• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perpajakan 2.1.1 Definisi Pajak

Pajak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan didefinisikan sebagai berikut:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi, atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Menurut P.J.A. Adriani dalam Waluya (2013:2):

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”.

Sedangkan, menurut Sommerfeld, Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R. dalam Sari (2013:35):

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”

(2)

2.1.2 Wajib Pajak

Wajib Pajak menurut UU RI Nomor 28 Tahun 2007/KUP dan dalam Suandy (2011:105) didefinisikan sebagai berikut:

“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

2.1.3 Fungsi Pajak

Fungsi Pajak ada dua dalam Waluya (2013:6)sebagaiberikut : “ 1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

2. Fungsi Mengatur (Reguler)

Pajak befungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.”

2.1.4 Jenis Pajak

Jenis pajak dalam Mardiasmo (2011:5) yang berlaku di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu :

“ 1. Menurut golongannya

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.Contoh : PajakPenghasilan (PPh)

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.Contoh : Pajak PertambahanNilai (PPN)

2. Menurut sifatnya

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)

(3)

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

3. Menurut lembaga pemungutannya

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai(PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), dan Bea Materai (BM) b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas:

Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.”

2.1.5 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak seperti yang diungkapkan oleh Waluya (2013:17) dapat dibagi menjadi berikut ini:

“ 1. Sistem Official Assessment

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.Ciri-ciri official assessment system adalah sebagai berikut:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus.

b. Wajib Pajak bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Sistem Self Assessment

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

3. Sistem Withholding

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.”

(4)

2.2 Sosialisasi Perpajakan 2.2.1 Definisi Sosialisasi

Definisi sosialisasi menurut Edward Shils (1968) dalam Waluya (2007:66): “Sosialisasi merupakan proses sosial yang dijalankan seseorang atau proses sepanjang umur yang diperlu dilalui seseorang indivdu untuk menjadi seseorang anggota kelompok dan masyarakatnya melalui pembelajaran kebudayaan dari kelompok dan masyarakat tersebut.” Sosialisasi seperti yang didefinisikan dalam Oxford Dictionary of Sociology oleh Scott (2009) adalah:

“the process by which we learn to become members of society, both by internalizing the norms and values of society, and also by learning to perform our social roles” (1621)

Definisi sosialiasi menurut Hurrelmann (2009:42)yaitu:

“The core idea is that socialization refers to an individual's personality development. It is the result of the productive processing of interior and exterior realities. Bodily and mental qualities and traits constitute a person's inner reality; the circumstances of the social and physical environment embody the external reality. Reality processing is productive because human beings actively grapple with their lives and attempt to cope with the attendant developmental tasks. The success of such a process depends on the personal and social resources available. Incorporated within all developmental tasks is the necessity to reconcile personal individuation and social integration and so secure the "I-dentity".”

Menurut Charlotte Buhler dalam Darmawaty dan Djamil (2011:68),

“Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya.”

(5)

Sedangkan menurut David Gaslin dalam Darmawaty dan Djamil (2011:69), “Sosialisasi adalah proses belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan tentang nilai dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota kelompok masyarakat.”

Tax evasion merupakan bentuk upaya Wajib Pajak yang menyebabkan berkurangnya tingkat kepatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Adapun satu dari beberapa cara dalam mencegah Wajib Pajak melakukan tax evasion menurut Nurmantu (2005:153) yaitu dengan:

“Sistem informasi. Walaupun masa berlaku undang-undang perpajakan telah secara jelas dicantumkan dalam undang-undang itu sendiri dan bahwa ada adagium – dalam paradigma lama – yang menyatakan setiap orang sudah dianggap mengetahui undang-undang, namun sosialisasi undang-undang dan peraturan pelaksanaanya masih tetap diperlukan. Dialog dan saling tukar pandangan antara Wajib Pajak dan fiskus harus tetap diadakan. Dialog rutin menjadi lebih penting karena undang-undang pajak dari waktu ke waktu semakin kompleks sehubungan makin kompleksnya hubungan ekonomi dan sosial yang mendunia. Dialog disini berarti pemberian pengertian yang lebih mendalam kepada Wajib Pajak tentang hak dan kewajiban mereka, dan untuk memungkinkan pihak fiskus lebih mengetahui masalh-masalah dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Wajib Pajak.”

Seperti yang tercantum dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-05/PJ./2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan, dalam melaksanakan penyuluhan, terdapat Manajemen Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan adalah tahapan setiap pelaksanaan kegiatanpenyuluhan perpajakan yang meliputi (1) perencanaan kegiatan, (2)pengorganisasian kegiatan, (3) pelaksanaan kegiatan; dan(4) pemantauan (monitoring), evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan. Pemilik proses manajemen yaitu KP2KP (Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan) atau Tim Penyuluhan Pajak.

(6)

Adapun definisi penyuluhan perpajakan dalam Atika dan Kharlina E (2013:21) sebagai berikut:

“Penyuluhan perpajakan merupakan suatu upaya dan proses memberikan informasi perpajakan untuk menghasilkan perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap masyarakat, dunia usaha, aparat, serta lembaga pemerintahan maupun non pemerintahan agar terdorong untuk paham, sadar, peduli dan berkontribusi dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.”

Dari definisi pajak dan sosialisasi, serta pedoman penyuluhan pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa sosialisasi perpajakan adalah kegiatan sosialisasi atau penyuluhan pajak, terdiri dari 4 (empat) Manajemen Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan, yang dilaksanakan oleh Tim Penyuluhan Perpajakan kepada Wajib Pajak baik itu calon Wajib Pajak, Wajib Pajak baru, maupun Wajib Pajak terdaftar. Serangkaian kegiatan penyuluhan pajak merupakan bagian dari upaya sosialisasi perpajakan. Sosialisasi perpajakan memiliki peranan penting dalam memberikan informasi mengenai perpajakan dengan tujuan Wajib Pajak bisa mengetahui dan memahami apa saja hak dan kewajiban yang harus mereka penuhi, bisa menggugah dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar patuh terhadap pajak, menambah pengetahuan Wajib Pajak, dan mengenalkan bahwa pajak sangat penting bagi kesejahteraan dan pembangunan negara.

Tim Penyuluhan Perpajakan atau Tim Sosialisasi Perpajakan harus dibentuk khususnya di lingkungan Direktorat Penyuluhan Perpajakan. Seperti yang tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-114/PJ./2005

(7)

tentang Pembentukan Tim Sosialisasi Perpajakan, Tim Sosialisasi Perpajakan mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Menyiapkan metode dan materi sosialisasi Perpajakan kepada pelajar, mahasiswa dan masyarakat Wajib Pajak;

2. Melakukan sosialisasi Perpajakan kepada pelajar, mahasiswa dan masyarakat Wajib Pajak;

3. Meningkatkan pemahaman pelajar, mahasiswa dan masyarakat Wajib Pajak tentang Perpajakan;

4. Tugas-tugas lain yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-22/PJ./2007 tentang Penyeragaman Sosialisasi Perpajakan bagi Masyarakat, cara penyampaian informasi perpajakan sebaiknya dilakukan dengan cara kontak langsung kepada masyarakat misalnya melalui seminar, diskusi dan sejenisnya. Dalam penyampaian informasi tersebut sebaiknya menggunakan bahasa yang sesederhana mungkin dan bukan bersifat teknis, sehingga informasi tersebut dapat diterima dengan baik. Materi sosialisasi yang disampaikan lebih ditekankan pada manfaat pajak, manfaat NPWP dan pelayanan perpajakan di masing-masing unit.

Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan, yang penting diperhatikan menurut Atika dan Kharlina E (2013) adalah:

1. Metode yang digunakan adalah metode diskusi 2. Media yang dipergunakan adalah proyektor

(8)

3. Materi yang disampaikan adalah pengisian SPT dan pengetahuan perpajakan

4. Penyuluh/pembicara harus sudah menguasai materi

Harapan perbaikan dalam kegiatan penyuluhan pajak adalah agar dalam penyajian materi harus mudah dimengerti oleh peserta dan dalam pelaksanaannya diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat.

2.2.2 Standar Pelaksanaan Sosialisasi Perpajakan

Standar, pedoman, atau aturan pelaksanaan sosialisasi perpajakan tercantum dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-05/PJ./2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ./2013 tanggal 20 Februari 2013 tentang Pedoman Penyuluhan Perpajakan, kegiatan Penyuluhan Perpajakan dikelompokkan dalam tiga fokus yaitu Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak, Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Baru, dan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Terdaftar.

Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak adalah kegiatan Penyuluhan Perpajakan bagi Orang Pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dan/atau Badan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak dikategorikan

(9)

menjadi Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak Masa Depan dan Calon Wajib Pajak Potensial.

1. Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak Masa Depan adalah kegiatan Penyuluhan Perpajakan bagi setiap Warga Negara Indonesia yang sedang menempuh pendidikan meliputi pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak.

2. Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak Potensial adalah kegiatan Penyuluhan Perpajakan bagi Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif yang belum memiliki NPWP.

Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Baru adalah kegiatan Penyuluhan Perpajakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan sejak terdaftar sampai dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan/ atau melakukan pembayaran/penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pertama kali dengan Surat Setoran Pajak.

Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Terdaftar adalah kegiatan Penyuluhan Perpajakan bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar selain Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Calon Wajib Pajak dan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Baru.

(10)

2.2.2.1Strategi Kegiatan Penyuluhan Perpajakan

Dalam rangka mendorong minat dan jumlah peserta penyuluhan, menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-05/PJ./2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan, unit kerja dapat melakukan antara lain:

1. Mengaitkan tema kegiatan Penyuluhan Perpajakan dengan peristiwa penegakan hukum di bidang perpajakan, sebagai contoh:

a. peristiwa penangkapan penerbit faktur pajak fiktif dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan kegiatan Penyuluhan Perpajakan dengan tema mekanisme pembuatan faktur pajak yang benar; b. informasi tentang permasalahan perpajakan hasil temuan aparat

pengawasan eksternal (Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau Inspektorat Jenderal) dapat dijadikan pertimbangan untuk menawarkan dan memberikan penyuluhan kepada Bendahara Pemerintah.

2. memberikan informasi tentang pemberian penghargaan (reward) jika Wajib Pajak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya seperti pemberian Dana Insentif Daerah (DID) dari pemerintah pusat bagi satuan kerja yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian atas laporan keuangannya;

3. memanfaatkan kerjasama dengan pihak lain, misalnya pemberian Penyuluhan Perpajakan dalam rangka menindaklanjuti kesepakatan dalam Nota Kesepahaman antara Direktorat Jenderal Pajak dengan pihak lain.

2.2.2.2Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Berdasarkan Unit Kerja

Secara Umum unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dalam Mardiasmo (2011:13) dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Kantor Pelayanan Pajak Pertama, termasuk Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan/KP2KP (KPP Pratama) dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) yang membawahi KPP Pratama; 2. KPP selain KPP Pratama (KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak

(11)

dan Kanwil DJP yang membawahi KPP selain KPP Pratama.Kegiatan Penyuluhan Perpajakan dikategorikan berdasarkan unit kerja dalam rangka memberikan kejelasan tugas dan tanggung jawab dan untuk memberikan kesesuaian dengan karakteristik Wajib Pajak.

2.2.2.3Tugas dan Tanggung Jawab KPP Pratama dan Kanwil DJP yang Membawahi KPP Pratama

Mardiasmo (2011:16) menerangkan Tugas dan Tanggung Jawab KPP Pratama dan Kanwil DJP yang Membawahi KPP Pratama

1. Kanwil memiliki tugas dan tanggung jawab melakukan kegiatan Penyuluhan Perpajakan dengan fokus Calon Wajib Pajak;

2. KPP memiliki tugas dan tanggung jawab melakukan kegiatan Penyuluhan Perpajakan dengan fokus Wajib Pajak Baru dan Wajib Pajak Terdaftar;

3. Dalam kondisi atau pertimbangan tertentu:

a. KPP dapat melaksanakan kegiatan Penyuluhan Perpajakan kepada Calon Wajib Pajak;

b. Kanwil dapat melaksanakan kegiatan Penyuluhan Perpajakan kepada Wajib Pajak Baru danWajib Pajak Terdaftar.

2.2.1.4 Tugas dan Tanggung Jawab KPP Selain KPP Pratama dan Kanwil DJP yang Membawahi KPP Selain KPP Pratama

Mardiasmo (2011:16) menerang Tugas dan Tanggung Jawab KPP Selain KPP Pratama dan Kanwil DJP yang Membawahi KPP Selain KPP Pratama

1. KPP dan Kanwil mempunyai tugas dan tanggung jawab melakukan penyuluhan dengan fokus padaWajib Pajak Terdaftar;

2. Penyuluhan kepada Wajib Pajak di KPP lebih menekankan pada peningkatan pemenuhan kewajiban perpajakan. Contoh:

(12)

peningkatan kepatuhan dalam penyampaian SPT dan peningkatan pembayaran/penyetoran dan pelaporan pajak;

3. Dalam kondisi atau pertimbangan tertentu, KPP dan Kanwil dapat melakukan kegiatan Penyuluhan Perpajakan kepada Wajib Pajak baru.

2.3 Pengetahuan Wajib Pajak 2.3.1 Definisi Pengetahuan Pajak

Definisi pengetahuan menurut Meliono dkk. (2007:42):

“Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.”

Pengetahuan pajak menurut Carolina (2009:7) didefinisikan sebagai berikut: “Pengetahuan pajak adalah informasi yang dapat digunakan Wajib Pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya di bidang perpajakannya.”

Menurut Fidel (2004) dalam Rohmawati dkk. (2013:21):

“Pengetahuan dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain factor pendidikan formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif makin positif terhadap objek tertentu.”

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan pajak yang dimiliki Wajib Pajak yaitu pemahaman, persepsi, dan pola pikir individu

(13)

Wajib Pajak terhadap pajak sehingga memotivasi serta mempengaruhi tindakan dan sikapnya dalam memenuhi hak dan mematuhi kewajiban perpajakannya.

2.3.2 Reformasi Perpajakan

Menurut Diana Sari (2013:6), reformasi perpajakan di Indonesia telah dilakukan pertama kali pada tahun 1983 dimana saat itu terjadi reformasi atau perubahan sistem mendasar atas pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self Assessment. Perubahan sistem ini bertujuan mengurangi kontak langsung antara Aparat Pajak dengan Wajib Pajak yang sebelumnya dikhawatirkan dapat menimbulkan praktik-praktik illegal untuk menghindari atatu mengurangi kewajiban perpajakan para Wajib Pajak yang bersangkutan.

Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan, melalui reformasi :

a. Moral, etika dn integritas Aparat Pajak; b. Kebijakan Perpajakan

c. Pelayanan kepada masyarakat Wajib Pajak;

d. Pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan;

e. Pemberian reward dan penerapan punishment yang tegas terhadap Aparat Pajak

Reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap tiga bidang atau utama yang secara langsung menyentuh pilar pilar perpajakan, yaitu :

(14)

a. Bidang Administrasi, yakni melalui reformsi administrasi perpajakan; b. Bidang Peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap

Undang-Undang Perpajakan; dan

c. Bidang Pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional.

2.3.3 E-filing

Berbagai terobosan yang terkait dengan aplikasi teknologi informatika dalam kegiatan perpajakan Indonesiapun terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan tujuan untuk memudahkan dan meningkatkan serta mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat sebagai Wajib Pajak.

Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-88/PJ/2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan secara Elektronik. Kemudian tanggal 12 Januari 2005 Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan kembali surat keputusan KEP-05/PJ/2005 tentang Tata Cara Penyampaian SPT secara elektronik (E-filing) melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Namun pada tanggal 16 Desember 2008 Direktorat Jenderal Pajak merevisi kembali peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor 47/PJ/2008 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Secara elektronik (E-filing) Melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP), dimana peraturan-peraturan sebelumnya dinyatakan dicabut dan tidak berlaku setlah diberlakukannya peraturan ini yaitu tanggal 1 Maret 2009, Dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 Pasa 1 menyebutkan:

(15)

“E-filing adalah suatu cara penyampaian SPT dan penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan `secara online dan real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP)”

Dapat disimpulkan bahwa dalam implementasinya, proses penyampaian SPT secara online melalui internet akan melibatkan tiga pihak, yaitu:

1. Wajib Pajak itu sendiri;

2. Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP); dan

3. Direktorat Jenderal Pajak lewat Kantor Pelayanan Pajak.

Menurut Modul sosialisasi e-SPT oleh Direktorat Jenderal Pajak, tujuan disediakannya fasilitas E-filing yaitu:

1. Menyediakan sistem penyampaian SPT online dengan aman dan nyaman; 2. Meningkatkan kecepatan dan akurat layanan pelaporan terhadap Wajib Pajak; 3. Meningkatkan kecepatan pemrosesan pelaporan pajak.

2.3.3.1Langkah-Langkah Mendapatkan Fasilitas E-filing

Wajib Pajak yang berniat melaksanakan penyampaian SPT secara online terlebih dahulu harus menyampaikan surat permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak yaitu kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempatnya terdaftar guna memperoleh e-FIN (Electronic Filing Identification Number) sebagai identitas Wajib Pajak.

Electronic Filing Identification Number (e-FIN) adalah nomor identitas Wajib Pajak yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar berdasarkan permohonan Wajib Pajak. Permohonan diajukan secara tertulis dengan melampirkan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau

(16)

surat keterangan terdaftar beserta fotokopi surat pengukuhan bagi pengusaha kena pajak. Setelah memperoleh e-FIN, Wajib Pajak dapat mendaftar ke salah satu Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak dan akan menerima Digital Certificate dari Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan e-FIN yang telah dimilikai Wajib Pajak, yang fungsinya sebagai pengaman data SPT Wajib Pajak dalam bentuk encryption (pengacakan) sehingga hanya bisa dibaca oleh sistem tertentu (dalam hal ini sistem penerimaan SPT ASP dan Direktorat Jenderal Pajak) dengan nama dan NPWP Wajib Pajak yang bersangkutan.

Segera setelah itu, Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuannya secara online, untuk memulai menyampaikan SPT-nya secara online, Wajib Pajak terlebih dahulu harus login ke situs ASP yang telah dipilih. Selain itu, sertifikat (Digital Certificate) yang telah diperoleh akan selalu digunakan setiap kali Wajib Pajak akan menyampaikan SPT-nya secara online. Beberapa perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memberikan fasilitas E-filing diantaranya:

- www.layananpajak.com - www.laporpajak.com - www.pajakku.com - www.spt.co.id - www.setorpajak.com - www.onlinepajak.com - www.pajakmandiri.com

(17)

- www.taxreport.web.id

Pada dasarnya, tujuan dari penyediaan fasilitas ini adalah untuk memberikan alternatif pilihan layanan kepada masyarakat Wajib Pajak dalam hal penyampaian SPT-nya selain dengan cara manual yang seperti ada pada umumnya telah dilakukan sebelumnya, yaitu dengan pemanfaatan teknologi melalui internet yang secara keseluruhan cenderung lebih akurat dan dengan proses lebih cepat sehingga bisa lebih efektif dan efisien.

2.3.3.2Layanan E-filing melalui Website Direktorat Jenderal Pajak

E-filing melalui website direktorat jenderal pajak, yaitu www.pajak.go.id adalah sistem pelaporan SPT yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak yang memberikan kemudahan bagi Wajib pajak dalam pembuatan dan penyerahan laporan SPT kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Untuk saat ini fasilitas E-filing melalui www.pajak.go.id diberikan hanya untuk 2 jenis SPT saja, yaitu:

1. SPT Tahunan Orang Pribadi Formulir 1770S

Bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja; dari dalam negeri lainnya; dan/atau yang dikenakan Pajak Penghasilan final dan/atau bersifat final, dan;

2. SPT Tahunan Orang Pribadi Formulir 1770SS

Bagi Wajib Pajak yang mempuntai penghasilan hanaya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun dan tidak mempunyai

(18)

penghasilan lain kecuali penghasilan berupa bunga bank dan/atau bunga koperasi).

Kelebihan fasilitas E-filing melalui www.pajak.go.id:

1. Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat, aman dan kapan saja; 2. Murah, tidak dikenakan biaya pada saat pelaporan SPT;

3. Penghitungan secara tepat karena menggunakan sistem komputer; 4. Kemudahan dalam mengisi SPT karena dalam bentuk wizard;

5. Data yang disampaikan selalu lengkap karena ada validasi pengisian SPT; 6. Ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas;

7. Dokumen pelengkap (Fotokopi Formulir 1721 A1/A2 atau bukti potong PPh, SSP Lembar ke-3 PPh pasal 29, Surat Kuasa Khusus, Perhitungan PPh terutang bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta dan/atau Mempunyai NPWP Sendiri, Fotokopi Bukti Pembayaran Zakat) tidak perlu dikirim lagi kecuali diminta oleh KPP melalui Account Representative (AR).

2.3.3.3Kelebihan Sistem Aplikasi E-filing

Dengan adanya aplikasi E-filing, baik wajib pajak ataupun Direktorat Jenderal Pajak akan sangat diuntungkan. Menurut Iim Ibrahim Nur (2010) beberapa hal yang dapat disampaikan mengenai kelebihan yang dapat diperoleh bagi Wajib Pajak dengan adanya aplikasi E-filing adalah:

a. Membantu untuk menyediakan fasilitas pelaporan SPT secara elektronik (via internet) kepada wajib pajak, sehingga Wajib pajak Orang Pribadi dapat menyampaikan SPT dari rumah atau tempatnya bekerja, sedangkan Wajib

(19)

Pajak Badan dapat melakukannya dari lokasi kantor atau tempat kedudukan usahanya. Hal ini akan dapat membantu memangkas biaya dan waktu yang dibutuhkan oleh Wajib Pajak untuk mempersiapkan, memproses, memverifikasi dan melaporkan SPT ke Kantor Pajak secara benar dan tepat waktu.

b. Karena sistemnya melalui sarana elektronik, penyampaian SPT dengan aplikasi E-filing dapat dilakukan setiap saat 24 jam sehari dan 7 hari seminggu denga standar waktu Indonesia bagian barat. Hal ini meningkatkan efisiensi, menekan biaya dan waktu.

- Efisiensi waktu Wajib Pajak cukup duduk di depan computer mereka yang terhubung ke intenet untuk melakukan pelaporan, tanpa harus mendatangi KPP.

- Menekan biaya, dengan mengurangi penggunaan kertas sehingga akan mengurangi biaya cetak lembar isian SPT. Selain itu akan terjadi penghematan biaya komunikasi dan transportasi.

c. Mendapatkan real time acknowledgment (konfirmasi pelaporan wajib pajak), artinya Wajib Pajak menerima konfirmasi untuk laporan yang telah dilakukan secara langsung pada saat laporan tersebut diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak. Nomor konfirmasi langsung diterima Wajib Pajak berupa nomor Tanda Terima ASP (NTPA) dan Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) saat itu juga.

d. Pelaporan SPT lebih efisien dan aman karena data tersimpan dalam bentuk elektronik dan ter-enskripsi, terintegritas serta non-repudiation (tak terelakan).

(20)

e. Beberapa ASP menambah fasilitas dengan menyediakan kemudahan mengenai informasi perpajakan seperti kalkulator pajak, kurs pajak, peraturan pajak terkini dan informasi lainnya seputar pajak.

f. Dari segi efisiensi meningkat karena jika terfadi kesalahan input data sebagainya, aplikasi yang digunakan untuk pengisian laporan (e-SPT) akan melakukan pengecekan secara otomatis dan dapat segera dilakukan perbaikan. Hal ini terjadi karena aplikasi e-SPT berisi formula yang dapat mengurangi kemungkinan terjadi salah pengisian. Selain itu, seandainya terjadi kesalahan mengganti lembar kertas SPT.

g. Sederhana dan nyaman, tidak perlu antri menyampaikan SPT dan bisa dilakukan dimana saja dan darimana saja selama dapat terhubung ke Internet. h. Sentralisasi Penyampaian SPT PPN bagi Wajib Pajak Badan yang memiliki

beberapa kantor cabang dapat dilakukan dengan aplikasi E-filing sehingga dapat mempermudah konsolidasi pelaporan PPN antar cabang.

Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga mendapatkan keuntungan-keuntungan dengan sistem pelaporan SPT dengan aplikasi E-filing sebagai berikut:

a. Memberikan pelayanan terbaik bagi Wajb Pajak sehingga tercipta pelayanan prima Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini dapat dicapai karena tidak terlalu banyak bersentuhan, sehingga prinsip good governance di Direktorat Jenderal Pajak dapat lebih cepat tercapai.

b. Perekaman Data di KPP dapat dilakukan dengan cepat dan akurat tanpa direkam petugas secara manual karena aplikasi e-SPT dibuat sedemikian

(21)

rupa sehingga mudah untuk digunakan dan akurat karena penjumlahannya dilakuakan secara otomatis menggunakan sistem. Sehingga akan terjadi penghematan sumber daya manusia dalam perekaman data SPT di KPP. c. Dengan cepat dan mudahnya pelaporan pajak ini berarti juga akan

memberikan dukungan kepada KPP dalam hal percepatan penerimaan laporan SPT dan perampingan kegiatan administrasi, pendataan, distrbusi dan pengarsipan laporan SPT. Petugas pajak tidak perlu lagi menginput data-data SPT ke dalam sistem karena data-data tersebut telah diinput oleh wajib pajak pada saat menyampaikan SPT melalui E-filing. Hal ini berarti mengurangi beban kerja petugas pajak.

d. Berdasarkan data dari Direktorat Transformasi Teknologi Informasi Direktorat Jenderal Pajak, saat ini tercatat lebih dari 10 juta Wajib Pajak efektif di Indonesia, dengan cara pelaporan yang manual tidak mungkin akan dapat ditingkatkan pelayanan terhadap para Wajib Pajak tersebut. Dengan E-filing, sistem pelaporan menjadi lebih mudah dan cepat, diharapkan jumlah Wajib Pajak akan terus meningkat.

e. Penelitian data SPT di KPP dapat dilakukan dengan cepat dan tepat karena dilakukan oleh sistem aplikasi.

f. Dapat dengan mudah memprediksi penerimaan pajak yang dapat menjadi pemasukan bagi kas negara secara cepat.

(22)

Menurut Iim Ibrahim Nur (2010), dengan begitu banyaknya kelebihan sistem penyampaian SPT dengan aplikasi E-filing, masih terdapat kelemahan-kelemahan yang harus diperhatikan diantaranya:

a. Di atas kertas, perpindahan pelaporan pajak konvensional ke pelaporan digital terlihat mudah. Namun di lapangan bisa terjadi berbagai permasalahan. Pada tahap awal penerapan sistem ini di KPP dibawah Kanwil DJP Khusus dan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar upload data sering gagal. Pengiriman SPT digital melalui internet sering macet, sehingga Wajib Pajak sering menyampaikan SPT digitalnya dalam bentuk disket ke KPP.

b. Wajib Pajak masih harus mengirimkan SPT secara manual. Hal ini dikarenakan kondisi sistem teknologi informasi yang belum didukung oleh perangkat aturan telematika yang mengatur tentang validitas dokumen elektronik. Di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur keabsahan tanda tangan digital. Sehingga baik Wajib Pajak ataupun Direktorat Jenderal Pajak belum sepakat akan keabsahan tanda tangan digital.

c. Akses jalur koneksi internet di Indonesia yang masih belum optimal. Koneksi internet di Indonesia terkadang lambat bahkan terputus, sehingga ketika Wajib Pajak akan men-upload data SPT dengan aplikasi E-filing dan kemudian terputus, maka Wajib Pajak harus mengulangnya dari awal. Hal ini sangat dirasakan oleh banyak Wajib Pajak yang sudah mengaplikasikan E-filing. d. Terdapat perbedaan format data digital yang dimiliki oleh Wajib Pajak dengan

ASP serta Direktorat Jenderal Pajak. Sehingga perlu dilakuakan penyesuaian oleh pihak ASP agar format data digital yang ada bisa compatible dengan

(23)

format yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak. Beberapa ASP yang pada tahun 2005 ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak menjadi mediator penyampaian SPT banyak yang kemudian tidak dapat lagi berperan sebagai mediator dalam penyampaian SPT secara E-filing dikarenakan hal tersebut. Dari 7 (tujuh) ASP yang terdaftar tahun 2005, berdasarkan data tahun 2010 hanya tinggal 4 (empat) ASP yang masih jalan.

e. Kondisi riil di lapangan, di luar KPP yang berada di bawah Kanwil DJP Khusus dan kanwil DJP Wajib Pajak Besar, kesadaran masyarakat Wajib Pajak untuk menggunakan aplikasi E-filing masih sangat rendah.

2.3.4 Efektivitas Penerapan E-filing

Efektivitas (hasil guna) adalah realisasi pencapaian tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan dalam perencanaan. Dengan kata lain, efektivitas merupakan suatu indicator keberhasilan atau kegagalan suatu perencanaan atau target. Mengingat akan pentingnya efektivitas tersebut maka setiap organisasi senantiasa dituntut agar dapat mengukur tingkat efektivitas dari setiap kegiatan yang dilaksanakan, hal ini dilakukan agar setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam organisasi tersebut membawa hasil yang baik serta sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Hidayat (2011) pengertian efektivitas adalah sebagai berikut:

“Efektivitas adalah suatu ukuran seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.

(24)

Dalam penelitian ini, penulis ingin menggambarkan efektivitas sebagai kemampuan pemerintah dalam merealisasikan seluruh target atau sasarannya dalam menerapkan dan meningkatkan jumlah penggunan E-filing sebagai fasilitas untuk mempermudah Wajib Pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Penulis juga ingin melihat bagaimana pemerintah mampu mengefektifkan penerapan E-filing yang ditargetkan dengan realisasi riil dengan melihat trend jumlah pengguna E-filing atas penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh, 3 (tiga) tahun sebelum diterapkannya E-filing dan 3 (tiga) tahun setelah dilakukannya E-filing, dari tahun 2008 sampai 2013.

2.4 Kepatuhan Wajib Pajak

2.4.1 Definisi Kepatuhan Wajib Pajak

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Nurmantu (2005:148) sebagai berikut:

“Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”.

Kepatuhan Wajib Pajak seperti yang dikemukakan dalam Rahayu (2010:139) adalah:

“Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of compliance) merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut”.

(25)

2.4.2 Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Rahayu (2010:138) sebagai berikut:

“Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh sebelum tanggal 31 Maret ke Kantor Pelayanan Pajak, dengan mengabaikan apakah isi Surat Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut sudah benar atau belum. Yang penting Surat Pemberitahuan (SPT) PPh sudah disampaikan sebelum tanggal 31 Maret.

Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal. Di sini Wajib Pajak yang bersangkutan, selain memperhatikan kebenaran yang sesungguhnya dari isi dan hakekat Surat Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut.”

2.4.3 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Suandy (2011:97) ukuran kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat atas dasar:

“1. Patuh terhadap kewajiban interim, yakni dalam pembayaran atau laporan masa, SPT masa, SPT PPN setiap bulan;

2. Patuh terhadap kewajiban tahunan, yakni dalam menghitung pajak atas dasar sistem self assessment melaporkan perhitungan pajak dalam SPT pajak akhir tahun pajak serta tidak memiliki tunggakan pajak atau melunasi pajak terutang;

3.Patuh terhadap ketentuan material dan yuridis formal perpajakan melalui pembukuan sebagaimana mestinya.”

2.5 Pengaruh Sosialisasi Dan Pengetahuan Penerapan E-Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Sosialisasi perpajakan adalah upaya yang dilakukan oleh Dirjen Pajak untuk memberikan sebuah pengetahuan kepada masyarakat dan khususnya wajib pajak agar mengetahui tentang segala hal mengenai perpajakan baik peraturan maupun

(26)

tata cara perpajakan melalui metode-metode yang tepat (Rimawati, 2013). Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-98/PJ/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Laporan Kegiatan Penyuluhan Perpajakan Unit Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak seperti yang dikutip oleh Toly dan Herryanto (2012:33). Kegiatan penyuluhan pajak memiliki andil besar dalam menyukseskan sosialisasi pajak ke seluruh wajib pajak. Sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya membayar pajak (Winerungan, 2013:19).

Dalam hal pajak, aturan yang berlaku adalah aturan perpajakan. Jadi dalam hubungannya dengan wajib pajak yang patuh, maka pengertian kepatuhan wajib pajak merupakan suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan perpajakan yang diwajibkan atau diharuskan untuk dilaksanakan (Kiryanto, 2000).

2.6 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 2.6.1 Kerangka Pemikiran

Penerimaan dari sektor pajak adalah sumber penerimaan terbesar negara. Sebagai salah satu sumber penerimaan Negara maka penerimaan pajak terus dipacu agar target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat tercapai.

Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dapat dilakukan salah satunya dengan sosialisasi perpajakan. Sosialisasi menurut Charlotte Buhler dalam Darmawaty dan Djamil (2011:68),

(27)

“Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya.”

Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan, kriteria yang perlu diperhatikan menurut Atika dan Kharlina E (2013) adalah:

a. Metode yang digunakan adalah metode diskusi b. Media yang dipergunakan adalah proyektor

c. Materi yang disampaikan adalah pengisian SPT dan pengetahuan perpajakan

d. Penyuluh/pembicara harus sudah menguasai materi

Keberh asilan dalam sosialisasi perpajakan dapat dinilai dari pengetahuan wajib pajak itu sendiri. Pengetahuan pajak menurut Carolina (2009:7) didefinisikan sebagai berikut:

“Pengetahuan pajak adalah informasi yang dapat digunakan Wajib Pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya di bidang perpajakannya.”

Menurut Fidel dalam Rohmawati dkk. (2013:12) bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain factor pendidikan formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif makin positif terhadap objek tertentu.

Pada awalnya, SPT diisi dan disampaikan oleh Wajib Pajak secara manual langsung ke Ditjen Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Namun kini, Ditjen Pajak telah melakukan berbagai pembaharuan dalam administrasi pajak

(28)

dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi terutama internet. Salah satu bentuk pelayanan perpajakan melalui internet adalah Electronic Filing System (e-Filing).

Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-88/PJ./2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan secara Elektronik. Kemudian pada tanggal 12 Januari 2005 Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan kembali surat keputusan KEP- 05/PJ/2005 tentang Tata Cara Penyampaian SPT secara elektronik (e-filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP). Namun pada tanggal 16 Desember 2008 Direktorat Jenderal Pajak merevisi kembali dalam Peraturan DJP Nomor 47/PJ/2008 dimana peraturan-peraturan sebelumnya dinyatakan dicabut dan tidak berlaku setelah diberlakukannya peraturan ini yaitu tanggal 1 Maret 2009. Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 Pasal 1 menyebutkan:

e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT dan penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP).

Dengan demikian menggunakan e-Filing lebih mudah dalam menyampaikan SPT ataupun permohonan perpanjangan SPT tahunan tanpa harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak untuk menyampaikan hardcopy SPT termasuk induk SPT dan SSP nya serta teknis pengisian e-SPT. E-Filing juga membantu karena ada media pendukung dari Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang akan membantu dalam 24 jam sehari dan 7hari dalam seminggu, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (Nurul Citra Noviandini, 2012).

(29)

Sedangkan Kepatuhan Wajib Pajak seperti yang dikemukakan dalam Rahayu (2010:139) adalah:

“Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of compliance) merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut”.

Menurut Suandy (2011:97) ukuran kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat berdasarkan kriteria:

“1. Patuh terhadap kewajiban interim, yakni dalam pembayaran atau laporan masa, SPT masa, SPT PPN setiap bulan;

2. Patuh terhadap kewajiban tahunan, yakni dalam menghitung pajak atas dasar sistem self assessment melaporkan perhitungan pajak dalam SPT pajak akhir tahun pajak serta tidak memiliki tunggakan pajak atau melunasi pajak terutang;

3. Patuh terhadap ketentuan material dan yuridis formal perpajakan melalui pembukuan sebagaimana mestinya.”

Dengan adanya target penerimaan pajak yang terus meningkat, sudah tentu fiskus sangat berkepentingan untuk mengamankan pendapatan Negara dari sektor pajak melalui pengujian kepatuhan Wajib Pajak. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak khususnya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) memiliki peranan penting untuk menguji kewajiban perpajakan serta kepatuhan Wajib Pajak dan memenuhi hak Wajib Pajak dalam menerima informasi.

Upaya preventif untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melakukan kegiatan sosialisasi terhadap Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Program-program sosisalisasi yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP), ditujukan pada

(30)

Wajib Pajak maupun instansi perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal-hal terkait perpajakan, menyukseskan pemungutan pajak dengan self assessment system, mengamankan potensi penerimaa pajak dengan cara mencegah adanya kasus kecurangan atau kelalaian pembayaran pajak yang berpotensi merugikan negara, meminimalisasi penyimpangan-penyimpangan yang dimaksud ataupun kesalahan dalam penentuan besaran pajak, serta dengan adanya sosialisasi ini diharapkan para pemangku kepentingan dapat memahami berbagai ketentuan perpajakan

Berdasarkan dari pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat digambarkan dengan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

2.6.2 Hipotesis

Berdasarkan berbagai kajian asumsi dan penjabaran kerangka pemikiran, dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

H1: Pelaksanaan sosialisasi perpajakan berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak

Pelaksanaan Sosialisasi Perpajakan (X1) Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Y) Pengetahuan Penerapan E-Filling(X2)

(31)

H2: Pengetahuan penerapan E-Filling berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak

H3: Pelaksanaan sosialisasi perpajakan dan Pengetahuan penerapan E-Filling berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

dapat meningkatkan keberhasilan pembelajaran dengan menggunakan metode tadabbur qurani. Adapun sisi kelemahan metode tadabur qurani dalam pembelajaran agama

Simulasi mengenai delaminasi yang terjadi material komposit dengan tiga variabel yang berbeda ini (arah serat, panjang initial crack , dan letak initial crack ),

Berkaitan dengan Evaluasi Renja Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi Riau Tahun 2019 yang mempertimbangkan bahwa Dinas Komunikasi, Informatika dan

Dalam proses akuntansi diidentifikasikan berbagai transaksi atau peristiwa yang merupakan kegiatan ekonomi perusahaan, yang dilakukan melalui pengukuran, pencatatan, penggolongan,

// Den kadi duk jaman purwa / garwanta Sang Pandhusiwi / kang kocap layang wiwaha / lelima ayu linuwih / tiga putrining aji / kang kalih atmajeng wiku / pantes

Pembelajaran logika matematika yang terintegrasi dengan nilai akhlak merupakan salah satu bukti bahwa matematika mampu membantu dalam memahami dan menguasai maslah

Masyarakat setempat menilai pengelola kawasan dan Pemerintah Desa tidak bersikap tegas dan tidak adil terhadap pencurian yang dilakukan oleh masyarakat dari luar kawasan,

Hasil tersebut memperlihatkan juga bahwa, meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan pada karakteristik keterampilan berpikir kreatif secara umum antara subjek