• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN PLANKTON PADA APLIKASI PROBIOTIK DALAM PEMELIHARAAN UDANG WINDU (Penaeus monodon FABRICIUS) DI BAK TERKONTROL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN PLANKTON PADA APLIKASI PROBIOTIK DALAM PEMELIHARAAN UDANG WINDU (Penaeus monodon FABRICIUS) DI BAK TERKONTROL"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penggunaan probiotik sebagai upaya untuk memperbaiki lingkungan budidaya (tambak) seperti mengurangi limbah organik pada tambak udang intensif yang berasal dari sisa pakan, kotoran, dan metabolit udang. Tujuan penelitian adalah mendapatkan data informasi tentang pertumbuhan plankton pada aplikasi berbagai sumber karbohidrat untuk perbanyakan bakteri probiotik dalam pemeliharaan udang windu (P.monodon Fabricius), menggunakan bak kayu ukuran 1 m x 1 m x 0,6 m sebanyak 12 buah. Perlakuan yang diuji adalah sumber karbohidrat untuk perbanyakan probiotik yaitu perlakuan A = dedak, perlakuan B = sagu, perlakuan C = tapioka, dan perlakuan D = tanpa sumber karbohidrat, masing-masing dengan 3 ulangan. Organisme yang digunakan adalah benur udang windu (P. monodon Fabricius) ukuran bobot 0,3 g dengan padat tebar 50 ekor/bak. Probiotik yang telah diperbanyak dengan menggunakan komposisi perlakuan diberikan sebanyak 5 ppm setiap 7 hari sekali ke wadah pemeliharaan udang windu. Pengamatan plankton dilakukan sebanyak 3 kali setiap 2 minggu dengan menyaring dan memadatkan air contoh media sebanyak 50 liter menjadi 100 ml dengan plankton net no. 25. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan aplikasi berbagai sumber karbohidrat untuk perbanyakan probiotik belum berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kelimpahan dan jumlah jenis plankton. Komposisi jenis plankton yang ditemukan terdiri atas fitoplankton diwakili oleh kelas Bacillariophyceae, Dinophyceae, dan Cyanophyceae, sedangkan jenis zooplankton diwakili oleh kelas Krustacea, Polychaeta dan Rotatoria. Indeks keragaman menunjukkan komunitas plankton semua perlakuan tidak stabil, indeks keseragaman menunjukkan komunitas plankton pada perlakuan D relatif lebih merata dibanding perlakuan lainnya, indeks dominansi menunjukkan komunitas plankton semua perlakuan dalam keadaan labil.

KATA KUNCI: plankton, probiotik, udang windu PENDAHULUAN

Satu diantara tujuan pemanfaatan bakteri probiotik yag bersifat non patogen adalah di samping memiliki kemampuan mengurangi koloni bakteri patogen dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen juga menetralisir kualitas air serta memungkinkan sebagai makanan udang di dalam air. Wang et al. (1999) menyatakan bahwa fungsi paling penting penggunaan probiotik adalah mempertahankan kestabilan parameter kualitas air tambak dengan menurunkan bahan organik, amoniak, gas hidrogen sulfida, dan gas-gas beracun lainnya.

Menurut Poernomo (2004), ada beberapa alasan penggunaan bakteri probiotik untuk perbaikan kualitas air dan penanggulangan probiotik di antaranya dalam budidaya udang vaname pada kepadatan 80–100 PL/m2 menimbulkan kotoran yang berasal dari feses udang dan sisa pakan serta bangkai plankton di dasar cukup cepat selama pembesaran udang. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pembusukan terutama dalam kondisi anaerob sehingga akan menghasilkan gas beracun seperti H2S, NH3, NO2. Jika hal ini terjadi, di samping bisa menyebabkan udang stres dan terserang penyakit seperti virus dan bakteri, juga gas-gas beracun tersebut dalam konsentrasi yang tinggi akan meracuni secara langsung udang peliharaan.

Beberapa jenis bakteri probiotik telah beredar dipasaran, baik itu produk dari luar maupun dari dalam negeri. Munculnya berbagai jenis produk bakteri probiotik menimbulkan permasalahan tersendiri, karena biasanya para petani menggunakan probiotik tersebut tanpa mengetahui dengan jelas peruntukan dari produk tersebut. Selain itu, komposisi jenis bakteri yang tercantum pada kemasan suatu produk belum tentu sama dengan yang terkandung di dalamnya, sehingga memerlukan kehati-hatian dan kecermatan dalam memilih suatu produk bakteri probiotik.

PERTUMBUHAN PLANKTON PADA APLIKASI PROBIOTIK DALAM PEMELIHARAAN

UDANG WINDU (

Penaeus monodon

FABRICIUS) DI BAK TERKONTROL

Machluddin Amin dan Abdul Mansyur Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

Jln. Makmur Dg. Sitakka No.129 Maros, Sulawesi Selatan 90512 E-Mail: [email protected]

(2)

Selain itu, suatu jenis bakteri probiotik sangat dipengaruhi oleh lingkungan, dalam hal ini faktor lingkungan di mana bakteri tersebut diisolasi sangat mempengaruhi kemampuannya baik untuk tumbuh dan berkembang maupun untuk melaksanakan fungsinya sebagaimana yang diharapkan. Menurut Poernomo (2004), bahwa probiotik yang diaplikasikan ke dalam tambak harus mampu hidup di dalam tambak, mampu tumbuh, mampu berkembang biak, dan mampu berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Penggunaan probiotik sebagai alternatif penanggulangan penyakit pada budidaya udang telah dlakukan oleh (Devaraja et al., 2002; Meunpol et al., 2003; Gunarto et al., 2006; dan Muliani et al., 2007.

Keberadaan plankton di tambak di samping berfungsi sebagai pakan udang dapat pula berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang dapat menggambarkan kondisi suatu perairan. Menurut Dawes (1981), salah satu ciri khas organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar dari mata rantai pakan di perairan. Oleh karena itu kehadiran plankton di suatu perairan dapat menggambarkan karakteristik suatu perairan apakah berada dalam keadaan subur atau tidak. Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karasteristik fisiologinya. Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons tehadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisika, kimia maupun biologi (Reynolds et al., 1984). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan plankton pada aplikasi probiotik dalam pemeliharaan udang windu (Penaeus monodon FABRICIUS)

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan dengan menggunakan bak kayu ukuran 1 m x 1 m x 0,6 m sebanyak 12 unit masing-masing diisi tanah setebal 5 cm, kemudian diberi kapur dolomit 100 g/bak, pupuk urea sebanyak 15 g dan SP 36 sebanyak 7,5 g, air laut dengan salinitas 22 ppt, dan dilengkapi dengan aerasi. Hewan uji yang digunakan adalah tokolan udang windu ukuran 0,3 g/ekor dengan padat tebar 50 ekor/bak. Probiotik yang diuji untuk diperbanyak adalah yang dibeli di pasaran dengan kandungan bakteri terdiri atas spesies Bacillus subtilis, Bacillus megaterium, dan Bacillus polymyxa (Poernomo, 2004). Perlakuan yang dilakukan adalah penambahan jenis sumber karbohidrat untuk perbanyakan probiotik sebagai berikut (Tabel 1), masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Dosis probiotik yang diberikan pada masing-masing perlakuan sebanyak 2 mg/L setiap 3 hari.

Peubah yang diamati adalah jenis dan kelimpahan plankton yang tumbuh di bak percobaan setiap 2 minggu dengan cara menyaring dan memadatkan contoh air tambak sebanyak 100 L menjadi 100 mL dengan menggunakan plankton net berukuran lubang jaring (mesh size) 60 mikron (No. 25). Identifikasi plankton dilakukan sampai tingkat genera dengan bantuan buku Newell & Newell (1977) dan Yamaji (1976). Kelimpahan plankton dalam contoh air selanjutnya dihitung di bawah mikroskop dengan menggunakan alat Bantu SRC (Sedgwick rafter counter cell) dengan modifikasi rumus APHA (1979). W 1 x v V x p P x L T N=

Dedak halus = 5 kg Tepung tapioka = 5 kg Tepung sagu = 5 kg Tanpa karbohidrat Tepung ikan = 2 kg Tepung ikan = 2 kg Tepung ikan = 2 kg Molase = 2,5 L

Molase = 2,5 L Molase = 2,5 L Molase = 2,5 L Super NB = 2 L

Super NB =2 L Super NB = 2 L Super NB = 2 L Marine yeast = 100 g

Marine yeast = 100 g Marine yeast = 100 g Marine yest = 100 g

Perlakuan A Standar

(Poernomo, 2004) Perlakuan B Perlakuan C

Perlakuan D (kontrol)

(3)

dimana:

N =Kelimpahan fitoplankton (ind./L)

T =Jumlah kotak dalam SRC (1.000)

L =Luas kotak dalam satu lapang pandang

P =Jumlah fitoplankton yang teramati

p =Jumlah kotak SRC yang diamati

V =Volume air dalam botol sampel

v =Volume air dalam dalam kotak SRC

W =Volume tambak air yang tersaring

Indeks keragaman fitoplankton dihitung berdasarkan berdasarkan rumus Shannon-Wiever sebagai berikut (Wilhm & Dorris, 1968 in Masson, 1981):

dimana:

H’ =indeks keanekaragaman Shannon-Wiever

pi =ni/N

ni =jumlah individu jenis ke i

N =jumlah seluruh individu

Indeks Keseragaman dihitung sebagai berikut (Odum, 1971):

dimana:

E =indeks keseragaman

H2 =indeks keragaman

H2 maks =ln S

S =jumlah spesies

Indeks dominasi dihitung berdasarkan Indeks Simpson in Legendre & Legendre (1983) sebagai berikut:

dimana:

C =indeks dominansi Simpson

ni =jumlah individu jenis ke 1

N =jumlah total individu

Kualitas air diamati setiap 2 minggu meliputi: parameter suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut, dan alkalinitas dilakukan secara in situ, sedangkan parameter nitrat, nitrit, fosfat, dan bahan organik dianalisis di laboratorium. Analisis plankton dan kualitas air dilakukan secara deskriptif.

HASIL DAN BAHASAN

Jumlah Individu dan Jenis Plankton

Kelimpahan individu, jumlah jenis, dan indeks biologi plankton yang diperoleh selama penelitian tertera pada Tabel 2, pertumbuhan plankton selama penelitian disajikan pada Gambar 1 dan susunan jenis plankton yang diperoleh tertera pada Lampiran 1. Pada Tabel 1 terlihat bahwa jumlah individu plankton cenderung tertinggi pada perlakuan A = 49,41 ind./L, menyusul masing-masing perlakuan C = 27,832 ind./L, perlakuan B = 23,856 ind./L dan perlakuan D = 10,560 ind./L. Hasil uji statistik perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kelimpahan individu plankton. Berdasarkan hal

= = n 1 i pi ln pi -H' maks H' H' E= 2 N ni C ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ Σ =

(4)

tersebut menunjukkan bahwa penggunaan 3 jenis sumber karbohidrat pada perbanyakan probiotik memiliki kondisi yang sama untuk pertumbuhan plankton. Gambar 1 memperlihatkan pola pertumbuhan plankton pada ketiga perlakuan hampir sama pada setiap pengamatan. Pada awal pengamatan perkembangan plankton pada semua perlakuan masih sangat rendah, kemudian mulai meningkat pada pengamatan hari ke-22 dan mengalami puncak pertumbuhan pada pengamatan hari ke-37. Perkembangan plankton pada Gambar 1 sejalan dengan kandungan fosfat pada bak pemeliharaan benur pada awalnya relatif rendah disemua perlakuan, tetapi kemudian meningkat terus seiring dengan semakin lama penelitian berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd (1999) bahwa sisa pakan, feses udang dan bahan organik lainnya didekomposisi oleh mikroorganisme menjadi nutrien anorganik seperti fosfat, amonia, dan karbondioksida. Peningkatan kandungan fosfat dalam air dapat meningkatkan pertumbuhan fitoplankton. Menurut Raymont (1980), fosfat dapat menjadi faktor pembatas, baik temporal maupun spasial bagi fitoplankton. Kandungan fosfat selama penelitian berkisar 0,004–4.176 mg/L (Tabel 3). Mackenthum (1969) menyatakan kandungan fosfat yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton berkisar pada 0,09–1,80 mg/L.

Hasil identifikasi jumlah plankton yang didapatkan dari semua perlakuan selama penelitian (Lampiran 1) adalah sebanyak 14 genus, yang tergolong ke dalam 6 kelas. Masing-masing fitoplankton (6 genus) dan zooplankton (8 genus). Fitoplankton tersusun atas 3 kelas yaitu Bacillariophyceae (3 genus), Dinophyceae (2 genus), dan Cyanophyceae (1 genus). Zooplankton tersusun atas 4 kelas

Tabel 2. Rataan kelimpahan individu dan jenis, indeks keragaman, indeks keseragaman dan Indeks dominansi plankton selama penelitian

A B C D

Jumlah individu plankton (ind./L) 49.941 23.856 27.832 10.56

Jumlah jenis (genera) 11 10 10 10

Indeks Biologi Plankton :

Indeks keragaman (H’) 0,436 0,239 0,208 0,609

Indeks keseragaman (E) 0,293 0,188 0,241 0,444

Indeks dominasi (D) 0,811 0,878 0,827 0,696

Parameter Perlakuan

Gambar 1. Pertumbuhan Plankton Selama Penelitian

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000

28-Sep 20-Okt. 4-Nop.

Waktu pengamatan K e li m pa ha n ( ind. /L ) A B C D

(5)

yaitu krustase (6 genus), Polychaeta (1 genus), dan Rotatoria (1 genus). Genera dari fitoplankton yang didapatkan pada semua perlakuan adalah Navicula dan Pleurosigma (Kelas Bacillariophyceae) serta Oscillatoria (Kelas Cyanophyceae). Komposisi di mana jenis fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae selalu lebih banyak diperoleh dibanding dengan kelas lainnya dan sering ditemukan di beberapa perairan laut dan tambak. Hasil penelitian plankton yang telah dilakukan di tambak, Amin & Brata (2002) dan Amin (2007) juga mendapatkan hasil komposisi jenis yang hampir sama dalam penelitian ini yaitu didominasi oleh kelas Bacillariophyceae.

Jenis zooplankton yang didapatkan pada semua perlakuan adalah Oithona, Temora, Tortanus, dan nauplii Copepoda (kelas Krustase) dan Brachionus (kelas Rotatoria). Jumlah jenis zooplankton dari kelas Krustacea merupakan hal yang sangat sering dijumpai dalam perairan tambak. Menurut Parsons et al. (1984), zooplankton dari kelas Krustase seringkali dijumpai mendominasi komunitas zooplank-ton dalam suatu perairan, terutama dari kopepoda calanoid, amphipoda dan euphasid. Pada beberapa daerah, Copepoda merupakan golongan Crustaceae yang merupakan penyusun utama komunitas zooplankon (Levinton, 1982; Nybakken, 1992). Dominasi Copepoda dalam komunitas zooplankton juga didapatkan oleh Amin (2007) di tambak.

Indeks Biologi Plankton

Indeks biologi yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominasi (D) jenis plankton. Indeks biologi ini untuk mengevaluasi komunitas plankton tambak yang ditemukan pada setiap perlakuan. Nilai indeks biologi fitoplankton yang diperoleh tertera pada Tabel 2. Nilai indeks keragaman plankton pada semua perlakuan masing-masing adalah pada perlakuan A = 0,436, perlakuan B = 0,239, perlakuan C = 0,208 dan perlakuan D = 0,609. Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap indeks keragaman plankton. Menurut Stirn (1981), nilai indeks keragaman dengan nilai < 1 menunjukkan bahwa secara umum komunitas plankton pada semua perlakuan adalah keadaan tidak stabil. Pada Lampiran 1 terlihat genera Oscillatoria dari kelas Cyanophyceae memiliki jumlah individu sangat melimpah dibanding dengan genera lainnya. Tingginya kelimpahan genera Oscillatoria pada semua perlakuan diduga disebabkan kisaran kandungan fosfat yang cukup tinggi yaitu berkisar 0,004– 4,176 mg/L. Thornton et al. (1990) dan Prowsc in Musa (1992) mengemukakan, perairan dengan kandungan fosfat tinggi (>0,10) didominasi oleh fitoplankton dari kelas Cyanophyceae.

Indeks keseragaman fitoplankton untuk semua perlakuan selama penelitian tertera pada Tabel 2 yaitu pada perlakuan A = 0,293, perlakuan B = 0,188, perlakuan C = 0,241 dan perlakuan D = 0,444. Hasil analisis ragam perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap indeks keseragaman plankton. Nilai ini menggambarkan keseragaman antar genera di dalam komunitas adalah rendah, yang mencerminkan kekayaan individu yang dimiliki masing-masing genera sangat jauh berbeda (Lind, 1979). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi habitat tambak penelitian dihuni oleh fitoplankton yang relatif tidak serasi untuk pertumbuhan dan perkembangan masing-masing spesies.

Indeks dominasi fitoplankton yang diperoleh pada semua perlakuan selama penelitian mendekati nilai 1 yaitu untuk perlakuan A = 0,811, perlakuan B = 0,878, perlakuan C = 0,827 dan perlakuan D = 0,696 (Tabel 2). Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap

Tabel 3. Kisaran kualitas air media selama penelitian

A B C D BOT (mg/L) 37,34–56,66 33,84–47,49 33,84–46,51 33,43–47,27 Fosfat (mg/L) 0,004–4,176 0,093–3,047 0,149–2,453 0,312–2,639 Nitrat (mg/L) 0,060–0,13 2 0,018–0,085 0,021–0,441 0,017–0,085 Amoniak (mg/L) 0,016–0,48 70,013–0,542 0,014–0,609 0,019–0,334 Nitrit (mg/L) 0,004–0,11 10,002–0,335 0,005–0,086 0,022–0,104 Parameter Perlakuan

(6)

indeks dominasi plankton pada semua perlakuan. Data tersebut menunjukkan bahwa pada semua perlakuan dalam struktur komunitas plankton yang diperoleh dijumpai genera yang mendominasi dalam populasi. Hal ini terjadi karena habitat yang dihuni sedang mengalami gangguan antara lain didapatkan kandungan fosfat yang cukup tinggi pada semua perlakuan yaitu berkisar 0,004–4,176 ppm (Tabel 3).

KESIMPULAN

1. Aplikasi probiotik pada media pemeliharaan udang windu tidak berpengaruh nyata terhadap kelimpahan jenis dan individu plankton.

2. Kondisi komunitas plankton pada penelitian ini tidak stabil, keseragaman komunitas rendah dan struktur komunitas dalam keadaan labil.

3. Genera Oscillatoria mendominasi jumlah individu plankton pada semua perlakuan. DAFTAR ACUAN

Amin, M. & Pantjara, B. 2002. Penggunaan berbagai pupuk organik terhadap kelimpahan plankton pada bak terkontrol. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Tepat Guna Berorientasi Agribisnis Untuk Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pembangunan Pertanian Wilayah. Balitbang Pertanian, hlm. 263–269.

Amin, M. 2007. Pengaruh frekuensi pemupukan susulan (Urea & SP36) terhadap komposisi dan kelimpahan plankton pada tambak budidaya Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) di tambak. Prosiding Seminar Nasional Kelautan III. Universitas Hang-Tuah, hlm. 31–34.

APHA (American Public Health Assosiation) 1979. Standard method for examination of water and waste water. Fourtheenth Ed. APHA-AWWA-WPVC Published. American Public Health Assosiation 1015. Eighteenth Street. Washington D.C.

Boyd, C.E. 1999. Codes of practice for resposible shrimp farming. Department of Fisheries and Allied Aquacultures. Aubum University, AL USA, 36 pp

Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. A. Wiley Interscience. Publ., 628 pp.

Devaraja, T.N., Yussoff, F.M., & Shariif, M. 2002. Changes in bacterial poplations and shrimp production in ponds treated with commercial microbal product. Aquaculture, 206: 245–256.

Legendre, L. & Legendre, P. 1983. Numerical Ecology. Elsevier Scientific Publ. Co. New York Levinton, J.S. 1982. Marine Ecology. Prentice-Hal. Inc. Englewood Cliffs. New Yersey.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. PT Gramedia, Jakarta. Gunarto & Mansyur. A. 2007. Budidaya udang vanamei (Litopenaeus vanamei)di tambak dengan padat

tebar berbeda menggunakan sistem pemupukan susulan. J. Ris. Akuakultur, 2(2): 167–176. Gunarto, Tangko, A.M., Tampangallo, B.R., & Muliani. 2006. Buddaya udang windu (Penaeus monodon)di

tambak dengan penambahan probiotik hasil perbanyakan. J. Pen. Perik. Indonesia (in press): 12 hlm.

Masson, C.V. 1981. Biology of Water Pollution. Longman Scientific and Technical Longman Singapore Publisher Ptc. Ltd. Singapore.

Meunpol, D., Lopinyosiri, K., & Menasveta, P. 2003. The Effects of ozone and probiotics on the sur-vival of black tiger shrimp (Penaeus monodon). Aquaculture, 220: 437–448.

Mackenthum, K.M. 1969. The Practice of Water Pollution Biology. United States Departement of Inte-rior, Federal Water Pollution Control Administration, Division of Technical Support.

Muliani, Susianingsih, E., & Nurbaya. 2007. Perubahan kualitas air dan sintasan udang windu (Penaeus monodon) dalam laboratorium yang ditreatmen dengan bakteri probiotik dengan komposisi jenis dan kepadatan yang berbeda. Prosiding Pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, hlm. 286–294.

Musa, M. 1992. Komposisi, Biomassa dan Produktivitas Fitoplankton serta Hubungan Terhadap Fisik Kimia perairan di Waduk Selorejo Malang Jawa Timur. Tesis Magister. PPS IPB. Bogor, 82 hlm.

Newell, G.E. & Newell, R.C. 1977. Marine Plankton a Practical Guide 5th. Edition. Hutchinson of Lon-don, 244 pp.

(7)

Odum, E.P. 1971. Fundamental Ecology. Third Edition. W.B. Saunders, Co. Philadelphia. London. Parsons, T.R., Takahasi, M., & Hargrave. 1984. Biological Oceanographyc Processes. Pergamon Press.

3rd Edition. Toronto. New York.

Poernomo, A. 2004. Teknologi probiotik untuk mengatasi permasalahan tambak udang dan lingkungan budidaya. Makalah disajikan dalam Simposium Nasional Pengembangan Ilmu dan Inovasi Teknologi dalam Budidaya, Semarang, 27–29 Januari, 24 hlm.

Raymont, J.E.G. 1980. Plankton and Productivity in the Oceans. Pergamon Press, Oxford.

Reynolds, C.S., Tundisi, J.G., & Hino, K. 1984. Observation on a Metalimnetic Phytoplankton Popula-tion in a Stably Stratiffied Tropical Lake. Arch. Hydrobiol. Argentina, 97: 7–17.

Thornton, K.W., Kimmel, B.L., & Fayne, F.E. 1990. Reservoir Limnology. Ecology Perspectives. John Wiley & Sons. Inc. New York, 246 pp.

Wang, Y.G., Tan, O.L., Lee, K.L., Hassan, M.D., & Shariff, M. 1999. Health management of shrimp during grow-out. Info fish International, 4: 33–36.

(8)

Lampiran 1. Komposisi jenis dan jumlah individu (ind./L) plankton yang diperoleh selama penelitian

A B C D Fitoplankton Kelas Bacillariophyceae 1 Navicula 2 3 425 8 2 Pleurosigma 27 3 23 6 3 Pseudo Nitzschia 1 - - -Kelas Dinophyceae 4 Protoperidinium - 1 1 -5 Prorocentrum 1 - - -Kelas Cyanophyceae 6 Oscillatoria 49.876 23.809 27.324 10.457 Jumlah fitoplankton 49.907 23.812 27.777 10.471 Zooplankton Kelas Krustacea 1 Acartia - - - 7 2 Oithona 7 7 2 33 3 Temora 11 9 4 9 4 Tortanus 4 5 3 3 5 Balanus - - 1 5 6 Naupli Kopepoda 7 1 4 15 Kelas Polychaeta 7 Larva Polychaeta 3 1 - -Kelas Rotatoria 8 Brachionus 2 21 41 17 Jumlah zooplankton 34 44 55 89 Total Plankton 49.941 23.856 27.832 10.56 Perlakuan Nama Jenis (Genera)

Gambar

Tabel 2. Rataan kelimpahan individu dan jenis, indeks keragaman, indeks keseragaman dan Indeks dominansi plankton selama penelitian
Tabel 3. Kisaran kualitas air media selama penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan, penulis melakukan penelitian mengenai konsumsi oksigen pada pemeliharaan udang windu, yang hasilnya dituangkan dalam skripsi

Hasil menunjukkan resisten rifampisin dapat digunakan sebagai penanda untuk memonitor keberadaan bakteri yang diinokulasi, baik pada larva udang mati, udang hidup

beberapa konsentrasi NaCl; (5) pertumbuhan bakteri filosfer pada beberapa tingkat salinitas; (6) uji patogenisitas bakteri fjlosfer terhadap pascalarva udang windu; (7)

Pada tabel tersebut terlihat bahwa populasi bakteri umum pada tambak yang diaplikasikan probiotik cenderung lebih tinggi daripada populasi bakteri umum pada tambak yang

Isolasi dan seleksi bakteri probiotik dari lingkungan tambak dan hatcheri untuk pengendalian penyakit vibriosis pada larva udang windu,

Parameter kualitas air penggunaan probiotik pada dosis berbeda terhadap pertumbuhan relatif dan kelangsungan hidup postlarva udang windu (Penaeus monodon Fabr.) selama

Sintasan udang windu pada penelitian ini sedikit lebih rendah dibanding penelitian sebelumnya yang menggunakan probiotik dengan rasio probiotik yang berbeda yaitu tertinggi

Meskipun secara statistik belum berbeda nyata, namun penggunaan probiotik komersil dan probiotik produksi BRPBAP dalam budidaya udang windu pada penelitian ini sudah