapat diukur dari pekerjaan, sedangkan produktif secara sosial diukur dari kegiatan-kegiatan yang terkait dengan peningkatan kualitas hidup pribadinya sendiri atau orang lain atau masyarakat melalui aktivitas atau kegiatan-kegiatan positif.

Oleh sebab itu agar pelayanan kesehatan relevan dengan peningkatan derajat kesehatan bangsa perlu kebijakan-kebijakan baru dalam pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain paradigma pelayanan kesehatan harus diubah.

Orientasi pelayanan kesehatan harus digeser dari pelayanan kesehatan yang konvensional (paradigma sakit) ke pelayanan kesehatan yang sesuai dengan paradigma baru (paradigma sehat). Pelayanan Kesehatan Konvensional yang mempunyai karakteristik : (Konsursium Ilmu Kesehatan Indonesia, 2003)

a. Sehat dan sakit dipandang sebagai dua hal seperti “hitam” dan “putih” b. Pelayanan kesehatan diasosiasikan dengan pengobatan dan penyembuhan c. Pelayanan kesehatan diidentikkan dengan rumah sakit dan poliklinik

d. Tujuan pelayanan kesehatan untuk meringankan penderitaan dan menghidarkan dari kesakitan dan kematian

e. Tenaga pelayanan kesehatan utamanya dokter

f. Sasaran utama pelayanan kesehatan adalah individu yang sakit

Oleh sebab itu program-program pelayanan kesehatan hanya untuk kelangsungan hidup saja (Health Programs for Survival), dan harus digeser ke Pelayanan Kesehatan Paradigma Baru atau Paradigma Sehat, yang mempunyai karakteristik :

(19)

8 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

a. Sehat dan sakit bukan sesuatu yang hitam dan putih, sehat bukan berarti tidak sakit, dan sakit tidak berarti tidak sehat

b. Pelayanan kesehatan tidak hanya penyembuhan dan pemulihan, tetapi mencakup preventif dan promotif

c. Pelayanan kesehatan bukan hanya Rumah Sakit, dan Poliklinik

d. Tujuan pelayanan kesehatan utamanya peningkatan kesehatan (promotif), dan pencegahan penyakit (preventif)

e. Tenaga pelayanan kesehatan utamanya : untuk kesehatan masyarakat f. Sasaran utama pelayanan adalah kelompok atau masyarakat yang sehat.

Dari pergeseran paradigma pelayanan kesehatan ini maka program-program kesehatan diarahkan kepada pengembangan sumber daya manusia (Health Programs for Human Development).

Oleh sebab itu, indikator kesehatan juga harus dilihat dari perspektif “paradigma sehat”. Indikator kesehatan yang sesuai dengan paradigma sehat semestinya menggunakan indikator positif, bukan indikator negatif seperti yang selama ini digunakan. Indikator kesehatan harus digeser dari indikator negatif (kesakitan, cacat, kematian, dan sebagainya), ke indikator-indikator positif, antara lain :

a. Ada tidaknya kelainan patofisiologis

b. Kemampuan fisik, misal : aerobik, ketahanan dan kelenturan sesuai umur, kebugaran

c. Penilaian atas kesehatan sendiri

d. Ideks Masa Tubuh (IMT) atau BMI (Body Mass Index), dan sebagainya

Kesehatan adalah merupakan potensi dasar dan alami dari setiap individu yang sangat diperlukan pada awal kehidupan dan pertumbuhan manusia. Apabila seorang anak lahir dan berkembang dalam kondisi yang tak terpenuhinya unsur dasar tersebut akan menghambat pertumbuhan dan atau perkembangan fisik dan mental. Hal ini berarti mutu sumber daya manusia tersebut rendah. Dengan perkataan lain seseorang yang sejak di dalam kandungan sampai usia pertumbuhan dan perkembangannya dalam kondisi dan lingkungan yang tidak sehat, maka hasilnya kualitas SDM tersebut juga rendah (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Mengingat pentingnya posisi pembangunan kesehatan dalam pembangunan SDM suatu bangsa seperti yang telah dirumuskan dalam MDG’s, maka pembangunan kesehatan harus diarahkan untuk pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi dan atau sosial. Dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas ini peran promosi kesehatan sangat penting.

(20)

9 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

PERAN PROMOSI KESEHATAN

Sampai saat ini masih terjadi distorsi pemahaman promosi kesehatan. Promosi kesehatan masih dipahami semata-mata sebagai pengganti istilah Pendidikan Kesehatan. Secara institusional mungkin benar bahwa promosi kesehatan itu merupakan pengganti pendidikan atau penyuluhan kesehatan. Tetapi secara konsep berbeda, maka lebih baik dikatakan bahwa promosi kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan. Terminologi “promosi” dalam promosi kesehatan sekurang-kurangnya mengandung 4 pengertian sekaligus, yakni :

a). Peningkatan seperti halnya dalam “five level of prevention” dari Leavels and Clark dalam Hanlon (1974), dimana pencegahan tingkat pertama adalah “health promotion”. Terminologi ini juga seperti digunakan dalam dunia akademik (promosi doktor), atau dunia pekerjaan (promosi jabatan). Dalam konsep 5 tingkat pencegahan (five levels of prevention), pencegahan tingkat pertama dan utama adalah promosi kesehatan (health promotion). Secara lengkap adalah:

1. Promosi kesehatan (health promotion)

2. Perlindungan khusus melalui imunisasi (specific protection)

3. Diagnosisi dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment) 4. Membatasai atau mengurangi kecacatan (Disablity limitation)

5. Pemulihan (Rehabilitation)

b). Memasarkan atau menjual, seperti yang berlaku di dunia bisnis, sehingga muncul istilah dalam fungsi “sales promotion girls” yang adalah seseorang bertugas memasarkan dan atau menjual suatu produk tertentu. Bahkan disuatu perusahaan menciptakan jabatan struktural “Manajer Promosi/Pemasaran”.

c). Dalam literatur lama (zaman Belanda), dijumpai istilah “propaganda kesehatan”, yang sebenarnya adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain atau masyarakat untuk melakukan hal-hal yang sehat misalnya: makan makanan yang bergizi, minum air yang direbus, buang air besar di jamban, dan sebagainya. Istilah propaganda kesehatan ini masih dipakai juga sampai awal kemerdekaan Republik Indonesia, oleh dr. J. Leimena, Menteri Kesehatan pada waktu itu.

d). Belakangan muncul dilapangan atau dalam praktisi promosi kesehatan, bahwa promosi kesehatan itu dilakukan dan identik dengan penyuluhan kesehatan. Tidak keliru memang, karena dalam penyuluhan tersebut terjadi proses peningkatan pengetahuan kesehatan bagi masyarakat. Dengan peningkatan pengetahuan tersebut diharapkan akan berakibat terjadinya peningkatan sikap dan perilaku (praktek) hidup sehat. Demikian juga telah tejadi dalam penyuluhan (promosi) kesehatan tersebut terjadi penjulan “produk”. Produk yang dimaksud disini bukanlah produk komersial, tetapi produk sosial. Yang dimaksud produk sosial adalah “cara hidup sehat” atau “perilaku hidup sehat” yang sifatnya tidak kasat mata (intangible). Produk-produk sosial yang kasat mata PENDAHULUAN ALMA ATA KE OTTAWA

(21)

10 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

(tangibles) seperti: imunisasi, tablet Fe, garam beryodium, kondom, IUD, abate, dan sebagainya. Produk-produk yang kasat mata yang dirasakan tidak nyaman/enak bagi masyarakat, namun berguna bagi kesehatan mereka.

Dengan direvitalisasinya Pendidikan Kesehatan menjadi Promosi Kesehatan ini sebenarnya diharapkan bukan hanya berbeda dalam konsep, tetapi juga berbeda dalam implementasi atau aplikasinya. Kalau dahulu Pendidikan Kesehatan hanya diartikan sebagai kegiatan atau upaya-upaya dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan sikap, yang berujung pada perubahan perilaku masyarakat saja.

Tetapi Promosi Kesehatan secara konseptual adalah berbagai upaya untuk melakukan intervensi terhadap semua determinan kesehatan, termasuk diterminan perilaku. Dimensi perubahan perilakupun bukan hanya perubahan perilaku masyarakat saja, tetapi juga perubahan perilaku para pemegang otoritas atau penentu kebijakan. Dengan perkataan lain Promosi Kesehatan tidak hanya melakukan pendekatan perubahan perilaku masyarakat (behavior change) semata-mata, tetapi juga perubahan perilaku pemangku kepentingan (stakeholder) yang lain, dan perubahan determinan kesehatan yang lain. Perubahan konsep ini sudah dimulai oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak tahun 1984.

Dalam Strategi Global Promosi Kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 1984) merumuskan bahwa Promosi kesehatan sekurang-kurangnya mengandung 7 prinsip, yakni:

a. Perubahan Perilaku (Behavior change) b. Perubahan Sosial (Social change)

c. Pengembangan Kebijakan (Policy development) d. Pemberdayaan (Empowerment)

e. Partisipasi Masyarakat (Community participation)

f. Membangun Kemitraan (Building partnership and alliance)

Perubahan Perilaku:

Seperti telah disebutkan diatas bahwa Pendidikan Kesehatan mempunyai tujuan fokus utama perubahan perilaku. Promosi Kesehatan tetap masih men “targetkan” perubahan perilaku. Namun perubahan perilaku yang dimaksudkan oleh Promosi Kesehatan bukan semata-mata perilaku masyarakat saja (sasaran primer), melainkan perilaku “stake holder” yang lain, yakni perilaku tokoh masyarakat (sasaran sekunder), dan tidak kalah pentingnya perilaku para pembuat keputusan (sasaran tertier), di berbagai jenis maupun tingkat institusi baik pemerintahan maupun non pemerintahan. Dimensi perubahan perilaku yang diharapkan terhadap ketiga sasaran tersebut (primer, sekunder, tertier) memang berbeda, yakni:

1. Untuk masyarakat (sasaran primer) diharapkan mempunyai pemahaman (pengetahuan) yang benar tentang kesehatan. Dengan pengetahuan yang benar tentang kesehatan ini mereka akan mempunyai sikap positif tentang kesehatan, dan selanjutnya diharapkan akan terjadi perubahan perilaku. Perubahan perilaku disini mempunyai 2 makna, yakni : a). Bagi yang belum/tidak mempunyai perilaku sehat PENDAHULUAN ALMA ATA KE OTTAWA

(22)

11 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

diharapkan (dirubah) agar berperilaku sehat, dan b). Bagi yang sudah mempunyai perilaku atau berperilaku sehat tetap berperilaku sehat (misalnya yang tidak merokok tetap tidak merokok).

2. Untuk tokoh masyarakat (sasaran sekunder), perubahan perilaku yang diharapkan juga seperti pada sasaran primer, yakni mereka ini berperilaku sehat ditengah-tengah masyarakat. Dengan adanya tokoh masyarakat yang berperilaku sehat ditengah-tengah masyarakat ini merupakan “role model” atau perilaku contoh bagi masyarakat sekitarnya. Hal ini sesuai dengan budaya “paternalistic” bangsa Indonesia pada umumnya. Masyarakat selalu memandang tokoh masyarakat (formal dan informal) sebagai panutan atau acuannya. Artinya apapun yang dilakukan tokoh masyarakat, termasuk perilaku kesehatan akan ditiru atau dicontoh oleh masyarakat sekitarnya. Misalnya ibu-ibu akan mengimunisasikan anak balitanya, apabila ibu-ibu tokoh atau isteri-isteri tokoh masyarakat telah mengimunisasikan anaknya.

3. Untuk para penentu kebijakan atau para pejabat pemerintahan setempat (sasaran tertier), perilaku yang diharapkan mencakup 3 hal, yakni :

a. Berperilaku sehat, untuk kepentingan dirinya sendiri.

b. Para penjabat yang berperilaku sehat ini sendirinya juga akan menjadi contoh bagi masyarakat yang lain. Karena para pejabat pada hakekatnya adalah juga merupakan tokoh masyarakat (formal) yang juga mejadi perilaku contoh (role model) bagi masyarakat sekitarnya.

c. Sikap dan perilaku yang sangat penting diharapkan adalah berkaitan dengan kewenangannya sebagai pemegang otoritas atau pejabat, baik eksekutif maupun legislatif (tingkat pusat maupun daerah) untuk membuat kebijakan-kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Diharapkan para penjabat ini mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik yang dampaknya dapat mempengaruhi peningkatan kesehatan masyarakat. Misalnya mengalokasikan anggaran yang cukup untuk kesehatan, membuat program-program sarana dan prasarana untuk menunjang kesehatan, misalnya : pengadaan air bersih, sanitasi lingungan, peningkatan pendapatan keluarga, dan sebagainya. Tidak kalah pentingnya adalah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berwawasan kesehatan (healthy public policy), misalnya undang-undang, peraturan-peraturan, atau ketentuan-ketentuan yang melindungi masyarakat dari ancaman atau gangguan kesehatan (asap rokok, asap kendaraan bermotor, penggunaan bahan-bahan beracun, dan sebagainya).

Perubahan Sosial :

Kesehatan merupakan bagian dari kesejahteraan sosial. Oleh sebab itu di beberapa negara Departemen Kesehatan dan Sosial digabung menjadi satu, dengan nama Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial (Department of Heath and Social Welfare).

Pada Pemerintahan Abdurrachman Wahid (Gus Dur) Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial ini juga pernah digabung menjadi satu Departemen saja.

(23)

12 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

Seperti telah disebutkan di atas bahwa Promosi Kesehatan tidak hanya sekedar berurusan dengan perubahan perilaku semata, sebagai salah satu determinan kesehatan, tetapi juga determinan kesehatan atau faktor-faktor yang mempengaruhi kasehatan yang lain. Faktor sosial diantaranya sistem sosial disamping sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku secara langsung, tetapi juga mempengaruhi kesehatan masyarakat secara tidak langsung. Oleh sebab itu sebagai intervensi terhadap faktor sosial ini, Promosi Kesehatan juga berkepentingan untuk melakukan perubahan sosial (social change). Dalam melakukan perubahan sosial tidak dapat dilakuan intervensi pada tataran keluarga atau individu, tetapi terhadap komunitas atau entitas masyarakat tertentu.

Pendekatan perubahan sosial yang paling sering digunakan dalam program kesehatan adalah pengembangan komunitas (community development). Pengembangan masyarakat sebagai kegiatan Promosi Kesehatan, tidak semata-mata untuk kepentingan kesehatan, apalagi perilaku kesehatan, tetapi untuk pengembangan masyarakat yang utuh dalam suatu komunitas. Oleh sebab itu titik masuk (entry point) untuk pengembangan masyarakat tidak harus saja kesehatan mungkin juga pertanian, peternakan, pengairan, dan sebagainya. Prinsip pengembangan masyarakat, adalah tumbuh dari bawah (bottom up) bukan dituntun dari atas (top down). Peran petugas atau “provider” dalam hal ini hanya sebagai motivator dan fasilitator saja. Masyarakat dimotivasi, dibimbing, dan difasilitasi sehingga mereka mampu: a. Melakukan identifikasi kebutuhan, masalah, dan kemampuan mereka sendiri, antara

lain melalui “survai mawas diri” (Ida Bagus Mantra, 1984)

b. Merencanakan kegiatan untuk mengatasi masalah dan atau untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (termasuk kesehatan)

c. Melakukan kegiatan sesuai dengan yang mereka rencanakan, termasuk melakukan pendekatan (advokasi) kepada pemangku kepentingan (stakeholder) program kesehatan tersebut

d. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan mereka sendiri, dan seterusnya

Perubahan Lingkungan Fisik :

Lingkungan fisik, termasuk sarana dan prasarana untuk kesehatan sangat penting perannya dalam mempengaruhi kesehatan, dan juga perilaku kesehatan. Karena dengan penyuluhan kesehatan atau pemberian infomasi kesehatan hanya mampu meningkatkan pengetahun kesehatan kepada masyarakat. Karena untuk terwujudnya pengetahuan kesehatan menjadi perilaku (praktek atau tindakan) kesehatan memerlukan sarana dan prasarana (lingkungan fisik). Contoh : masyarakat sudah tahu buang air besar di jamban itu sehat, makan makanan yang bergizi itu sehat, kalau sakit berobat ke dokter itu baik, dan sebagainya. Tetapi kalau masyarakat tidak punya uang untuk membuat jamban tetap akan buang air besar di kali, tidak punya uang untuk membeli makanan bergizi, dan tidak punya uang untuk berobat ke dokter, mereka tetap berobat ke dukun yang murah, atau tidak berobat sama sekali.

(24)

13 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

Oleh sebab itu Promosi Kesehatan harus juga melakukan kegiatan bagaimana supaya masyarakat terfasilitasi sarana dan prasarana untuk mewujudkan perilaku sehatnya. Hal ini bukan berarti masyarakat diberikan sarana dan prasarana tersebut seperti halnya memberikan “ikan” kepada mereka. Tetapi yang lebih penting adalah memberikan “pancing” supaya masyarakat memperoleh ikan sendiri. Oleh sebab itu Promosi Kesehatan dalam hal ini dapat melakukan dua hal:

a. Memberikan pelatihan keterampilan berusaha, sehingga masyarakat dapat meningkatkan pendapatannya (income generating).

Dengan pendapatan keluarga yang meningkat ini diharapkan masyarakat mampu mengadakan sarana dan prasaran untuk mewujudkan perilaku sehat, misalnya : mampu membuat jamban dirumahnya, mampu membeli makanan yang bergizi, mampu membuat jendela rumahnya, dan sebagainya.

b. Melakukan advokasi kepada para pemangku kepentingan (stakeholder), khususnya kepada para pembuat keputusan masyarakat setempat, agar mereka membantu masyarakat yang bersangkutan untuk pengadaan sarana dan prasarana kesehatan. Dengan sarana dan prasarana tersebut masyarakat dapat mewujudkan perilaku sehat.

Pengembangan Kebijakan :

Otoritas pengembangan kebijakan berada dalam tangan para pemegang kekuasan masyarakat, utamanya adalah pemerintah pusat dan daerah, baik eksekutif (Presiden/Para Menteri, Gubernur, Bupati, dan seterusnya), dan legislatif (DPR, dan DPRD Tingkat I dan Bamus setempat). Dalam hal ini Promosi Kesehatan melakukan advokasi kepada para pemegang otoritas ini, agar mengembangkan kebijakan-kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (healthy public policy). Para penjabat ini diharapkan mengeluarkan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati, sampai dengan surat edaran atau surat peraturan dari Lurah/Kepala Desa, yang berisi kebijakan-kebijakan yang mendukung kesehatan. Kebijakan yang berwawasan kesehatan yang ada antara lain: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah atau Keputusan Menteri atau Peraturan Daerah (Perda) tentang penggunaan zat pewarna makanan, napza, larangan merokok ditempat-tempat umum, ketentuan peringatan bahaya merokok pada bungkus rokok, larangan membuang sampah, dan sebagainya.

Pengembangan kebijakan yang berwawasan kesehatan ini sebenarnya tidak hanya keluar dari para penjabat pemerintah baik pusat maupun daerah saja, tetapi juga dapat dikeluarkan oleh para pimpinan atau pemegang otoritas unit kerja atau tempat kerja, misalnya : perusahaan, pabrik, lembaga pendidikan seperti kampus, sekolah dan pesantren, pengelola tempat-tempat umum seperti : pasar, terminal, bandara, pelabuhan, mall, perkantoran, dan sebagainya. Misalnya sebuah otoritas perusahan melarang pegawainya merokok, kewajiban menggunakan alat pelindung kerja, mewajibkan karyawan makan di kantin yang tersedia supaya hygiene dan kebersihan makanan serta gizinya dapat diawasi, dan sebagainya. PENDAHULUAN ALMA ATA KE OTTAWA

(25)

14 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

Pemberdayaan :

Tujuan dari pemberdayaan dibidang kesehatan adalah masyarakat baik secara individu, keluarga dan kelompok atau komunitas mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Oleh sebab itu terkait dengan uraian sebelumnya maka agar masyarakat berdaya dalam arti mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya mereka harus diberikan “pancing”, bukan diberi ikan. Hal ini berarti bahwa masyarakat harus diberikan kemampuan untuk memfasilitasi dirinya sendiri untuk hidup sehat. Dalam rangka mewujudkan kemampuan masyarakat hidup sehat, memang sektor kesehatan tidak dapat berjalan sendiri, dan harus melakukan kerja sama atau kemitraan dengan sektor lain. Misalnya, sektor kesehatan tidak mempunyai kemampuan bidang pertanian dan peternakan dalam rangka meningkatkan gizi masyarakat, maka harus kerja sama dengan Dinas Pertanian atau Perternakan. Sektor kesehatan tidak mempunyai kemampuan pengadaan air bersih, maka harus kerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum misalnya, untuk terwujudnya air bersih sehingga masyarakat dengan mudah mengakses air bersih ini.

Partisipasi Masyarakat :

Keterlibatan masyarakat dalam program kesehatan, seperti kader kesehatan, arisan membuat jamban, Dana Sehat, Posyandu, Polindes, Pos Kesehatan Desa, dan sebagainya adalah merupakan perwujudan partisipasi masyarakat dibidang kesehatan. Di Indonesia kegiatan - kegiatan tersebut sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970, dimulai oleh Yakum di Solo, Klampok-Banjarnegara. Filosofi partisipasi masyarakat dibidang kesehatan yang diwujudkan dalam berbagai kegiatan tersebut adalah “pelayanan kesehatan dari, oleh dan untuk masyarakat”. Partisipasi masyarakat dibidang kesehatan ini juga telah dituangkan dalam “Deklarasi Alma Ata”, September 1978, pasal 4 sebagai berikut:

“The people have the right and duty to participate individually and collectively in planning and implementation of their health care”.

Kutipan ini menekankan secara khusus dalam pelayanan kesehatan masyarakat baik secara individu maupun kolektif perlu dilibatkan (partisipasi), karena memang partisipasi ini merupakan hak dan kewajiban masyarakat. Apabila digeneralisasikan batasan tersebut dalam program kesehatan secara umum, bahwa partisipasi masyarakat adalah merupakan hak dan kewajiban bagi setiap individu, kelompok atau komunitas/masyarakat dalam mewujudkan kesehatannya. Oleh sebab itu dalam kegiatan promosi kesehatan selalu melibatkan masyarakat, dan masyarkat bukan semata-mata sebagai obyek (sasaran), tetapi sebagai subyek dan juga sebagai pelaku promosi kesehatan.

Partisipasi masyarakat berbeda dengan mobilisasi. Apabila mobilisasi masyarakat juga merupakan bagian dari pengembangan masyarakat, tetapi tidak akan terjadi pembelajaran pada masyarakat. Masyarakat dipandang sebagai obyek, diorganisasikan, digerakkan untuk mencapai tujuan perbaikan masyarakat itu sendiri, tetapi masyarakat hanya sebagai pelaksana kegiatan saja, tanpa dilibatkan dalam perencanaan sampai evaluasinya. Sedangkan dalam PENDAHULUAN ALMA ATA KE OTTAWA

(26)

15 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

partisipasi masyarakat, masyarakat dilibatkan mulai perencanaan kegiatan sampai dengan evaluasi proses dan hasil kegiatan tersebut.

Membangun Kemitraan :

Telah disebutkan diatas bahwa sektor kesehatan tidak mungkin dapat berjalan sendiri dalam menjalankan program-programnya (termasuk promosi kesehatan) dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Demikian pula promosi kesehatan dalam mewujudkan perilaku hidup sehat serta sarana dan prasarana untuk hidup sehat memerlukan dukungan dari luar pro-gram dan sektor yang lain. Untuk itulah maka Promosi Kesehatan mencakup kegiatan untuk membangun kemitraan dan aliansi dengan pihak lain, baik didalam sektor kesehatan sendiri (lintas program) maupun diluar sektor kesehatan (lintas sektor).

Tujuan utama membangun kemitraan ini adalah untuk memperoleh dukungan sumber daya (man, money, material) bagi terwujudnya sarana dan prasarana guna memfasilitasi perilaku hidup sehat masyarakat. Dalam mengembangkan kemitraan prinsip umum yang harus dipahami bersama antara sektor kesehatan dengan mitra kerja adalah :

a. Persamaan (equity) :

Dalam menjalin kemitraan, masing-masing institusi atau lembaga harus menempatkan diri setara atau sama satu dengan yang lain. Tidak ada satu pihakpun yang merasa lebih tinggi, lebih baik, lebih penting dan sebagainya dibandingkan dengan pihak yang lain.

b. Keterbukaan (transparancy) :

Dalam memulai kemitraan dengan pihak yang lain, proses kemitraan sampai dengan memonitor dan mengevaluasi kegiatan bersama masing-masing pihak harus terbuka terhadap yang lain, terutama dalam hal sumber daya untuk pelakasanaan kegiatan bersama.

c. Saling menguntungkan (mutual benefit) :

Dalam menjalin kemitraan, masing-masing pihak harus diuntungkan dengan adanya kegiatan atau hasil kegiatan bersama tersebut.

Dalam kemitraan tidak boleh ada pihak yang merasa dirugikan karena adanya kemitraan tersebut.

Mengingat luasnya dimensi Promosi Kesehatan sebagai upaya intervensi terhadap semua determinan kesehatan (bukan hanya perilaku), maka sejak tahun 1984 WHO telah berupaya untuk memperluas konsep dan merevitalisasi Pendidikan Kesehatan menjadi Promosi Kesehatan. Sehingga Devisi “Health Education” didalam organisasi WHO dikembangkan menjadi Divisi Pendidikan dan Promosi Kesehatan (Health Education and Promotion Division).

(27)

16 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

KONFERENSI INTERNASIONAL PROMOSI KESEHATAN

Sebagai upaya terus menerus dalam rangka pengembangan konsep dan aplikasi Promosi Kesehatan di tingkat internasional, maka diselenggarakan Konferensi Internasinal tentang Promosi Kesehatan (International Conference on Health Promotion). Konferensi Internasional Promosi Kesehatan yang diprakarsai oleh WHO ini diselenggarakan setiap 2 - 4 tahun sekali, dan Indonesia selalu aktif berpartispasi dalam konferensi tersebut. Sebagai dokumentasi dan referensi Promosi Kesehatan di Indonesia, buku ini akan menguraikan secara kronologis dari Konferensi ke konferensi meliputi :

1. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Pertama di Ottawa, Canada, tanggal 17-21 November 1986 dengan menghasilkan Piagam Ottawa atau “Ottawa Charter”. Delegasi dari Indonesia diwakili oleh Ida Bagus Mantra

2. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Kedua di Adelaide, Australia tanggal 5-9 April 1988, dengan menghasilkan Rekomendasi Adelaide atau “Adelaide Recommendation”

3. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Ketiga, di Sundsvall, Sweden, tanggal 9-15 Juni 1991, dengan menghasilkan Pernyataan Sundsvall atau “Sundsvall Statement”. Delegasi dari Indonesia diwakili oleh Hadi Winoto

4. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Keempat di Jakarta, Indonesia tanggal 21-25 Juli 1997, dengan menghasilkan Deklarasi Jakarta atau “Jakarta Declaration”. Delegasi dari Indonesia diwakili oleh Haryono Suyono, Sujudi, dan Emil Salim, (narasumber) Broto Wasito, I. Nyoman Kumara Rai, Dachroni, Umar Fahmi, Zulazmi, Ida Bagus Mantra, dan Soekidjo Notoatmodjo, (peserta)

5. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Kelima di Kota Mexico, Mexico, tanggal 5-9 Juni 2000, dengan tema “Bridging the Equity Gap”. Konferensi Mexico ini menghasilkan Pernyataan Kementerian Mengenai Promosi untuk Kesehatan : Dari Gagasan ke Tindakan (aksi) atau “Mexico Minsterial Statement for Promotion of Health : From Ideas to Action”. Delegasi dari Indonesia diwakili oleh : Ahmad Suyudi, Azrul Azwar, Dachroni, Andung Prihadi Sentosa, Bob Susilo Kusumobroto, dan BPP. Gultom 6. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Keenam di Bangkok, Thailand, tanggal

7-11 Agustus 2005, dengan menghasilkan Piagam Bangkok untuk Promosi Kesehatan di Dunia yang Mengglobal atau “The Bangkok Charter for Health Promotion in a Globalized World”. Delegasi dari Indonesia diwakili oleh : Bambang Hartono, Dachroni, Ismoyowati, Susilowati Soebekti, Zulazmi Mamdy, Zuraida, Iskandar Zulkarnaen, Ruflina Rauf, Dyah Erti Mustikawati, James Johnson, Anis Abdul Muis, Hafni Rochmah, Rahmat Kurniadi, Tanti Herawati, Purjanto, dan Sri Siswati dari Sumbar

7. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan Ketujuh di Nairobi, Kenya : tanggal 26-30 Oktober 2009. Delegasi dari Indonesia diwakili oleh : Abidinsyah Siregar, Bambang Setiaji

Hasil secara rinci dan pembahasannya dari masing-masing konferensi tersebut dapat diikuti pada bab-bab selanjutnya dalam buku ini.

(28)

17 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

(29)
(30)

19 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

BAB 2

PIAGAM OTTAWA

GERAKAN MENUJU KESEHATAN MASYARAKAT BARU

Konferensi Internasional Promosi Kesehatan yang pertama dilaksanakan di Ottawa, Canada, yang berlangsung tanggal 17 – 21 November 1986. Konferensi Promosi Kesehatan yang pertama ini mengambil tema “Menuju Kesehatan Masyarakat Baru” (The Move Towards a New Public Health).

Konferensi diikuti oleh perwakilan dari kurang lebih 100 negara, baik yang berasal dari negara-negara maju dan maupun negara berkembang. Konferensi Promosi Kesehatan yang pertama ini tidak terlepas dari Deklarasi Alma Ata tahun 1978 tentang “Pelayanan Kesehatan Dasar atau Primary Health Care”. Kesepakatan-kesepakatan yang dicapai dalam konferensi ini merupakan peletakan dasar pembaharuan Promosi Kesehatan, dalam konteks seperti tema konferensi ini, yakni Gerakan Menuju Kesehatan Masyarakat Baru. Kesepakatan bersama tersebut dituangkan dalam Piagam Ottawa (Ottawa Charter). Isi Piagam Ottawa beserta pembahasannya dapat diikuti dalam uraian dibawah ini.

BATASAN PROMOSI KESEHATAN

Menurut Piagam Ottawa, Promosi Kesahatan adalah suatu proses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan kendali (control) atas kesehatannya, dan meningkatkan status kesehatan mereka (Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and to improve, their health). Untuk mencapai status kesehatan paripurna baik fisik, mental dan kesejahteraan sosial, setiap individu atau kelompok harus mampu mengidentifikasi setiap aspirasi, untuk memenuhi kebutuhan , dan mengubah atau mengantisipasi keadaan lingkungan. Kesehatan, sebagai sumber kehidupan sehari-hari, bukan sekedar tujuan hidup. Kesehatan merupakan konsep yang positif yang menekankan pada sumber-sumber sosial dan personal, sebagaimana halnya kapasitas fisik. Karena itu, promosi kesehatan bukan saja tanggung jawab sektor kesehatan, tapi juga meliputi sektor-sektor lain yang mempengaruhi gaya hidup sehat dan kesejahteraan sosial.

DETERMINAN KESEHATAN

Teori klasik yang dikembangkan oleh Blum (1974) mengatakan bahwa adan 4 determinan utama yang mempengaruhi derajat kesehatan individu, kelompok atau PIAGAM OTTAWA

(31)

20 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

masyarakat. Empat determinan tersebut secara berturut-turut besarnya pengaruh terhadap kesehatan adalah: a). lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun lingkungan non fisik (sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya), b). perilaku, c). pelayanan kesehatan, dan d). keturunan atau herediter.

Determinan lingkungan ini lebih lanjut dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni lingkungan fisik (cuaca, iklim, sarana dan parasarana, dan sebagainya), dan lingkungan non fisik, seperti lingkungan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagianya.

Derajat kesehatan dalam pengertian tersebut di atas jelas dibedakan antara derajat kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Hal ini dapat dipahami karena derajat kesehatan perorangan (individu), kelompok dan masyarakat memang berbeda. Determinan untuk kesehatan kelompok atau komunitas mungkin sama, tetapi untuk kesehatan individu, disamping empat faktor tersebut, juga faktor internal individu juga berperan, misalnya : umur, gender, pendidikan, dan sebagainya, disamping faktor herediter. Bila kita analisis lebih lanjut determinan kesehatan itu sebenarnya adalah semua faktor diluar kehidupan manusia, baik secara individual, kelompok, maupun komunitas yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kehidupan manusia itu. Hal ini berarti, disamping determinan-determinan derajat kesehatan yang telah dirumuskan oleh Blum tersebut masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi atau menentukan terwujudnya kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat.

Faktor-faktor atau determinan-determinan yang menentukan atau mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok atau masyarakat ini, dalam Piagam Otawa (Ottawa Charter) disebut prasyarat untuk kesehatan (prerequisites for health).

Piagam Ottawa, 1986 mengidentifikasikan prasayarat untuk kesehatan ini dalam 9 faktor, yakni:

a. Perdamaian atau keamanan (peace) b. Tempat tinggal (shelter)

c. Pendidikan (education) d. Makanan (food) e. Pendapatan (income)

f. Ekosistem yang stabil dan seimbang (a stable eco-sistem)

g. Sumber daya yang berkesinambungan (sustainable resources) h. Keadilan sosial (social justice)

i. Pemerataan (equity)

Faktor-faktor tersebut dalam mempengaruhi kesehatan tidaklah berdiri sendiri melainkan bersama-sama atau secara akumulatif, karena masing-masing faktor tersebut saling mempengaruhi. Seperti rincian yang akan diuraikan berikut ini.

(32)

21 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

Perdamaian :

Perdamaian, termasuk didalamnya keamanan ditempatkan pada urutan pertama dalam Piagam Ottawa, karena perdamaian merupakan prakondisi yang diperlukan oleh semua sektor, termasuk kesehatan. Dalam kondisi aman dan damai semua sektor kehidupan manusia dapat berjalan dengan baik untuk mencapai visi dan misinya masing-masing. Dalam kondisi masyarakat yang aman dan damai maka semua sektor perekonomian (pertanian, perindustrian, perdagangan, perbankan, dan sebagainya) dapat berjalan dengan baik, tanpa hambatan. Lancarnya perekonomian baik di tataran individu, keluarga dan masyarakat jelas akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan keluarga dan masyarakat. Dengan meningkatnya pendapatan keluarga dan masyarakat maka akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat, baik untuk makanan, gizi, perumahan, dan kebutuhan hidup yang lain termasuk meningkatnya daya beli pemeliharaan dan pelayanan kesehatan. Disamping itu perdamaian dan kemanan secara psikologis dan sosiologis, akan berpengaruh kepada menurunnya sumber stress masyarakat, yang akhirnya dapat meningkatkan derajat kesehatan, terutama kesehatan mental.

Sebaliknya, kondisi masyarakat tidak aman dan damai, terjadinya konflik sosial dan politik, terjadinya petikaian sosial dan politik dalam masyarakat, baik secara horizontal maupun vertikal akan menggangu proses perekonomian di masyarakat. Para buruh, petani dan nelayan tidak bisa bekerja secara optimal, sehingga produktifitas menurun, para pedagang dan pengusaha baik di sektor formal maupun informal terganggu usahanya dan menurun produktivitasnya. Dengan kondisi perdamaian dan keamanan yang tidak kondusif ini jelas akan menurunkan daya beli masyarakat. Daya beli yang rendah baik untuk makanan, perumahan, pendidikan, pelayanan (termasuk pelayanan kesehatan) , dan sebagainya akan berpengaruh kepada rendahnya tingkat kesehatan masyarakat.

Perumahan (Shelter ) :

Sebagian besar hidup manusia, lebih-lebih pada usia dini dihabiskan di dalam keluarga, atau lebih jelasnya lagi di tempat tinggal atau rumah masing-masing anggota keluarga yang bersangkutan. Di tempat tinggal atau rumah tangga inilah sebenarnya kesehatan kita dibentuk atau ditentukan. Oleh sebab itu apabila ada ungkapan bahwa kesehatan diciptakan dalam kehidupan sehari-hari (health is created in everyday life) adalah tepat sekali. Kehidupan sehari-hari manusia sebagian besar waktunya dihabiskan didalam rumah atau tempat tinggal (shelter). Kesehatan kita pada saat ini secara jujur adalah merupakan hasil kumulasi lingkungan rumah tangga, keluarga atau tempat tinggal kita masing-masing. Rumah tangga atau tempat tinggal disini, bukan dalam arti bangunan dan fasilitas fisik saja, tetapi juga semua orang dimana kita berinteraksi sehari-hari dalam rumah tangga atau keluarga kita.

(33)

22 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

Suatu kondisi tempat tinggal seseorang baik fisik maupun non fisik adalah merupakan prasyarat untuk terwujudnya derajat kesehatan seseorang. Derajat kesehatan seseorang sebenarnya telah ditentukan bukan hanya dari sejak lahir saja, bahkan sejak dalam kandungan ibu. Seorang anak yang dikandung, dilahirkan, dan dibesarkan dalam suatu rumah tangga atau tempat tinggal yang secara fisik (rumah yang memenuhi syarat kesehatan), dan nonfisik (ekonomi yang baik, rukun, damai, dan sebaginya) akan menjadi orang dengan derajat kesehatan yang optimal. Sebaliknya seorang anak yang dikandung, dilahirkan, dan dibesarkan dalam lingkungan tempat tinggal yang kurang menguntungkan, baik secara fisik maupun non fisik akan menjadi seseorang yang derajat kesehatannya rendah.

Pendidikan :

Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang dikembangkan oleh Badan Pembangunan-Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) mencakup 3 indikator, yakni: pendidikan (education), kesehatan (health), dan ekonomi (economy). Hal ini sangat beralasan, karena memang ketiga faktor ini bukan hanya karena saling tekait dan mempengaruhi, tetapi saling melengkapi dalam membentuk kulitas hidup manusia. Oleh sebab itu rendahnya ketiga indikator tersebut, jelas akan menimbulkan masalah di masyarakat. Kalau kita amati dalam masyarakat, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia ini 3 masalah sosial yaitu : a). kebodohan (ignorancy) - akibat rendahnya pendidikan, b). berbagai macam penyakit (diseases) - akibat rendahnya derajat dan pelayanan kesehatan, dan c). kemiskinan (proverty) - akibat rendahnya ekonomi. Ketiga hal ini saling mempengaruhi dan membentuk lingkaran setan :

a. Kebodohan --- kemiskinan --- penyakit (sakit-sakitan)

b. Kemiskinan --- penyakit (tak mampu-memelihara kesehatannya) --- kebodohan Penyakit --- kemiskinan (tak produktif) --- kebodohan (tak mampu sekolah) Oleh sebab itu solusi untuk memutus mata rantai tersebut dapat dilakukan melaui ketiga upaya secara bersama, yang hasilnya juga akan saling berpengaruh :

a. Pendidikan : bertujuan untuk memerangi kebodohan, dapat berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berusaha atau bekerja, yang selanjutnta dapat meningkatkan pendapatan (ekonomi). Demikain akan dapat meningkatkan kemampuan mencegah penyakit, meningkatkan kemampuan, memelihara dan meningkatkan kesehatannnya.

b. Ekonomi : bertujuan untuk peningkatkan pendapatan per kapita untuk memerangi kemiskinan, dapat berpengaruh terhadap peningakatan akses masyarakat terhadap pendidikan yang tinggi. Masyarakat yang berpendidikan tinggi dapat berpengaruh terhadap meningkatnya kemampuan mencegah penyakit, meningkatkan kemampuan memelihara dan meningkatkan kesehatan.

c. Kesehatan : bertujuan untuk memerangi penyakit dapat meningkatkan derajat kesehatan. Derajat kesehatan yang tinggi dapat berpengaruh terhadap meningkatnya produktivitas. Selanjutnya produktivitas tinggi berarti ekonomi meningkat, dan dengan tingka ekonomi yang tinggi akan meningkatkan akses terhadap pendidikan yang tinggi pula, yang berarti kebodohan menurun.

(34)

23 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

Tingkat pendidikan masyarakat yang dihitung dari rata-rata lama sekolah adalah merupakan prasyarat untuk derajat kesehatan masyarakat, baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui ekonomi. Uraian tentang hubungan yang saling mempengaruhi antara: penyakit - kebodohan - kemiskinan, dan : kesehatan - pendidikan -ekonomi sebagai upaya atau kegiatan intervensi terhadap 3 faktor tersebut dapat diilustrasikan diagram berikut :

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT, KEBODOHAN DAN KEMISKINAN

KESEHATAN

PENYAKIT

KEMISKINAN KEBODOHAN

EKONOMI PENDIDIKAN

Makanan :

Makanan dan gizi merupakan asupan utama untuk kesehatan. Tanpa asupan makanan yang cukup baik kualitas (gizi seimbang) maupun kuantitasnya (jumlah asupan) niscaya orang dapat mencapai derajat kesehatan yang optimum. Makanan, disamping diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan menggantikan sel-sel yang rusak, juga diperlukan untuk mempertahankan tubuh dari berbagai ancaman dari luar termasuk bibit penyakit. Kecukupan asupan makanan kedalam tubuh, dalam tataran individu sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dalam keluarga. Ketersediaan makanan dalam keluarga pada gilirannya dipengaruhi oleh pendapatan keluarga yang bersangkutan. Pada tataran kelompok atau masyarakat, ketersediaan makanan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain sistem pengelolaan pangan oleh pemerintah setempat, tingkat pendapatan daerah, keadaan geografi, dan iklim. Secara global, kecukupan ketersediaan makanan bagi penduduk sangat terkait dengan pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan, yang biasanya diukur dengan pendapatan nasional bruto (gross national product) . Secara statistik memang terbukti bahwa makin tinggi pendapatan nasional bruto, makin baik tingkat kesehatan penduduknya. Dibawah ini dikutipkan pendapatan nasional bruto, angka harapan hidup, dan angka kematian balita yang merupakan bagian dari derajat kesehatan masyarakat dari beberapa negara di Asia.

Dari 5 negara di Asia, angka kematian bayi (AKB) paling tinggi adalah Indonesia, pendapatan nasional bruto per kapita paling rendah, dan angka harapan hidup bersama dengan Philipina juga paling rendah.

(35)

24 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

Pendapatan Nasional Bruto, Angka Harapan Hidup,

Angka Kematian Balita di 5 Negara Asia

PENDP.NAS.BRUT ANGKA UMUR

NEGARA (GNP: KEMATIAN HARAPAN

US$)/CAP BALITA HIDUP (TAHUN)

Singapura 31.710 3/1000 80 Malaysia 11.300 12/1000 74

Thailand 9.140 8/1000 71

Filipina 5.980 32/1000 69 Indonesia 3.950 34/1000 69

Ekosistem Yang Stabil :

Manusia hidup didunia ini adalah dalam suatu sistem yakni bumi dan seisinya. Masing-masing isi dunia atau bumi mempunyai sistem sendiri, antara lain manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan sebagai makhluk hidup, dan ciptaan Tuhan yang lain, yakni : tanah, air, dan udara. Semuanya baik makhluk hidup maupun yang tidak hidup berada di dalam suatu sistem ekosistem. Semua sistem yang menyatu dalam ekosistem ini, masing-masing mempunyai peran dalam menyeimbangkan sistem yang besar. Apabila salah satu dari sistem terganggu, akan berakibat terhadap sistem yang lain.

Contoh tumbuh-tumbuhan atau hutan berfungsi untuk menyerap zat sisa pembakaran (CO2) dari udara sehingga udara yang dihirup manusia tetap bersih, disamping itu, hutan juga berfungsi menyerap air hujan. Tetapi kalau pohon-pohonan berkurang atau hutan gundul jelas akan menggangu penyerapan CO2 dan air tersebut, sehingga menyebabkan polusi udara, erosi tanah dan banjir.

Akibat lebih lajut jelas akan mengganggu kesehatan manusia, yang berarti mengganggu sistem kehidupan manusia.

Contoh lain, apa akibat dari pertumbuhan penduduk yang tidak terkendalikan. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dalam suatu komunitas atau negara, jelas akan mengganggu sitem yang lain. Antara lain penggundulan hutan untuk lahan transmigrasi, kurangnya lahan pertanian akibat digunakan untuk perumahan. Pertumbuhan penduduk yang besar juga dapat merusak lahan untuk dieksploitasi, karena sempitnya mata pencaharian yang lain. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa ekosistem yang tidak “stable” akan mengganggu kesehatan, karena memang kesehatan memerlukan prasyarat ekosistem yang seimbang.

Sumber Daya Yang Berkesinambungan :

Sumber daya yang mencakup sumber daya fisik yang terdiri dari sumber daya alam (natural resources) dan sumber daya yang berupa hasil cipataan manusaia yang berupa teknologi, serta sumber daya manusia (human resources). Dalam suatu komunitas, PIAGAM OTTAWA

(36)

25 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

seyogyanya senantiasa terjadi kesinambungan sumber daya dari waktu ke waktu, dan dari zaman ke zaman. Hal ini penting karena sumber daya inilah merupakan aset pembangunan disemua sektor, termasuk kesehatan. Oleh sebab itu para pihak yang mempunyai otoritas untuk pengelolaan sumber daya ini harus bertanggung jawab terjadinya kesinambungan sumber daya.

Kesinambungan sumber daya alam maupun sumber daya manusia, adalah tanggung jawab dari para penguasa dalam hal ini adalah pemerintahan diberbagai tingkat, mulai dari pusat, provinsi, kabupaten, sampai yang paling bawah. Sumber daya alam yang terdiri dari tanah, air udara dan yang terkandung di dalamnya adalah tanggung jawab pemerintah untuk mengeksploitasi dan pengelolaannya, agar senantiasa berkesinambungan dalam mendukung kehidupan masyarakatnya. Apabila disuatu komunitas berhenti mengeksplotasi sumber daya alamnya demi untuk kesejahteraan rakyatnya terhenti, maka sumber daya manusia di dalamnya harus mempersiapkan sumber daya lain (man made resources) demi kesinambungan sumber daya guna mendukung semua sektor pembangunan, utamanya kesehatan.

Keadilan Sosial :

Terjadinya kesenjangan sosial disuatu masyarakat akan jelas menggangu kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat akan terwujud apabila terjadi kesempatan yang sama untuk hidup sehat bagi semua orang. Hal ini akan tercapai apabila keadilan sosial terwujud dalam masyarakat itu. Selama keadilan beluam ada, mustahil terjadi pemerataan yang sama bagi semua anggota masyarakat untuk hidup sehat. Keadilan sosial bukan berarti setiap orang atau keluarga berada dalam tingkat ekonomi yang sama, dan memperoleh hak yang sama. Keadilan sosial terjadi apabila setiap orang memperoleh hak utuk memenuhi secara minimal kebutuhan hidupnya secara layak, termasuk pemeliharaan dan pelayanan kesehatan. Apabila di dalam masyarakat masih terjadi kesenjangan sosial yang dalam, disatu pihak sangat berlebihan untuk terpenuhi kebutuhan hidup, tetapi dipihak lain untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan makan sehari-hari saja tidak cukup. Oleh sebab itu jelas dalam kondisi masih adanya kesenjangan sosial yang dalam, adalah merupakan kendala terwujudnya kesehatan masyarakat. Untuk mewujudkan kesehatan memang memerlukan prasyarat adanya “keadilan sosial”.

Pemerataan :

Berbeda dengan keadilan sosial, pemerataan adalah adanya kesempatan yang sama untuk memperoleh akses pelayanan. Pemerataan terjadi apabila semua orang atau keluarga bisa membeli sembako yang terjangkau. Namun apabila disemua tempat tersedia sembako, tetapi ada beberapa orang atau keluarga meskipun dekat dengan penjualan sembako tetapi tidak mampu membeli, maka hal ini belum terjadi pemerataan. Pada umumnya pemerataan terkait dengan kesejahteraan sosial. Apabila masih terjadi kesenjangan sosial di masyarakat, maka sulit adanya pemerataan. Oleh sebab itu untuk terwujudnya kesehatan masyarakat memang diperlukan adaya pemerataan, utamanya pemerataan bidang ekonomi. Memang PIAGAM OTTAWA

(37)

26 PROMOSI KESEHATAN KOMITMEN GLOBAL OTTAWA-JAKARTA-NAIROBI

secara statistik pelayanan kesehatan di Indonesia sudah tersebar diseluruh tanah air, namun masih banyak anggota masyarakat yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan tersebut. Bukan semata-mata karena terjangkau jaraknya, tetapi terjangkau biayannya. Namun dipihak lain, bagi masyarakat golongan mampu, mereka dapat mengakses pelayananan yang semahal mungkin, bahkan di luar negeri sekalipun. Untuk terwujudnya kesehatan masyarakat memerlukan prasyarat tersebut diatas.

Namun sebaliknya, kesehatan masyarakat yang baik menentukan fondasi yang mantap untuk terwujudnya prasyarat tersebut. Sehingga terjadi hubungan timbal balik antara faktor-faktor prayarat tersebut dengan kesehatan. Dalam mewujudkan prasyarat sehingga kondusif untuk kesehatan diperlukan 3 hal yang merupakan misi dari promosi kesehatan, yakni : advokasi (advocacy), memampukan (empower), dan mediasi (mediate).

MISI PROMOSI KESEHATAN

Dalam Ottawa Charter secara implisit dirumuskan 3 hal yang penting untuk mengimplementasikan Promosi Kesehatan, atau dapat juga disebut sebagai misi Promosi Kesehatan, yakni :

Advokasi (Advocacy) :

Kesehatan yang baik merupakan sumber utama untuk perkembangan sosial, ekonomi, dan personal, dan merupakan dimensi penting dari kualitas hidup. Faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, perilaku dan biologis, yang semuanya.

Memampukan atau Memperkuat :

Promosi Kesehatan fokus pada pencapaian kesetaraan atau keadilan dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan. Aksi atau gerakan promosi kesehatan bertujuan untuk mengurangi perbedaan di dalam status kesehatan dan menjamin sumber dan kesempatan yang sama yang memungkinkan semua orang mencapai potensi kesehatan yang seluas-luasnya. Ini menliputi fondasi keamanan pada lingkungan yang mendukung, akses terhadap informasi, kesempatan memperoleh kemampuan dan kesempatan untuk menentukan pilihan untuk menjadi sehat. Orang tidak dapat mencapai potensi kesehatan yang utuh, kecuali mereka mampu mengendalikan hal-hal yang menentukan kesehatan mereka. Hal ini harus berlaku sama pada pria dan wanita.

Menjembatani :

Persyaratan dasar dan prospek kesehatan tidak dapat diselenggarakan oleh sektor kesehatan saja. Lebih penting lagi, Promosi Kesehatan membutuhkan aksi yang terkordinasi dengan sektor lain: oleh pemerintah, sektor kesehatan, sektor sosial, ekonomi dan dengan organisasi-organisasi pemerintah lainnya seperti relawan, swasta, pemerintah daerah, sektor PIAGAM OTTAWA

Referensi

Dokumen terkait