• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi kopling pada wanita penyandang systemic lupus erythematosus (SLE) - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Strategi kopling pada wanita penyandang systemic lupus erythematosus (SLE) - USD Repository"

Copied!
429
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI KOPING PADA WANITA PENYANDANG

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS ( SLE )

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Elisabeth Etik Mariana

NIM : 009114120

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

Dedicated to :

Bapak dan Ibu

Mas Adi

Aku percaya akan kekuatan doa…

mengucap syukur pada Tuhan atas

terkabulnya semua doa penulis…

(5)

v

MOTTO

ku tak akan menyerah

pada apa pun juga

sebelum kucoba

semua yang kubisa

tetapi kuberserah

kepada kehendakNya

hatiku percaya

Tuhan punya rencana

(Jeffry S. Tjandra)

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,

29

Oktober

2008

Penulis

(Elisabeth Etik Mariana)

(7)

vii

INTISARI

STRATEGI KOPING PADA WANITA PENYANDANG

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)

Elisabeth Etik Mariana

009114120

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2008

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan strategi koping wanita

odapus

(orang yang hidup dengan lupus) karena keberadaan penderita dan

penyakit lupus di tengah masyarakat hingga saat ini masih belum dipahami

dengan baik. Beberapa sumber mengatakan bahwa odapus cukup rentan dengan

stres

dan dalam penelitian ini secara spesifik penulis mengangkat tema tentang

strategi koping

.

Pada penelitian ini menggunakan metode wawancara. Pengambilan data

berlangsung dari tanggal 18 Agustus 2004 sampai dengan tanggal 24 April 2005.

Subjek penelitian adalah 4 orang wanita penyandang SLE yang berdomisili di

wilayah Yogyakarta dipilih berdasarkan

snowball sampling

atas kesediaannya

untuk bekerjasama.

Kesimpulan penelitian adalah :

pertama

, subjek penelitian yaitu para

odapus wanita mengalami stres karena sakit yang mereka derita,

kedua

, strategi

koping yang digunakan odapus meliputi kehati-hatian, aksi instrumental,

negosiasi, mencari bantuan dukungan sosial

yang termasuk dalam

problem

focused coping

(PFC) sedangkan strategi koping termasuk dalam

emotion focused

coping

(EFC) pelarian dari masalah, pengurangan beban masalah, menyalahkan

diri sendiri, pencarian makna, mencari dukungan emosional, dan lelucon,

ketiga

,

subjek penelitian mendapatkan hikmah dari peristiwa sakit yang mereka alami

yaitu hubungan secara vertikal (dengan Tuhan) lebih baik, hubungan secara

horisontal (dengan sesama) terjalin lebih baik, dan perubahan pribadi ke arah yang

lebih baik pula.

Kata kunci : odapus, stres, strategi koping

(8)

ABSTRACT

COPING OF STRATEGY AT WOMAN

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE) PATIENT

Elisabeth Etik Mariana

009114120

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2008

This research have purpose to describe strategy of coping from woman

odapus (one who live with lupus) because existence of patient and disease of

lupus in the middle society till in this time still not yet been comprehended better.

Some source say that

odapus

enough brittle with

stress

and specificly the writer

take theme about

coping of strategy

.

At this research use interview method. Take of data that goes on from 18

August 2004 to 24 April 2005. Subject of this research are 4 women patient of

SLE which living in region of Yogyakarta selected pursuant to

snowball sampling

from their willingness to have a corporation.

The conclusion from this research are

: first

, subject of this research have

experience stress because pain which they suffer ,

second

, coping of strategy are

used odapus include

cautiousness

,

instrumental action

,

negotiation, seeking

instrumental social support

are into

problem–focused coping

(PFC)

and coping of

strategy

escapism, minimization, self blame, seeking meaning, seeking emotional

social support, humor

are into

emotion-focused coping

(EFC),

third

, subject of

this research get the meaning of ill event which they experience are vertical

relationship (with God) is better, horizontal relationship (with other person) is

intertwined better, and change of personality to direct at better also.

Key words : odapus, stress, strategy of coping

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama

:

Elisabeth

Etik

Mariana

Nomor Mahasiswa

: 009114120

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Penggunaan Strategi

Koping pada Wanita Penyandang Systemic Lupus Erythematosus ( SLE ) beserta

perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 29 Oktober 2008

Yang menyatakan

(Elisabeth Etik Mariana)

(10)

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan…akhirnya skripsi ini dapat selesai. Kuucapkan syukurku pada

Allah Bapa Yang Maha Rahim, atas kasih dan berkat-Nya yang senantiasa

melimpah dalam hidup penulis. Matur nuwun Gusti Yesus…matur nuwun Ibu

Maria…matur nuwun !!!

Dalam proses penyusunan karya tulis ini, penulis banyak menerima

bantuan dan dukungan yang sangat desar dari berbagai pihak. Dalam kesempatan

ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1.

Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si dan segenap jajaran dosen Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas ilmunya !

2.

Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik selama

penulis tercatat sebagai mahasiswa psikologi Universitas Sanata Dharma.

3.

Ibu Maria Laksmi Anantasari, S.Psi., M.Si., sebagai dosen pembimbing

skripsi, terima kasih atas ‘kasih’ dan kebaikan hati ibu pada penulis selama

menyusun skripsi ini, terima kasih atas uluran tangan ibu ketika penulis

merasa “terpuruk” !

4.

Buat Ibu Sylvi, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas

empati dan bantuan ibu dalam ‘detik-detik menegangkan’ di hidup penulis dan

pada ‘detik-detik menegangkan’ di saat akhir studi penulis, terima kasih !

5.

Bapak Didik dan Ibu Tanti sebagai penguji, penulis mengucapkan terima kasih

atas segala bantuan selama ujian dan revisi yang menyenangkan, terima kasih!

6.

Seluruh karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih

atas berbagai kemudahannya.

7.

Bapak kaliyan ibu…matur nuwun…untuk kasih sayang yang berlimpah, untuk

pengorbanan yang tiada tara, untuk doa yang tulus di sepanjang waktu dan tak

kenal lelah, hal terindah dalam hidupku adalah memiliki bapak dan ibu yang

senantiasa mengajarkan dalam hidup bahwa kasih itu indah !

8.

Buat Iyung dan Emak, yang telah banyak memberikan kasih sayang yang

sangat besar pada penulis, semoga jiwamu tenteram bersamaNya !

(11)

xi

9.

Sahabat yang terdekat di hati penulis, mas Adi, selama lebih dari lima tahun

ini menemani penulis berbagi suka dan duka, berbagi tawa dan tangisan, yang

semakin menguatkan ajaran bapak ibu penulis:bahwa memang kasih itu indah!

10.

Untuk kakak-kakakku terkasih, keponakan-keponakan yang manis di Nganjuk

dan Wonosobo, terima kasih dan doaku selalu untuk kalian…

11.

Mbak-mbak subjek penelitian dan orang terdekatnya yang telah meluangkan

banyak waktu dan memberi penulis kesempatan untuk banyak belajar tentang

‘hidup’, terima kasih atas keakraban dan persahabatan yang indah selama

penulis menyusun skripsi ini.

12.

Selamat jalan buat mbak Dinar, mbak Cita, mbak Titik, Stevi, mbak Aik dan

semua odapus yang telah berpulang ke pangkuan-Nya, aku tahu kalian semua

telah bahagia bersama-Nya di surga, semangat kalian untuk tetap

survive

memberiku inspirasi untuk menulis skripsi ini, thank you…Berbahagialah

dalam ketiadaanmu…

13.

Untuk sahabat-sahabatku sesama odapus, yang banyak memberikan inspirasi

hidup pada penulis, mbak Adis, mbak Lia, Ajeng chayank, mbak Lusi, mbak

Ama, mbak Anis, mbak Tutik, mbak Pipin, mbak Ika, mbak Dani, teman

odapus di Solo, dan semua odapus yang belum sempat aku kenal, jangan kalah

sama lupus ya….tetap

survive,

okay !!!

14.

Untuk semua teman-teman Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

angkatan 2000, Pipit dkk., dan buat semua yang telah terlibat dalam hidup

penulis dan proses penulisan skripsi ini yang tidak sempat penulis camtumkan

disini, penulis banyak mengucapkan terima kasih. Salam dan doa selalu….

Sebagai sebuah karya tulis yang sederhana, penulis menyadari ada banyak

kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis tetap terbuka terhadap

kritik dan saran yang diajukan yang akan sangat berguna bagi penulis. Harapan

penulis semoga karya sederhana ini dapat berguna bagi kita semua.

Yogyakarta,

29

Oktober

2008

Penulis

(Elisabeth Etik Mariana)

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……….

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..…

HALAMAN PENGESAHAN………..……

HALAMAN PERSEMBAHAN………

MOTTO……….……

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..……

INTISARI……….………

ABSTRACT……….………

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………..……

KATA PENGANTAR………..……

DAFTAR ISI……….…

DAFTAR TABEL……….…..………..

DAFTAR GAMBAR……….……….…….

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………

B. Rumusan Masalah………..………

C. Tujuan Penelitian……….……….

D. Manfaat Penelitian……….…………

BAB II. LANDASAN TEORI

A. SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)

1.

Konsep Dasar Sehat dan Sakit………...

2.

Pengertian Penyakit Lupus………47

3.

Penyebab dan Pengobatan Penyakit Lupus………...51

4.

Jenis Penyakit Lupus……….54

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

vii

ix

x

xii

xvii

xviii

1

13

13

13

15

16

20

23

(13)

xiii

5.

Wanita dan Lupus………..55

6.

Jumlah Penderita Penyakit Lupus………..57

B.

STRES

1.

Pengertian Stres……….36

2.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres………...39

3.

Sumber yang Menimbulkan Stres………..40

4.

Reaksi Terhadap Stres ………...42

C. STRATEGI KOPING

1.

Pengertian Strategi Koping………...………..15

2.

Fungsi Strategi Koping………..………16

3.

Berbagai Macam Strategi Koping……….………19

4.

Sumber Daya Strategi Koping……….………..26

5.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping……….………….29

6.

Tugas Strategi Koping ………..31

7.

Reaksi Seorang Penderita Penyakit………...33

8.

Aspek Waktu dari Koping……….35

D. STRATEGI KOPING PADA WANITA PENYANDANG

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS

(SLE)……….59

E. PERTANYAAN PENELITIAN ……….……….

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN………..63

B. SUBJEK PENELITIAN

1.

Karakteristik Subjek……….…..63

2.

Prosedur Pengambilan Sampel……….………..65

C.

FOKUS

PENELITIAN………..67

D.

TEKNIK

PENGUMPULAN

DATA

1.

Wawancara………..…………67

2.

Wawancara Tambahan………..……..69

24

26

27

30

31

33

37

38

40

47

50

52

54

56

57

60

62

62

64

65

66

67

(14)

E. INSTRUMEN PENELITIAN

1.

Pedoman Wawancara………69

2.

Alat Perekam……….71

F. PROSEDUR PENELITIAN

1.

Tahap Persiapan……….72

2.

Tahap Pelaksanaan……….73

G. METODE ANALISIS DATA

1.

Organisasi Data………..76

2.

Koding dan Analisis………...77

3.

Interpretasi………..78

H. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

1.

Kredibilitas……….79

2.

Dependability

………..81

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil Penelitian dan Analisis Strategi Koping Subjek Penelitian……….84

1.

Hasil Penelitian Subjek 1

a.

Gambaran Umum Subjek……….……86

b.

Strategi Koping pada Subjek

1)

Pada Awal Sakit………..……91

2)

Pada Saat Kondisi Memburuk………..……..93

3)

Pada Saat Penelitian………..……..96

c.

Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping………..…….102

d.

Hikmah Sakit………..……...106

e.

Dinamika Psikologis Subjek………..………….108

2.

Hasil Penelitian Subjek 2

a.

Gambaran Umum Subjek………..…………...111

b.

Strategi Koping pada Subjek

1)

Pada Awal Sakit……….……118

2)

Pada Saat Kondisi Memburuk……….…...121

3)

Pada Saat Penelitian………...…...124

68

70

71

72

75

75

76

77

79

82

84

91

92

95

100

104

105

109

118

121

124

(15)

xv

c.

Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping………...131

d.

Hikmah Sakit……….133

e.

Dinamika Psikologis……….………135

3.

Hasil Penelitian Subjek 3

a.

Gambaran Umum Subjek……….………139

b.

Strategi Koping pada Subjek

1)

Pada Awal Sakit……….………145

2)

Pada Saat Kondisi Memburuk………..……..147

3)

Pada Saat Penelitian………..……..151

c.

Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping………..……..156

d.

Hikmah Sakit………157

e.

Dinamika Psikologis……….……....159

4.

Hasil Penelitian Subjek 4

a.

Gambaran Umum Subjek……….……163

b.

Strategi Koping pada Subjek

1)

Pada Awal Sakit……….170

2)

Pada Saat Kondisi Memburuk……….………172

3)

Pada Saat Penelitian………175

c.

Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping………...182

d.

Hikmah Sakit………..……..184

e.

Dinamika Psikologis……….186

B.

Pembahasan……….190

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan……….225

B.

Keterbatasan Penelitian………..227

C.

Saran………...227

DAFTAR PUSTAKA……….229

128

130

132

135

143

145

147

151

152

154

157

166

169

172

177

178

181

184

222

223

224

226

(16)

LAMPIRAN

Pedoman Wawancara Strategi Koping……….237

Lampiran A : Data Subjek 1 – Dina……….240

Lampiran B : Data Subjek 2 – Lala………277

Lampiran C : Data Subjek 3 – Aci……….333

Lampiran D : Data Subjek 4 – Ata……….378

234

237

274

326

369

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Panduan Wawancara……….

Tabel 2. Pelaksanaan Pengambilan Data Penelitian………

Tabel 3. Gambaran Umum Subjek Penelitian………..

Tabel 4. Persamaan dan Perbedaan Empat Subjek Penelitian…………..

68

74

82

217

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Penelitian………

Gambar 2. Gambaran Umum Subjek 1 – Dina………

Gambar 3. Dinamika Psikologis Subjek 1 - Dina………

Gambar 4. Gambaran Umum Subjek 2 - Lala……….

Gambar 5. Dinamika Psikologis Subjek 2 - Lala………....

Gambar 6. Gambaran Umum Subjek 3 – Aci……….

Gambar 7. Dinamika Psikologis Subjek 3 - Aci……….

Gambar 8. Gambaran Umum Subjek 4 – Ata……….

Gambar 9. Dinamika Psikologis Subjek 4 - Ata……….

Gambar 10. Dinamika Psikologis Seluruh Subjek Penelitian………....

60

90

108

117

134

142

156

165

183

216

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Banyak orang belum mengetahui bahkan tidak mengenal apa itu

penyakit lupus atau yang biasa disebut dengan

Systemic Lupus

Erythematosus

disingkat SLE. Bisono (2003 : 5)) mengatakan saat kita

mendengar atau membaca kata “lupus”, kita cenderung menghubungkan

nama tersebut dengan salah seorang tokoh remaja yang cukup terkenal pada

era 1980-an. Kala itu, lupus menjadi idola banyak anak baru gede (ABG)

terutama para wanita karena selain berwajah tampan, lupus juga lincah

mengunyah permen karet dengan gayanya yang gaul dan trendy. Lupus

menjadi sosok yang luar biasa. Kenyataan berkata sebaliknya jika lupus ini

terfokus pada jenis penyakit yang tergolong bandel jika sudah bersemayam

dalam tubuh penderitanya. Lupus bukanlah tokoh pemuda tanggung rekaan

Hilman Hariwijaya dalam novel dan sinetron seperti yang dikenal oleh

kebanyakan orang pada umumnya (Lahita, 1998 : 2)). Lupus bukan pula

sebutan bagi para lansia yang merupakan akronim dari “lupa usia” yang

biasa kita kenal selama ini (Diro, 2004 : 10)).

Lupus merupakan penyakit autoimun atau penyakit sistem daya

tahan yang muncul lantaran sistem kekebalan tubuh bereaksi secara

berlebihan, terlalu aktif dan bekerja melebihi fungsinya. Sel imun ini, oleh

(20)

tubuh sendiri. Pada tubuh penderita akan terbentuk kelebihan antibodi dan

menyerang zat yang ada pada tubuhnya sendiri karena dianggap benda asing

dimana seharusnya dikenali, dilindungi dan tidak diserang. Pada lupus

kenyataannya tidak bisa membedakan mana kawan dan mana lawannya.

Gunadi (2004 : 10)) mengemukakan bahwa reaksi sistem imunitas ini bisa

mengenai berbagai sistem organ tubuh seperti jaringan kulit, otot dan tulang,

sendi, ginjal, sistem saraf, sistem kardiovaskuler, paru-paru, hati, sistem

pencernaan, mata, otak, pembuluh darah dan sel-sel darah. Penderita lupus

sering disebut sebagai odapus yaitu orang yang hidup dengan lupus dan

untuk selanjutnya penderita lupus sebagai subjek dalam penelitian ini akan

disebut sebagai odapus (Savitri, 2005 : 129). Istilah ini muncul pertama kali

sejak didirikannya Yayasan Lupus Indonesia (YLI) pada tahun 1998 dan

merupakan salah satu yayasan yang peduli tentang penyakit lupus di

Indonesia.

Sebagai suatu penyakit, nama lupus kurang populer sehingga wajar

apabila banyak orang tak mengenalinya dan terkesan aneh saat kita

mendengarnya. Lupus memang tidak sepopuler penyakit kanker atau

HIV/AIDS tetapi sebenarnya jenis penyakit ini memiliki perangai yang sama

bahayanya dengan kanker, jantung atau HIV/AIDS. Lupus bisa mengancam

jiwa dan menyebabkan kematian. Banyak yang beranggapan lupus

merupakan penyakit langka dan jumlah pasiennya masih sedikit.

Kenyataannya, penderita penyakit ini cukup banyak dan terus bermunculan.

(21)

3

jumlah pasien lupus di seluruh dunia yang diperkirakan lebih dari 5 juta

pasien dengan laju pertumbuhan 100 ribu penderita baru dalam setiap

tahunnya. Data pasien lupus di Indonesia tidak dapat diperkirakan berapa

jumlah persisnya karena belum ada data yang pasti namun diperkirakan

terdapat sekitar 5 ribu hingga 1,5 juta orang (Kompas, 9 Mei 2005).

Perkiraan data itu menyebabkan penyakit lupus sering dipandang sebagai

fenomena gunung es. Perhatian pemerintah terhadap penyakit lupus juga

belum begitu besar karena pemerintah berpendapat bahwa penyakit ini

belum ada penyebab pasti dan data penderitanya pun belum dianggap

mengkhawatirkan (Kompas, 9 Mei 2005).

Savitri (2005 : 21) menyatakan bahwa penyakit lupus biasanya

memberikan gejala yang beragam dan seolah bersifat menyerupai (

mimikri

)

terhadap penyakit lainnya sehingga disebut si peniru ulung (

great imitator

)

dan ‘penyakit seribu wajah’. Pada beberapa kasus sering terjadi, lupus

menyerang ginjal dan sering kali penderitanya divonis penyakit ginjal

karena sesungguhnya memang penyakit lupus ini tidak mudah untuk

dikenali (Kompas, 17 April 2005). Yoga menggelari penyakit ini

berperangai seperti “bunglon”, kalau daunnya merah maka ia juga berubah

menjadi merah (Kompas, 9 Mei 2005). Pada banyak kasus sering terjadi

diagnosa dokter baru dapat ditegakkan berbulan-bulan atau bahkan

bertahun-tahun setelah gejala awal muncul. Gejala lupus dapat mncul

tiba-tiba (akut), menahun (kronik) atau tidak bergejala seolah berjalan di bawah

(22)

Lupus diduga ada hubungannya dengan hormon wanita yaitu

estrogen meskipun sampai saat ini dugaan itu masih dalam kajian para ahli.

Zubairi (2005 : 9)) menyatakan bahwa faktor hormon ini dituding sebagai

pemicu lupus karena angka pertumbuhan penyakit ini meningkat sebelum

periode menstruasi atau selama kehamilan. Heri (2004 : 14)) menambahkan

bahwa penyakit ini gemar “mengusili” wanita karena data yang ada

menunjukkan sebanyak 95 persen penderita lupus adalah wanita aktif. Lupus

banyak menyerang kaum hawa terutama pada masa usia produktif dengan

kisaran umur 15 sampai 44 tahun. Sebenarnya pria juga bisa terkena lupus

namun rasio perbandingan terkena penyakit ini pada laki-laki dan

perempuan adalah satu berbanding sembilan.

Lupus belum diketahui penyebabnya apalagi cara untuk

menyembuhkannya meskipun sudah lebih dari seratus tahun menjangkiti

manusia. Heru menyatakan bahwa upaya yang dilakukan selama ini hanya

terbatas untuk mengurangi gejala penyakit yang timbul dan lebih ditujukan

untuk mengontrol penyakit supaya tidak terus menerus kambuh (Kompas,

22 Juni 1998). Pada berbagai sumber/literatur yang ada (artikel, brosur,

buku) yang memuat tentang lupus, para ahli memperkirakan bahwa stres

dapat memicu kambuhnya lupus sehingga dianjurkan menghindari situasi

atau keadaan yang membuat stres (2005 : 9)).

Mengalami sakit adalah sesuatu yang pasti dialami setiap orang

dari waktu ke waktu. Kesakitan tersebut bisa ringan atau lebih parah bahkan

(23)

5

lupus itu sendiri, baik penyebab maupun tentang penyembuhannya. Kondisi

itu bisa menyebabkan stres. Para ahli mengemukakan bahwa mengidap suatu

penyakit dapat memunculkan suatu kondisi yang penuh dengan tekanan dan

memungkinkan penderita mengalami stres. Hanson, dkk (dalam Hadriami

dan Martaniah, 2000 : 28) menemukan bahwa penderita diabetes mellitus

dapat mengalami stres dan bahkan juga depresi karena ketatnya diit dan

tritmen yang harus dilakukan supaya gula darah di tubuhnya dalam kondisi

normal. Pada penelitian Cay, dkk (dalam Arsjad, 1974 : 97) disebutkan

bahwa 65 persen pasien-pasien yang dirawat karena penyakit jantung

mengalami kecemasan dan depresi karena perasaan sakit yang sangat hingga

pasien takut mati mendadak. Kondisi stres ini juga dialami oleh

pasien-pasien pasca stroke (Mulyaningsih, 2001 : 35) dan para wanita penderita

kanker payudara yang harus menghadapi operasi pengangkatan payudara

sebagai satu-satunya jalan yang harus dilakukan (Hawari, 1974 : 67).

Wanita rentan mengalami suatu kondisi yang disebut dengan stres.

Penelitian yang dilakukan oleh Carmichael dan Shaw (2004 : 7))

mengungkapkan bahwa menderita sakit dapat memperparah stres yang

dialami wanita. Beberapa penelitian yang lain menunjukkan wanita lebih

rentan dalam menghadapi stres daripada pria. Magill (1996 : 1672)

menyatakan bahwa ada hubungan antara stres psikologis dengan hormon

yang ada pada wanita. Hankin dan Abramson (2001 : 773-796) melakukan

penelitian tentang kondisi depresi yang dialami oleh para remaja yang

(24)

wanita daripada pria yang ditengarai karena pengaruh hormon. McEwen dan

Shors (2004 : 12)) mengemukakan penelitiannya bahwa dalam kondisi stres

pria mampu belajar dan mengingat secara lebih baik daripada wanita yang

justru menunjukkan penurunan kognitif saat mengalami stres karena pada

pria lebih banyak ditentukan oleh hormon lain seperti

glukokortikoid

sedangkan pada wanita kondisi saat stres sangat dipengaruhi oleh estrogen.

Stres merupakan suatu keadaan tertekan yang berhubungan dengan

sisi psikologis seseorang. Tidak sedikit odapus dihadapkan pada kenyataan

yang mungkin tidak setiap orang bisa menerima kondisi itu. Salah satu

odapus di Jakarta menghadapi kenyataan bahwa kaki kirinya harus

diamputasi karena lupus begitu pula dengan seorang ibu dari Batam yang

harus kehilangan masa-masa bahagia di tahun awal perkawinannya juga

karena lupus (Kompas, 17 April 2005). Peristiwa hidup bagi seorang odapus

di Bandung juga tak kalah memilukan yaitu harus mengalami kebutaan dan

tuli karena lupus (Kartini, 14 - 28 Oktober 2004). Penderita lupus sekaligus

aktivis lupus, Tiara Savitri, juga pernah mengalami suatu kenyataan pahit

karena penyakit lupus yang dideritanya saat ia diputuskan pacar karena

keadaan fisiknya maupun saat teman-temannya menjauhi dan enggan

bergaul lagi dengannya (Savitri, 2005 : 5-8).

Suryanti (2003 : 1)) melakukan penelitian mengenai stres pada

penyandang lupus. Pada penelitian ini diketahui bahwa stres merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi episode kekambuhan penyakit lupus

(25)

7

bahwa odapus lebih sering untuk melakukan penanggulangan stres yang

terpusat pada emosi untuk menghadapi situasi yang dinilainya kurang atau

tidak dapat ditangani seperti dalam keterbatasan aktivitas yang boleh mereka

lakukan. Odapus melakukan penanggulangan stres yang terpusat pada

masalah melalui informasi-informasi yang diperoleh mengenai penyakit

lupus. Odapus juga mencari hikmah dari penyakit yang mereka derita, lebih

mendekatkan diri dengan Yang Kuasa melalui ibadah yang tekun sehingga

dapat lebih sabar dan tabah dalam menerima kenyataan dan keadaan.

Magill (1996 : 1685) menjelaskan berdasarkan pada penelitian

yang ada selalu ditemui penyakit-penyakit spesifik yang dapat disebabkan

atau dipengaruhi oleh stres dan salah satu penyakit spesifik itu adalah

systemic lupus erythematosus

. Para ahli juga mengemukakan bahwa stres

berhubungan erat dengan munculnya suatu penyakit seperti juga pada

penyakit lupus. Pada penelitian Rosenman dan Friedman yang

mengungkapkan bahwa stres menjadi biang keladi dari serangan jantung

pada orang Amerika berumur setengah baya (Quade dan Aikman, 1987 :

24). Penelitian Bogdonof, dkk (dalam Hadriami dan Martaniah, 2000 : 28)

juga disebutkan bahwa stres dan penyakit

diabetes

mellitus

saling

mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung. Quade dan

Aikman (1987 : 60-65) juga menambahkan bahwa penyakit-penyakit

peradangan seperti rematik akan menjadi parah kalau pada waktu yang

bersamaan seseorang itu menderita stres. Emosi negatif yang sering

(26)

dengan diketemukannya di beberapa klinik dermatologi di Amerika Serikat

yang mencatat bahwa pada 75% lebih dari penderita yang berobat di

klinik-klinik dermatologi tersebut, faktor psikologis memegang peranan yang

sangat penting (Maramis, 1994 : 356).

Manusia memiliki sifat dasar untuk belajar menghadapi lingkungan

di sepanjang kehidupannya. Manusia juga dituntut senantiasa berusaha

menghadapi permasalahan dari situasi-situasi yang selalu melingkupi

kehidupannya. Tuntutan terhadap berbagai masalah ini selanjutnya memiliki

peran dalam menerangkan kehidupan emosional seseorang. Suatu masalah

dapat memiliki efek positif (senang, bahagia) maupun negatif (merasa takut,

marah, sedih, cemas dan tertekan) bagi individu yang mengalaminya.

Kondisi ini tergantung pada cara pandang setiap individu dan upaya yang

dilakukan untuk mengatasi setiap permasalahannya (Rahmawati, 1996 : 5).

Pada beberapa orang, adanya kenyataan bahwa mereka mengidap suatu

penyakit seperti lupus ini juga bisa menjadi masalah yang harus dihadapi

dan menuntut upaya untuk mengatasinya.

Psikologi kesehatan sebagai penerapan prinsip ilmu psikologi di

bidang kedokteran dan perawatan kesehatan, salah satu ladang garapnya

adalah membantu individu untuk menyesuaikan diri dengan masalah yang

berhubungan dengan kesehatannya. Kemampuan menghadapi masalah yang

muncul pada penderita lupus merupakan kemampuan penderita dalam

menghadapi stres akibat penyakitnya dan prosedur pengobatan yang harus

(27)

9

itu dapat menjadi pemicu munculnya sekumpulan cara dari individu untuk

menghadapinya. Kemampuan individu untuk melakukan sekumpulan reaksi

dalam menghadapi dan mengatasi stres atau masalah sering dikenal sebagai

strategi koping (Lindsay dan Powell dalam Rahmawati, 1996 : 3).

Semua penyebab stress bila diperhatikan berhubungan dengan

sebuah perubahan. Manusia memandang perubahan tersebut sebagai sesuatu

yang mengancam dan menimbulkan stress. Kondisi ini akan menimbulkan

kebutuhan untuk beradaptasi yaitu keinginan untuk mengatasi perubahan

tersebut atau mempertahankan kondisi yang dirasakan nyaman seperti

sebelum terjadinya perubahan. Hal yang seringkali terjadi adalah seseorang

cenderung untuk terus memikirkan perubahan tersebut, menyesali kejadian

yang menyebabkan perubahan itu atau khawatir tentang lebih banyak

kemungkinan perubahan yang akan dihadapi di masa yang akan datang.

Sesungguhnya kesehatan fisik erat kaitannya dengan kesejahteraan

emosional dan mental seseorang (Felton dan Revenson, 1984 : 343) namun

dalam kenyataannya tidak semua penderita dapat menyesuaikan diri

terhadap keadaan sakit kronis seperti lupus. Menurut Huffman Vernoy dan

Vernoy (1997 : 425), koping merupakan perubahan kognitif dan perilaku

yang dilakukan secara konstan dalam upaya mengatur/menyesuaikan dengan

tuntutan eksternal dan/atau internal, yang dianggap sebagai pengurangan

atau peningkatan sumberdaya yang dimiliki seseorang. Suatu bentuk koping

dikatakan efektif bila ia membantu penyesuaian penderita terhadap situasi

(28)

dan melakukan pola koping yang memiliki nilai maturitas (kematangan) dan

nilai adaptasi yang sesuai dengan tuntutan situasinya. Strategi koping ini

menunjuk pada berbagai cara yang dilakukan untuk menghadapi atau

mengatasi masalah yang dirasakan sebagai tekanan atau sesuatu yang tidak

menyenangkan bagi odapus. Cara atau strategi ini dibutuhkan oleh odapus

itu karena dengan menderita sakit seorang odapus dihadapkan pada beberapa

masalah yang timbul karena kondisi sakitnya.

Lazarus dan Folkman (dalam Hadriami dan Martaniah, 2000 : 28).

mendefinisikan koping sebagai cara mengelola tuntutan-tuntutan eksternal

maupun internal yang dinilai menekan atau melampau batas-batas

kemampuan individu. Strategi ini menunjuk pada berbagai upaya baik

mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi atau

meminimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Strategi

koping merupakan berbagai macam cara dimana individu berusaha untuk

menangani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah

yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif

maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.

Darwin (dalam Rahmawati, 1996 : 8) menjelaskan bahwa

cara-cara individu menghadapi situasi yang menekan disebut dengan strategi

koping. Konsep koping sering digunakan untuk menjelaskan hubungan

antara stres dan tingkah laku individu dalam menghadapi suatu tekanan.

Strategi koping juga dipandang sebagai suatu penyeimbang dalam usaha

(29)

11

muncul. Strategi koping merupakan respon individu terhadap stres yaitu apa

yang dilakukan, yang dirasakan dan dipikirkan untuk mengontrol, mentolerir

dan mengurangi efek negatif dari situasi yang dirasakan sebagai suatu

tekanan.

Cohen dan Lazarus (dalam Revenson dan Felton, 1989 : 344)

menyatakan konsep koping digunakan untuk menjelaskan berbagai

penyesuaian pasien-pasien dengan penyakit yang serius. Kenyataan yang

ada menyebutkan bahwa ada perbedaan individual dalam hal penyesuaian

terhadap sakit sehingga terdapat perbedaan dalam gaya koping. Lazarus dan

Folkman (Mu’tadin, 2002 : 19)) menggolongkan dua koping yang biasanya

digunakan oleh individu, yaitu

problem-solving focused

coping

, dimana

individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk

menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres; dan

emotion-focused coping,

dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur

emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan

ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan. Hasil

penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut

untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan pada ruang lingkup

kehidupan sehari-hari.

Faktor yang menentukan strategi mana yang paling

banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang

dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang

dialaminya. Pada penelitian Schwartz (1999 : 360-369) disebutkan bahwa

(30)

penuh dengan tekanan. Adanya faktor

individual differences

yaitu aspek

kepribadian individu merupakan faktor yang dapat mempengaruhi dalam

melakukan tingkah laku koping. Folkman, dkk (1986 : 993) menjelaskan

dalam penelitiannya bahwa fungsi strategi koping yang berbentuk PFC dan

EFC digunakan untuk menghadapi lebih dari 98 % kejadian-kejadian yang

berpotensial untuk dapat menimbulkan stres.

Penyakit merupakan salah satu penyebab stres dalam segi biologis

seseorang (Taylor, 1999 : 203). Lupus dalam tubuh penderita dapat menjadi

masalah dan mengakibatkan stres. Bagi odapus, bukanlah perkara yang

mudah untuk menerima sakit dan menjalani hidup dengan penyakit. Kita

tidak mungkin hidup tanpa stress tetapi kita juga harus belajar untuk hidup

bersamanya. Odapus akan melalui proses yang panjang dan mungkin amat

melelahkan secara fisik maupun psikis. Saat menghadapi situasi yang dirasa

menekan itulah odapus membutuhkan apa yang disebut dengan strategi

koping. Odapus mengalami tekanan akibat kondisi sakitnya dan untuk

mengatasinya odapus menggunakan strategi koping yang bermanfaat untuk

menghadapi masalah yang berkaitan dengan penyakitnya. Strategi ini akan

membantu odapus untuk bisa lebih adaptif dan tetap

survive

dalam

menjalani hidup bersama lupus.

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang strategi koping pada penderita

SLE (

Systemic Lupus Erythematosus)

. Penelitian ini menjadi penting untuk

(31)

13

kehidupan odapus sebagai segala cara, upaya dan tindakan yang dilakukan

odapus dalam mengatasi stres karena sakitnya. Odapus membutuhkan

perjuangan yang tidak mudah untuk mampu menghadapi kondisinya dan

penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan stres yang mereka alami

dan strategi koping yang digunakan selama menjalani sakit.

B.

Rumusan Masalah

Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah

bagaimana gambaran stres yang dialami para subjek penelitian yaitu odapus

wanita dan strategi koping yang mereka gunakan.

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mendapatkan gambaran dan pemahaman yang lebih jelas tentang stres yang

dialami para subjek penelitian yaitu odapus wanita dan strategi koping yang

mereka gunakan.

D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

terhadap ilmu psikologi tentang gambaran stres yang dialami para

odapus dan strategi koping yang mereka gunakan selama sakit.

2.

Manfaat Praktis

a.

Para praktisi

Manfaat praktis bagi para praktisi yang terkait seperti

(32)

bahan kajian dalam memahami stres yang dialami para penderita

sakit dan strategi koping yang bisa digunakan dalam menghadapi

kondisi sakit yang mereka alami.

b.

Para aktivis lupus

Memberikan manfaat bagi para aktivis lupus misalnya

saja yang tergabung dalam Yayasan Lupus Indonesia (YLI) tentang

gambaran stres dan peran strategi koping bagi para odapus dalam

menghadapi sakit sehingga mendukung usaha mereka untuk

memberikan edukasi dan pendampingan pada para odapus.

3. Manfaat Bagi Odapus.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan para

odapus dalam memahami stres dan strategi koping dalam menghadapi

(33)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS ( SLE )

1.

Konsep Dasar Sehat dan Sakit

World Health Organization (WHO) memberikan definisi tentang

kesehatan sebagai keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani)

dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat

dan kelemahan (Smet, 1994 : 7). Penyakit (

disease

) adalah sesuatu yang

dimiliki suatu organ, sedangkan kesakitan (

illness

) adalah sesuatu yang

dimiliki seseorang. Kleinman menggambarkan penyakit sebagai gangguan

fungsi atau adaptasi dari proses-proses biologis dan psikofisiologis pada

seseorang sedangkan kesakitan adalah reaksi personal, interpersonal serta

kultural terhadap penyakit atau perasaan kurang nyaman (Smet, 1994 : 8).

Pembicaraan tentang sehat dan sakit tidak pernah lepas dari apa

yang dinamakan dengan penyakit. Penyakit itu sendiri dapat dibedakan

dalam penyakit infeksi dan kronis. Penyakit-penyakit infeksi adalah

penyakit-penyakit yang disebabkan oleh mikro-organisme, seperti bakteri

atau virus di dalam tubuh misalnya malaria, cacar air, dipteri, influensa,

schistosomiasis dan tipus. Penyakit-penyakit kronis adalah

penyakit-penyakit degeneratif yang berkembang selama kurun waktu yang lama

misalnya penyakit jantung, kanker dan stroke (Sarafino dalam Smet, 1994

(34)

non-communicable

(yang tidak dapat menular) sedangkan penyakit-penyakit

infeksi termasuk

communicable

(yang dapat menular). Pada kenyataannya

tidak semua penyakit ini cocok untuk kategori penyakit infeksi maupun

kronis misalnya AIDS merupakan penyakit yang termasuk penyakit

infeksi dan

communicable

karena disebabkan oleh virus dan penyakit

kronis karena ciri-ciri degeneratif dan waktu yang lama (Diekstra dalam

Smet, 1994 : 9).

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan

bahwa seseorang yang menderita penyakit lupus (SLE) ini mengarah

kepada kondisi sakit karena adanya penyakit (

disease

) yang bisa

mengancam jiwa bagi penderitanya. Penyakit lupus ini termasuk dalam

penyakit kronis karena ciri-ciri degeneratif dan waktu yang lama

(menahun) serta

non-communicable

(yang tidak dapat menular).

2.

Pengertian Penyakit Lupus

Pada mulanya penyakit lupus bernama

erythema centrufugum

dan

tahun 1856 penyakit ini disebut

lupus

erythematosus

. Istilah lupus berasal

dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala dan arti

erythematosus

yaitu kemerah-merahan. Pada saat pertama munculnya

penyakit ini, gejala yang nampak menunjukkan timbulnya kelainan kulit

kemerahan di sekitar hidung dan pipi. Gejala itu dahulu diduga karena

gigitan anjing hutan sehingga kelainan itu diberi nama lupus. Dalam istilah

(35)

17

disingkat SLE.

Systemic

memiliki arti tersebar luas di berbagai organ

tubuh (Kompas, 22 Juni 1998).

Savitri (2005 : 124) menjelaskan tentang lupus sebagai penyakit

autoimun

(

auto

berarti terhadap jaringan tubuh sendiri dan

imun

berarti

kekebalan atau perlindungan) yang artinya sistem pertahanan tubuh

menyerang organ tubuh itu sendiri. Lupus merupakan satu penyakit kronis

yang muncul akibat kelalaian atau kesalahan pada fungsi sistem kekebalan

tubuh. Hal ini disebabkan oleh aktivitas sistem kekebalan tubuh (zat

antibodi) yang terbentuk di dalam tubuh seseorang itu berlebihan.

Antibodi yang sebenarnya adalah benteng pertahanan terhadap gangguan

penyakit, pada lupus justru bertingkah ‘aneh’. Dikatakan demikian karena

antibodi ini malah menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat yang

ada pada tubuhnya sendiri dimana seyogyanya dikenali dan tidak diserang.

Heru menambahkan, pada dasarnya tubuh seharusnya mengetahui mana

kawan dan mana lawan tetapi tubuh dengan lupus tidak dapat

membedakan di antara keduanya. Penyakit ini oleh sebab yang belum

diketahui, zat anti dan sel darah putih akan menjadi liar dan menyerang

tubuh sendiri yang seharusnya dilindungi sehingga organ-organ tubuh

menjadi rusak dan gejala lupus pun muncul (1998 : 2)).

Sarafino (1990 : 68) menyebut

lupus erythematosus

sebagai

penyakit autoimun yang menyerang beberapa bagian tubuh termasuk kulit

dan organ dalam seperti ginjal. Quade dan Aikman (1987 : 60) juga

(36)

ada menyebutkan ada suatu penyakit imunitas spesifik yang tubuhnya

tidak mampu untuk mengadakan suatu perbedaan antara ‘sendiri’ dan

‘bukan sendiri’. Sistem imunitas ini menghasilkan antibodi yang melawan

jaringan-jaringan tubuh sendiri. Kondisi seperti itu belum dapat diketahui

mengapa dan bagaimana terjadinya.

Gejala yang ditunjukkan penyakit ini sangat beragam dengan

sebaran yang kompleks dan terus berkembang secara perlahan-lahan

selama beberapa tahun. Kenyataan yang sering terjadi misalnya saat suhu

tubuh meningkat dan tak kunjung turun maka dokter memberi antibiotik

karena diduga terkena infeksi. Pasien yang mengeluh sakit di

persendiannya bisa diduga menderita rematik begitu pula ketika terjadi

radang ginjal si pasien diduga menderita kelainan pada ginjal (Kompas, 17

April 2005). Kasus-kasus seperti itu banyak terjadi yang tak jarang pula

mengakibatkan diagnosis dokter sering terkecoh oleh gejala yang

samar-samar, datang dan pergi begitu cepat. Seandainya jeli dalam pemeriksaan,

sebenarnya lupus-lah yang menjadi biang keroknya. Fenomena ini

menjadikan penyakit lupus lebih populer dengan sebutan ‘penyakit seribu

wajah’. Penyakit ini seringkali muncul menyerupai penyakit lain (

mimikri

)

sehingga sering juga dijuluki sebagai si peniru ulung,

the great imitator

(Savitri, 2005 : 19).

Bisono menjelaskan bahwa gejala yang ada dari penyakit lupus ini

bervariasi dan kumat-kumatan. Penyakit ini dapat timbul mendadak

(37)

19

juga menahun dengan gejala satu sistem yang lambat laun diikuti oleh

gejala terkenanya sistem yang lain sehingga mengganggu fungsi organ

tubuh di sepanjang kehidupan penderita. Perkembangan yang terjadi

selanjutnya adalah lupus menyebar ke seluruh organ dalam tubuh dan

muncullah SLE atau

Systemic Lupus Erythematosus

(2003 : 5)).

Gejala yang ada dibedakan menjadi gejala umum dan gejala pada

organ tertentu. Gejala umum yang sering ditemukan meliputi penderita

sering lemah dan merasakan kelelahan yang berlebihan. Gejala seperti itu

berkaitan dengan rendahnya kadar

haegmologbin

sehingga terjadi anemia,

demam yang tidak jelas penyebabnya, sakit kepala dan pegal-pegal. Pada

kulit gejalanya berupa ruam merah yang bentuknya menyerupai

kupu-kupu di kedua pipi dan hidung (

butterfly rash

). Di bagian tubuh yang lain

juga terdapat bercak merah yang berbentuk cakram dan terkadang bersisik,

kerontokan rambut dan sariawan yang sering dan terkadang dengan jumlah

yang banyak (

oral ulcerations

), kaki bengkak, sakit otot atau persendian

(Savitri, 2005 : 46). Heri juga menyatakan bahwa lupus juga dengan

mudah dapat menyerang organ-organ tubuh seperti mata, saraf, ginjal, hati,

paru-paru, jantung bahkan jiwa pun bisa terancam namun demikian

serangan lupus jarang mengenai organ tubuh sekaligus (2004 : 14) ).

Kesimpulan yang ada yaitu penyakit lupus merupakan penyakit

autoimun

dimana pada tubuh penderita lupus, antibodi yang memiliki

fungsi untuk melindungi tubuh dari berbagai macam serangan virus,

(38)

meningkat secara berlebihan dan menyerang organ sehat tubuh sendiri

tanpa bisa dikendalikan.

3. Penyebab dan Pengobatan Penyakit Lupus

Lupus sulit dikenali sejak awal dan membuat penyakit ini tidak

mudah dideteksi karena kehadirannya tidak disertai dengan tanda khas

seperti penyakit lain. Penderita tanpa tahu kapan lupus ini masuk dan asal

kehadirannya tiba-tiba saja lupus sudah ‘bersarang’. Zubairi mengatakan

bahwa pada dasarnya lupus belum diketahui persis penyebabnya tetapi

beberapa ahli memiliki dugaan bahwa ada faktor keturunan meskipun kecil

yaitu hanya sekitar 5% - 10%, faktor hormon, dan lingkungan (stres,

sinar matahari, infeksi, makanan, antibiotik dan

obat-obatan).Permasalahan belum diketahuinya penyebab yang pasti munculnya

penyakit ini menyebabkan penyakit ini masih dianggap sebagai penyakit

misterius (2005 : 9)).

Sarafino (1990 : 68) menjelaskan bahwa penyakit lupus ini belum

diketahui secara jelas penyebabnya namun diduga faktor keturunan dan

infeksi memiliki peran yang penting untuk memicu munculnya penyakit

ini. Penyakit ini sebenarnya sudah terdeteksi selama 150 tahun lebih tetapi

hingga kini belum diketahui secara pasti penyebab dan cara penyembuhan

yang tuntas. Pengobatan dan upaya yang dilakukan tim medis selama ini

hanya sebatas menekan dan mengurangi gejala yang muncul (Savitri, 2005

(39)

21

Harry menjelaskan bahwa penyakit lupus memang belum dapat

disembuhkan sehingga pengobatan yang dijalani hanya ditujukan untuk

menghilangkan gejala lupus yang ada. Pengobatan yang dimaksudkan

disini tidak hanya dalam obat-obatan medis dari dokter tetapi juga perlu

didukung dengan perubahan pola hidup, pengendalian emosi, pemakaian

obat secara tepat dan pengaturan gizi yang seimbang. Penyakit lupus

biasanya berlangsung lama karena bisa bertahun-tahun sehingga

mengharuskan penderita memiliki kesabaran dalam menjalani pengobatan.

Hal ini disebabkan adanya kecapekan dan stres berat merupakan penyebab

tercetusnya gejala lupus. Hidup teratur bagi odapus merupakan keharusan

dan harus diperhatikan karena banyak gejala lupus muncul bila penderita

terlalu lelah baik fisik maupun mental (1998 : 2)).

Prinsip dasar pengobatan penyakit lupus adalah membiasakan

hidup sehat, nutrisi yang seimbang, cukup latihan gerak, olahraga dan

istirahat, cegah kelelahan yang berlebihan, kenali daya tahan tubuh sendiri,

pemakaian obat yang bertanggung jawab dan menghindari sinar matahari

secara langsung. Salah satu terapi yang juga tak kalah pentingnya dalam

pengobatan lupus adalah menghindari situasi dan kondisi/keadaan yang

membuat stres, menjaga keseimbangan emosi dan fisik, membangun jiwa

dengan baik serta punya sikap hidup positif (Kompas, 12 Juni 2001).

Penyakit lupus merupakan penyakit peradangan yang menahun

sehingga diperlukan pengobatan dalam jangka panjang. Hal inilah yang

(40)

sehingga tak jarang banyak odapus yang mengalami stres emosional

padahal salah satu pencetus terjadinya gejala dan kekambuhan penyakit

lupus ini adalah adanya stres (2003 : 5)). Dalam menjalani pola hidup

tertentu seyogyanya diperhatikan dan sangat diperlukan aspek-aspek

dalam pengolahan emosi oleh para odapus untuk menghindari adanya stres

agar masa remisi (masa dimana lupus tidak sedang aktif /

flare

atau masa

‘kesembuhan’ atau keadaan di luar serangan, masa dimana gejala tidak

muncul) dapat dicapai sehingga dapat memperpanjang angka harapan

hidup. Pada dasarnya memang ada kemungkinan seorang penderita lupus

untuk sembuh, tetapi sifatnya ‘remisi bebas terapi’ yang artinya bahwa

suatu hari bisa kambuh lagi jika ada faktor pencetus (Savitri, 2005 : 126).

Heru menyatakan bahwa pengobatan lupus memakan waktu

bertahun-tahun bahkan seumur hidup tetapi bila dalam jangka waktu 15 sampai 20

tahun gejala dapat diatasi dan tidak muncul maka pengobatan bisa

dianggap selesai (Kompas, 22 Juni 1998).

Beberapa penjelasan yang tersebut di atas dapat ditarik

kesimpulannya yaitu baik penyebab maupun pengobatan/penyembuhan

untuk penyakit lupus hingga kini belum diketahui dengan pasti dan jelas.

Upaya-upaya yang dilakukan sampai saat ini hanya sebatas untuk

mengurangi gejala penyakit karena penyebab munculnya lupus itu sendiri

masih sebatas dugaan dan belum ditemukannya obat yang benar-benar

(41)

23

4. Jenis Penyakit Lupus

Savitri (2005 : 36-37) menyatakan bahwa terdapat tiga jenis lupus

yang telah dikenali yaitu :

a.

Discoid Lupus

(DL)

Pada jenis ini lupus menyerang organ bagian kulit. Jenis DL

ini bisa dikenali dari ruam yang muncul di wajah, leher, kulit kepala

dan ruam di sekujur tubuh. Pada umumnya ruam berwarna kemerahan,

bersisik dan kadang terasa sangat gatal. Sepuluh persen pasien lupus

jenis ini berubah menjadi lupus jenis SLE (

Systemic Lupus

Erythematosus

).

b.

Drug Induced Lupus

(DIL)

Lupus jenis ini timbul akibat dari efek samping penggunaan

jenis obat tertentu dalam jangka panjang seperti obat-obatan

hidralazine

untuk darah tinggi dan

prokainamide

untuk detak jantung

yang tidak teratur. Penderita jenis ini diperkirakan hanya 4% saja.

c.

Systemic Lupus Erythematosus

(SLE)

Lupus jenis ini dikenal sebagai jenjang yang paling berat

dalam tingkatan penyakit lupus karena menyerang banyak organ tubuh

atau sistem tubuh pasien. Pada sebagian penderita mungkin hanya kulit

dan sendinya yang terkena tapi bagi penderita lainnya dapat

menyerang organ vital seperti jantung, paru, ginjal, saraf dan otak. Di

(42)

pasien gejalanya berbeda dari gejala ringan sampai gejala yang

tergolong sangat berat.

Berdasarkan penjelasan di atas ada tiga jenis lupus yaitu jenis

Diskoid Lupus

(DL),

Drug Induced Lupus

(DIL) dan

Systemic Lupus

Erythematosus

(SLE). Penelitian ini terfokus pada subjek penderita

lupus dengan jenis SLE.

5. Wanita dan Lupus

Penyakit lupus banyak menyerang wanita daripada pria dengan

perbandingan yang ada adalah sembilan dibanding satu yang artinya

bahwa dari sepuluh orang yang menderita penyakit ini sembilan

diantaranya didominasi kaum hawa. Anehnya, lupus ini lebih sering

ditemukan pada wanita yang sangat aktif atau wanita amat pendiam

(Kompas, 17 April 2005). Zubairi mengemukakan bahwa faktor hormonal

diduga dapat menjelaskan mengapa lupus lebih sering muncul pada wanita

dibandingkan dengan pria. Hormon sex wanita yaitu estrogen yang

mempengaruhi sistem imunitas tubuh diduga kuat menjadi faktor yang

membuat wanita menjadi lebih rentan terhadap terbentuknya lupus. Lupus

banyak menyerang wanita terutama pada usia produktif yang berusia dua

puluhan tahun di antara usia 14 tahun sampai dengan 44 tahun karena

jarang penyakit ini menyerang pada usia anak-anak (di bawah usia 12

tahun) maupun di atas usia 45 tahun (2005 : 9)). Lupus sering disebut

(43)

25

mengalaminya. Data yang ada menunjukkan sekitar 90% penderita

penyakit ini adalah kaum hawa.

Penyakit ini baik cepat atau pun lambat akan merubah fisik seorang

wanita yang notabene sangat peduli dengan apa yang namanya kecantikan

dan penampilan (Savitri, 2005 : 84). Psikis odapus juga memiliki gejolak

tersendiri. Penampilan fisik yang dahulu sebelum lupus menyerang terlihat

elok namun seketika paras mukanya berubah seperti ‘monster’. Odapus

wanita ini merasa kecantikannya telah terenggut oleh lupus. Marah dengan

fisiknya yang jauh dari sempurna dan rasa cemas kehilangan orang-orang

yang dicintai biasanya dirasakan odapus khususnya para wanita. Perasaan

sedih dan merasa rendah diri bahkan terkadang timbul stres dan depresi

biasanya dialami odapus karena berbagai perubahan yang terkadang begitu

cepat menyerang hidupnya (Savitri, 2005 : 74). Reaksi emosi itu berakibat

pada perilaku odapus dengan enggan bergaul dan malu jika bertemu teman

terutama pada awal-awal lupus mendera dengan efek yang serius.

Reaksi-reaksi yang bercampur aduk itu tak jarang juga semakin memperburuk

kondisi sakitnya.

Pada penelitian ini subjek penelitian terfokus pada jenis kelamin

wanita yang merupakan sosok unik dengan segala keterbatasannya

termasuk kekurangannya untuk menghadapi kondisi stres. Kenyataan ini

semakin diperburuk ketika wanita terserang oleh yang namanya penyakit

(44)

6.

Jumlah Penderita Penyakit Lupus

Yayasan Lupus Indonesia (YLI) yang didirikan dan berpusat di

Jakarta merupakan yayasan yang secara khusus memberikan edukasi dan

dukungan kepada para odapus dan keluarga di Indonesia. Selain YLI di

Jakarta, saat ini di beberapa daerah para odapus juga memiliki semacam

perkumpulan-perkumpulan kecil sebagai sarana untuk bertemu, berbagi

dan sharring pengalaman serta saling menguatkan atau meringankan beban

sesama odapus. Kota kembang, Bandung, selama tiga tahun ini telah ada

Care for Lupus

yang didirikan oleh Dian Syarief yang sekaligus juga

sebagai odapus.

Care for Lupus

saat ini beranggotakan 100 odapus, 12

orang meninggal tahun 2004 dan 3 orang meninggal tahun 2005 (Kompas,

11 Mei 2005). Jumlah ini sudah mengalami peningkatan dari tahun 2004

yang hanya tercatat 70 orang (2004 : 11)). Heri menyatakan data

sementara di rumah sakit Hasan Sadikin Bandung dari tahun 1999-2004

tercatat jumlah penederita lupus di kota kembang sebanyak 286 orang dan

diperkirakan jumlah penderita di Jawa Barat dan Bandung angkanya bisa

mencapai lebih dari 400 odapus (2004 : 14)).

Pada sebuah artikel yang diterbitkan oleh YLI tahun 2002

disebutkan bahwa penyakit lupus ini mengenai 1 dari 185 orang Amerika.

Menurut data penelitian

Lupus Foundation of America

menunjukkan

bahwa antara 1,4 juta dan 2 juta orang telah menyatakan dirinya

terdiagnosa lupus (studi dilakukan di Amerika oleh Bruskin/Goldring

(45)

27

kasus baru per tahun dan diperkirakan sekitar 500 ribu sampai 1,5 juta

penduduk Amerika menderita lupus (Kompas, 12 Juni 2001). Yoga

mengemukakan tentang angka kekerapan munculnya penderita lupus di

Indonesia yaitu sebesar 1 : 4 persen. Angka ini diambil berdasarkan pada

jumlah pasien yang mengunjungi klinik rheumatologi RSCM. Yoga juga

menjelaskan bahwa jumlah ini masih lebih kecil dibandingkan dengan

angka kekerapan di Amerika yang mencapai 1 : 1.000 yang mayoritas

diderita oleh kaum perempuan (Kompas, 9 Mei 2005).

Pembicaraan mengenai jumlah penderita lupus yang telah

diuraikan di atas memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa

penyakit lupus telah banyak memakan ‘korban’. Bagaimana tidak,

penyakit ini masih jarang diketahui orang namun dalam kenyataannya data

penderita lupus di Indonesia menunjukkan angka yang cukup fantastis dan

terus mengalami peningkatan tiap tahunnya.

B.

STRES

1. Pengertian Stres

Pembicaraan mengenai stres dalam penelitian ini mengacu pada

istilah emosi yang negatif dan tidak menyenangkan, mengganggu serta

tidak diinginkan yang disebut

distress

. Magill (1996 : 1682)

mengemukakan bahwa stres merupakan suatu istilah yang memiliki

banyak arti seperti yang diungkapkan oleh beberapa ahli yaitu dari Charles

Spielberger yang menyatakan bahwa istilah stres sebenarnya berasal dari

(46)

istilah stres berasal dari bahasa Perancis kuno ‘

destresse’

yang berarti

ditempatkan dalam kesempitan atau tekanan.

Stres merupakan bagian dari pengalaman hidup seorang manusia.

Stres menjadi suatu keadaan yang umum dan dapat dialami oleh siapa saja,

dalam bentuk tertentu dan dalam kadar berat ringan yang berbeda serta

dalam waktu jangka panjang atau pun pendek yang juga tidak sama. Stres

telah menjadi istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan

tekanan-tekanan yang dirasakan seseorang dalam kehidupannya. Stres adalah suatu

respon yang tidak spesifik dari tubuh terhadap tuntutan-tuntutan yang

ditujukan padanya dan merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang baik

secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya

yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam

(Huffman, Vernoy dan Vernoy (1997 : 411); Anoraga (1992 : 108)).

Stres merupakan suatu pengalaman emosional negatif yang

menyebabkan perubahan biologis, fisiologis, kognitif dan perilaku yang

disebabkan oleh penyesuaian diri individu dengan keadaan yang

mengancam. Stres merupakan hasil hubungan antara individu dengan

lingkungan, berproses, dan dinilai sebagai hal yang membahayakan,

mengancam atau menekan karena melebihi sumber daya yang dimiliki dan

mengancam kesejahteraan sehingga individu merespon kejadian-kejadian

tersebut (Hans Selye (dalam Huffman, dkk., 1997 : 410); (Taylor, 1999 :

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 1. Panduan Wawancara
Tabel 2. Pelaksanaan Pengambilan Data Penelitian
Tabel 3. Gambaran Umum Subjek Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain koefisien determinasi juga didapat koefisien korelasi yang menunjukkan besarnya hubungan antara variabel bebas yaitu pemahaman peraturan pajak, tarif pajak, lingkungan,

Pening- katan konsentrasi oksigen terlarut di perairan dengan sistem aerasi dapat dilakukan menggunakan kincir yang dapat dipasang di setiap unit KJA atau pada

Jadi kalo dianalisa diiba na Rajo Sontang Rajo Dubalang on inda marpisah tutu dabo (jadi kira-kira hubanganya sekarang ialah sebagai orang sumando-menyumandoi .Buktinya ada

Dalam hal ini, skenario lebih mungkin adalah bahwa investor hanya akan menarik uang mereka dari bank dan menaruhnya ke dalam reksa dana yang aman diinvestasikan di Treasury

Kondisi sungai Gelis saat ini bisa dibilang sangat memprihatinkan karena air yang berwarna hitam dan memiliki bau tak sedap.. Adanya beragam aktivitas manusia di sekitar Sungai

Untuk menumbuhkan kesadaran akan bahaya pergaulan tidak sehat, remaja perlu diberi pendidikan mengenai dampak pergaulan tidak sehat dan memberi pendidikan

Dwilingga salin swara atau proses perulangan yang dibentuk dengan mengulangi seluruh kata dasar dengan mengalami perubahan pada salah satu atau seluruh vokal dari kata

(6) Pimpinan Unit Kerja menetapkan penciptaan ide baru dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yang memberi manfaat bagi organisasi atau negara sebagaimana