POTENSI RETRIBUSI PASAR
DI PASAR PETIR KABUPATEN SERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh
IRMA YUNINGSIH NIM.6661100789
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
SERANG, Mei 2015
ABSTRAK
Irma Yuningsih. NIM. 6661100789. Skripsi. Potensi Retribusi Pasar di Pasar Petir Kabupaten Serang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Drs. Oman Supriadi, M.Si dan Pembimbing II: Maulana Yusuf, S.IP., M.Si.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan terkait pemungutan retribusi pasar di Pasar Petir Kabupaten Serang dimana potensi retribusi tersebut belum tergali secara maksimal dikarenakan adanya permasalahan dalam proses pemungutannya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan analisis mengenai potensi retribusi pasar di Pasar Petir Kabupaten Serang dengan harapan agar potensi retribusi pasar di Pasar Petir tersebut dapat tergali secara maksimal sehingga akan memberikan tambahan pemasukan untuk kas daerah. Penelitian ini menggunakan teori Potensi Retribusi Pasar dari Mahmudi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara mendalam, studi dokumentasi dan studi literature atau kepustakaan. Kemudian untuk uji keabsahan data dalam penelitian ini yaitu dengan cara triangulasi (teknik dan sumber) dan membercheck. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pendapatan retribusi pasar di Pasar Petir masih sangat sedikit sehingga kekurangan setoran retribusi pasar masih mengandalkan pendapatan dari iuran yang lain, pedagang tidak mematuhi peraturan yang ada di Pasar Petir dikarenakan kurangnya sosialisasi dan karena belum ada sanksi tegas, Pedagang Kaki Lima (PKL) dan Pedagang Asongan belum termasuk ke dalam subjek retribusi pasar di Pasar Petir. Oleh karena itu peneliti merekomendasikan agar pihak Pasar Petir beserta Dinas terkait agar melakukan sosialisasi secara maksimal kepada para pedagang dan memberikan sanksi tegas atas pelanggarannya, mengganti petugas pasar dengan tingkat pendidikan dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai, mendata Pedagang Kaki Lima (PKL) agar menjadi subjek retribusi pasar, sehingga bisa memperoleh pendapatan retribusi yang maksimal sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
ABSTRACT
Irma Yuningsih. NIM. 6661100789. Script. Market Potency Retribution in Petir Market Serang District. Public Administration Department. Faculty of Social and Political Sciences. Sultan Ageng Tirtayasa University. 1st Advisor: Drs. Oman Supriadi, M.Si and 2nd Advisor: Maulana Yusuf, S.IP., M.Si.
This research was motivated by the problem about retribution market collection in Petir Market Serang District that retribution potency not yet exploited maximally because still many problems in collection process. Therefore, researchers are interested for analysis about market retribution potency in Petir Market Serang District with hopes thatmarket retribution potency in Petir Market Serang District can exploited maximally so will give add on income for local cash. This research used market retribution potency theory from Mahmudi. Methods used in this reserch is descriptive method with qualitative approach. In the selection of informants with purposive technique. The data collection technique used by the observation, in-depth interview, documentation and literature. Then for data legality test in this research is used triangulation (technique and source) and membercheck. This research showed that, market retribution revenue in Petir Market still very little so that shortage levy deposit market still rely on income from other dues, traders don’t comply with existing regulations on Petir Market due to lack of socialization and because there is no strict sanctions, street vendors and hawkers have not been included in the subject market levy in Petir Market. Therefore researcher recommend that the Petir Market along with relevant agencies in order to optimally disseminate to the traders and provide sanction after, replacing the market officers with high education level and quality of human resources are adequate, record vendors in order to be subject to levy market, so obtain the maximum levy income that can increase locally revenue.
“Keberhasilan adalah mampu mengalahkan rasa malas dan mampu menghadapi
segala ujian” (Irma Yuningsih)
“Terkadang, apa yang paling kita inginkan dan cita-citakan dalam hidup ini,
itulah yang jadi ujian terberat untuk kita” (Irma Yuningsih)
“Semua yang ada pada diri kita adalah titipan Allah. Materi, kesehatan, nafas,
jasad, nyawa termasuk orang-orang tercinta semuanya adalah milik Allah. Ketika
Allah berkehendak untuk mengambil kembali titipanNya dari kita, yang bisa kita
lakukan hanyalah... Ikhlas” (Irma Yuningsih)
untuk
Ibu, Bapak & Orang-orang Tercinta
i
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillaahirobbil’alamiin, puji syukur marilah kita panjatkan ke
hadirat Ilahi Robbi yang telah melimpahkan rahmat, inayah dan anugerah-Nya
kepada seluruh umat manusia. Shalawat serta salam semoga tercurah limpah
kepada junjungan teladan insan yakni Nabi besar Muhammad SAW, kepada
keluarga dan sahabatnya serta tak lupa kita selalu menjunjung tinggi dan
meneladani untuk menjadi umatnya. Terima kasih yang terdalam peneliti ucapkan
kepada kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan do’a, motivasi dan kasih
sayang yang tak terhingga.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Skripsi ini berjudul “Potensi
Retribusi Pasar di Pasar Petir Kabupaten Serang”. Dalam proses penyusunan
skripsi ini tentu tak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak, baik secara
moril maupun materil. Maka dengan segenap ketulusan hati, peneliti ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa (Untirta);
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
ii
3. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si., selaku Wakil Dekan I Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta);
4. Ibu Mia Dwiana, S.Sos., M.Ikom., selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta);
5. Bapak Gandung Ismanto, S.Sos., M.Si., selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta);
6. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
(Untirta);
7. Ibu Ipah Ema Jumiati, S.Sos., M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa (Untirta);
8. Bapak Dr. Dirlanudin, M.Si., Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan serta bimbingan selama proses perkuliahan;
9. Bapak Drs. Oman Supriadi, M.Si., Dosen Pembimbing I Skripsi. Terima kasih
atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan selama proses penyusunan
skripsi;
10. Bapak Maulana Yusuf, S.IP., M.Si., Dosen Pembimbing II Skripsi. Terima
kasih atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan selama proses
penyusunan skripsi;
11. Tim Penguji Proposal dan Sidang Skripsi: Ibu Titi Stiawati, M.Si., Ibu
Listyaningsih, M.Si., Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Terima kasih atas
iii
12. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta).
Terima kasih atas bimbingan, motivasi serta bantuan yang telah diberikan baik
selama proses penyusunan skripsi maupun selama proses perkuliahan;
13. Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten
Serang, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Wilayah Tengah (Pasar
Petir, Pasar Ciruas dan Pasar Dukuh) Bpk. Ma’mun Dian Purnama,
Koordinator Pasar Petir (Kepala/Mantri Pasar) Bpk. H. Hasan beserta Para
Staf, Pedagang dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu. Terima kasih
atas kesediaannya membantu dan memberikan data dan informasi dalam
proses penyusunan skripsi ini;
14. Kedua orang tuaku tercinta, kakak-kakak dan adik-adikku. Terima kasih yang
teramat mendalam atas segala dukungan, do’a, motivasi serta kasih sayang
yang tak terhingga;
15. Sahabat-sahabatku dan semua orang-orang terdekat, baik di dalam maupun di
luar lingkungan kampus Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), terima
kasih atas kesediaannya untuk memberikan bantuan dan motivasi dalam
proses penelitian ini;
16. Kawan-kawan seperjuangan Program Studi Ilmu Administrasi Negara
khususnya Kelas A dan Kelas B Reguler. Terima kasih atas kebersamaan,
motivasi dan perjuangan selama proses perkuliahan;
17. Serta semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu, peneliti
iv
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tak luput dari kesalahan.
Peneliti memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini.
Maka dari itu, dengan segala keterbukaan dan kelapangan dada, peneliti bersedia
menerima segala tegur sapa dan saran yang membangun guna perbaikan pada
skripsi ini. Akhir kata, peneliti ucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Serang, Mei 2015
Peneliti
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ………...…………...
DAFTAR ISI ………...…….
DAFTAR TABEL ...
DAFTAR GAMBAR ...
DAFTAR LAMPIRAN ...
BAB I PENDAHULUAN ...………...……
1.1 Latar Belakang Masalah ………...………
1.2 Identifikasi Masalah ...
1.3 Batasan Masalah ...
1.4 Rumusan Masalah ...
1.5 Tujuan Penelitian …………...……...………...…...
1.6 Manfaat Penelitian ... i
v
viii
ix
x
1
1
16
17
17
17
vi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR PENELITIAN ...
2.1 Tinjauan Pustaka ...….
2.1.1 Konsep Manajemen Publik ...
2.1.2 Manajemen Penerimaan Daerah ...
2.1.3 Konsep Retribusi Daerah ...
2.1.4 Konsep Retribusi Pasar ...
2.1.5 Potensi Retribusi Pasar ...
2.2 Penelitian Terdahulu ...
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ...
2.4 Asumsi Dasar ...
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..………...
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ...
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian ...
3.3 Lokasi Penelitian ...
3.4 Variabel Penelitian ...
3.4.1 Definisi Konsep ...
3.4.2 Definisi Operasional ...
3.5 Instrumen Penelitian ...
3.6 Informan Penelitian ...
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...
3.7.1 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 19
19
20
29
32
40
41
43
45
47
48
48
50
50
51
51
52
54
60
62
vii
3.7.2 Uji Keabsahan Data ...
3.8 Jadwal Penelitian ...
BAB IV PEMBAHASAN ...………...
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ...
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Serang ...
4.1.2 Gambaran Umum Keadaan Pasar Petir Kabupaten Serang ...
4.2 Deskripsi Data ...
4.2.1 Daftar Informan Penelitian ...
4.2.2 Deskripsi Data Penelitian...
4.2.3 Hasil Penelitian ...
4.3 Pembahasan ...
BAB V PENUTUP ...………...
5.1 Kesimpulan ...
5.2 Saran ...
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
66
67
68
68
68
78
81
81
82
85
139
161
161
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Klasifikasi Jumlah Pedagang dan Jenis Tempat Usaha di
Pasar Petir Kabupaten Serang ... 8
Tabel 1.2 Data Potensi Retribusi di Pasar Petir Kabupaten Serang ... 9
Tabel 1.3 Potensi Retribusi Pasar Petir Per Tahun ... 10
Tabel 1.4 Tarif Retribusi Pelayanan Pasar ... 14
Tabel 3.1 Pedoman Wawancara ... 58
Tabel 3.2 Daftar Informan Penelitian ... 61
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ... 67
Tabel 4.1 Nama Kecamatan dan Luas Wilayah di Kabupaten Serang ... 70
Tabel 4.2 Jenis dan Jumlah Fasilitas yang Dimiliki oleh Pasar Petir Kabupaten Serang 2013 ... 81
Tabel 4.3 Daftar Informan Penelitian ... 82
Tabel 4.4 Pengkodean (coding) ... 84
Tabel 4.5 Jenis dan Jumlah Fasilitas yang Dimiliki oleh Pasar Petir Kabupaten Serang 2013 ... 92
Tabel 4.6 Kondisi Fasilitas yang Dimiliki oleh Pasar Petir Kabupaten Serang 2013 ... 140
Tabel 4.7 Hasil Penilaian mengenai Fasilitas Pasar Petir ... 141
Tabel 4.8 Hasil Penilaian mengenai Jenis Dagangan di Pasar Petir ... 144
Tabel 4.9 Hasil Penilaian mengenai Petugas Pemungut Retribusi Pasar di Pasar Petir ... 148
Tabel 4.10 Hasil Penilaian mengenai Tarif Retribusi Pasar di Pasar Petir... 150
Tabel 4.11 Hasil Penilaian mengenai Jumlah Kios dan Los di Pasar Petir.. 154
Tabel 4.12 Hasil Penilaian mengenai Luas Pasar dan Area Kaki Lima di Pasar Petir ... 155
Tabel 4.13 Hasil Penilaian mengenai Jumlah Pedagang di Pasar Petir ... 158
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 47
Gambar 3.1 Analisis Data Menurut Miles dan Huberman ... 63
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Serang ... 69
Gambar 4.2 Pasar Petir ... 78
Gambar 4.3 Bagan Struktur Organisasi UPT Pasar Wilayah Tengah ... 80
Gambar 4.4 Kegiatan Pengangkutan Sampah di Pasar Petir oleh DTRBP Kabupaten Serang ... 91
Gambar 4.5 Kios-kios di Pasar Petir yang Non Aktif ... 117
Gambar 4.6 Los-los di Pasar Petir yang Non Aktif ... 117
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2 Pedoman Wawancara
Lampiran 3 Daftar Informan penelitian
Lampiran 4 Transkrip Wawancara
Lampiran 5 Membercheck
Lampiran 6 Catatan Lapangan
Lampiran 7 Dokumentasi Observasi Penelitian
Lampiran 8 Dokumentasi Kegiatan Wawancara
Lampiran 9 Data-data Pendukung Hasil Penelitian
Lampiran 10 Lembar Bimbingan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Otonomi daerah membawa paradigma sistem pemerintahan dari
sentralisasi menjadi desentralisasi, yaitu dengan memberikan keleluasaan
kepada daerah dalam mewujudkan daerah otonom yang luas dan
bertanggungjawab untuk mengurus semua urusan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai kondisi dan potensi wilayahnya. Kebijakan otonomi daerah
merupakan peluang sekaligus tantangan bagi daerah. Pemberian otonomi
daerah tersebut pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektiftas penyelenggaraan pemerintahan daerah, terutama dalam pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat.
Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah baik berupa
kebijakan otonomi daerah maupun desentralisasi fiskal menuntut pemerintah
daerah kabupaten untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam membiayai
kegiatan pembangunan dengan kapasitas fiskal yang dimiliki daerah. Salah
satu penyelenggaraan otonomi daerah adalah kemampuan pemerintah daerah
dalam mengelola keuangan daerah sebagai modal untuk penyelenggaraan
segala urusan pemerintahannya. Setiap daerah memiliki kewenangan untuk
menggali sumber keuangan sendiri secara mandiri. Pendapatan Asli Daerah
(PAD) diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam
2
karenanya harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal
dari daerah sendiri. Berdasarkan hal itu, perlu adanya upaya peningkatan
pendapatan daerah, salah satunya dalam hal peningkatan retribusi sebagai
salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Keuangan daerah merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Keuangan daerah merupakan salah
satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam
mengatur keuangan daerahnya. Selain itu, keuangan daerah juga memberikan
kontribusi yang tidak sedikit dalam pelaksanaan pembangunan daerah, maka
daerah harus mempunyai sumber-sumber keuangan sendiri yang memadai.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah
kedua kalinya menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Pemerintahan Daerah, menjelaskan bahwa salah satu hak daerah dalam
menyelenggarakan otonomi yaitu memungut pajak daerah dan retribusi
daerah. Berdasarkan pasal tersebut berarti kabupaten atau kota memiliki
kewenangan yang luas untuk mengembangkan potensi dan kemampuan yang
dimiliki masing-masing. Daerah kabupaten atau kota juga memiliki
kewenangan untuk membuat kebijakan daerah dalam memberikan pelayanan
kepada publik dengan baik, meningkatkan peran serta, prakarsa, dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Selain itu, daerah juga diberikan kewenangan untuk melakukan
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai salah satu sumber
3
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah maka
daerah memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan daerahnya
masing-masing dalam membiayai rumah tangganya sendiri serta untuk
pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, daerah harus dapat
menghimpun dana sebesar-besarnya untuk membiayai semua program
pembangunannya. Pembangunan akan berjalan dengan baik jika didukung
biaya dan sumber daya manusia yang baik pula. Untuk itu peningkatan sumber
pendapatan daerah dipandang sebagai salah satu cara yang efektif untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
salah satu sumber-sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah
(PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan
sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimaksud salah satunya yaitu
terdiri dari Retribusi Daerah. Berdasarkan pasal tersebut berarti Retribusi
Daerah memiliki peranan yang potensial sebagai sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Pengelolaan retribusi daerah dilakukan oleh masing-masing
daerah dan selanjutnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan
4
salah satu pungutan retribusi daerah adalah retribusi pasar. Retribusi pasar ini
termasuk dalam retribusi jasa umum yang memberikan kontribusi yang cukup
potensial terhadap peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Retribusi merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang telah
dilaksanakan di Indonesia sejak awal kemerdekaan. Sumber penerimaan ini
tetap terus dipertahankan sampai era otonomi dewasa ini. Penetapan retribusi
daerah sebagai sumber penerimaan daerah ditetapkan dengan dasar hukum
yang kuat, khususnya undang-undang tentang pemerintahan daerah, maupun
tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, retribusi
dikelola oleh pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan objek-objek
retribusi daerah yang telah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Dimana objek-objek retribusi yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha
dan retribusi perizinan tertentu.
Selanjutnya, menurut Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Serang
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, pada Bab II Bagian
Kesatu pasal 2, Jenis dan Golongan Retribusi Jasa Umum salah satunya
disebutkan yaitu Retribusi Pelayanan Pasar. Pada kutipan lampiran Peraturan
Daerah (Perda) tersebut di atas, jelas bahwa retribusi pasar atau pelayanan
pasar merupakan salah satu dari jenis atau golongan retribusi daerah yang
termasuk ke dalam retribusi jasa umum yang keberadaannya cukup
dimanfaatkan oleh masyarakat. Retribusi pasar memberikan banyak manfaat
5
Manfaat retribusi bagi para pengguna pasar antara lain untuk memenuhi
serta meningkatkan pelayanan dalam hal penyediaan, penggunaan dan
perawatan fasilitas pasar yang berupa halaman atau pelataran, kios dan los
yang dikelola oleh pemerintah. Sedangkan manfaat retribusi pasar untuk
pemerintah daerah adalah sebagai salah satu sumber pemasukan retribusi
daerah yang cukup potensial untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Begitu pula halnya dengan Retribusi Pasar di Pasar Petir Kabupaten
Serang.
Kemudian, pada pasal 16 Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Serang
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, dijelaskan bahwa
Retribusi Pelayanan Pasar dipungut sebagai pembayaran atas jasa penyediaan
fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa pelataran, los dan kios yang
dikelola oleh pemerintah daerah dan khusus disediakan untuk pedagang. Pada
pasal ini juga dijelaskan objek retribusi pelayanan pasar yaitu berupa
penyediaan fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa pelataran, los dan kios
yang dikelola oleh pemerintah daerah, bukan yang dikelola oleh Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau pihak
Swasta. Selanjutnya, pada pasal 17 dijelaskan, subjek retribusi pelayanan
pasar adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan fasilitas di pasar.
Sedangkan wajib retribusi pasar adalah pihak yang menerima atau
menggunakan fasilitas tempat berjualan di pasar serta pemungut (kolektor)
6
jasa retribusi pelayanan pasar didasarkan atas luas, jenis tempat dan kelas
pasar yang digunakan.
Pasar Petir merupakan salah satu pasar tradisional yang ada di
Kabupaten Serang Provinsi Banten, tepatnya berada di Jalan Raya
Petir-Serang, Kampung Pasanggarahan, Desa Mekar Baru, Kecamatan Petir. Pasar
Petir merupakan salah satu pusat kegiatan jual beli bagi masyarakat
Kecamatan Petir dan sekitarnya mulai dari masyarakat menengah ke bawah
sampai masyarakat menengah ke atas. Sebagai pasar tradisional, Pasar Petir
memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian
khususnya dalam kegiatan perekonomian rakyat terutama bagi masyarakat
menengah ke bawah.
Ruang lingkup pangsa pasar di Pasar Petir cukup luas, mengingat Pasar
Petir merupakan pasar tradisional terbesar yang ada di Kabupaten Serang
wilayah tengah. Hal tersebut menjadi peluang besar bagi Pasar Petir untuk
menarik konsumen. Ruang lingkup pangsa pasar yang dimaksud adalah
masyarakat sekitar wilayah Kecamatan Petir yang merupakan konsumen
utama untuk Pasar Petir diantaranya yaitu masyarakat Desa Mekar Baru, Desa
Tambiluk, Desa Petir, Desa Sanding, Desa Sindang sari, Desa Cireundeu dan
seluruh Desa yang ada di Kecamatan Petir serta kecamatan-kecamatan di
sekitar Pasar Petir diantaranya yaitu Kecamatan Tunjung Teja, Kecamatan
Cikeusal dan Kecamatan Pamarayan.
Pasar Petir secara administratif berada di bawah Dinas Koperasi,
7
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pasar untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pasar Wilayah Tengah yang meliputi Pasar Petir, Pasar Baros dan Pasar
Dukuh. Pasar Petir merupakan pasar tradisional terbesar yang ada di Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pasar wilayah tengah. Selain itu, lokasi pasar Petir
juga cukup strategis dan tempatnya mudah diakses. Pasar Petir berada pada
jalur khatulistiwa yang menghubungkan Kabupaten Serang, Kota Serang,
Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak.
Pasar Petir menyediakan dua jenis tempat usaha yaitu kios dan los.
Selain itu, Pasar Petir sudah dilengkapi dengan fasilitas listrik, toilet, mushola,
ruangan administrasi pasar, tempat penampungan sampah dan area parkir yang
cukup luas. Bentuk fisik bangunan Pasar Petir yaitu berupa barisan-barisan los
dan kios yang cukup rapi namum tidak berbentuk gedung, sehingga untuk kios
atau los yang berada di pinggir, ketika turun hujan airnya menyemprot ke
dalam kios atau los. Sebaliknya, ketika cuaca panas kondisi pasar menjadi
penuh debu bahkan sampai masuk ke dalam kios yang tentunya akan merusak
barang dagangan. Kemudian, area parkir yang luas belum dilengkapi dengan
atap dan paving block, sehingga ketika hujan tanahnya menjadi becek dan
ketika cuaca panas area parkir menjadi sangat gersang dan tidak nyaman.
Jenis dagangan yang tersedia di Pasar Petir diantaranya yaitu beras,
sembako, pakaian jadi, makanan ringan, makanan jadi, ikan, daging,
sayur-sayuran dan berbagai kebutuhan lainnya. Jumlah dan klasifikasi
masing-masing jenis dagangan yang ada di Pasar Petir untuk lebih jelas dapat dilihat
8 Tabel 1.1
Data Klasifikasi Jumlah Pedagang dan Jenis Tempat Usaha di Pasar Petir Kabupaten Serang
No Jenis Dagangan Jumlah Jenis Tempat
1 Beras 7 Kios
2 Sembako 74 42 Kios Los
3 Makanan Ringan 9 Kios
4 Bakso 5 Kios
5 Buah-Buahan 2 2 Kios Los
6 Emas 30 Kios
7 Aksesoris 2 Kios
8 Kosmetik 11 Kios
9 Buku/Kitab 1 Kios
10 Elektronik 3 Kios
11 Jam 1 Kios
12 Kelontongan 3 Kios
13 Pakaian Jadi 129 Kios
14 Sendal, Sepatu, Tas 6 3 Kios Los
15 Jahit 2 Kios
16 Pupuk 2 Kios
17 Pindang 2 Kios
18 Ikan Basah 16 Los
19 Ayam Potong 11 Los
20 Daging 2 Los
21 Sayuran 5 Los
22 Kue 1 Kios
23 Mainan 1 Kios
Jumlah Kios 290
Jumlah Los 88
9
Potensi retribusi di Pasar Petir cukup besar sebagai salah satu sumber
pendapatan retribusi daerah. Berdasarkan hasil observasi di lapangan,
didapatkan data objek retribusi pelayanan pasar di Pasar Petir yaitu terdiri dari
kios dan los. Kemudian, subjek retribusi pelayanan pasar di Pasar Petir yaitu
jumlah kios dan los atau pedagang yang ada di Pasar Petir, yaitu kios 290 unit
dan jumlah los 88 unit. Jumlah tersebut tentu dapat memberikan pendapatan
yang cukup besar bagi kas daerah. Daftar jumlah kios dan los di Pasar Petir
untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.2
Data Potensi Retribusi di Pasar Petir Kabupaten Serang
KIOS LOS
Jumlah
Pedagang Pasar Hari
Aktif Non Aktif Jumlah (Rp/Hari) Aktif Tarif Aktif Jumlah Non (Rp/Hari) Tarif
200 90 290 2.000,- 50 38 88 1.500,- 250 Selasa & Sabtu
Sumber: Diskoperindag UPT Pasar Kabupaten Serang, (Data Diolah, 2014)
Berdasarkan data Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan
(Diskoperindag) Kabupaten Serang Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
Pasar untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Wilayah Tengah (Pasar Petir,
Pasar Baros dan Pasar Dukuh) target perolehan retribusi pasar di Pasar Petir
dalam satu tahun yaitu berjumlah Rp. 108.168.000,-. Jumlah tersebut
merupakan hasil penghitungan dari jumlah pedagang yang buka pada hari
10
Jum’at dan Minggu) dikalikan dengan besar tarif masing-masing jenis tempat
(Kios atau Los) dan dikalikan dengan jumlah hari dalam satu tahun. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.3
Potensi Retribusi Pasar Petir Per Tahun
Nama
Hari Pedagang Jumlah
Jumlah Hari dlm
1 Bln
Tarif Retribusi
(Rp)
Jumlah Bulan dlm
1 Thn
Jumlah Retribusi (Rp)
Hari Pasar
200 8 Hari 2.000,- 12 Bulan 38.400.000,-
50 8 Hari 1.500,- 12 Bulan 7.200.000,-
Non Pasar
90 22 Hari 2.000,- 12 Bulan 47.520.000,-
38 22 Hari 1.500,- 12 Bulan 15.048.000,-
Jumlah Pendapatan Retribusi dalam 1 Tahun 108.168.000,-
Sumber: Diskoperindag UPT Pasar Kabupaten Serang, (Data Diolah, 2014)
Jumlah pendapatan retribusi pasar di Pasar Petir seperti pada tabel di
atas dapat dikatakan belum sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.
Sebenarnya potensi retribusi pasar yang ada di Pasar Petir lebih dari jumlah
tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, peneliti melakukan
penghitungan terhadap potensi retribusi pasar di pasar Petir, hasil
penghitungan tersebut yaitu sebesar Rp. 256.320.000,- pertahun, dengan
11
retribusi perharinya yaitu sebesar Rp. 712.000,-. Sementara potensi retribusi
pasar di Pasar Petir yang ditentukan oleh Diskoperindag yaitu sebesar Rp.
108.168.000,- pertahun, Rp. 9.014.000 perbulan dan Rp. 300.467,-. Jadi,
selisih potensi retribusi pasar di Pasar Petir sebesar Rp. 148.152.000,-
pertahun, Rp. 12.346.000,- perbulan dan Rp. 411.533,- perhari.
Jumlah tersebut tentu bukan jumlah yang tidak sedikit. Pasar Petir dan
Daerah Kabupaten Serang secara umum kehilangan potensi retribusi pasar.
Namun, dibalik semua itu tentu ada permasalahan yang melatarbelakangi
kenapa potensi retribusi tersebut tidak dapat tergali. Permasalahan tersebut
tentu harus diatasi agar potensi retribusi pasar di Pasar Petir dapat tergali
secara maksimal. Sehingga dapat menambah pendapatan daerah Kabupaten
Serang.
Pemungutan retribusi pasar di Pasar Petir Kabupaten Serang bukan
tanpa kendala, terdapat berbagai permasalahan dalam pemungutannya.
Adanya permasalahan dalam pemungutan retribusi Pasar Petir tentu akan
berdampak pada hasil perolehan atau pendapatannya. Berdasarkan hasil
observasi ke lapangan yaitu tepatnya di Pasar Petir dan Dinas Koperasi,
Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Serang Unit
Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pasar untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Pasar Wilayah Tengah (Pasar Petir, Pasar Baros dan Pasar Dukuh), peneliti
menemukan beberapa permasalahan dalam proses pemungutan retribusi pasar
12
Permasalahan yang ada dalam pemungutan retribusi di Pasar Petir
diantaranya yaitu, masih ada objek dan subjek retribusi pasar sebagai potensi
retribusi pasar di Pasar Petir yang belum masuk ke dalam data sumber
pendapatan retribusi pasar di Pasar Petir yang masuk ke Kas Daerah. Saat ini,
objek retribusi pasar di Pasar Petir hanya kios dan los, padahal di lapangan
peneliti menemukan satu lagi objek retribusi di Pasar Petir yaitu auning
(unit-unit yang berupa deretan los-los tanpa sekat yang ditujukan untuk tempat
berdagang para pedagang kaki lima). Selain para pedagang yang ada pada
kios dan los, masih banyak pedagang lain yang diminta pungutan retribusi,
namun belum masuk ke dalam wajib retribusi (Subjek Retribusi) Pasar Petir.
Pedagang yang dimaksud seperti pedagang kaki lima (PKL), pedagang
keliling yang mangkal di Pasar Petir misalya pedagang baso, pedagang es,
pedagang asongan dan sebagainya. Jumlah pedagang tersebut belum terdata
sebagai bagian dari subjek retribusi pasar di Pasar Petir, karena memang
mereka tidak memiliki tempat berjualan yang tetap seperti halnya pedagang
yang berada di kios atau los.
Masalah yang selanjutnya yaitu, kurangnya upaya dan sikap dari
petugas pemungut retribusi pasar di Pasar Petir dalam mengatasi
permasalahan retribusi. Sikap yang dimaksud dalam hal ini adalah ketegasan
dalam melakukan pemungutan retribusi, bagaimana agar pedagang mau dan
patuh bersedia membayar retribusi sesuai dengan peraturan yang ada di
Perda. Kemudian upaya yang dimaksud misalnya tindakan-tindakan atau cara
13
khususnya dalam hal kepatuhannya dalam membayar retribusi pasar, mulai
dari memberitahukan (sosialisasi), pelaksanaan sampai dengan memberi
tindakan (sanksi) apabila ada penyimpangan terhadap aturan. Dalam hal ini,
Bapak Ma’mun Dian Purnama selaku Kepala UPT Pasar Wilayah Tengah
Diskoperindag Kab Serang menyatakan bahwa memang petugas kurang tegas
dalam mengatasi masalah retribusi “Itu memang kurang ketegasan dari
petugas kita” (Wawancara: Senin 7 April 2014, Pukul 10.07 WIB, di UPTD
Pasar Diskoperindag Kabupaten Serang).
Masalah yang selanjutnya atau ketiga yaitu, masih banyak kios dan los
yang belum digunakan oleh pemiliknya untuk berjualan (non aktif). Unit-unit
tersebut dibiarkan kosong tanpa digunakan untuk kegiatan jual-beli oleh
pemiliknya. Kios dan los tersebut harusnya menjadi sumber pendapatan atau
potensi retribusi pasar di Pasar Petir. Kondisi tersebut mengakibatkan Pasar
Petir secara khusus dan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang secara umum
menjadi kehilangan potensi retribusi pasar. Padahal jika semua kios dan los di
Pasar Petir aktif digunakan atau dibuka, maka tentu akan menambah
pendapatan retribusi Pasar Petir yang kemudian akan memberikan
peningkatan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dari jumlah kios 290 unit
dan los 88 unit tidak semuanya aktif melakukan kegiatan jual-beli setiap
harinya, seperti yang ada pada tabel 1.2 dari jumlah kios 290 unit dan los 88
unit, yang aktif hanya 200 unit kios dan 50 unit los.
Permasalahan selanjutnya atau keempat yaitu, kurangnya kepatuhan
14
kewajibannya (retribusi) sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Peraturan yang dimaksud yakni peraturan yang telah ditetapkan di dalam
Perda (Perda Kab.Serang No.1 Th.2011) baik dalam hal jenis objek retribusi
maupun tarif retribusi yang harus dibayar. Misalnya, untuk kios ditetapkan
tarif retribusinya adalah Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) dan untuk los tarif
retribusinya adalah Rp 1.500,- (seribu lima ratus rupiah), namun kebanyakan
pedagang hanya membayarkan Rp. 1.000,- (seribu rupiah). Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Ma’mun selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Pasar Wilayah Tengah (Pasar Petir), “Salah satu hambatan dalam
pemungutan retribusi yaitu banyaknya pedagang di Pasar Petir yang kurang
patuh pada aturan, misalnya tarif retribusi maunya semua pedagang tarifnya
dipukul rata Rp. 1.000,- padahal kan tarifnya bukan segitu, kan sudah jelas
tarif untuk kios Rp. 2.000,- dan untuk los Rp. 1.500,-” (Wawancara: 27
Maret 2014, di UPTD Pasar Diskoperindag Kabupaten Serang). Berikut
adalah rincian tarif retribusi pasar sesuai jenisnya:
Tabel 1.4
Tarif Retribusi Pelayanan Pasar
LOKASI BANGUNAN JENIS LUAS (M2)
TARIF
Rp/M2 Rp/Hr Rp/Bln
15
LOKASI BANGUNAN JENIS LUAS (M2)
TARIF
Rp/M2 Rp/Hr Rp/Bln
3x3 250,- 2.000,- 60.000,- c. Auning 1,5x1,5 200,- 500,- 15.000,- 2x1,5 200,- 500,- 15.000,-
Sumber: Lampiran V Perda Kabupaten Serang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum
Masalah yang terakhir atau kelima yaitu, potensi retribusi pasar di Pasar
Petir yang belum tergali secara maksimal. Target retribusi pasar di Pasar Petir
masih sulit tercapai dan jumlah nominal targetnya tidak/belum sesuai dengan
potensi yang ada. Hal inilah yang menjadi tolak ukur pencapaian retribusi
pasar di Pasar Petir. Ketercapaian target retribusi pasar di Pasar Petir
tergantung pada hasil pendapatan retribusi setiap harinya. Banyaknya
permasalahan yang ada dalam pemungutan retribusi ini akan menghambat
katercapaian target, baik permasalahan dari pedagang maupun dari petugas
atau pihak-pihak terkait lainnya. Target retribusi pasar secara umum
ditentukan dalam kurun waktu satu tahun, pada pelaksanaannya jumlah target
tersebut tidak langsung disetorkan dalam satu tahun tetapi disetorkannya bisa
per bulan, per minggu atau perhari. Retribusi yang telah dikumpulkan oleh
petugas pemungut akan disetorkan ke Kas Daerah melalui Dinas-dinas
terkait.
Mengingat retribusi pasar merupakan salah satu sumber penerimaan
daerah yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap Pendapatan Asli
16
Petir, maka potensi retribusi pasar di Pasar Petir harus digali secara maksimal
serta perlu adanya upaya untuk mengatasi permasalahan dalam pemungutan
retribusi pasar di Pasar Petir demi meningkatkan pendapatan retribusi pasar
tersebut yang kemudian akan memberikan peningkatan pada Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti
merasa tertarik untuk melakukan kajian melalui sebuah penelitian yang
berjudul “Potensi Retribusi Pasar di Pasar Petir Kabupaten Serang”.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas, maka peneliti
dapat mengidentifikasi masalah yang ada pada fokus penelitian dan hasil
observasi awal, maka identifikasi masalah-masalah pada penelitian ini
diantaranya:
1. Masih adanya objek dan subjek retribusi pasar yang belum termasuk
sebagai potensi retribusi pasar di Pasar Petir;
2. Kurangnya upaya dan sikap dari petugas pemungut retribusi di Pasar Petir
dalam mengatasi permasalahan retribusi;
3. Masih banyaknya kios dan los yang tidak aktif yang mengakibatkan
hilangnya potensi retribusi pasar di Pasar Petir;
4. Kurangnya kepatuhan para wajib retribusi pasar (Pedagang) di Pasar Petir
untuk membayar kewajibannya (retribusi) sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan;
17 1.3Batasan Masalah
Batasan masalah penelitian ditujukan untuk memberikan batasan studi
yang dilakukan, oleh karena itu pembatasan masalah penelitian sangat penting
dalam proses penelitian. Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu dengan
mengetahui dan menganalisis potensi retribusi pasar di Pasar Petir Kabupaten
Serang serta menemukan solusi atas permasalahan yang ada dalam
pemungutan retribusi pasar di Pasar Petir Kabupaten Serang.
1.4Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah rumusan permasalah dalam bentuk kalimat
pertanyaan yang dipergunakan untuk mencari jawaban atas masalah
penelitian. Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah
dipaparkan di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian. Adapun
perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: “Bagaimana Potensi Retribusi
Pasar di Pasar Petir Kabupaten Serang dalam meningkatkan pendapatan
daerah Kabupaten Serang?”.
1.5Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pada hakikatnya adalah rangkaian hasil penelitian
yang merupakan jawaban yang diharapkan akan didapatkan dari perumusan
masalah penelitian. Berkaitan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menganalisis Potensi Retribusi
18
daerah Kabupaten Serang serta menemukan jawaban dan solusi atas
permasalahan yang ada dalam pemungutan retribusi pasar di Pasar Petir
Kabupaten Serang.
1.6Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis bermafaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan
yang diharapkan dapat digunakan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan Ilmu Administrasi Negara
khususnya yang berkaitan dengan bidang Manajemen Publik, yaitu
tepatnya Manajemen Keuangan Daerah dan Retribusi Pasar.
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Untuk meningkatkan kualitas belajar dan referensi berfikir serta
memberikan wawasan yang luas bagi seluruh mahasiswa
khususnya peneliti;
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dan memberikan informasi terkait kondisi real yang terjadi di
lapangan serta dapat dijadikan sebagai masukan positif dan bahan
evaluasi bagi semua pihak terkait hasil penelitian yang telah
dilakukan;
3. Mengetahui secara langsung bagaimana Potensi Retribusi Pasar di
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1Tinjauan Pustaka
Setiap penelitian selalu menggunakan teori. Teori berperan sebagai
acuan dalam pemecahan masalah dan sebagai pisau analisis dari permasalahan
yang ada dalam penelitian. Teori yang digunakan dalam ilmu sosial sama
peranannya dengan teori yang digunakan dalam ilmu lainnya seperti ilmu
pendidikan, biologi, fisika, kimia ataupun ilmu-ilmu yang lainnya. Menurut
Kerlinger (Basrowi dan Suwandi, 2008: 37), teori adalah seperangkat konstruk
(konsep), definisi dan proporsi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara
sistematik, melalui spesifikasi hubungan antarvariabel, sehingga dapat
berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Kemudian, menurut
oleh Hoy dan Miskel (Sugiyono, 2012: 54) yaitu, “Theory Is a set of
interrelated concepts, assumptions, and generalizations that systematically
describes and explains regularities in behavior in organizations”. Pendapat
tersebut menjelaskan bahwa, teori didefinisikan sebagai seperangkat konsep,
asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan
menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi baik organisasi formal
maupun organisasi informal. Berdasarkan definisi tersebut ada tiga kegunaan
20
1. Teori berkenaan dengan konsep, asumsi dan generalisasi yang logis;
2. Teori berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi
perilaku yang memiliki keteraturan;
3. Teori sebagai stimulant dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan.
2.1.1 Konsep Manajemen Publik
Pasolong (2011: 83) memberikan definisi bahwa pada dasarnya
manajemen publik yaitu manajemen instansi pemerintah. Kemudian
Keban mengatakan, manajemen publik bukan “policy analisis”, bukan
juga administrasi publik, atau kerangka yang lebih baru (2004: 85).
Selanjutnya, Overman dalam Keban (2004: 85), mengemukakan
bahwa manajemen publik bukanlah “scientific management”,
meskipun sangat dipengaruhi oleh “scientific management”. Dalam
pengertian ini lebih memfokuskan dari manajemen publik, dan
mengatakan bahwa adanya perbedaan dari administrasi publik dengan
manajemen publik atau policy analysis. Manajemen benar-benar
sebagai sebuah pengaturan yang berhubungan dengan permasalahan
sosial atau menunjang kinerja aktor dari pemerintah dalam bentuk
penataan organisasi.
Studi manajemen publik umumnya mengarah kepada
masalah-masalah kebijakan yang nyata dan diaplikasikan untuk meningkatkan
pelayanan publik. Manajemen publik secara mendasar dapat diartikan
21
publik merupakan perpaduan dari perencanaan, pengorganisasian, dan
pengendalian fungsi manajemen dengan manajemen sumber daya
manusia, keuangan, informasi fisik dan sumber daya politik. Dalam hal
ini dapat disimpulkan bahwa manajemen publik merupakan sebuah
kinerja kompleks dari aktornya yaitu pemerintah dan seluruh
pegawainya untuk melayani publik dengan sebaik-baiknya dan publik
merasa terpenuhi semua keinginannya dengan bagusnya kinerja atau
pengaturan dari dalam organisasi publik itu sendiri. Pengaturannya
yang bukanlah murni untuk sekedar mencapai profit organisasi
melainkan melayani konsumen yang berupa masyarakat sehingga
harus memperhatikan manajemen semua aspek yang menjadi
penunjang kinerja organisasi.
Definisi paling sederhana sekaligus paling klasik tentang
manajemen mengatakan bahwa manajemen adalah seni memperoleh
hasil melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh orang lain,
(Siagian, 2005: 1). Manajemen berasal dari kata to manage yang
artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur
berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi, manajemen
itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang
diinginkan, (Hasibuan, 2007: 1).
Menurut Terry dan Leslie (2009: 1), Manajemen adalah suatu
proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau
22
organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Selain itu, manajemen
adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai suatu tujuan tertentu, Andrew F. Sikula (Hasibuan, 2007: 2)
mengatakan bahwa:
“Management in general refers to planning, organizing, controlling, staffing, leading, motivating, communicating and decision making activities performed by any organization in order to coordinate the varied resources of the enterprise so as to bring an efficient creation of some product or service”. (Manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien).
Selanjutnya, Harold Koontz dan Cyril O’Donnel (Hasibuan,
2007: 2) mendefinisikan bahwa:
“Management is getting things done through people. In bringing about coordinating of group activity, the manager, as a manager plans, organizes, staffs, direct and control the activities other people”. Artinya, manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan pengendalian.
Manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan,
dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upayanya
yang terbaik melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang
23
memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan mengatur
efektifitas dari usaha-usaha mereka. Selanjutnya perlu menetapkan
dan memelihara pula suatu kondisi lingkungan yang memberikan
respon ekonomis, psikologis, sosial, politis dan
sumbangan-sumbangan teknis serta pengendaliannya, (Terry, 2008: 9).
Adapun asas-asas umum manajemen (general principles of
management), menurut Henry Fayol (Handoko, 2003: 46-47) yaitu
sebagai berikut:
1. Division of work (asas pembagian kerja);
2. Authority and responsibility (asas wewenang dan tanggung jawab);
3. Discipline (asas disiplin);
4. Unity of command (asas kesatuan perintah);
5. Unity of direction (asas kesatuan jurusan atau arah);
6. Subordination of individual interest into general interest (asas kepentingan umum di atas kepentingan pribadi);
7. Remuneration of personnel (asas pembagian gaji yang wajar); 8. Centralization (asas pemusatan wewenang);
9. Scalar of chain (asas hierarki atau asas rantai berkala); 10. Order (asas keteraturan);
11. Equity (asas keadilan); 12. Initiative (asas inisiatif);
13. Esprit de corps (asas kesatuan);
14. Stability of turn-over personnel (asas kestabilan masa jabatan).
Pada dasarnya setiap aktivitas atau kegiatan selalu mempunyai
tujuan yang ingin dicapai. Tujuan individu adalah untuk dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya berupa materi dan nonmateri dari
hasil kerjanya. Tujuan organisasi adalah mendapatkan laba (bussines
organization) atau pelayanan/pengabdian (public organization)
24
Fungsi-fungsi Manajemen menurut Terry yaitu Planning,
Organizing, Actuating dan Controlling yang disingkat menjadi
(POAC):
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan langkah konkret yang pertama-tama
diambil dalam usaha pencapaian tujuan, karena perencanaan
sebagai fungsi organik manajerial yang pertama. Artinya,
perencanaan merupakan usaha konkretisasi langkah-langkah yang
harus ditempuh yang dasar-dasarnya telah diletakan dalam strategi
organisasi, (Siagian, 2005: 35). Menurut Hasibuan (2007: 40),
perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan pedoman
pelaksanaan, dengan memilih yang terbaik dari alternatif-alternatif
yang ada. Selanjutnya, Harold Koonts and Cyril O’Donnel, dalam
Hasibuan, (2007: 40)mengatakan bahwa:
“Planning is the function of a manager which involves the selection from alternatives of objectives, policies, procedures, and program". (Perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur dan program-program dari alternatif-alternatif yang ada).
Planning ialah menetapkan pekerjaan yang harus
dilaksanakan oleh sekelompok untuk mencapai tujuan yang
digariskan. Planning mencakup kegiatan pengambilan keputusan,
karena termasuk pemilihan alternatif-alternatif keputusan.
Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat
25
untuk masa mendatang, (Terry, 2008: 17). Jadi, masalah
perencanaan adalah masalah “memilih” yang terbaik dari beberapa
alternatif yang ada.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Definisi sederhana pengorganisasian adalah keseluruhan
proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas serta
wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta
suatu organisasi yang dapat digerakan sebagai suatu kesatuan yang
utuh dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya, (Siagian, 2005: 60).
Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan,
pengelompokan dan pengaturan bermacam-macam aktifitas yang
diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang-orang pada
setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan dan
menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada
setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut,
(Hasibuan, 2007: 40).
Terry (Hasibuan, 2007: 40):
26
3. Penggerakan/Pengarahan (Actuating)
Actuating dapat didefinisikan sebagai keseluruhan usaha,
cara, teknik dan metode untuk mendorong para anggota organisasi
agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi
tercapainya tujuan organisasi dengan efisien, efektif dan ekonomis,
(Siagian, 2005: 95). Selain itu, pengarahan adalah mengarahkan
semua bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif untuk
mencapai tujuan, (Hasibuan, 2007: 41).
Terry memberikan definisi mengenai pengarahan (actuating),
yaitu:
“Actuating is setting all members of the group to want to achieve and to strike to achieve the objective willingly and keeping with the managerial planning and organizing efforts”. (Pengarahan adalah membuat semua anggota kelompok agar mau bekerja sama dan bekerja sama secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian).
Selain itu, Actuating atau disebut juga “gerakan aksi”
mencakup kegiatan yang dilakukan seorang manajer untuk
mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan oleh unsur
perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat
tercapai. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan kebutuhan
manusiawi dari pegawai-pegawainya, memberi penghargaan,
memimpin, mengembangkan dan memberi kompensasi kepada
27 4. Pengawasan (Controlling)
Fungsi pengawasan adalah fungsi terakhir dari proses
manajemen. Fungsi ini sangat penting dan sangat menentukan
pelaksanaan proses manajemen, karena itu harus dilakukan dengan
sebaik-baiknya. Pengawasan berkaitan erat dengan fungsi
perencanaan, kedua fungsi ini merupakan hal yang saling mengisi
karena:
a. Pengawasan harus lebih dahulu direncanakan;
b. Pengawasan baru dapat dilakukan jika ada rencana;
c. Pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan
dengan baik;
d. Tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak,
setelah pengawasan atau penilaian dilakukan.
Titik tolak yang digunakan dalam membahas pengawasan
sebagai salah satu fungsi organik manajemen ialah definisi yang
mengatakan bahwa pengawasan merupakan proses pengamatan
dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua
pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya. Sebagai fungsi organik, pengawasan
merupakan salah satu tugas yang mutlak diselenggarakan oleh
semua orang yang menduduki jabatan manajerial, mulai dari
28
mengendalikan kegiatan-kegiatan teknis yang diselenggarakan oleh
semua petugas operasional, (Siagian, 125: 2005).
Earl P. Strong memberikan definisi:
“Controlling is the process of regulating the various factors in enterprise according to the requirement of its plans”. (Pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana).
Controlling mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah
kegiatan-kegiatan telah dilakukan sesuai rencana. Pelaksanaan
kegiatan dievaluasi dan penyimpangan-penyimpangan yang tidak
diinginkan diperbaiki supaya tujuan-tujuan dapat tercapai dengan
baik. Menurut Bohari dalam bukunya Pengawasan Keuangan
Negara, agar pelaksanaan pengawasan dapat dijadikan sebagai
suatu alat yang efektif, maka harus memperhatikan kriteria-kriteria
sebagai berikut:
1) Apa yang akan diawasi (objek yang perlu diawasi); 2) Mengapa perlu diadakan pengawasan;
3) Dimana dan bilamana diadakan pengawasan dan oleh siapa pengawasan tersebut harus dilakukan:
4) Bagaimana pengawasan tersebut dapat dilakukan:
5) Pengawasan tersebut harus bersifat rasional, fleksibel, terus menerus dan fragmatis.
Fungsi-fungsi manajemen merupakan rangkaian urutan
proses kegiatan suatu instansi atau organisasi dalam pencapaian
tujuannya dimana tujuan tersebut telah dirumuskan sebelumnya
pada proses perencanaan. Semua tahapan-tahapan dalam
29
sampai terlewatkan, karena hal tersebut akan berpengaruh pada
tujuan dan hasil yang akan dicapai. Oleh karena itu fungsi-fungsi
manajemen harus dijalankan sesuai prosesnya dan sesuai
tahapannya seperti yang telah direncanakan.
2.1.2 Manajemen Penerimaan Daerah
Secara garis besar manajemen keuangan daerah dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu manajemen penerimaan daerah dan
manajemen pengeluaran daerah, (Mardiasmo, 2004: 104). Meskipun
pemerintah daerah telah diberikan otonomi luas dan desentralisasi
fiskal, namun dalam pelaksanaannya harus tetap berada pada koridor
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) termasuk dalam
hal penerimaan sumber pendapatan yang menjadi hak pemerintah
daerah. Sumber Penerimaan Daerah yang dimaksud yaitu diatur dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
sebagaimana dikutip dari Mahmudi (2010: 62-64) sumber dan
klasifikasi Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota yaitu:
1. Pendapatan Asli Daerah a. Pajak Daerah
1) Pajak Hotel 2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian C 7) Pajak Parkir
30
9) Pajak Sarang Burung Walet 10) Pajak Lingkungan
b. Retribusi Daerah
1) Retribusi Jasa Umum
a) Retribusi Pelayanan Kesehatan
b) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan c) Retribusi Biaya KTP dan Akte Catatan Sipil d) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan
Mayat
e) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum f) Retribusi Pelayanan Pasar
g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
h) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran i) Retribusi Penggantian Alat Cetak Peta
j) Retribusi Pelayanan Pendidikan
2) Retribusi Jasa Usaha
3) Retribusi Perizinan Tertentu
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan bagian laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan hasil kerja sama dengan pihak ketiga
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah
2. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanakan desentralisasi a. Dana Bagi Hasil
1) Bagi Hasil Pajak
2) Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) b. Dana Alokasi Umum
c. Dana Alokasi Khusus 3. Lain-lain Pendapatan yang Sah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (Ahmad Yani, 2009: 51).
Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang
bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan asli
31
keluluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Manajemen pendapatan/penerimaan daerah sangat erat
kaitannya dengan kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola
potensi fiskal daerah. Potensi fiskal daerah adalah kemampuan daerah
dalam menghimpun sumber-sumber pendapatan yang sah. Berhasil
tidaknya pemerintah daerah dalam memperoleh pendapatan daerah
sangat dipengaruhi oleh sistem manajemen pendapatan yang
digunakan. Pada dasarnya terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu
diperhatikan pemerintah daerah dalam membangun sistem manajemen
daerah, sebagaimana dikutip dari Mahmudi (2010: 17), yaitu:
1. Peluasan basis penerimaan;
2. Pengendalian atas kebocoran pendapatan; 3. Peningkatan efisiensi administrasi pendapatan; 4. Transparansi dan akuntabilitas.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal, pemerintah daerah diharapkan memiliki kemandirian yang lebih
besar. Akan tetapi saat ini masih banyak masalah yang dihadapi
pemerintah daerah terkait dengan upaya meningkatkan penerimaan
daerah, seperti dikutip dari Soleh dan Heru (2010: 69) beberapa
masalah tersebut antara lain:
1. Tingginya tingkat kebutuhan daerah (fiscal need) yang tidak seimbang dengan kapasitas fiskal (fiscal capasity) yang dimiliki daerah, sehingga menimbulkan fiscal gap;
32
tersebut juga menyebabkan keengganan masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi daerah;
3. Lemahnya infrastruktur prasarana dan sarana umum;
4. Tidak mencukupinya dana bantuan dari pusat terutama Dana Alokasi Umum (DAU);
5. Belum diketahui potensi PAD yang mendekati kondisi riil.
Penerimaan sumber pendapatan daerah harus selalu berada pada
koridor hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
meskipun daerah sudah memiliki hak otonomi dan desentralisasi.
Klasifikasi sumber penerimaan tersebt telah diatur dalam
Undang-Undang seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Manajemen
pendapatan/penerimaan daerah pada hakikatnya merupakan
kemampuan daerah dalam menggali sebanyak-banyaknya potensi
daerah serta mengelolanya agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya
untuk pembiayaan pembangunan daerah.
2.1.3 Konsep Retribusi Daerah
Retribusi daerah pada umumnya merupakan salah satu sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan merupakan sumber pendapatan
penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) kedua setelah pajak
daerah. Dalam istilah asing retribusi ini disebut sebagai user charge,
eser fees atau charging for service (Mahmudi, 2010: 25). Retribusi
daerah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pajak daerah.
Pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah
tanpa ada kontraprestasi langsung yang bisa diterima wajib pajak atas
33
dapat diterima secara langsung sesuai dengan nilai retribusi yang
dibayarkan.
Retribusi daerah adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada
negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi
penduduknya secara perorangan (Siahaan, 2005: 5). Kemudian
menurut Ahmad Yani (2009: 63), retribusi daerah adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan. Jasa tersebut dapat dikatakan
bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang
menerima balas jasa dari negara.
Jasa yang dimaksud adalah kegiatan pemerintah daerah berupa
usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas atau
kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
Bila seseorang ingin menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah
daerah, maka harus membayar retribusi yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Salah satu contoh jenis retribusi adalah
reribusi pasar yang dikelola oleh pemerintah. Setiap orang yang
memiliki tempat usaha di suatu pasar ingin mendapatkan pelayanan
atas tempat usaha yang dimilikinya di pasar tersebut baik berupa kios
ataupun los. Jumlah nominal retribusi yang dibayarkan disesuaikan
dengan objek yang diterima oleh masing-masing subjek retribusi pada
34
Siahaan (2005: 7), menjelaskan beberapa ciri yang melekat pada
retribusi daerah di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan;
2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah; 3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontraprestasi
(balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya;
4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmasi oleh orang atau badan; 5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara
ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan menerima jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Objek retribusi adalah berbagai jenis jasa atau pelayanan
tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua jasa
yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya,
tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan
sosial-ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Jasa tertentu
tersebut dikelompokan ke dalam tiga golongan, yaitu jasa umum, jasa
usaha dan perizinan tertentu.
1. Jasa umum, yaitu jasa yang yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa
umum antara lain meliputi pelayanan kesehatan, pelayanan
persampahan dan pelayanan pasar. Jasa yang tidak termasuk jasa
umum adalah jasa urusan umum pemerintahan. Retribusi
pelayanan pasar merupakan salah satu jenis retribusi jasa umum