• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kemandirian a. Pengertian Kemandirian - Katrina Ramadhani Bab II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kemandirian a. Pengertian Kemandirian - Katrina Ramadhani Bab II"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kemandirian

a. Pengertian Kemandirian

Kemandirian merupakan salah satu dari 18 nilai pendidikan

karakter yang dikembangkan di SD. Muslich (2011: 67)

berpendapat, “pendidikan karakter, alih-alih disebut pendidikan budi

pekerti, sebagai pendidikan nilai moralitas manusia yang didasari

pada pengetahuan nilai itu dilakukan”. Winton dalam Samani, dkk

(2012: 43), “Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh

-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada

peserta didiknya.”

Definisi lainnya dikemukakan oleh Ratna Megawangi dalam

Kesuma, dkk (2011: 5), “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak

agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan

mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga peserta

didik dapat memberikan kontribusi yang positif kepada

lingkungannya”. Lickona dalam Samani dan Hariyanto (2012: 44)

mendefinisikan secara sederhana bahwa pendidikan karakter

(2)

Berdasarkan beberapa pengertian menurut para ahli di atas,

dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah proses

penanaman nilai-nilai karakter dari seorang pendidik kepada peserta

didiknya yang meliputi pengetahuan, kesadaran, dan tindakan untuk

melaksanakan nilai tersebut baik kepada Tuhan, diri sendiri maupun

orang lain untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter baik,

dan dapat mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Setelah

memperoleh pendidikan karakter, peserta didik diharapkan dapat

memberikan kontribusi yang positif di lingkungannya.

Peserta didik dapat memperoleh pendidikan karakter salah

satunya yaitu dari sekolah. Pendidikan karakter di sekolah

mempunyai tujuan tertentu. Kesuma (2011: 9) menjabarkan tujuan

pendidikan karakter di sekolah adalah sebagai berikut:

1) Memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu

sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika saat

berproses di sekolah maupun setelah menjadi lulusan dari

sekolah.

2) Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan

nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah (meluruskan perilaku

negatif peserta didik menjadi perilaku yang positif)

3) Membangun koneksi antara sekolah, keluarga dan masyarakat

untuk melaksanakan tanggung jawab pendidikan karakter secara

(3)

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan

bahwa tujuan pendidikan karakter di sekolah, diharapkan peserta

didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan

pengetahuannya, serta melaksanakan nilai-nilai karakter dan akhlak

mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan

karakter di sekolah, diharapkan dapat menanamkan karakter yang

baik kepada peserta didik selama berproses di sekolah maupun

setelah menjadi lulusan dari sekolah.

Karakter yang dikembangkan di Indonesia ada 18, salah

satunya yaitu kemandirian. Seifert dan Hoffnug (Desmita, 2009:

185) mendefinisikan kemandirian atau otonomi sebagai kemampuan

untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan-perasaan malu

dan keraguan. Desmita (2009: 185) menyatakan bahwa kemandirian

mengandung beberapa pengertian, yaitu:

1) Suatu kondisi seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju

demi kebaikan dirinya sendiri.

2) Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi

masalah yang dihadapi.

3) Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya.

4) Bertanggungjawab atas apa yang dilakukan.

Beberapa pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa kemandirian merupakan kemampuan untuk mengatur dan

(4)

berusaha untuk menentukan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain

untuk menyelesaikan tugas. Menyelesaikan tugas sendiri hasilnya

akan lebih memuaskan dibandingkan dengan pekerjaan yang dibantu

oleh orang lain. Peserta didik yang mempunyai kemandirian akan

menjadikan proses pembelajaran menjadi lancar, sehingga guru juga

dapat menikmati mengajarnya. Peserta didik yang mandiri, nantinya

akan dapat melayani kebutuhannya sendiri sekaligus

bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.

Karakter mandiri biasanya ditemukan pada peserta didik yang

memiliki percaya diri, namun pengertian mandiri berbeda dengan

percaya diri. Mustari (2014: 77) mandiri adalah seseorang yang

memiliki percaya diri untuk menghadapi situasi apa saja, sedangkan

percaya diri adalah sifat spesifik yang terdapat pada diri seseorang.

Arti kemandirian dalam keluarga adalah sifat pada diri peserta didik

yang dibentuk oleh orang tuanya sejak dini dalam membangun

kepribadian peserta didik tersebut. Arti mandiri bagi anak usia

sekolah dasar adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah

bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

Adapun individu yang memiliki ciri-ciri kemandirian, menurut

Erikson (Desmita, 2009: 185) mengatakan bahwa:

1) Dapat menentukan nasib sendiri.

2) Memiliki inisiatif dan kreatif.

(5)

4) Bertanggungjawab atas tindakan sendiri.

5) Mampu menahan diri.

6) Dapat mengambil keputusan sendiri.

Karakter mandiri mempunyai dua indikator yaitu indikator

sekolah dan indikator kelas (Daryanto dan Suryatri, 2013: 137)

yaitu:

Tabel 2.1 Indikator Kemandirian Kelas I Sampai III

Nilai Indikator kelas I sampai III

Mandiri 1. Melakukan sendiri tugas kelas yang menjadi tanggung

jawabnya.

2. Mengerjakan PR tanpa meniru pekerjaan temannya.

Pada indikator sekolah, menciptakan situasi sekolah yang

membangun kemandirian peserta didik. Sekolah memberikan sarana

yang memungkinkan peserta didik berlatih menjadi individu yang

mandiri, misalnya untuk melatih kemandirian peserta didik dalam

mencuci tangan, sekolah menyediakan sarana cuci tangan. Dalam

indikator kelas, menciptakan suasana kelas yang memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja mandiri. Peserta

didik yang mandiri akan melakukan sendiri tugas kelas yang menjadi

(6)

b. Bentuk Bentuk Kemandirian

Kemandirian mempunyai beberapa bentuk. Robert Havighrust

(Desmita, 2009: 186) membedakan kemandirian atas empat bentuk

kemandirian, yaitu:

1) Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri

dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.

2) Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi

sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang

lain.

3) Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi

berbagai masalah yang dihadapi.

4) Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan

interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang

lain.

Steiberg dalam Desmita (2009: 186) membedakan karakteristik

kemandirian atas tiga bentuk :

“The first emotional autonomy-that aspect of independence relate to changes in the individual’s close relationships, especially with parent. The second behavioral autonomy-the capacity to make independent decisions and follow through with them. The third characterization involves an aspect of independence reffered to as value autonomy-wich is more than simply being able to resist pressures to go along with the demands of other; it means having a set a principles about right and wrong, about what is important and what is not”.

Pendapat Steiberg di atas dapat diartikan bahwa tiga

(7)

menyatakan perubahan kedekatan emosional antar individu. Kedua,

kemandirian tingkah laku untuk membuat keputusan tanpa

tergantung pada orang lain dan melakukan secara tanggungjawab.

Ketiga, kemandirian nilai memaknai prinsip tentang benar dan salah.

c. Permasalahan Kemandirian

Pentingnya kemandirian bagi peserta didik dapat dilihat dari

kompleksitas kehidupan yang secara langsung atau tidak langsung

mempengaruhi kehidupan peserta didik. Dalam konteks proses

belajar, terlihat adanya fenomena peserta didik yang kurang mandiri

dalam belajar. Hal ini dapat menimbulkan gangguan mental setelah

memasuki pendidikan lanjutan, kebiasaan belajar yang kurang baik

(seperti tidak betah belajar lama atau belajar hanya menjelang ujian,

membolos, menyontek, dan mencari bocoran soal-soal).

Fenomena-fenomena di atas menuntut dunia pendidikan untuk

mengembangkan kemandirian peserta didik. Sunaryo (Desmita,

2009: 189-190) menyebutkan bahwa beberapa gejala yang

berhubungan dengan permasalahan kemandirian, yaitu:

1) Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan karena

niat sendiri yang ikhlas. Perilaku seperti ini akan mengarah pada

perilaku tidak konsisten, yang akan menghambat pembentukan

etos kerja dan etos kehidupan yang mapan sebagai salah satu ciri

(8)

2) Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup. Manusia mandiri

bukanlah manusia yang lepas dari lingkungannya, melainkan

manusia yang peduli dengan lingkungannya.

3) Ketidakjujuran dalam berpikir dan bertindak, serta kemandirian

yang masih rendah.

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar akan mudah didapat oleh seseorang apabila

senantiasa belajar. James O. Whittaker (Djamarah, 2008: 12)

merumuskan belajar sebagai “proses tingkah laku yang ditimbulkan

atau diubah melalui latihan atau pengalaman”. Kesimpulan yang

dikemukakan oleh Abdillah dalam Aunurrahman (2010: 35), belajar

adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam

perubahan tingkah laku, baik melalui latihan dan pengalaman yang

menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor untuk

memperoleh tujuan tertentu. Dalam buku Educational Psychology,

H.C Witherington (Aunurrahman, 2010: 35), mengemukakan bahwa

belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang

menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa

kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian.

Beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang

dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa, belajar adalah proses

(9)

pengalaman interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut

aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Tentunya untuk

mendapatkan perubahan tersebut, dilakukan oleh seseorang melalui

usaha secara sadar.

Selain terdapat pengertian belajar, terdapat pula ciri-ciri

belajar. Apabila hakikat belajar adalah proses perubahan tingkah

laku, maka terdapat beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan

ke dalam ciri-ciri belajar (Slameto, 2010: 3). Ciri-ciri belajar adalah

sebagai berikut:

1) Perubahan yang terjadi secara sadar. Individu yang belajar akan

menyadari adanya perubahan yang terjadi pada dirinya. Misalnya,

menyadari bahwa setelah belajar pengetahuannya menjadi

bertambah.

2) Perubahan dalam belajar bersifat berkelanjutan dan fungsional.

Perubahan yang terjadi pada diri seseorang setelah belajar

berlangsung secara berkelanjutan, tidak statis. Satu perubahan

yang terjadi akan menyebabkan perubahan proses belajar

berikutnya.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. Semakin

seseorang sering belajar, maka akan semakin bertambahnya

sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan yang bersifat

aktif artinya perubahan tersebut terjadi karena usaha individu itu

(10)

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

(menetap/permanen). Perubahan yang terjadi pada seseorang

setelah belajar akan bersifat menetap, apabila sering dilatih dan

ilmu yang didapat sering digunakan.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. Belajar

senantiasa memiliki tujuan yang telah ditetapkan dan ingin

dicapai. Belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang

disadari.

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Jika seseorang

telah belajar sesuatu, maka akan terjadi perubahan tingkah laku

secara menyeluruh, baik pada aspek pengetahuan, sikap, maupun

keterampilan.

Seorang peserta didik apabila belajar dengan teratur dan serius,

maka akan mudah mendapatkan prestasi belajar. Menurut Hamdani

(2011: 138-139) prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan

yang dimiliki peserta didik dalam menerima, menolak, dan menilai

informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar.

Prestasi belajar sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam

mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai

atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar

mengajar.

Arifin (2013: 12) mengemukakan tentang prestasi belajar pada

(11)

sebagai indikator kualitas dan kuantitas yang telah dikuasai peserta

didik. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi

pendidikan. Selain itu prestasi belajar dapat dijadikan pendorong

bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan

teknologi, dan berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan

mutu pendidikan. Kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu

prestatie. Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi”

yang berarti “hasil usaha”. Prestasi belajar (achievement) berbeda

dengan hasil belajar (learning outcome), prestasi belajar biasanya

berkenaan dengan aspek kognitif yang dicapai peserta didik setelah

pembelajaran, sedangkan hasil belajar yaitu berkenaan dengan aspek

pembentukan watak peserta didik.

Menurut pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi

belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang

yang telah melaksanakan usaha-usaha belajar. Usaha-usaha tersebut

berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di

sekolah dalam jangka waktu tertentu yang dinyatakan dalam nilai

setelah mengalami proses belajar mengajar.

b. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar

Adapun faktor-faktor yang dapat memengaruhi prestasi

belajar. Hamdani (2011: 139-145) menyatakan faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua

(12)

1) Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari peserta didik.

Faktor ini antara lain sebagai berikut:

a) Kecerdasan (Intelegensi)

Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai

kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang

dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi

rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukan

kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya.

Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh

kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu peserta didik dengan

peserta didik yang lain, sehingga peserta didik pada usia

tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan lebih tinggi

dibandingkan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu,

jelas bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang

tidak diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar.

b) Faktor jasmaniah atau faktor fisiologis

Kondisi jasmaniah atau fisiologis pada umumnya

sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang.

c) Sikap

Sikap yaitu suatu kecenderungan untuk mereaksi

terhadap suatu hal, orang atau benda dengan suka, tidak suka,

(13)

faktor pengetahuan, kebiasaan, dan keyakinan. Dalam diri

peserta didik harus ada sikap yang positif (menerima) kepada

sesama peserta didik atau kepada gurunya. Sikap posistif ini

akan menggerakan untuk belajar. Peserta didik yang sikapnya

negatif (menolak) kepada sesama peserta didik atau gurunya

tidak akan mempunyai kemauan untuk belajar.

d) Minat

Minat menurut ahli psikologi adalah suatu

kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat

sesuatu secara terus menerus. Minat ini erat kaitannya dengan

perasaan senang. Minat itu terjadi karena perasaan senang

pada sesuatu. Jika menyukai sesuatu pelajaran, peserta didik

akan belajar dengan senang hati tanpa beban.

e) Bakat

Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki

seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan

datang. Setiap orang memiliki bakat dalam arti berpotensi

untuk mencapai prestasi sampai tingkat tertentu sesuai

dengan kapasitas masing-masing. Bakat itu sendiri sangat

mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar pada

(14)

f) Motivasi

Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong

sesorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat

menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan sehingga

semakin besar kesuksesan belajarnya. Kuat lemahnya

motivasi belajar turut mempengaruhi keberhasilan belajar.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi

prestasi belajar, salah satunya yaitu faktor internal. Faktor internal

terdiri dari kecerdasan, faktor jasmani, sikap, minat, bakat, dan

motivasi. Kecerdasan adalah kemampuan dalam menyesuaikan diri

dengan keadaan yang dihadapi. Faktor jasmani adalah apabila

kesehatan terganggu, maka kegiatan belajar akan terganggu pula.

Sikap adalah reaksi seseorang terhadap suatu hal, orang, atau benda.

Minat adalah kecenderungan mengingat dan memperhatikan sesuatu

secara terus menerus. Motivasi adalah segala seasuatu yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

2) Faktor Eksternal

a) Keadaan keluarga

Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan

utama. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam

keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat

(15)

merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang

menambah motivasi untuk belajar.

b) Keadaan sekolah

Lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong peserta

didik untuk belajar lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara

penyajian pembelajaran, hubungan guru dengan peserta didik,

alat-alat pelajaran, dan kurikulum. Hubungan antara guru dan

peserta didik yang baik akan mempengaruhi hasil-hasil

belajarnya.

c) Lingkungan masyarakat

Lingkungan membentuk kepribadian anak karena dalam

pergaulan sehari-hari, seorang anak selalu menyesuaikan dirinya

dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya. Oleh karena itu,

apabila seorang peserta didik bertempat tinggal di suatu

lingkungan temannya yang rajin belajar, kemungkinan hal

tersebut akan membawa pengaruh belajar sebagaimana

temannya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar selain

dipengaruhi oleh faktor internal, juga dipengaruhi oleh faktor

eksternal. Faktor eksternal terdiri dari keadaan keluarga, keadaan

sekolah, dan lingkungan masyarakat. Adanya rasa aman dalam

keluarga merupakan kekuatan pendorong dari luar yang menambah

(16)

guru dengan peserta didik, penyajian pembelajaran, alat

pembelajaran dan kurikulum yang baik akan mempengaruhi hasil

belajar peserta didik. Apabila peserta didik tinggal di lingkungan

temannya yang rajin belajar, maka akan membawa pengaruh belajar

sebagaimana temannya, karena peserta didik selalu menyesuaikan

diri dengan kebiasaan lingkungannya.

Jenis, indikator, dan cara evaluasi prestasi (Syah, 2003: 217)

dapat tersaji dalam tabel berikut:

Tabel 2.2 Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi Ranah Cipta

Ranah/Jenis

Prestasi Indikator Cara Evaluasi

(17)

Berdasarkan tabel 2.1 di atas, evaluasi prestasi belajar ranah

cipta (kognitif) mempunyai 6 tingkatan, yaitu pengamatan, ingatan,

pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis. Cara evaluasi prestasi

belajar ranah cipta dapat dilakukan dengan tes tertulis maupun tes

lisan.

c. Fungsi Prestasi Belajar

Prestasi belajar memiliki fungsi. Fungsi utama prestasi belajar

menurut Arifin (2013: 12) adalah sebagai berikut:

1. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas

pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

2. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.

3. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi

pendidikan, karena dapat dijadikan sebagai pendorong bagi

peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan

teknologi, dan berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan

mutu pendidikan.

4. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu

institusi pendidikan. Indikator intern berarti prestasi belajar dapat

dijadikan indikator produktivitas suatu institusi pendidikan,

sedangkan indikator ekstern berarti tinggi rendahnya prestasi

belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan peserta didik

(18)

5. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator kecerdasan peserta

didik.

Beberapa fungsi utama prestasi belajar di atas begitu penting agar

dapat mengetahui dan memahami prestasi belajar peserta didik, baik

secara individual maupun kelompok, sebab fungsi prestasi belajar tidak

hanya sebagai indikator keberhasilan dalam mata pelajaran tertentu,

tetapi juga sebagai indikator kualitas suatu institusi pendidikan. Selain

itu, prestasi belajar juga bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran, sehingga guru dapat memutuskan

apakah peserta didik membutuhkan bimbingan atau tidak.

3. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

a. Pengertian IPS

IPS merupakan mata pelajaran di sekolah yang didesain atas

dasar fenomena, masalah dan realitas sosial. Zuraik dalam Susanto

(2013: 138), hakikat IPS adalah harapan untuk mampu membina

suatu masyarakat yang baik dimana para anggotanya benar-benar

berkembang sebagai insan sosial yang rasional dan penuh tanggung

jawab, sehingga karenanya diciptakan nilai-nilai. IPS mempunyai

fondasi dan tugas bagi pengembangan intelektual, emosional,

kultural, dan sosial peserta didik, agar peka terhadap masalah sosial

yang terjadi di masyarakat (Zubaedi, 2011: 287).

Ilmu Pengetahuan Sosial, yang sering disingkat dengan IPS,

(19)

dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara

ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang

mendalam kepada peserta didik, khususnya di tingkat dasar dan

menengah. Hakikat IPS di sekolah dasar memberikan pengetahuan

dasar dan keterampilan sebagai media pelatihan bagi peserta didik

sebagai warga negara sedini mungkin (Susanto, 2013: 138).

Jadi, hakikat IPS adalah untuk mengembangkan konsep

pemikiran yang berdasarkan realita kondisi sosial yang ada di

lingkungan peserta didik, sehingga dengan memberikan pendidikan

IPS diharapkan dapat melahirkan warga negara yang baik dan

bertanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya. Pembelajaran

IPS dikembangkan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber

daya manusia di bidang nilai, sikap, pengetahuan, serta kecakapan

dasar peserta didik yang berpijak pada kehidupan nyata.

Pendidikan IPS di sekolah dasar merupakan bidang studi yang

mempelajari manusia dalam semua aspek kehidupan dan

interaksinya di masyarakat. Peran IPS sangat penting untuk

mendidik peserta didik mengembangkan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan agar kelak dapat menjadi warga negara yang baik.

b. Visi dan Misi IPS

Pendidikan IPS mempunyai visi dan misi yaitu, membentuk

(20)

R.D, Barth J.L dan Shermis S.S dalam Sapriya dkk (2007: 10)

ciri-ciri karakter warga negara yang baik adalah sebagai berikut:

1) Memiliki sikap patriotisme (cinta kepada tanah air, bangsa dan negara).

2) Mempunyai penghargaan dan pengertian terhadap nilai-nilai, pranata, dan praktik kehidupan kemasyarakatan.

3) Memiliki sikap integritas sosial dan tanggung jawab sebagai warga negara.

4) Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap nilai-nilai budaya atau tradisi yang diwariskan oleh bangsanya.

5) Mempunyai motivasi untuk turut serta secara aktif dalam pelaksanaan kehidupan demokrasi.

6) Memiliki kesadaran (tanggap) akan masalah sosial.

7) Memiliki ide, sikap dan keterampilan yang diharapkan sebagai seorang warga negara.

8) Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap sistem ekonomi yang berlaku.

Pendidikan IPS mempunyai misi. Misi pendidikan IPS

(Sapriya, 2007: 10-11):

1) Menumbuhkan kesadaran bahwa dirinya merupakan makhluk

ciptaan-Nya.

2) Mendidik peserta didik menjadi warga negara yang baik.

3) Menekankan pada kehidupan manusia yang demokratis.

4) Meningkatkan partisipasi aktif, efektif, dan kritis sebagai

warga negara.

5) Membina peserta didik tidak hanya pengembangan

pengetahuan, tetapi sikap dan keterampilan agar dapat

mengambil bagian secara aktif dalam kehidupan kelak sebagai

(21)

Berdasarkan visi dan misi menurut para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa pendidikan IPS dapat membentuk dan

mengembangkan peserta didik menjadi warga negara yang baik

menumbuhkan kesadaran bahwa dirinya merupakan makhluk ciptaan

Tuhan dan membina pengembangan peserta didik pada aspek

pengetahuan, sikap, dan keterampilan agar dapat menjadi warga

negara yang aktif dalam kehidupannya kelak.

c. Tujuan IPS di Sekolah

Pendidikan IPS di sekolah dasar mempunyai tujuan tertentu.

Secara perinci, Mutakin dalam Susanto (2013: 145) merumuskan

tujuan pembelajaran IPS di sekolah, sebagai berikut:

1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.

2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

Berdasarkan pendapat di atas mengenai tujuan pendidikan IPS

(22)

1) Memberikan kepada peserta didik pengetahuan tentang

pengalaman manusia dalam kehidupan bermasyarakat pada masa

lalu, sekarang, dan masa yang akan datang.

2) Menolong peserta didik untuk mengembangkan keterampilan

untuk mencari, mengolah, dan memproses informasi.

3) Menolong peserta didik untuk mengembangkan nilai/sikap

demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat.

4) Menyediakan kesempatan kepada peserta didik untuk berperan

serta dalam kehidupan sosial.

Tujuan lain dalam pendidikan IPS ini yaitu peserta didik akan

dapat mengamati dan mempelajari norma-norma atau peraturan serta

kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat, sehingga

peserta didik mendapat pengalaman langsung adanya hubungan

timbal balik yang saling memengaruhi antara kehidupan pribadi dan

masyarakat. Peserta didik juga akan memperoleh pengetahuan dari

yang sederhana sampai yang lebih luas, dimulai dari peserta

didikdiperkenalkan dengan diri sendiri, lalu keluarga, tetangga,

lingkungan RT dan RW, desa/kelurahan, kota/kabupaten, provinsi,

negara, hingga dunia. Itulah sebabnya pendidikan IPS di sekolah

dasar bergerak dari yang konkret menuju ke yang abstrak, mengikuti

(23)

d. Materi IPS untuk Penelitian

Materi IPS yang digunakan oleh peneliti dalam PTK ini

mengambil Standar Kompetensi 2 semester 2 yaitu,

Mendeskripsikan Lingkungan Rumah, dengan pembagian Standar

Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator sebagai berikut:

1) Siklus I Standar Kompetensi Mendeskripsikan Lingkungan

Rumah, Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Letak Rumah, dan

indikator pertemuan I Membedakan arah mata angin, indikator

pertemuan II Menjelaskan letak rumah.

2) Siklus II Standar Kompetensi Mendeskripsikan Lingkungan

Rumah, Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Letak Rumah, dan

indikator pertemuan I Menyebutkan Alamat Rumah, indikator

pertemuan II Menjelaskan letak suatu tempat.

Materi ini diajarkan di kelas I, sesuai dengan silabus. Materi

ini diajarkan dengan alokasi waktu 8 jam pertemuan x 35 menit.

Materi pokok ini meliputi arah mata angin, letak rumah, alamat

rumah, dan letak suatu tempat.

4. Metode Field Study

a. Pengertian Metode Field Study

Metode secara harfiah diartikan sebagai “cara”. Metode

diartikan menurut Susanto (2013: 153), adalah “cara melakukan

suatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan

(24)

Sudjana dalam Susanto (2013: 153), metode mengajar dapat

diartikan sebagai cara guru dalam mengadakan hubungan dengan

peserta didik pada saat berlangsungnya pengajaran.

Dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah suatu cara

yang dipakai oleh seorang pendidik dalam menyampaikan bahan

pelajaran sehingga bisa diterima oleh peserta didik dan juga

tercapainya tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, seorang guru

dituntut untuk dapat menggunakan metode pembelajaran yang

beragam, agar suasana pembelajaran menjadi lebih baik.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran

IPS adalah metode Field Study (studi lapangan atau karyawisata).

Studi lapangan menurut Nigel Bevan dan Tomer Sharon (Nursa’ban,

2012: 6) adalah metode pembelajaran melalui pengumpulan data

secara langsung dengan pengamatan, wawancara, mencatat, atau

mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Pada proses berlangsung,

pembelajar berada langsung di lapangan. Sumaatmadja (1980: 113)

mengemukakan studi lapangan atau karyawisata yaitu “suatu

kunjungan ke objek tertentu di luar lingkungan sekolah, yang ada di

bawah bimbingan guru, yang bertujuan untuk mencapai tujuan

instruksional tertentu”.

Metode Field Study termasuk dalam pembelajaran kontekstual,

yaitu tipe pembelajaran yang dapat membawa peserta didik untuk

(25)

dapat mengamati secara langsung. Metode ini merupakan salah satu

tipe pembelajaran kontekstual yang mudah diterapkan, melibatkan

aktivitas seluruh peserta didik tanpa merasa bosan dengan

pembelajaran jika dilakukan di kelas dan mengandung unsur

refreshing (Rochimah dan Wahid, 2011: 5).

Field study menerapkan prinsip pengajaran modern yang

memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran. Peserta didik

dapat secara mandiri berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang

dilakukan oleh para instruktur maupun guru pembimbing, serta

mengalami dan menghayati langsung yang dilakukan, memperoleh

bermacam-macam pengetahuan dan pengalaman yang terintegrasi

dan terpadu, serta membuat materi yang dipelajari di sekolah

menjadi lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada di

masyarakat, tentunya juga dapat lebih merangsang kreativitas peserta

didik.

b. Tujuan Field Study

Tujuan dilaksanakan Field Study antara lain peserta didik

memperoleh pengalaman langsung dari obyek yang dilihatnya dan

dapat turut menghayati tugas pekerjaan milik seseorang serta dapat

bertanya jawab, dengan demikian mereka mampu memecahkan

persoalan yang dihadapinya dalam pelajaran, maupun pengetahuan

umum. Selain itu peserta didik dapat melihat, mendengar, meneliti

(26)

mengambil kesimpulan, dan sekaligus dalam waktu yang sama

peserta didik dapat mempelajari beberapa mata pelajaran.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan

Field Study menurut Rochimah dan Wahid (2011: 5) adalah sebagai

berikut:

1) Persiapan, untuk menetapkan tujuan pembelajaran dengan jelas,

mempertimbangkan pemilihan teknik, menghubungi objek yang

akan dikunjungi untuk merundingkan segala sesuatu, penyusunan

rencana,dan mempersiapkan sarana.

2) Pelaksanaan Field Study, guru mengatur segalanya, setiap

peserta didik mematuhi tata tertib yang telah ditentukan bersama,

guru menerangkan dan memperlihatkan aplikasi dalam kehidupan

nyata objek sesuai materi pelajaran yang diajarkan. Aktivitas

belajar berupa pengamatan, percobaan, atau eksperimen yang

memungkinkan peserta didik dapat belajar lebih rileks di samping

menumbuhkan tanggungjawab dan keterlibatan belajar.

3) Akhir Field Study, setelah itu peserta didik mengadakan diskusi

mengenai segala hal hasil percobaan dan pengamatannya. Guru

memberikan soal-soal kepada peserta didik yang dikumpulkan

secara individu. Menindaklanjuti hasil kegiatan Field Study

(27)

c. Keuntungan dan Kekurangan Field Study

Metode Field Study mempunyai keuntungan. Beberapa

keuntungan studi lapangan atau karya wisata menurut Roestiyah

(2012: 87) adalah sebagai berikut:

1) Peserta didik dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang

dilakukan oleh para petugas pada obyek karya wisata itu, serta

mengalami dan menghayati langsung apa pekerjaan para petugas

yang mungkin hal tersebut tidak diperoleh di sekolah.

2) Peserta didik dapat melihat kegiatan berbagai kegiatan para

petugas secara individu maupun kelompok, dan dihayati secara

langsung, yang akan memperdalam dan memperluas pengalaman

peserta didik.

3) Peserta didik dapat bertanya jawab, menemukan sumber

informasi yang pertama untuk memecahkan persoalan yang

dihadapi, sehingga peserta didik menemukan bukti kebenaran

teorinya atau mencobakan teorinya ke dalam praktik.

4) Peserta didik dapat memperoleh bermacam-macam pengetahuan

dan pengalaman yang terintegrasi, yang tidak terpisah-pisah dan

terpadu.

Pada penerapannya, studi lapangan atau karya wisata pada

pembelajaran IPS selain memiliki kelebihan juga memiliki

kekurangan (Sumaatmadja, 1980: 116). Kekurangan tersebut antara

(28)

1) Jika terlalu sering dilaksanakan, akan dapat mengganggu rencana

pembelajaran.

2) Jika objek yang akan dijadikan bahan karya wisata terlalu jauh

letaknya, menyulitkan angkutan dan pembiayaan.

3) Jika dalam pelaksanaan sifatnya terlalu kaku, dapat menurunkan

minat peserta didik terhadap studi lapangan, sehingga tujuan tidak

tercapai.

5. Media Gambar Denah

Pada dasarnya, pelajaran IPS adalah pelajaran yang mengikuti

perkembangan zaman, sehingga guru perlu memberi contoh-contoh

konkret dalam pembelajaran, misalnya pada materi letak rumah. Dalam

satu tahun saja, denah letak rumah tahun lalu akan berbeda dengan denah

letak rumah tahun sekarang. Guru perlu memberi contoh-contoh yang

bervariasi untuk menarik minat peserta didik dalam pembelajaran

tersebut.

Pengalaman langsung peserta didik dari lingkungan melalui benda

tiruan berupa media gambar denah, akan membantu penyampaian pesan

kepada peserta didik agar pembelajaran dapat dipahami dengan baik.

Pengalaman langsung akan memberi informasi dari pengalaman peserta

didik yang melibatkan panca indera. Media gambar denah yang berupa

simbol abstrak merupakan awal pembentukan pengalaman berupa

penggambaran realitas secara langsung. Penjelasan di atas merupakan

(29)

Edgar Dale. Edgar Dale mengatakan bahwa tingkat pengalaman peserta

didik menggunakan rentang dari yang bersifat konkret ke abstrak untuk

memberikan implikasi terhadap pemilihan media dan bahan

pembelajaran. Berikut ini gambar kerucut pengalaman menurut Edgar

Dale:

Gambar 2.1 Cone of Experience dari Edgard Dale

Berdasarkan gambar di atas, peneliti memilih metode Field Study

sebagai simulasi agar 90% materi gambar denah dapat diingat oleh

peserta didik. Peneliti juga memilih gambar denah sebagai media untuk

penyajian untuk presentasi materi gambar denah yang 70% dapat diingat

oleh peserta didik. Gambar denah yang disajikan tersebut juga disajikan

untuk dilihat agar 30% materi dapat diingat.

Teori kerucut pengalaman Edgar Dale, peneliti jadikan pedoman

dengan harapan materi letak rumah dapat dipahami oleh semua peserta

didik. Hal ini merupakan upaya untuk menarik minat siswa terhadap

(30)

a. Pengertian Media Gambar

Media gambar merupakan media yang sederhana dan biasanya

mudah di dapat. Hamalik (1986: 81) berpendapat bahwa media

gambar adalah “gambar yang tak diproyeksikan, terdapat

dimana-mana, baik di lingkungan anak-anak maupun di lingkungan orang

dewasa, mudah diperoleh dan ditunjukkan kepada anak-anak.”

Media gambar yang tidak diproyeksikan merupakan media yang

sederhana, tidak membutuhkan proyektor dan layar untuk

memproyeksikan perangkat lunak. Gambar dan foto merupakan

media yang umum dipakai untuk berbagai macam kegiatan

pembelajaran. Gambar yang baik bukan hanya dapat menyampaikan

saja, tetapi dapat digunakan untuk melatih keterampilan berpikir

serta dapat mengembangkan kemampuan imajinasi peserta didik

(Sanjaya, 2012: 166). Sementara itu, Smaldino, dkk (Anitah, 2008:

8) mengatakan bahwa media gambar atau fotografi dapat

memberikan gambaran tentang segala sesuatu, seperti binatang,

orang, tempat, atau peristiwa.

Pengertian media gambar dapat disimpulkan dari beberapa

pendapat di atas yaitu suatu alat yang digunakan oleh guru tanpa

diproyeksikan dan mudah didapat dari lingkungan sekitar, untuk

membantu pemahaman, melatih keterampilan berpikir dan

(31)

pembelajaran. Melalui media gambar dapat menerjemahkan

ide/materi pembelajaran menjadi lebih realistis.

b. Ciri-Ciri Media Gambar

Ciri-ciri media gambar yang baik (Anitah, 2008: 9) adalah

sebagai berikut:

1) Cocok dengan tingkatan umur dan kemampuan pembelajar.

2) Sederhana atau tidak terlalu kompleks.

3) Realistis, yaitu gambar itu menggambarkan benda atau

keadaan yang sebenarnya dengan perbandingan ukuran

tertentu.

4) Gambar sebagai media pembelajaran harus dapat dipegang

oleh pembelajar.

Jadi, ciri-ciri media gambar yang baik yaitu gambar yang

realistis atau gambar yang dapat menggambarkan keadaan

sebenarnya dengan perbandingan tertentu, yang cocok digunakan

oleh peserta didik sesuai dengan kemampuannya. Media gambar

juga dibuat tidak terlalu kompleks, karena yang penting dapat

membantu memperjelas materi pelajaran yang diajarkan.

c. Kelebihan dan Kekurangan Media Gambar

Media gambar memiliki beberapa kelebihan sebagai media

pembelajaran (Sanjaya, 2012: 167), diantaranya yaitu:

1) Media gambar dapat menghilangkan verbalisme.

(32)

3) Gambar merupakan media yang mudah diperoleh.

4) Media gambar harganya relatif murah.

5) Media gambar tidak perlu menggunakan peralatan secara

khusus.

Media gambar selain memiliki kelebihan, juga memiliki

kekurangan (Anitah, 2008: 8), diantaranya yaitu:

1) Terkadang media gambar terlalu kecil untuk digunakan di

kelas yang besar.

2) Tidak dapat menunjukkan gerak.

3) Peserta didik tidak selalu mengetahui bagaimana membaca

(menginterpretasi) gambar.

4) Media gambar merupakan media yang dapat dilihat

menggunakan indera penglihatan.

Menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

penggunaan media gambar mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan menggunakan media gambar yaitu dapat mengatasi ruang

dan waktu, karena dapat menggambarkan keadaan yang mirip

dengan aslinya dengan ukuran tertentu. Media gambar juga dapat

menghilangkan verbalisme pada saat pembelajaran. Kekurangan

menggunakan media gambar yaitu hanya dapat digunakan bagi yang

memiliki indera penglihatan yang normal. Terkadang media gambar

(33)

d. Media Gambar Denah

Media gambar yang digunakan dalam PTK ini adalah media

gambar denah. Said, dkk (2012: 48) mengemukakan denah adalah

gambar yang menunjukkan letak kota, jalan dan sebagainya. Adanya

denah, seseorang menjadi paham jalan yang harus dilalui untuk

sampai ke tempat tujuan. Tempat yang ditunjukkan tidak terlalu luas,

namun dapat lebih rinci. Denah juga disebut dengan peta kecil.

Rumah juga dapat dibuat denah untuk menunjukkan bagian-bagian

yang ada di dalamnya. Bagian-bagian tersebut disebut ruang atau

kamar.

B. Penelitian Relevan

Hasil penelitian yang relevan sesuai dengan penelitian ini adalah

penelitian yang dilakukan oleh Arif Karseno (2011) dengan judul

Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi melalui Penerapan

CTL dengan Metode Field Study di Kelas V SD Negeri Gununggiana Tahun

Ajaran 2011/2012.

Hasil evaluasi yang diberikan kepada 29 peserta didik, penelitian

tersebut menyimpulkan bahwa ada peningkatan keterampilan menulis

karangan deskripsi peserta didik setelah dilaksanakan tindakan kelas dengan

pendekatan kontekstual. Hasil belajar kognitif peserta didik sebelum tindakan

diperoleh nilai tes rata-rata 62,8 dengan ketuntasan klasikal 51,7%. Pada

siklus I ada peningkatan keterampilan menulis karangan deskripsi dari semula

(34)

peningkatan kembali pada keterampilan menulis karangan deskripsi semula

ketuntasan klasikal 65,5% menjadi 86,2%. Hasil belajar afektif pada siklus I

mendapat rata-rata 73% dan terjadi peningkatan pada siklus II yaitu 88%.

Hasil nilai psikomotor pada siklus I, nilai rata-rata 79% dan pada siklus II

terjadi peningkatan yaitu 87%.

Berdasarkan hasil uraian di atas terbukti bahwa dengan menggunakan

metode Field Study dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan

deskripsi dan hasil belajar peserta didik di sekolah dasar. Hasil belajar

tersebut mancakup di dalamnya prestasi belajar.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Idawati (2012) dengan

judul Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Bebas melalui Penggunaan

Media Lingkungan (Field Study) di Kelas VA SD Negeri 3 Cindaga. Hasil

evaluasi yang diberikan kepada 27 peserta didik, penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa ada peningkatan ketuntasan belajar menulis puisi

setelah dilaksanakan tindakan kelas dengan pembelajaran Field Study. Data

yang diperoleh peneliti, peserta didik dalam menulis puisi pada siklus I

peserta didik yang tuntas belajar berjumlah 17 peserta didik, dengan

persentase ketuntasan belajar 62,96%. Pada siklus II, peserta didik yang

tuntas belajar berjumlah 24 peserta didik, dengan persentase ketuntasan

belajar 88,88%.

Berdasarkan hasil uraian di atas terbukti bahwa dengan menggunakan

pembelajran Field Study dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar

(35)

Metode Field Study juga membuat peserta didik senang, karena belajar dapat

dilakukan di luar kelas.

Metode Field Study yang dilakukan oleh Arif Karseno dalam penelitian

adalah untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan deskripsi dan

hasil belajar, dan metode Field Study yang dilakukan Idawati dalam

penelitian adalah untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi, sedangkan

metode Field Study yang dikgunakan oleh peneliti dalam penelitian adalah

untuk meningkatkan kemandirian dan prestasi belajar.

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan alur penalaran untuk dapat memberikan

jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan. Kerangka berpikir

dapat disusun dalam bentuk kalimat atau digambarkan sebagai sebuah

diagram.

Berdasarkan landasan teori, dapat disusun kerangka berpikir penerapan

metode Field Study dalam pembelajaran letak rumah untuk meningkatkan

kemandirian dan prestasi belajar pada mata pelajaran IPS kelas IB SD UMP.

(36)

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

1. Penerapan metode Field Study pada pembelajaran letak rumah untuk

meningkatkan kemandirian peserta didik pada mata pelajaran IPS.

Sesuai dengan pengalaman guru dalam pembelajaran IPS yang

masih banyak dilakukan dengan metode konvensional, kurang variatif,

dan kurang berbasis dengan dunia nyata kehidupan peserta didik,

sehingga memengaruhi kemandirian peserta didik yang masih rendah.

Jadi, penerapan metode Field Study berbantu media gambar denah, serta

memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah pada pembelajaran letak

rumah, diharapkan sikap kemandirian dari diri peserta didik akan

meningkat.

2. Penerapan metode Field Study pada pembelajaran letak rumah untuk

meningkatkan prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS.

Pembelajaran dikatakan efektif apabila peserta didik dapat

(37)

pembelajaran harus sesuai dengan karakteristik peserta didik dan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai, maka dalam pelaksanaan pembelajaran

peserta didik akan lebih mudah paham, sehingga prestasi belajar peserta

didik diharapkan dapat meningkat. Penggunaan metode Field Study

diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar IPS materi letak rumah

pada peserta didik kelas IB SD UMP. Penggunaan metode ini didasarkan

pada tujuan mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada peserta

didik. Metode ini juga disesuaikan dengan karakteristik anak kelas I SD

yang pembelajarannya dikaitkan dengan dunia nyata.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir, dapat diajukan hipotesis tindakan dalam

Penelitian Tindakan Kelas sebagai berikut:

1. Penerapan metode Field Study berbantu media gambar denah dalam

pembelajaran materi tentang Letak Rumah dapat meningkatkan

kemandirian belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS Kelas IB SD

UMP, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, semester genap

tahun pelajaran 2015/2016.

2. Penerapan metode Field Study berbantu media gambar denah dalam

pembelajaran materi tentang Letak Rumah dapat meningkatkan prestasi

belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS Kelas IB SD UMP,

Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, semester genap tahun

Gambar

Tabel 2.1 Indikator Kemandirian Kelas I Sampai III
Tabel 2.2 Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi
Gambar 2.1 Cone of Experience dari Edgard Dale
gambar adalah “gambar yang tak diproyeksikan, terdapat dimana-
+3

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul ”Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Jepara” diajukan sebagai

Berilah tanda ( √ ) pada alternatif jawaban yang tersedia yang paling sesuai dengan keadaan sebenarnya yang Bapak/Ibu/Sdr/Sdri alami selama bekerja di Rumah Sakit ini. Untuk

Teknik analisis data menggunakan model Kemmis dan Taggart meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan evaluasi-refleksi.Hasil penelitian menunjukkan

pembebanan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu yang singkat adalah kurang menguntungkan, khususnya daTi sisi teknis. Secara teknis, pada saat start suatu motor

Kegiatan promosi bertujuan untuk memberitahu pasar yang dituju tentang penawaran perusahaan. Promosi yang bersifat informatif membantu konsumen dalam pengambilan keputusan

Hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan kunyit yang diberi perlakuan steam blanching selama 3 menit, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan yang lain, sedangkan

kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Kemampuan Melakukan Pemecahan Masalah Tentang Pecahan Dengan Menggunakan Pendekatan CTL

The purpose of this study was to determine the changes in the physicochemical characteristics of steamed cake (color, volume and content of antioxidants cake) flour based