1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Industri menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2014 Tentang Perindustrian Pasal 1 adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat yang lebih tinggi, termasuk jasa industri. Salah satu sektor industri yang menjadi perhatian adalah industri barang konsumsi. Industri barang konsumsi menyediakan produk-produk yang merupakan kebutuhan primer masyarakat. Permintaan akan produk industri barang konsumsi akan cenderung stabil yang berdampak pada kemampuan menghasilkan laba yang optimal. Industri Barang Konsumsi (Consumer Goods Industry) masih menjadi pilihan utama para investor dalam menginvestasikan dana mereka, mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia, sehingga investasi pada industri barang konsumsi merupakan investasi yang cukup menjanjikan dan menawarkan potensi kenaikan. Sektor industri barang konsumsi di Indonesia sendiri terdiri dari lima sub sektor yaitu sub sektor makanan dan minuman, sub sektor rokok, sub sektor farmasi, sub sektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga, serta sub sektor peralatan rumah tangga. Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat 677 emitmen yang terdaftar di Bursa Efek, 61 diantaranya merupakan industri barang konsumsi atau 7,82% dari semua emitmen yang terdaftar.
Potensi sektor barang konsumsi tidak serta merta lepas dari permasalahan. Berdasarkan data dari BEI, kinerja sektor industri barang konsumsi (Consumer goods industry) di Bursa Efek Indonesia anjlok hampir 20%, tepatnya 19,31% pada November 2019. Ada beberapa emiten yang memberatkan kinerja negatif sektor barang konsumsi yakni: PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk/HMSP (-43,9%), PT Gudang Garam Tbk/GGRM (-36,08%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-6,66%), dan PT Mayora Indah Tbk/MYOR (-17,18%). Sektor industri barang konsumsi masih tertekan dan menjadi pemberat utama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi I hari Jumat, 15 November dengan pelemahan 0,26% pada level 2.067,88. Sementara IHSG sedang
2
naik 0,52% pada level 6.130. Data Badan Pusat Statistik mencatat bahwa konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2019 hanya tumbuh 5,01% secara tahunan (year on year/YoY). Pelaku pasar sempat ketar-ketir menanti hasil pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut, pasalnya konsumsi rumah tangga menyumbang sebesar 55,7% perekonomian Indonesia. Beruntungnya pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 mampu tumbuh tipis di atas 5%, kekhawatiran pelaku pasar pun mereda.
Gambar 1.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sektor di Bursa Efek Indonesia per November 2019
(Sumber: Tim Riset CNBC Indonesia, sumber: Bursa Efek Indonesia)
Pertumbuhan industri sektor barang konsumsi yang ada di Indonesia sedang mengalami perlambatan dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Mirae Asset Sekuritas Indonesia, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab perlambatan pada sektor barang konsumsi, diantaranya adalah persaingan antar perusahaan yang semakin ketat dan memanas yang melibatkan berbagai merek lokal maupun impor, pemulihan daya beli masyarakat yang melambat, serta pergeseran pilihan konsumen dari produk FMCG ke produk non-FMCG juga semakin memperlambat pertumbuhan industri tersebut.
Selama lima tahun terakhir, tercatat dua perusahaan sektor barang konsumsi yang mengalami delisting saham, setara dengan jumlah emiten sektor industri dasar dan kimia. Perusahaan yang mengalami delisting saham disebabkan oleh perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan secara bertutur-turut dan memiliki kondisi keuangan yang negatif atau keberlangsungan bisnis perusahaan dipertanyakan dan tidak ada
3 penjelasan, dan alasan lainnya. Hal tersebut memberikan pertimbangan kepada penulis untuk meneliti faktor-faktor penentu auditor mengeluarkan opini audit going concern kepada perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI tahun 2017-2019. 1.2 Latar Belakang Penelitian
Laporan keuangan adalah hasil akhir dari proses pencatatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dan merupakan gambaran umum kinerja suatu perusahaan. Adapun pihak-pihak yang memerlukan laporan keuangan yaitu diantaranya ada pemerintah, kreditur, investor, dan juga masyarakat. Laporan keuangan terlebih dahulu harus diaudit dan dievaluasi oleh seorang auditor sebelum laporan tersebut diberikan kepada pihak yang berkepentingan dalam jangka waktu setahun setelah tanggal pelaporan keuangan auditan. Menurut Arens et al., (2012:4) audit adalah pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Proses audit harus dilakukan oleh auditor yang kompeten dan independen. Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan harus kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti tersebut.
Beberapa fenomena yang terjadi belakangan ini berkaitan dengan kelangsungan hidup perusahaan yaitu pada tahun 2018 Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi mengeluarkan empat perusahaan manufaktur diantaranya: PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk., Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk., Truba Alam Manunggal Engineering Tbk, dan Jaya Pari Steel Tbk. Salah satu perusahaan yang memiliki banyak beban utang sehingga membuat kerugian bertahun-tahun yaitu PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk yang merupakan perusahaan industri barang konsumsi yang bergerak di subsektor farmasi dan obat-obatan, resmi mengundurkan diri dari BEI pada Maret 2018 setelah mengajukan surat pengunduran diri ke BEI sejak Oktober 2017. Pada kasus SQBB yang delisting pada Maret 2018 dikarenakan SQBB mampu memenuhi persyaratan BEI. Terakhir, emiten itu tidak bisa memenuhi ketentuan saham free float sebesar 7,5%. Sampai akhir delisting, saham publik SQBB hanya sebesar 2%. (finance.detik.com)
Kasus lain juga terjadi pada PT. Davomas Abadi Tbk (DAVO) yang resmi delisting dari papan pencatatan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Januari 2015. DAVO
4
telah disuspensi sahamnya sejak 2012 di seluruh pasar karena mengalami kegagalan pembayaran kupon obligasi yang belum dibayar pada saat jatuh tempo. Selain itu, DAVO juga melakukan beberapa pelanggaran. BEI pertama kali memberikan sanksi denda sebesar Rp 150 juta kepada DAVO pada awal 2012 saat DAVO terlambat menyerahkan laporan kinerja keuangan tahun 2011. Pada pertengahan tahun 2012, BEI mengancam menghapus saham DAVO dari lantai bursa karena tidak membayar denda, bahkan waktu itu BEI sudah kesulitan menghubungi DAVO untuk dimintai keterangan soal kelanjutan perusahaan. DAVO kembali terlambat melaporkan kinerja keuangan untuk tahun buku 2012. BEI kembali memberikan sanksi berupa denda. Laporan keuangan DAVO tahun buku 2013 pun dinilai tidak wajar oleh BEI. Otoritas bursa kemudian melayangkan teguran atas hal ini. DAVO kembali terlambat melaporkan kinerja keuangan semester I-2014. Akibatnya BEI kembali memberikan sanksi berupa denda sebesar Rp. 150 juta. Sampai pada puncaknya di tahun 2015, BEI akhirnya akan melakukan forced delisting (penghapusan paksa) terhadap saham DAVO. Dalam Peraturan No I-I Tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa dikemukakan terdapat beberapa hal yang menyebabkan forced-delisting. Pertama, emiten mengalami kondisi yang berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha. Sehingga, perseroan dinilai baik secara finansial, hukum, maupun sebagai perusahaan terbuka tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan. Kedua, saham emiten bersangkutan disuspen di pasar reguler dan pasar tunai. Sehingga, saham perusahaan hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir. (market.bisnis.com)
Dilihat kasus-kasus yang telah dipaparkan di atas, beberapa perusahaan yang dinyatakan delisting oleh BEI disebabkan karena perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya serta memiliki keberlangsungan usaha (going concern) yang tidak jelas. Hal ini menyebabkan auditor perlu memberikan opini audit going concern yang isinya menyatakan bahwa apakah perusahaan tersebut dapat dikatakan layak atau tidaknya untuk melanjutkan usaha. Namun, pada kenyataannya selama lima tahun berturut-turut PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk sama sekali tidak mendapatkan opini audit going concern. Ini tentu menimbulkan pertanyaan karena saham free float SQBB bertahan dibawah 7,5% selama lima tahun sampai SQBB mengalami delisting.
5 Tabel 1.1 Fenomena PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk Tahun
2013-2018 (Dalam Ribuan Rupiah)
2013 2014 2015 2016 2017 2018 Jumlah Saham 207.360 207.360 207.760 207.760 207.760 145.550 Free Float 2% 2% 2% 2% 2% 1% Opini Audit WTP WTP WTP WTP WTP WTP
(Sumber: data yang diolah oleh penulis dari laporan keuangan SQBB)
Berbeda dengan PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, PT. Davomas Abadi Tbk (DAVO) pernah mendapatkan opini audit going concern pada tahun 2012.
Tabel 1.2 Fenomena PT. Davomas Abadi Tbk Tahun 2009-2013 (Dalam Milyaran Rupiah) 2009 2010 2011 2012 2013 Laba/ Rugi (226.7) 108.4 (14.56) (2.695.7) 304,7 Opini Audit WTP Tidak ada pendapat Tidak ada pendapat Mendapatkan opini Going concern WDP
(Sumber: data yang diolah oleh penulis dari laporan keuangan DAVO)
Selain fenomena perusahaan yang telah delisting dari Bursa Efek Indonesia, hal serupa juga terjadi kepada perusahaan yang hingga kini masih berada di jajaran sektor barang konsumsi yaitu Langgeng Makmur Industri Tbk (LMPI) dan Martina Berto Tbk (MBTO). Pada tahun 2017, performa LMPI dinilai kurang memuaskan. Dilihat dari laporan keuangannya, LMPI tercatat telah mengalami rugi bersih senilai Rp 31,14 Miliar setelah mengalami laba bersih senilai Rp 6,9 Miliar pada tahun 2016. LMPI juga mengalami turunnya pendapatan perseroan senilai 0,19% dari Rp 411,945 Miliar pada
6
2016 dan Rp 411,144 Miliar pada 2017. Jika dirinci, pendapatan perseroan turun karena nilai penjualan ekspor perabotan rumah tangga plastik tahun 2017 turun 0,24% menjadi Rp 3,94 Miliar dibandingkan jumlah ekspor pada 2016 senilai Rp 4,88 Miliar. Ekspor alat masak aluminium juga turun pada 2017, sebesar 0,23% menjadi Rp 1,99 Miliar dibandingkan tahun 2016 sebesar Rp 2,44 Miliar. Kenaikan beban pokok penjualan pada 2017, turut mendukung turunnya kinerja keuangan LMPI. Pada 2017, beban pokok penjualan LMPI naik sebesar 6,71% menjadi Rp 330, 35 Miliar dibandingkan 2016 senilai Rp 309,58 Miliar. Kenaikan beban pokok penjualan, disebabkan oleh kenaikan beban di pemakaian bahan baku sebesar 0,22% menjadi Rp 195,74 Miliar dan kenaikan beban pabrikasi senilai 0,17% menjadi Rp 116,33 Miliar. Liabilitas LMPI pada 2017, naik 13,95% menjadi Rp 458,29 Miliar dibandingkan liabilitas pada 2016 sebesar Rp 402,19 Miliar. Situasi ini masih berlanjut hingga pada tahun 2019, dimana LMPI masih mencatatkan kerugian sepanjang 2019 sebesar Rp 41,66 Miliar, sedikit lebih baik dibandingkan dengan 2018 yang merugi hingga Rp 46,39 Miliar. Meskipun pendapatan naik 13,6% LMPI masih merugi lantaran turunnya laba bersih tahun berjalan. Berdasarkan laporan keuangan perseroan, turunnya rugi tahun berjalan pada 2019 didukung oleh kenaikan penjualan bersih menjadi Rp517 Miliar, lebih tinggi 13,6 persen daripada perolehan 2018 sebesar Rp455 Miliar. Kendati demikian, LMPI tampak tidak dapat menekan sejumlah beban, antara lain beban pokok penjualan Rp467,5 Miliar yang naik 15,9 persen dan beban umum dan administrasi naik 5,3 persen menjadi Rp53,5 Miliar. Di sisi lain, total aset perseroan pada akhir 2019 menyusut 6,2 persen menjadi Rp737,64 Miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp786 Miliar. Adapun, kas dan setara kas LMPI pada 2019 juga turun 46,6 persen menjadi Rp2,7 Miliar. Pada 2018, perseroan mencatatkan kas dan setara kas sebesar Rp5,2 Miliar. Dikarenakan mengalami kerugian disetiap tahunnya, auditor mendapati keraguan terhadap LMPI dalam menjaga kelangsungan hidupnya, sehingga LMPI mendapatkan opini audit going concern pada tahun 2017-2019 secara berturut-turut. (www.cnbc.com)
7 Tabel 1.3 Fenomena PT Langgeng Makmur Tahun 2017-2019
(Dalam Miliaran Rupiah) PT Langgeng Makmur
Industri Tbk (LMPI)
2017 2018 2019
Laba/Rugi (34,59) (58,87) (56,35)
Opini Audit Going concern Going concern Going concern (Sumber: laporan keuangan LMPI)
Selain pada perusahaan Langgeng Makmur Industri (LMPI) hal serupa juga terjadi pada perusahaan Martina Berto Tbk (MBTO). Pencapaian kinerja PT Martina Berto Tbk (MBTO) pada tahun 2018 meleset dari target yang diharapkan. Di mana produsen kosmetika dan jamu tradisional mencatatkan merugi Rp21,65 miliar. Padahal di semester pertama tahun lalu MBTO masih mencetak laba bersih Rp3,43 miliar. kerugian ini disebabkan oleh penurunan pendapatan serta kenaikan beban. Pada periode Januari-Juni 2018, MBTO mencatatkan penjualan Rp277,90 miliar. Penjualan ini turun 7,22% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Rp299,53 miliar. Penurunan penjualan terjadi pada produk kosmetik. Di semester pertama tahun ini, penjualan kosmetik sebelum diskon dan retur mencapai Rp318,87 miliar, turun 18,86% ketimbang periode yang sama tahun lalu Rp393 miliar. Kenaikan beban pokok penjualan pun menekan MBTO di tengah penurunan pendapatan. Beban pokok penjualan MBTO naik tipis 1,87% menjadi Rp147,94 miliar. Alhasil, MBTO mencetak rugi usaha Rp19,77 miliar dari laba usaha semester pertama 2017 sebesar Rp11,26 miliar. Pada akhir Juni, MBTO mencatatkan aset Rp753,97 miliar, turun 3,42% dari posisi akhir tahun lalu. Ekuitas Martina Berto turun 5,27% menjadi Rp391 miliar. (www.idxchannel.com)
Kondisi ini tidak jauh lebih baik di tahun 2019. Berdasarkan publikasi laporan keuangan perseroan di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), MBTO mencatatkan pertumbuhan penjualan sebesar 6,97 persen, dari posisi Rp502,52 miliar menjadi Rp537,57 miliar pada tahun lalu. Meski sudah berhasil menekan beban penjualan dan pemasarannya hingga 24,66 persen menjadi Rp189,09 miliar, nyatanya perseroan
8
masih terus merugi. Pada tahun lalu, posisi rugi perseroan 41,34 persen lebih kecil dibanding kerugiannya dua tahun lalu yakni dari Rp114,13 miliar menjadi Rp66,94 miliar. Dengan demikian, rugi per saham yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk menurun dari Rp106,66 menjadi Rp62,57. Meskipun masih mengalami kerugian drastis, MBTO tidak pernah mendapatkan opini audit going concern. Sepanjang tahun periode penelitian, MBTO selalu mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian seperti yang disajikan sebagai berikut. (www.idxchannel.com)
Tabel 1.4 Fenomena PT Martina Berto Tbk , Tbk Tahun 2017-2019 (Dalam Miliaran Rupiah)
PT Langgeng Makmur Industri Tbk (LMPI)
2017 2018 2019
Laba/Rugi (31,65) (155,15) (88,26)
Opini Audit WTP WTP WTP
(Sumber: laporan keuangan MBTO)
Berdasarkan inkonsistensi tersebut, hal ini menjadi pertimbangan bagi penulis dalam menelaah lebih lanjut terkait faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian opini audit going concern. Hal seperti ini tentunya menimbulkan banyak pertanyaan khususnya dikalangan investor, mengapa perusahaan yang menerima opini audit going concern tidak dapat mempertahankan kelangsungan usahanya. Tentunya hal ini akan berdampak pada profesi auditor karena auditor merupakan pihak yang menilai kewajaran dari suatu laporan keuangan. Selain itu auditor juga memiliki tanggung jawab dalam menilai apakah perusahaan yang diaudit tersebut dapat mempertahankan keberlangsungan usahanya dalam periode tertentu.
Penilitian atas opini audit going concern telah dilakukan oleh banyak peniliti, baik di Indonesia maupun di luar negeri, dengan berbagai variabel yang berbeda. Diantara berbagai variabel penelitian sebelumnya tersebut, kajian atas opini audit going concern pada penilitian ini dilakukan dengan menelaah dan melibatkan kondisi internal perusahaan yaitu kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, dan kondisi keuangan.
9 Asumsi going concern mengharuskan perusahaan secara operasional mempunyai kemampuan mempertahankan kelangsungan usahanya dan akan melanjutkan usahanya dimasa depan. Asumsi ini merupakan informasi yang signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup usaha yang berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aset kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi hutang, kerugian operasi yang berulang terjadi dan kegitan serupa lainnya.
Opini audit going concern, merupakan penilaian auditor terhadap perusahaan yang cenderung memiliki risiko akan kelangsungan hidupnya yang tidak dapat bertahan dalam kondisi normal. Pemberian opini audit going concern memberikan gambaran kepada pemakai laporan keuangan tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan
Struktur kepemilikan suatu perusahan merupakan suatu strategi yang dibuat oleh perusahaan untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan antar pemegang saham dengan manajer. Pihak manajemen yang bertanggung jawab mengelola perusahaan juga terkadang memiliki kepentingan yang berbeda dengan pemegang saham. Konflik kepentingan ini dapat diminimalisir dengan meningkatkan kepemilikan manajerial (Jensen dan Meckling, 1976). Dengan adanya kepemilikan manajerial ini pihak manajemen dapat merasakan manfaat atas pengambilan keputusan sekaligus menanggung konsekuensi atas kesalahan pengambilan keputusan. Penelitian Eduk dan Nuraeni (2015) menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Berbanding terbalik dengan Hinarno dan Osesoga (2016) yang menyatakan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
Ukuran perusahaan merupakan ukuran besar atau kecilnya sebuah perusahaan. Perusahaan dengan skala besar cenderung mudah diketahui oleh masyarakat, sehingga investor juga mendapatkan kemudahan dalam mengakses informasi untuk mengukur prospek perusahaan di masa depan. Menurut Sawir (2004) dalam Khumairoh (2016) Perusahaan yang berukuran besar mempunyai berbagai kelebihan dibanding perusahaan berukuran kecil. Kelebihan tersebut yang pertama adalah ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Kedua, ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawarmenawar (bargaining power) dalam kontrak keuangan. Dan ketiga, ada kemungkinan pengaruh
10
skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Namun, pada kenyataannya PT. Asia Nature Resource merupakan perusahaan yang listing di BEI yang bisa dikatakan termasuk kedalam ukuran perusahaan besar namun pada kenyataannya perusahaan tersebut menerima opini audit going concern akibat tidak bisa bisa mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya. Pada penelitian Krissindiastuti dan Rasmini (2016) dinyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Hasil berbeda dinyatakan oleh Effendi (2019) dimana ukuran tidak berpengaruh signifikan terhadap penilaian going concern.
Kondisi keuangan perusahaan merupakan gambaran secara keseluruhan mengenai kesehatan keuangan perusahaan yang sesungguhnya selama kurun waktu tertentu. Menurut Kurnia dan Mella (2018) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki kemungkinan besar menerima opini audit going concern yakni perusahaan dengan kondisi keuangan yang memburuk, sedangkan kemungkinan kecil auditor memberikan opini audit going concern pada perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Difa dan Suryono (2015) serta Kurnia dan Mella (2018) menemukan bukti empiris bahwa kondisi keuangan memiliki pengaruh tidak signifikan atau bernilai negatif terhadap opini audit going concern. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Syamsuri (2015) dan Kusumawardhani (2018) kondisi keuangan berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern.
Berdasarkan uraian di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini audit going concern pada suatu perusahaan masih perlu dikaji ulang karena masih banyak ditemukan perbedaan pendapat atas hasil penelitian maupun dari segi variabel yang digunakan oleh peneliti terdahulu. Atas dasar perbedaan dari hasil penelitian sebelumnya tersebut dan perlunya perluasan penelitian, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan penerimaan opini audit going concern dengan judul “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, dan Kondisi Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going concern terhadap Penerimaan Opini Audit Going concern (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2017-2019)”
11 1.3 Perumusan Masalah
Salah satu tanggung jawab seorang auditor adalah memberikan opini terkait kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan yang memiliki manajemen yang baik akan dapat mempertahankan kelangsungan hidup usahanya (going concern). Opini audit going concern, merupakan sebuah penilaian auditor terhadap perusahaan yang cenderung memiliki risiko terhadap kelangsungan hidupnya yang tidak dapat bertahan dalam kondisi normal. Pemberian opini audit going concern memberikan gambaran kepada pemakai laporan keuangan tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan.
Berdasarkan latar belakang mengenai Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan, dan Kondisi Keuangan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going concern. Maka dapat diambil beberapa pertanyaan penelitian diantaranya sebagai berikut:
1. Bagaimana kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, kondisi keuangan, dan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019?
2. Apakah kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, dan kondisi keuangan pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019 berpengaruh secara simultan terhadap pemberian opini audit going concern?
3. Apakah kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, dan kondisi keuangan pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019 berpengaruh secara parsial terhadap pemberian opini audit going concern?
a. Apakah Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern?
b. Apakah Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern?
c. Apakah Kondisi Keuangan berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern?
12
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, kondisi keuangan, dan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019.
2. Untuk mengetahui kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, kondisi keuangan secara simultan terhadap pemberian opini audit going concern pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019.
3. Untuk mengetahui adakah pengaruh parsial dari:
a. Kepemilikan manajerial terhadap pemberian opini audit going concern pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019.
b. Ukuran perusahaan terhadap pemberian opini audit going concern pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019.
c. Kondisi keuangan terhadap pemberian opini audit going concern pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2019.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca baik secara langsung maupun tidak langsung meliputi:
1.5.1 Aspek Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa penambahan wawasan terkait pengetahuan mengenai auditing khususnya pada going concern serta sebagai bahan kajian dalam penelitian di waktu yang akan datang. Selain itu, dari hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai alasan dari KAP dalam pemberian opini audit going concern. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.
13 Kegunaan praktis yang ingin dicapai dari pengembangan pengetahuan ini adalah:
1.Bagi Auditor dan Kantor Akuntan Publik
Dapat menambah informasi mengenai auditing dan menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian opini audit going concern.
2. Bagi Investor
Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk melakukan invetasi di sebuah perusahaan dengan melihat kondisi laporan keuangannya dan kelangsungan hidup perusahaan.
3. Bagi perusahaan go public
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi terkait kelangsungan hidup untuk perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi agar dapat membuat kebijakan dan rencana dalam mempertahankan going concern perusahaan.
1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir
Pembahasan dalam skripsi ini akan dibagi menjadi lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan dapat dirinci sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN:
Bab ini menjelaskan memuat gambaran umum, latar belakang penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penlitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA:
Bab ini mengemukakan secara rinci dan tepat mengenai hasil kajian pustaka yang terkait teori dari opini audit going concern, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, dan kondisi keuangan sebagai dasar dari penyusunan kerangka pemikiran serta perumusan hipotesis. memuat tinjauan pustaka penelitian, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian.
14
Bab ini menjelaskan tentang metode yang berisi penjelasan variabel penelitian dan definisi operasional, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, penentuan teknik pengumpulan data dan metode analisis data.
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN:
Bab ini berisi tentang deskripsi objek penelitian, analisis data dan pembahasan mengenai pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Bab ini menjelaskan hasil penelitian secara deskriptif dari data yang telah diolah, serta menyatakan analisis hipotesis dan pembahasan mengenai pengaruh kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, dan kondisi keuangan terhadap opini audit going concern.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi hasil kesimpulan akhir dari penelitian yang telah dilakukan, keterbatasan penelitian dan saran yang diberikan sebagai acuan untuk penelitian di masa yang akan datang.