• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN NAFKAH ANAK OLEH AYAH KANDUNG SETELAH PERCERAIAN (Studi Kasus Keluarga Broken Home Pada Siswa di MAN Salatiga) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMBERIAN NAFKAH ANAK OLEH AYAH KANDUNG SETELAH PERCERAIAN (Studi Kasus Keluarga Broken Home Pada Siswa di MAN Salatiga) - Test Repository"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN NAFKAH ANAK OLEH AYAH

KANDUNG SETELAH PERCERAIAN

(Studi Kasus Keluarga Broken Home Pada Siswa

di MAN Salatiga)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

guna memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh

Muhamad Latif

NIM 211 11 015

FAKULTAS SYARI’AH

JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada Sang Maha Pencipta, Allah Swt, Nabi

Muhammad Saw, Ibunda Sri Yatimah, Ayahanda Ahmad Mahfud, Guru Pembuka

semangatku ibu Fathonah, ibu Sofyana, ibu fikri, Kakak Umi’, Kakak Virda, Adik

Zulfi, Sahabat sekaligus motivatorku Nur Khabib; Semua teman-temanku di

organisasi JQH Al-Furqon IAIN Salatiga, kakak-kakak TPQ Al-Barokah Kr. Alit

Salatiga, guru-guru MAN Salatiga yang senantiasa memotivasiku; Semua dosen,

karyawan dan teman-teman baik di kampus satu maupun kampus dua, khususnya

Nur Salim, Lukman Hakim yang senantiasa menyemangatiku, tetanggaku yang

menyayangiku, warga desaku yang ramah tamah. Terimakasih atas dukungan

kalian semua, sehingga aku mampu menyelesaikan perjuanganku menuju gelar

sarjana Hukum Islam dan menjadi orang yang besar seperti sekarang ini, Semoga

amal-amal kalian dicatat sebagai amal yang memenuhi timbangan kelak di akhirat

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan Asma Allah Yang Maha Penyayang. Segala puji

hanya milik Allah swt atas segala kenikmatan yang bersifat lahir maupun batin yang senantiasa diberikan kepada kita. Shalawat salam semoga senantiasa Allah swt limpahkan kepada suri teladan kita, Nabi Muhammad saw beserta keluarga, dan para sahabat beliau. Semoga Allah memberikan ampunan-Nya kepada para pemimpin yang adil, serta kaum mukminin dan mukminat yang setia kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya.

Kita perlu mengerti akan pentingnya pemberian nafkah anak oleh ayah setelah perceraian. Maka dari itu pemberian nafkah yang berdasarkan hukum positif maupun hukum Islam sangatlah diperlukan untuk terus diperhatikan baik hal yang disebut sebagai kewajiban maupun tanggung jawabnya. Sehingga kemaslahatan hidup untuk anak setelah perceraian dapat tercapai.

Dalam hal ini peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Rachmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Dra. Siti Zumrotun, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga. 3. Bapak Syukron Makmun, M. Si selaku Ketua jurusan Ahwal Al-

Syakhshiyyah IAIN Salatiga.

4. Ibu Evi Ariyani, S.H.,M.H selaku Dosen Pembimbing Akademik. 5. Bapak Farkhani, S.H., S.HI.,M.H selaku Dosen Pembimbing Skripsi. 6. Seluruh dosen IAIN Salatiga dan karyawan akademik.

7. Bapak Moh. Khusen, M. Ag. M. A beserta staf jajarannya selaku Wakil Rektor di Bidang Kemahasiswaan.

8. Seluruh pegawai perpustakaan kampus IAIN Salatiga. 9. Teman-teman baik itu di organisasi, kampus IAIN Salatiga,

(9)

11. Keluarga tercinta di rumah.

Yang sudah bersedia memberikan motivasi, bimbingan dan do’a sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Peneliti menyadari karya tulis ini masih banyak kekurangan di dalamnya. Maka peneliti mengharapkan kritik dan saran para pembaca untuk perbaikan karya tulis ini.

Salatiga, 14 September 2015

(10)

ABSTRAK

Latif, Muhamad. 2015. Pemberian Nafkah Anak Oleh Ayah Kandung Setelah Perceraian (Studi Kasus Keluarga Broken Home Pada Siswa di MAN Salatiga). Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Farkhani, S.H., M.H.

Kata Kunci: Nafkah, Anak broken home, Perceraian .

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengembangkan pemberian nafkah oleh ayah kandung setelah terjadi perceraian (studi kasus terhadap siswa-siswi broken home di MAN Salatiga) . Penelitian ini yang pertama untuk mengetahui pemberian nafkah oleh orang tua laki-laki (ayah) kepada anak setelah perceraian pada siswa-siswi broken home di MAN Salatiga. Kemudian yang kedua untuk mengetahui upaya ibu yang dapat ditempuh agar orang tua laki-laki (ayah) melaksanakan kewajibannya menafkahi anaknya setelah perceraian pada siswa-siswi broken home di MAN Salatiga.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian lapangan (Field Research). Penelitian lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang mempelajari secara intensif dengan cara terjun kelapangan langsung untuk memperoleh data sebanyak dan seakurat mungkin. Metode pengumpulan data yang dipakai peneliti adalah metode wawancara (interview) dan observasi. Sedangkan teknik analisis data peneliti menggunakan metode kualitatif.

(11)

DAFTAR ISI

MOTTO DAN PERSEMBAHAN………... v

(12)

A. Pengertian Nafkah Anak………. 13

B. Profil Orang Tua Siswa-Siswi di MAN Salatiga... 40

C. Sebab-sebab Perceraian Orang tua di MAN Salatiga... 43

1. Tidak Ada Keharmonisan... 44

2. Terus-menerus berselisih... 45

3. Gangguan pihak ketiga... 46

D. Pola Pemberian Nafkah oleh ayah kepada Siswa-Siswi Broken Home di MAN Salatiga... 47

1. Pemberian Nafkah oleh ayah secara suka rela... 48

2. Pemberian Nafkah oleh ayah secara berbelit-belit... 52

3. Pemberian Nafkah oleh ayah tidak pernah diberikan.... 57

4. Pemberian Nafkah oleh ayah maupun pemeliharaan oleh Ibu tidak pernah dilaksanakan... 60

E. Upaya Hukum Ibu Terhadap Pelaksanaan Nafkah Anak Setelah Perceraian ... 64

BAB IV. ANALISIS………. 70

(13)

BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP……… 78

A. Kesimpulan……… . 83

B. Saran………... 84

1. Untuk Undang-undang...……... 84

2. Untuk Lembaga Sekolah……….... 85

DAFTAR PUSTAKA………... 85

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah mutiara kehidupan yang diamanahkan oleh Allah

kepada orang tua. Kehadirannya memberi arti untuk menggores kanvas

kehidupan mendatang. Namun realitas keadaan anak di muka peta dunia

belum menggembirakan. Nasib anak belum seindah ungkapan verbal yang

kerap kali memposisikan anak bernilai penting, penerus masa depan bangsa

dan sejumlah simbol lainnya.

Salah satu keadaan yang perlu mendapat perhatian khusus nyata kita

temukan di dalam masyarakat kita dewasa ini terkait dengan masalah anak

adalah “perceraian”. Fakta menunjukkan bahwa runtuhnya bangunan rumah

tangga karena kemelut yang menghantam keluarga berakibat anak ikut

menanggung resiko. Dalam hal ini, anak adalah “korban” termasuk korban

ketidaktahuan mereka sebab usia perkembangannya.

Konflik keluarga berkepanjangan dan berakhir dengan perceraian

ternyata berakibat fatal bagi kehidupan anak. Banyak anak nakal dan hancur

masa depannya karena pertengkaran dan perceraian orang tua. Sekarang dapat

dibayangkan bagaimana anak mendapatkan haknya secara sempurna jika

orang tua bercerai. Tidak dapat dipungkiri jika orang tua anak bercerai, maka

(15)

Pernyatan di atas merupakan mafsadat (kerusakan) yang ditimbulkan

oleh perceraian, sehingga Allah sendiri menghalalkan namun sangat

membencinya. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

(د واد ﻮﺑا ﻩاور) قﻼﻄﻟا ﻰﻟﺎﻌﺗ ﷲا ﻰﻟإ لﻼﺤﻟا ﺾﻐﺑأ

Artinya: Perbuatan yang halal namun sangat dibenci Allah adalah thalaq.(HR. Abu Dawud)

Kelahiran anak sebagai peristiwa hukum yang terjadi karena

hubungan perkawinan membawa konsekuensi hukum berupa hak dan

kewajiban timbal balik antara orng tua dan anak. Anak mempunyai hak yang

harus dipenuhi oleh orang tua, seperti pemenuhan kebutuhan materiil untuk

biaya kehidupan anak, pendidikan anak serta kasih sayang dari orang tua.

Dalam hal kebutuhan materiil sesuai dengan firman Allah Surat Al-Baqarah

ayat 233:

Artinya: “Para ibu hendaknya menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf....

Kemudian dalam hal pendidikan sesuai dengan sabda Rasulullah

SAW.

ِةَﺮْﻄِﻔْﻟا ﻰَﻠَﻋ ُﺪَﻟْﻮُـﻳ ٍدْﻮُﻟْﻮَﻣ ﱡﻞُﻛ

ِﻪِﻧاَﺮﱢﺼَﻨُـﻳ ْوَأ ِﻪِﻧﺎَﺴﱢﺠَﻤُﻳ ْوَأ ِﻪِﻧاَدﱢﻮَﻬُـﻳ ُﻩاَﻮَـﺑَﺄَﻓ ،

(16)

Artinya “Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) hingga bergerak lisannya, maka bapak ibunya akan menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR. Al-Baihaqi)

Selain orang tua merasa tidak cocok lagi dan memutuskan berpisah,

ada beberapa hal yang menjadi penyebab orang tua bercerai, diantaranya

adalah faktor ekonomi maupun adanya pihak ketiga dalam rumah tangga.

Seperti manusia secara keseluruhan yang memiliki hak asasi manusia,

seorang anak juga memiliki hak tersendiri yakni hak mendapatkan nafkah

dengan tujuan anak dapat tumbuh dan berkembang secara sempurna didalam

lingkungan keluarga yang utuh.

Dalam hal ini, baik Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang

Hukum Perkawinan maupun Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 Tentang

Kompilasi Hukum Islam dengan tegas mengatur tentang kewajiban orang tua

terhadap biaya nafkah anak setelah terjadinya perceraian yang pada

hakikatnya membebankan kewajiban itu kepada orang tua laki-laki (ayah).

Diantaranya terdapat di dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974,

pasal 45 (1, 2) menjelaskan bahwa: “Kedua orang tua wajib memelihara dan

mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya”. Dan Kewajiban orang tua yang

dimaksud pada pasal (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri

sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua

orang tuanya putus. Di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 149 (d)

menjelaskan bahwa bilamana perkawinan putus, maka bekas suami wajib

memberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum mencapai

(17)

Akan tetapi masih banyak orang tua laki-laki (ayah) setelah

perceraian tidak melaksanakan kewajibannya menafkahi anaknya. Hal ini

menjadi salah satu faktor ketidakberuntungan anak dalam proses kehidupan

dan perkembangannya baik dilihat dari sisi rohani maupun jasmani berupa

pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan pendidikan yang layak. Maka

dalam hal ini saya mencoba mengangkatkanya dalam sebuah penelitian

skripsi dengan judul: Pemberian Nafkah Anak Oleh Ayah Kandung Setelah

Perceraian (Studi Kasus Keluarga Broken Home Pada Siswa Di MAN

Salatiga).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pemberian nafkah oleh orang tua laki-laki (ayah) kepada

anak setelah terjadinya perceraian pada siswa-siswa broken home di

MAN Salatiga?

2. Upaya apa yang harus ditempuh oleh ibu agar (ayah) melaksanakan

kewajibannya dalam memberi nafkah kepada anaknya setelah terjadinya

perceraian pada siswa-siswa broken home di MAN Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pemberian nafkah oleh orang tua laki-laki (ayah)

kepada anak setelah perceraian pada siswa-siswa broken home di

(18)

2. Untuk mengetahui upaya ibu yang dapat ditempuh agar orang tua

laki-laki (ayah) melaksanakan kewajibannya menafkahi anaknya

setelah perceraian pada siswa-siswa broken home di MAN Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis:

a. Memperluas wawasan dalam ranah keilmuan Hukum Perkawinan.

b. Sebagai bahan refrensi pembelajaran ilmu mata kuliah hukum

perkawinan khusunya tentang kewajiban ayah atas nafkah anak

setelah perceraian.

c. Sebagai bahan refrensi pembelajaran ilmu tentang kewajiban ayah

atas nafkah anak setelah perceraian bagi masyarakat.

2. Manfaat Praktis:

a. Bagi pembaca

Dapat menambah wawasan tentang kewajiban ayah atas nafkah anak

setelah perceraian.

b. Bagi peneliti

1) Menerapkan ilmu yang didapatkan dari Mata Kuliah Hukum

Perkawinan dalam menjawab persoalan atas nafkah ayah kepada

anak setelah perceraian di masyarakat maupun lembaga

(19)

2) Menambah pengalaman berharga dari kegiatan penelitian yang

terkait dengan kewajiban nafkah ayah terhadap anak setelah

perceraian yang dialami siswi-siswi di MAN Salatiga.

3) Untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana strata

satu (S.1) dalam bidang Hukum Perdata Islam (Syari’ah).

E. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah

sebagai berikut:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Metode dan Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada makna,

penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu),

lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan

sehari-hari. (Munawaroh, 2012:17)

Penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field

Research) yaitu mempelajari secara intensif dengan cara terjun

kelapangan langsung untuk memperoleh data sebanyak dan seakurat

mungkin. Disamping terjun kelapangan tentunya tetap didukung

dengan berbagai refrensi yang berkaitan dengan tema tersebut.

(20)

Penelitian ini berlokasikan di MAN Salatiga, rumah

masing-masing siswa Broken Home di lingkup Salatiga.

Penelitian ini menggunakan dua sumber data sebagai berikut:

1) Data Primer

Merupakan keterangan atau fakta yang terjadi dilapangan. Data

primer ini dapat diperoleh langsung dari keterangan ibu atau wali

serta siswa-siswa Broken Home di MAN Salatiga, mengenai

pemberian nafkah oleh ayah setelah terjadi perceraian.

2) Data Sekunder

Merupakan data yang mencangkup dokumen-dokumen resmi baik

berupa buku, majalah, artikel, hasil penelitian sebelumnya, atau

media lain yang menunjang sebagai landasan teori.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara (interview)

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,

melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang

lainnya dengan mengajukan pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu

(Mulyana, 2004:180). Wawancara yang akan dilakukan peneliti di

awali dari menghubungi salah satu guru BK di MAN Salatiga, yaitu

beliau Bu Sofyana. Kemudian dari beliau peneliti mendapatkan

informasi mengenai identitas siswa-siswa broken home di MAN

(21)

Langkah selanjutnya, peneliti menghubungi para siswa broken

home yang sebelumnya dihubungi lewat masengger (sms). Kemudian

peneliti dengan para siswa broken home menentukan tempat untuk

acara wawancara, baik disekolah, rumah, maupun di taman rekreasi.

b. Observasi (Pengamatan)

Observasi adalah pengamatan yang mendalam, biasanya dilakukan

untuk mendapatkan data tentang pengembangan kegiatan berbasis

masyarakat, pengembangan dan pengelolaan menggunakan observasi

terbuka (Maslihah, 2013:322). Dalam pengumpulan data peneliti

melakukan observasi langsung di sekolah dan rumah masing-masing

siswa broken home lingkup Salatiga.

3. Analisi Data

Penelitian ini menggunakan penganalisis data, peneliti menggunakan

metode kualitatif yakni analisis yaitu untuk meneliti dan mengkaji

kasus. Setelah tersaji data dan diuraikan serta dibandingkan dengan

teori yang ada selama ini.

F. Penegasan Istilah

Penegasan istilah dalam hal ini berguna untuk mengurangi

kesalahan, ambiguitas dan ketidakpahaman pembaca dalam menelaah dan

mengkaji penelitian. Maka dari itu, peneliti akan memberikan beberapa

gambaran pengertian mengenai ruang lingkup dalam penelitian sebagai

(22)

1. Nafkah adalah pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang

untuk sesuatu yang baik atau dibelanjakan untuk orang-orang yang

menjadi tanggung jawabnya (Dahlan, 1996: 1281)

2. Anak broken home adalah anak yang hidup di keluarga yang tidak

harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan

sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang

menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. (Yusuf, 2000:

38)

3. Perceraian adalah secara bahasa talak (perceraian) bermakna melepas,

mengurai, atau meninggalkan; melepas atau mengurai tali pengikat

perkawinan (Supriatna, 2009:19)

Menurut Abdur Rahman al-Jazairi “Menghilangkan ikatan perkawinan

atau mengurangi ikatan pelepasannya dengan menggunakan lafadz

khusus” (Supriatna, 2009: 20)

G. Tinjauan Pustaka

Setelah melaksanakan penelusuran literatur yang membahas

mengenai pemberian nafkah ayah terhadap anak setelah perceraian, peneliti

telah menemukan beberapa refrensi khususnya dari skripsi dan buku.

Diantaranya yang dapat dijadikan sumber telaah pustaka adalah sebagai

berikut:

Pertama adalah Skripsi Dedy Sulistyanto yang berjudul “Kewajiban

(23)

menjelaskan mengenai kewajiban menafkahi oleh ayah kepada anaknya.

Penelitian ini terfokus pada pemberian nafkah oleh ayah selama di dalam

penjara dan hasil penelitiannya apa sang ayah dapat memberikan nafkah dari

hasil yang diperoleh selama bekerja dalam pembinaan kemandirian dilapas

dikumpulkan, diberikan saat keluarga menjenguknya. Memberikan

wewenang penuh kepada keluarga untuk mengelola barang yang

ditinggalkan.

Kemudian yang kedua adalah skripsi M.Fathur Rois yang berjudul

Pemberian Hak Nafkah Anak Setelah Putusnya Perceraian” (Studi Analisis Di

Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2001). Dalam penelitian ini terfokus pada

minimnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang perlindungan hak

nafkah anak setelah perceraian secara hukum di Penghadilan maupun dalam

Undang-Undang. Hal tersebut tergambar dengan tidak adanya gugatan nafkah

yang berdiri sendiri yang diajukan ke pengadilan. Permohonan nafkah hanya

diungkapkan secara lisan dimuka hakim pada saat replik dan duplik.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran umum yang lebih jelas mengenai

penelitian ini, peneliti akan menyajikannya dalam sistematika penulisan

penelitian sebagai berikut:

Bab pertama adalah Pendahuluan, yang meliputi tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

(24)

pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, tekhnik

pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

Bab kedua adalah kajian pustaka, yang meliputi tentang hakikat

nafkah, dasar hukum kewajiban ayah atas nafkah anak, kadar pemberian

nafkah kepada anak, batas pemberian nafkah anak, hak dan kewajiban

memberi nafkah kepada anak, dan urgensi nafkah ayah terhadap kehidupan

anak.

Bab ketiga adalah hasil penelitian, yang meliputi tentang kondisi

kehidupan siswa-siswi broken home, upaya-upaya yang dilakukan ibu.

Bab keempat adalah analisis, berisi tentang analisis hukum islam

dan undang-undang mengenai kewajiban ayah terhadap nafkah anak setelah

perceraian.

Bab kelima adalah penutup, yang meliputi tentang kesimpulan,

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Nafkah Anak (Hadhanah)

1. Pengertian Nafkah Anak (Hadhanah)

Kata nafkah berasal dari kata an-nafaqah yang artinya pengeluaran,

yaitu pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk sesuatu

yang baik atau dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi tanggung

jawabnya (DEPAG,2008:112). Disebutkan juga oleh Ahmad Warson

Munawir, (1997:1449) dalam Al-Munawir Kamus Arab Indonesia bahwa

nafkah mempunyai arti yaitu biaya, belanja, dan pengeluaran uang, di

belanjakan. Dan disebutkan pula dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata bahwa nafkah mempunyai arti yaitu kewajiban bertimbal balik untuk

saling memberi. Dalam Ensiklopedi Islam Al-Kamil dijelaskan nafkah adalah

menanggung kehidupan orang yang ada dalam tanggungannya yang meliputi

makan, pakaian, tempat tinggal dan hal-hal lain yang terkait (Zaerodin,

2012:28).

Sedangkan hadhanah sendiri berasal dari kata Al-Hidhn yang

artinya rusuk. Kemudian kata hadhanah dipakai sebagai istilah “pengasuhan

anak karena seorang ibu yang sedang mengasuh anak sering meletakkannya

di sebelah rusuk. Dan menurut Syekh Manshur Ali Nashif dalam bukunya

(26)

anak hingga menjadi besar dapat memahami kata-kata dan menjawabnya

(Nashif, 1993:1087).

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa nafkah hadhanah adalah

pemberian yang wajib dilaksanakan oleh ayah terhadap anak untuk

pemeliharaan dan pengasuhan baik pemberian itu berupa sandang, pangan,

papan maupun pendidikan berdasarkan kemampuannya.

2. Dasar Hukum Nafkah Anak (Hadhanah)

a. Dasar Hukum Nafkah Anak (Hadhanah) dari Al-Qur’an

Q.S. Al-Baqarah ayat 233

(27)

kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Q.S, Al-Baqarah: 233).

Menurut pendapat setengah ahli tafsir, ibu-ibu yang dimaksud ialah

perempuan yang di ceraikan oleh suaminya dalam keadaan mengandung.

Sebab ayat ini masih ada hubungannya dengan ayat yang sebelumnya, yaitu

mengenai cerai (Zaerodin, 2012: 30).

Abu Ali Al-Fadli berpendapat bahwa kewajiban suami memberi

nafkah itu bukan disebabkan karena istri itu menyusui anaknya, melainkan

karena isteri itu sendiri yang diceraikan oleh suaminya dan suami wajib

memberi nafkah atas istri sesuai dengan keadaan pada waktu itu. Dapat

diartikan bahwa kewajiban nafkah kepada mantan istri yang telah mempunyai

anak, adalah satu kesatuan yaitu nafkah istri dan pemeliharaan anak

(hadhanah). Begitu juga M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah

berpendapat atas ayat yang artinya merupakan kewajiban ayah, yaitu atas apa

yang dilahirkan untuknya (anak), yakni memberi makan dan pakaian kepada

para ibu kalau ibu anak-anak yang disusukan itu telah diceraikan secara bain

bukan raj’i. Adapun jika masih berstatus istri walau ditalak raj’i, maka

kewajiban memberi makan dan pakaian adalah kewajiban atas dasar

hubungan suami istri (Shihab, 2006: 300). Keharusan nafkah dari seorang

(28)

anak-anak dari istri itu, tetapi suami wajib memberi mereka nafkah bahkan saat

perceraian. Apalagi terhadap perawatan anak dan kesejahteraan ibu

merupakan tanggung jawab seorang ayah, meskipun terjadi perceraian jangan

sampai mengurangi nafkah yang wajar bagi ibu dan anaknya sesuai

keadaanya (Zaerodin, 2012: 31). Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an

Surat Al-Baqarah ayat 233:

Artinya: “… dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian

pada ibu dan anak dengan cara yang makruf…“ (Q.S, Al-Baqarah: 233).

Islam sebagai agama yang praktis, tidak memaksakan beban yang

berlebihan kepada salah satu pihak. Tetapi mereka harus melakukan yang

terbaik untuk kepentingan anak sesuai dengan kemampuan mereka. Apabila

mereka bertindak dengan tulus, maka Allah akan memberi solusi untuk

mengatasi masalah pemeliharaan anak, seperti yang dijelaskan dalam

Al-Qur’an Surat At-Talaq ayat 6, yang berbunyi:

(29)

mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka Nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak -anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya” (Q.S, At-Talaq: 6).

Ayat di atas mempertegas hak-hak wanita itu memperoleh tempat

tinggal yang layak. Ini perlu dalam rangka mewujudkan yang ma’ruf,

sekaligus memelihara hubungan agar tidak semakin keruh dengan perceraian

itu. Ayat di atas menyatakan: tempatkanlah mereka para isteri yang di cerai

itu dimana kamu wahai yang menceraikannya bertempat tinggal. Kalau

dahulu kamu mampu tinggal di tempat yang mewah sedangkan sekarang

penghasilan menurun atau sebaliknya maka tempatkanlah mereka di tempat

menurut atau sesuai dengan kemampuan kamu sekarang, dan janganlah

sekali-kali kamu menyusahkan mereka dalam hal tempat tinggal atau

selainnya dengan tujuan untuk menyempitkan hati dan keadaan mereka

sehingga mereka terpaksa keluar atau minta keluar (Shihab, 2006:300). Dan

juga dijelaskan dalam surat At Talaq ayat 7 yang berbunyi:

(30)

Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan (Q.S, At-Talaq:7).

M. Quraish Shihab berpendapat bahwa ayat di atas menjelaskan

prinsip umum mencakup penyusuan dan sebagainya sekaligus menengahi

kedua pihak dengan menyatakan bahwa: Hendaklah yang lapang yakni

mampu dan memiliki banyak rezeki memberi nafkah untuk isteri dan

anak-anaknya sebatas kemampuan suami dan dengan demikian hendaknya ia

memberi sehingga anak dan isterinya itu memiliki pula kelapangan dan

keluasan berbelanja dan siapa yang disempitkan rezekinya yakni terbatas

penghasilannya, maka hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang diberikan

oleh Allah kepadanya. Dalam jumlah nafkah, M. Quraish Shihab mengatakan

tidak ada ketentuan yang pasti melainkan melihat kondisi masing-masing dan

adat kebiasaan yang berlaku pada satu masyarakat atau apa yang diistilahkan

oleh Al-Qur’an dan Sunnah dengan urf yang tentu saja dapat berbeda antara

satu masyarakat dengan masyarakat yang lain serta waktu dan waktu yang

lain. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Imam Malik dan Abu Hanifah

(Zaerodin, 2012: 35).

Berbeda dengan pendapat Imam Syafi’i bahwa nafkah itu ditentukan

besarnya. Bagi orang-orang yang kaya dikenakan dua mud. (1 mud yaitu 1,5

kg), orang-orang yang sedang dikenakan satu setengah mud, sedangkan

orang-orang yang miskin dikenakan satu mud (Zaerodin, 2012: 35).

(31)

َﺲْﻴَﻟ َو ٌﺢْﻴِﺤَﺷ ٌﻞُﺟ َر َن َﺎﻴْﻔُﺳ َﺎﺑا َنا ِﷲا َل ﻮُﺳ َر َﺎﻳ : ْﺖَﻟ ﺎﻗ َﺔﺒْﺘُﻋ ِﺖﻨِﺑا ًﺪٌﻨِﻫ ﱠنا

َﺎﻣ ْي ِﺬُﺧ : َﻞَﻗ ,ُﻢَﻠْﻌَـﻳ َﻻ ﻮُﻫ َو ُﻪﻨِﻣ ُت ْﺬَﺧ ا َﺎﻣ ٌﻻ ا ْي ِﺪَﻟ َو َو ﻲِﻨْﻴِﻔْﻜَﻳ َﺎﻣ ﻲِﻨْﻴِﻄْﻌُـﻳ

ُﺮْﻌَﻤْﻟ ِﺎﺑ َكا د َل َو َو ِﻚْﻴِﻔْﻌَـﻳ

(ن ﺎﺤﻴﺸﻟا ﻩا ور) . ِف ْو

Artinya: Bahwa Hindun binti Utbah pernah bertanya,: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan itu adalah orang kikir, ia tidak suka memberi belanja yang cukup buat aku dan anak-anakku, melainkan dengan hartanya yang aku ambil tanpa setahu dia, apakah itu dosa bagiku”. Nabi saw. menjawab, “Ambillah hartanya yang cukup buatmu dan anak-anakmu dengan cara yang ma’ruf” (Riwayat Syaikhani) (Nashif, 1993: 1115).

ﻮﺑا و يء ﺎﺴﻨﻟاو ﻢﻠﺴﻣ ﻩاور .ﻪﺗ ﻮﻗ ﻚﻠﻤﻳ ﻦﻤﻋ ﺲﺒﺤﻳ نا ﺎﻤﺷ ا ء ﺮﻤﻟ ﺎﺑ ﻲﻔﻛ

.ت ﻮﻘﻳ ﻦﻣ ﺢﺘﻀﻳ نا ﺎﻤﺷا ء ﺮﻤﻟ ﺎﺑ ﻲﻔﻛ :

ﻪﻈﻔﻟو.دواد

Artinya: Cukup besar dosa seseorang bila ia menahan nafkah terhadap orang yang ia miliki. (Riwayat Muslim, Nasa’i dan Abu Daud). Menurut lafaz yang diketengahkan oleh Abu Daud menyebutkan, “cukup besar dosa seseorang bila ia menelantarkan orang yang wajib dinafkahi” (Nashif, 1993: 107).

ﻻا ﻪﻗ ز ﺮﻳ ﻻ ناو ﺔﻳ ﺎﻣ ﺮﻟاو ﺔﺣ ﺎﺒﺴﻟاو ﺔﺑ ﺎﺘﻜﻟا ﻪﻤﻠﻌﻳ نا ﺪﻟو ﻰﻠﻋ ﺪﻟﻮﻟا ﻖﺣ

(ﻲﻘﻬﻴﺒﻟا ﻩاور) ﺎﺒﻴﻃ

Artinya: Seorang Anak terhadap anaknya adalah mendapat pendidikan menulis, renang, memanah, dan mendapat rezeki yang halal (Riwayat Baihaqi) (Ali, 2006: 65).

c. Dasar Hukum Nafkah Anak (Hadhanah) dari Hukum Positif

1) Undang-undang no 1 tahun 1974 pasal 41

a) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan

(32)

kepentingan anak bilamana ada perselisihan mengenai

penguasaan anak-anak pengadilan memberi keputusan.

b) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya

pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu

bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi

kewajiban tersebut. Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu

ikut memikul biaya tersebut.

c) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk

memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu

kewajiban bagi bekas istri.

2) Kompilasi Hukum Islam

Pasal 80

a) Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah

tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga

yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama

b) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala

sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan

kemampuannya.

c) Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan

memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan

bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

(33)

(1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri.

(2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya

pengobatan bagi isteri dan anak.

(3) Biaya pendidikan bagi anak.

e) Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat

(4) huruf “a” dan “b” di atas mulai berlaku sesudah ada

tamkin sempurna dari isterinya.

f) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap

dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf “a” dan

“b”.

g) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur

apabila istri nusyuz (Ali, 2006: 52).

Pasal 81

a) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan

anak-anaknya, atau bekas istri yang masih dalam iddah.

b) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk

isteri selama dalam ikatan perkawinan, atau dalan iddah talaq

atau iddah wafat.

c) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan

anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka

merasa aman dan tentram. Tempat kediaman juga berfungsi

sebagai tempat penyimpan harta kekayaan, sebagai tempat

(34)

d) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan

kemampuannya serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan

tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah

tangga maupun sarana penunjang yang lainnya.

Pasal 149

Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

a) Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik

berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al

dukhul.

b) Memberi Nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri

selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talaq

ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.

c) Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan

separoh apabila qobla ad dukhul.

d) Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum

mencapai umur 21 Tahun (Ali, 2006: 77).

3. Kadar Pemberian Nafkah Anak (Hadhanah)

Tentang penentuan ukuran nafkah yang harus di berikan suami

kepada istri dan anak-anaknya baik pada waktu perkawinan atau setelah

perceraian tidak diatur batas-batasnya hanya diatur secara umum yaitu

(35)

nafkah pada istri atau anaknya, maka hendaklah diperhatikan beberapa hal,

yaitu;

a. Hendaklah jumlah nafkah itu mencukupi keperluan istri dalam

memelihara dan mengasuh anak dan disesuaikan keadaan dan

kemampuan mantan suami, baik yang berhubungan dengan sandang,

pangan, maupun pendidikan anak.

b. Hendaklah nafkah itu ada pada waktu yang tepat, yaitu ketika mantan istri

itu membutuhkan atau dengan cara ditentukan waktunya.

c. Sebaiknya ukuran nafkah tersebut didasarkan pada kebutuhan pokok dan

pendidikan anak, dan hal ini disesuaikan dengan keadaan perekonomian

di masyarakat (Muchtar, 1974: 134).

Dengan demikian, kadar nafkah keluarga bagi istri atau anak pada

waktu perkawinan atau setelah perceraian yang menjadi tangung jawab suami

harus disesuaikan dengan:

1) Kemampuan Suami

Dalam nafkah keluarga begitu juga nafkah anak baik pada waktu

perkawinan atau setelah perceraian, bahwa istri dituntut untuk tidak

membebani suami diluar kemampuannya. Suami hanya berkewajiban

memberikan nafkah sesuai dengan kemampuannya. Seperti dijelaskan dalam

(36)

Artinya: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan (Q.S, At Thalaq: 7).

2) Tidak kikir dan tidak berlebihan

Jika suami bakhil, tidak memberi nafkah secukupnya kepada istri

tanpa alasan yang benar, maka istri berhak menuntut jumlah nafkah tertentu

baginya dan anak-anaknya. Dan hakim boleh memutuskan beberapa jumlah

nafkah yang harus diterima oleh istri, serta mengharuskan suami untuk

membayarnya jika tuduhan-tuduhan yang dilontarkan oleh istri ternyata

benar. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al – Isra’ ayat 29

Artinya: “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal” (Q.S, Al Isra’: 29).

Maksud dari ayat tersebut adalah jangan terlalu kikir dan jangan pula

(37)

dikecam oleh Rasulullah SAW, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang

artinya: Cukup besar dosa seseorang bila ia menahan nafkah terhadap orang

yang ia miliki. (Riwayat Muslim, Nasa’i, dan Abu Daud). Menurut lafaz yang

diketengahkan oleh abu daud menyebutkan, “cukup besar dosa seseorang bila

ia menelantarkan orang yang wajib ia nafkahi” (Zaerodin, 2012: 40).

4. Batas Usia Pemberian Nafkah Anak (Hadhanah)

Dalam Al-Qur’an dan hadits juga tidak diterangkan dengan tegas

masa memberikan nafkah hadhanah, hanya ada isyarat-isyarat ayat yang

menjelaskan hal itu. Oleh karena itu para ulama’ berijtihad sendiri dengan

pedoman isyarat- isyarat tersebut.

Seperti Madhab Hanafi yang berpendapat bahwa masa nafkah

hadhanah untuk anak laki-laki berakhir pada saat anak tersebut tidak lagi

memerlukan penjagaan dan telah dapat mengurus keperluanya sendiri.

Sedangkan masa untuk anak perempuan apabila ia telah baligh atau telah

dapat masa haid pertamanya. Yaitu untuk laki- laki jika telah berumur 7 tahun

dan perempuan jika berumur 9 tahun (Zaerodin, 2012: 41).

Yang dijadikan ukuran ialah tamyiz dan kemampuan untuk berdiri

sendiri. Jika si anak kecil telah dapat membedakan mana yang benar dan

salah, tidak membutuhkan pelayanan perempuan dan dapat memenuhi

(38)

Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan diantara imam madzhab,

dan untuk lebih jelasnya dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat tentang

batasan seorang anak berhak mendapatkan hadhanah:

a. Golongan Hanafiyah mengatakan bahwa masa asuh anak adalah sampai

dengan 7 tahun, dan menurut sebagian lainnya adalah 9 tahun.

b. Golongan Malikiyah berpendapat bahwa masa hadhanah berlangsung

sejak dia lahir sampai dewasa. Jika ia punya ibu, maka ibulah yang

mengasuhnya sampai dewasa lalu gugurlah hak hadhanah tersebut. Dan

mengenai biaya nafkahnya tetap kewajiban atas ayah.

c. Golongan Syafi’iyah mengatakan tidak ada batasan waktu bagian

pengasuhan. Sesungguhnya anak kecil berhak memilih antar ayah dan

ibunya, dan siapa yang dipilih olehnya, maka dialah yang berhak atasnya.

d. Golongan Hanbaliah mengatakan bahwa masa hadhanah baik laki-laki

maupun perempuan adalah 7 tahun. Tetapi jika anak telah berumur 7

tahun dan kedua orang tuanya sepakat agar salah satu dari mereka yang

mengasuhnya, maka dibolehkan. Dan jika keduanya berselisih maka anak

disuruh memilih.

Didalam KHI pasal 98 ayat 1 di jelaskan bahwa batas usia anak

untuk mendapatkan pemeliharaan adalah sampai ia mampu berdiri sendiri

atau dewasa (21 tahun), sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun

mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan (Zaerodin, 2012: 41).

(39)

Dalam pemeliharaan anak setelah terjadinya perceraian antara suami

istri, maka ibulah yang paling berhak mengasuhnya. Hal ini sudah ditentukan

dalam pasal 156 (a) KHI yaitu akibat putusnya perkawinan karena perceraian

ialah anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hak hadhanah dari

ibunya (Zaerodin, 2012: 42).

Dalam Undang-Undang no.1 tahun 74 pasal 41 (a) disebutkan bahwa

“baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya, semata mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada

perselisihan mengenai pengasuhan anak pengadilan memberi keputusannya”.

Para Imam madzhab sepakat bahwa hak memelihara ada pada ibu

selama ibu belum bersuami lagi, tetapi bila ia telah bersuami lagi dan sudah

disetubuhi, maka gugurlah hak untuk memelihara anaknya. Jika terjadi

perbedaan pendapat tentang pemeliharaan anak maka Undang-Undang

menyerahkan kebijaksanaan dan keputusan pada hakim dengan pedoman

bahwa kemaslahatan anak harus diutamakan (Zaerodin, 2012: 42).

Meskipun yang berhak memelihara anak adalah ibu, namun dalam

hal biaya pemeliharaan anak (nafkah hadhanah) tetap menjadi kewajiban ayah

menurut kemampuannya, sebagaimana dalam Al–Qur’an disebutkan dalam

surat Al-Baqarah ayat 233 yang artinya: “ … dan kewajiban ayah memberi

makan dan pakaian pada ibu dan anak dengan cara yang makruf … “.

Maksud dari ayat tersebut telah berlaku dan diterapkan dalam KHI

pasal 156 huruf d dan f yaitu akibat dari putusnya perkawinan karena

(40)

jawab ayah sesuai dengan kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak

tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri;

f. pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan

jumlah biaya pemeliharaan dan pendidikan anak yang tidak turut padanya.

Dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 45

a. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak

mereka sebaik-baiknya

b. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri.

Kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua

orang tua putus.

Dan dalam KHI Pasal 80 (d)

Sesuai dengan penghasilan suami menanggung:

a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi

istri dan anak

c. Biaya pendidikan bagi anak

Dalam membangun keluarga tidak akan tercapai keluarga yang

bahagia tanpa tercukupnya nafkah. Dan hal ini merupakan kewajiban suami

sebagai kepala keluarga, meskipun telah terputus perkawinannya.

(41)

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki)

telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” (Q.S,

An-Nisa’:34).

Karena itu suami harus menyadari kewajiban dan tanggung

jawabnya dalam memenuhi nafkah untuk istri dan anak-anaknya. Maka suami

hendaknya berusaha sekuat tenaga, agar dapat mencukupi nafkah bagi istri

dan nak-anaknya dengan nafkah yang halal dan diperoleh dengan jalan yang

diridhai Allah SWT. Suami tidak pantas jika berpangku tangan dan tidak

selayaknya berlaku kikir terhadap orang yang menjadi tanggung jawabnya

(Zaerodin, 2012: 44).

B. Urgensi Nafkah Ayah Terhadap Kehidupan Anak

Biaya mengasuh anak dibebankan kepada ayah anak. Segala sesuatu

yang diperlukan anak diwajibkan kepada ayah untuk mencukupkannya.

Apabila ibu yang mengasuh tidak mempunyai tempat tingggal, maka ayah

(42)

sebaik-baiknya. Apabila untuk keperluan asuhan yang baik diperlukan pembantu

rumah tangga, maka ayah memang mampu diwajibkan menyediakan

pembantu rumah tangga itu. Apabila anak sudah waktunya masuk sekolah,

maka biaya pendidikan itu menjadi tanggungan ayah juga (Basyir, 1996:94).

Tegasnya, biaya mengasuh anak, apapun bentuknya apabila memang

benar-benar diperlukan adalah menjadi tanggungan ayah sesuai

kemampuannya yang ada. Kecuali biaya mengasuh, nafkah hidup anak pun

yang berupa makan, minum, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, dan biaya

pendidikan dibebankan kepada ayahnya (Basyir,1996:94). Berikut ini urgensi

atau pentingnya nafkah ayah terhadap kehidupan anak:

1. Kebutuhan Hidup

Yang dimaksud dengan kebutuhan hidup adalah semua kebutuhan

hidup anak secara layak dan pantas. Adapun yang tergolong dalam kebutuhan

hidup ini meliputi kebutuhan pangan , kebutuhan sandang (pakaian) dan

kebutuhan pengobatan.

Yang pertama kebutuhan pangan yaitu kebutuhan akan makanan dan

minuman dengan segala rangkaiaan yang berlaku lazim di setiap keluarga,

sesuai dengan makanan pokok masing-masing daerahnya. (Zuhri,1991:465)

Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa nafkah ayah sangatlah penting

untuk memenuhi kebutuhan pangan setiap hari bagi kelangsungan hidup

anaknya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan asupan

(43)

Ketika melakukan aktivitas, manusia pastinya membutuhkan energi.

Manusia dapat memperoleh sumber energi dari asupan makanan dan

minuman yang dikonsumsinya setiap hari. Sumber energi itu bisa berupa nasi,

lauk, sayuran, dan minuman. Disisi lain, pangan juga mempunyai fungsi bagi

tubuh manusia yaitu untuk memenuhi zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis

kelamin, usia, aktivitas fisik dan bobot tubuh.

Kemudian yang kedua kebutuhan sandang (pakaian) yaitu segala

sesuatu yang diperlukan oleh anak untuk melindungi tubuh dari panas dan

dingin, menutupi auratnya menurut cara-cara yamg pantas sesuai etika yang

berlaku dalam kehidupan masyarakat.(Zuhaily,1984:802) Pakaian menjadi

barang kebutuhan yang utama bagi setiap orang. Dengan berpakaian, orang

dapat terlindung dari berbagai hal yang menimpa badan, misalnya cahaya

matahari, terlindung dari debu dan kotoran, terlindung dari udara yang dingin.

Pakaian menurut agama juga dapat melindungi tubuh dari aurat sehingga

orang itu jauh dari dosa.

(http://pojokmode.blogspot.com/2011/11/manfaat-berpakaian.html diakses 4 juni 2015)

Dengan berbagai mode busana, pria maupun wanita akan tampak

lebih indah dan menarik berkat berpakaian. Pada setiap zaman, pakaian selalu

memiliki tren yang berubah-ubah dan berbeda. Gaya dan model pakaian

ditampilkan sesuai dengan zamannya. Tak khayal setiap zaman para desainer

selalu berkarya dengan hasil terbarunya. Oleh karena itu, peranan nafkah

ayah dalam pemenuhan kebutuhan pakaian kepada anak-anaknya sangatlah

(44)

Yang ketiga adalah kebutuhan pengobatan, Menurut Asrori

(1987:38) kebutuhan pengobatan yaitu “kebutuhan akan pemeliharaan

kesehatan bagi anak, termasuk didalamnya adalah biaya pengobatan,

pemeriksaan kedokter dan lain-lainnya”. Penulis berpendapat bahwa nafkah

ayah sangat berguna untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan anak sewaktu

sakit. Berobat kedokter atau tenaga kesehatan lainnya membutuhkan biaya

yang tidak sedikit. Hal ini karena disesuaikan dengan biaya perawatan

(apabila diperlukan) dan pengobatan penyakit yang diderita anaknya.

2. Kebutuhan Tempat Tinggal

Menurut Asrori (1987:38), kebutuhan papan yaitu “rumah yang

merupakan tempat berlindung dari panas dan hujan serta mara bahaya, dan

menyimpan harta kekayaan juga tempat tinggal bagi suami istri dan

anak-anaknya”. Penulis berpendapat bahwa nafkah ayah sangat penting untuk

pemenuhan kebutuhan papan anak-anaknya sebagai tempat tinggal. Tempat

tinggal atau sering disebut juga dengan rumah, dapat digunakan sebagai

tempat perlindungan, untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka

ria bersama keluarga. Karena itulah rumah menjadi kebutuhan pokok bagi

anak-anaknya setelah perceraiaan kedua orangtuanya.

Adapun kebutuhan penunjang rumah lainya yang harus terpenuhi

yaitu kebutuhan perabotan rumah tangga. Yang dimaksud dengan kebutuhan

perabotan rumah tangga yaitu semua sarana dan prasarana yang menunjang

(45)

sarana mandi, sarana tidur, istirahat, sarana transportasi, sarana komunikasi

dan lain sebagainya. (Rusyid,2002:41)

Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa nafkah ayah sangat penting

peranannya dalam hal pemenuhan kebutuhan perabotan rumah tangga

anak-anaknya. Dalam kehidupan kesehariannya, anak-anak sangat membutuhkan

sarana dan prasarana penunjang kehidupan. Misalkan sarana untuk

berkomunikasi seperti HP(Hand Phone). Kemudian untuk sarana tidur seperti

springbade(SB), bantal, guling, dan selimut. Selanjutnya sarana transportasi

seperti sepeda, sepeda motor, dan lain sebagainya. Sarana transportasi ini bisa

digunakan anak untuk berangkat sekolah atau berpergian ketempat tujuan

lainnya.

Kemudian pemenuhan kebutuhan yang berikutnya ialah kebutuhan

akan pelayanan. Yang dimaksud dengan kebutuhan akan pelayanan yaitu

merupakan sarana untuk memperingan beban anak istri, hal ini meliputi

penyediaan tenaga tambahan baik dari suami maupun pembantu rumah

tangga (jika diperlukan). (Bakar:90)

Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa pemenuhan kebutuhan

akan pelayanan bisa menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan baru

anak-anaknya. Hal ini dikarenakan anak-anak yang tinggal bersama ibunya,

tentunya tidak bisa terlepas dari berbagai macam pekerjaan rumah tangga.

Mulai dari memasak, , mencuci piring, mencuci pakaian, menyetrika,

menyapu, dan lain sebagainya. Pekerjaan rumah tangga tersebut bisa jadi

(46)

ayah untuk menyediakan pembantu atau asisten rumah tangga sangat

(47)

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Identitas Siswa-Siswi Broken Home di MAN Salatiga

Dibawah ini adalah identitas siswa-siswi Broken Home yang ada di

MAN Salatiga.

a. Nama : Wiwik Setyaningsih

Tempat /Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 27 Mei 1999

Kelas : XI.IPS.3

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat Tinggal : Sanggrahan, Tingkir Lor, RT

02/RW 01.

Ayah : Suprapto Bejo

Pekerjaan : Buruh

Ibu : Sri Suparmi Yatiningsih

Pekerjaan : Buruh

b. Nama : Fifi Fitriyatul A

Tempat /Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 28 Maret 1999

Kelas : XI.IPA.3

Jenis kelamin : Perempuan

(48)

Ayah : M Zainal Kiram

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Ibu : Puji Rahayu

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

c. Nama : Sulaiman Nur Rokhim

Tempat /Tanggal Lahir : Ambarawa, 23 Februari 1999

Kelas : XI.IPA.4

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat Tinggal : Perum Bawen, RT 06/ RW 01.

Ayah : Agus Nur Ali

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Ibu : Agus Sri

Pekerjaan : Karyawan

d. Nama : Aprila Gusti Wisana

Tempat /Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 1 April 1998

Kelas : XII.IPS.2

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat Tinggal : Gading, Tuntang RT 01/RW 02

Ayah : Setyo Agus Winarso

Pekerjaan : Buruh

(49)

Pekerjaan : Karyawan

e. Nama : Desy Setyaningrum

Tempat /Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 17 Desember 1997

Kelas : XII.IPS.2

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat Tinggal : Gedangan, RT 02/ RW 05, Kec.

Tuntang

Ayah : Priyatno

Pekerjaan : Karyawan

Ibu : Istiqomah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

f. Nama : Ratna Puspitasari

Tempat /Tanggal Lahir : Salatiga, 8 Juni 1998

Kelas : XII.IPA.4

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat Tinggal : Blambangan, Kauman Kidul RT

02/RW 05

Ayah : Munasir

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Ibu : Astuti

(50)

g. Nama : Dwi Aryanto

Tempat /Tanggal Lahir : Kab. Semarang 8 Juli 1999

Kelas : XI.IPS.4

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat Tinggal : Karanglo RT 02/RW 03, Kec.

Tuntang

Ayah : Supardi

Pekerjaan : Buruh

Ibu : Sri Ningsih

Pekerjaan : Buruh

h. Nama : Muhammad Yanuar

Tempat /Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 21 Januari 1998

Kelas : XII.IPS.2

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat Tinggal : Gading, Tuntang RT 03/RW 02

Ayah : Jumri

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Ibu : Sumarni

(51)

B. Profil Orang Tua Siswa-Siswi di MAN Salatiga

Dibawah ini adalah profil orang tua siswa-siswi broken home yang ada di

MAN Salatiga:

1. Suprapto Bejo(orang tua dari Wiwik Setyaningsih) dilahirkan di Kec.

Tuntang tepatnya di dusun sanggrahan, Tingkir lor, Kab. Semarang,

pada 24 juli 1970. Beliau menempuh jenjang pendidikan sampai tamat

SMP. Untuk menambah wawasan dan pengalaman beliau juga pernah

belajar di pondok pesantren dikawasan Suruh. Beliau bekerja sebagai

kuli bangunan di mulai sejak tahun 1980an hingga sekarang. Beliau

juga turut aktif dalam kegiatan kemasjidan serta taat beribadah dengan

mengerjakan sholat 5 kali sehari.

2. M. Zaenal Kiram (orang tua dari Fifi Fitriatul A) dilahirkan di Kec.

Tuntang tepatnya di dusun Kalipanggang, Candirejo, Kab. Semarang,

pada 13 mei 1973. Beliau menempuh jenjang pendidikan sampai

tamat SMP. Beliau bekerja sebagai buruh pabrik sejak tahun 1980an

hingga sekarang. Semasa kecilnya, beliau tidak aktif mengikuti

pembelajaran baca tulis al-Qur’an. Sehingga sampai berumah

tanggapun beliau juga tidak aktif dalam kegiatan kemasjidan serta

tidak taat beribadah dengan meninggalkan kewajiban sholatnya.

3. Agus Nur Ali (orang tua dari Sulaiman Nur Rokhim) dilahirkan di

(52)

pendidikan sampai tamat Sarjana. Beliau bekerja sebagai Karyawan

di sebuah perusahaan pertambangan sejak tahun 1995 hingga

sekarang. Semasa kecilnya, beliau tidak aktif mengikuti pembelajaran

baca tulis al-Qur’an. Sehingga sampai berumah tanggapun beliau juga

tidak aktif dalam kegiatan kemasjidan serta tidak taat beribadah

dengan meninggalkan kewajiban sholatnya.

4. Setyo Agus Winarso (orang tua dari Aprila Gusti Wisana) dilahirkan

di Kab. Semarang tepatnya didesa Gading, Kec. Tuntang pada 20

agustus 1973. Beliau menempuh jenjang pendidikan sampai tamat

SMA. Beliau bekerja sebagai buruh pabrik di sebuah perusahaan

tekstil sejak tahun 1990 hingga sekarang. Diwaktu kecilnya, beliau

tidak aktif mengikuti pembelajaran baca tulis al-Qur’an. Sehingga

sampai berumah tanggapun beliau juga tidak aktif dalam kegiatan

kemasjidan serta tidak taat beribadah dengan meninggalkan kewajiban

sholatnya.

5. Priyatno (orang tua dari Desy Setyaningrum) dilahirkan di Kab.

Semarang tepatnya didesa Gedangan, kec. Tuntang pada 16 april

1972. Beliau menempuh jenjang pendidikan sampai tamat SMA.

Beliau bekerja sebagai Karyawan di sebuah instansi pemerintah sejak

tahun 1995 hingga sekarang. Semasa kecilnya, beliau tidak aktif

mengikuti pembelajaran baca tulis al-Qur’an. Sehingga sampai

berumah tanggapun beliau juga tidak aktif dalam kegiatan kemasjidan

(53)

6. Munasir (orang tua dari Ratna Puspitasari) dilahirkan di Sleman,

Yogyakarta pada 23 mei 1975. Beliau menempuh jenjang pendidikan

sampai tamat Sarjana. Beliau bekerja sebagai Karyawan di sebuah

perusahaan motor sejak tahun 1996 hingga sekarang. Semasa

kecilnya, beliau aktif mengikuti pembelajaran baca tulis al-Qur’an.

Sehingga sampai berumah tanggapun beliau juga aktif dalam kegiatan

kemasjidan serta taat beribadah dengan melaksanakan kewajiban

sholatnya.

7. Supardi (orang tua dari Dwi Aryanto) dilahirkan di Kab. Semarang

tepatnya di Karanglo, Kec. Tuntang pada 25 september 1972. Beliau

menempuh jenjang pendidikan sampai tamat SMP. Beliau bekerja

sebagai buruh bangunan sejak tahun 1995 hingga sekarang. Semasa

kecilnya, beliau tidak aktif mengikuti pembelajaran baca tulis

al-Qur’an. Sehingga sampai berumah tanggapun beliau juga tidak aktif

dalam kegiatan kemasjidan serta tidak taat beribadah dengan

meninggalkan kewajiban sholatnya.

8. Jumri (orang tua dari Muhamad Yanuar) dilahirkan di Kab. Semarang

tepatnya didesa Gading, Kec. Tuntang pada 10 juni 1973. Beliau

menempuh jenjang pendidikan sampai tamat SMP. Beliau bekerja

sebagai Karyawan pabrik sejak tahun 1993 hingga sekarang. Semasa

kecilnya, beliau tidak aktif mengikuti pembelajaran baca tulis

(54)

dalam kegiatan kemasjidan serta tidak taat beribadah dengan

meninggalkan kewajiban sholatnya.

C. Sebab-sebab Perceraian Orang Tua di MAN Salatiga

Dari banyak kasus perceraian orang tua siswa-siswi yang terjadi di

MAN Salatiga di sebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut

diantara lain sebagai berikut:

1. Tidak ada keharmonisan

Di dalam kehidupan berkeluarga sikap saling pengertian satu

dengan yang lainnya akan menunjukkan hubungan keharmonisan. Dengan

keharmonisan akan terciptanya keluarga atau rumah tangga yang rukun

dan bahagia. Pada hubungan keharmonisan tersebut suami atau istri akan

menuju pada keluarga atau rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan

warrohmah.

Akan tetapi untuk menjaga keharmonisan seringkali menjadi satu

masalah yang cukup sulit. Bahkan menjadi hal yang sangat rawan terjadi

di dalam rumah tangga yaitu tidak ada sikap saling pengertian. Yang ada

hanya sikap saling acuh tak acuh dan hilangnya rasa saling memahami.

Bahkan sering terjadi bantah membantah antara suami dan istri pada

waktu-waktu tertentu.

Kurangnya komunikasi antar anggota keluarga juga dapat memiliki

dampak yang besar pada munculnya keluarga tidak harmonis, baik itu

(55)

terpenting yang harus ada dalam membina sebuah keluarga yang

harmonis. Pasalnya, masalah sekecil apapun tidak akan bisa terselesaikan

dengan cepat dan baik tanpa adanya komunikasi antar individu-individu

yang memiliki masalah.

Banyak Masalah komunikasi yang sering muncul dalam membina

sebuah rumah tangga. Seperti pertengkaran atau percek-cokan antara

suami istri yang sering terdengar. Pertengkaran (cek-cok) yang

perkepanjangan dan tidak berujung terselesaikan dapat menimbulkan

ketidakharmonisan dalam keluarga. Ketidakharmonisan tersebut dapat

menimbulkan Kerenggangan dalam membina rumah tangga yang berujung

pada realita perceraian.

Menurut informan yang pertama, penyebab perceraian kedua orang

tuanya ialah, ”ayah dan ibu itu sebelum berpisah sering terdengar cek-cok

atau bertengkar. Saya juga belum tahu kenapa sebab mula pertengkaran

itu. Tiba-tiba saja terdengar suara bapak dan ibu bantah-bantahan seperti

orang berdebat”.

2. Terus –menerus berselisih

Berselisih yang terus menerus mempunyai arti bahwa di dalam

kehidupan rumah tangga sering terjadi perbedaan pendapat. Perbedaan

pendapat antara suami istri belum bisa ditolerensi bersama berujung pada

(56)

mempertahankan pendapatnya. Karena mereka (suami istri) berpandangan

bahwa pendapatnya masing-masing dianggapnya yang paling benar.

Dari perselisihan tersebut, dibutuhkan solusi untuk mendapatkan

kesepakatan bersama. Apabila tidak didapatkan kesepakatan bersama,

maka yang akan terjadi ialah perselisihan yang terus menerus dan

berkepanjangan. Maka dari sinilah akan muncul kerenggangan dalam

rumah tangga yang berujung pada realita perceraian.

Menurut informan yang lain, penyebab perceraian antara kedua

orang tuanya ialah, “bahwa ayah dan ibu sering berselisih pendapat

mengenai tempat tinggal kami sekeluarga. Yang mana ayah menginginkan

agar kami sekeluarga tinggal bersama di asrama tempatnya bekerja.

Sedangkan ibu tidak kerasan untuk tinggal di asrama ayah, dan

menginginkan agar kami sekeluarga bertempat tinggal di perumahan

miliknya. Akibat dari perselisihan berkepanjangan yang terjadi, akhirnya

ayah memutuskan untuk berpisah dengan ibu”.

3. Gangguan pihak ketiga

Kerusakan hubungan rumah tangga antara suami dan istri

dikarenakan faktor dari luar. Yaitu terjadi penghianatan janji kesetiaan

diantara suami istri dalam pergaulannya. Hal ini terjadi karena salah satu

pasangan merasa kecewa atau tidak puas dengan apa yang diharapkan

(57)

sebagian suami atau istri akan memilih jalan pintas untuk mencari

pasangan baru yang lebih bisa mewujudkan harapannya.

Akibat Campur tangan pihak ke tiga menimbulkan perasaan benci

dan juga marah terhadap suami istri yang dikhianati. Di lain pihak

anak-anak yang telah lahir dari perkawinan itu juga menunjukkan

kecenderungan yang sama, yaitu perasaan marah dan sedih. Perasaan

marah ditunjukkan pada orang tua mereka yang melakukan penghianatan,

sedangkan perasaan sedih ditunjukkan kepada orang tua yang menjadi

korban penghianatan. Sehingga kehidupan keluarga yang dibinanya tidak

harmonis lagi. Akhirnya suami istri memutuskan lebih baik untuk bercerai

daripada melanjutkan kehidupan berkeluarga.

Menurut informan yang lain, penyebab perceraian kedua orang

tuanya ialah, “ Sebelum ayah dan ibu itu berpisah sering terdengar

pertengkaran. karena ayah itu jarang pulang kerumah tanpa memberi

kabar. Jadi kalau ayah pulang, ibu itu sering marah-marah. Ternyata

setelah diketahui bahwa ayah itu sering jalan bersama dengan perempuan

lain”.

D. Pola Pemberian Nafkah Oleh Ayah Kepada Siswa-Siswi Broken Home di MAN Salatiga

Anak-anak secara langsung dipengaruhi oleh kondisi orang tua

atau walinya. Jika kondisi sumber kehidupan orang tua atau wali

terganggu, maka kondisi perekonomian merekapun juga demikian.

(58)

pemberian orangtuanya. Oleh karena itu, kondisi ekonomi yang terjadi

pada anak tergantung pada pemberian orang tua.

Namun setelah terjadi perceraian, tanggung jawab ayah untuk

menafkahi anaknya berangsur-angsur terabaikan. Hal ini secara

langsung berakibat pada kondisi perekonomian anaknya. Dalam

beberapa kasus perceraian orangtua siswa yang terjadi di MAN

Salatiga, terdapat berbagai varian dalam pemberian nafkah oleh ayah

kandung terhadap anaknya. Diantaranya sebagai berikut:

1. Pemberian nafkah oleh ayah secara suka rela

Setelah terjadi perceraian diantara kedua orang tuanya, sebut

saja nana, sekarang tinggal bersama ibunya. Sekarang nana bersama

ibunya tinggal dirumah neneknya. Bersama ibu dan neneknya ia

menjalani hidup bersama tanpa didampingi sang ayah. Sedangkan

ayahnya berada di rumah yang dulu ia bersama ibunya tinggal.

Sekarang nana hidup dilingkungan yang baru di tempat

neneknya. Di lingkungan yang baru ini, ia mulai belajar untuk

bersosial dengan tetangga sekitar. Nana mulai berkenalan dengan

tetangga satu dengan tetangga yang lainnya. Perkenalan itu dimulai

dari sapa menyapa di jalan, beli kopi di warung, ataupun ikut

kumpulan remaja dikampung.

Di lingkungannya yang baru nana belajar untuk beradaptasi

dengan temen-teman sebayanya di lingkungan sekitar. Bersama

(59)

barunyalah ia mulai menjalin tali persaudaraan. Di tempat yang baru

ini nana mulai merasakan kenyamanan hidup bersama ibu dan

neneknya.

Di dalam pergaulannya dengan teman-teman barunya,

terkadang nana merasa minder, malu atau kurang percaya diri.

Perasaan ini muncul karena akibat dari perceraian orangtuanya yang

mengakibatkan gangguan dalam beraktivitas menjalani kehidupan

sehari-hari. Walaupun teman-teman sebayanya tidak mengetahui

konflik yang terjadi pada keluarganya namun perasaan minder itu

kerap muncul saat berinteraksi dengannya. Namun dengan rasa optimis

mimin yakin bahwa lambat laut perasaan minder tersebut bisa hilang

dengan sendirinya.

Setelah ayah dan ibunya berpisah, kini nana harus belajar hidup

mandiri. Segala aktivitas harian dirumah nana lakukan bersama dengan

ibun dan nenekya. Mulai dari berkebun, memasak, mencuci,

membersihkan halaman dan lain sebagainya. Segala aktivitas rumah

tangga yang banyak nana kerjakan di sela-sela waktu luang belajarnya.

Pada kondisi demikianlah, yang melatih dirinya untuk tidak tergantung

pada orang lain.

Ibunya menyadari bahwa ia dan anaknya sekarang sudah tidak

lagi tinggal bersama suami (ayah). Beliau menyadari bahwa

sebelumnya ada suami (ayah) yang bekerja mencari nafkah untuk

(60)

sehari-hari, tentunya tidak mungkin menggantungkan biaya hidup dari

hasil kebun ibunya (nenek). Pada kondisi demikian, ibu yang

sebelumnya tidak bekerja, ia harus bekerja untuk menggantikan posisi

suami (ayah) sebagai pencari nafkah atau tulang punggung keluarga.

Akhirnya ibu ini memutuskan untuk mencari lapangan

pekerjaan baru yang tersedia. Dalam kurun waktu kurang lebih 2

bulan, akhirnya ibu ini mendapatkan pekerjaan. Ibu ini bekerja pada

sebuah rumah makan di area salatiga. Ibu berangkat bekerja mulai

pukul 08.00 pagi hingga 9.00 malam. Pendapatan ibunya dari

tempatnya bekerja cukup membantu untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari.

Pada kondisi yang demikian, mengubah seluruh kegiatan

aktivitas nana dalam kesehariannya. Yang semula dilakukan bersama

dengan ibu, sekarang sebagian dilakukannya sendirian. Mulai dari

mencuci baju, menyetrika, membersihkan halaman rumah, dan lain

sebagainya. Hal ini di sadari nana akan tuntutan pekerjaan yang harus

dikerjakan ibunya. Hal ini memacu anak hidup aktif dalam segala hal

kegiatan dirumah.

Dalam hal pemberian nafkah oleh ayah terhadap anaknya

setelah perceraian dilaksanakan secara suka rela. Hal ini dibuktikan

dengan kesadaran ayah dalam pemberian nafkah kepada nana setiap

Gambar

Tabel  kondisi ekonomi siswa-siswi Broken Home di MAN Salatiga

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan

Untuk pengelasan DC seperti stainless steel, paduan nikel disarankan menggunakan elektroda tungsten yang dipadukan dengan thorium oxide (kode warna merah) yang menghasilkan

Muhamad Ramlan Nurmatias-Irwandi merupakan pasangan calon independen adalah salah satu kontestan dalam pemilukada Kota Bukittinggi tahun 2015 yang telah di

Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti bahwa dampak dari kualitas data penjualan dan administrasi dapat mengurangi biaya operasional, dengan objek industri

a. Faktor fisiologis, meliputi kondisi tubuh dan kemampuan pancaindra seorang pembelajar. Jika seluruh faktor fisiologis yang dimiliki seseorang dalam keadaan baik dan

Kriteria Pertama , harus memiliki kontribusi yang lebih besar dibandingkan komoditas lainnya dan menunjukkan trend perkembangan yang positif terhadap total nilai

Alasan lain orang tua laki-laki (ayah) tidak memberikan biaya nafkah anak berkaitan dengan aspek psikologis si anak yang tidak dapat menerima perceraian kedua orang tuanya,

Gangguan penyalahgunaan obat dapat timbul karena proses terhadap sistem politik atau nilai-nilai yang sudah mampu dan bisa juga sebagai sikap menentang terhadap