• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikatur tuturan guru dalam pembelajaran di SMK Putra Tama Bantul dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implikatur tuturan guru dalam pembelajaran di SMK Putra Tama Bantul dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. IMPLIKATUR TUTURAN GURU DALAM PEMBELAJARAN DI SMK PUTRA TAMA BANTUL DAN SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2017/2018 TESIS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Program Magister Oleh: EKA TANJUNG PRIPAMBUDI NIM: 151232021. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM MAGISTER FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA JULI 2018. i.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN Tulisan ini saya persembahkan kepada Allah SWT sebagai bentuk syukur saya atas rahmat yang telah diberikan, Kedua orang tua saya, Bapak Soewarno dan Ibu Erentina Moerwani, dan seluruh keluarga. Tidak lupa kepada teman-teman saya yang telah mendukung saya dalam penyelsaian penulisan tesis ini.. iv.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN MOTTO. Selamat Sejahtera Atasmu Karena Kesabaranmu, Maka Alangkah Nikmatnya Tempat Kesudahan Itu Ar-Ra’d (13:24). Orang Yang Nasih Terganggu Dengan Hinaan Dan Pujian Manusia, Berarti Ia Masih Hamba Amatiran Gus Dur. Apa Gunanya Ilmu Kalau Tidak Memperluas Jiwa Seseorang Sehingga Ia Berlaku Seperti Samudera Yang Menampung SampahSampah? Apa Gunanya Kepandaian Kalau Tidak Memperbesar Kepribadian Manusia Sehingga Ia Makin Sanggup Memahami Orang Lain? Cak Nun. v.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRAK Pripambudi, Eka Tanjung. 2018. “Implikatur Tuturan Guru Dalam Pembelajaran Di SMK Putra Tama Bantul Dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018”. Tesis. Yogyakarta: MPBSI, FKIP, USD. Penelitian ini mengkaji perihal implikatur yang terdapat dalam proses percakapan antara guru dan murid dalam pembelajaran. Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan wujud implikatur tuturan guru dalam pembelajaran, (2) mendeskripsikan implikatur tuturan guru dalam pembelajaran. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data pada penelitian ini adalah tuturan guru yang berada di SMK Putra Tama Bantul dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Data dalam penelitian ini adalah tuturantuturan guru yang berada di SMK Putra Tama Bantul dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang diindikasikan mengandung implikatur. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat. Kemudian, metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode padan dengan teknik dasar pilih unsur penentu. Teknik PUP tersebut akan dikembangkan dengan daya pilah pragmatis. Pemilahan unsur sesuai dengan wujud-wujud tuturan yang diindikasikan mengandung implikatur, selanjutnya dipilah atas dasar jenis-jenis implikatur. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan menjadi beberapa hal sebagai berikut. Pertama, wujud tuturan yang terdapat dalam tuturan guru sesuai dengan fungsi komunikatifnya adalah (1) Berwujud perintah/imperatif, (2) berwujud pernyataan/deklaratif, dan (3) berwujud pertanyaan/interogatif. Kedua, implikatur yang terdapat dibalik wujud tuturan adalah (1) memerintah, (2) melarang, (3) menasihati, (4) menyindir, (5) memotivasi, dan (6) ngelulu. Kata kunci: pragmatik, implikatur, guru. viii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRACT Pripambudi, Eka Tanjung. 2018. "Implicature Speech of Teacher's in Learning at SMK Putra Tama Bantul And SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Academic Year 2017/2018 ". THESIS. Yogyakarta: MPBSI, FKIP, USD. This study examines the implicatures contained in teacher's speech to students in learning. This study aims to (1) describe the implicature form of teacher's speech in learning, (2) to describe the implicatur purpose of teacher's speech in learning. This type of research is qualitative descriptive research. The data source in this research is teacher's speech which is in SMK Putra Tama Bantul and SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. The data in this research are teacher's speeches that are in SMK Putra Tama Bantul and SMA Pangudi Luhur Yogyakarta which is indicated to contain implicatur. Data collection techniques in this research is a technique of free libat ably proficient and technique of note. Then, method of data analysis in this research is method of padan with basic technique select element determinant. The PUP technique will be developed with pragmatic powers. Segregation of elements in accordance with the forms of speech indicated contains implicatures, then sorted on the basis of the types of implicatures. From the results of this study can be summed up into several things as follows. First, the form of speech contained in the teacher's speech in accordance with its communicative function is (1) Tangible command / imperative, (2) tangible statement / declarative, and (3) intangible question / interrogative. Second, the implicatur's purpose behind the speech is (1) to rule, (2) forbid, (3) to advise, (4) insinuate, (5) to motivate, and (6) ngelulu. Keywords: Pragmatic, implicatures, teacher. ix.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul Implikatur Tuturan Guru dalam Pembelajaran di SMK Putra Tama Bantul Dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018. Tesis ini disusun untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Magister Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa selama proses pelaksanaan penelitian yang telah penulis lakukan telah melibatkan berbagai pihak, untuk itu ijinkalah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. 2. Dr. R. Kunjana Rahardi M.Hum., Ketua Program Studi Universitas Sanata Dharma Program Magister dan dosen pembimbing kedua saya yang telah memberikan waktu, masukan, saran, kritikan, dan bimbingan, serta motivasi bagi saya dalam penyelesaian tesis ini. 3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., dosen pembimbing pertama yang telah bersedia meluangkan waktu, dan pikirannya untuk membimbing, memberikan saran, memotivasi serta kritikan yang membangun dalam proses penyusunan tesis.. x.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4. Dr. Emanuel Sunarto, M.Hum., dosen triangulator yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk memvalidasi hasil analisis data dalam penelitian ini. 5. Keluarga besar SMK Putra Tama Bantul yang telah memperkenankan peneliti untuk melakukan penelitian di SMK Putra Tama Bantul. 6. Keluarga besar SMA Pangudi Luhur Yogyakarta yang telah memperkenankan peneliti untuk melakukan penelitian di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. 7. Bapak Widi, staf sekretariat prodi MPBSI yang selama ini telah banyak membantu dan memberikan berbagai kemudahan untuk memenuhi berbagai keperluan administratif. 8. Orang tua saya, Bapak Soewarno dan Ibu Erentina Moerwani yang telah memberikan segalanya bagi saya, baik dukungan moril, materi, dan nasihatnasihatnya. 9. Teman-teman Magister PBSI angkatan kedua, Bapak Agung Siswanto, Elizabet Oktaviani, Caecilia Syahdu, Maria Dina, Melyda Rahman, dan Marta Susanti yang telah memberikan waktu berdiskusi dan memberikan semangat bagi penulis. 10. Teman-teman Magister PBSI angkatan pertama yang selalu memberikan nasihat-nasihat, saran, dan kritik bagi saya dalam menyelesaikan penulisan ini. 11. Teman-teman Magister PBSI angkatan ketiga yang selalu memberikan semangat dan informasi-informasi terbaru kepada penulis. 12. Teman dekatku, Alfiyatun Nasiroh yang selalu memberikan semangat, bantuan, dan dukungan untuk segera menyelesaikan tulisan ini.. xi.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... i. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii. HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii. HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv. HALAMAN MOTTO .................................................................................. v. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... vi. PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................... vii. ABSTRAK .................................................................................................... viii. ABSTRACT ................................................................................................... ix. KATA PENGANTAR .................................................................................. x. DAFTAR ISI................................................................................................. xii. DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1. 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4. 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5. 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 5. 1.5 Batasan Istilah .......................................................................................... 6. 1.6 Sistematika Penulisan .............................................................................. 7. BAB II: LANDASAN TEORI ..................................................................... 9. 2.1 Pragmatik ................................................................................................. 9. 2.2 Ruang Lingkup Pragmatik ....................................................................... 11. 2.2.1 Praanggapan .................................................................................. 11. 2.2.2 Tindak Tutur .................................................................................. 12. 2.2.3 Entailment...................................................................................... 13. 2.3 Fenomena-fenomena Pragmatik .............................................................. 14. 2.3.1 Fenomena Deiksis ......................................................................... 14. xiii.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.3.2 Fenomena Kesantunan Berbahasa ................................................. 16. 2.3.3 Fenomena Ketidaksantunan Berbahasa ......................................... 17. 2.3.4 Fenomena Kefatisan Berbahasa .................................................... 19. 2.3.5 Fenomena Implikatur..................................................................... 20. 2.4 Implikatur ................................................................................................. 21. 2.4.1 Implikatur Percakapan ................................................................... 22. 2.4.1.1 Implikatur Percakapan Umum ......................................... 31. 2.4.1.2 Implikatur Percakapan Berskala ...................................... 32. 2.4.1.3 Implikatur Percakapan Khusus ........................................ 32. 2.4.2 Implikatur Konvensional ............................................................ 33. 2.5 Konteks dalam Pragmatik ........................................................................ 34. 2.6 Bahasa Guru dan Bahasa Murid .............................................................. 39. 2.6.1 Bahasa Guru ............................................................................... 39. 2.6.2 Bahasa Murid.............................................................................. 44. 2.7 Kerangka Berpikir .................................................................................... 46. BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 47. 3.1 Jenis Penelitian......................................................................................... 47. 3.2 Sumber Data, Data Penelitian, dan Objek Penelitian............................... 48. 3.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 49. 3.4 Instrumen Penelitian ................................................................................ 51. 3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................ 52. 3.6 Triangulasi Data ....................................................................................... 54. BAB IV: HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN .................... 55. 4.1 Deskripsi Data .......................................................................................... 55. 4.2 Hasil Analisis Data .................................................................................. 56. 4.2.1 Wujud Implikatur dalam Pembelajaran ......................................... 56. 4.2.1.1 Wujud Implikatur Konvensional ...................................... 57. 4.2.1.2 Wujud Implikatur Percakapan ......................................... 64. 4.2.2 Implikatur dalam Pembelajaran ..................................................... 84. 4.2.2.1 Implikatur Konvensional ................................................. 85. 4.2.2.2 Implikatur Percakapan ..................................................... 91. xiv.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ................................................................... 110. 4.3.1 Wujud Implikatur Tuturan Guru di dalam Pembelajaran .............. 110. 4.3.1.1 Wujud Implikatur Konvensional ...................................... 111. 4.3.1.2 Wujud Implikatur Percakapan Umum ............................. 113. 4.3.1.3 Wujud Implikatur Percakapan Berskala .......................... 116. 4.3.1.4 Wujud Implikatur Percakapan Khusus ............................ 117. 4.3.2 Implikatur Tuturan Guru di dalam Pembelajaran ........................ 119. 4.3.2.1 Implikatur Konvensional ................................................. 120. 4.3.2.2 Implikatur Percakapan Umum ......................................... 122. 4.3.3.3 Implikatur Percakapan Berskala ...................................... 123. 4.3.3.4 Implikatur Percakapan Khusus ........................................ 124. BAB V: PENUTUP ...................................................................................... 128. 5.1 Simpulan .................................................................................................. 127. 5.2 Saran ........................................................................................................ 130. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 132. LAMPIRAN .................................................................................................. 136. BIOGRAFI PENULIS ................................................................................. 177. xv.

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. xvi.

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Salah satu kemampuan berbahasa manusia adalah berbicara. Berbicara memiliki maksud untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain. Suatu tuturan dapat terjadi pada individu satu dengan individu lainnya, atau individu dengan kelompok, maupun antarkelompok. Permasalahan yang terjadi kini sering tidak tercapainya maksud dari penutur kepada mitra tuturnya. Hal ini disebabkan oleh ketidakpahaman maksud mitra tutur terhadap tuturan dari penuturnya. Secara umum, kemampuan berbicara merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan oleh penutur untuk menyampaikan berbagai maksud. Melalui pengkajian studi pragmatik dalam pembelajaran di kelas ini diharapkan gap pemahaman suatu makna yang ada pada suatu komunikasi dapat dihindari. Kajian pragmatik menilik suatu persoalan yang terjadi dalam lingkup pembelajaran dapat memberikan gambaran nyata tentang seringnya tidak terjadi pemahaman suatu makna komunikasi. Diungkapkan oleh Yule (2006:5) perihal manfaat belajar bahasa melalui pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara. Kasus mengenai ketidaklancaran dari suatu komunikasi dalam interaksi antara guru dan siswa terjadi di SMA N 1 Kendari, Sulawesi Tenggara.. 1.

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Ditelusuri melalui berita online yang dikutip dari laman https://news.okezone.com/read/2017/10/23/340/1800393/astaga-guru-sma-dikendari-dihajar-orangtua-siswa-ini-sebabnya dan diakses pada tanggal 19 November. 2017, pukul 07:32 WIB), bahwa telah terjadi kasus penganiayaan yang dilakukan oleh salah satu orang tua siswa dari SMA tersebut. peristiwa tersebut terjadi dilatarbelakangi tidak terimanya salah satu siswa yang diberikan nasihat oleh guru yang bernama Hayari. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Jumat, 20 Oktober 2017 pukul 10 WITA di sekolah. Teguran yang tidak diterima oleh siswa berinisial CHD berupa teguran lisan dengan tuturan "Jangan begitu dengan gurumu (sambil mengibaskan empat lembar kertas ke wajah CHD), sopan," jelas Hayari. Akan tetapi siswa tersebut tetap melaporkan perihal kejadian tersebut kepada ayahnya yang berinisial SD. Peristiwa pemukulan kepada Hayari yang dilakukan oleh SD pun terjadi. Kasus ini kini tengah diselidiki oleh Mapolres Kendari. Peristiwa tersebut seakan menjadi bom waktu yang akan terjadi di kemudian hari. Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi dunia pendidikan. Hal serupa terjadi di SMK N 2 Makasar Sulawesi Selatan pada periode 10 Agustus 2016. Dikutip dari laman http://regional.liputan6.com/read/2575357/5konflik-pelik-guru-versus-siswa-berujung-pidana yang diakses pada tanggal 19. November 2017 (pukul 08:35 WIB) menginformasikan bahwa terjadi tindak kekerasan oleh oknum orang tua siswa yang melakukan pemukulan terhada guru dari anaknya sendiri. Peristiwa tersebut terjadi dilatar belakangi oleh tidak terimanya salah satu siswa yang dinasehati sembari ditepuk pundaknya karena tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah. Akan tetapi murid tersebut.

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. melaporkan kejadian tersebut kepada ayahnya, sehingga sang ayah menyusul anaknya di sekolah untuk menyelsaikan masalah tersebut. Namun, ketika ayah dan anak tersebut berpapasan dengan sang guru, sang ayah langsung menghantam wajah korban dan si anak atau murid tersebut turut menghakimi sang guru. Beruntung, kejadian tersebut diketahui para murid lainnya yang segera menyelamtkan sang guru. Peristiwa ini pun sempat viral di sosial media saat itu dan kasus tersebut telah diselesaikan secara kekeluargaan. Dua kasus yang melibatkan guru, siswa, hingga orang tua siswa tersebut menjadikan cambukan bagi dunia pendidikan untuk selalu memperbaiki komunikasi terhadap siswa maupun terhadap guru. Apabila komunikasi yang secara frontal atau terasa kasar dapat membuahkan bencana bagi si penutur. Secara khusus dalam dunia pendidikan, komunikasi lisan sering digunakan antara guru dengan peserta didik pada jenjang SMA/K. Hal ini tentu sangat penting untuk diketahui, karena siswa dan guru harus saling memahami komunikasi. yang. sering. terjadi.. Hal. itu. untuk. menghindarkan. dari. kesalahpahaman dan demi kesuksesan dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan bagi siswa. Hal ini memberikan pandangan bahwa siswa harus memiliki kemampuan untuk memahami bentuk-bentuk pragmatik dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan untuk melancarkan proses kegiatan belajar mengajar. Hal tersebut tentu tidak hanya sebatas mengetahui saja, namun juga dapat menerapkan aspek-aspek pragmatik yang dihasilkan oleh para guru. Akan tetapi, masih banyak peserta didik yang belum memahami bentuk-bentuk aspek pragmatik khususnya dalam pembelajaran. Permasalahan ini otomatis akan.

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. berdampak pada siswa yang tidak menerapkan konsep pragmatik dalam setiap pembelajaran. Penelitian ini merujuk pada salah satu fenomena pragmatik, yakni implikatur yang terjadi di SMK Putra Tama Bantul dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Pemilihan kedua sekolah tersebut dilatarbelakangi oleh konteks budaya peserta didik yang berbeda. Perbedaan tersebut adalah peserta didik dari SMK Putra Tama Bantul mayoritas berasal dari Indonesia bagian timur, sedangkan peserta didik SMA Pangudi Luhur Yogyakarta mayoritas berasal dari pulau Jawa atau Yogyakarta khususnya. Maka dari itu, dari penelitian ini dapat menghasilkan wujud-wujud implikatur dan maksud implikatur yang berasal dari dua sekolah berbeda kultur peserta didik. Implikatur memberikan pandangan bahwa suatu maksud dari tuturan tidak tampak pada tuturan tersebut, dengan kata lain bahwa suatu maksud yang diharapkan oleh penutur terkadang tidak tersurat secara fisik atau gramatikal. Akan tetapi melalui penanda-penanda yang melingkupinya, yakni konteks yang menaungi tuturan tersebut. Konteks dalam implikatur memiliki fungsi untuk menjembatani pemahaman penutur dengan mitra tutur, sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik. Diharapkan melalui penelitian ini dapat membantu para guru untuk dapat menggunakan implikatur pada waktu dan situasi yang tepat. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah besar, yakni bagaimana implikatur tuturan guru dalam pembelajaran di SMK Putra Tama.

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. Bantul dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta? Adapun dari rumusan masalah tersebut menghasilkan sub pertanyaan, sebagai berikut: 1. Apa saja wujud implikatur guru di dalam pembelajaran SMK Putra Tama Bantul dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta? 2. Apa saja implikatur guru di dalam pembelajaran SMK Putra Tama Bantul dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat ditemukan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini, yakni untuk mendeskripsikan implikatur guru SMK Putra Tama Bantul dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta? Kemudian dibuat menjadi sub-sub tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan wujud implikatur guru di dalam pembelajaran SMK Putra Tama Bantul dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. 2. Mendeskripsikan implikatur guru di dalam pembelajaran SMK Putra Tama Bantul dan SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak khalayak baik manfaat secara praktis dan teoretis a. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah berupa deskripsi mengenai wujudwujud implikatur dan maksud yang tersembunyi atau implikatur yang terkandung dalam tuturan guru, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu referensi pemikiran atau bakal teori baru dalam kajian implikatur..

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. b. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangsih strategi berkomunikasi guru kepada peserta didik dalam pembelajaran. Maka dari itu, selain kecakapan berkomunikasi, guru dapat meningkatkan rasa humanis dalam setiap bertutur kepada peserta didik, sehingga dapat menghindarkan interaksi dari kekerasan dalam bentuk verbal. 1.5 Batasan Istilah 1. Pragmatik Levinson (1983: 7) mengungkapkan bahwa Pragmatics is the study of those relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language. Pendapat tersebut juga didukung oleh Yule (2006:5) yang menyatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Dari kedua pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pragmatik adalah hubungan antara aspek-aspek linguistik dengan konteks yang melingkupi suatu peristiwa tutur. 2. Konteks Yule (1996: 21) menyatakan bahwa konteks berarti fisik lingkungan tempat kata digunakan. Finnegan dkk. (1997: 345) menyatakan bahwa unsur penting dalam penafsiran suatu ujaran adalah konteks di mana itu diucapkan. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa konteks adalah unsur-unsur keadaan di luar bahasa yang melingkupi suatu tuturan..

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. 3. Implikatur Brown dan Yule (1996) mengungkapkan bahwa istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur. Selain itu perihal pengertian implikatur, Grice (1975) dalam artikel yang berjudul Logic and Conversation. menyatakan bahwa maksud tidak tampak. dalam tuturan yang dilisankan atau dituliskan oleh penutur. Maka dari itu, implikatur merupakan kajian perihal apa yang dituturkan atau dituliskan berbeda dengan maksud yang diinginkan oleh penutur. 4. Bahasa guru Rod Ellis (1985) mengungkapkan bahwa bahasa guru atau teacher talk adalah bahasa khusus yang digunakan oleh guru saat mengatasi pembelajar bahasa kedua di kelas. 1.6 Sistematika Penelitian Laporan penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab. I merupakan. pendahuluan. Dalam bab ini dipaparkan enam hal yaitu: (1) latar belakang penelitian , (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) batasan istilah, dan (6) sistematika penelitian. Bab II merupakan kajian pustaka yang terdiri atas (1) pragmatik (2) fenomena-fenomena pragmatik, (3) Implikatur sebagai fenomena pragmatik (4) Konteks dalam pragmatik, (5) bahasa guru, dan (6) kerangka berpikir. Bab III merupakan metodologi penelitian. Dalam bab tiga dipaparkan (1) jenis penelitian, (2) sumber data, data, dan objek penelitian, (3) teknik pengumpulan data, (4) instrumen penelitian, (5) teknik analisis data dan (6).

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8. triangulasi data. Bab IV merupakan pembahasan, yang berisi deskripsi data dan hasil analisis data serta pembahasan. Bab V merupakan penutup yang terdiri atas simpulan dan saran..

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pragmatik Pragmatik sering sekali dipadupadankan dengan kajian semantik yang memiliki concern dalam menelaah suatu makna dalam tuturan komunikasi. Akan tetapi, Leech (1993:8) memberikan perbedaan mengenai kedua kajian linguistik sebagai berikut, semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan dua segi (dyadic), seperti dalam pertanyaan “Apa artinya X?”, sedangkan pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan tiga segi (triadic) seperti dalam pertanyaan “Apa maksudmu dengan X?” Maka dari itu dapat diambil suatu benang merah mengenai pemahaman awal pragmatik yang maknanya diberi definisi dalam hubungannya dengan penutur. Leech (1993:8) menjelaskan secara gamblang perihal pengertian pragmatik, bahwa pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasisituasi ujar (speech situations). Hal ini kembali menambahkan pemahaman awal perihal aspek dasar yang ada pada pragmatik, yakni selain makna juga ada situasi dalam suatu komunikasi yang memiliki suatu maksud yang lain. Cruse (2000: 16) dalam Cummings (2007:2) menyatakan bahwa pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang paling luas) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, namun yang (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung. 9.

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10. pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat. penggunaan bentuk-bentuk tersebut. Levinson (1983:9) menyatakan. pragmatik merupakan studi linguistik yang mempelajari hubungan antare bahasa dengan konteks. Unsur-unsur luar bahasa yang menjadi bagian dari konteks saling berhubungan dengan pembentukan atau pengkodean bahasa yang digunakan oleh penutur dengan mitra tutur dalam mencapai pemahaman maksud. Levinson (1983: 9) menyatakan pragmatics is the study of those relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language. Pada penjelasan tersebut merujuk pada bentuk atau kemasan suatu tuturan yang mengandung pragmatik, sehingga tampak bahwa suatu topik pembicaraan memiliki suatu makna yang lain dari arti yang sesungguhnya, bahkan arti dalam tuturan. belum. jelas.. Yule. (2006:5). berpendapat bahwa pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentukbentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Pendapat tersebut memberikan penegasan perihal aspek pragmatik dalam suatu bentuk linguistik, baik verba maupun nonverba yang berlatar belakang dari pemakainya atau penuturnya. Maka dari itu pemahaman mengenai linguistik tidak hanya melalui pemahaman secara gramatikal saja untuk mengetahui makna suatu struktur bahasa, melainkan juga memahami suatu konteks dan latar belakang pembicara atau penutur. Putrayasa (2014:14) mengungkapkan bahwa pragmatik merupakan telaah penggunaan bahasa untuk menuangkan maksud dalam tindak komunikasi sesuai dengan konteks dan keadaan pembicaraan..

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11. 2.2 Ruang Lingkup Pragmatik Setelah mengetahui mengenai kajian pragmatik pada bahasan sub bab sebelumnya, selanjutnya akan dibahas secara singkat perihal ruang lingkup dan fenomena yang ada pada kajian pragmatik. Ruang lingkup tersebut ialah praanggapan, tindak tutur, dan entailment. 2.2.1 Praanggapan Praanggapan atau presuposisi berasal dari perdebatan dalam ilmu filsafat, khususnya tentang hakekat rujukan (apa-apa, benda/keadaan, dan sebagainya) yang dirujuk atau ditunjuk oleh kata, frasa, atau kalimat dan ungkapan-ungkapan rujukan (Nababan, 1987) dalam Putrayasa (2015: 77). Secara gramatikal, presuposisi memiliki arti “menduga sebelumnya”. Yule (2006:43) menyatakan bahwa praanggapan adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Prinsip yang harus dipegang bahwa pranggapan adalah penutur, bukan kalimat. Secara garis besar, praanggapan memiliki kekhususan pada bagian asumsi-asumsi yang menjadi anggapan terhadap suatu objek tuturan. Berikut adalah contoh yang dapat menunjukkan suatu praanggapan, yakni: Tuturan Guru : “Gimana mas? Sen, gimana sen?” Murid : ”Iya bu, lanjut saja bu” (3/4/SMA) Konteks: situasi terasa sedikit santai karena guru selesai menjelaskan materi, sehingga beberapa murid ramai. Maksud yang terdapat dalam pertuturan tersebut adalah memerintah murid untuk tenang dan murid tersebut paham akan maksud dari pertanyaan guru tersebut. Bentuk tuturan berupa pertanyaan. Nada bicara terdengar meninggi..

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12. Dari contoh tuturan tersebut, dapat diketahui bagian praanggapannya. Hal ini dilihat dari jawaban murid atas pertanyaan dari guru. Murid menyadari dan beranggapan bahwa guru sekadar memerintahkan dia untuk tenang dan kembali memperhatikan guru. 2.2.2 Tindak Tutur Chaer dan Agustina (2004:40) menjelaskan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Maka dari itu, proses tindak tutur membutuhkan kemampuan psikologis seorang penutur maupun mitra tutur dalam berkecimpung pada suatu situasi tertentu. Hal ini akan memberikan pemahaman bahwa suatu proses interaksi bahasa akan berjalan lancar bila antara penutur dan mitra tutur memahami situasi atau bahasan suatu percakapan dengan sama. Penjabaran mengenai tindak tutur atau speech act digambarkan seperti kata “baik” yang ditujukan kepada seseorang dapat memiliki makna memuji, tetapi juga dapat memiliki makna sebaliknya yang mengacu pada konteks sesuatu hal yang rusak. Tindak tutur sendiri menjadi sebuah unsur kebahasaan kebermaknaan yang lahir dari sosial masyarakat penutur, sehingga suatu tuturan lahir dari suatu interaksi sosial. Tindak tutur dibagi atas 3 jenis, yakni lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Searle (1975) memberikan paparan mengenai jenis tindak tutur menjadi 3 jenis, yakni tindak lokusioner, ilokusioner, dan perlokusioner. Didukung oleh Austin yang juga merumuskan jenis tindak tutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act) dan tindak perlokusi (perlocutionary act). Lokusi.

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13. merupakan suatu tuturan atau ujaran oleh penutur kepada mitra tutur yang langsung dapat dipahami oleh mitra tutur, sehingga tidak ada yang perlu pemikiran yang lebih untuk memahami maksud atau makna dari penutur dan efek yang yang ditimbulkan dari informasi tersebut. Ilokusi adalah maksud yang ada di dalam diri penutur. Hal ini terjadi ketika suatu tuturan dituturkan kepada mitra tutur yang masih sebatas sebuah motivasi, niat, atau hal-hal yang masih mengandung maksud namun sebatas masih dalam pikiran penutur. Perlokusi adalah suatu tuturan yang menimbulkan efek dari hasil pemahaman makna dan tuturan dari seorang penutur kepada mitra tutur. 2.2.3 Entailment Crystal (1998: 136) mengungkapkan bahwa entailment a term refers to a relation between a pair of sentences such that the truth of the second sentence necessarily follows from the truth of the first. Dari pendapat tersebut, dipahami bahwa setiap pola tuturan terdapat sebuah relasi yang terikat. Relasi tersebut menjadi suatu kebenaran yang mengikuti kebenaran maksud yang menyertainya. Selain itu, pemikiran yang logis perihal entailment telah dijabarkan terlebih dahulu oleh Lyons (1977: 85) yang menjelaskan bahwa entailment is a relation that holds between P and Q where P and Q are variables standing for propositions such that if the truth of Q necessarily follows from the truth of P then P entails Q. Hal ini tentu membawa suatu pemahaman mengenai relasi yang terdapat dalam suatu tuturan dengan pemahaman mitra tutur saling membutuhkan keterkaitannya. penafsiran. Rahardi. (2005:. 43). memaparkan. perihal. harus didasarkan pada latar belakang pengetahuan yang sama (the.

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14. same background knowledge) antara penutur dan mitra tutur tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Maka dari itu, dapat dipahami secara mendasar bahwa entailment merupakan suatu penafsiran tuturan yang bersifat mutlak dan linear dengan maksud tuturannya. Dengan kata lain tidak ada unsur-unsur lain di luar tuturan yang mempengaruhi maksud dari penutur untuk menyampaikannya kepada lawan tutur. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah contoh dari entailment yang terjadi di dalam pembelajaran. Tuturan Guru : “KD selanjutnya adalah wawancara” Murid : “Waduh”. (10/2/SMA) Konteks : Situasi pertuturan tersebut tampak santai, maksud dari tuturan tersebut adalah mengimbau perihal aspek-aspek yang akan dilakukan pada KD wawancara. Bahwa KD wawancara mengharuskan para murid untuk keluar sekolah untuk berpraktik berwawancara kepada wisatawan atau kepada masyarakat yang memiliki nilai atau keunikan tersendiri. 2.3 Fenomena-fenomena Pragmatik 2.3.1. Fenomena Deiksis Deiksis adalah bentuk bahasa baik berupa kata maupun lainnya yang. berfungsi sebagai penunjuk hal atau fungsi tertentu di luar bahasa (Putrayasa, 2015: 38). Kata-kata yang dimaksud oleh pengertian tersebut mengacu pada suatu fungsi penunjuk suatu referen-referen yang tidak tetap, karena hanya penutur dan mitra tutur yang dapat memahami maksud tuturan yang mengandung deiksis. Sejalan dengan Nadar (2009:55) yang mengungkapkan bahwa kata-kata yang lazim disebut dengan deiksis tersebut berfungsi menunjukkan sesuatu, sehingga keberhasilan suatu interaksi antara penutur dan lawan tutur akan tergantung pada pemahaman deiksis yang dipergunakan oleh penutur. Deiksis terdiri atas tiga jenis, yakni (1) deiksis persona, (2) deiksis.

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15. tempat, dan (3) deiksis waktu. Deiksis persona menerapkan tiga pembagian dasar, yang dicontohkan dengan kata ganti orang pertama (saya), orang kedua (kamu), dan orang ketiga (“dia” laki-laki atau perempuan, atau “dia” barang). Maka dari itu, ketika suatu tuturan mengandung beberapa kata penunjuk seseorang atau sesuatu persona dengan penanda kata ganti seperti penjelasan tersebut, dapat dipastikan bahwa itu adalah deiksis persona. Contoh dari penerapan deiksis persona adalah; Tuturan Guru : “Saya mulai bicara, kamu juga mulai bicara, siapa dulu yang ngomong?” (3/2/SMA) konteks: situasi yang terasa dalam tuturan tersebut adalah suasana yang tegang dan sedikit marah dari sang guru. Keadaan kelas sangat ribut, padahal guru sedang menjelaskan materi. Maksud guru menuturkan pertanyaan tersebut adalah meminta atau memerintah para siswa untuk memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi. Kemudian brntuk tuturan berupa pertanyaan kepada para murid. Nada bicara guru terdengar meninggi. Jenis deiksis kedua yakni deiksis tempat. Deiksis tempat menunjukkan pronomina penunjuk tempat yang akan digunakan. Pronomina penunjuk tempat dalam bahasa Indonesia ialah sini, situ, atau sana (Putrayasa, 2015: 48). Putrayasa menambahkan, bahwa deiksis tempat dan deiksis ruang berkaitan dengan spesifikasi tempat relatif ke titik labuh dalam peristiwa tutur. Maka dari itulah, sebagai pronomina penunjuk arah menghasilkan di/ke/dari sebagai pronomina yang mengacu pada arah, sehingga akan menghasilkan ujaran-ujaran di sini, ke situ, dari sana yang menunjukkan suatu tempat ataupun arah yang diujarkan oleh penutur. Kembali pada keterangan awal deiksis yang mengacu referen-referen yang terikat atau tergantung pada konteks, maka dalam melihat pronomina- pronomina tersebut perlu diketahui konteks atau situasi ujaran.

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16. tersebut dilakukan. Contoh dari deiksis tempat, yakni; Tuturan Guru : “Bagaimana yang sana, diam tahu ndak?” (3/3/SMA) Konteks: Situasi yang terasa dalam tuturan tersebut terkesan tegang. Maksud dari tuturan tersebut adalah memerintah beberapa murid yang tidak aktif untuk ikut berpartisipasi dalam pembelajaran. Bentuk ujaran dalam implikatur tersebut berupa pertanyaan. Nada bicara terdengar meninggi. Setelah mengulas mengenai deiksis persona dan tempat, selanjutnya adalah jenis deiksis waktu. Putrayasa (2015: 50) mengungkapkan bahwa deiksis waktu yaitu pengungkapan kepada titik atau jarak waktu dipandang dari saat suatu ujaran terjadi, atau pada saat seseorang berujar. Sama seperti sifat deiksis yang memiliki jenis kata yang tidak memiliki ketetapan dan harus terikat dengan konteks, maka dalam deiksis waktu ini menunjuk pada kata-kata seperti besok, lusa, kelak, nanti yang digunakan oleh penutur untuk menunjukkan waktu sebelum peristiwa terjadi. Kemudian juga ada kata-kata seperti tadi, kemarin, minggu lalu, ketika itu, dahulu kala, barusan menunjukkan waktu setelah peristiwa terjadi. Selain itu juga terdapat kata-kata sekarang, saat ini, kini yang menunjukkan waktu ketika peristiwa tuturan sedang berlangsung. 2.3.2 Fenomena Kesantunan Berbahasa Berbahasa. merupakan. aktivitas. manusia. untuk. menunjukkan. ekstistensinya dalam berkomunikasi. Kemampuan tersebut mencerminkan kepribadian, sifat, atau cara pikir seseorang dalam bersikap. Karena berbahasa juga menjadi langkah awal seseorang untuk menjalin relasi dengan orang lain. Berbahasa harus memiliki pada kaidah-kaidah yang baku dan harus memenuhi syarat isi dari setiap konten yang hendak dimasukkan dalam tuturan baik lisan maupun tertulis. Namun, hal tersebut belumlah cukup. Karena masih ada satu.

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17. kaidah lagi yang perlu diperhatikan yaitu kesantunan (Pranowo, 2009: 4-5). Pranowo (2009:14-15) menyatakan terdapat tiga alasan berbahasa secara santun dalam interaksi penutur dan mitra tutur. Pertama, mitra tutur diharapkan dapat memahami maksud penutur. Kedua, setelah mitra tutur memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek tuturan yang lain. Ketiga, tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain yang sebenarnya tidak berkaitan dengan komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Berikut ini adalah contoh berkaitan dengan kesantunan berbahasa yang terjadi dalam proses pembelajaran. Tuturan Guru : “Yang tiduran atau yang sakit silahkan ke UKS saja!” (10/4/SMA) Konteks: Situasi terasa santai dan terjadi di lapangan indoor. Maksud dari tuturan tersebut adalah memerintah siswa yang tidak memperhatikan tuturan guru dan tiduran untuk memperhatikan guru. Nada tuturan tersebut bernada rendah dan santai. Penggunaan “UKS” menjadi pengetahuan perihal siswa yang sakit akan ditempatkan di UKS. 2.3.3 Fenomena Ketidaksantunan Berbahasa Pada kegiatan berbahasa penutur, terkadang tampak atau mengandung makna yang membuat lawan tutur merasa tidak dihormati atau tidak dihargai. Hal ini merujuk pada bahasa yang digunakan oleh penutur dalam mengkomunikasikan berbagai hal yang memiliki unsur negatif. Maka dari itu, ketidaksantunan tersebut muncul dalam tuturan dapat bersifat secara pragmatik dan secara gramatikal atau linguistik. Locher dan Watts (2008) berpendapat bahwa perilaku tidak santun adalah perilaku yang secara normatif dianggap negatif.. Ketidaksantunan. dalam. berbahasa. memiliki. dampak. untuk. medegradasikan nilai-nilai kesantunan yang telah ada, sehingga dapat.

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18. memperburuk komunikasi antara penutur dengan mitra tutur. Bousfield (2008) mengemukakan bahwa ketidaksantunan berbahasa adalah the issuing of intentionally gratuitous and conflictive face-threatening acts (FTA) that are purposefully performed. Pada pendapat tersebut ditekankan pada aspek “kesembronoan” dan aspek konfliktif pada aktivitas berbahasa yang tidak santun. Maka dari itu segala aktivitas kebahasaan yang mempermainkan perasaan dari mitra tutur, kemudian terdapat unsur kesembronoan dalam tuturannya, sehingga menyebabkan konflik terjadi itulah yang dapat dijadikan sebagai penanda bahwa kegiatan berbahasa tersebut tidak santun. Hal ini tampak pada contoh tuturan di bawah ini. Tuturan Murid 1 : Ambilin buku tow! Murid 2 : Waduh, Enggak sampai je. Murid 1 : Halah! Ambilin tow! (10/5/SMA) Konteks : percakapan terjadi pada dua murid. Murid satu memohon untuk mengambilkan buku yang jatuh di dekat meja murid 2. Akan tetapi murid 2 enggan untuk membantunya. Kemudian murid 1 mencoba merajuk paksa dengan kata “Halah”. Peristiwa tutur terjadi di dalam kelas. Dua murid berasal dari Jawa. Situasi kesal ditunjukkan oleh penutur murid 1. Penanda ketidaksantunan yang terdapat dalam tuturan di atas ditandai oleh kata “Halah”. Kesembronoan yang membuat tidak santun disebabkan oleh kata tersebut. hal ini sejalan dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Rahardi, dkk tahun 2014 yang berjudul “Kata Fatis Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Dalam Ranah Keluarga” bahwa “kata halah memiliki makna menyepelekkan atau dapat juga digunakan untuk menyampaikan maksud „kesembronoan‟”. Hal ini tentu dapat memberikan kesan yang kurang santun dalam suatu tuturan, sehingga akan membuat komunikasi menjadi kurang.

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19. terlaksana maksud yang diinginkan oleh mitra tutur. 2.3.4. Fenomena Kefatisan Berbahasa Fenomena kefatisan berbahasa atau basa basi merupakan suatu fenomena. penggunaan bahasa yang sangat dekat dan hampir selalu terjadi di dalam bersosial dengan orang lain. Kefatisan berbahasa menurut Jacobson (1980) adalah sebagai tuturan yang digunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi, untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar lawan bicara tetap memperhatikan. Hal tersebut memberikan pemahaman bahwa kefatisan berbahasa. dijadikan. sebagai. tanda. dari. penutur. untuk. memulai,. mempertahankan, atau memutuskan sesuatu perbincangan dengan mitra tutur. Sejalan dengan Kridalaksana (1986: 111) yang menyatakan bahwa kefatisan atau basa-basi adalah tuturan yang digunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan antara pembicara dan lawan bicara. Kridalaksana (1986, 113-116) mengkategorikan kata-kata fatis menjadi berbagai macam, yakni (1) ah, (2) ayo,(3) deh, (4) dong, (5) ding, (6) halo, (7) kan, (8) kek, (9) kok, (10) –lah, (11) lho, (12) mari, (13) nah, (14) pun, (15) selamat, (16) sih, (17) toh, (18) ya, (19) yah. Kata-kata penujuk kefatisan tersebut dapat dilihat pada contoh tuturan di bawah ini. Guru: Lho, kok mesti nganggo ngomong lho. Konteks : penutur merupakan guru yang mennuturkan pada para muridnya. Situasi terasa kesal. Keadaan terlihat guru sedang menulis rumus elektron di papan tulis. Akan tetapi kondisi kelas ramai karena saling berbicara antarmurid. Guru menuturkan hal tersebut, bermaksud untuk menenangkan kondisi kelas yang ribut. Pada contoh tuturan di atas, penutur menggunakan kata “Lho” yang.

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20. termasuk dalam kategori penanda kefatisan yang dicetuskan oleh Kridalaksana. Penggunaan kata tersebut memiliki makna interjeksi yang menunjukkan sebuah keterkejutan, karena terletak di awal kalimat. Namun, guru mengulangi kata lho di akhir kalimat, sehingga sebuah penegasan suatu perintah yang memiliki wujud sebuah pernyataan semakin kentara. 2.3.5. Fenomena Implikatur Implikatur dicetuskan oleh Grice (1975) dalam artikel yang berjudul. Logic and Conversation bahwa maksud tidak tampak dalam tuturan yang dilisankan atau dituliskan oleh penutur. Pada bagian inilah konteks akan membantu mitra tutur untuk mengetahui makna dan maksud dari penutur. Hal ini akan dibantu dengan latar belakang, keadaan, posisi, dan hal-hal yang mengelilingi situasi dari percakapan tersebut. Brown dan Yule (1996) mengungkapkan bahwa istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur. Pendapat tersebut mengantarkan kita bahwa implikatur merupakan proses menemukan makna dan maksud dari suatu tuturan yang diungkapkan oleh penutur baik secara lisan maupun tertulis tanpa terlihat secara langsung dalam tuturan tersebut. Nababan (1987) menyatakan bahwa implikatur berkaitan erat dengan konvensi kebermaknaan yang terjadi di dalam proses komunikasi. Konsep itu kemudian dipajami untuk menerangkan perbedaan antara hal “yang diucapkan” dan hal “yang diimplikasikan”. Diperkuat dengan pendapat Gazdar (1979: 38) bahwa implikatur adalah proposisi yang tersirat oleh ucapan kalimat dalam konteks.

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21. meskipun itu proposisi bukan merupakan bagian dari atau sebuah entailment dari apa yang benar-benar berkata. Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa implikatur adalah kajian mengenai maksud dari suatu tuturan yang tidak tampak dalam tuturan penutur dan dapat diketahui melalui konteks yang melingkungi tuturan tersebut. 2.4 Implikatur Dari subbab awal perihal implikatur sebagai bentuk fenomena pragmatik tampak perihal implikatur, yakni maksud tidak terlihat dalam ucapan maupun hal yang diimplikasikan oleh penutur, sehingga mitra tutur dapat memahami maksud di balik tuturan tersebut. Sejalan dengan Rahardi (2003: 85) bahwa di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud tertentu yang tidak dituturkan bersifat tidak mutlak. Rahayu (2011: 157) dalam penelitiannya yang berjudul Implikatur Percakapan Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di Kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo mengungkapkan bahwa alasan penggunaan implikatur dalam proses pembelajaran adalah meningkatkan sopan santun dari guru pada para peserta didik. Maka dari itu, harus disadari bahwa dalam penggunaan implikatur sangat membantu. penutur. dalam. bertindak. sopan. terhadap. orang. lain. menggunakan tuturan. Grice (1975) menyatakan bahwa terdapat dua jenis implikatur, yaitu implikatur konvensional dan implikatur percakapan. Implikatur konvensional menunjukkan maksud langsung dari tuturan yang diungkapkan oleh penutur, sehingga ketika akan memunculkan suatu maksud, mitra tutur langsung.

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22. mengetahui maksud dari tuturan secara langsung. Berbeda dengan implikatur percakapan yang memunculkan makna dan maksud di balik dari suatu tuturan, sehingga sangat bergantung pada konteks tuturan tersebut. 2.4.1 Implikatur Percakapan Seperti dibahas sebelumnya perihal definisi implikatur, bahwa implikatur berkaitan erat dengan percakapan atau kontak bahasa baik secara verba maupun nonverba yang mengandung suatu konteks. Grice (1975) who defines implicature for the case in which what speaker means or implies is different from what is said. Dari pendapat tersebut, dipahami bahwa implikatur merupakan suatu perstiwa dimana maksud penutur berbeda dengan apa yang dituturkan kepada mitra tutur. Rusminto (2009: 70) menyatakan bahwa implikatur percakapan adalah sesuatu yang disembunyikan dalam sebuah percakapan, yakni sesuatu yang secara implisit terdapat dalam penggunaan bahasa secara aktual. Putrayasa (2014: 65) menyatakan bahwa implikatur percakapan adalah suatu bagian dari kajian pragmatik yang lebih mengkhususkan kajian pada suatu percakapan yang berbeda dengan makna harfiah dari suatu percakapan. Hadiati (2007:45) dalam penelitian yang berjudul Tindak Tutur dan Implikatur Percakapan Tokoh Wanita dan Tokoh Laki-laki dalam Film The Sound of Music mengungkapkan bahwa implikatur percakapan, di lain pihak memiliki makna dan pengertian yang lebih bervariasi karena pemahaman terhadap hal‟ yang dimaksud‟ sangat bergantung pada konteks terjadinya percakapan, di mana dalam suatu percakapan ide prinsip-prinsip yang harus ditaati. Mey (1993:99) mengungkapkan A conversational implicature is therefore.

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23. something which is implied in conversation that is something which is left implicit in actual language use. Hal ini tentu semakin menjelaskan bahwa implikatur percakapan merupakan suatu proses percakapan yang sengaja untuk tidak menampakkan maksud yang dituturkan secara langsung oleh penutur. Maka dari itu, Bilmes (1986:27) dalam Mey (1993: 99) menguatkan mengenai implikatur percakapan bahwa This is the reason that pragmatics is interested in this phenomenon: we seem to be dealing here with a certain type of regularity, and one that cannot be captured in a simple syntactic or semantic rule, but perhaps may be accounted for by 'some conversational principle. Hal tersebut memberikan gambaran secara jelas mengenai implikatur percakapan yang memiliki pengertian bahwa terdapat suatu maksud yang implisit atau yang tidak terlihat dalam ujaran yang diutarakan oleh penutur kepada mitra tutur dalam suatu percakapan secara lisan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa implikatur percakapan merupakan suatu peristiwa tutur antara penutur dan mitra tutur yang memiliki maksud tidak tampak dibalik tuturan langsung dan membutuhkan penanda serta konteks guna memahami maksud tersembunyi tersebut. Levinson (1987: 114-117) menyatakan empat ciri utama dari suatu implikatur percakapan. Pertama, Cancellability yakni sebuah kesimpulan yang tidak mungkin bisa ditarik jika ada kemungkinan untuk menggagalkannya dengan cara menambah beberapa premis/alasan tambahan pada premis-premis asli. Bahwa suatu maksud yang terdapat dalam suatu tuturan dapat dibatalkan dengan cara menambahkan kata atau frasa tambahan. Berikut merupakan salah.

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24. satu contoh ciri dari cancellability. Tuturan Guru : “Gene bagus bajune dilebokke. Opo maneh nganggo tali rafia.” (ternyata bagus bajunya dimasukkan, apalagi memakai tali rafia) (1/1/SMA) Konteks: situasi menyenangkan atau tidak tegang pasca diberikan tugas. Guru mengingatkan murid tersebut untuk lebih rapi lagi dan tidak nanggung dalam hal merapikan pakaian yang digunakan. Karena murid tersebut memasukkan pakaian, tetapi menggunakan sabuk tali plastik (rafia). Tuturan dinyatakan dengan cara yang santai. Penutur dan mitra tutur berasal dari daerah jawa, sehingga menggunakan tuturan bahasa Jawa. Tuturan di atas merupakan sebuah wujud kalimat pernyataan berupa komentar dari cara berpakaian dari guru kepada murid. Pada tuturan awal, guru memuji cara berpakaian dari murid. Akan tetapi pujian tersebut berubah maksud menjadi sebuah sindirian, akibat adanya penambahan tuturan di belakangnya. Maka dari itu, ciri cancellability dipahami sebagai ciri yang menunjukkan bahwa suatu kesimpulan suatu maksud tuturan dapat dibatalkan dengan penambahan suatu frasa, klausa, ataupun tuturan tambahan. Kedua, Non-detachability, yakni implikatur diletakkan pada isi semantik dari apa yang dituturkan, tidak pada bentuk linguistik, maka implikatur tidak dapat dipisahkan dari suatu tuturan. Ciri tersebut dimaknai bahwa maksud suatu tuturan implikatur tidak dapat dipisahkan dari makna semantik yang terkandung dalam tuturan. Hal ini menjadi acuan bagi mitra tutur untuk memahami maksud yang dituturkan oleh penutur, yakni melalui makna semantik yang dituturkan. Penggunaan kata atau penanda dalam tuturan yang dapat dipahami secara langsung akibat dari makna semantik tampak dari makna kata atau frasa dalam tuturan. Berikut adalah contoh tuturan yang menunjukkan ciri-ciri dari Nondetachability:.

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25. Tuturan Guru:“Utari, vokal dasarnya lembut, tapi kalau bercanda treble semua ya.” (28/6/SMK) Konteks: Situasi dari tuturan tersebut tampak santai. Pelaku adalah guru dan salah satu siswi. Maksud dari tuturan tersebut menyuruh siswi tersebut membaca berita dengan volume lebih keras. Bentuk tuturan menggunakan tuturan lisan dan bernada tinggi. Penggunaan kata treble sebagai kata sindiran untuk siswi tersebut adalah kesehariannya yang selalu bicara keras ketika kondisi kelas ramai. Tuturan di atas dimaknai sebagai sebuah suatu sindiran dari guru kepada salah satu murid. Hal ini sejalan dengan ciri implikatur yakni non-detachability, bahwa maksud suatu implikatur tidak dapat dipisahkan dari suatu tuturan. Pada contoh tuturan di atas, penanda yang dapat dijadikan sebagai maksud tuturan implikatur adalah kata “trebel”. Melalui kata tersebut, maksud tuturan dapat dipahami oleh mitra tutur. Maka dari itu, dalam memaknai suatu maksud tuturan implikatur tidak dapat dipisahkan dari makna kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan tersebut. Prinsip ketiga, Calculability, yakni untuk setiap implikatur yang diduga harus memungkinkan untuk menyusun suatu argumen yang menunjukkan bahwa makna harfiah suatu tuturan dipadu dengan prinsip kerja sama dan maksimmaksimnya. Hal tersebut dapat diartikan bahwa apa yang dituturkan berbeda dengan apa yang dimaksud oleh penutur, karena memperhitungkan aspek-aspek di luar kebahasaan yang dituturkan. Misalnya tampak pada contoh tuturan di bawah ini. Tuturan Guru : “Gandhang udah selesai?” (5/2/SMK) Konteks : Situasi terasa kesal. Maksud dari tuturan tersebut adalah menyuruh murid untuk tenang dan fokus mengerjakan tugas. Nada suara tuturan terdengar tinggi..

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26. Pada tuturan di atas menunjukkan bahwa apa yang dikatakan tidak mutlak yang dimaksudkan oleh penutur. Hal ini mengacu pada konteks yeng melingkupi tuturan tersebut.Penutur atau sang guru memberikan pertanyaan yang sebenarnya adalah sebuah masksud memerintah muridnya yang tidak segera menyelesaikan tugas untuk segera diselesaikan. Oleh karena itu, implikatur memiliki ciri-ciri calculability. Prinsip keempat, Non-conventionality, yakni untuk mengetahui makna harfiah, dapat diduga implikaturnya dalam suatu konteks, implikatur tidak dapat sebagai bagian dari makna itu. Dalam memahami maksud suatu implikatur, mitra tutur tidak serta merta memahami suatu maksud dari tuturan yang tampak. Hal ini dikarenakan bertentangan dengan ciri ke tiga. Oleh karena itu, suatu implikatur patutnya dipahami maksudnya melalui konteks-konteks yang melingkupinya. Berikut contoh tuturan untuk menjelaskan ciri-ciri implikatur non-conventionality. Guru : “Ini ada yang piket enggak ya?” Murid : “Ada kok bu, ada” (11/2/SMA) Konteks : Situasi pada tuturan tersebut terasa tegang. Penutur adalah guru dan mitra tutur adalah para murid. Maksud dari tuturan tersebut adalah menyuruh murid untuk menghapus tulisan-tulisan di papan tulis. Tuturan bersifat tuturan lisan dua arah dan bernada tinggi. Pada tuturan tersebut, tidak serta merta mengambil secara mutlak maksudnya dalah hanya menanyakan ada tidaknya petugas piket saat itu. Melainkan melihat konteks yang melingkupinya agar dapat mengetahui maksud yang sebenarnya. Hal inilah yang menjadi pembeda antara implikatur pragmatik.

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27. dengan semantik. Bahwa konteks memberikan peran yang sangat besar terhadap pemahaman suatu maksud yang terkandung dalam sebuah tuturan. Dari ciri-ciri implikatur percakapan di atas, dapat diperoleh suatu gambaran utama yang dapat dijadikan sebagai suatu pegangan mengenai ciri-ciri implikatur percakapan, yakni cancellability, nondetachable, nonconventional, dan calcutable. Beberapa ciri tersebut tentu akan mengantarkan peneliti pada pembedaan antara implikatur percakapan dan implikatur konvensional. Penelitian yang relevan perihal dengan jenis-jenis implikatur ini seperti dalam penelitian yang berjudul Implikatur dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMA Labschool Untad Palu yang dilakukan oleh Mursalim Tokuasa pada tahun 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Kemudian teknik pengumpulan datanya dengan metode simak dengan lanjutan teknik sadap, dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Hasil penilitian tersebut adalah beberapa implikatur ditemukan berupa pertanyaan, pernyataan, jawaban, saran, sindiran, dan perintah. Kemudian juga ditemukan fungsi-fungsinya, yakni memotivasi, memberi kaitan, mencegah pelanggaran, dan strategi implikatur ditemukan, strategi marah secara langsung, melucu secara tidak langsung, hingga mengharapkan informasi secara tidak langsung. Hasil yang telah ditemukan dalam penelitian tersebut akan diberikan tambahan perihal jenis implikaturnya, sehingga akan disebutkan juga jenis implikaturnya, seperti implikatur percakapan (implikatur percakapan umum, implikatur percakapan berskala, dan implikatur percakapan khusus) dan implikatur konvensional. Implikatur.

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28. percakapan memiliki beberapa jenis, yakni implikatur percakapan umum, implikatur percakapan berskala, dan implikatur percakapan khusus. Putrayasa (2014: 67) mengemukakan contoh-contoh maksud implikatur percakapan, yakni: 1) Implikatur percakapan melarang Implikatur percakapan melarang merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk melarang. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan pelarangan. Seperti contoh percakapan kakak adik berikut: Sasa : “Kak, saya maun main dengan Roni boleh ya?” Mira : “Hujan nanti!” Konteks: suatu hari saat cuaca mendung, Sasa yang masih kelas 2 SD minta izin kepada kakaknya untuk bermain dengan Roni. Akan tetapi Mira tidak serta merta melarang, namun hanya menjawab “Hujan nanti!” yang mengandung maksud Sasa tidak boleh main, karena sebentar lagi turun hujan. Contoh tuturan di atas menunjukkan bahwa implikatur harus melihat konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Hal ini dilihat dari jawaban Mira, bahwa nanti hujan, yang mana memiliki maksud untuk melarang Sasa bermain keluar rumah. Nada suara yang dikeluarkan oleh Mira juga menunjukkan maksud melarang untuk bermain, alas an keadaan yang sebentar lagi hujan menjadi cukup logis untuk memahami tuturan tersebut untuk melarang. 2) Implikatur Percakapan Menyetujui Implikatur percakapan menyetujui merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk menyetujui. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan persetujuan. Seperti contoh percakapan Roni dan Tomi yang merupakan teman sebaya berikut: Tuturan: Guru: “Satu jam pelajaran selesai ya?”.

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29. Murid: “satu setengah ya bu” Guru: “Baik, tapi satu tulisan jadi semua ya” Konteks: Situasi terasa menyenangkan. Maksud dari tuturan tersebut menandakan bahwa guru sangat disiplin terhadap waktu dan proses. 3) Implikatur Percakapan Menolak Implikatur percakapan menolak merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk menolak. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan penolakan. Seperti pada contoh di bawah ini. Tuturan Guru : “Mas, apa kamu enggak nulis?” Murid : “Bu, saya minta soft file” (11/6/SMA) Konteks : Situasi dalam pertuturan tersebut terasa lebih santai. Maksud dari tuturan tersebut adalah menunjukkan bahwa para murid mala untuk menulis catatan yang berasal dari slide PPT sang guru. Tuturan bersifat lisan dan bernada santai cenderung merajuk. 4) Implikatur Percakapan Memerintah Implikatur percakapan memerintah merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk memerintah. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan memerintah. Berikut contoh percakapan antarteman di sekolah. Tuturan Guru :“Kamu bisa baca catatanmu sendiri?” Siswa : “Bisa bu” (28/7/SMK) Konteks: Situasi dari tuturan tersebut adalah tegang. Maksud dari tuturan tersebut adalah memerintah siswa tersebut untuk mencatat, karena catatannya kosong dan tidak pernah mencatat. 5) Implikatur Percakapan Meminta Implikatur percakapan meminta merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk meminta. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan persmintaan. Berikut contoh cuplikan implikatur.

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30. percakapan meminta tersebut saat antarsiswa bercakap di luar kelas: Tuturan Guru : “Yang tidur apa sudah bisa ya?” (3/5/SMA) Konteks:Situasi terasa menjenuhkan atau membosankan karena guru sedang menjelaskan materi. Maksud dari pertanyaan tersebut adalah meminta perhatian salah satu siswa yang tertidur di pojok kelas. Bentuk tuturan berupa pertanyaan. Dirunut dari nada bicaranya sedikit keras dan secara tiba-tiba karena berada di sela penjelasan materi. 6) Implikatur Percakapan Menegaskan Implikatur percakapan menegaskan merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk menegaskan. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan penegasan. Berikut contoh dari implikatur percakapan menegaskan antarteman di tempat pemotongan hewan Kurban. Bagus : “Bud, kau suka daging kurban enggak?” Budi : “Kalau dikasih, aku mau.” Bagus : “Kau suka sapi atau kambing?” Budi : “Aku suka sapi. Kalau sate kambing mau juga.” Konteks: Bagus dan Budi adalah sepasang teman. Situasi setelah shalat idul Adha. Banyak sapi dan kambing yang dipersiapkan untuk disembelih. Situasi percakapan tidak tegang, cenderung santai. Percakapan tersebut menggunakan tuturan bermodus asertif menegaskan untuk memberikan penjelasan kepada mitra tutur dari keragu-raguan terhadap kesukaannya kepada daging sapi atau daging kambing. 7) Implikatur Percakapan Mengeluh Implikatur percakapan mengeluh merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk mengeluh. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan keluhan. Berikut contoh percakapan yang mengindikasikan implikatur percakapan mengeluh Tuturan: Guru : “Saya akan ngecek PR mu”.

(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31. Murid : “Waduh!” (3/15/SMA) Konteks: Situasi yang terasa dalam lingkup pertuturan tersebut adalah tegang. Maksud dari tuturan dari para murid adalah beberapa belum mengerjakan dan belum selesai. Bentuk tuturan berupa satu kalimat deklaratif yang menjadi sinyal ketegangan oleh beberapa siswa, khususnya yang belum mengerjakan. 8) Implikatur Percakapan Melaporkan Implikatur percakapan melaporkan merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk melaporkan. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan pelaporan. Berikut contoh kutipan percakapan implikatur percakapan melaporkan antara ibu guru dan siswa. Tuturan Guru : “Ada film yang mengangkat rasisme.” Murid : “nonton-nonton bu, nonton.” Konteks: Situasi terasa menyenangkan saat pembelajaran. Maksud dari tuturan para murid adalah untuk tidak ada pembelajaran konvensional. Akan tetapi, guru menyadari keinginan lain dari para murid yang tidak ingin adanya pembelajaran, sehingga penjelasan materu tetasp dilanjutkan dan maksud penyampaian film adalah sebatas melaporkan. Nada yang terdengar dari tuturan para murid tersebut adalah nada merajuk. 2.4.1.1 Implikatur Percakapan Umum Yule (2006:70) menyatakan bahwa jika pengetahuan khusus tidak dipersyaratkan untuk memperhitungkan makna tambahan yang disampaikan, hal ini disebut implikatur percakapan umum. Hal ini tentu dapat dipahami bahwa implikatur percakapan umum tidak membutuhkan pengetahuan khusus atau konteks yang spesifik dalam memahami suatu maksud tuturan. Sejalan dengan Rustono (1999: 81) bahwa implikatur percakapan umum adalah implikatur yang kehadirannya di dalam percakapan tidak memerlukan konteks khusus. Berikut adalah contoh tuturan dari implikatur percakapan umum: Tuturan Guru : “Hey! Ada pertanyaan?”.

(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32. Murid : “Tidak bu, tidak ada” (4/2/SMA) Konteks: Situasi yang terasa pada tuturan tersebut adalah marah. Maksud dari tuturan tersebut adalah memerintah diam para murid yang sedang ramai dan menandakan bahwa sang guru adalah orang yang disiplin atau tegas. Bentuk tuturan berupa pertanyaan yang bernada tegas. 2.4.1.2 Implikatur Percakapan Berskala Implikatur percakapan berskala merupakan cara informasi tertentu selalu disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai (Yule, 2006: 71). Pengertian tersebut menjelaskan bahwa implikatur percakapan berskala selalu memberikan kata-kata yang menunjukkan kuantitas dari suatu informasi yang disampaikan. Yule (2006: 72) memberikan beberapa kata dan frase penentu implikatur percakapan berskala, yakni semua, sebagian besar, beberapa, banyak, sedikit, selalu, sering, kadang-kadang. Berikut adalah contoh perihal penggunaan implikatur percakapan berskala, Guru: “Satu jam pelajaran selesai ya?” Murid: “satu setengah ya bu” Guru: “Baik, tapi satu tulisan jadi semua ya.” (4/3/SMK) Konteks: Situasi terasa menyenangkan. Maksud dari tuturan tersebut memerintah para murid untuk segera menyelesaikan dan menggunakan waktu dengan seefektif mungkin dalam menulis artikel. 2.4.1.3 Implikatur Percakapan Khusus Implikatur percakapan khusus merupakan implikatur percakapan yang membutuhkan suatu konteks yang khusus atau lokal, artinya hanya dimengerti oleh beberapa orang saja atau tidak bersifat umum. Yule (2006: 74) menyatakan bahwa. implikatur. percakapan. khusus. sangat. khusus. di. mana. kita. mengasumsikan informasi kita ketahui secara lokal. Contoh percakapan di bawah ini: Guru : “Alhamdulillah, Pilipus tumben masuk ya.” (29/1/SMK).

(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33. Konteks : Situasi dalam pertuturan tersebut adalah santai. Maksud dari tuturan tersebut adalah menyindir murid yang sangat jarang masuk, walaupun dibubuhkan “Alhamdulillah” sebagai wujud syukur dan diikuti “tumben”. 2.4.2 Implikatur Konvensional Implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau maksim-maksim. Implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam percakapan dan tidak bergantung pada konteks khusus untuk menginterpretasikannya (Yule, 2006: 78). Dari penjelasan tersebut dapat dicermati bahwa implikatur konvensional tidak mempertimbangkan konteks khusus dalam suatu tuturan. Maka dari itu, pada implikatur konvensional segala interpretasi tuturan berasal dari kalimat atau kata yang ada pada tuturan (secara harafiah). Mulyana (2001) menyatakan bahwa implikatur konvensional merupakan implikasi atau pengertian yang bersifat umum. Implikatur konvensional juga tidak memiliki ciri yang tertunda dalam tujuan tuturan secara implisit, melainkan cara untuk menunda atau membatalkan tujuan dengan memberikan tambahan berupa kata, seperti kata “tetapi”, “namun”, “bahkan”,dll. Berikut adalah contoh dari penggunaan implikatur konvensional: Guru : “Bapak-bapak iki arisan ae.” (Bapak-bapak ini arisan terus) Konteks: Situasi terasa tegang karena guru sedang menjelaskan materi, namun berubah ketika mengomentari aktivitas empat siswa yang sedang ribut sendiri. Maksud dari pertuturan tersebut adalah untuk meminta para siswa yang ribut untuk lebih kondusif. Bentuk tuturan tersebut adalah kalimat perintah yang bersifat mengomentari aktivitas sekelompok siswa, bukan menyuruh untuk diam. Tetapi melalui sindiran aktivitas yang dianalogikan sebagai aktivitas arisan layaknya ibu-ibu yang ramai saling berbicara..

(50) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34. Penjelasan lain terhadap implikatur konvensional adalah suatu implikatur konvensional memiliki sifat yang berbeda dengan prinsip pragmatik lainnya seperti maksim. Akan tetapi merujuk pada makna leksikal yang terdapat dalam suatu tuturan. Levinson (1983: 127) mengungkapkan bahwa conventional implicatures are non-truth-conditional inferences that are not derived from superordinate pragmatic principles like the maxims, but are simply attached by convention to particular lexical items. 2.5 Konteks dalam Pragmatik Pemahaman mendasar perihal pragmatik telah diulas pada subbab di atas, sesuai dengan berbagai pemahaman mengenai pragmatik yang erat kaitannya dengan unsur kondisi atau keadaan suatu komunikasi, maka muncullah konteks. Konteks dalam pragmatik memiliki spesifikasi khusus atau berbeda daripada konteks linguistik. Dalam artikel seminar Pranowo (2015) menyatakan bahwa konteks linguistik bersifat tekstual, artinya kalimat yang mengawali atau mengikuti suatu teks sudah dapat disebut konteks. Konteks pragmatik bersifat di luar teks atau ekstralingual tidak tampak pada tuturan penutur. Oleh karena itu, maka hubungan antara bahasa dengan konteks inilah yang akan menjadi embrio dari kajian pragmatik. Rahardi (2008:17) menyatakan bahwa konteks pada hakikatnya adalah latar belakang pengetahuan yang dapat dipahami penutur dan mitra tutur, sehingga hubungan atau keterkaitan itu sendri terdapat pada masing-masing ujaran. Hal tersebut mengacu pada kesepahaman pada suatu maksud atau tujuan yang dipahami antara penutur dan mitra tutur. Hal ini tentu memberikan.

(51) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35. pandangan bahwa maksud yang diinginkan penutur tidak diungkapkan secara fisik, tetapi berdasarkan pada pengetahuan dan pemahaman yang sama dengan mitra tutur. Konteks sendiri menurut Putrayasa (2014:5) merupakan sesuatu yang ada sebelum dan atau sesudah sebuah kata, frasa, atau bahkan ujaran yang lebih panjang (dari frasa, klausa, kalimat), atau teks. Jadi konteks sendiri bisa berarti suatu keadaan atau situasi yang melingkungi suatu ujaran atau teks yang diproduksi oleh penutur kepada mitra tutur. Dari pendapat awal tersebut, dapat dipahami bahwa konteks memiliki peranan sebagai unsur eksternal dari linguistik. Hal ini dilihat dari luar struktur gramatikal yang digunakan oleh penutur, namun juga diperhatikan dari segi keadaan atau kondisi yang mengiringi suatu bahasa yang digunakan. Putrayasa (2014:6) menambahkan bahwa konteks verbal atau situasi dapat mempengaruhi makna sebenarnya dari sebuah kata, frasa, kalimat atau ujaran. Semakin jelas keterkaitan antara unsur gramatikal dengan konteks guna membentuk suatu bidang kajian pragmatik. Hal ini memberikan gambaran bahwa unsur gramatikal yang memiliki makna memiliki maksud yang berbeda karena dipengaruhi oleh konteks yang membawanya baik dari keadaan atau penuturnya. Maka dari itu, dalam memahami suatu kajian pragmatik haruslah memahami juga mengenai konteks. Song (2010) dalam artikelnya yang berjudul The Role of Context in Discourse Analysis mengungkapkan bahwa konteks adalah lingkungan (keadaan atau faktor-faktor oleh beberapa ahli lain) di mana wacana terjadi. Maka dari itulah, Song memberikan gagasan atau perspektif secara umum perihal pengertian dari konteks dalam ranahnya, yakni pragmatik. Apabila merunut dari.

(52) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36. berbagai pendapat seperti di awal, juga ditemukan bahwa pengertian konteks sendiri adalah hal-hal baik keadaan sosial, budaya, pengetahuan, dll di luar aspek kebahasaan tuturan itu sendiri. Perihal pembagian konteks, Song membedakan atas 4 jenis, yakni: 1) Konteks linguistik Song (2010) memaparkan bahwa konteks linguistik mengacu pada konteks di wacana, yaitu hubungan antara kata-kata, frasa, kalimat, dan paragraf. Konteks linguistik ini dapat dianalisis melalui tiga cara, yakni dengan deictic, ko- teks, dan kolokasi. Aspek deictic mengacu pada unsur ruang dan waktu dari wacana yang dituturkan. Hal ini mengacu pada keadaan lokasi, waktu, ekspresi, dll. Aspek co-teks menilik perihal keterhubungan dari interpretasi wacana yang ada dalam tuturan, sehingga pemahaman makna dan maksud suatu tuturan merupakan hasil dari interpretasi secara langsung dalam teks itu baik teks yang sebelumnya maupun saat dipahami. Maka dari itu bahwa konteks dapat diacu pada teks berupa kata, frasa, kalimat, hingga paragraf. Hal ini juga merujuk pada pemahaman mengenai ko-teks yang memiliki sifat tekstual. Paranowo (2015) menyatakan bahwa sebuah kalimat yang mengawali atau mengikuti suatu teks dinamakan ko-teks. Selanjutnya pada aspek kolokasi merujuk pada asosiasi pemikiran pada suatu teks yang dipahami. Hal ini lebih mengacu pada ilmu sintagmatik, yakni keterhubungan secara linear terhadap unsur-unsur bahasa yang dituturkan oleh penutur. Misalnya pada kasus, kata “anjing” dan “digigit”, lalu kata “tentara” dengan “perang”. Dari bahasan perihal konteks linguistik tersebut, diperoleh gagasan bahwa konteks linguistik mengacu pada proses.

(53) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37. memahami makna dan maksud berdasarkan teks atau tuturan yang diungkapkan secara langsung. 2) Konteks situasional Konteks situasional mengacu pada lingkungan, waktu, tempat, dll di mana wacana tersebut terjadi seiring dengan hubungan antara pengguna tuturan tersebut. Konteks ini merupakan konteks yang bersifat tradisional, tetapi membantu penutur dalam memperjelas keterkaitan bahasa dengan konteks situasi yang ada dalam lingkungan tuturan tersebut. Pranowo (2015) mengungkapkan bahwa konteks dalam pragmatik diartikan sebagai keseluruhan situasi yang melingkupi teks atau tuturan (konteks selalu berada di luar tuturan). Konteks situasional dapat dikaji dalam tiga aspek, yakni aspek lapangan, tenor, dan modus. Pada aspek lapangan, suatu tuturan tentu sangat erat di mana proses komunikasi tersebut terjadi, sehingga dapat merepresentasikan situasi dan hubungan yang mempengaruhi makna dan maksud dalam suatu tuturan. Lalu aspek tenor, mengacu pada hubungan yang yang merujuk pada situasi social dalam suatu wacana. Aspek ini memberikan rambu-rambu bahwa dalam proses komunikasi tidak selalu berfokus pada aspek gramatikal linguistik, namun juga mempertimbangkan aspek sosial yang mengikutinya. Hal ini tentu akan membantu penutur dan mitra tutur untuk transfer informasi dengan baik dan lancar. Selanjutnya pada aspek modus, yakni perihal bagaimana suatu tuturan ditransferkan dengan media atau secara langsung. Hal ini mengacu pada sifat dan isi suatu tuturan yang akan ditransferkan pada mitra tutur, baik secara personal maupun secara masiv..

Referensi

Dokumen terkait