BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kemandirian
a. Pengertian Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu dari 18 nilai pendidikan
karakter yang dikembangkan di SD. Muslich (2011: 67)
berpendapat, “pendidikan karakter, alih-alih disebut pendidikan budi
pekerti, sebagai pendidikan nilai moralitas manusia yang didasari
pada pengetahuan nilai itu dilakukan”. Winton dalam Samani, dkk
(2012: 43), “Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh
-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada
peserta didiknya.”
Definisi lainnya dikemukakan oleh Ratna Megawangi dalam
Kesuma, dkk (2011: 5), “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak
agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga peserta
didik dapat memberikan kontribusi yang positif kepada
lingkungannya”. Lickona dalam Samani dan Hariyanto (2012: 44)
mendefinisikan secara sederhana bahwa pendidikan karakter
Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli di atas,
dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah proses
penanaman nilai-nilai karakter dari seorang pendidik kepada peserta
didiknya yang meliputi pengetahuan, kesadaran, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai tersebut baik kepada Tuhan, diri sendiri maupun
orang lain untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter baik,
dan dapat mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Setelah
memperoleh pendidikan karakter, peserta didik diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang positif di lingkungannya.
Peserta didik dapat memperoleh pendidikan karakter salah
satunya yaitu dari sekolah. Pendidikan karakter di sekolah
mempunyai tujuan tertentu. Kesuma (2011: 9) menjabarkan tujuan
pendidikan karakter di sekolah adalah sebagai berikut:
1) Memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu
sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika saat
berproses di sekolah maupun setelah menjadi lulusan dari
sekolah.
2) Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah (meluruskan perilaku
negatif peserta didik menjadi perilaku yang positif)
3) Membangun koneksi antara sekolah, keluarga dan masyarakat
untuk melaksanakan tanggung jawab pendidikan karakter secara
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan
bahwa tujuan pendidikan karakter di sekolah, diharapkan peserta
didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, serta melaksanakan nilai-nilai karakter dan akhlak
mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan
karakter di sekolah, diharapkan dapat menanamkan karakter yang
baik kepada peserta didik selama berproses di sekolah maupun
setelah menjadi lulusan dari sekolah.
Karakter yang dikembangkan di Indonesia ada 18, salah
satunya yaitu kemandirian. Seifert dan Hoffnug (Desmita, 2009:
185) mendefinisikan kemandirian atau otonomi sebagai kemampuan
untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan-perasaan malu
dan keraguan. Desmita (2009: 185) menyatakan bahwa kemandirian
mengandung beberapa pengertian, yaitu:
1) Suatu kondisi seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju
demi kebaikan dirinya sendiri.
2) Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi
masalah yang dihadapi.
3) Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya.
4) Bertanggungjawab atas apa yang dilakukan.
Beberapa pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa kemandirian merupakan kemampuan untuk mengatur dan
berusaha untuk menentukan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain
untuk menyelesaikan tugas. Menyelesaikan tugas sendiri hasilnya
akan lebih memuaskan dibandingkan dengan pekerjaan yang dibantu
oleh orang lain. Peserta didik yang mempunyai kemandirian akan
menjadikan proses pembelajaran menjadi lancar, sehingga guru juga
dapat menikmati mengajarnya. Peserta didik yang mandiri, nantinya
akan dapat melayani kebutuhannya sendiri sekaligus
bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.
Karakter mandiri biasanya ditemukan pada peserta didik yang
memiliki percaya diri, namun pengertian mandiri berbeda dengan
percaya diri. Mustari (2014: 77) mandiri adalah seseorang yang
memiliki percaya diri untuk menghadapi situasi apa saja, sedangkan
percaya diri adalah sifat spesifik yang terdapat pada diri seseorang.
Arti kemandirian dalam keluarga adalah sifat pada diri peserta didik
yang dibentuk oleh orang tuanya sejak dini dalam membangun
kepribadian peserta didik tersebut. Arti mandiri bagi anak usia
sekolah dasar adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah
bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Adapun individu yang memiliki ciri-ciri kemandirian, menurut
Erikson (Desmita, 2009: 185) mengatakan bahwa:
1) Dapat menentukan nasib sendiri.
2) Memiliki inisiatif dan kreatif.
4) Bertanggungjawab atas tindakan sendiri.
5) Mampu menahan diri.
6) Dapat mengambil keputusan sendiri.
Karakter mandiri mempunyai dua indikator yaitu indikator
sekolah dan indikator kelas (Daryanto dan Suryatri, 2013: 137)
yaitu:
Tabel 2.1 Indikator Kemandirian Kelas I Sampai III
Nilai Indikator kelas I sampai III
Mandiri 1. Melakukan sendiri tugas kelas yang menjadi tanggung
jawabnya.
2. Mengerjakan PR tanpa meniru pekerjaan temannya.
Pada indikator sekolah, menciptakan situasi sekolah yang
membangun kemandirian peserta didik. Sekolah memberikan sarana
yang memungkinkan peserta didik berlatih menjadi individu yang
mandiri, misalnya untuk melatih kemandirian peserta didik dalam
mencuci tangan, sekolah menyediakan sarana cuci tangan. Dalam
indikator kelas, menciptakan suasana kelas yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja mandiri. Peserta
didik yang mandiri akan melakukan sendiri tugas kelas yang menjadi
b. Bentuk Bentuk Kemandirian
Kemandirian mempunyai beberapa bentuk. Robert Havighrust
(Desmita, 2009: 186) membedakan kemandirian atas empat bentuk
kemandirian, yaitu:
1) Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri
dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.
2) Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi
sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang
lain.
3) Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi.
4) Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang
lain.
Steiberg dalam Desmita (2009: 186) membedakan karakteristik
kemandirian atas tiga bentuk :
“The first emotional autonomy-that aspect of independence relate to changes in the individual’s close relationships, especially with parent. The second behavioral autonomy-the capacity to make independent decisions and follow through with them. The third characterization involves an aspect of independence reffered to as value autonomy-wich is more than simply being able to resist pressures to go along with the demands of other; it means having a set a principles about right and wrong, about what is important and what is not”.
Pendapat Steiberg di atas dapat diartikan bahwa tiga
menyatakan perubahan kedekatan emosional antar individu. Kedua,
kemandirian tingkah laku untuk membuat keputusan tanpa
tergantung pada orang lain dan melakukan secara tanggungjawab.
Ketiga, kemandirian nilai memaknai prinsip tentang benar dan salah.
c. Permasalahan Kemandirian
Pentingnya kemandirian bagi peserta didik dapat dilihat dari
kompleksitas kehidupan yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kehidupan peserta didik. Dalam konteks proses
belajar, terlihat adanya fenomena peserta didik yang kurang mandiri
dalam belajar. Hal ini dapat menimbulkan gangguan mental setelah
memasuki pendidikan lanjutan, kebiasaan belajar yang kurang baik
(seperti tidak betah belajar lama atau belajar hanya menjelang ujian,
membolos, menyontek, dan mencari bocoran soal-soal).
Fenomena-fenomena di atas menuntut dunia pendidikan untuk
mengembangkan kemandirian peserta didik. Sunaryo (Desmita,
2009: 189-190) menyebutkan bahwa beberapa gejala yang
berhubungan dengan permasalahan kemandirian, yaitu:
1) Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan karena
niat sendiri yang ikhlas. Perilaku seperti ini akan mengarah pada
perilaku tidak konsisten, yang akan menghambat pembentukan
etos kerja dan etos kehidupan yang mapan sebagai salah satu ciri
2) Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup. Manusia mandiri
bukanlah manusia yang lepas dari lingkungannya, melainkan
manusia yang peduli dengan lingkungannya.
3) Ketidakjujuran dalam berpikir dan bertindak, serta kemandirian
yang masih rendah.
2. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar akan mudah didapat oleh seseorang apabila
senantiasa belajar. James O. Whittaker (Djamarah, 2008: 12)
merumuskan belajar sebagai “proses tingkah laku yang ditimbulkan
atau diubah melalui latihan atau pengalaman”. Kesimpulan yang
dikemukakan oleh Abdillah dalam Aunurrahman (2010: 35), belajar
adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam
perubahan tingkah laku, baik melalui latihan dan pengalaman yang
menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor untuk
memperoleh tujuan tertentu. Dalam buku Educational Psychology,
H.C Witherington (Aunurrahman, 2010: 35), mengemukakan bahwa
belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian.
Beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang
dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa, belajar adalah proses
pengalaman interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Tentunya untuk
mendapatkan perubahan tersebut, dilakukan oleh seseorang melalui
usaha secara sadar.
Selain terdapat pengertian belajar, terdapat pula ciri-ciri
belajar. Apabila hakikat belajar adalah proses perubahan tingkah
laku, maka terdapat beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan
ke dalam ciri-ciri belajar (Slameto, 2010: 3). Ciri-ciri belajar adalah
sebagai berikut:
1) Perubahan yang terjadi secara sadar. Individu yang belajar akan
menyadari adanya perubahan yang terjadi pada dirinya. Misalnya,
menyadari bahwa setelah belajar pengetahuannya menjadi
bertambah.
2) Perubahan dalam belajar bersifat berkelanjutan dan fungsional.
Perubahan yang terjadi pada diri seseorang setelah belajar
berlangsung secara berkelanjutan, tidak statis. Satu perubahan
yang terjadi akan menyebabkan perubahan proses belajar
berikutnya.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. Semakin
seseorang sering belajar, maka akan semakin bertambahnya
sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan yang bersifat
aktif artinya perubahan tersebut terjadi karena usaha individu itu
4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
(menetap/permanen). Perubahan yang terjadi pada seseorang
setelah belajar akan bersifat menetap, apabila sering dilatih dan
ilmu yang didapat sering digunakan.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. Belajar
senantiasa memiliki tujuan yang telah ditetapkan dan ingin
dicapai. Belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang
disadari.
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Jika seseorang
telah belajar sesuatu, maka akan terjadi perubahan tingkah laku
secara menyeluruh, baik pada aspek pengetahuan, sikap, maupun
keterampilan.
Seorang peserta didik apabila belajar dengan teratur dan serius,
maka akan mudah mendapatkan prestasi belajar. Menurut Hamdani
(2011: 138-139) prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan
yang dimiliki peserta didik dalam menerima, menolak, dan menilai
informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar.
Prestasi belajar sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam
mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai
atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar
mengajar.
Arifin (2013: 12) mengemukakan tentang prestasi belajar pada
sebagai indikator kualitas dan kuantitas yang telah dikuasai peserta
didik. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi
pendidikan. Selain itu prestasi belajar dapat dijadikan pendorong
bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan
mutu pendidikan. Kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu
prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi”
yang berarti “hasil usaha”. Prestasi belajar (achievement) berbeda
dengan hasil belajar (learning outcome), prestasi belajar biasanya
berkenaan dengan aspek kognitif yang dicapai peserta didik setelah
pembelajaran, sedangkan hasil belajar yaitu berkenaan dengan aspek
pembentukan watak peserta didik.
Menurut pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang
yang telah melaksanakan usaha-usaha belajar. Usaha-usaha tersebut
berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di
sekolah dalam jangka waktu tertentu yang dinyatakan dalam nilai
setelah mengalami proses belajar mengajar.
b. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar
Adapun faktor-faktor yang dapat memengaruhi prestasi
belajar. Hamdani (2011: 139-145) menyatakan faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua
1) Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari peserta didik.
Faktor ini antara lain sebagai berikut:
a) Kecerdasan (Intelegensi)
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai
kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang
dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi
rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukan
kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya.
Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh
kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu peserta didik dengan
peserta didik yang lain, sehingga peserta didik pada usia
tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan lebih tinggi
dibandingkan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu,
jelas bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang
tidak diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar.
b) Faktor jasmaniah atau faktor fisiologis
Kondisi jasmaniah atau fisiologis pada umumnya
sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang.
c) Sikap
Sikap yaitu suatu kecenderungan untuk mereaksi
terhadap suatu hal, orang atau benda dengan suka, tidak suka,
faktor pengetahuan, kebiasaan, dan keyakinan. Dalam diri
peserta didik harus ada sikap yang positif (menerima) kepada
sesama peserta didik atau kepada gurunya. Sikap posistif ini
akan menggerakan untuk belajar. Peserta didik yang sikapnya
negatif (menolak) kepada sesama peserta didik atau gurunya
tidak akan mempunyai kemauan untuk belajar.
d) Minat
Minat menurut ahli psikologi adalah suatu
kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat
sesuatu secara terus menerus. Minat ini erat kaitannya dengan
perasaan senang. Minat itu terjadi karena perasaan senang
pada sesuatu. Jika menyukai sesuatu pelajaran, peserta didik
akan belajar dengan senang hati tanpa beban.
e) Bakat
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan
datang. Setiap orang memiliki bakat dalam arti berpotensi
untuk mencapai prestasi sampai tingkat tertentu sesuai
dengan kapasitas masing-masing. Bakat itu sendiri sangat
mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar pada
f) Motivasi
Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong
sesorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat
menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga
semakin besar kesuksesan belajarnya. Kuat lemahnya
motivasi belajar turut mempengaruhi keberhasilan belajar.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi
prestasi belajar, salah satunya yaitu faktor internal. Faktor internal
terdiri dari kecerdasan, faktor jasmani, sikap, minat, bakat, dan
motivasi. Kecerdasan adalah kemampuan dalam menyesuaikan diri
dengan keadaan yang dihadapi. Faktor jasmani adalah apabila
kesehatan terganggu, maka kegiatan belajar akan terganggu pula.
Sikap adalah reaksi seseorang terhadap suatu hal, orang, atau benda.
Minat adalah kecenderungan mengingat dan memperhatikan sesuatu
secara terus menerus. Motivasi adalah segala seasuatu yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
2) Faktor Eksternal
a) Keadaan keluarga
Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan
utama. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam
keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat
merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang
menambah motivasi untuk belajar.
b) Keadaan sekolah
Lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong peserta
didik untuk belajar lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara
penyajian pembelajaran, hubungan guru dengan peserta didik,
alat-alat pelajaran, dan kurikulum. Hubungan antara guru dan
peserta didik yang baik akan mempengaruhi hasil-hasil
belajarnya.
c) Lingkungan masyarakat
Lingkungan membentuk kepribadian anak karena dalam
pergaulan sehari-hari, seorang anak selalu menyesuaikan dirinya
dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya. Oleh karena itu,
apabila seorang peserta didik bertempat tinggal di suatu
lingkungan temannya yang rajin belajar, kemungkinan hal
tersebut akan membawa pengaruh belajar sebagaimana
temannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar selain
dipengaruhi oleh faktor internal, juga dipengaruhi oleh faktor
eksternal. Faktor eksternal terdiri dari keadaan keluarga, keadaan
sekolah, dan lingkungan masyarakat. Adanya rasa aman dalam
keluarga merupakan kekuatan pendorong dari luar yang menambah
guru dengan peserta didik, penyajian pembelajaran, alat
pembelajaran dan kurikulum yang baik akan mempengaruhi hasil
belajar peserta didik. Apabila peserta didik tinggal di lingkungan
temannya yang rajin belajar, maka akan membawa pengaruh belajar
sebagaimana temannya, karena peserta didik selalu menyesuaikan
diri dengan kebiasaan lingkungannya.
Jenis, indikator, dan cara evaluasi prestasi (Syah, 2003: 217)
dapat tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 2.2 Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi Ranah Cipta
Ranah/Jenis
Prestasi Indikator Cara Evaluasi
Berdasarkan tabel 2.1 di atas, evaluasi prestasi belajar ranah
cipta (kognitif) mempunyai 6 tingkatan, yaitu pengamatan, ingatan,
pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis. Cara evaluasi prestasi
belajar ranah cipta dapat dilakukan dengan tes tertulis maupun tes
lisan.
c. Fungsi Prestasi Belajar
Prestasi belajar memiliki fungsi. Fungsi utama prestasi belajar
menurut Arifin (2013: 12) adalah sebagai berikut:
1. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas
pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.
2. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
3. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi
pendidikan, karena dapat dijadikan sebagai pendorong bagi
peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan
mutu pendidikan.
4. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu
institusi pendidikan. Indikator intern berarti prestasi belajar dapat
dijadikan indikator produktivitas suatu institusi pendidikan,
sedangkan indikator ekstern berarti tinggi rendahnya prestasi
belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik
5. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator kecerdasan peserta
didik.
Beberapa fungsi utama prestasi belajar di atas begitu penting agar
dapat mengetahui dan memahami prestasi belajar peserta didik, baik
secara individual maupun kelompok, sebab fungsi prestasi belajar tidak
hanya sebagai indikator keberhasilan dalam mata pelajaran tertentu,
tetapi juga sebagai indikator kualitas suatu institusi pendidikan. Selain
itu, prestasi belajar juga bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran, sehingga guru dapat memutuskan
apakah peserta didik membutuhkan bimbingan atau tidak.
3. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
a. Pengertian IPS
IPS merupakan mata pelajaran di sekolah yang didesain atas
dasar fenomena, masalah dan realitas sosial. Zuraik dalam Susanto
(2013: 138), hakikat IPS adalah harapan untuk mampu membina
suatu masyarakat yang baik dimana para anggotanya benar-benar
berkembang sebagai insan sosial yang rasional dan penuh tanggung
jawab, sehingga karenanya diciptakan nilai-nilai. IPS mempunyai
fondasi dan tugas bagi pengembangan intelektual, emosional,
kultural, dan sosial peserta didik, agar peka terhadap masalah sosial
yang terjadi di masyarakat (Zubaedi, 2011: 287).
Ilmu Pengetahuan Sosial, yang sering disingkat dengan IPS,
dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara
ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang
mendalam kepada peserta didik, khususnya di tingkat dasar dan
menengah. Hakikat IPS di sekolah dasar memberikan pengetahuan
dasar dan keterampilan sebagai media pelatihan bagi peserta didik
sebagai warga negara sedini mungkin (Susanto, 2013: 138).
Jadi, hakikat IPS adalah untuk mengembangkan konsep
pemikiran yang berdasarkan realita kondisi sosial yang ada di
lingkungan peserta didik, sehingga dengan memberikan pendidikan
IPS diharapkan dapat melahirkan warga negara yang baik dan
bertanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya. Pembelajaran
IPS dikembangkan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber
daya manusia di bidang nilai, sikap, pengetahuan, serta kecakapan
dasar peserta didik yang berpijak pada kehidupan nyata.
Pendidikan IPS di sekolah dasar merupakan bidang studi yang
mempelajari manusia dalam semua aspek kehidupan dan
interaksinya di masyarakat. Peran IPS sangat penting untuk
mendidik peserta didik mengembangkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan agar kelak dapat menjadi warga negara yang baik.
b. Visi dan Misi IPS
Pendidikan IPS mempunyai visi dan misi yaitu, membentuk
R.D, Barth J.L dan Shermis S.S dalam Sapriya dkk (2007: 10)
ciri-ciri karakter warga negara yang baik adalah sebagai berikut:
1) Memiliki sikap patriotisme (cinta kepada tanah air, bangsa dan negara).
2) Mempunyai penghargaan dan pengertian terhadap nilai-nilai, pranata, dan praktik kehidupan kemasyarakatan.
3) Memiliki sikap integritas sosial dan tanggung jawab sebagai warga negara.
4) Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap nilai-nilai budaya atau tradisi yang diwariskan oleh bangsanya.
5) Mempunyai motivasi untuk turut serta secara aktif dalam pelaksanaan kehidupan demokrasi.
6) Memiliki kesadaran (tanggap) akan masalah sosial.
7) Memiliki ide, sikap dan keterampilan yang diharapkan sebagai seorang warga negara.
8) Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap sistem ekonomi yang berlaku.
Pendidikan IPS mempunyai misi. Misi pendidikan IPS
(Sapriya, 2007: 10-11):
1) Menumbuhkan kesadaran bahwa dirinya merupakan makhluk
ciptaan-Nya.
2) Mendidik peserta didik menjadi warga negara yang baik.
3) Menekankan pada kehidupan manusia yang demokratis.
4) Meningkatkan partisipasi aktif, efektif, dan kritis sebagai
warga negara.
5) Membina peserta didik tidak hanya pengembangan
pengetahuan, tetapi sikap dan keterampilan agar dapat
mengambil bagian secara aktif dalam kehidupan kelak sebagai
Berdasarkan visi dan misi menurut para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan IPS dapat membentuk dan
mengembangkan peserta didik menjadi warga negara yang baik
menumbuhkan kesadaran bahwa dirinya merupakan makhluk ciptaan
Tuhan dan membina pengembangan peserta didik pada aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan agar dapat menjadi warga
negara yang aktif dalam kehidupannya kelak.
c. Tujuan IPS di Sekolah
Pendidikan IPS di sekolah dasar mempunyai tujuan tertentu.
Secara perinci, Mutakin dalam Susanto (2013: 145) merumuskan
tujuan pembelajaran IPS di sekolah, sebagai berikut:
1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.
2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.
4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.
Berdasarkan pendapat di atas mengenai tujuan pendidikan IPS
1) Memberikan kepada peserta didik pengetahuan tentang
pengalaman manusia dalam kehidupan bermasyarakat pada masa
lalu, sekarang, dan masa yang akan datang.
2) Menolong peserta didik untuk mengembangkan keterampilan
untuk mencari, mengolah, dan memproses informasi.
3) Menolong peserta didik untuk mengembangkan nilai/sikap
demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat.
4) Menyediakan kesempatan kepada peserta didik untuk berperan
serta dalam kehidupan sosial.
Tujuan lain dalam pendidikan IPS ini yaitu peserta didik akan
dapat mengamati dan mempelajari norma-norma atau peraturan serta
kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat, sehingga
peserta didik mendapat pengalaman langsung adanya hubungan
timbal balik yang saling memengaruhi antara kehidupan pribadi dan
masyarakat. Peserta didik juga akan memperoleh pengetahuan dari
yang sederhana sampai yang lebih luas, dimulai dari peserta
didikdiperkenalkan dengan diri sendiri, lalu keluarga, tetangga,
lingkungan RT dan RW, desa/kelurahan, kota/kabupaten, provinsi,
negara, hingga dunia. Itulah sebabnya pendidikan IPS di sekolah
dasar bergerak dari yang konkret menuju ke yang abstrak, mengikuti
d. Materi IPS untuk Penelitian
Materi IPS yang digunakan oleh peneliti dalam PTK ini
mengambil Standar Kompetensi 2 semester 2 yaitu,
Mendeskripsikan Lingkungan Rumah, dengan pembagian Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator sebagai berikut:
1) Siklus I Standar Kompetensi Mendeskripsikan Lingkungan
Rumah, Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Letak Rumah, dan
indikator pertemuan I Membedakan arah mata angin, indikator
pertemuan II Menjelaskan letak rumah.
2) Siklus II Standar Kompetensi Mendeskripsikan Lingkungan
Rumah, Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Letak Rumah, dan
indikator pertemuan I Menyebutkan Alamat Rumah, indikator
pertemuan II Menjelaskan letak suatu tempat.
Materi ini diajarkan di kelas I, sesuai dengan silabus. Materi
ini diajarkan dengan alokasi waktu 8 jam pertemuan x 35 menit.
Materi pokok ini meliputi arah mata angin, letak rumah, alamat
rumah, dan letak suatu tempat.
4. Metode Field Study
a. Pengertian Metode Field Study
Metode secara harfiah diartikan sebagai “cara”. Metode
diartikan menurut Susanto (2013: 153), adalah “cara melakukan
suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan
Sudjana dalam Susanto (2013: 153), metode mengajar dapat
diartikan sebagai cara guru dalam mengadakan hubungan dengan
peserta didik pada saat berlangsungnya pengajaran.
Dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah suatu cara
yang dipakai oleh seorang pendidik dalam menyampaikan bahan
pelajaran sehingga bisa diterima oleh peserta didik dan juga
tercapainya tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, seorang guru
dituntut untuk dapat menggunakan metode pembelajaran yang
beragam, agar suasana pembelajaran menjadi lebih baik.
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran
IPS adalah metode Field Study (studi lapangan atau karyawisata).
Studi lapangan menurut Nigel Bevan dan Tomer Sharon (Nursa’ban,
2012: 6) adalah metode pembelajaran melalui pengumpulan data
secara langsung dengan pengamatan, wawancara, mencatat, atau
mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Pada proses berlangsung,
pembelajar berada langsung di lapangan. Sumaatmadja (1980: 113)
mengemukakan studi lapangan atau karyawisata yaitu “suatu
kunjungan ke objek tertentu di luar lingkungan sekolah, yang ada di
bawah bimbingan guru, yang bertujuan untuk mencapai tujuan
instruksional tertentu”.
Metode Field Study termasuk dalam pembelajaran kontekstual,
yaitu tipe pembelajaran yang dapat membawa peserta didik untuk
dapat mengamati secara langsung. Metode ini merupakan salah satu
tipe pembelajaran kontekstual yang mudah diterapkan, melibatkan
aktivitas seluruh peserta didik tanpa merasa bosan dengan
pembelajaran jika dilakukan di kelas dan mengandung unsur
refreshing (Rochimah dan Wahid, 2011: 5).
Field study menerapkan prinsip pengajaran modern yang
memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran. Peserta didik
dapat secara mandiri berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh para instruktur maupun guru pembimbing, serta
mengalami dan menghayati langsung yang dilakukan, memperoleh
bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang terintegrasi
dan terpadu, serta membuat materi yang dipelajari di sekolah
menjadi lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada di
masyarakat, tentunya juga dapat lebih merangsang kreativitas peserta
didik.
b. Tujuan Field Study
Tujuan dilaksanakan Field Study antara lain peserta didik
memperoleh pengalaman langsung dari obyek yang dilihatnya dan
dapat turut menghayati tugas pekerjaan milik seseorang serta dapat
bertanya jawab, dengan demikian mereka mampu memecahkan
persoalan yang dihadapinya dalam pelajaran, maupun pengetahuan
umum. Selain itu peserta didik dapat melihat, mendengar, meneliti
mengambil kesimpulan, dan sekaligus dalam waktu yang sama
peserta didik dapat mempelajari beberapa mata pelajaran.
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
Field Study menurut Rochimah dan Wahid (2011: 5) adalah sebagai
berikut:
1) Persiapan, untuk menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas,
mempertimbangkan pemilihan teknik, menghubungi objek yang
akan dikunjungi untuk merundingkan segala sesuatu, penyusunan
rencana,dan mempersiapkan sarana.
2) Pelaksanaan Field Study, guru mengatur segalanya, setiap
peserta didik mematuhi tata tertib yang telah ditentukan bersama,
guru menerangkan dan memperlihatkan aplikasi dalam kehidupan
nyata objek sesuai materi pelajaran yang diajarkan. Aktivitas
belajar berupa pengamatan, percobaan, atau eksperimen yang
memungkinkan peserta didik dapat belajar lebih rileks di samping
menumbuhkan tanggungjawab dan keterlibatan belajar.
3) Akhir Field Study, setelah itu peserta didik mengadakan diskusi
mengenai segala hal hasil percobaan dan pengamatannya. Guru
memberikan soal-soal kepada peserta didik yang dikumpulkan
secara individu. Menindaklanjuti hasil kegiatan Field Study
c. Keuntungan dan Kekurangan Field Study
Metode Field Study mempunyai keuntungan. Beberapa
keuntungan studi lapangan atau karya wisata menurut Roestiyah
(2012: 87) adalah sebagai berikut:
1) Peserta didik dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh para petugas pada obyek karya wisata itu, serta
mengalami dan menghayati langsung apa pekerjaan para petugas
yang mungkin hal tersebut tidak diperoleh di sekolah.
2) Peserta didik dapat melihat kegiatan berbagai kegiatan para
petugas secara individu maupun kelompok, dan dihayati secara
langsung, yang akan memperdalam dan memperluas pengalaman
peserta didik.
3) Peserta didik dapat bertanya jawab, menemukan sumber
informasi yang pertama untuk memecahkan persoalan yang
dihadapi, sehingga peserta didik menemukan bukti kebenaran
teorinya atau mencobakan teorinya ke dalam praktik.
4) Peserta didik dapat memperoleh bermacam-macam pengetahuan
dan pengalaman yang terintegrasi, yang tidak terpisah-pisah dan
terpadu.
Pada penerapannya, studi lapangan atau karya wisata pada
pembelajaran IPS selain memiliki kelebihan juga memiliki
kekurangan (Sumaatmadja, 1980: 116). Kekurangan tersebut antara
1) Jika terlalu sering dilaksanakan, akan dapat mengganggu rencana
pembelajaran.
2) Jika objek yang akan dijadikan bahan karya wisata terlalu jauh
letaknya, menyulitkan angkutan dan pembiayaan.
3) Jika dalam pelaksanaan sifatnya terlalu kaku, dapat menurunkan
minat peserta didik terhadap studi lapangan, sehingga tujuan tidak
tercapai.
5. Media Gambar Denah
Pada dasarnya, pelajaran IPS adalah pelajaran yang mengikuti
perkembangan zaman, sehingga guru perlu memberi contoh-contoh
konkret dalam pembelajaran, misalnya pada materi letak rumah. Dalam
satu tahun saja, denah letak rumah tahun lalu akan berbeda dengan denah
letak rumah tahun sekarang. Guru perlu memberi contoh-contoh yang
bervariasi untuk menarik minat peserta didik dalam pembelajaran
tersebut.
Pengalaman langsung peserta didik dari lingkungan melalui benda
tiruan berupa media gambar denah, akan membantu penyampaian pesan
kepada peserta didik agar pembelajaran dapat dipahami dengan baik.
Pengalaman langsung akan memberi informasi dari pengalaman peserta
didik yang melibatkan panca indera. Media gambar denah yang berupa
simbol abstrak merupakan awal pembentukan pengalaman berupa
penggambaran realitas secara langsung. Penjelasan di atas merupakan
Edgar Dale. Edgar Dale mengatakan bahwa tingkat pengalaman peserta
didik menggunakan rentang dari yang bersifat konkret ke abstrak untuk
memberikan implikasi terhadap pemilihan media dan bahan
pembelajaran. Berikut ini gambar kerucut pengalaman menurut Edgar
Dale:
Gambar 2.1 Cone of Experience dari Edgard Dale
Berdasarkan gambar di atas, peneliti memilih metode Field Study
sebagai simulasi agar 90% materi gambar denah dapat diingat oleh
peserta didik. Peneliti juga memilih gambar denah sebagai media untuk
penyajian untuk presentasi materi gambar denah yang 70% dapat diingat
oleh peserta didik. Gambar denah yang disajikan tersebut juga disajikan
untuk dilihat agar 30% materi dapat diingat.
Teori kerucut pengalaman Edgar Dale, peneliti jadikan pedoman
dengan harapan materi letak rumah dapat dipahami oleh semua peserta
didik. Hal ini merupakan upaya untuk menarik minat siswa terhadap
a. Pengertian Media Gambar
Media gambar merupakan media yang sederhana dan biasanya
mudah di dapat. Hamalik (1986: 81) berpendapat bahwa media
gambar adalah “gambar yang tak diproyeksikan, terdapat
dimana-mana, baik di lingkungan anak-anak maupun di lingkungan orang
dewasa, mudah diperoleh dan ditunjukkan kepada anak-anak.”
Media gambar yang tidak diproyeksikan merupakan media yang
sederhana, tidak membutuhkan proyektor dan layar untuk
memproyeksikan perangkat lunak. Gambar dan foto merupakan
media yang umum dipakai untuk berbagai macam kegiatan
pembelajaran. Gambar yang baik bukan hanya dapat menyampaikan
saja, tetapi dapat digunakan untuk melatih keterampilan berpikir
serta dapat mengembangkan kemampuan imajinasi peserta didik
(Sanjaya, 2012: 166). Sementara itu, Smaldino, dkk (Anitah, 2008:
8) mengatakan bahwa media gambar atau fotografi dapat
memberikan gambaran tentang segala sesuatu, seperti binatang,
orang, tempat, atau peristiwa.
Pengertian media gambar dapat disimpulkan dari beberapa
pendapat di atas yaitu suatu alat yang digunakan oleh guru tanpa
diproyeksikan dan mudah didapat dari lingkungan sekitar, untuk
membantu pemahaman, melatih keterampilan berpikir dan
pembelajaran. Melalui media gambar dapat menerjemahkan
ide/materi pembelajaran menjadi lebih realistis.
b. Ciri-Ciri Media Gambar
Ciri-ciri media gambar yang baik (Anitah, 2008: 9) adalah
sebagai berikut:
1) Cocok dengan tingkatan umur dan kemampuan pembelajar.
2) Sederhana atau tidak terlalu kompleks.
3) Realistis, yaitu gambar itu menggambarkan benda atau
keadaan yang sebenarnya dengan perbandingan ukuran
tertentu.
4) Gambar sebagai media pembelajaran harus dapat dipegang
oleh pembelajar.
Jadi, ciri-ciri media gambar yang baik yaitu gambar yang
realistis atau gambar yang dapat menggambarkan keadaan
sebenarnya dengan perbandingan tertentu, yang cocok digunakan
oleh peserta didik sesuai dengan kemampuannya. Media gambar
juga dibuat tidak terlalu kompleks, karena yang penting dapat
membantu memperjelas materi pelajaran yang diajarkan.
c. Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar
Media gambar memiliki beberapa kelebihan sebagai media
pembelajaran (Sanjaya, 2012: 167), diantaranya yaitu:
1) Media gambar dapat menghilangkan verbalisme.
3) Gambar merupakan media yang mudah diperoleh.
4) Media gambar harganya relatif murah.
5) Media gambar tidak perlu menggunakan peralatan secara
khusus.
Media gambar selain memiliki kelebihan, juga memiliki
kekurangan (Anitah, 2008: 8), diantaranya yaitu:
1) Terkadang media gambar terlalu kecil untuk digunakan di
kelas yang besar.
2) Tidak dapat menunjukkan gerak.
3) Peserta didik tidak selalu mengetahui bagaimana membaca
(menginterpretasi) gambar.
4) Media gambar merupakan media yang dapat dilihat
menggunakan indera penglihatan.
Menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan media gambar mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan menggunakan media gambar yaitu dapat mengatasi ruang
dan waktu, karena dapat menggambarkan keadaan yang mirip
dengan aslinya dengan ukuran tertentu. Media gambar juga dapat
menghilangkan verbalisme pada saat pembelajaran. Kekurangan
menggunakan media gambar yaitu hanya dapat digunakan bagi yang
memiliki indera penglihatan yang normal. Terkadang media gambar
d. Media Gambar Denah
Media gambar yang digunakan dalam PTK ini adalah media
gambar denah. Said, dkk (2012: 48) mengemukakan denah adalah
gambar yang menunjukkan letak kota, jalan dan sebagainya. Adanya
denah, seseorang menjadi paham jalan yang harus dilalui untuk
sampai ke tempat tujuan. Tempat yang ditunjukkan tidak terlalu luas,
namun dapat lebih rinci. Denah juga disebut dengan peta kecil.
Rumah juga dapat dibuat denah untuk menunjukkan bagian-bagian
yang ada di dalamnya. Bagian-bagian tersebut disebut ruang atau
kamar.
B. Penelitian Relevan
Hasil penelitian yang relevan sesuai dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Arif Karseno (2011) dengan judul
Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi melalui Penerapan
CTL dengan Metode Field Study di Kelas V SD Negeri Gununggiana Tahun
Ajaran 2011/2012.
Hasil evaluasi yang diberikan kepada 29 peserta didik, penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa ada peningkatan keterampilan menulis
karangan deskripsi peserta didik setelah dilaksanakan tindakan kelas dengan
pendekatan kontekstual. Hasil belajar kognitif peserta didik sebelum tindakan
diperoleh nilai tes rata-rata 62,8 dengan ketuntasan klasikal 51,7%. Pada
siklus I ada peningkatan keterampilan menulis karangan deskripsi dari semula
peningkatan kembali pada keterampilan menulis karangan deskripsi semula
ketuntasan klasikal 65,5% menjadi 86,2%. Hasil belajar afektif pada siklus I
mendapat rata-rata 73% dan terjadi peningkatan pada siklus II yaitu 88%.
Hasil nilai psikomotor pada siklus I, nilai rata-rata 79% dan pada siklus II
terjadi peningkatan yaitu 87%.
Berdasarkan hasil uraian di atas terbukti bahwa dengan menggunakan
metode Field Study dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan
deskripsi dan hasil belajar peserta didik di sekolah dasar. Hasil belajar
tersebut mancakup di dalamnya prestasi belajar.
Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Idawati (2012) dengan
judul Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Bebas melalui Penggunaan
Media Lingkungan (Field Study) di Kelas VA SD Negeri 3 Cindaga. Hasil
evaluasi yang diberikan kepada 27 peserta didik, penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa ada peningkatan ketuntasan belajar menulis puisi
setelah dilaksanakan tindakan kelas dengan pembelajaran Field Study. Data
yang diperoleh peneliti, peserta didik dalam menulis puisi pada siklus I
peserta didik yang tuntas belajar berjumlah 17 peserta didik, dengan
persentase ketuntasan belajar 62,96%. Pada siklus II, peserta didik yang
tuntas belajar berjumlah 24 peserta didik, dengan persentase ketuntasan
belajar 88,88%.
Berdasarkan hasil uraian di atas terbukti bahwa dengan menggunakan
pembelajran Field Study dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar
Metode Field Study juga membuat peserta didik senang, karena belajar dapat
dilakukan di luar kelas.
Metode Field Study yang dilakukan oleh Arif Karseno dalam penelitian
adalah untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan deskripsi dan
hasil belajar, dan metode Field Study yang dilakukan Idawati dalam
penelitian adalah untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi, sedangkan
metode Field Study yang dikgunakan oleh peneliti dalam penelitian adalah
untuk meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar.
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan alur penalaran untuk dapat memberikan
jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan. Kerangka berpikir
dapat disusun dalam bentuk kalimat atau digambarkan sebagai sebuah
diagram.
Berdasarkan landasan teori, dapat disusun kerangka berpikir penerapan
metode Field Study dalam pembelajaran letak rumah untuk meningkatkan
kemandirian dan prestasi belajar pada mata pelajaran IPS kelas IB SD UMP.
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
1. Penerapan metode Field Study pada pembelajaran letak rumah untuk
meningkatkan kemandirian peserta didik pada mata pelajaran IPS.
Sesuai dengan pengalaman guru dalam pembelajaran IPS yang
masih banyak dilakukan dengan metode konvensional, kurang variatif,
dan kurang berbasis dengan dunia nyata kehidupan peserta didik,
sehingga memengaruhi kemandirian peserta didik yang masih rendah.
Jadi, penerapan metode Field Study berbantu media gambar denah, serta
memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah pada pembelajaran letak
rumah, diharapkan sikap kemandirian dari diri peserta didik akan
meningkat.
2. Penerapan metode Field Study pada pembelajaran letak rumah untuk
meningkatkan prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS.
Pembelajaran dikatakan efektif apabila peserta didik dapat
pembelajaran harus sesuai dengan karakteristik peserta didik dan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai, maka dalam pelaksanaan pembelajaran
peserta didik akan lebih mudah paham, sehingga prestasi belajar peserta
didik diharapkan dapat meningkat. Penggunaan metode Field Study
diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar IPS materi letak rumah
pada peserta didik kelas IB SD UMP. Penggunaan metode ini didasarkan
pada tujuan mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada peserta
didik. Metode ini juga disesuaikan dengan karakteristik anak kelas I SD
yang pembelajarannya dikaitkan dengan dunia nyata.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir, dapat diajukan hipotesis tindakan dalam
Penelitian Tindakan Kelas sebagai berikut:
1. Penerapan metode Field Study berbantu media gambar denah dalam
pembelajaran materi tentang Letak Rumah dapat meningkatkan
kemandirian belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS Kelas IB SD
UMP, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, semester genap
tahun pelajaran 2015/2016.
2. Penerapan metode Field Study berbantu media gambar denah dalam
pembelajaran materi tentang Letak Rumah dapat meningkatkan prestasi
belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS Kelas IB SD UMP,
Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, semester genap tahun