• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Business Opportunity ( Tinjauan Yuridis Terhadap Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian Business Opportunity).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Business Opportunity ( Tinjauan Yuridis Terhadap Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian Business Opportunity)."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

LEGAL PROTECTION TO THE BUSINESS OPPORTUNITY PURCHASER

(LEGAL ANALYSIS ON PRINCIPLE OF BALANCE IN THE BUSINESS OPPORTUNITY AGREEMENTS)

ABSTRACT

Business opportunity is one of the business pattern that predicted would be a driver of the economy in the country. This study aims to know how legal analysis on principle of balance in the business opportunity agreements as well as knowing what kind of legal protection to the

business opportunity purchaser’s in the business opportunity agreement. Research methods to be used is in the form of normative juridical approach to specification is descriptive analytical study. Normative research methods, namely a study that examines law conceived as norms or rules in force in the community, and made reference to the behavior of every person.

The results showed that business opportunity contract has not been fully implemented the principle of balance because bargaining position of the receiver is much weaker in the business opportunity agreement, that business opportunity purchaser may experience significant losses. Legal protection to the business opportunity purchaser in the business opportunity agreement is still very weak.

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA BUSINESS OPPORTUNITY

(TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS KESEIMBANGAN

DALAM PERJANJIAN BUSINESS OPPORTUNITY)

ABSTRAK

Salah satu pola bisnis yang diramalkan akan menjadi pendorong perekonomian di dalam negeri antara lain berupa business opportunity. Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana tinjauan yuridis terhadap asas keseimbangan dalam perjanjian business opportunity juga bagaimana sesungguhnya perlindungan hukum terhadap penerima business opportunity dalam perjanjian business opportunity.

Metode penelitian yang akan digunakan ialah berupa pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Metode penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian business opportunity belum sepenuhnya sesuai dengan asas keseimbangan karena posisi tawar penerima business opportunity dalam perjanjian business opportunity lebih lemah, sehingga penerima business opportunity dapat mengalami kerugian. Perlindungan hukum terhadap penerima business opportunity dalam perjanjian business opportunity masih sangat lemah.

(3)

DAFTAR ISI

Pernyataan Keaslian ... i

Pengesahan Pembimbing ... ii

Persetujuan Panitia Sidang Ujian ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 18

C. Tujuan Penelitian ... 18

D. Kegunaan Penelitian ... 18

E. Kerangka Pemikiran ... 19

F. Metode Penelitian ... 24

G. Sistematika Penulisan ... 26

BAB II HUBUNGAN KONTRAKTUAL PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN SERTA IMPLEMENTASI ASAS-ASAS PERJANJIAN DIKAITKAN DENGAN PERJANJIAN BAKU (STANDAR) DALAM PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA A. Perikatan Dalam Kehidupan Manusia ... 28

1. Hubungan Hukum ... 30

2. Kekayaan ... 30

3. Pihak-Pihak ... 31

4. Prestasi ... 31

B. Perjanjian (Kontrak) Dalam Kegiatan Bisnis ... 33

1. Pengertian Perjanjian ... 33

2. Asas-asas dalam hukum kontrak ... 37

3. Subjek Perjanjian ... 45

4. Syarat Sahnya Perjanjian ... 47

(4)

BAB III PERKEMBANGAN SERTA ASPEK HUKUM BUSINESS

OPPORTUNITY

A. Definisi Business Opportunity ... 60

B. Perbedaan Business Opportunity Dengan Pola Usaha Lainnya ... 73

1. Perbedaan Business Opportunity Dengan Waralaba ... 73

2. Perbedaan Business Opportunity Dengan Keagenan ... 74

3. Perbedaan Business Opportunity Dengan Kemitraan ... 75

BAB IV ANALISIS TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN BUSINESS OPPORTUNITY SERTA ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA BUSINESS OPPORTUNITY A. Aspek Hukum Business Opportunity ... 78

B. Asas Keseimbangan Dalam Business Opportunity ... 81

C. Asas Keseimbangan Dalam Praktek Business Opportunity Di Indonesia ... 83

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 97

Daftar Pustaka ... 99

Lampiran ... 104

(5)

No KTP :

Dalam hal ini bertindak sebagai pemegang merk dagang X secara sah sesuai Merek yang terdaftar di DITJEN HKI No : , untuk selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA

2. Nama : Alamat usaha : Alamat rumah :

Dalam hal ini bertindak sebagai Mitra, untuk selanjutnya disebut PIHAK KEDUA

PASAL 1 Jenis Kerja Sama

- Pihak Pertama menyetujui Pihak Kedua sebagai Mitra, dimana Pihak Kedua diberi

hak memproduksi dan menjual bakso dengan merk X

- Pihak Kedua dilarang menjual makanan dan bakso di luar produk dan merk X.

- Pihak Pertama memberikan fasilitas berupa perlengkapan komplit dan status kepemilikan perlengkapan tersebut adalah hak milik pihak kedua.

- Pihak Pertama memberikan fasilitas pinjam gratis berupa 1 unit mesin blender industri bakso, 1 Mesin Mie dan Pangsit beserta pelatihannya, dan status kepemilikan mesin tersebut adalah hak milik pihak pertama.

- Pihak pertama menarik Fee kepada Pihak kedua sebagai syarat untuk mendapatkan ijin menjadi Mitra X.

PASAL 2

Area Pemasaran (Cover Area)

- Yang dimaksud dengan area pemasaran adalah kota ………..

- Pihak Pertama memberikan hak kepada pihak kedua untuk menjual produk X di Area pemasaran dengan harga jual yang sudah disepakati bersama.

- Pihak Pertama memberi proteksi area kepada pihak kedua dengan radius 5 KM, artinya dalam radius 5 km dari lokasi usaha pihak kedua tidak boleh berdiri Cabang X lain.

- Pihak Kedua diperbolehkan menambah outlet untuk menjual produk X selama di dalam area pemasaran, dan harus mendapatkan persetujuan dari pihak pertama.

PASAL 3

Nominal Fee dan Cara Pembayaran

- Fee yang dibayarkan Pihak kedua kepada Pihak pertama untuk menjadi Mitra X adalah sebesar Rp 30.000.000 (Tiga Puluh Juta Rupiah ) untuk jangka waktu lima tahun

Setelah jangka waktu 5 tahun habis, dan jika Pihak Kedua ingin memperpanjang Perjanjian kerja sama ini maka Pihak Kedua wajib membayar Fee lagi dengan nominal yang berlaku pada saat 5 tahun lagi.

- Pembayaran Fee X dibayarkan melalui 2 tahap :

a) Tahap pertama : sebesar 20 % atau Rp6.000.000 sebagai tanda jadi, dibayarkan pada saat surat konfirmasi Persetujuan Perjanjian Kerja sama telah ditanda tangani Pihak Kedua (paling lambat 7 hari setelah pihak pertama menerima draft perjanjian kerjasama). b) Tahap kedua : sebesar 80 % atau Rp 24.000.000 sebagai pelunasan, 5 hari

setelah pelunasan dilanjutkan dengan pengiriman perlengkapan dan pelatihan.

- Pihak kedua wajib menyelesaikan pelunasan tahap kedua paling lambat 30 hari setelah menyerahan tanda jadi.

(6)

- Pembayaran Fee ditransfer ke Rekening BCA Cabang ... a.n : ... , dan perjanjian ini sebagai bukti pembayaran yang sah.

PASAL 4

Royalti Fee dan Cara Pembayaran

- Pihak kedua diwajibkan membayar Royalti Fee kepada Pihak pertama sebesar 5 % dari penjualan kotor Produk X (termasuk minuman).

- Pembayaran Royalti Fee harus dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya ( periode penjualan Tanggal 1 s/d tanggal 31 bulan sebelumnya)

- Pihak kedua wajib mengirimkan Rekap Penjualan Bulanan kepada Pihak Pertama paling lambat tanggal 10 setiap bulannya ( periode penjualan bulan kemarin)

- Pembayaran ditransfer ke Rekening BCA Cabang ... a.n : ... atau rekening lain yang ditunjuk pihak pertama.

-

I. Peraturan dan Sanksi terlambat memberikan laporan dan transfer royalty selama 1 – 30 hari :

a) Penjualan dari tanggal 01 s/d tanggal 31, pelaporan dan transfer Royalti paling lambat Tanggal 10 Bulan Berikutnya ( contoh : Penjualan tgl 1 – 31 Januari 2009, pelaporan dan transfer royalty paling lambat tgl 10 Feb 2009 )

b) Cabang yang melaporkan lebih dari tanggal 10 (H+1 s/d H+30) akan dikenakan sanksi sbb:

1. Data Cabang akan di blokir sementara oleh Sistem Komputer di Pusat, sehingga Cabang yang bersangkutan tidak bisa order bumbu.

2. Untuk membuka Blokir sementara tersebut cabang yang bersangkutan dikenakan sanksi denda sebesar Rp 1.000.000 ( satu juta rupiah )

II. Peraturan dan Sanksi terlambat memberikan laporan dan transfer royalty selama 2 bulan :

a) Apabila Cabang melakukan pelanggaran selama 2 bulan berturut – turut, maka cabang yang bersangkutan akan dianggap mengundurkan diri , dan data cabang akan di blokir permanen / dihapus

b) Untuk membuka blokir permanen maka cabang yang bersangkutan harus mengajukan permohonan menjadi cabang baru, dan jika disetujui cabang yang bersangkutan wajib membayar Fee yang berlaku pada saat mengajukan permohonan tersebut.

III. Peraturan dan Sanksi Bagi Cabang yang untuk sementara tidak bisa operasional :

a) Bagi Cabang yang karena adanya alasan keperluan keluarga atau alasan operasional seperti : masa sewa ruko untuk outlet habis dan belum menemukan ruko baru, karyawan berhenti semua sehingga sementara tidak bisa operasional, adanya suatu keperluan keluarga sehingga untuk sementara tidak operasional.

Diwajibkan memberikan pemberitahuan secara tertulis kepada X PUSAT paling lambat pada hari pertama mulai tidak beroperasi sementara.

b) Untuk cabang yang sudah memberikan laporan secara tertulis mengenai alasan tidak beroperasional sementara seperti di atas maka dibebaskan dari kewajiban memberikan laporan dan transfer Royalti dengan batas waktu maksimal 3 bulan (90 hari ).

c) Jika lebih dari 3 bulan belum beroperasional, maka terhitung mulai bulan ke 4 s/d maksimal bulan ke 6, cabang yang bersangkutan diwajibkan untuk memberikan biaya ganti Royalti Fee Bulanan sebesar Rp 500.000 / bulan (terhitung mulai bulan ke 4 s/d bulan mulai aktif kembali, dengan maksimal s/d bulan ke 6 ), selama belum membayar Ganti Rugi Royalti Fee maka Cabang yang bersangkutan akan di blokir sementara.

(7)

- Pihak kedua diberi hak untuk mengirimkan maksimal 3 orang untuk mengikuti pelatihan mengunakan mesin produksi.

- Pelatihan diadakan selama 2 – 3 hari di Kantor Pusat X di Jl. Medoan Ayu I Blok H 10 Surabaya, jika diperlukan dapat diperpanjang.

- Biaya akomodasi pihak kedua selama mengikuti pelatihan ditanggung oleh pihak kedua.

- Apabila pelatihan diadakan di tempat pihak kedua, maka pihak kedua wajib menanggung seluruh biaya akomodasi instruktur yang dikirimkan oleh pihak pertama

- Biaya pengiriman mesin blender bakso beserta perlengkapannya ditanggung pihak kedua.

- Fasilitas Mesin Blender Bakso hanya boleh dipakai untuk memproduksi produk X, tidak boleh digunakan untuk kepentingan yang lain.

- Perawatan mesin produksi yang mungkin timbul di kemudian hari menjadi tanggung jawab pihak kedua

PASAL 6

STANDAR MUTU PRODUK

- Pihak kedua di dalam melakukan kegiatan produksi harus sesuai dengan standar produksi yang sudah ditentukan, tanpa boleh menambah atau mengurangi.

- Dalam melakukan kegiatan produksi harus memakai bahan baku yang Halal, Bebas Pengawet, Borax dan Formalin.

PASAL 7

Pengoperan Ijin Mitra X

- Ijin Mitra X dapat diahlikan kepada pihak lain dengan seijin pihak pertama

PASAL 8

Jangka waktu Ijin Mitra X - Jangka waktu ijin Mitra X ini adalah berlaku untuk 5 tahun.

- Jika dikemudian hari Pihak kedua melakukan pelanggaran secara sengaja terhadap perjanjian ini, maka Pihak pertama berhak mengambil alih Ijin Mitra X dari pihak kedua, dan fee yang sudah dibayarkan Pihak kedua kepada pihak pertama menjadi hak pihak pertama.

- Dalam hal berakhirnya kerja sama dikarenakan jangka waktu kerjasama telah habis ataupun pihak kedua mengundurkan diri dari X sebelum jangka waktu kerjasama habis maka biaya yang sudah dibayarkan tidak bisa diambil kembali baik seluruhnya ataupun sebagian.

PASAL 9 Ketentuan lain-lain

- Segala sesuatu yang belum diatur dalam perjanjian ini akan diputuskan oleh kedua belah pihak secara musyawarah.

- Segala permasalahan yang timbul akan diselesaikan secara musyawarah, tetapi apabila penyelesaian secara musyawarah tidak bisa dicapai maka akan diselesaikan melalui Pengadilan Negari dimana X PUSAT berdomisili.

Demikian Perjanjian kerja sama ini dibuat dan disetujui oleh kedua belah pihak tanpa ada paksaan dari siapapun juga

Pihak Pertama Pihak Kedua

(8)

A. BIODATA

Nama : Mami Permana Karyadinata

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 14 Juli 1987

Alamat : Jalan Permai IX No. 10 Bandung

..40218

Nomor Handphone : 081809026202

E-mail : mami.permana@gmail.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1999 : Lulus SDN Merdeka Bandung

2002 : Lulus SMPN 43 Bandung

2005 : Lulus SMAN 1 Bandung

Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha (2009 s.d. saat ini)

C. RIWAYAT ORGANISASI

Menjadi Anggota Panitia

2009 : Panitia Seminar Quo Vadis Bisnis

.Bermartabat

2010 : Mentor Welcome To Maranatha

Seminar

2011 : Seminar Nasional Problematika Hukum

..Dalam Implementasi Bisnis Dan

..Investasi (Perspektif Multidisipliner)

2011 : Seminar Aspek Hukum Penanaman

..Modal Di Indonesia

2011 : Strategic Natural Resources

.Investment In Indonesia

(9)

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan dari pembentukan Negara Republik Indonesia

adalah untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tercermin

dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan

bahwa:

“...kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Mewujudkan masyarakat yang sejahtera sebagaimana

diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 merupakan salah satu

tanggung jawab yang harus dilaksanakan bukan hanya oleh

pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat. Hal ini karena kesejahteraan

tidak mungkin terwujud tanpa adanya masyarakat yang turut serta

dalam menggerakan perekonomian. Di era globalisasi, perekonomian

suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari perekonomian negara

(10)

Disaat kondisi ekonomi dunia masih banyak mengalami kesulitan

dan masa suram ditengah krisis utang Eropa, perlambatan ekonomi

China, serta masih tingginya angka pengangguran di Amerika Serikat

yang mempengaruhi banyak negara di dunia, Indonesia nampaknya

memiliki pondasi perekonomian yang kokoh dan terus mengalami

peningkatan. Kedalaman krisis keuangan Eropa yang menjadi krisis

global memang dikhawatirkan akan memberi dampak negatif yang

besar terhadap perekonomian Indonesia.

Perekonomian Indonesia masih tetap terjaga hingga saat ini

meskipun mengalami sedikit gejolak pada sektor finansial.1 Di tengah

kemerosotan ekonomi global, Indonesia terus mencatatkan

pertumbuhan yang signifikan. Menguatnya tingkat perekonomian

Indonesia ditengah suramnya ekonomi dunia saat ini tentu bukan tanpa

sebab. Pertumbuhan ekonomi terutama bersumber dari perekonomian

domestik dengan peran investasi yang semakin meningkat. Pasar

domestik yang besar, terjaganya stabilitas makroekonomi, suku bunga

yang rendah, perbaikan iklim investasi, dan peringkat investasi

merupakan faktor pendorong tingginya pertumbuhan investasi ke

depan.2

Hal ini membuat negara Indonesia menjadi negara yang sangat

menarik untuk berbisnis dan berinvestasi, serta menjadi surga bagi

1

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Krisis Keuangan Eropa : Dampak Terhadap Perekonomian Indonesia, Jakarta: Bappenas, 2011, hlm.4.

2

(11)

para pengusaha, baik pengusaha asing maupun dalam negeri yang

mencari peruntungannya di tanah air. Berdasarkan data Juli 2012,

pertumbuhan perekonomian nasional diperkirakan sebesar 6 persen

pada tahun 2012 dan 6,4 persen pada tahun 2013.3 Pada Statement at

the Conclusion of the 2012 Article IV Consultation Mission to Indonesia,

International Monetary Fund (IMF) menyatakan bahwa:

“Indonesia’s economy continues to perform well. At 6.5 percent,

economic growth in 2011 was the highest in over a decade; inflation

is currently within the central bank’s target range, credit growth is

robust, and measures of business and consumer confidence remain strong. In recent months the global economic environment has, however, shown some signs of renewed weakness, which is having a knock-on effect on Indonesia. Indonesia’s external current account has turned from a surplus to a small deficit recently, as exports fell by more than imports, reflecting a combination of the deteriorating external environment and continued strong domestic demand. Relatively easy domestic monetary conditions, combined with the weaker current account, have contributed to exchange rate pressures during bouts of global risk aversion. However, foreign reserves are adequate and the policy mix of letting the exchange rate adjust and increased supply of foreign exchange by the central bank is softening the impact. Growth is expected to continue to ease modestly in the near term. The current account should end the year with a deficit of about 1 percent of GDP, which is fully consistent with Indonesia moving towards its medium-term equilibrium as suggested by fundamentals. A somewhat widened budget deficit is appropriately helping offset the impact on growth of slowing external demand. On this basis, GDP growth is projected at 6.1 percent in 2012 but should pick up again subsequently. Annual inflation bottomed out at 3.6 percent in January but has since edged up to 4.5 percent and is expected to reach 5 percent by year-end, still within the authorities’ target range. The external environment continues to pose risks to this outlook. Risks include an intensification of the Euro area problems, as well as a sharper-than-expected slowdown in China.”4

3

The World Bank, "Ihtisar Ekonomi Indonesia", 2012, (http://www.worldbank.org), 21 Oktober 2012.

4

(12)

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa perekonomian

Indonesia berjalan dengan baik, meskipun faktor eksternal diperkirakan

akan beresiko menurunkan pertumbuhan ekonomi. Artinya, untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi saat ini, sudah saatnya Indonesia

mengandalkan kekuatan dalam negeri dalam menghadapi perlambatan

ekonomi dunia.

Perkembangan dunia usaha mengalami perkembangan yang

sangat pesat, bukan hanya dari sisi kuantitas dalam hal jumlah barang

dan atau jasa yang dihasilkan ataupun kualitas barang dan atau jasa

yang dihasilkan oleh para pelaku usaha, namun juga ditandai dengan

semakin beragamnya pola bisnis yang digunakan untuk menjangkau

konsumen serta memperoleh keuntungan yang diharapkan.

Salah satu pola bisnis yang diramalkan akan menjadi pendorong

perekonomian di dalam negeri antara lain berupa waralaba dan

business opportunity. Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) memprediksi,

nilai omzet bisnis waralaba dan business opportunity nasional tahun

2012 bisa tumbuh 32,23 % (tiga puluh dua koma dua puluh tiga persen)

menjadi Rp160.000.000.000.000 (seratus enam puluh triliun rupiah)

dibandingkan tahun 2011 yang senilai Rp121.000.000.000.000 (seratus

dua puluh satu triliun rupiah), dimana pertumbuhan ini didukung oleh

kenaikan omzet secara bisnis dan penambahan gerai.5

5

(13)

Meskipun persaingan bisnis saat ini dirasakan semakin ketat

dengan kondisi perekonomian dunia yang belum sepenuhnya stabil,

namun ternyata bisnis yang menggunakan pola waralaba dapat

mengalami peningkatan yang luar biasa, terutama di Indonesia. Hal ini

disebabkan karena pada saat ini, masyarakat di Indonesia

membutuhkan serta dihadapkan dengan beberapa hal yang ternyata

mampu diakomodasi oleh waralaba, antara lain:6

1. Menawarkan kenyamanan / keleluasaan.

Masyarakat selalu menginginkan kenyamanan serta keluasaan

dalam kehidupan sehari-hari, terutama dengan berbagai kesibukan

yang ada, mereka akan menggunakan sisa waktu mereka untuk

bersantai dan membeli kenyamanan.

2. Peningkatan permintaan akan jasa.

Sektor jasa mengalami peningkatan karena masyarakat akan selalu

menggunakan jasa dari para penyedia jasa, terutama jika

dilengkapi dengan pelayanan yang baik. Bahkan jika kita lihat

misalnya, pertumbuhan perekonomian di Provinsi Jawa Barat pada

triwulan II-2012, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor jasa

yaitu sebesar 10,66 persen.7

6

Pan, Lindawaty Suherman Sewu, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi, Bandung: Utomo, 2004, hlm. 2.

7

(14)

3. Konsumen tidak mempunyai waktu.

Waktu merupakan hal yang sangat berharga untuk masyarakat

yang semakin sibuk, sehingga kecepatan dari segi pelayanan

sangat dibutuhkan oleh konsumen saat ini.

4. Pelayanan dan kualitas yang baik

Masyarakat saat ini semakin dinamis sehingga pelayanan serta

kualitas yang baik sangat didambakan oleh konsumen dimanapun

mereka berada.

Waralaba adalah perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak

untuk memanfaatkan, menggunakan hak atas kekayaan intelektual,

penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu

imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut,

dalam rangka penyediaan, penjualan barang dan jasa.8 Sedangkan

menurut Lindawaty S. Sewu, pewaralabaan adalah :

“sistem pemasaran barang dan atau jasa dan atau teknologi, yang

pada kerjasama tertutup (antara franchisor dan franchisee) dan terus menerus pelaku-pelaku independen (franchisor dan franchisee) dan terpisah baik secara hukum dan keuangan, dimana franchisor memberikan hak kepada franchisee, dan membebankan kewajiban untuk melaksanakan bisnisnya sesuai dengan konsep dari franchisor.”9

Untuk lebih jelasnya, ada baiknya kita melihat pengertian mengenai

waralaba menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42

Tahun 2007 Tentang Waralaba :

8

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 374.

9

(15)

“Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang

perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan

oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.”

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba, sebuah

usaha dapat dikatakan sebagai waralaba apabila memenuhi kriteria

sebagai berikut:

1. memiliki ciri khas usaha

“Yang dimaksud dengan “ciri khas usaha” adalah suatu usaha

yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari

Pemberi Waralaba.”10

2. terbukti sudah memberikan keuntungan

“Yang dimaksud dengan “terbukti sudah memberikan keuntungan” adalah menunjuk pada pengalaman Pemberi

Waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5 (lima) tahun dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan

menguntungkan.”11

3. memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang

ditawarkan yang dibuat secara tertulis

“Yang dimaksud dengan “standar atas pelayanan dan barang

dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis”

adalah standar secara tertulis supaya Penerima Waralaba dapat

10

Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba

11

(16)

melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (Standard Operational Procedure).”12

4. mudah diajarkan dan diaplikasikan

“Yang dimaksud dengan “mudah diajarkan dan diaplikasikan”

adalah mudah dilaksanakan sehingga Penerima Waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan

bimbingan operasional dan manajemen yang

berkesinambungan yang diberikan oleh Pemberi Waralaba.”13

5. adanya dukungan yang berkesinambungan

“Yang dimaksud dengan “dukungan yang berkesinambungan”

adalah dukungan dari Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba secara terus menerus seperti bimbingan operasional,

pelatihan, dan promosi.”14

6. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

“Yang dimaksud dengan “Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar” adalah Hak Kekayaan Intelektual yang terkait dengan

usaha seperti merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang, sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam

proses pendaftaran di instansi yang berwenang.”15

Perbedaan antara Business opportunity dengan waralaba, bisa jadi

mereka tidak memenuhi kriteria di atas sebagaimana dipersyaratkan

pemerintah dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba. Mereka mengadaptasi

format waralaba tetapi memberikan keleluasaan kepada mitra

usahanya untuk mengembangkan bisnisnya.

12

Ibid.

13

Ibid.

14

Ibid.

15

(17)

Waralaba merupakan pola bisnis yang paling diminati oleh para

pebisnis di belahan dunia manapun. Bisnis dengan menggunakan pola

waralaba memberikan keuntungan dan peluang bagi kedua belah pihak

ketimbang masing-masing memulai dari awal dengan investasi yang

terkadang sulit untuk mencapai titik impas sebelum meraih

keuntungan.16 Hal ini menarik minat banyak pengusaha, termasuk di

Indonesia untuk melakukan pola bisnis tersebut.

Sepanjang tahun 2008 saja, dari sekitar 9.600 (sembilan ribu enam

ratus) waralaba, sekitar 700 (tujuh ratus) diantaranya merupakan

waralaba lokal. Kendati demikian, ratusan waralaba lokal yang ada itu

tidak seluruhnya masuk kategori bisnis murni waralaba. Jumlah

waralaba lokal tercatat sekitar 700 (tujuh ratus) pada tahun 2008,

namun yang murni waralaba hanya sekitar 75 buah. Sisanya

merupakan business opportunity.17

Business opportunity adalah cikal bakal suatu usaha untuk dapat

menjadi waralaba. Umumnya merupakan suatu usaha yang baru

berjalan dibawah 3 (tiga) tahun tetapi mempunyai peluang yang sangat

menjanjikan bagi para pemilik modal yang berinvestasi didalamnya.18

Perbedaannya adalah business opportunity tidak seketat waralaba.

16

Pan, Lindawaty Suherman Sewu, Pranata Hukum Waralaba di Uni Eropa dan Amerika dalam Upaya Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian, Jurnal ilmiah hukum bisnis dan investasi Dialogia Iuridica, Volume 1, November 2009, hlm. 29.

17

Sudarmiatin, "Praktik Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia, Peluang Usaha dan Investasi". Disampaikan dalam sidang terbuka senat Universitas Negeri Malang, 28 April 2011

18

(18)

Kecenderungan pada business opportunity adalah investasi yang lebih

kecil dari waralaba, tidak adanya pelatihan awal dan standar atau

sistem yang harus dijalankan, minimnya dukungan dan monitoring dari

pemilik baik dari segi operasional maupun pemasaran serta kontrak

yang relatif terbuka.19

Perbedaan antara waralaba dengan business opportunity secara

lebih jelas antara lain sebagai berikut :20

1. Investasi

Waralaba memiliki biaya atau investasi awal lebih tinggi,

sedangkan business opportunity memiliki investasi yang lebih

rendah.

2. Pemilihan lokasi

Pada waralaba, lokasi menjadi faktor penting bagi pewaralaba.

Sedangkan pada business opportunity hanya dilakukan survei,

tetapi tidak selalu.

3. Bantuan pra operasi

Waralaba mengenal adanya konsultasi pembangunan, pembelian

dan rekrutmen, sedangkan pada business opportunity dilakukan

tapi sangat minim.

19

Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM BI, Pola Pembiayaan Usaha Kecil Usaha Waralaba, Bank Indonesia, 2009, hlm. 9.

20

(19)

4. Pelatihan

Waralaba mengenal adanya pelatihan dan manual serta praktek

lapangan, sedangkan pada business opportunity tidak ada

pelatihan.

5. Bantuan teknis operasi

Waralaba mengenal adanya pengawasan secara berkala,

sedangkan pada business opportunity dilakukan hanya bila ada

masalah.

6. Produk dan jasa

Pada waralaba, produk dan layanan sudah ditentukan oleh pemberi

waralaba sedangkan pada business opportunity mitra memiliki

kebebasan mengembangkan produk dan jasa.

7. Sistem operasi dan layanan

Waralaba mempunyai sistem operasi dan layanan yang telah ada

secara baku dan memiliki manual, sedangkan pada business

opportunity tidak ada dan lebih disesuaikan dengan karakter mitra.

8. Legal dan perpajakan

Pada waralaba detail tercantum dalam kontrak, sedangkan pada

business opportunity legal dilakukan dalam kontrak, tetapi

mengenai perpajakan tidak jelas.

9. Pemasaran dan promosi

Waralaba mengenal adanya dukungan pemasaran dan promosi

(20)

dilakukan minimal, sebagian besar hanya untuk pengembangan

outlet.

10. Fleksibilitas

Waralaba memiliki fleksibilitas yang minim dan harus persetujuan

pemberi waralaba, sedangkan business opportunity lebih bebas

dan terbuka tanpa harus ada persetujuan.

Perbedaan antara waralaba dengan business opportunity diatas

memperlihatkan bahwa meskipun business opportunity memiliki konsep

dengan mengadaptasi konsep waralaba, namun memiliki banyak

kekurangan jika dibandingkan dengan waralaba. Padahal jika memang

sejak awal business opportunity ditujukan supaya kelak dapat

dikonversi menjadi waralaba, maka seharusnya business opportunity

yang ditawarkan juga memiliki karakteristik sebagai waralaba. Artinya,

seharusnya kita dapat memandang bahwa business opportunity yang

ada bukan merupakan sebagai suatu pola bisnis pra-waralaba, namun

sebagai sebuah pola bisnis yang mandiri.

Definisi business opportunity tidak ditemukan dalam peraturan

perundang-undangan yang ada di Indonesia. Sebagai bahan

perbandingan, definisi business opportunity menurut Federal Trade

Commission rule title 16 part 437.1 (c) Business Opportunity rule

bahwa:

“Business opportunity means a commercial arrangement in which: 1. A seller solicits a prospective purchaser to enter into a new

business; and

(21)

3. The seller, expressly or by implication, orally or in writing, represents that the seller or one or more designated persons will:

a. Provide locations for the use or operation of equipment, displays, vending machines, or similar devices, owned, leased, controlled, or paid for by the purchaser; or

b. Provide outlets, accounts, or customers, including, but not limited to, Internet outlets, accounts, or customers, for the purchaser's goods or services; or

c. Buy back any or all of the goods or services that the purchaser makes, produces, fabricates, grows, breeds, modifies, or provides, including but not limited to providing payment for such services as, for example, stuffing envelopes from the purchaser's home.

(Terjemahan bebas oleh penulis: peluang bisnis berarti suatu pengaturan secara komersial di mana:

1. Seorang penjual meminta calon pembeli untuk memasuki bisnis baru; dan

2. Para calon pembeli melakukan pembayaran yang diperlukan; dan

3. Penjual, baik secara tersurat maupun tersirat, secara lisan atau tertulis, menyatakan bahwa penjual atau satu atau lebih orang yang ditunjuk akan:

a. Menyediakan lokasi untuk penggunaan atau pengoperasian peralatan, display, mesin penjual, atau perangkat sejenis, yang dimiliki, disewakan, dikendalikan, atau dibayar oleh pembeli; atau

b. Menyediakan outlet, rekening, atau pelanggan, termasuk, namun tidak terbatas pada, outlet, rekening, atau pelanggan internet, untuk barang atau jasa pembeli; atau

c. Membeli kembali salah satu atau semua barang atau jasa yang dibuat, diproduksi, difabrikasi, ditumbuhkan, dikembangbiakan, dimodifikasi, atau disediakan oleh pembeli, termasuk tetapi tidak terbatas untuk menyediakan pembayaran untuk layan seperti, misalnya, mengisi amplop dari rumah pembeli.)”

Pengertian business opportunity di atas mengandung makna bahwa

antara penjual21 atau pemberi22 business opportunity dengan pembeli23

21

(22)

atau penerima24 business opportunity memiliki hubungan secara

berkesinambungan, sehingga secara ringkas business opportunity ialah

suatu penawaran komersial kepada penerima business opportunity untuk

menjalankan suatu sistem usaha yang ditawarkan oleh pemberi business

opportunity.

Berdasarkan data Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), jumlah gerai

business opportunity nasional di Indonesia sudah mengalami peningkatan

menjadi sekitar 80.000 (delapan puluh ribu) unit.25 Namun, seiring dengan

semakin meningkatnya jumlah business opportunity yang ada di

Indonesia, maka berbagai permasalahan yang berkaitan dengan business

opportunity juga semakin banyak. Data pengaduan mengenai

permasalahan business opportunity di Indonesia belum pernah secara

khusus didapatkan, sebagai bahan perbandingan berikut ini akan disajikan

data pengaduan waralaba dan business opportunity yang dilaporkan

kepada Federal Trade Commission setiap tahunnya, data dari tahun 1993

sampai tahun 1998.

22

Istilah pemberi business opportunity digunakan dalam tulisan ini sebagai padanan dari business opportunity seller, digunakan secara bergantian sesuai dengan konteks tulisan.

23

Istilah pembeli business opportunity ialah terjemahan bebas dari penulis untuk istilah business opportunity buyer yang digunakan oleh Federal Trade Commission Amerika Serikat

24

Istilah penerima business opportunity digunakan dalam tulisan ini sebagai padanan dari business opportunity buyer, digunakan secara bergantian sesuai dengan konteks tulisan.

25

(23)

Complaints 1993 1994 1995 1996 1997 1998 Total

Business opportunity

30 79 570 277 759 1089 2804

Franchise 5 2 9 9 53 108 186

Total 35 81 579 286 812 1197 3680

Sumber : United States General Accounting Office

Data diatas menunjukkan bahwa business opportunity memiliki

kecenderungan tingkat permasalahan yang jauh lebih tinggi jika

dibandingkan dengan waralaba. Salah satu penyebab timbulnya

permasalahan dalam perjanjian business opportunity, adalah karena

ketidakseimbangan posisi tawar masing-masing pihak dalam membuat

kontrak.

Perjanjian dalam business opportunity merupakan bentuk

perjanjian baku. Istilah perjanjian baku merpakan terjemahan dari

bahasa asing yaitu “standard contract”. Perjanjian secara tradisional

terjadi berdasarkan asas kebebasan berkontrak di antara dua pihak

yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua belah pihak

berusaha untuk mencapai kesepakatan. Perjanjian secara tradisional ini

berbeda dengan perjanjian baku. Perjanjian baku digunakan sebagai

upaya untuk mewujudkan suatu perjanjian yang dapat dilakukan secara

cepat. Bentuk perjanjian baku seringkali menimbulkan masalah karena

memberikan kewajiban yang memberatkan hanya kepada salah satu

pihak saja, dalam hal ini penerima business opportunity.

Pihak yang lebih kuat kadang-kadang menggunakan

(24)

pihak lainnya, sedangkan ia sendiri berusaha sedapat mungkin untuk

membatasi atau menyampingkan semua tanggung jawabnya.26

Menurut Sutan Remy Syahdeini kebebasan berkontrak hanya dapat

mencapai keadilan jika para pihak memiliki bargaining power yang

seimbang. Selanjutnya Sutan Remy Syahdeini menjelaskan:

bargaining power yang tidak seimbang terjadi bila pihak yang kuat dapat memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lemah, hingga pihak yang lemah mengikuti saja syarat-syarat kontrak yang diajukan kepadanya. Syarat lain adalah kekuasaan tersebut digunakan untuk memaksakan kehendak sehingga membawa keuntungan kepadanya. Akibatnya, kontrak tersebut menjadi tidak masuk akal dan bertentangan dengan aturan-aturan yang adil.”27

Maka dapat kita lihat akibatnya, apabila mitra usaha dalam

perjanjian business opportunity dapat dikatakan sebagai pihak yang

tidak cukup kuat dalam memiliki posisi tawar, maka kontrak yang

diajukan dapat menjadi tidak adil dan merugikan bagi mitra usaha,

seperti misalnya :

1. Tidak adanya pelatihan

Dalam dunia bisnis, pelatihan usaha menjadi sangat penting dalam

menentukan keberhasilan suatu usaha, menyangkut dengan

kelangsungan usaha yang dijalankan. Dengan tidak diberikannya

pelatihan, hal ini menjadi tanda tanya, apakah dalam perjanjian

business opportunity para pihak memiliki kedudukan yang

seimbang.

26

S.B. Marsh and J. Soulsby, Hukum Perjanjian, terjemahan Abdulkadir Muhammad, Bandung: Alumni, 2010, hlm. 146.

27

(25)

2. Tidak diberikannya bantuan teknis

Bantuan teknis dalam menjalankan usaha sangat diperlukan

bagi setiap pelaku usaha. Tidak adanya bantuan teknis yang

diberikan bagi mitra usaha menimbulkan kerugian yang sangat

besar.

3. Tidak adanya dukungan pemasaran dan promosi

Pemasaran serta promosi adalah salah satu kunci untuk

mencapai kesuksesan dalam berbisnis. Dengan menghilangkan

dukungan terhadap kedua faktor kunci tersebut, tingkat

kegagalan dalam berbisnis menjadi semakin tinggi, yang tentu

merugikan bagi mitra usaha.

Berbagai masalah ini diprediksi akan semakin meningkat seiring

pertumbuhan business opportunity di masa yang akan datang. Karena

tertarik dengan berbagai uraian di atas, maka penulis mencoba untuk

mengangkat dan membahas dalam penulisan skripsi dengan judul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA BUSINESS

OPPORTUNITY (TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS

KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN BUSINESS

(26)

B. Identifikasi Masalah

Beberapa hal yang menjadi permasalahan serta akan dibahas

dalam penulisan skripsi ini oleh penulis, yaitu untuk mengetahui dan

memahami:

1. Bagaimana analisis yuridis terhadap penerapan asas

keseimbangan dalam perjanjian business opportunity ?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap penerima business

opportunity dalam perjanjian business opportunity ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan skripsi ini

adalah antara lain:

1. Mengetahui bagaimana analisis yuridis terhadap penerapan asas

keseimbangan dalam perjanjian business opportunity.

2. Mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap mitra usaha

dalam perjanjian business opportunity.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan, baik secara teoritis maupun

secara praktis. Adapun kedua guna penelitian tersebut adalah antara

(27)

1. Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini antara lain untuk dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan ilmu hukum

pada umumnya, serta khususnya untuk pengembangan ilmu

hukum yang berkaitan dengan perjanjian Business Opportunity.

2. Secara Praktis

Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang

berkepentingan, termasuk bagi masyarakat serta para pelaku bisnis

didalam rangka peningkatan dan efisiensi serta efektivitas bisnis,

terutama dengan cara mengetahui hak dan kewajiban

masing-masing pihak di dalam perjanjian business opportunity serta aspek

perlindungan hukum bagi mitra usaha dalam business opportunity.

E. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan

yang menjadi bahan perbandingan penulis dibidang hukum.28

Dalam kaitannya dengan penulisan skripsi ini, maka perlu dibahas

mengenai tujuan dari pembangunan nasional Indonesia, dimana

sesungguhnya business opportunity hanyalah salah satu dari

28

(28)

sekian banyak pola atau cara masyarakat Indonesia untuk

mewujudkan pembangunan bangsa.

Salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah

untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara Indonesia

secara adil dan berkelanjutan, sesuai amanat alinea kedua

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Secara prinsip peri

keadilan adalah upaya untuk menemukan keadilan yang mutlak,

serta merupakan manifestasi upaya manusia yang merindukan

adanya hukum yang lebih tinggi dari hukum positif.29

Setiap perjanjian seharusnya dilaksanakan sebagai uapaya

untuk memperoleh keadilan dalam rangka mewujudkan masyarakat

yang sejahtera. Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

menyebutkan bahwa :

“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu

orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain

atau lebih.”

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata supaya

terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

a. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. suatu pokok persoalan tertentu;

d. suatu sebab yang tidak terlarang.

29

(29)

Dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

disebutkan bahwa :

“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang -undang berlaku sebagai -undang--undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad

baik.”

2. Kerangka Konseptual

Konsep atau pengertian merupakan unsur yang paling pokok

dari suatu penelitian. Jika masalahnya dan kerangka konsep

teoritisnya sudah jelas, maka biasanya sudah diketahui pula fakta

mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu

konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok

fakta atau gejala itu. Oleh karena itu konsep merupakan definisi

dari apa yang perlu diamati.30

Untuk memudahkan dalam melakukan pemahaman

terhadap pengertian-pengertian yang ada, maka dibutuhkan

kerangka konseptual terhadap definisi mengenai suatu istilah yang

ada dalam penulisan skripsi ini. Batasan-batasan serta pengertian

yang akan digunakan oleh penulis dalam skripsi ini antara lain

berikut :

a. Business Opportunity berarti suatu pengaturan secara

komersial di mana:

30

(30)

1) Seorang penjual meminta calon pembeli untuk memasuki

bisnis baru; dan

2) Para calon pembeli melakukan pembayaran yang

diperlukan; dan

3) Penjual, baik secara tersurat maupun tersirat, secara

lisan atau tertulis, menyatakan bahwa penjual atau satu

atau lebih orang yang ditunjuk akan:

a) Menyediakan lokasi untuk penggunaan atau

pengoperasian peralatan, display, mesin penjual, atau

perangkat sejenis, yang dimiliki, disewakan,

dikendalikan, atau dibayar oleh pembeli; atau

b) Menyediakan outlet, rekening, atau pelanggan,

termasuk, namun tidak terbatas pada, outlet,

rekening, atau pelanggan internet, untuk barang atau

jasa pembeli; atau

c) Membeli kembali salah satu atau semua barang atau

jasa yang dibuat, diproduksi, difabrikasi, ditumbuhkan,

dikembangbiakan, dimodifikasi, atau disediakan oleh

pembeli, termasuk tetapi tidak terbatas untuk

menyediakan pembayaran untuk layan seperti,

(31)

b. Pemberi business opportunity adalah orang perseorangan

atau badan usaha yang memberikan hak dalam perjanjian

business opportunity kepada penerima business opportunity

c. Penerima business opportunity adalah orang perseorangan

atau badan usaha yang diberikan hak oleh Pemberi

business opportunity untuk memanfaatkan dan/atau

menggunakan pengaturan komersial yang disediakan

pemberi business opportunity.

d. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji

kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan suatu hal.31

e. Wanprestasi mempunyai arti bahwa debitur tidak memenuhi

janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan

kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka

dikatakan bahwa debitur wanprestasi.32 Debitur dikatakan

telah melakukan wanprestasi baik karena lalai maupun

karena kesengajaan, apabila:33

1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.

2) Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak

sebagaimana yang diperjanjikan.

31

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1987, hlm. 1.

32

J. Satrio, Hukum Perikatan‐Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1999, hlm. 122.

33

(32)

3) Melakukan apa yang sudah diperjanjikan tetapi sudah

terlambat.

4) Melakukan suatu yang oleh perjanjian tidak boleh

dilakukan.

F. Metode Penelitian

Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan terencana

dilakukan dengan metode ilmiah bertujuan untuk mendapatkan data

baru guna membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu

gejala yang ada.34 Di dalam penelitian skripsi ini, metode penelitian

yang akan digunakan ialah berupa pendekatan yuridis normatif dengan

spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Metode penelitian

yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang mengkaji hukum yang

dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam

masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang.35

1. Tahap Penelitian

a. Penelitian kepustakaan

Tahap penelitian kepustakaan dalam upaya mencari data

sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

1) Bahan hukum primer

34

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalarn Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 1991, hlm. 2.

35

(33)

Bahan hukum primer adalah bahan hukum berupa

peraturan perundang -undangan. Bahan hukum primer

tersebut antara lain:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42

Tahun 2007 Tentang Waralaba.

2) Bahan hukum sekunder

Bahan Hukum Sekunder, yang terdiri atas buku-buku

yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh,

jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus

hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium

mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian.36

3) Bahan hukum tersier

Bahan Hukum tersier, yaitu : bahan-bahan yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer

dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan

sebagainya.37

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan cara analisis

kualitatif.

36

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media Publishing, 2010, hlm.296.

37

(34)

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi sistematika penulisan

ke dalam lima bab, dimana rincian atas kelima bab tersebut adalah

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai

latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran,

metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II HUBUNGAN KONTRAKTUAL PARA PIHAK DALAM

PERJANJIAN SERTA ASAS-ASAS PERJANJIAN

DIKAITKAN DENGAN PERJANJIAN BAKU

(STANDAR) DALAM PERSPEKTIF HUKUM

INDONESIA

Bab ini akan membahas tinjauan umum mengenai

perjanjian, asas-asas dalam perjanjian, jenis-jenis

perjanjian serta perjanjian baku yang diatur dalam

hukum positif di Indonesia.

BAB III PERKEMBANGAN SERTA ASPEK HUKUM

BUSINESS OPPORTUNITY

Pada bab ini akan mengemukakan mengenai definisi

business opportunity, perkembangan business

(35)

antara business opportunity dengan waralaba,

keagenan, distributorship, serta kemitraan.

BAB IV ANALISIS TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS

KESEIMBANGAN DALAM PERJANJIAN BUSINESS

OPPORTUNITY SERTA ASPEK PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP PENERIMA BUSINESS

OPPORTUNITY

Pada bab ini akan membahas mengenai analisis

tinjauan yuridis terhadap penerapan asas

keseimbangan dalam perjanjian business opportunity

jika dikaitkan dengan hukum positif yang berlaku di

beberapa negara serta bagaimana aspek

perlindungan hukum terhadap penerima business

opportunity dalam praktek perjanjian business

opportunity yang ada di Indonesia.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini penulis akan mengemukakan kesimpulan

dan saran, dimana kesimpulan merupakan jawaban

atas identifikasi masalah, sedangkan saran

merupakan usulan yang operasional, konkret, dan

praktis serta merupakan kesinambungan atas

(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Perjanjian business opportunity belum sepenuhnya melindungi

asas keseimbangan karena pada prakteknya posisi tawar dari

penerima business opportunity jauh lebih lemah sehingga

penerima business opportunity berpotensi mengalami kerugian

yang cukup besar, padahal biaya yang dikeluarkan dalam

business opportunity juga tidak kecil.

2. Perlindungan hukum terhadap penerima business opportunity

dalam perjanjian business opportunity masih sangat lemah,

karena tidak adanya regulasi yang mengatur mengenai business

opportunity di Indonesia. Hak serta kewajiban para pihak dalam

perjanjian business opportunity seringkali tidak berimbang, hal ini

ditandai dengan begitu banyaknya aturan mengenai sanksi yang

dikenakan bagi penerima business opportunity jika terjadi

kesalahan, sedangkan pemberi business opportunity sulit untuk

(37)

B. Saran

Penulis memberikan saran untuk:

1. Bagi pelaku usaha

Pelaku usaha sebaiknya membuat perjanjian business

opportunity yang bukan hanya melindungi pihak pemberi

business opportunity, tetapi juga mampu memberikan

perlindungan bagi penerima business opportunity karena

seharusnya suatu perjanjian dibuat untuk melindungi para pihak

yang membuatnya, bukan hanya salah satu pihak saja.

Karakteristik business opportunity sebagai pola usaha yang

menguntungkan para pihak yang terlibat di dalamnya

seharusnya tercermin dari perjanjian yang merupakan win-win

solution bagi pemberi dan penerima business opportunity.

2. Bagi pemerintah

Business opportunity sebagai salah satu pola bisnis yang

memiliki potensi untuk menjadi pendorong perekonomian

nasional serta meningkatkan lapangan pekerjaan bagi

masyarakat sudah seharusnya diatur oleh pemerintah secara

lebih lanjut melalui perangkat peraturan perundang-undangan.

Tidak adanya peraturan yang secara khusus mengatur

mengenai business opportunity dapat menimbulkan kerugian

bagi penerima business opportunity karena menimbulkan

(38)

akhirnya dapat berakibat pada terciptanya suatu iklim usaha

yang tidak kondusif.

3. Bagi Masyarakat

Masyarakat perlu untuk mengetahui secara lebih lanjut

mengenai kelebihan dan kekurangan dari business opportunity

sehingga masyarakat dapat mengetahui apa saja kelebihan

dan kekurangan dari business opportunity, serta perlindungan

hukum bagi masyarakat sebagai konsumen ataupun sebagai

calon pemberi ataupun calon penerima business opportunity.

Sosialisasi mengenai business opportunity perlu diberikan bagi

masyarakat, baik dari pemerintah maupun pemberi serta

penerima business opportunity. Adanya sosialisasi yang baik

sesungguhnya akan menguntungkan bagi semua pihak, karena

jika masyarakat tertarik dengan business opportunity yang

ditawarkan, tentu menguntungkan bagi pemberi business

(39)

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

___________________, Hukum Perikatan, Bandung: Alumni, 1986.

___________________, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Abdul Muis (et.al.), Hukum Kontrak, Medan: Universitas Sumatera Utara, 2012.

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta: Prenada Media Group, 2010.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalarn Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 1991.

BPHN, Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional Serta Rencana Pembangunan Hukum Jangka Panjang, Jakarta: BPHN, 1995.

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2011, Jakarta: Bank Indonesia, 2011.

G.W. Paton, A Text-book of Jurisprudence, London: Oxford University Press, 1964.

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, terjemahan Tristam P. Moeliono Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.

J. Satrio, Hukum Perikatan‐Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1999.

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayu Media Publishing, 2010.

(40)

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Krisis Keuangan Eropa : Dampak Terhadap Perekonomian Indonesia, Jakarta: Bappenas, 2011.

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997.

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986.

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 2005.

_________________________, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Bandung: Alumni, 1996.

_________________________, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahnnya, Jakarta: Alumni, 1981.

Mariam Darus Badrulzaman (et.al.), Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

Otje Salman Soemadiningrat dan Anton F.S., Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, Dan Membuka Kembali, Bandung: Refika Aditama, 2004.

Pan, Lindawaty Suherman Sewu, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi, Bandung: Utomo, 2004.

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung: Bumi Cipta, 1997.

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1987.

R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-Azas Hukum Perjanjian, Bandung: Mandar Maju, 2000.

Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: Universitas Indonesia, 2004.

S.B. Marsh and J. Soulsby, Hukum Perjanjian, terjemahan Abdulkadir Muhammad, Bandung: Alumni, 2010, hlm. 146.

(41)

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1999.

___________________, Penemuan Hukum: Suatu Pengantar, Jakarta: Liberty, 1996.

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993.

Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM BI, Pola Pembiayaan Usaha Kecil Usaha Waralaba, Bank Indonesia, 2009.

B. Peraturan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba.

C. Internet

Bureau of Consumer Protection Business Center, Multi Level Marketing, business.ftc.gov, 2012.

Damiana Ningsih Simanjuntak dan Ayyi Achmad Hidayah, "Omzet Waralaba Diprediksi Tembus Rp160 Triliun", 2012, (http://www.beritasatu.com).

(42)

International Monetary Fund, “Statement at the Conclusion of the 2012 Article IV Consultation Mission to Indonesia”, 2012, (http://www.imf.org/).

Taufik Hidayat, “Info Waralaba- Perbedaan Franchise, Business Opportunity & Lisensi”, 2012, (http://www.konsultanwaralaba.com).

The World Bank, "Ihtisar Ekonomi Indonesia", 2012, (http://www.worldbank.org).

Singapore Academy of Law, Hukum Keagenan, 2012, (www.singaporelaw.sg).

Srihandriatmo Malau, "Pemerintah Akan Batasi Jumlah Gerai Milik Pengusaha Waralaba", 2012, (http://m.tribunnews.com).

D. Lain-lain

Bambang Poerdyatmono, Asas Kebebasan Berkontrak (Contractvrijheid Beginselen) dan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) Pada Kontrak Jasa Konstruksi, Jurnal Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Volume 6 No. 1, Oktober 2005.

Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Barat No. 37/08/32/Th. XIV, 6 Agustus 2012.

Federal Trade Commission, Federal Register Vol. 76, No. 236, 8 Desember 2011.

Pan, Lindawaty Suherman Sewu, Pranata Hukum Waralaba di Uni Eropa dan Amerika dalam Upaya Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Perjanjian, Jurnal ilmiah hukum bisnis dan investasi Dialogia Iuridica, Volume 1, November 2009.

Saifullah Bombang, Asas Kepastian Hukum Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik, Jurnal Studi Ilmu Syariah dan Hukum Sekolah Tinggi Agama Islam Datokarama, 2008.

(43)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini di temukan, bahwa perjanjian jual beli preorder baku yang terdapat klausula eksonerasi tidak sesuai dengan asas keseimbangan dan asas

The legal issues on this research is the legal protection and the notary responsibility to the party who gained a damages on business agreement relating to the

Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum Terhadap Pemberi Fidusia atas Dijaminkannya Obyek Fidusia oleh Penerima Fidusia Terhadap Pihak Lain dalam Perjanjian Penjaminan………...

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas rahmat, pertolongan dan karunia-Nya sehingga penulis

Perjanjian terapeutik juga menganut klausula baku yang dituangkan dalam surat persetujuan tindakan medik atau informed consent dimana yang menentukan isinya adalah dokter

Alasan yuridis mengenai perlindungan PRT sebenarnya sudah tertuang dalam Pasal 27 UUD 1945, dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang