• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI

2.4 Implikatur

2.4.1 Implikatur Percakapan

Seperti dibahas sebelumnya perihal definisi implikatur, bahwa implikatur berkaitan erat dengan percakapan atau kontak bahasa baik secara verba maupun nonverba yang mengandung suatu konteks. Grice (1975) who defines implicature for the case in which what speaker means or implies is different from what is said. Dari pendapat tersebut, dipahami bahwa implikatur merupakan suatu perstiwa dimana maksud penutur berbeda dengan apa yang dituturkan kepada mitra tutur. Rusminto (2009: 70) menyatakan bahwa implikatur percakapan adalah sesuatu yang disembunyikan dalam sebuah percakapan, yakni sesuatu yang secara implisit terdapat dalam penggunaan bahasa secara aktual. Putrayasa (2014: 65) menyatakan bahwa implikatur percakapan adalah suatu bagian dari kajian pragmatik yang lebih mengkhususkan kajian pada suatu percakapan yang berbeda dengan makna harfiah dari suatu percakapan. Hadiati (2007:45) dalam penelitian yang berjudul Tindak Tutur dan Implikatur Percakapan Tokoh Wanita dan Tokoh Laki-laki dalam Film The Sound of Music mengungkapkan bahwa implikatur percakapan, di lain pihak memiliki makna dan pengertian yang lebih bervariasi karena pemahaman terhadap hal‟ yang dimaksud‟ sangat bergantung pada konteks terjadinya percakapan, di mana dalam suatu percakapan ide prinsip-prinsip yang harus ditaati.

something which is implied in conversation that is something which is left implicit in actual language use. Hal ini tentu semakin menjelaskan bahwa implikatur percakapan merupakan suatu proses percakapan yang sengaja untuk tidak menampakkan maksud yang dituturkan secara langsung oleh penutur. Maka dari itu, Bilmes (1986:27) dalam Mey (1993: 99) menguatkan mengenai implikatur percakapan bahwa This is the reason that pragmatics is interested in this phenomenon: we seem to be dealing here with a certain type of regularity, and one that cannot be captured in a simple syntactic or semantic rule, but perhaps may be accounted for by 'some conversational principle.

Hal tersebut memberikan gambaran secara jelas mengenai implikatur percakapan yang memiliki pengertian bahwa terdapat suatu maksud yang implisit atau yang tidak terlihat dalam ujaran yang diutarakan oleh penutur kepada mitra tutur dalam suatu percakapan secara lisan. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa implikatur percakapan merupakan suatu peristiwa tutur antara penutur dan mitra tutur yang memiliki maksud tidak tampak dibalik tuturan langsung dan membutuhkan penanda serta konteks guna memahami maksud tersembunyi tersebut.

Levinson (1987: 114-117) menyatakan empat ciri utama dari suatu implikatur percakapan. Pertama, Cancellability yakni sebuah kesimpulan yang tidak mungkin bisa ditarik jika ada kemungkinan untuk menggagalkannya dengan cara menambah beberapa premis/alasan tambahan pada premis-premis asli. Bahwa suatu maksud yang terdapat dalam suatu tuturan dapat dibatalkan dengan cara menambahkan kata atau frasa tambahan. Berikut merupakan salah

satu contoh ciri dari cancellability. Tuturan

Guru : “Gene bagus bajune dilebokke. Opo maneh nganggo tali rafia.” (ternyata bagus bajunya dimasukkan, apalagi memakai tali rafia) (1/1/SMA)

Konteks: situasi menyenangkan atau tidak tegang pasca diberikan tugas. Guru mengingatkan murid tersebut untuk lebih rapi lagi dan tidak nanggung dalam hal merapikan pakaian yang digunakan. Karena murid tersebut memasukkan pakaian, tetapi menggunakan sabuk tali plastik (rafia). Tuturan dinyatakan dengan cara yang santai. Penutur dan mitra tutur berasal dari daerah jawa, sehingga menggunakan tuturan bahasa Jawa.

Tuturan di atas merupakan sebuah wujud kalimat pernyataan berupa komentar dari cara berpakaian dari guru kepada murid. Pada tuturan awal, guru memuji cara berpakaian dari murid. Akan tetapi pujian tersebut berubah maksud menjadi sebuah sindirian, akibat adanya penambahan tuturan di belakangnya. Maka dari itu, ciri cancellability dipahami sebagai ciri yang menunjukkan bahwa suatu kesimpulan suatu maksud tuturan dapat dibatalkan dengan penambahan suatu frasa, klausa, ataupun tuturan tambahan.

Kedua, Non-detachability, yakni implikatur diletakkan pada isi semantik dari apa yang dituturkan, tidak pada bentuk linguistik, maka implikatur tidak dapat dipisahkan dari suatu tuturan. Ciri tersebut dimaknai bahwa maksud suatu tuturan implikatur tidak dapat dipisahkan dari makna semantik yang terkandung dalam tuturan. Hal ini menjadi acuan bagi mitra tutur untuk memahami maksud yang dituturkan oleh penutur, yakni melalui makna semantik yang dituturkan. Penggunaan kata atau penanda dalam tuturan yang dapat dipahami secara langsung akibat dari makna semantik tampak dari makna kata atau frasa dalam tuturan. Berikut adalah contoh tuturan yang menunjukkan ciri-ciri dari Non- detachability:

Tuturan

Guru:“Utari, vokal dasarnya lembut, tapi kalau bercanda treble semua ya.” (28/6/SMK)

Konteks: Situasi dari tuturan tersebut tampak santai. Pelaku adalah guru dan salah satu siswi. Maksud dari tuturan tersebut menyuruh siswi tersebut membaca berita dengan volume lebih keras. Bentuk tuturan menggunakan tuturan lisan dan bernada tinggi. Penggunaan kata treble sebagai kata sindiran untuk siswi tersebut adalah kesehariannya yang selalu bicara keras ketika kondisi kelas ramai.

Tuturan di atas dimaknai sebagai sebuah suatu sindiran dari guru kepada salah satu murid. Hal ini sejalan dengan ciri implikatur yakni non-detachability, bahwa maksud suatu implikatur tidak dapat dipisahkan dari suatu tuturan. Pada contoh tuturan di atas, penanda yang dapat dijadikan sebagai maksud tuturan implikatur adalah kata “trebel”. Melalui kata tersebut, maksud tuturan dapat dipahami oleh mitra tutur. Maka dari itu, dalam memaknai suatu maksud tuturan implikatur tidak dapat dipisahkan dari makna kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan tersebut.

Prinsip ketiga, Calculability, yakni untuk setiap implikatur yang diduga harus memungkinkan untuk menyusun suatu argumen yang menunjukkan bahwa makna harfiah suatu tuturan dipadu dengan prinsip kerja sama dan maksim-maksimnya. Hal tersebut dapat diartikan bahwa apa yang dituturkan berbeda dengan apa yang dimaksud oleh penutur, karena memperhitungkan aspek-aspek di luar kebahasaan yang dituturkan. Misalnya tampak pada contoh tuturan di bawah ini.

Tuturan

Guru : “Gandhang udah selesai?” (5/2/SMK)

Konteks : Situasi terasa kesal. Maksud dari tuturan tersebut adalah menyuruh murid untuk tenang dan fokus mengerjakan tugas. Nada suara tuturan terdengar tinggi.

Pada tuturan di atas menunjukkan bahwa apa yang dikatakan tidak mutlak yang dimaksudkan oleh penutur. Hal ini mengacu pada konteks yeng melingkupi tuturan tersebut.Penutur atau sang guru memberikan pertanyaan yang sebenarnya adalah sebuah masksud memerintah muridnya yang tidak segera menyelesaikan tugas untuk segera diselesaikan. Oleh karena itu, implikatur memiliki ciri-ciri calculability.

Prinsip keempat, Non-conventionality, yakni untuk mengetahui makna harfiah, dapat diduga implikaturnya dalam suatu konteks, implikatur tidak dapat sebagai bagian dari makna itu. Dalam memahami maksud suatu implikatur, mitra tutur tidak serta merta memahami suatu maksud dari tuturan yang tampak. Hal ini dikarenakan bertentangan dengan ciri ke tiga. Oleh karena itu, suatu implikatur patutnya dipahami maksudnya melalui konteks-konteks yang melingkupinya. Berikut contoh tuturan untuk menjelaskan ciri-ciri implikatur non-conventionality.

Guru : “Ini ada yang piket enggak ya?” Murid : “Ada kok bu, ada” (11/2/SMA) Konteks : Situasi pada tuturan tersebut terasa tegang. Penutur adalah guru dan mitra tutur adalah para murid. Maksud dari tuturan tersebut adalah menyuruh murid untuk menghapus tulisan-tulisan di papan tulis. Tuturan bersifat tuturan lisan dua arah dan bernada tinggi.

Pada tuturan tersebut, tidak serta merta mengambil secara mutlak maksudnya dalah hanya menanyakan ada tidaknya petugas piket saat itu. Melainkan melihat konteks yang melingkupinya agar dapat mengetahui maksud yang sebenarnya. Hal inilah yang menjadi pembeda antara implikatur pragmatik

dengan semantik. Bahwa konteks memberikan peran yang sangat besar terhadap pemahaman suatu maksud yang terkandung dalam sebuah tuturan.

Dari ciri-ciri implikatur percakapan di atas, dapat diperoleh suatu gambaran utama yang dapat dijadikan sebagai suatu pegangan mengenai ciri-ciri implikatur percakapan, yakni cancellability, nondetachable, nonconventional, dan calcutable. Beberapa ciri tersebut tentu akan mengantarkan peneliti pada pembedaan antara implikatur percakapan dan implikatur konvensional. Penelitian yang relevan perihal dengan jenis-jenis implikatur ini seperti dalam penelitian yang berjudul Implikatur dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMA Labschool Untad Palu yang dilakukan oleh Mursalim Tokuasa pada tahun 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Kemudian teknik pengumpulan datanya dengan metode simak dengan lanjutan teknik sadap, dilanjutkan dengan teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Hasil penilitian tersebut adalah beberapa implikatur ditemukan berupa pertanyaan, pernyataan, jawaban, saran, sindiran, dan perintah. Kemudian juga ditemukan fungsi-fungsinya, yakni memotivasi, memberi kaitan, mencegah pelanggaran, dan strategi implikatur ditemukan, strategi marah secara langsung, melucu secara tidak langsung, hingga mengharapkan informasi secara tidak langsung. Hasil yang telah ditemukan dalam penelitian tersebut akan diberikan tambahan perihal jenis implikaturnya, sehingga akan disebutkan juga jenis implikaturnya, seperti implikatur percakapan (implikatur percakapan umum, implikatur percakapan berskala, dan implikatur percakapan khusus) dan implikatur konvensional. Implikatur

percakapan memiliki beberapa jenis, yakni implikatur percakapan umum, implikatur percakapan berskala, dan implikatur percakapan khusus. Putrayasa (2014: 67) mengemukakan contoh-contoh maksud implikatur percakapan, yakni:

1) Implikatur percakapan melarang

Implikatur percakapan melarang merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk melarang. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan pelarangan. Seperti contoh percakapan kakak adik berikut:

Sasa : “Kak, saya maun main dengan Roni boleh ya?” Mira : “Hujan nanti!” Konteks: suatu hari saat cuaca mendung, Sasa yang masih kelas 2 SD minta izin kepada kakaknya untuk bermain dengan Roni. Akan tetapi Mira tidak serta merta melarang, namun hanya menjawab “Hujan nanti!” yang mengandung maksud Sasa tidak boleh main, karena sebentar lagi turun hujan.

Contoh tuturan di atas menunjukkan bahwa implikatur harus melihat konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Hal ini dilihat dari jawaban Mira, bahwa nanti hujan, yang mana memiliki maksud untuk melarang Sasa bermain keluar rumah. Nada suara yang dikeluarkan oleh Mira juga menunjukkan maksud melarang untuk bermain, alas an keadaan yang sebentar lagi hujan menjadi cukup logis untuk memahami tuturan tersebut untuk melarang.

2) Implikatur Percakapan Menyetujui

Implikatur percakapan menyetujui merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk menyetujui. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan persetujuan. Seperti contoh percakapan Roni dan Tomi yang merupakan teman sebaya berikut:

Tuturan:

Murid: “satu setengah ya bu”

Guru: “Baik, tapi satu tulisan jadi semua ya”

Konteks: Situasi terasa menyenangkan. Maksud dari tuturan tersebut menandakan bahwa guru sangat disiplin terhadap waktu dan proses.

3) Implikatur Percakapan Menolak

Implikatur percakapan menolak merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk menolak. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan penolakan. Seperti pada contoh di bawah ini.

Tuturan

Guru : “Mas, apa kamu enggak nulis?”

Murid : “Bu, saya minta soft file” (11/6/SMA)

Konteks : Situasi dalam pertuturan tersebut terasa lebih santai. Maksud dari tuturan tersebut adalah menunjukkan bahwa para murid mala untuk menulis catatan yang berasal dari slide PPT sang guru. Tuturan bersifat lisan dan bernada santai cenderung merajuk.

4) Implikatur Percakapan Memerintah

Implikatur percakapan memerintah merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk memerintah. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan memerintah. Berikut contoh percakapan antarteman di sekolah.

Tuturan

Guru :“Kamu bisa baca catatanmu sendiri?” Siswa : “Bisa bu” (28/7/SMK)

Konteks: Situasi dari tuturan tersebut adalah tegang. Maksud dari tuturan tersebut adalah memerintah siswa tersebut untuk mencatat, karena catatannya kosong dan tidak pernah mencatat.

5) Implikatur Percakapan Meminta

Implikatur percakapan meminta merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk meminta. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan persmintaan. Berikut contoh cuplikan implikatur

percakapan meminta tersebut saat antarsiswa bercakap di luar kelas: Tuturan

Guru : “Yang tidur apa sudah bisa ya?” (3/5/SMA)

Konteks:Situasi terasa menjenuhkan atau membosankan karena guru sedang menjelaskan materi. Maksud dari pertanyaan tersebut adalah meminta perhatian salah satu siswa yang tertidur di pojok kelas. Bentuk tuturan berupa pertanyaan. Dirunut dari nada bicaranya sedikit keras dan secara tiba-tiba karena berada di sela penjelasan materi.

6) Implikatur Percakapan Menegaskan

Implikatur percakapan menegaskan merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk menegaskan. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan penegasan. Berikut contoh dari implikatur percakapan menegaskan antarteman di tempat pemotongan hewan Kurban. Bagus : “Bud, kau suka daging kurban enggak?”

Budi : “Kalau dikasih, aku mau.” Bagus : “Kau suka sapi atau kambing?”

Budi : “Aku suka sapi. Kalau sate kambing mau juga.”

Konteks: Bagus dan Budi adalah sepasang teman. Situasi setelah shalat idul Adha. Banyak sapi dan kambing yang dipersiapkan untuk disembelih. Situasi percakapan tidak tegang, cenderung santai.

Percakapan tersebut menggunakan tuturan bermodus asertif menegaskan untuk memberikan penjelasan kepada mitra tutur dari keragu-raguan terhadap kesukaannya kepada daging sapi atau daging kambing.

7) Implikatur Percakapan Mengeluh

Implikatur percakapan mengeluh merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk mengeluh. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan keluhan. Berikut contoh percakapan yang mengindikasikan implikatur percakapan mengeluh

Tuturan:

Murid : “Waduh!” (3/15/SMA)

Konteks: Situasi yang terasa dalam lingkup pertuturan tersebut adalah tegang. Maksud dari tuturan dari para murid adalah beberapa belum mengerjakan dan belum selesai. Bentuk tuturan berupa satu kalimat deklaratif yang menjadi sinyal ketegangan oleh beberapa siswa, khususnya yang belum mengerjakan.

8) Implikatur Percakapan Melaporkan

Implikatur percakapan melaporkan merupakan salah satu contoh implikatur percakapan yang memiliki maksud untuk melaporkan. Akan tetapi tuturan tidak secara harafiah menuturkan pelaporan. Berikut contoh kutipan percakapan implikatur percakapan melaporkan antara ibu guru dan siswa.

Tuturan

Guru : “Ada film yang mengangkat rasisme.” Murid : “nonton-nonton bu, nonton.”

Konteks: Situasi terasa menyenangkan saat pembelajaran. Maksud dari tuturan para murid adalah untuk tidak ada pembelajaran konvensional. Akan tetapi, guru menyadari keinginan lain dari para murid yang tidak ingin adanya pembelajaran, sehingga penjelasan materu tetasp dilanjutkan dan maksud penyampaian film adalah sebatas melaporkan. Nada yang terdengar dari tuturan para murid tersebut adalah nada merajuk.

2.4.1.1 Implikatur Percakapan Umum

Yule (2006:70) menyatakan bahwa jika pengetahuan khusus tidak dipersyaratkan untuk memperhitungkan makna tambahan yang disampaikan, hal ini disebut implikatur percakapan umum. Hal ini tentu dapat dipahami bahwa implikatur percakapan umum tidak membutuhkan pengetahuan khusus atau konteks yang spesifik dalam memahami suatu maksud tuturan. Sejalan dengan Rustono (1999: 81) bahwa implikatur percakapan umum adalah implikatur yang kehadirannya di dalam percakapan tidak memerlukan konteks khusus. Berikut adalah contoh tuturan dari implikatur percakapan umum:

Tuturan

Murid : “Tidak bu, tidak ada” (4/2/SMA)

Konteks: Situasi yang terasa pada tuturan tersebut adalah marah. Maksud dari tuturan tersebut adalah memerintah diam para murid yang sedang ramai dan menandakan bahwa sang guru adalah orang yang disiplin atau tegas. Bentuk tuturan berupa pertanyaan yang bernada tegas.

2.4.1.2 Implikatur Percakapan Berskala

Implikatur percakapan berskala merupakan cara informasi tertentu selalu disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai (Yule, 2006: 71). Pengertian tersebut menjelaskan bahwa implikatur percakapan berskala selalu memberikan kata-kata yang menunjukkan kuantitas dari suatu informasi yang disampaikan. Yule (2006: 72) memberikan beberapa kata dan frase penentu implikatur percakapan berskala, yakni semua, sebagian besar, beberapa, banyak, sedikit, selalu, sering, kadang-kadang. Berikut adalah contoh perihal penggunaan implikatur percakapan berskala,

Guru: “Satu jam pelajaran selesai ya?” Murid: “satu setengah ya bu”

Guru: “Baik, tapi satu tulisan jadi semua ya.” (4/3/SMK)

Konteks: Situasi terasa menyenangkan. Maksud dari tuturan tersebut memerintah para murid untuk segera menyelesaikan dan menggunakan waktu dengan seefektif mungkin dalam menulis artikel.

2.4.1.3 Implikatur Percakapan Khusus

Implikatur percakapan khusus merupakan implikatur percakapan yang membutuhkan suatu konteks yang khusus atau lokal, artinya hanya dimengerti oleh beberapa orang saja atau tidak bersifat umum. Yule (2006: 74) menyatakan bahwa implikatur percakapan khusus sangat khusus di mana kita mengasumsikan informasi kita ketahui secara lokal. Contoh percakapan di bawah ini:

Konteks : Situasi dalam pertuturan tersebut adalah santai. Maksud dari tuturan tersebut adalah menyindir murid yang sangat jarang masuk, walaupun dibubuhkan “Alhamdulillah” sebagai wujud syukur dan diikuti “tumben”.