PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN
PEKERJAAN JALAN
(SITE INSPECTOR OF ROADS)
2007
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
KATA PENGANTAR
Modul Manajemen ini menguraikan mengenai dasar-dasar manjemen, manajemen sumber
daya manusia, manajemen pelaksanaan pekerjaan, pengawasan dan pengendalian,
kepemimpinan dan komunikasi. Pengetahuan mengenai manjemen proyek memberikan
peningkatan kemampuan para pihak yang terkait dengan pengawasan pekerjaan
konstruksi jalan untuk melaksanakan tugas pengawasannya lebih baik sehingga sasaran
proyek yang ditetapkan baik mutu, waktu dan biaya dapat dicapai.
Modul ini disusun berdasarkan dokumen kontrak yang selama ini dipakai oleh
proyek-proyek pemerintah terutama proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum.
Dengan mempelajari modul ini diharapkan para pengawas pekerjaan jalan dapat
memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai ketentuan-ketentuan dokumen kontrak
sehingga dapat melakukan tugas pengawasannya secara profesional sesuai ketentuan
dokumen kontrak dan mewujudkan sasaran proyek secara tepat mutu, tepat waktu, dan
tepat biaya.
Jakarta, Desember 2005
Penyusun
LEMBAR TUJUAN
JUDUL PELATIHAN
: Pelatihan Inspektor Lapangan Pekerjaan Jalan (Site
Inspector of Roads)
MODEL PELATIHAN
: Lokakarya terstruktur
TUJUAN UMUM PELATIHAN :
Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu melaksanakan pengawasan dan pelaporan
pekerjaan konstruksi jalan untuk memastikan kesesuaian dengan rencana, metode kerja
dan dokumen kontrak.
TUJUAN KHUSUS PELATIHAN :
Pada akhir pelatihan ini peserta diharapkan mampu:
1.
Melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.
Melaksanakan Manajemen
3.
Mengenal Bahan Jalan
4.
Membuat Gambar Teknik
5.
Mengenal Alat Berat
6.
Melaksanakan Pengukuran dan pematokan
7.
Melaksanakan Pekerjaan Tanah
8.
Melaksanakan Pekerjaan Drainase
9.
Melaksanakan Pekerjaan Perkerasan Jalan
10.
Melaksanakan Pekerjaan Beton
11.
Melaksanakan Pekerjaan Bangunan Pelengkap dan Perlengkapan Jalan
12.
Melaksanakan Pemeliharaan Jalan Darurat dan Pengaturan Lalu Lintas
13.
Melaksanakan Metode Kerja
NOMOR MODUL
: SIR-02
JUDUL MODUL
: Manajemen
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Setelah modul ini dipelajari, peserta mampu mengawasi pelaksanaan manajemen proyek
sehingga diperoleh hasil pekerjaan jalan dengan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan
dalam dokumen kontrak.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
Pada akhir pelatihan peserta mampu :
1. Menjelaskan dasar-dasar manajemen
2. Menjelaskan manajemen sumber daya manusia
3. Menjelaskan manajemen pelaksanaan pekerjaan
4. Mengawasi pelaksanaan pekerjaan
5. Menjelaskan kepemimpinan
6. Menjelaskan komunikasi
.DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...
i
LEMBAR TUJUAN ...
ii
DAFTAR ISI ...
iv
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL
PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN
PEKERJAAN JALAN (Site Inspector of Road) ...
vii
DAFTAR MODUL ...
viii
PANDUAN PEMBELAJARAN ...
ix
BAB I
DASAR-DASAR MANAJEMEN ...
I-1
1.1. SUMBER DAYA
...
I-1
1.2. FUNGSI MANAJEMEN
...
I-4
BAB II
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA ...
II-1
2.1. PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA ...
II-1
2.1.1
Produktivitas Tenaga Kerja ...
II-1
2.1.2
Kebutuhan Produktivitas Tenaga Kerja ...
II-2
2.1.3
Perkiraan Jumlah Tenaga 3
2.2. ORGANISASI KONSULTAN ENGAWAS KONSTRUKSI
JALAN DAN JEMBATAN
...
II-6
2.3. PEMBENTUKAN TIM PROYEK ...
II-9
2.4. EFEKTIVITAS DAN PRESTASI TIM ...
II-10
2.4.1
Efektivitas Tim ...
II-10
2.4.2
Prestasi Tim ...
II-11
BAB III
MANAJEMEN PELAKSANAAN PEKERJAAN ...
III-1
3.1
PERSIAPAN ADMINISTRASI ...
III-2
3.1.1
Surat Perintah Mulai
Kerja (SPMK) ...
III-2
3.1.2
Jadwal Pelaksanaan
(Construction
Schedule)
... III-2
3.1.3
Pre Construction
Meeting (PCM) ...
III-6
3.2
PERSIAPAN FISIK LAPANGAN ...
III-11
3.2.1
Project Quality Plans ...
III-11
3.2.2
Mobilisasi ...
III-11
3.2.3
Review Design ...
III-13
3.3
PROSES PEMBAYARAN ...
III-15
3.3.1 Uang Muka
(Advance
Payment
) ...
III-15
3.3.2 Buku Harian Dan Laporan ...
III-15
3.3.3 Pembayaran Pestasi
Pekerjaan ...
III-17
3.4
PEKERJAAN TAMBAH /
KURANG ...
III-18
3.4.1 Pekerjaan Tambah Kurang ...
III-18
3.4.2 Perpanjangan Waktu
Pelaksanaan...
III-19
3.4.3 Denda
(Liquidated
Damage)
...
III-20
3.4.4 Eskalasi / De-Eskalasi
Harga ...
III-20
3.5
PENYELESAIAN PERSELISIHAN KONTRAK ...
III-22
3.6
SERAH TERIMA PEKERJAAN ...
III-25
3.6.1
Serah Terima Pertama ekerjaan
(
P
r
o
v
2
5
3.6.2 Final Hand Over (FHO) ...
III-32
BAB IV
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
PELAKSANAAN ...
IV-1
4.1. PENGENDALIAN MUTU
...
IV-2
4.2. PENGENDALIAN WAKTU ...
IV-5
4.2.1. Show Cause Meeting ...
IV-5
4.3. PENGENDALIAN METODE KERJA ...
IV-8
4.4. JARINGAN KERJA SEBAGAI MODEL DALAM
PENGENDALIAN PELAKSANAAN ... IV-11
BAB V
KEPEMIMPINAN ...
V-1
5.1. UMUM ...
V-1
5.2. HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DAN
MANAJEMEN ...
V-1
5.3. OTORITAS KEPEMIMPINAN ...
V-2
5.4. TIPOLOGI KEPEMIMPINAN ...
V-4
5.5. FUNGSI KEPEMIMPINAN...
V-5
5.6. MUTU KEPEMIMPINAN ...
V-5
5.7. GAYA KEPEMIMPINAN
...
V-6
5.7.1
Kepemimpinan Situasional ...
V-7
5.7.2
Tiga Asas Kepemimpinan Oleh Ki Hajar dewanta .
V-8
5.7.3
Hasta Brata ...
V-9
5.8. KEPEMIMPINAN PENYELENGGARAAN PROYEK ...
V-11
BAB VI
KOMUNIKASI ...
VI-1
6.1. UMUM ...
VI-1
6.2. PERENCANAAN KOMUNIKASI ...
VI-1
6.2.1. Penentuan Saluran Komunikasi ...
VI-2
6.2.2. Pemilihan Media Komunikasi ...
VI-2
6.2.3. Perencanaan Format Komunikasi ...
VI-4
6.2.4. Evaluasi Waktu Respon ...
VI-6
6.3. DISTRIBUSI INFORMASI
...
VI-6
6.4. LAPORAN KEMAJUAN DAN RAPAT BERKALA ...
VI-7
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
HAND OUT
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN
INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (Site Inspector of
Road)
1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja
Inspektor Lapangan
Pekerjaan Jalan (Site Inspector of Road)
dibakukan dalam Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kerja
sehingga dalam Pelatihan
Inspektor Lapangan Pekerjaan Jalan (Site Inspector
of Road)
unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit
Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan
kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen
Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus
pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan
Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul
pelatihan (seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan
pengajaran dalam pelatihan
Inspektor Lapangan Pekerjaan Jalan (Site
Inspector of Road)
.
DAFTAR MODUL
Jabatan Kerja :
Site Inspector of Roads (SIR)
Nomor
Modul Kode Judul Modul
1 SIR – 01 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2
SIR – 02
Manajemen
3 SIR – 03 Bahan Jalan 4 SIR – 04 Gambar Teknik 5 SIR – 05 Alat Berat
6 SIR – 06 Pengukuran dan Pematokan 7 SIR – 07 Pekerjaan Tanah
8 SIR – 08 Pekerjaan Drainase
9 SIR – 09 Pekerjaan Perkerasan Jalan 10 SIR – 10 Pekerjaan Beton
11 SIR – 11 Pekerjaan Bangunan Pelengkap dan Perlengkapan Jalan 12 SIR – 12 Pemeliharaan Jalan Darurat dan Pengaturan Lalu Lintas 13 SIR – 13 Metode Kerja
PANDUAN INSTRUKTUR
A. BATASAN
NAMA PELATIHAN
: Pelatihan Inspektor Lapangan Pekerjaan Jalan
(Site Inspector of Roads )
KODE MODUL
: SIR-02
JUDUL MODUL
: MANAJEMEN
DESKRIPSI
:
Modul ini membahas pengetahuan dasar-dasar manajemen,
manajemen
sumber
daya
manusia,
manajemen
pelaksanaan
pekerjaan,
pelaksanaan
pekerjaan,
kepemimpinan, komunikasi
untuk pelatihan Inspektur
Lapangan Pekerjaan Jalan.
TEMPAT KEGIATAN
:
Ruangan Kelas lengkap dengan fasilitasnya.
WAKTU PEMBELAJARAN :
2 (Dua) Jam Pelajaran (JP) (1 JP = 45 Menit)
B. RENCANA PEMBELAJARAN
KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG
1. Ceramah : Pembukaan,
Menjelaskan dan menguraikan tentang :
• Tujuan instruksional umum(TIU) dan Tujuan instruksional khusus (TIK)
• Latar belakang
• Ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia
Waktu : 5 menit
Mengikuti penjelasan TIU dan TIK dengan tekun dan aktif Mengajukan pertanyaan
apabila kurang jelas.
OHT
2. Ceramah : Bab I Dasar-dasar Manajemen
Menjelaskan dan menguraikan tentang:
• Sumber daya
• Fungsi manajemen Waktu : 10 menit
Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif
Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila
perlu
OHT
3. Ceramah : Bab II Manajemen sumber daya manusia
Menjelaskan dan menguraikan tentang :
• Perencanaan sumber daya manusia
• Organisasi konsultan pengawas konstruksi jalan dan jembatan
• Pembentukan tim proyek
• Efektivitas dan prestasi tim Waktu : 15 menit
Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif
Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila
perlu
OHT
4. Ceramah : Bab III Manajemen Pelaksanaan Pekerjaan
Menjelaskan dan menguraikan tentang:
• Persiapan administrasi
• Persiapan fisik lapangan
• Proses pembayaran
• Pekerjaan tambah / kurang
• Penyelesaian perselisihan kontrak
• Serah terima pekerjaan Waktu : 15 menit
Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif
Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila
perlu
OHT
5. Ceramah : Bab IV Pengawasan dan Pengendalian Pelaksanaan
Menjelaskan dan menguraikan tentang:
• Pengendalian Mutu
• Pengendalian Waktu
• Pengendalian Metode Kerja
Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif
Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila
perlu
KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG
• Jaringan kerja sebagai model dalam pengendalian
pelaksanaan Waktu : 15 menit
6. Ceramah : Bab V Kepemimpinan
Menjelaskan dan menguraikan tentang:
• Hubungan kepemimpinan dan manajemen • Otoritas kepemimpinan • Tipologi kepemimpinan • Fungsi kepemimpinan • Mutu kepemimpinan • Gaya kepemimpinan • Kepemimpinan penyelenggaraan proyek Waktu : 15 menit
Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif
Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila
perlu
OHT
7. Ceramah : Bab VI Komunikasi
Menjelaskan dan menguraikan tentang:
• Perencanaan komunikasi
• Distribusi informasi
• Laporan kemajuan dan rapat berkala
Waktu : 15 menit
Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif
Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila
perlu
BAB I
DASAR-DASAR MANAJEMEN
Penyelenggaraan proyek tergantung pada dua faktor utama yaitu : sumber daya dan fungsi manajemen. Sumber daya terdiri dari manusia, uang, peralatan, dan material, sedangkan fungsi manajemen dimaksudkan sebagai kegiatan-kegiatan yang dapat mengarahkan atau mengendalikan sekelompok orang yang tergabung dalam suatu kerja sama untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dalam penyelenggaraan proyek, kegiatan yang dilakukan oleh sumber daya manusia, ditunjang dengan uang, material dan peralatan, perlu ditata melalui fungsi-fungsi manajemen dalam keterbatasan waktu yang disediakan sehingga memenuhi prinsip efisien dan efektif.
1.1. SUMBER DAYA
Manusia
Manusia sebagai sumber daya utama diartikan sebagai tenaga kerja baik yang terlibat langsung maupun tidak terlibat langsung dengan proyek. Tenaga yang terlibat langsung adalah tenaga kerja yang berada pada kelompok pemberi pekerjaan (pengguna jasa), kelompok kontraktor (penyedia jasa), dan kelompok konsultan (penyedia jasa). Berdasarkan kualifikasinya para tenaga kerja tersebut dapat dikelompokkan ke dalam “tenaga ahli” dan “tenaga terampil”. Pada Tabel 1.1. disajikan sebutan terhadap ketiga kelompok tersebut.
Tabel 1.1 Tenaga Kerja Berdasarkan Kelompok
KelompokPemberi Pekerjaan Kontraktor Konsultan
Pinpro Pinbagpro Asisten Pinpro Bendahara Pinpro Bendahara Bag. Proyek Urusan Tata Usaha Urusan Pergudangan General Superintendent Site Administration Materials Superintendent Construction Engineer Equipment Superintendent Technicians Surveyor Foremen Mechanics Laborers Equipment Operators Team Leader Co Team Leader Highway Engineer
Pavement & Materials Engr. Chief Supervision Engr. Site Engineer Quantity Engineer Quality Engineer Inspector Quantity Surveyor Laboratory Technician Draftsman
Uang
Uang merupakan sumber daya sangat penting dalam manajemen penyelenggaraan proyek. Ketidakcukupan uang, sulit untuk mengharapkan penyelenggaraan manajemen proyek sesuai dengan ikatan kontrak yang disepakati antara para pihak yang menandatangani perjanjian kontrak. Seluruh kegiatan penyelenggaraan proyek pada seluruh kelompok terlibat, memerlukan biaya yang besarnya telah disepakati di dalam surat perjanjian kontrak. Jika terjadi ketidaksepakatan (dispute) dalam pelaksanaan pekerjaan, biasanya berdampak pada “nilai uang” yang harus disepakati, dokumen kontrak telah mengatur tata cara penyelesaian hukum yang harus ditempuh.
Uang sangat penting karena seluruh kegiatan proyek memerlukan pembiayaan, menyangkut : rekruitmen manusia (tenaga kerja); penggunaan jasa tenaga kerja (tenaga ahli, tenaga terampil, tenaga non skill); penggunaan peralatan (alat-alat berat maupun alat-alat laboratorium); pembelian bahan dan material, pengolahan bahan dan material, baik bagi kelompok pengguna jasa maupun penyedia jasa. Jadi pengertian “uang” di dalam penyelenggaraan proyek (civil works) bukan semata-mata untuk pembiayaan pelaksanaan konstruksi oleh kontraktor, tetapi juga termasuk biaya yang harus dikeluarkan untuk konsultan pengawas (Core Team, Provincial Team, Field Supervision Team) dan untuk pengguna jasa (misalnya Pinpro dan Pinbagpro yang mewakili Pemerintah), dalam suatu kurun waktu yang telah disepakati.
Peralatan
Peralatan dalam proyek diartikan sebagai alat lapangan (alat berat), peralatan laboratorium, peralatan kantor (computer, kalkulator), dan peralatan penunjang utama. Dengan menggunakan peralatan yang sesuai sasaran pekerjaan dapat dicapai dengan ketepatan waktu lebih akurat, serta memenuhi spesifikasi teknis yang telah dipersyaratkan.
▪ Alat-alat berat
Jenis peralatan dengan variasi kapasitas dan kegunaannya dapat digunakan untuk pekerjaan konstruksi jalan-jembatan sesuai fungsinya. Berdasarkan jenis peralatan dan fungsinya, dikaitkan dengan jenis pelaksanaan pekerjaannya dapat dikelompokan sebagaimana tertulis pada Tabel 1.2. Pemilihan dan pemanfaatan peralatan harus sesuai dengan kebutuhan ditinjau dari jenis, jumlah, kapasitas maupun waktu yang tersedia. Demikian pula cara penggunaannya, harus mengikuti prosedur pengoperasian dan perawatannya, sesuai dengan fungsi masing-masing peralatan.
Tabel 1.2 Jenis Peralatan Dan Penggunaannya
Earth moving equipment
✓ Bulldozer (crawler, heel) ✓ Loader (crawler, wheel0 ✓ Motor Grader
✓ Excavator (crawler, heel)
Compacting Equipment
✓ Tandem Roller ✓ Pedestrian Roller ✓ Vibrating Tamper ✓ Vibrating Rammer ✓ Three Wheel Roller ✓ Tyre (Pneumatic Roller) ✓ Vibrating Compactor ✓ Combination Roller ✓ Sheepfoot Roller
Paving / Spreading Equipment
✓ Asphalt Finisher ✓ Concrete Finisher ✓ Aggregate / Chip Spreader ✓ Asphalt Sprayer
Plant Equipment
✓ Stone Crushing Plant ✓ Asphalt Mixing Plant ✓ Concrete Plant / Mixer
Transportation Equipment ✓ Truck ✓ Trailer ✓ Jeep ✓ Pick Up ✓ Bus Hauling Equipment ✓ Motor Scraper ✓ Dump Truck Lifting Equipment ✓ Crane ✓ Lift Platform ✓ Forklift
Drilling / Boring Equipment
✓ Percusion Drill ✓ Bore Pile ✓ Hammer Dril
Piling Equipment
✓ Pile Hammer (Diesel, Vibro)
Cutting / Milling Equipment
✓ Soil Stabilizer
✓ Cutter / Milling Machine ✓ Groving Equipment ✓ Asphalt / Concrete Cutter
Supporting Equipment
✓ Water Tank Truck ✓ Fuel Tank Truck ✓ Generating Set ✓ Air Compressor ✓ Water Pump
▪ Peralatan Laboratorium
Peralatan laboratorium diperlukan dalam rangka melakukan pengawasan dan pengendalian mutu atas pekerjaan konstruksi oleh kontraktor. Jenis peralatan laboratorium dapat dilihat pada Tabel 1.3. Jenis, jumlah dan waktu diperlukannya peralatan-peralatan laboratorium tersebut tergantung pada ruang lingkup kegiatan pengawasan atas pekerjaan konstruksi. Selain peralatan tersebut ada beberapa yang spesifik seperti untuk pengujian pondasi soil cement dan bahan-bahan struktur (beton, pasangan batu dan lain-lain).
Tabel 1.3 Jenis Pengujian Dan Alat Yang Digunakan
Jenis Pengujian Peralatan
pekerjaan tanah ▪ Sampling for soil tests
▪ Atterberg Limit Soil Classification Tests for Soils
▪ Liquid Limit Test ▪ Plastic Limit Test ▪ CBR Test for Soils
pondasi dan pondasi bawah ▪ Sampling of aggregate base and sub-base ▪ Atterberg limits for aggregate base and
sub-base
▪ Particle size analysis tests ▪ Extent of Fractured Faces Test ▪ Los Angeles Abrasion Test
sub-base
▪ California Bearing Value Test for aggregate base and sub-base
▪ Compaction control
aspal campuran panas ▪ Sampling and mechanical soundness tests ▪ Particle size analysis test
▪ Sodium sulphates soundness test
▪ Coating and stripping of bitumen aggregate mixtures
▪ Specific gravity of course and fine aggregate ▪ Mineral filler Marshall Testing
▪ Testing for asphalt mix design and plant control ▪ Testing of bitumen
Bahan
Bahan diartikan sebagai bahan baku natural maupun melalui pengolahan, dan setelah diproses ditetapkan menjadi item pekerjaan sebagaimana dituangkan di dalam dokumen kontrak. Bahan baku (tanah, batu, aspal, semen, pasir, besi beton, dll.) dan bahan olahan (agregat, adukan beton, pofil baja dll.) merupakan sumber daya yang harus diperhitungkan secara cermat, karena pengaruhnya di dalam perhitungan biaya proyek sangat besar. Oleh karena itu lokasi bahan baku perlu secara cermat ditetapkan berdasar jarak dan volume yang tersedia, memenuhi syarat menjadi bahan olahan. Survey untuk mendapatkan informasi lokasi bahan baku perlu dilakukan, guna mendapatkan data akurat sebagai masukan bagi kontraktor dalam menyiapkan penawaran, maupun pada tahap pelaksanaan pekerjaan.
1.2. FUNGSI MANAJEMEN
Untuk melaksanakan manajemen, seorang pada posisi pimpinan di level manapun, harus melakukan fungsi-fungsi manajemen. Di dalam fungsi-fungsi manajemen ada fungsi organik yang mutlak harus dilaksanakan dan ada fungsi penunjang yang bersifat sebagai pelengkap. Jika fungsi organik tersebut tidak dilakukan dengan baik maka terbuka kemungkinan pencapaian sasaran menjadi gagal. George R. Terry telah merumuskan fungsi-fungsi tersebut sebagai POAC, (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling).
Planning
Planning adalah proses yang secara sistematis mempersiapkan kegiatan guna mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Kegiatan diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka pekerjaan konstruksi, baik yang menjadi tanggung jawab
pelaksana (kontraktor) maupun pengawas (konsultan). Kontraktor maupun konsultan, harus mempunyai konsep planning” yang tepat untuk mencapai tujuan
sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Produk planning
meliputi perencanaan teknis, dokumen lelang.
Pada proses planning perlu diketahui hal-hal sebagai berikut :
▪ Permasalahan yang terkait dengan tujuan dan sumber daya tersedia.
▪ Cara mencapai tujuan dan sasaran dengan memperhatikan sumber daya tersedia.
▪ Penerjemahan rencana kedalam program-program kegiatan yang kongkrit. ▪ Penetapan jangka waktu yang dapat disediakan guna mencapai tujuan dan
sasaran, (seluruh tahap: -proses pengadaan, -pelaksanaan dan pengawasan konstruksi; dan FHO).
Organizing
Organizing (pengorganisasian kerja) dimaksudkan sebagai pengaturan atas suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang, dipimpin oleh pimpinan kelompok dalam suatu wadah organisasi. Wadah organisasi ini menggambarkan hubungan-hubungan struktural dan fungsional yang diperlukan untuk menyalurkan tanggung jawab, sumber daya maupun data.
Dalam proses manajemen, organisasi digunakan sebagai alat untuk : ▪ menjamin terpeliharanya koordinasi dengan baik.
▪ membantu pimpinannya dalam menggerakkan fungsi-fungsi manajemen. ▪ mempersatukan pemikiran dari satuan organisasi yang lebih kecil yang
berada di dalam kordinasinya.
Dalam fungsi organizing, koordinasi merupakan mekanisme hubungan struktural maupun fungsional yang secara konsisten harus dijalankan. Koordinasi dapat dilakukan melalui mekanisme : -koordinasi vertikal (menggambarkan fungsi komando), koordinasi horizontal (menggambarkan interaksi satu level); dan -koordinasi diagonal (menggambarkan interaksi berbeda level tapi di luar fungsi komando). Koordinasi diagonal apabila diintegrasikan dengan baik akan memberikan kontribusi signifikan dalam menjalankan fungsi organizing.
Sebagai contoh, dapat dijelaskan sebagai berikut:
▪ Koordinasi vertikal dan bersifat hirarkis:
1. Pelaksana Konstruksi : koordinasi antara General Superintendant dengan Material Superintendant atau dengan Construction Engineer atau dengan Equipment Superintendant
2. Field Supervision Team, koordinasi antara Site Engineer dengan Quantity Engineer atau dengan Quality Engineer merupakan koordinasi vertikal dan bersifat hirarkis.
▪ Koordinasi horizontal dan bersifat satu level:
1. Pelaksanaan konstruksi, koordinasi antara Material Superintendant dengan Construction Engineer atau dengan Equipment Superintendant merupakan.
2. Field Supervision Team, koordinasi antara Quantity Engineer atau dengan Quality Engineer merupakan koordinasi horizontal dan bersifat satu level.
▪ Koordinasi diagonal:
Koordinasi antara General Superintendant dengan Site Engineer merupakan koordinasi horizontal dan bersifat satu level, sedangkan koordinasi antara Pinbagpro Fisik dengan General Superintendant atau dengan Site Engineer merupakan koordinasi vertikal, kemudian koordinasi antara Pinpro Fisik dengan Chief Supervision Engineer merupakan.
Actuating
Actuating diartikan sebagai fungsi manajemen untuk menggerakkan orang yang tergabung dalam organisasi agar melakukan kegiatan yang telah ditetapkan di dalam planning. Pada tahap ini diperlukan kemampuan pimpinan kelompok untuk menggerakkan; mengarahkan; dan memberikan motivasi kepada anggota kelompoknya untuk secara bersama-sama memberikan kontribusi dalam menyukseskan manajemen proyek mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Berikut ini beberapa metoda menyukseskan “actuating” yang dikemukakan oleh
George R. Terry, yaitu:
▪ Hargailah seseorang apapun tugasnya sehingga ia merasa keberadaannya di dalam kelompok atau organisasi menjadi penting.
▪ Instruksi yang dikeluarkan seorang pimpinan harus dibuat dengan mempertimbangkan adanya perbedaan individual dari pegawainya, hingga dapat dilaksanakan dengan tepat oleh pegawainya.
▪ Perlu ada pedoman kerja yang jelas, singkat, mudah difahami dan dilaksanakan oleh pegawainya.
▪ Lakukan praktek partisipasi dalam manajemen guna menjalin kebersamaan dalam penyelenggaraan manajemen, hingga setiap pegawai dapat difungsikan sepenuhnya sebagai bagian dari organisasi.
▪ Upayakan memahami hak pegawai termasuk urusan kesejahteraan, sehingga tumbuh sense of belonging dari pegawai tersebut terhadap tempat bekerja yang diikutinya.
▪ Pimpinan perlu menjadi pendengar yang baik, agar dapat memahami dengan benar apa yang melatarbelakangi keluhan pegawai, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan sesuatu keputusan.
▪ Seorang pimpinan perlu mencegah untuk memberikan argumentasi sebagai pembenaran atas keputusan yang diambilnya, oleh karena pada umumnya semua orang tidak suka pada alasan apalagi kalau dicari-cari agar bisa memberikan dalih pembenaran atas keputusannya.
▪ Jangan berbuat sesuatu yang menimbulkan sentimen dari orang lain atau orang lain menjadi naik emosinya.
▪ Pimpinan dapat melakukan teknik persuasi dengan cara bertanya sehingga tidak dirasakan sebagai tekanan oleh pegawainya.
▪ Perlu melakukan pengawasan untuk meningkatkan kinerja pegawai, namun haruslah dengan cara-cara yang tidak boleh mematikan kreativitas pegawai.
Controlling
Controlling diartikan sebagai kegiatan guna menjamin pekerjaan yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Didalam manajemen proyek jalan atau jembatan, controlling terhadap pekerjaan kontraktor dilakukan oleh konsultan melalui kontrak supervisi, dimana pekerjaan pelaksanaan konstruksinya dilakukan oleh kontraktor. General Superintendat berkewajiban melakukan
controlling (secara berjenjang) terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh staf di bawah kendalinya yaitu Site Administration, Quantity Surveyor, Materials Superintendant, Construction Engineer, dan Equipment Engineer untuk memastikan masing-masing staf sudah melakukan tugasnya dalam koridor “quality assurance”. Sehingga, tahap-tahap pencapaian sasaran sebagaimana
direncanakan dapat dipenuhi.
Kegiatan ini juga berlaku di dalam kegiatan internal konsultan supervisi; artinya kepada pihak luar konsultan supervisi itu bertugas mengawasi kontraktor, dan secara internal Site Engineer juga melakukan controlling terhadap Quantity Engineer dan Quality Engineer. Secara keseluruhan internal controlling ini dapat mendorong kinerja konsultan supervisi lebih baik di dalam mengawasi pekerjaan kontraktor.
Ruang lingkup kegiatan controlling mencakup seluruh aspek pelaksanaan rencana, antara lain adalah:
▪ Seluruh sumber-sumber daya yang digunakan (manusia, uang, peralatan, bahan)
▪ Prosedur dan cara kerjanya
▪ Kebijaksanaan teknis yang diambil selama proses pencapaian sasaran.
Controlling harus bersifat obyektif dan harus dapat menemukan fakta-fakta tentang pelaksanaan pekerjaan di lapangan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Rujukan untuk menilainya adalah memperbandingkan antara rencana dan pelaksanaan, artinya memahami kemungkinan terjadinya penyimpangan.
BAB II
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
2.1. PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA
Pengelolaan sumber daya manusia meliputi proses perencanaan dan penggunaan sumber daya manusia dengan cara yang tepat (berdaya guna) untuk mendapatkan hasil yang optimal. Dalam aspek ini sering pengelola proyek kurang memberi penekanan dibandingkan terhadap aspek kegiatan inti proyek lainnya seperti lingkup, biaya,jadwal dan mutu, padahal pada kenyataannya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang memenuhi syarat menjadi factor penentu keberhasilan pencapaian sasaran proyek. Dari segi perencanaan biaya proyek, sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang penting dalam perencanaan pelaksanaan proyek seperti perencanaan biaya, jadwal dan mutu pekerjaan. Kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu penyediaan sumber daya manusia merupakan aspek yang sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan pekerjaan sesuai sasaran yang ditentukan.
Yang di maksud dengan perencanaan sumber daya manusia adalah proses mengidentifikasi jenis dan jumlah sumber daya manusia sesuai jadwal kebutuhan yang ditetapkan. Tujuan perencanaan sumber daya manusia adalah mengusahakan agar sumber daya yang dibutuhkan tersedia tepat pada waktunya untuk menghindari pemborosan sebagai akibat penyediaan sumber daya yang terlalu dini atau telambat. Faktor-faktor penting dalam perencanaan tenaga kerja proyek meliputi:
1. Produktivitas tenaga kerja.
2. Kebutuhan tenaga kerja periode puncak (peak). 3. Perkiraan jumlah tenaga kerja di lapangan. 4. Perataan jumlah tenaga kerja.
2.1.1 PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA
Walaupun ukuran produktivitas tenaga kerja secara matematis sulit ditentukan, namun pendekatan penentuan tolok ukur utnuk memperkirakan produktivitas tega kerja bagi proyek yang akan ditangani perlu ditetapkan untuk mengukur hasil guna atau efisiensi kerja, misalnya dengan cara membandingkannya terhadap suatu norma yang dipakai sebagai patokan. Patokan tersebut dirasakan penting terurtama bagi kontraktor yang akan bekerja di lokasi proyek yang masih asing bagi kontraktor yang bersangkutan. Salah satu pendekatan yang dipakai untuk mengukur hasil guna tenaga kerja adalah digunakannya parameter indeks produktivitas yang didefinisikan sebagai perbandingan
antara jumlah waktu dan orang yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan jumlah waktu dan orang yang diperlukan untuk menyelsaikan pekerjaan yang sama pada kondisi standar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja lapangan antara lain: 1. kondisi fisik lapangan dan sarana bantuan;
2. supervisi, perencanaan, dan koordinasi; 3. komposisi kelompok kerja;
4. kerja lembur;
5. ukuran besar proyek;
6. kurva pengalaman (learning curve);
7. pekerja langsung versus subkontraktor; dan 8. kepadatan tenaga verja
2.1.2 KEBUTUHAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA
Secara umum pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi, kebutuhan tenaga kerja dikenal 3 (tiga) tahapan yaitu:
A. Mobilisasi
Pada tahap awal ini yang berlangsung antara 10-15% dari masa konstruksi, produktivitas masih rendah. Hal ini karena para pekerja memerlukan masa pengenalan dan penyesuaian pekerjaan. Juga pada masa menenjak seringkali sulit mengikuti secara tepat kenaikan jumlah kegiatan dengan kenaikan jumlah pekerja yang diperlukan, sehingga menimbulkan pengaturan yang kurang efisien.
B. Periode Puncak
Pada masa ini dicapai produktivitas optimum, jumlah tenaga kerja tidak bertambah dan telah terbiasa dengan pekerjaan maupun kondisi lapangan atau medan yang dihadapi.
C. Periode Menurun
Menjelang akhir konstruksi, produktivitas cenderung menurun, terutama disebabkan oleh:
▪
Kurang tepatnya perencanaan, misalnya masa kontrak kerja belum berakhir sedangkan pekerjaan sudah menipis, sehingga terjadi kelebihan tenaga kerja.▪
Sikap mental atau semangat yang mengendur, karena melihat pekerjaan mulai berkurang dan belum tentu tersedia lapangan kerja berikutnya.▪
Terlambatnya demobilisasi yang sering dijumpai karena penyelia ingin menahan pekerja yang berlebihan dengan menunggu sampai hasil kerjanya meyakinkan. Apabila faktor tersebut telah diperhitungkan jauh sebelumnya, maka dapat direncanakan pendekatan pengelolaan yang sebaik-baiknya.Pengkajian produktivitas tenaga kerja dan pengaruhnya terhadap biaya dan jadual proyek dapat dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut:Langkah pertama adalah mencoba mencari data dan informasi terakhir mengenai data dan informasi terakhir mengenai angka indeks produktivitas di daerah lokasi proyek. Kemudian diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi indeks tersebut, dengan melihat kondisi fisik lokasi atau lapangan proyek sesungguhnya, serta menganalisa faktor-faktor lain yang nantinya mungkin diberlakukan terhadap proyek. Apabila dari kondisi dan sifat-sifat tersebut telah dapat diperkirakan besar angka produktivitasnya, selanjutnya angka ini dipakai untuk menghitung keperluan total tenaga kerja, berikut fasilitas (perumahan sementara, transportasi, katering, dan lain-lain). Sementara itu, program peningkatan keterampilan dan pelatihan perlu diperhatikan, karena dapat menaikkan produktivitas mereka secara efektif.
2.1.3 PERKIRAAN JUMLAH TENAGA KERJA PERIODE PUNCAK (PEAK)
Periode puncak adalah periode yang paling sibuk, dalam arti paling banyak memerlukan tenaga kerja. Pengetahuan mengenai seberapa besar tenaga kerja puncak dan berapa lama periodenya berguna bagi perencanaan kapasitas fasiltas penampungan, transportasi, dan arus dana pembiayaan proyek.1. Grafik Lonceng
Cara paling sederhana memperkirakan kebutuhan tenaga kerja puncak adalah dengan metode empiris, yaitu pertama-tama dengan menghitung keperluan rata-rata (garis lurus), kemudian memakai kurva lonceng atau genta di mana puncaknya berada sekitar 1.5 – 1.7 kali keperluan rata-rata, seperti terliahat pada Gambar 2.1.
Total tenaga kerja proyek = luas area di bawah kurva lonceng = luas segi empat ABCD. Sebagai contoh pada Gambar 2.1., keperluan tenaga kerja puncak adalah sebesar 1.6 x 350 = 560.
Pada prakteknya jarang terjadi bentuk lonceng ideal seperti bentuk lintasan AED tetapi kebanyakan seperti bentuk dengan ”benjolan” ke depan atau ke belakang yang disebut
front loaded atau back loaded. Kedua bentuk tersebut sama-sama tidak menguntungkan.
Front loaded menunjukkan ketidak tepatan hasil guna karena terlau banyak tenaga kerja dibandingkan dengan tersedianya pekerjaan, Sebaliknya keadaan back loaded
menggambarkan adanya kenaikan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk mengejar jadual, yang umumnya menaikkan biaya proyek secara keseluruhan (cost-overrun).
Gambar 2.1. Memperkirakan Kebutuhan Tenaga Kerja Puncak dengan
Grafik Lonceng
2. Metode Trapesium
Apabila kurva lonceng memberikan indikasi berapa besar keperluan tenaga kerja pada waktu puncak, maka metode trapesium sering dipakai untuk memperkirakan angka keperluan puncak. Di samping itu, metode ini juga memberikan keterangan berapa lama masa puncak tersebut berlangsung. Dasar pemikiran metode ini menganggap bahwa keperluan tenaga kerja mengikuti pola sebagai berikut:
▪
Mulai dari titik awal (nol) naik sebagai garis miring. Periode ini disebut periode menanjak (build up period)200
400
600
Front
Loaded
Back
Loaded
A
B
Jumlah
Tenaga Kerja
C
D
E
a
b
0
Kurun Waktu (Bulan)
24
Catatan:
Luas ABCD = Luas AED
▪
Kemudian setelah sampai di puncak, arahnya menjadi mendatar, dan disebut periode puncak (peak period)▪
Akhirnya menurun (run down) sampai proyek selesai)Pendekatan ini menghasilkan bentuk segiempat trapesium, seperti terlihat pada Gambar 2.2. Luas trapesium sama dengan total lingkup proyek.
Metode trapesium memakai angka-angka yang berbeda antara tahap desain-engineering dan tahap konstruksi
Gambar 2.2. Memperkirakan Kebutuhan Tenaga Kerja Konstruksi Dengan
Metode Trapesium
a = 20% b=20% c =60%A
B
C
D
Waktu
Tenaga Kerja
Catatan:AD = Kurun waktu implementasi fissik AB = Periode menanjak (build-up) BC = Periode puncak (peak) CD = Periode menurun (run-down) t = Jumlah tenaga kerja pada periode
puncak
t
Jumlah Tenaga
Kerja
Waktu
a=50% b= 25% c =25%A
B
C
D
O
Tenaga Kerja Desain-Engineering
Tenaga Kerja Konstruksi
Catatan :
OD = Kurun waktu implementasi fisik AD = Tahap konstruksi
AB = Periode menanjak CD = Periode menurun BC = Periode puncak
OA = Kurang lebih 20% - 30% OD t = Jumlah tenaga kerja pada periode puncak
2.2. ORGANISASI KONSULTAN PENGAWAS KONSTRUKSI
JALAN DAN JEMBATAN
Pihak Engineer’s Representative, (konsultan yang mewakili Engineer untuk pengawasan di lapangan -Field Supervision Team-) antara lain terdiri dari : Site Engineer, membawahkan Quantity Engineer, Quality Engineer, Inspector, Quantity Surveyor, Laboratory Technicians dan Draftman.
Di tingkat propinsi : Chief Supervision Engineer (Provincial Team), Pavement and Material Engineer.
Di tingkat pusat: Core Team terdiri dari Team Leader, dan Co-Team Leader.
Untuk jelasnya pada halaman-halaman berikut diberikan contoh Struktur Organisasi Pengawasan Konstruksi yang terdiri dari Core Team, Provincial Team dan Field Supervision Team. Dalam struktur organisasi tersebut masih digunakan istilah-istilah lama untuk kualifikasi keahlian atau posisi-posisi yang ada pada organisasi pengawas, untuk memberikan gambaran tentang keahlian khusus atau keterampilan khusus apa yang diperlukan oleh masing-masing organisasi yang ditugasi untuk menyelenggarakan proyek.
Gambar 2.3. : Strukur Organisasi Pengawasan Konstruksi
C. Struktur Organisasi Pengawasan Konstruksi
Engineer's Representative
Core Team, Provincial Teams dan Field Supervision Teams
(Contoh : Proyek Pemerintah)
Province : A Province : B Province : C
Field Supervison Teams
Team
Leader
Co -
Team Leader
Quantity
Surveyor
Bridge
Engineer
Chief
Super-vision Engineer
Chief
Super-vision Engineer
Chief
Super-vision Engineer
Highway
Engineer
Pavement &
Material Eng.
Pavement &
Material Eng.
Pavement &
Material Eng.
Core Team
Geotechnical
Engineer
Bridge
Engineer
Field
Supervision Teams
(Province A)
Provincial Teams
Field
Supervision Teams
(Province B)
Field
Supervision Teams
(Province C)
Type 1 (Standard Team for Road Project) Inspector (A) Inspector (B) Quantity Surveyor Draftman Quantity Engineer Laboratory Technician Quality Engineer Site Engineer
Type 2 (with Bridge Construction)
Inspector (A) Inspector (B) Quantity Surveyor Draftman Quantity Engineer Inspector (C) Bridge Engineer Laboratory Technician Quality Engineer Site Engineer
Type 4 (For Road Project)
Inspector (A) Quantity Surveyor Draftman Laboratory Technician Quantity / Quality Engineer Site Engineer
Gambar 2.4. : Struktur Organisasi Pengawasan Konstruksi
Type 3 (For Road Project)
Inspector (A) Inspector (B) Quantity Surveyor Draftman Laboratory Technician Quantity / Quality Engineer Site Engineer
2.3. PEMBENTUKAN TIM PROYEK
Karena sifatnya kompleks, multidisiplin, dan memerlukan koordinasi serta integrasi yang erat, maka pengisian personil dalam penyelenggaraan proyek konstruksi ditekankan pada terbentuknya satu tim yang dapat bekerja secara terpadu dan efektif. Menyusun, membangun, dan mengelola tim dengan sifat demikian merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab utama pimpinan proyek.
Proses pemebentukan tim adalah proses menyusun suatu kelompok yang terdiri dari berbagai masing-masing menjadi satu unit kerja yang efektif untuk mencapai tujuan tim. Tim yang efektif ditandai oleh keluaran yang bersifat sinergis, yaitu keluaran hasil usaha bersama lebih besar dari pada jumlah keluaran masing-masing anggota.
Pembentukan tim proyek mengikuti sistematika penahapan sebagai berikut:
1. Pembentukan atau forming
Pada tahap ini, anggota tim yang semula bersikap sebagai individual mulai saling mengenal, kemudian secara bersama mempelajari tujuan tim, uraian tugas, dan tanggung jawab masing-masing serta peraturan (prosedur kebijakan) yang akan diberlakukan.
2. Storming
Merupakan tanggapan secara alami terhadap tata cara yang akan diberlakukan di dalam tim. Mereka mulai berpikir dan menilai dampaknya terhadap kebiasaan, sikap, dan perilaku selama ini (sebelum bergabung dalam tim). Langkah efektif yang sebaiknya dilakukan oleh pimpinan tim adalah dengan mencoba mendorong mereka untuk bersifat terbuka dalam mengemukakan pendapat, keluhan serta perhatian (concern), selanjutnya menanggapinya secara positif tanpa kehilangan prinsip yang harus tetap dipegang.
3. Kesepakatan (Norming)
Pada tahap ini, tim telah mencapai kesepakatan mengenai sikap dan arah tindakan menyangkut berbagai aspek penting seperti pengambilan keputusan, penanganan konflik, peletakan dasar kebijakan, dan prosedur yang harus diikuti. Tahapan ini ditandai dengan tumbuhnya semangat kerja sama dan saling pengertian antara anggota tim serta tanggung jawab sebagai satu tim, sehingga siap untuk diberi tugas-tugas yang telah direncanakan.*
4. Pelaksanaan (Performing)
Dengan selesainya langkah-langkah pada Butir 1, 2 dan 3 di atas dengan baik, maka secara umum tim dianggap telah mencapai taraf “kedewasaan” dan mampu melaksanakan tugas implementasi secara efektif. Pimpinan memberikan tugas-tugas
yang semakin bertambah kuantitas dan kualitasnya, sambil menganalisis kinerja (performance) tim yang bersangkutan.
5. Pembubaran
Pada tahapan ini kuantitas pekerjaan mulai berkurang dan akhirnya selesai serta ditutup. Pada saat yang bersamaan, anggota tim mulai berkurang dengan menyisakan anggota yang masih diperlukan serta akirnya dibubarkan secara keseluruhan.
Pada tahap ini pimpinan mengahadpai masalah yang tak kalah sulitnya seperti pada tahap awal pekerjaan yakni mesalah penyeimbangan antara waktu, jumlah anggota (termasuk siapa) yang akan dilepas dari waktu ke waktu dengan pekerjaan yang tersisa. Masalah lain adalah menjaga semangat tim yang dapat menurun karena memikirkan penugasan yang akan datang.
2.4. EFEKTIVITAS DAN PRESTASI TIM
2.4.1 EFEKTIVITAS TIM
Karena sifatnya yang spesifik, kegiatan proyek menuntut adanya kerjasama yang amat erat. Salah satu cara untuk meningkatkan kerjasama adalah mendorong terselenggaranya komunikasi dan interaksi :
a. Masing-masing anggota mengetahui perannya dalam tim; b. Setiap anggota merasa saling diperlukan; serta
c. Anggota merasakan bahwa kerjasama sebagai satu tim akan memberikan hasil lebih besar dari pada bekerja sendiri-sendiri secara terpisah.
Adanya penjelasan kepada mereka mengenai tujuan tim, struktur organisasi yang memperlihatkan hubungan kerjasama antaranggota, posisi yang akan ditempati, jenis tugas, dan besar tanggung jawab mereka masing-masing serta harapan perusahaan terhadap tim akan menjernihkan butir-butir di atas. Keikutsertaan dan konsultasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan membantu anggota tim meningkatkan rasa ikut bertanggung jawab dalam upaya mencapai prestasi.
Parameter atau karakteristik yang dapat mempengaruhi kualitas dan efektivitas suatu tim proyek dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu yang berhubungan dengan tugas dan yang berhubungan dengan antaranggota.
1. Karakteristik yang berhubungan dengan tugas
Karakteristik yang dapat mempengaruhi kualitas dan efektifivitas tim yang berhubungan dengan tugas adalah:
a. Komitmen dengan proyek
c. Kreatif dan inovatif.
d. Peduli terhadap kualitas produk.
e. Mampu memperkirakan kecenderungan (trend) yang akan terjadi. 2. Karakteristik yang berhubungan denganantaranggota
Karakteristik yang dapat mempengaruhi kualitas dan efektifivitas tim yang berhubungan dengan antar anggota adalah:
a. Terjalinnya komunikasi dengan baik. b. Mampu memecahkan konflik.
c. Adanya saling percaya.
d. Berkeinginan mencapai sasaran tim
e. Menjaga dan mengembangkan semangat tim
f. Saling membantu meningkatkan kecakapan/kepandaian.
2.4.2 Prestasi Tim
Apabila syarat-syarat untuk tumbuhnya kerjasama tim telah dipenuhi, selanjutnya perlu diperhatikan beberapa faktor-faktor yang pada gilirannya akan amat berpengaruh terhadap prestasi suatu tim proyek seperti:
1. Faktor lingkunganl;
2. Gaya kepemimpinan; dan
3. Dorongan dan hambatan spesifik terhadap prestasi.
Ketiga faktor tersebut sangat bertalian satu dengan yang lain sering menjadi persoalan yang kompleks dan untuk mencapai prestasi tim yang diinginkan, pimpinan tim berkewajiban mengenali dan menangani dengan pendekatan pengeloalan dan organisasi yang tepat.
Untuk mengelola tim yang tepat dan benar sehingga dapat bekerja sebagai kesatuan unit yang efektif, pimpinan tim harus mengenal faktor-faktor yang menjadi pendorong maupun penghambat. Pendorong di sini diartikan sebagai faktor yang bersifat positif terhadap prestasi tim, sebaliknya penghambat adalah faktor yang bersifat negatif. Dengan mengenali semua faktor pendorong dan penghambat tersebut, pimpinan tim dapat merencanakan tindakan-tindakan yang diperlukan.
Faktor pendorong prestasi tim antara lain adalah:
a. Secara profesional pekerjaan menarik dan merangsang. b. Pengakuan terhadap hasil kerja.
c. Pimpinan berpengalaman dalam bidang manajemen dan engineering.
d. Penanganan yang benar dalam kepemimpinan dan adanya petunjuk masalah teknis.
f. Potensi jenjang profesional.
Sedangkan faktor penghambat prestasi kerja antara lain adalah: a. Sasaran dan pengarahan tentang proyek tidak jelas. b. Tidak cukup sumber daya.
c. Tidak banyak konflik.
d. Tidak cukup perhatian dan keperdulian dari pimpinan. e. Jaminan kerja tidak terlihat dengan jelas
BAB III
MANAJEMEN PELAKSANAAN PEKERJAAN
Ukuran keberhasilan pelaksanaan suatu proyek (paket proyek fisik) ialah apabila mutu produk akhir yang dicapai sesuai dengan: persyaratan teknis dalam dokumen kontrak; -dilaksanakan sesuai koridor waktu yang telah disepakati di dalam surat perjanjian kontrak; -menyerap biaya secara bertahap sesuai dengan jadwal maupun besarnya pembiayaan yang telah disepakati sejak commencement of works hingga FHO.
Beberapa indikator penyebab ketidaksesuaian atau ketidakberhasilan adalah: -dokumen perencanaan teknis (dituangkan menjadi drawings) tidak disiapkan secara teliti akibat keterbatasan biaya maupun waktu; -pilihan yang diambil berupa modul-modul perencanaan teknis diperhitungkan dengan data yang terbatas. Keterbatasan biaya dan waktu menyebabkan Employer sulit dalam menyediakan full engineering design untuk ribuan ruas jalan yang tersebar di seluruh wilayah dimana peningkatan ataupun pemeliharaan berkala diperlukan. Dalam pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan perlu dibuka peluang adanya review design terhadap drawings dan dokumen pendukung lainnya bila terjadi ketidaksesuaian dengan kondisi lapangan. Dengan pendekatan tersebut secara teknis dapat diperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan perencanaan. Secara keseluruhan manajemen penyelenggaraan proyek (fisik) memerlukan alat kontrol dalam upaya mendekati pencapaian tepat mutu, tepat waktu dan tepat biaya. Pada Tabel 3.1 disajikan kelompok dan jenis kegiatan-kegiatan yang lazimnya digunakan sebagai alat kontrol.
Tabel 3.1 Kelompok dan Tahap Kegiatan Alat Kontrol
Kelompok Kegiatan
1 Persiapan Dokumen Surat Perintah Mulai Kerja Construction Schedule Pre Construction Meeting 2 Persiapan Fisik Lapangan Project Quality Plans
Mobilisasi Review Design 3 Proses Pembayaran Advance Payment
Buku Harian dan Laporan Show Cause Meeting
Pembayaran Prestasi Pekerjaan 4 Pekerjaan Tambah Kurang Pekerjaan Tambah / Kurang
Perpanjangan Waktu Pelaksanaan Denda (Liquidated Damage) Eskalasi / De-eskalasi Harga 5 Perselisihan Penyelesaian Perselisihan Kontrak 6 Serah Terima Provisional Hand Over
3.1 PERSIAPAN ADMINISTRASI
3.1.1 SURAT PERINTAH MULAI KERJA (SPMK)
SPMK diterbitkan Pinpro/Pinbagpro selambat-lambatnya dalam waktu tertentu sejak penandatanganan kontrak sebagaimana ditetapkan dalam dokumen kontrak misalnya 14 (empat belas) hari (untuk kontrak LCB/NCB) atau 60 (enam puluh) hari (untuk ICB) sejak penandatanganan kontrak pekerjaan konstruksi, didahului dengan penandatanganan Berita Acara Serah terima Lapangan (Site Hand-Over) dari Pihak Proyek kepada Pihak Kontraktor sebagai pelaksana pekerjaan konstruksi. Serah terima lapangan diselenggarakan setelah seluruh permasalahan terkait dengan Pemerintah atau masyarakat setempat (misalnya pembebasan tanah) terselesaikan.
SPMK memuat juga tanggal paling lambat dimulainya pelaksanaan konstruksi dan sekaligus sebagai awal masa pelaksanaan (construction period) atau dapat juga disebut sebagai awal dari masa kontrak (contract period). Jika construction period dimulai sejak COW dan berakhir pada PHO (Provisional Hand Over) maka contract period dimulai sejak COW dan berakhir pada FHO (Final Hand Over).
3.1.2 JADWAL PELAKSANAAN (CONSTRUCTION SCHEDULE)
Construction schedule dimaksudkan sebagai dasar bagi proyek (pemilik proyek, kontraktor dan konsultan untuk :
Memantau kemajuan pekerjaan kontraktor di lapangan,
Menjadi rujukan bagi pembayaran eskalasi / de-eskalasi harga, Mendukung pengalokasian anggaran biaya,
Mempertimbangkan permintaan tambahan biaya akibat perubahan pekerjaan, Mendukung permintaan perpanjangan waktu pelaksanaan konstruksi.
Jadwal pelaksanaan yang dibuat kontraktor dimaksudkan sebagai bagian dari pengajuan penawaran pada waktu pelelangan dengan mempertimbangkan aspek perencanaan, analisa, dan pemilihan jenis/cara penjadualan. Pertimbangan aspek perencanaan meliputi:
• APA yang harus dikerjakan ? • KAPAN harus dikerjakan ?
• BAGAIMANA cara mengerjakannya ? • SIAPA yang harus mengerjakan ?
Analisis dari pertanyaan di atas menghasilkan komponen dan jumlah kegiatan yang berurutan, mudah dikenali sebagai item pekerjaan, dan indikasi kesulitan dan risiko dalam menyelesaikannya. Analisis juga menghasilkan waktu dan periode pekerjaan, metoda pelaksanaan, pelaksanaan pekerjaan dan dana yang harus disiapkan. Langkah dalam menyusun jadual pelaksanaan dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Tahap Kegiatan Manajemen Pelaksanaan Proyek
Tahap Kegiatan
Persiapan • Kajian dokumen: -dokumen kontrak; -Gambar rencana; -Daftar kuantitas
• Persyaratan Pekerjaan: -spesifikasi dan syarat kontrak; -biaya pekerjaan; -analisis dan urutan pekerjaan.
• Pengkajian Lokasi: lokasi sumberdaya tersedia, -tingkat kesulitan pekerjaan Tahap analisis: • Waktu untuk menyelesaikan setiap kegiatan
• Waktu untuk menyelesaikan seluruh kegiatan • Urutan setiap kegiatan
• Metoda kerja untuk menyelesaikan setiap kegiatan • Sumber daya yang diperlukan
• Resiko yang terkait
• Biaya sebenarnya guna menyelesaikan setiap kegiatan
• Nilai pekerjaan yang diselesaikan
Penjadualan pekerjaan • Jadual kegiatan, (waktu untuk setiap jenis pekerjaan).
• Jadual Sumber Daya, rencana ketersediaan tenaga kerja, peralatan dan bahan.
• Jadual kemajuan keuangan (Kurva S), rencana kemajuan pekerjaan dan keuangan proyek.
• Jadual cash flow keuangan, keadaan pemasukan dan pengeluaran uang.
Beberapa jenis jadual dapat dipergunakan, tergantung kepada kebutuhan proyek antara lain adalah:
a) Critical Path Method (Metoda Lintasan Kritis)
b) Bar Charts – basic and linked (Diagram Balok – asli dan terkait)
c) Financial Progress Schedule – S Curve (Jadual Kemajuan Keuangan – Kurva S)
a) Critical Path Method
Critical Path Method adalah jadual pelaksanaan pekerjaan (network planning) digunakan untuk menyajikan jadual konstruksi didasarkan atas urutan kegiatan dengan mempertimbangkan ketergantungan satu kegiatan dengan kegiatan lain. Setiap kegiatan
dilengkapi dengan rencana “durasi”, awal dan akhir kegiatan yang harus dilaksanakan. Dari rangkaian ini dapat dikaji prioritas kegiatan yang harus segera dilaksanakan. Biasanya terdapat jaringan lintasan kritis yaitu rangkaian kegiatan yang harus diawali dan diakhiri secara tepat waktu. Ketidak sesuaian penyelesaian atau awalan pada kegiatan kritis berpotensi menunda penyelesaian proyek.
Berikut adalah Gambar 3.1. sebagai contoh penjelasan lebih rinci tentang penggunaan Critical Path Method untuk keperluan menyiapkan suatu Network Planning :
A (14) = Kegiatan dengan kode A memerlukan durasi 14 hari untuk menyelesaikannya
= = Event
NE = No. of Event EET = Earliest Event Time LET = Latest Event Time
Kegiatan yang penyelesainnya memerlukan waktu (duration) tertentu
Kegiatan di lintasan kritis (critical path)Kegiatan semu, dummy, bukan kegiatan tapi dianggap sebagai kegiatan yang tidak membutuhkan waktu
Gambar 3.1 Critical Path
Pada Tabel 3.1 disajikan contoh hasil analisis suatu rangkaian kegiatan serta kaitan dengan kegiatan lainnya, hingga diketahui saat satu kegiatan harus dimulai dan diakhiri. Beberapa masukan dalam pembuatan penjadualan pelaksanaan proyek adalah sebagai berikut:
a) Kontraktor perlu secara tajam mencari sejumlah kegiatan dalam menyelesaikan proyek yang potensial menjadi kritis. Dari indikasi tersebut, perlu dirinci kegiatannya kedalam satu sub kegiatan guna mendapatkan lintasan ktiris.
0 1 0 15 3 15 50 5 50 33 4 33 14 2 17 EET LET LET
B(15)
A(14)
D(16)
E(18)
F(17)
C(0)
Start
Finish
NE
b) Metoda Lintasan Kritis sangat berguna untuk proyek yang dikategorikan sebagai proyek crash program, sebagai tambahan dari metoda penjadualan dengan menggunakan Bar Chart dan Jadual Progres Keuangan – S Curve.
c) Apabila indikasi kritis terjadi pada sebagian besar kegiatan, perlu diketahui sub kegiatan yang memberi kontribusi terbesar terhadap penyelesaian proyek.
Tabel 3.3 Kegiatan dan Urutan Berdasarkan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan
Catatan:
• Lintasan kritis B, E, dan F
• Waktu yang disediakan untuk menyelesaikan kegiatan di lintasan kritis tidak boleh dilampaui, karena akan mengakibatkan tertundanya penyelesian pekerjaan. • Kontrol ketat harus dilakukan terhadap kegiatan di lintasan kritis agar
penyelesaian pekerjaan tidak tertunda.
• Kelonggaran waktu pada kegiatan lain (kasus di atas adalah kegiatan A dan D) dapat dipertimbangkan untuk dimanfaatkan (tenaga, peralatan, bahan, dan barangkali juga biaya) bagi percepatan penyelesaian kegiatan B, E, dan F.
Pemanfaatan Metoda Lintasan Kritis disarankan untuk pekerjaan bersifat multi tahun, karena permasalahan yang komplek didasarkan atas variasi pekerjaan dan waktu pelaksaanaan. Banyak kasus yang ditemui pada pekerjaan multi tahun namun belum memanfaatkan kemudahan controlling yang diberikan oleh metoda ini.
Data Perhitungan Untuk Menetapkan Lintasan Kritis Kegiatan Event EET + Durasi pada Event No.
Kegiatan Durasi Yang No. Terendah Tertinggi EET LET (Hari) Mendahului (Hari) (Hari) (Hari) (Hari)
1 - - 0 0 A 14 Tidak ada - - - -B 15 Tidak ada - - - -2 0+14=14 0+14=14 14 33-16=17 C 0 A - - - -D 16 A - - - -3 0+15=15 0+15=15 15 33-18=15 E 18 B dan C - - - -4 14+16=30 15+18=33 33 50-17=33 F 17 D dan E - - - -Selesai 5 30+17=47 33+17=50 50 50
b) Bar Charts – Basic and Linked
Bar Charts atau diagram balok merupakan diagram yang paling sederhana, menggambarkan hubungan antara kegiatan dengan waktu. Ada 2 type yang dikenal yaitu basic chart dan linked chart. Basic chart menggambarkan blok jadwal masing-masing kegiatan berdiri sendiri, sedangkan linked chart digambarkan blok jadwal masing-masing dikaitkan dengan kegiatan lain baik awal maupun akhir kegiatan. Pada link chart dinampakkan adanya ketergantungan suatu kegiatan dengan kegiatan lain, meskipun tidak sejelas Critical Path Method. Pada metoda ini tidak tergambarkan lintasan kritis yang terjadi. Pada Gambar 2.3 dapat dilihat tipikal contoh metoda Bar Chart. Bar Chart pada proyek jalan biasanya dilengkapi dengan nomer, nama kegiatan, kuantitas dan waktu pelaksanaan dari setiap pay item sesuai dengan kontrak.
c) Financial Progress Schedule – S Curve
Financial Progress Schedule – S Curve menggambarkan rencana dan realisasi pelaksanaan pekerjaan bulanan kumulatif dinyatakan dalam prosentase biaya terserap per satuan waktu terhadap total biaya proyek selama construction period. S Curve itu dapat memberikan informasi pekerjaan berkaitan dengan pembayaran prestasi pekerjaan. Dalam S Curve tercatat:
No. pay item, Deskripsi pay item,
Nama seksi yang berisi sejumlah pay item, Kuantitas per pay item,
Harga satuan per pay item, Total harga dari per pay item,
Rincian kebutuhan biaya bulanan per pay item dinyatakan dalam prosen terhadap total biaya konstruksi
Dari total prosentase rencana pelaksanaan pekerjaan setiap bulan, dapat dihitung jumlah prosentase kumulatif rencana pelaksanaan pekerjaan tiap bulan. Kurva yang menghubungkan prosentase kumulatif rencana pelaksanaan pekerjaan tiap bulan inilah yang disebut Kurva S.
3.1.3 PRE CONSTRUCTION MEETING (PCM)
Rapat Persiapan Pelaksanaan (Pre Construction Meeting) adalah pertemuan antara Pihak Proyek, Kontraktor dan Konsultan dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah diterbitkannya SPMK oleh Pinbagpro. Tujuan PreConstruction Meeting adalah : -membangun pengertian yang sama tentang isi Dokumen Kontrak; -membuat
kesepakatan terhadap hal penting yang belum tercantum dalam Dokumen Kontrak; -dan mencari penyelesaian terhadap potensi kendala selama pelaksanaan konstruksi. Pertemuan ini membahas dan menyepakati berbagai hal seperti pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Bahasan Kesepakatan Pada PCM
No Bahasan Kesepakatan
1 Rencana Kegiatan Pelaksanaan Organisasi kerja pelaksanaan konstruksi Tata cara pengaturan pelaksanaan pekerjaan
2 Jadual persiapan Review & penyempurnaan construction schedule sesuai target volume, mutu dan waktu
Jadual mobilisasi personel dan peralatan.
Jadual pengadaan bahan dan penggunaann peralatan 3 Kajian Lapangan Menyusun rencana pemeriksan lapangan (mutual check) dan
review terhadap simplified design yang ada.
Menentukan lokasi sumber quarry (sumber bahan/material), estimate kuantitas bahan serta rencana pemeriksaan mutu bahan yang akan digunakan.
4 Kondisi Sosial Masyarakat Pendekatan kepada masyarakat dan Pemerintah Daerah setempat (misalnya: masalah jalan akses ke lokasi quarry).
Substansi pokok yang dibahas dalam Pre Construction Meeting dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Substansi Masalah Yang Dibahas Pada PCM
No Kegiatan Rincian
1 Aplikasi pasal-pasal penting dalam
dokumen kontrak oo Pekerjaan tambah kurang Termination atau forfeiture
o Mobilisasi
o Maintenance and protection of traffic o Sub Letting
o Insurance of works
o Organisasi kerja 2 Prosedur administrasi
penyelenggaraan pekerjaan
o Request and Approval dalam rangka Examination of Works
o Extension time for completion of works o Gambar kerja dan kelengkapannya. o Pengajuan MC (Monthly Certificate) o PHO dan FHO
o Pembuatan Addendum Kontrak
o Jadual pengadaan bahan, pnggunaan peralatan dan personel
o Review dan penyempurnaan terhadap jadual kerja yang harus sesuai dengan target volume, mutu dan aktu. o Menyusun rencana dan pelaksanaan pemeriksaan
lapangan (mutual check) sehubungan dengan Review design terhadap simplified design yang ada dalam dokumen kontrak
3 Tata cara dan prosedur teknis pelaksanaan pekerjaan
o Konstruksi pondasi jembatan dan bangunan atasnya. o Rigid pavement dengan LHR (Lalulintas Harian
rata-No Kegiatan Rincian
rata) tinggi dan traffic management-nya. o Soil stabilization.
o Produksi agregat untuk pondasi jalan dan perkerasan aspalnya.
o Penentuan lokasi sumber bahan material (quarry), estimasi kuantitas serta rencana pemeriksaan mutu bahan yang akan digunakan.
o Pendekatan terhadap masyarakat dan Pemerintah Daerah setempat terkait dengan rencana kerja dan: -musim tanam , -akses ke quarry & angkutan bahan. Pada Pre Construction Meeting setiap komponen pelaksana kegiatan mempunyai peran sesuai dengan posisi masing masing. Komponen pemerintah diwakili oleh unsur atasan langsung, pengawas dan pelaksana. Pada Tabel 3.6 dijelaskan peran dari komponen pemerintah dalam PCM artinya adalah peran dalam menjelaskan masalah penting dalam pelaksanaan pekerjaan.