• Tidak ada hasil yang ditemukan

J01063

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " J01063"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

Jurnal Kelola MMP UKSW ISSN Online No: 2443 -0544

Implementasi Kebijakan Perluasan Akses Pendidikan Di Kabupaten Sumba Timur Tahun 2010 - 2012

Gracevanty Englien Kondatana gracevantykondatana@yahoo.co.id

Bambang Ismanto bam_ismanto@yahoo.com

ABSTRACT

Education is an important aspect to create better qualified human resources, who prepared to become responsible and ready to work. A good access education can build and improve public understanding about education. This study mainly describes how the process and result from implementation of education access expansion policy in East Sumba and any barriers are faced and limits implementation of education access policy. The implementation of education access expansion policy is investigated through four important factors of public policy such as communication, resources, dispotition, and bureaucratic structure. In general the implementation process of education access expansion policy has brought a better impact in increasing the Gross Enrolment Ratio (GER) in East Sumba, although wasn’t distributed well in urban area and remote area. Some barriers which are still faced on this policy such as lack of people’s awareness about education, hilly topography and uneven population distribution, also still many schools that have not been certified. Some suggestions that can be taken after doing this research are: 1)for local government was expected to give more serious supervision, 2)for the Department of Education Youth and Sports should give more attention to schools that located in remote are, so the implementation of education access expansion policy can achieve the target that has already planned by Department of Education Youth and Sports with the local government, and 3) for schools are suggested to have approaches toward society or people who still have lack of knowledge so they will send their children to school.

Keywords: policy implementation, education access expansion, implementation barriers.

Pendahuluan

(2)

2

sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional. UNESCO (1972), menyerukan jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keadaan seluruh bangsa, maka haruslah dari pendidikan, sebab pendidikan adalah kunci menuju perbaikan terhadap peradaban.

Sebagai kunci perbaikan terhadap peradaban maka pendidikan harus menjangkau semua kalangan. Hal tersebut dimulai dari perluasan dan pemetaan akses pendidikan yang baik. Oleh sebab itu, pemerintah merumuskannya dalam tiga pilar kebijakan pendidikan yaitu: 1. Upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan; 2. Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan 3. Peningkatan tata kelola akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan (RENSTRA Depdiknas 2005-2009). Melalui rumusan kebijakan tersebut diharapkan pendidikan semakin berkembang dengan baik dan memampukan masyarakat menyadari pentingnya pendidikan. Peningkatan kesadaran akan pentingnya pendidikan sering berhadapan dengan masih terbatasnya akses pendidikan.

(3)

3

Oleh karena itu wajar jika Depdiknas mengeluarkan kebijakan pendidikan salah satunya adalah upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan. Pemerintah menyiapkan dana (program dana BOS dan DAK) untuk terus membangun dan memperbaik akses pendidikan sebagai salah satu bentuk kebijakan pemerintah dalam meningkatkan pemerataan dan perluasan akses pendidikan, tidak berhasil mengurangi angka anak wajib belajar yang putus sekolah.

Suatu kebijakan perlu untuk di implementasikan agar tujuan yang ingin diselesaikan dapat tercapai. Ripley dan Franklin dalam Winarno (2012) berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan atau suatu jenis keluaran (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output).

Menurut Edwards dalam Winarno (2012) implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan public, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. salah satu dampak dari implementasi kebijakan publik bisa menjadi rangkaian kesalah pahaman dan penyimpangan terhadap tujuan para pengambil kebijakan, karena orang-orang yang menentukan kebijakan-kebijakan publik tidak sama dengan orang-orang yang mengimplementasikan kebijakan-kebijakan publik tersebut.

Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards mulai dengan mengajukan dua pertanyaan, yakni:

1. What is the precondition for successful policy implementation? (prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil?)

2. What are the primary obstacles to successful policy implementation? (hambatan-hambatan utama utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal?)

(4)

4

mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Informasi yang diketahui para pengambil keputusan hanya bisa didapat melalui komunikasi yang baik.

Sumber Daya, Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap

sumberdaya atau dengan kata lain efektifitas kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan tidak akan berjalan secara baik ketika tidak didukung oleh potensi-potensi sumber daya yang tidak tersedia. Sumber-sumber yang penting tersebut meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul diatas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik (Winarno, 2012).

Kecenderungan/sikap, Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap

positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.

Struktur Birokrasi, Birokrasi baik secara sadar atau tidak sadar memilih

bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan masalah-masalah sosial dalam kehidupan modern. Keberadaan birokrasi tidak hanya dalam struktur pemerintah, tetapi juga ada dalam organisasi-organisasi swasta, institusi pendidikan dan kadangkala suatu system birokrasi sengaja diciptakan untuk menjalankan suatu kebijakan tertentu.

Berdasarkan latar belakang di atas maka persoalan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1)Bagaimana proses dan hasil implementasi kebijakan pendanaan perluasan akses pendidikan (BOS dan DAK) di Kabupaten Sumba Timur tahun 2010 s/d 2012? 2)Hambatan-hambatan apa yang dihadapi dan membatasi pelaksanaan implementasi kebijakan pendanaan perluasan akses pendidikan (BOS dan DAK) di Kabupaten Sumba Timur tahun 2010 s/d 2012?.

(5)

5

perluasan akses pendidikan (BOS dan DAK) di Kabupaten Sumba Timur tahun 2010 s/d 2012.

Metode Penelitian

Berdasarkan masalah yang diajukan untuk penelitian ini, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (DPPO) Kabupaten Sumba Timur Nusa Tenggara Timur. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui metode wawancara, observasi (pengamatan survei), studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa-sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Sebelum melakukan analisis data, dilakukan pula triangulasi data untuk memvalidasi data yang diperoleh.

Hasil dan Pembahasan

Kabupaten Sumba Timur memiliki jumlah penduduk sebanyak 234.642 jiwa, dimana jumlah penduduk laki-laki sebanyak 120.779 jiwa dan perempuan sebanyak 113.863 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 33 jiwa per Km2. dalam kurun waktu 2000-2011 telah mengalami kenaikan 23.56 persen sehingga pada tahun 2012 penduduk Sumba Timur berjumlah 234.642 orang.

Siswa putus sekolah masih terdapat di Kabupaten Sumba Timur dikarenakan demografi daerah Sumba Timur, dimana desa-desa di setiap kecamatan berjauhan satu dengan yang lain, sehingga membuat orang tua sulit untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Untuk memudahkan akses pendidikan agar orang tua tidak mengkawatirkan sekolah jauh maka Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur membangun SD-SD kecil (paralel) di desa-desa terpencil bagi kelas 1-3 karena anak-anak belum bisa menempuh jarak yang jauh.

Implementasi Kebijakan Perluasan Akses Pendidikan di Kabupaten Sumba Timur

(6)

6

Pemerintah Daerah bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga terlibat langsung dalam melakukan pengelolaan perluasan akses pendidikan dengan menggunakan dana-dana yang diperoleh (seperti dana BOS, DAK) dengan cara membangun fasilitas sekolah baru di SD-SMP satu atap, menambah sarana prasarana yang meliputi perpustakaan, penambahan ruang kelas, memperbaiki gedung-gedung sekolah yang sudah rusak, laboratorium, bahkan juga memberikan beasiswa bagi guru-guru yang melanjutkan studi di Universitas Terbuka (bekerjasama dengan PGSD Udayana Kupang).

Implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur terfokus pada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan dari sisi komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan (disposisi), dan struktur birokrasi.

Komunikasi, Pembuat kebijakan dalam hal ini adalah pemerintah pusat,

sedangkan pelaksana kebijakan adalah pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, institusi sekolah dan masyarakat. Komunikasi antara pembuat dan pelaksana kebijakan pemerataan perluasan akses pendidikan dalam menggunakan kebijakan program dana BOS dan DAK yaitu melalui sosialisasi-sosialisasi dan pertemuan yang diadakan dikantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, sekalipun program dana BOS dan DAK adalah kebijakan nasional.

Penerimaan program dana BOS setiap institusi sekolah adalah dalam kurun waktu 3 bulan dengan sistem transfer langsung kepada rekening sekolah penerima. Untuk memperoleh program dana BOS masing-masing institusi sekolah membuat proposal penggunaan agar komunikasi antara penerima (pelaksana) dan pemerintah bisa berjalan secara efektif. Hal tersebut juga berlaku dan diterapkan pada DAK, Penerimaan DAK adalah melalui kas daerah dilanjutkan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga meneruskannya kepada sekolah-sekolah yang membutuhkan atau yang perlu melakukan perbaikan.

Sumber Daya, Dalam mengelola kebijakan-kebijakan program dana BOS dan

(7)

7

melakukan perencanaan. Semuanya tergantung dari petunjuk teknis (juknis) penggunaan dana yang bersangkutan.

Dalam perencanaan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sumba Timur, melakukan kajian awal secara kasat mata misalnya melihat bangunan yang perlu diperbaiki apakah mengalami kategori rusak ringan, sedang dan berat.

Tenaga pendidik adalah sumber daya yang juga dimiliki oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Timur. Masalah sumber daya manusia dalam hal guru juga dirasakan masih menjadi masalah utama yang sedang dan sementara di carikan solusi, karena kekurangan tim pendidik hingga saat ini masih 1.267 tim pendidik.

Selain sumber daya manusia implementasi perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur juga didukung oleh dana-dana APBN didalamnya termasuk dana BOS, APBD (provinsi dan kabupaten Sumba Timur), BOS dan DAK. Dana-dana tersebut bertujuan untuk memperbaiki sarana prasarana yang berkekurangan disana-sini, bahkan untuk memberikan beasiswa-beasiswa bagi siswa dan tenaga pendidik.

Kecendrungan/sikap, Dalam mengimplementasikan kebijakan dana-dana untuk

pendidikan yaitu melalui program dana BOS dan DAK, untuk pemerataan perluasan akses pendidikan, pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga tidak melakukannya sendirian namun bekerjasama dengan setiap institusi sekolah.

Program dana BOS di peroleh setiap sekolah dengan cara via transfer langsung ke buku tabungan masing-masing sekolah setiap 3 bulan sekali, serta DAK melalui daerah dan selanjutnya ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga.

Dalam implementasi kebijakan program dana BOS dan DAK tidak ditemui hambatan-hambatan yang nyata dikarenakan setiap pelaksana kebijakan perluasan akses pendidikan melalui dana BOS dan DAK adalah institusi pendidikan serta pelaksanaannya melalui petunjuk teknis pelaksanaan.

(8)

8

rendahnya koordinasi dalam penyelenggaraan pengelolaan pendidikan, serta masih adanya peraturan perundang-undangan dibidang pendidikan yang belum sepenuhnya dapat diterapkan.

Struktur Birokrasi, Dari semua kegiatan implementasi kebijakan yang

dilaksanakan, peran serta pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, instaitusi sekolah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Kesemuanya membentuk sinergi dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Tanpa adanya hubungan-hubungan yang baik antara pemerintah daerah, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, institusi sekolah dan masyarakat implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan tidak akan berlangsung dengan baik.

Adapun struktur birokrasi pelaksana kebijakan perluasan akses pendidikan melalui program dana BOS dan DAK adalah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan institusi sekolah, melibatkan peran serta pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Sekolah-sekolah dibantu oleh peran komite sebagai perwakilan masyarakat untuk menunjang tercapainya tujuan implementasi perluasan akses pendidikan.

Dalam implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan tidak ditemui bahwa ada satuan-satuan sekolah yang gagal. Melihat usaha yang dilakukan dibandingkan dengan keadaan sebelum program dana BOS dan DAK berlangsung boleh dikatakan setiap sekolah berhasil dalam penerapan kebijakan melalui BOS dan DAK.

Kinerja pendidikan dapat dilihat dari beberapa indikator utama yaitu melalui Angka Partisipasi Kasar (APK) dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang Sekolah Menengah Pertama, rasio siswa per gedung dan rasio siswa per guru. APK untuk jenjang SD-SMP di Kabupaten Sumba Timur cenderung mengalami peningkatan. Menurut data Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga pada jenjang pendidikan SD, SMP dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan secara signifikan dimana pada tahun 2012-2013 untuk SD yaitu 112,09, SMP menjadi 86,36. Namun angka partisipasi ini belum cukup tinggi untuk mencapai APK 100 persen sebagai target APK yang diinginkan Pemerintah. APK SD yang mencapai angka 112,09 persen secara signifikan lebih besar dibandingkan sasaran APK yang ditentukan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga yaitu 100 persen.

(9)

9

Rasio siswa terhadap guru untuk tingkat pendidikan Sekolah Dasar tahun 2011 adalah 14 persen yang berarti satu orang guru mengasuh 14-15 siswa, rasio tersebut cukup ideal akan tetapi penyebaran guru yang tidak merata antar satuan pendidikan terutama di pedesaan menjadi permasalahan tersendiri dikarenakan demografi Kabupaten Sumba Timur. Rasio siswa terhadap guru pada jenjang pendidikan SMP adalah 14 persen atau satu orang guru mengasuh 15-16 siswa.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga tahun 2011 Kabupaten Sumba Timur memiliki sarana pendidikan mulai dari PAUD sebanyak 78 prasarana dengan jumlah siswa sebanyak 2.340 orang dan diasuh oleh tenaga pendidik sebanyak 156 guru. TK/RA sebanyak 38 prasarana dengan jumlah siswa sebanyak 2.329 siswa yang di asuh tenaga guru sebanyak 235 orang.

Untuk SD/MI/PLB jumlah satuan pendidikan 236 buah dengan jumlah siswa sebanyak 40.033 siswa diasuh oleh tenaga guru 2.902 guru, SLTP/MTs sebanyak 59 satuan pendidikan dengan jumlah siswa sebanyak 13.046 orang yang diasuh oleh tenaga guru sebanyak 18 buah dengan jumlah siswa sebanyak 9.908 orang yang diasuh oleh tenaga guru sebanyak 608 guru.

Hambatan yang Dihadapi dan Membatasi Pelaksanaan Implementasi Kebijakan Perluasan Akses Pendidikan di Kabupaten Sumba Timur Tahun 2010 s/d 2012

Beberapa hambatan yang dihadapi dan membatasi pelaksanaan implementasi perluasan akses pendidikan (BOS dan DAK) di Kabupaten Sumba Timur antara lain:

1.

Kesadaran masyarakat relatif masih rendah tentang pendidikan.

Hambatan utama dalam implementasi perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur adalah kesadaran masyarakat masih sangat rendah tentang pendidikan. Adanya pemikiran masyarakat bahwa mengenyam pendidikan hanyalah membuang waktu mereka semata.

Pemerintah mengakui bahwa mereka tidak berdiam diri begitu saja tetapi terus berupaya membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat dengan cara menghimbau masyarakat tentang pentingnya pendidikan bagi kehidupan masyarakat bahkan untuk daerah.

(10)

10

Masalah topografi daerah yang berbukit-bukit dan penyebaran penduduk yang tidak merata adalah hambatan yang membatasi implementasi perluasan akses pendidikan berlangsung dengan baik. Masyarakat merasa kasihan dengan anak-anak mereka yang masih kecil untuk kesekolah yang jauh dari rumah.

3.

Masih banyaknya sekolah yang belum bersertifikat.

Adanya sekolah-sekolah yang belum bersertifikat juga adalah hambatan dalam implementasi perlusan akses pendidikan. Kondisi ini, rawan memicu gugatan warga sehingga dapat menimbulkan terganggunya implementasi perluasan akses pendidikan. Banyaknya tanah sekolah yang belum bersertifikat juga dikarenakan kurangnya anggaran untuk pendataan.

4.

Rendahnya penguasaan dan penerapan IPTEK dalam pengelolaan pendidikan.

Kemajuan IPTEK dalam bidang pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung dalam pemerataan perluasan akses pendidikan. Kebijakan dalam RENSTRA menyebutkan agar memanfaatkan secara optimal radio, televise, computer dan perangkat TIK lainya untuk digunakan sebagai media pembelajaran dan untuk pendidikan jarak jauh sebagai sarana belajar alternative selain menggunakan modul atau tutorial, terutama bagi daerah terpencildan mengalami hambatan dalam transportasi, serta jarang penduduk. Namun di Kabupaten Sumba Timur penguasaan dan penerapan IPTEK masih sangat terbatas. Hal tersebut juga merupakan hambatan bagi implementasi akses pendidikan.

Simpulan dan Saran

(11)

11

kecenderungan-kecenderungan dan struktur organisasi menghasilkan implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan semakin meningkat. Adanya perubahan APM (Angka Partisipasi Murni) dan APK (Angka Partisipasi Kasar), meningkatnya rasio siswa terhadap guru, meningkatnya penduduk 10 tahun keatas yang memiliki kepandaian membaca dan menulis, serta meningkatnya rasio siswa terhadap sekolah, meskipun belum mencapai target yang diinginkan oleh pemerintah daerah.

Hambatan yang dihadapi dalam implementasi kebijakan perluasan akses pendidikan di Kabupaten Sumba Timur adalah (1) kesadaran masyarakat relatif rendah tentangg pendidikan, (2) Topografi yang berbukit-bukit dan penyebaran penduduk yang tidak merata, (3) Masih banyaknya sekolah yang belum bersertifikat, 4. Rendahnya penguasaan dan penerapan IPTEK dalam pengelolaan pendidikan.

Dalam usaha pemerataan dan perluasan akses pendidikan, diperlukan pengawasan serius oleh pemerintah daerah. Pengawasan tidak hanya dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi juga dalam bidang-bidang lain meliputi proses-proses dalam implementasi perluasan akses pendidikan.

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga

1. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga harus lebih memperhatikan sekolah-sekolah yang berada di desa-desa terpencil, sehingga implementasi perluasan akses pendidikan mencapai target dari sasaran yang sudah direncanakan pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga.

2. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga bersama pemerintah daerah, dan sekolah selain dari hanya menghimbau juga mengadakan pendekatan-pendekatan kepada masyarakat yang masih minim pengetahuan agar mau menyekolahkan anak-anak mereka.

Daftar Pustaka

Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik, Jakarta: Suara Bebas.

Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik, Bandung: AIPI Bandung

Akuntono, Indra. Anggaran Pendidikan Rp 858 M untuk Cegah Putus Sekolah, Kompas.com Kamis 28 juni 2011.

(12)

12

Dunn, William N. 2000. Pengantar analisis kebijakan public, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Elfindri. 1997. Analisis Ekonomi Faktor Resiko Anak Putus Sekolah. Jurnal Ekonomi

dan Keuangan Indonesia, Volume XLV Nomor 1.

Fattah, Nanang. 2012. Analisis Kebijakan Pendidikan, Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.

Gunawan, Ary H. 1991. Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara.

Ion. Sekolah di Sumba Timur, 75% Dibawah Standart Mutu Nasional, Waingapu.Com Kamis, 05 April 2012 15:47

Jeki. 2007. Perencanaan Penanggulangan Siswa Putus Sekolah Pada Tingkat Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun Di Kabupaten Agam. Jurnal Tesis.

Latief . Rawan Pangan Ratusan Anak Terancam Putus Sekolah, kompas.com. Kamis, 22 April 2010 | 09:45 WIB

Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: penerbit PT Remaja Rosdakarya.

Nugroho, R. 2008. Public Policy: Teori Kebijakan-Analisis Kebijakan-Proses Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Manajement dalam Kebijakan

Publik, Kebijakan sebagai The Fith Estate, Metode Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Polmasari, Tety. Tahun ini 1 Juta Anak Indonesia Putus Sekolah— Harian Terbit. Di unduh pada Kamis, 2 Agustus 2012 15:25 WIB

Sugiyono. 2010. Memahami penelitian kualitatif, Bandung: penerbit Alfabeta

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung: Penerbit Alfabeta

Suharto, Edi. 2010. Analisis Kebijakan Publik, Bandung: CV Alfabeta

Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Efektivitas Implementtasi Kebijakan Otonomi Daerah, Jakarta: Penerbit CV Citra Utama.

Sutopo, HB. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Syafaruddin. 2008. Efektivitas Kebijakan Pendidikan, Jakarta. Rineka Cipta.

(13)

13

_________________, & Nugroho, Riant. 2008. Kebijakan Pendidikan (Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan

Publik), Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

_________________, 2009. Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta. Timor Express. Bupati terima renstra LPA, 524 Anak Telantar di Sumba Timur. Di unduh

pada Selasa, 14 Agustus 2012

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Balitbang, Depdiknas, 2003

UNESCO, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 1972.

Usman, Husaini. 2011. MANAJEMEN Teori, praktik, dan riset pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

Wahab , Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bumi Aksara.

Wahjoetomo. 1994. Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun (problematic dan alternative solusinya), Jakarta: Penerbit PT Grasindo.

Winarno, Budi. 2012. KEBIJAKAN PUBLIK Teori, Proses, Dan Studi Kasus, Jakarta: penerbit PT Buku Seru.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan pemikiran tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: (1) mengetahui pengaruh perbedaan jerapan debu dan partikel timbal oleh daun berdasarkan

Mungkin kurikulum tidak berkesesuaian dengan kondisi lingkungan dan sarana prasarana tidak memadai akan menghasilkan pendidikan dengan out put (hasil) yang

Ketika tumpahan minyak Cosco Busan terjadi pada tahun 2007 di Teluk San Francisco, kelompok relawan ramah lingkungan menggunakan tikar yang terbuat dari rambut manusia

Pada har i ini, Senin tanggal Dua puluh tujuh bulan Apr il Tahun dua r ibu lima belas, sesuai dengan jadwal yang ter muat pada Por tal LPSE http:/ /

(The Title Describes the Conducted Research, Times New Roman, Font Size 12, Single Line Spacing, 0 pt after spacing).. First Author Name*, Second Author Name, and so on (at least

Dolog lain. c) Surplus beras, adalah jumlah kelebihan beras pada Dolog sumber yang bisa di move out ke Dolog lain. d) Defisit beras adalah jumlah kekurangan beras pada

Sedangkan untuk mendapatkan gambaran awal mengenai bentuk evaluasi yang dilaksanakan, dalam pra survey ini digunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dengan guru

Sumber : Data sekunder yang diolah menggunakan software data envelopment analysis (DEA), 2014 Lampiran 13 Target Efisiensi Input Dan Output Bank Umum Konvensional Devisa