MELALUI MEDIA DIGITAL
(STUDI PUTUSAN NOMOR 3006/PID.SUS/2017/PN.MDN) SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH
MUHAMMAD HUSNUL FADILLA NIM : 150200285
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
NAMA : MUHAMMAD HUSNUL FADILLA
NIM : 150200285
JUDUL SKRIPSI : “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK ATAS KEHORMATAN KHUSUS MELALUI MEDIA DIGITAL (STUDI
PUTUSAN NOMOR 3006/PID.SUS/2017/PN.MDN)”
Dengan ini menyatakan:
1. Bahwa isi skripsi yang telah saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan tiruan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah tiruan dari orang lain maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggungjawab saya.
Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Medan, 11 Juni 2019 Hormat Saya
MUHAMMAD HUSNUL FADILLA NIM. 150200285
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar dan tepat pada waktunya.
Shalawat beriring salam penulis ucapkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari alam jahiliyah ke alam yang penuh cahaya seperti ini. Semoga kelak mendapatkan syafaatnya di yaumil akhir Aamiin Ya Robbal Alamiin.
Telah menjadi kewajiban dari setiap Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk dapat menyelesaikan suatu karya ilmiah sebagai syarat dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK ATAS KEHORMATAN KHUSUS MELALUI MEDIA DIGITAL (STUDI PUTUSAN NOMOR 3006/PID.SUS/2017/PN.MDN)”.Dalam menulis skripsi ini penulis telah mengerjakannya dengan semaksimal mungkin, namun penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan yang disebabkan karena keterbatasan pengetahuan ilmiah yang penulis miliki.
Melalui kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua tercinta Papa Syamsul Bahri S.Pd. yang telah bekerja keras, sabar, yang selalu
ii
memberikan semangat baik melalui do’a maupun lewat motivasi serta mendidik dan membimbing anak-anaknya untuk menjadi orang yang berhasil dan juga tiada hentinya menafkahi keluarga dan membiayai penulis hingga saat ini. Dan juga kepada Mama tercinta Rosmah Mulyani S.Pdi yang telah mengandung, melahirkan dan membesarkan penulis dengan segenap kasih sayang, kesabaran dan tidak henti-hentinya memanjatkan do’a kepada Allah SWT disetiap sujudnya demi kesuksesan penulis dan juga terus memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga menyadari akan pentingnya orang- orang yang telah memberikan pemikiran, dorongan, bimbingan, dan dukungan secara moril, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Saidin S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Jelly Leviza S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Hamdan S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
iii
6. Ibu Liza Erwina S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam memilih judul yang terbaik dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan dan meluangkan waktunya untuk membimbing, menasehati, memberi semangat dan membagi ilmunya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak Syafruddin Sulung S.H., M.H., DFM, selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyediakan dan meluangkan waktunya untuk membimbing, menasehati, memberi semangat dan membagi ilmunya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen, serta staf Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada abang dan kakak penulis yang tersayang Hendra Gunawan S.Pdi (Bahyong), Sri Dewi Yanti S.Pd (Kakngah), dan Hendri Syahputra (Bahyang) yang tak pernah lupa mengingat penulis sebagai adik paling kecil untuk memberi semangat, dukungan dan bantuan baik berupa moril maupun materil dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada sahabat-sahabat penulis, RESPECT yaitu Boby Tamara, Aulia Rahman, Hadi Prabowo, Hasan Basri, Putra Yusmanizar Husein, Muhammad Rudi Setiawan Pasaribu, dan Muhammad Ridwan Sitorus yang selalu memotivasi penulis serta selalu memberikan dukungan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
iv
11. Kepada sahabat-sahabat dari awal masa perkuliahan Dodi Darmawan, Zulfadli Kurniawan Gultom, Adriyan Kasfari, Zairin Nur Aulia, Malik Abdul Hamid, Pesta Parjagal Lumban Batu, Reinhard Siahaan, Ricky Martin, dan sahabat-sahabat yang lain yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih karena telah bersama dari awal perkuliahan, yang selalu memberi semangat, dukungan, teman berdebat, bertukar pikiran dan berbagi ilmu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi serta bersama- sama berjuang meraih gelar sarjana.
12. Kepada sahabat senasib seperjuangan penulis Ajeng Tri Ayu yang selalu menemani penulis, yang telah sabar membantu, mendukung, menasehati penulis sehingga menjadi kekuatan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Kepada Keluarga Besar Pramuka Universitas Sumatera Utara yang telah membentuk karakter penulis, mendidik, memotivasi serta memberikan banyak ilmu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Pramuka USU semakin jaya kedepannya Aamiin, Salam Sabha Bersaudara.
14. Kepada teman-teman Grup F Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Stambuk 2015 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang sama- sama berjuang dari awal perkuliahan sampai sekarang demi meraih gelar sarjana.
15. Kepada seluruh teman-teman IMADANA yang saling mendukung dan memberi semangat untuk bersama-sama berjuang meraih gelar sarjana.
16. Kepada Dewan Domisioner Pramuka Universitas Sumatera Utara Masa Bakti 2018 yang telah bersama-sama sebagai pengurus Pramuka USU yang
v
sedikit banyaknya telah memberikan pelajaran serta pengalaman yang paling berharga bagi penulis.
Akhir kata kembali penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, dan mengucapkan terima kasih untuk semua orang yang telah menguatkan penulis sehingga penulis menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya.Sekali lagi tentunya dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan.Untuk itu penulis mohon kepada semua pihak agar dapat memberikan petunjuk dan koreksi yang membangun bagi penulis guna penulisan skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi.Penulis berharap skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca serta membantu perkembangan hukum di Indonesia.
Medan, 11 Juni 2019 Hormat Saya
MUHAMMAD HUSNUL FADILLA NIM. 150200285
DAFTAR ISI
vi
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... vi
ABSTRAK ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
D. Keaslian Penulisan ... 12
E. Tinjauan Kepustakaan ... 13
1. Tindak Pidana ... 13
a. Pengertian Tindak Pidana ... 13
b. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 18
c. Jenis-Jenis Tindak Pidana ... 19
2. Pengertian Pencemaran Nama Baik ... 23
3. Pengertian Kehormatan Khusus ... 26
4. Pengertian Media Digital ... 28
F. Metode Penelitian... 32
G. Sistematika Penulisan ... 35
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK ATAS KEHORMATAN KHUSUS ... 38
A. Pencemaran Nama Baik dalam KUHP dan UU ITE ... 38
B. Pembentukan Undang-Undang ITE di Indonesia ... 51 C. Perbedaan Pencemaran Nama Baik Umum dengan Pencemaran
vii
Nama Baik Khusus ... 53
D. Jenis-Jenis Kehormatan Khusus ... 55
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN DALAM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA DIGITAL 70 A. Pertanggungjawaban Pidana ... 70
B. Pencemaran Nama Baik Melalui Media Digital ... 71
C. Pertanggungjawaban dalam Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Digital ... 72
BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 3006/PID.SUS/2017/PN.MDN ... 74
A. Penerapan Hukum ... 74
1. Posisi Kasus ... 74
2. Dakwaan Penuntut Umum ... 85
3. Fakta-Fakta Hukum ... 86
4. Tuntutan Penuntut Umum ... 91
5. Pertimbangan Hakim ... 95
6. Amar Putusan ... 103
B. Analisis Yuridis ... 106
BAB V PENUTUP ... 114
A. Kesimpulan ... 114
B. Saran ... 117
DAFTAR PUSTAKA ... 119
ABSTRAK
viii
Muhammad Husnul Fadilla*
Liza Erwina**
Syafruddin Sulung***
Teknologi informasi melalui komputer dan internet telah banyak memberikan kemudahan bagi semua orang, namun kemudahan itu terkadang membuat orang salah dalam mempergunakannya. Salah satu penyalahgunaan teknologi informasi komputer dan internet adalah pencemaran nama baik melalui akun media digital. Pencemaran nama baik melalui media digital ini ditujukan kepada orang atau lembaga yang memiliki kehormatan khusus yaitu Presiden dan Instansi Negara Kepolisian Republik Indonesia. Kasus pencemaran nama baik atas kehormatan khusus melalui media digital inilah yang menjadi dasar dalam penulisan skripsi yang bertema “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Atas Kehormatan Khusus Melalui Media Digital (Studi Putusan Nomor 3006/Pid.Sus/2017/PN.Mdn.)”.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yaitu jenis penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.Sifat penelitian adalah deskriptif analisis yaitu dengan menggambarkan pelaksanaan berdasarkan putusan pengadilan secara analisis terhadap norma-norma dan asas- asas yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pengaturan pencemaran nama baik atas kehormatan khusus menurut KUHP dan UU ITE No. 11 Tahun 2008, (2) untuk mengetahui pertanggungjawaban dalam tindak pidana pencemaran nama baik melalui media digital dan (3) untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan nomor 3006/Pid.Sus/2017/PN.Mdn.
Temuan yang diperoleh dari penelitian ini adalah Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Digital sudah sesuai, perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah memenuhi unsur-unsur tindak pidana pencemaran nama baik melalui media digital berdasarkan Pasal 45 ayat (3) UU. No. 19 Tahun 2016 Jo Pasal 27 ayat (3) UU.No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE sehingga terdakwa dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pertimbangan Hakim dalam Putusan No. 3006/Pid.Sus/2017/PN.Mdn. adalah sebagai berikut : (a) adanya fakta yang terbukti sesuai Pasal 45 ayat (3) UU No.
19 Tahun 2016 Jo Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 Tentang ITE dalam hal ini tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Digital, (b) Adanya pembuktian berdasarkan Pasal 184 KUHAP yang terbukti di persidangan, (c) Hal- hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa.
Kata Kunci : Pencemaran Nama Baik, Media Digital, Kehormatan Khusus.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini membuat negara- negara semakin berkembang dan maju.Salah satu wujud kemajuan teknologi ini dapat dilihat dari semakin maraknya transaksi perdagangan dengan media onlinemelalui internet.Selain itu dengan internet seseorang dapat melakukan komunikasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu sehingga dapat dikatakan bahwa internet merupakan salah satu saluran bagi masyarakat dalam menyampaikan pendapat serta pikirannya.1
Salah satu dampak negatif dari penggunaan Teknologi Informasi adalah maraknya tindak pidana pencemaran nama baik, baik itu pencemaran nama baik yang dilakukan terhadap orang perorangan maupun pencemaran nama baik yang
Namun kemajuan teknologi informasi juga membuat semakin berkembangnya kejahatan yang menggunakan media internet, maka untuk mengantisipasinya negara membuat regulasi guna menanggulangi kejahatan dan menciptakan kepastian hukum di dalamnya. Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), merupakan payung hukum di Indonesia untuk pertama kali dalam bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Sebagaimana yang telah diketahui oleh masyarakat luas, dimana pada saat setelah disahkannya UU ini juga menuai kontroversi dalam hal perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dari masyarakat.
1Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 3.
dilakukan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, Badan Hukum, dan Instansi Negara seperti Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tindak pidana pencemaran nama baik merupakan kejahatan yang perlu untuk diperhatikan.
Banyak kasus-kasus pencemaran nama baik yang saat ini berkembang luas seiring terdapatnya media, baik media cetak maupun media elektronik. Pencemaran nama baik yang disebarkan secara tertulis dikenal sebagai libel, sedangkan yang diucapkan disebut slander.
Kejahatan di bidang teknologi informasi atau dapat disebut cybercrime atau computer-relatd crime makin marak terjadi di Indonesia.Crybercrime adalah aktivitas manusia di dunia mayantara (maya) yang menjadikan komputer sebagai sasaran kejahatan (misalnya akses ilegal, perusakan situs, intersepsi ilegal), dan aktivitas manusia yang menggunakan komputer sebagai sasaran kejahatan (misalnya pemalsuan kartu kredit, pornograpi via internet).Ketentuan hukum pidana yang mengatur kejahatan di bidang teknologi informasi sering disebut crybercrime law.Rezim hukum cyber ini merupakan kajian yang cukup baru di Indonesia sehingga perlu disosialisasiskan secara terus-menerus, baik kepada anggota masyarakat maupun penegak hukum.2
Banyak orang telah menggunakan perangkat digital untuk mempermudah aktivitas mereka maupun digunakan untuk hiburan semata. Asosiasi industri media digital florida (Digital Media Alliance Florida) mendefinisikan media digital sebagai konvergensi kreatif seni digital, ilmu pengetahuan, teknologi dan bisnis untuk ekspresi manusia, komunikasi, interaksi sosial, dan pendidikan.
Media digital penggunaannya pun sangatlah mudah tidak terkesan kuno seperti
2Widodo, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hlm.
V.
alat-alat analog yang masih menggunakan sistem manual.Pada perangkat digital ini kita dapat mengerjakan sesuatu secara cepat atau istilahnya instan tanpa banyak menggunakan tenaga manusia. Namun kecanggihan dan kemudahan tersebut oleh segelintir orang masih mempergunakannya sebagai tindak pidana, salah satu tindak pidana tersebut adalah pencemaran nama baik.
Belakangan ini persoalan eksistensi delik pencemaran nama baik kembali mengemuka dan dipermasalahkan oleh banyak pihak. Munculnya perhatian publik terhadap delik ini diakibatkan oleh beberapa kasus pencemaran nama baik yang terjadi. Pasal-pasal pencemaran nama baik juga sering kali dijadikan sebagai alat untuk menjerat seseorang Whistle Blower (WB). Ada dua macam pengertian
“Whistle Blower” (Peniup Pluit/Pemukul Kentongan), yaitu: (1) Seseorang yang mengungkapkan pelanggaran atau perbuatan salah yang terjadi dalam suatu organisasi kepada publik atau orang yang memiliki otoritas. (2) Seorang pekerja yang memiliki pengetahuan atau informasi dari dalam tentang aktifitas illegal yg terjadi didalam organisasinya dan melaporkannya ke Publik.3
Pengaturan mengenai delik pencemaran nama baik dapat dijumpai dalam KUHP maupun Undang-Undang di luar KUHP, yaitu UU No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (UU Penyiaran), UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Dalam KUHP pencemaran nama baik diatur melalui Pasal 310-320 Buku Kedua (Kejahatan) Bab XVI Tentang Penghinaan. Ada tiga catatan terkait dengan delik pencemaran namabaik.
3http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta, volume 7, Nomor 1, Januari 2012, hlm. 2.
Diakses pada tanggal 23 Februari 2019 pukul 22.23 WIB.
Pertama, delik itu bersifat amat subyektif. Kedua, pencemaran nama baik merupakan delik penyebaran. Ketiga, orang yang melakukan pencemaran nama baik dengan menuduh suatu hal yang dianggap menyerang nama baik seseorang atau pihak lain harus diberikan kesempatan untuk membuktikan tuduhan itu.4
Beberapa ketentuan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang dijelaskan Leden Marpaung, (2010:1) yaitu Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP (Pasal Penghinaan Presiden) pada tanggal 06 Desember 2006 karena dianggap tidak relavan lagi jika di dalam KUHP masih memuat pasal-pasal yang menegasi prinsip persamaan di depan hukum, mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi dan prinsip kepastian hukum.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana setidaknya terdapat 16 pasal yang mengatur penghinaan.Penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden diancam oleh Pasal 134, 136, dan 137. Penghinaan terhadap Raja, Kepala Negara sahabat, atau Wakil Negara asing diatur dalam pasal 142, 143 dan 144.
Penghinaan terhadap instansi atau badan umum (seperti DPR, Menteri, MPR, Kejaksaan, Kepolisian, Gubernur, Bupati, Camat dan sejenisnya) diatur dalam Pasal 207, 208, dan 209. Jika penghinaan itu terjadi atas orangnya (pejabat pada instansi negara) maka diatur dalam Pasal 310, 311 dan 315. Selain itu, masih terdapat sejumlah pasal yang dapat dikategorikan dalam delik penghinaan ini, yaitu pasal 317 (fitnah karena pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa), Pasal 320 dan 321 (pencemaran atau penghinaan terhadap orang yang sudah mati).
4 USU Law Jurnal, Analisis Yuridis Tindak Pidana Cybercrime Dalam Perbuatan Pidana Pencemaran Nama Baik Ditinjau Dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Hukum Pidana,Vol. 6, No. 6, Desember 2018, hlm. 16.
Akan tetapi masih ada beberapa kasus tentang pencemaran nama baik ini ditujukan terhadap Presiden dan Lembaga atau Instansi Negara, baik itu pencemaran nama baik melalui lisan maupun melalui tulisan, sehingga harus memiliki payung hukum yang jelas tentang pencemaran nama baik terhadap Presiden atau Wakil Presiden dan Lembaga Negara khususnya melalui media digital.
Selain itu undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga seolah-olah dibuat hanya untuk mengatur dan melindungi, serta memberikan kepastian hukum dalam transaksi bisnis melalui media internet. Hal ini dapat dilihat dalam pasal yang lebih banyak mengatur tentang perlindungan terhadap transaksi yang dilakukan dengan sistem digital. Sedangkan ketentuan yang mengatur tentang perlindungan kebebasan berpendapat, siapa subyek- subyeknya dan hak-haknya hingga batasan-batasan suatu pendapat yang dikemukakan seseorang melalui media internet dapat dikatakan mencemarkan nama baik orang lain atau badan hukum tertentu kurang diatur. Mengingat bahwa hak kebebasan berpendapat merupakan salah satu substansi hak asasi yang menuntut penghormatan dan perlindungan oleh siapapun, tak terkecuali negara.
Tindak pidana yang menurut Moeljatno memberikan istilah ini dengan perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilakukan oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.Dapat juga dikatakan bahwa pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum yang dilarang dan diancam pidana, dalam larangan ditujukan pada perbuatan, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.antara larangan dan
ancaman pidana ada hubungan yang erat. Oleh karena itu antara kejadian dengan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula5
Pemberlakuan pasal penghinaan atau pencemaran nama baik dengan lisan atau tulisan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sering disorot tajam oleh para praktisi hukum dan praktisi jurnalistik. Aturan itu dinilai banyak menghambat kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di masyarakat, terlebih lagi dianggap dapat menghambat kerja khususnya bagi wartawan dalam menyampaikan informasi kepada publik.Penerapan aturan itu juga dinilai bertentangan dengan konstitusi negara.Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Dalam Pasal yang sama, konstitusi negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk menyebarluaskan dan memperoleh informasi serta berkomunikasi melalui segala jenis saluran yang tersedia.
, antara yang satu tidak dapat dipisahkan dengan yang lain. Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya.
6
Tindak pidana penghinaan atau pencemaran nama baik (belediging) beragam wujudnya antara lain menista, memfitnah, melapor secara memfitnah, dan menuduh secara memfitnah. Hampir di seluruh dunia, pasal-pasal yang berkaitan dengan penghinaan masih dipertahankan. Alasannya, hasil penghinaan dalam wujud pencemaran nama baik adalah pembunuhan karakter (character assassination)dan ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Pembunuhan
5 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, tanpa penerbit, 1982, hlm. 37.
6 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28 E ayat 2 dan Pasal 28 F
karakter (character assassination) dalam hal ini bukan pembunuhan dalam artian fisik, tetapi tindakan membunuh reputasi, nama baik, moral dan integritas seseorang.7
Di Indonesia meskipun masih dalam perdebatan, ketentuan-ketentuan tentang penghinaan yang terdapat dalam Bab XVI, Buku II KUHP masih relevan dan dipertahankan meskipun pasal-pasal tentang pencemaran nama baik terhadap Presiden telah dicabut akan tetapi pasal-pasal lain yang mengatur tentang penghinaan atau pencemaran nama baik masih berlaku. Adapun alasan dicabutnya pasal-pasal tentang pencemaran nama baik terhadap Presiden atau Wakil Presiden adalah karena selain pencemaran nama baik dianggap tidak sesuai dengan tradisi masyarakat Indonesia yang masih menjunjung tinggi adat dan budaya timur, pencemaran nama baik juga membuat terjadinya pembunuhan karakter (character assassination), Karena itu, pencemaran nama baik adalah salah satu bentuk delik Penghinaan atau defamation secara harfiah diartikan sebagai sebuah tindakan yang merugikan nama baik dan kehormatan seseorang. Perkembangan awal pengaturannya telah dikenal sejak 500 SM pada rumusan “twelve tables” di era Romawi kuno.Akan tetapi, ketentuan ini seringkali digunakan sebagai alat pengukuhan kekuasaan otoritarian dengan hukuman-hukuman yang sangat kejam.
Hingga, pada era Kekaisaran Agustinus (63 SM) peradilan kasus defamation (lebih sering disebut libelli famosi) terus meningkat secara signifikan dan secara turun temurun diwariskan pada beberapa sistem hukum di negara lain, termasuk Inggris dalam lingkungan common law dan Prancis sebagai salah satu negara penting pada sistem hukum Eropa Kontinental (civil law).
7https://www.kompasiana.com/gustaafkusno/54ff1e36a33311e94550f89c/pembunuhan- karakter. Diakses pada tanggal 24 Februari 2019 pukul 21.32 WIB.
hukum (rechtdelicten)dan bukan delik undang-undang (wetdelicten). Artinya, pencemaran nama baik sudah dianggap sebagai bentuk ketidakadilan sebelum dinyatakan dalam Undang-Undang karena telah melanggar kaidah sopan santun.
Bahkan lebih dari itu, pencemaran nama baik dianggap melanggar norma agama jika dalam substansi pencemaran itu terdapat fitnah.8
Rechtdelicten adalah perbuatan dalam keinsyafan batin manusia yang dirasakan sebagai perbuatan yang tidak adil menurut undang-undang dan perbuatan tidak adil menurut asas-asas hukum yang tidak dicantumkan secara tegas dalam undang-undang pidana.Tegasnya perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, tetapi masyarakat memandang sebagai suatu perbuatan yang dilarang dan bertentangan dengan hukum masyarakat yang bersangkutan, maka di situ merupakan rechtdelicten sebagai suatu kejahatan.Sedangkan wetdelicten adalah perbuatan yang menurut keinsyafan batin manusia tidak dirasakan sebagai perbuatan terlarang karena undang-undang mengancam dengan pidana. Jadi, delik undang-undang merupakan perbuatan yang bertentangan dengan apa yang secara tegas dicantumkan dalam undang-undang pidana. Terlepas dari apakah perbuatan tersebut bertentangan atau tidak dengan kesadaran hukum rakyat.9
Setiap manusia memiliki hak privasi yang harus dihargai orang lain. Hak itu adalah hak untuk dilindungi nama baik dan reputasi dirinya. Berkaitan dengan ini, negara memang harus melindungi terjaminnya pemenuhan hak-hak ini. Salah satunya, memasukkan delik pencemaran nama baik dalam KUHP sebagai upaya negara melindungi kehormatan dan nama baik seseorang termasuk Presiden yang
8Brian Prastyo, “Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik”,
http://staff.blog.ui.ac.id/brian.amy/2008 /04/18/penghinaan-dan-pencemaran-nama-baik/#more- 8 diakses padatanggal 24 Februari 2019 pukul 22.10 WIB.
9http://boyloy.blogspot.com/2012/04/delik.html. Diakses pada tanggal 24 Februari 2019 pukul 22.30 WIB.
merupakan Kepala Negara dan Instansi Kepolisian Negara yang menjalankan tugas negara. Di samping itu juga setiap orang harus memiliki seluruh alat dan mekanisme yang diperlukan yang memungkinkan terjadinya aliran bebas informasi.Banyak tulisan yang sudah dihasilkan tentang kebebasan berekspresi melalui media digital bahkan kebebasan berekspresi merupakan salah satu konsep dan isu yang paling sering diperdebatkan pada era dimana segalanya telah didigitalisasi. Kemampuan manusia untuk mengembangkan teknologi digital telah menciptakan fenomena sosial baru dimana hubungan antar manusia pasti akan terpengaruh.
Ketentuan hukum penghinaan atau pencemaran nama baik umumnya bersifat delik aduan, yakni perkara penghinaan terjadi jika ada pihak yang mengadu. Artinya, masyarakat yang merasa dirugikan yang dianggap mencemarkan nama baiknya atau merasa terhina dapat mengadu ke aparat hukum agar perkara dapat diusut, artinya aparat hukum tidak bisa berinisiatif melakukan penyidikan dan pengusutan apabila tidak ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 310 KUHP. Akan tetapi khususnya dalam penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dan Lembaga Negara yang memiliki kehormatan khusus, termasuk dalam delik biasa, artinya aparat hukum bisa berinisiatif melakukan penyidikan dan pengusutan tanpa harus ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.
Logika dari ketentuan ini adalah Presiden atau Wakil Presiden, dan Lembaga Negara adalah simbol negara yang harus dijaga martabatnya.Selain itu, posisi jabatannya tidak memungkinkan mereka bertindak sebagai pengadu. Hal ini dapat
dilihat dalam pasal 154, 155, 207 dan 208 KUHP tentang Pencemaran nama baik terhadap Pemerintah dan Penguasa atau Badan Hukum.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis mengangkat dan membahas skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Atas Kehormatan Khusus Melalui Media Digital (Studi Putusan Nomor 3006/Pid.Sus/2017/PN.Mdn)”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan pencemaran nama baik atas Kehormatan Khusus menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban dalam tindak pidana pencemaran nama baik atas Kehormatan Khusus melalui media digital?
3. Bagaimanakah dasar pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 3006/Pid.Sus/2017/PN.Mdn.?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui pengaturan pencemaran nama baik atas Kehormatan Khusus menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang- Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2) Untuk mengetahui pertanggungjawaban dalam tindak pidana pencemaran nama baik atas kehormatan khusus melalui media digital.
3) Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor 3006/Pid.Sus/2017/PN.Mdn.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat-manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini terdiri dari dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut :
1) Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan atau informasi yang mempunyai kepentingan dengan masalah tindak pidana pencemaran nama baik melalui media digital.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mahasiswa sebagai bahan diskusi untuk lebih dikembangkan guna mencari solusi dalam rangka mencegah terjadinya tindak pidana pencemaran nama baik melalui media digital.
2) Manfaat Praktis
a. Diharapkan penulisan ini dapat memberikan masukan bagi aparat penegak hukum di Pengadilan Negeri agar dalam mengadili pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui media digital dan dapat memberikan putusan yang benar dan adil.
b. Untuk memberikan masukan bagi akademisi dan masyarakat sebagai pengetahuan dan pedoman dalam menggunakan media digital agar
terhindar dari hal tindak pidana pencemaran nama baik melalui media digital.
D. Keaslian Penulisan
Topik diangkat karena ketertarikan penulis terhadap kejahatan di bidang teknologi informasi terhadap tindak pidana pencemaran nama baik melalui media digital khususnya terhadap kehormatan khusus yaitu Presiden dan Lembaga Negara seperti Kepolisian Negara yang beberapa tahun belakangan ini sering terjadi, dimana tindak pidana ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama di bidang moral dan sosial masyarakat Indonesia. Penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Atas Kehormatan Khusus Melalui Media Digital (Studi Putusan Nomor 3006/Pid.Sus/2017/PN.Mdn).” Setelah penulis memeriksa beberapa judul skripsi yang ada di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, belum ada yang mengangkat tulisan dengan pembahasan seperti yang telah penulis kemukakan di atas, karena sudut pembahasan masing-masing penulisan pasti berbeda, dengan demikian penulisan skripsi ini adalah hasil dari penelitian yang telah penulis lakukan. Hal ini sejalan dengan pemeriksaan oleh sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa judul tidak ada yang sama. Kalaupun ada judul yang sama atau menyerupai penulis yakin bahwa substansi dan isinya serta studi putusannya pasti berbeda.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Tindak Pidana
a. Pengertian Tindak Pidana
Dalam ilmu hukum pidana, istilah tindak pidana adalah terjemahan dari bahasa Belanda “Strafbaarfeit” yang merupakan istilah resmi dalam “Wetboek van Strafrecht” yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih berlaku di Indonesia sampai saat ini. Disamping istilah tindak pidana, juga dikenal beberapa istilah lain yaitu perbuatan yang dapat dihukum, perbuatan pidana, peristiwa pidana dan delik. Namun demikian, perbedaan-perbedaan tersebut tidaklah memiliki arti yang mendasar.
Tidak ditemukan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaarfeit di dalam KUHP maupun di luar KUHP, oleh karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu, yang sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat. Pengertian tindak pidana penting dipahami untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung di dalamnya.Unsur-unsur tindak pidana ini dapat menjadi patokan dalam upaya menentukan apakah perbuatan seseorang itu merupakan tindak pidana atau tidak.
Di dalam memberikan pengertian tentang tindak pidana oleh para ahli hukum memiliki dua pandangan atau aliran yaitu aliran dualistis dan aliran monistis.Pandangan yang memisahkan antara perbuatan dan orang yang melakukannya, dalam berbagai literatur disebut juga dengan pandangan dualisme.Sedangkan pandangan monistis (monisme) yaitu pandangan yang tidak
memisahkan antara perbuatan dengan unsur-unsur mengenai diri orangnya (pertanggungjawaban).10
1. Menurut W.P.J. Pompe, suatu strafbaar feit (defenisi menurut hukum positif) itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan Undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Pompe mengatakan, bahwa menurut teori (defenisi menurut teori) strafbaar feit itu adalah perbuatan, yang bersifat melawan hukum, yang dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Dalam hukum positif, sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid) dan kesalahan (schuld) bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana (strafbaar feit).
Untuk penjatuhan pidana tidak cukup dengan adanya tindak pidana, akan tetapi selain itu harus ada orang yang dapat dipidana.
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian dari tindak pidana (strafbaarfeit), menurut para ahli yang dapat digolongkan menganut pandangan (aliran) dualistis yaitu :
2. Menurut H.B. Vos, strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh undang-undang.
3. Menurut R. Tresna, peristiwa pidana itu adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Tidak ada persamaan pendapat di kalangan para ahli tentang syarat-syarat yang menjadikan perbuatan manusia itu sebagai peristiwa pidana, oleh karena itu R. Tresna menyatakan, dapat diambil
10Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana Edisi 2, USU Press, Medan, 2015, hlm. 85.
sebagai patokan bahwa peristiwa pidana itu harus memenuhi syarat-syarat berikut ini :
a. Harus ada suatu perbuatan manusia;
b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum;
c. Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan;
d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum;
e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam Undang-undang.
Berikut ini akan dikemukakan pengertian tindak pidana menurut beberapa ahli hukum yang digolongkan menganut pandangan monistis yaitu: 11
1. Simons dalam P.A.F. Lamintang, merumuskan strafbaar feit sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
Alasan dari simons apa sebabnya “strafbaar feit” itu harus dirumuskan seperti di atas adalah karena :
a. Untuk adanya suatu strafbaar feit itu disyaratkan bahwa disitu harus terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana pelanggaran terhadap larangan atau
11Ibid., hlm. 87.
kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum;
b. Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undang-undang; dan
c. Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakekatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum atau merupakan suatu onrechtmatige handeling.
2. Wirjono Prodjodikoro, menyatakan tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.
3. J.E. Jonkers dalam Bambang Poernomo, telah memberikan definisi strafbaar feit menjadi dua pengertian :
a. Defnisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang;
b. Definisi panjang atau lebih mendalam memberikan pengertian
“strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum (wederrecttelijk) berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan hal ini ternyata definisi tindak pidana yang panjang itu terlalu luas dan selain menyebutkan mengenai peristiwa pidana juga menyebutkan tentang pribadi si pembuat.
c. J. Baumann dalam Sudarto merumuskan, bahwa tindak pidana merupakan perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui, bahwa penganut aliran monistis tidak secara tegas memisahkan antara unsur tindak pidana dengan syarat untuk dapat dipidananya pelaku, syarat untuk dapat dipidananya itu masuk ke dalam dan menjadi unsur tindak pidana.12
Menurut Konsep KUHP baru tindak pidana pada hakikatnya adalah perbuatan yang melawan hukum, baik secara formal maupun secara materiil.
Pasal 11 Konsep KUHP Baru menyebutkan:
Sedangkan bagi penganut aliran dualistis unsur mengenai diri (orang) yakni adanya pertanggungjawaban pidana bukan merupakan unsur tindak pidana melainkan syarat untuk dapat dipidananya pelaku.
13
1) Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
2) Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
3) Setidak tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar.
12Ibid.,hlm. 90.
13 Republik Indonesia, Konsep Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru, Pasal 11.
b. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.14
1) Kesengajaan/ketidaksengajaan atau kelalaian (dolus atau culpa);
Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:
2) Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;
3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;
5) Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.
Unsur-unsur objektif dari tindak pidana adalah:
1) Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid;
2) Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan dari seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan
14 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 193.
sebagai pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;
3) Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.
Seorang ahli hukum yaitu Simons merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:15
1) Diancam dengan pidana oleh hukum;
2) Bertentangan dengan hukum;
3) Dilakukan oleh orang yang bersalah;
4) Orang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatannya.
c. Jenis-Jenis Tindak Pidana
Tiap-tiap perbuatan yang memenuhi unsur-unsur delik sebagaimana yang dinyatakan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan dapat memberikan gambaran kepentingan hukum apa yang dilanggar. Oleh karena itu, perbuatan- perbuatan yang memenuhi unsur-unsur delik dapat digolongkan menjadi berbagai jenis delik. Dalam hukum pidana mengenal berbagai jenis delik yang dapat dibedakan menurut pembagian delik tertentu, sebagaimana Roni Wiyanto mengemukakan sebagai berikut:
1) Delik Kejahatan (Misdrijven) Dan Delik Pelanggaran (Overtredingen) Delik kejahatan dan delik pelanggaran dikenal dalam rumusan pasal-pasal KUHP yang berlaku sampai saat ini. Akan tetapi, pembentuk undang-undang tidak menjelaskan secara tegas apa yang dimaksud dengan delik kejahatan dan
15 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hlm. 88.
delik pelanggaran. KUHP hanya mengelompokkan perbuatan-perbuatan yang terdapat dalam Buku II (kedua) sebagai delik kejahatan dan Buku III (ketiga) sebagai delik pelanggaran. Secara doktrinal apa yang dimaksud dengan delik kejahatan dan delik pelanggaran adalah sebagai berikut:16
a) Delik kejahatan adalah perbuatan-perbuatan yang sudah dipandang seharusnya dipidana karena bertentangan dengan keadilan, meskipun perbuatan itu belum diatur dalam undang-undang. Delik kejahatan ini sering disebut mala per se atau delik hukum (rectdelicten), artinya perbuatan itu sudah dianggap sebagai kejahatan meskipun belum dirumuskan dalam Undang-Undang karena merupakan perbuatan tercela dan merugikan masyarakat atau bertentangan dengan keadilan.
b) Delik Pelanggaran adalah perbuatan-perbuatan itu barulah diketahui sebagai delik setelah dirumuskan dalam undang-undang. Delik pelanggaran ini, sering disebut dengan mala quia prohibia atau delik undang-undang (wetdelicten), artinya perbuatan itu baru dianggap sebagai delik setelah dirumuskan dalam undang-undang.
2) Delik Formil (Formeel Delict) dan Delik Materil (Materieel Delict)
a) Delik Formil (Formeel Delict) adalah suatu perbuatan pidana yang sudah selesai dilakukan dan perbuatan itu mencocoki rumusan dalam pasal undang-undang yang bersangkutan.
b) Delik Materil (Materieel Delict) adalah suatu akibat yang dilarang yang ditimbulkan dari suatu perbuatan tertentu, dan perbuatan yang dilakukan bukan menjadi sosial, yang dilarang adalah timbulnya akibat yang
16 Roni Wiyanto, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Mandar Naju, Bandung, hlm. 169-173.
ditimbulkan itu merupakan unsur delik, atau dengan perkataan lain yang dilarang dalam delik materil adalah akibatnya.
3) Delik Kesengajaan (Dolus) dan Delik Kealpaan (Culpa)
a) Delik Dolus adalah suatu delik yang dilakukan karena kesengajaan.
b) Delik Culpa adalah suatu delik yang dilakukan karena kelalaian atau kealpaan.
4) Delik Aduan (Klacht Delicten) dan Delik Biasa (Gewone Delicten)
a) Delik aduan adalah suatu delik yang dapat dituntut dengan membutuhkan atau disyaratkan adanya pengaduan dari orang yang dirugikan, artinya apabila tidak ada pengaduan maka delik itu tidak dapat dituntut.
b) Delik biasa adalah suatu delik yang dapat dituntut tanpa membutuhkan adanya pengaduan.
5) Delik Umum (Delicta Communia) dan Delik Khusus (Delicta Propria) a) Delik Umum adalah suatu delik yang dapat dilakukan oleh setiap orang.
b) Delik Khusus adalah suatu delik yang hanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kualitas atau sifat-sifat tertentu, contohnya pegawai negeri atau anggota militer.
6) Delik Commisionis, Ommisionis dan Commisionis Per Ommisionem Commissa.
a) Delik Commisionis adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh undang- undang.
b) Delik Ommisionis adalah suatu perbuatan yang diharuskan oleh undang- undang.
c) Delik Commisionis Per Ommisionem Commissa adalah delik yang dapat diwujudkan baik berbuat sesuatu ataupun tidak berbuat sesuatu.
7) Delik Berdiri Sendiri dan Delik Berlanjut.
a) Delik Berdiri Sendiri adalah delik yang hanya dilakukan sekali perbuatan saja, artinya perbuatan yang dilarang dan diancam pidana oleh undang-undang telah selesai dilakukan atau lebih selesai menimbulkan suatu akibat.
b) Delik Berlanjut adalah delik yang meliputi beberapa perbuatan dimana perbuatan satu dengan yang lainnya saling berhubungan erat dan berlangsung terus menerus.
8) Delik Politik Murni dan Delik Politik Campuran
a) Delik Politik Murni adalah delik-delik yang ditujukan untuk kepentingan politik.
b) Delik Politik Campuran adalah delik-delik yang mempunyai sifat setengah politik dan setengah umum.
9) Delik Tidak Berkualifikasi dan Delik Berkualifikasi
a) Delik Biasa adalah semua delik yang berbentuk pokok atau sederhana tanpa dengan pemberatan ancaman pidana.
b) Delik Berkualifikasi adalah delik yang berbentuk khusus karena adanya keadaan-keadaan tertentu yang dapat memperberat atau mengurangi ancaman pidananya.
2. Pengertian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik
Pencemaran Nama Baik dalam KUHP dikenal istilah Penghinaan dan memiliki maksud yang sama. pencemaran nama baik (defamation) ialah tindakan mencemarkan nama baik atau kehormatan seseorang melalui cara menyatakan sesuatu baik secara lisan maupun tulisan, yang berakibat orang itu merasa telah dirugikan. Pengertian nama baik merupakan penilaian baik berdasarkan anggapan umum tentang perilaku ataupun kepribadian seseorang yang dilihat dari sudut moralnya. Sedangkan kehormatan adalah perasaan terhormat seseorang dimata masyarakat.17
Pencemaran nama baik merupakan salah satu bentuk khusus dari perbuatan melawan hukum. Istilah yang dipakai mengenai bentuk perbuatan melawan hukum ini ada yang mengatakan pencemaran nama baik, namun ada juga yang
Istilah pencemaran nama baik dan penghinaan memiliki perbedaan.
Perbedaan tersebut yaitu apabila seseorang dituduh melakukan perbuatan tertentu, dan perbuatan yang diungkapkan ke khalayak umum itu berupa perbuatan yang faktanya benar namun bersifat memalukan tatkala diketahui orang banyak, maka tindakan yang demikian itu adalah tindak pidana penghinaan (pasal 310 ayat 1 KUHP). Akan tetapi, apabila perbuatan yang dituduhkan itu faktanya tidak demikian (fakta palsu) atau tidak sesuai dengan yang dituduhkan maka perbuatan itu adalah tindak pidana pencemaran nama baik (pasal 311 ayat 1 KUHP).
Meskipun memiliki perbedaan namun penghinaan dan pencemaran nama baik merupakan perbuatan yang merugikan nama baik dan kehormatan seseorang. Oleh karena itu penulis menggunakan istilah pencemaran nama baik dalam penulisan ini.
17http://matericenter.blogspot.com/2015/12/pengertian-pencemaran-nama-baik.html.Diakses pada tanggal 10 Maret 2019 pukul 21.16 WIB.
mengatakan sebagai penghinaan. Dalam hal pencemaran nama baik atau penghinaan ini yang hendak dilindungi adalah kewajiban setiap orang untuk menghormati orang lain dari sudut kehormatannya dan nama baiknya dimata orang lain meskipun orang lain tersebut telah melakukan kejahatan yang berat.
Menurut R. Soesilo, menghina yaitu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, dimana yang diserang biasanya merasa malu akibat adanya tindakan tersebut. Kehormatan yang diserang disini adalah kehormatan yang berupa segi perilaku (moral).Bukan kehormatan yang dalam artian seksual.18 Hakikat penghinaan adalah menyerang kehormatan dan nama baik yang sasarannya dapat digolongkan terhadap seseorang, golongan, lembaga, agama, jabatan, termasuk orang yang sudah meninggal dan para pejabat yang meliputi pegawai negeri, kepala negara atau wakilnya, dan pejabat perwakilan asing. Kehormatan dan nama baik memiliki pengertian yang berbeda, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, karena menyerang kehormatan akan berakibat kehormatan dan nama baiknya tercemar, demikian juga menyerang nama baik akan berakibat nama baik dan kehormatan seseorang dapat tercemar. Oleh sebab itu, menyerang salah satu diantara kehormatan atau nama baik sudah cukup dijadikan alasan untuk menuduh seseorang telah melakukan penghinaan. Oemar Seno Adji mendefenisikan pencemaran nama baik sebagai menyerang kehormatan atau nama baik (anranding of geode naam).19
18 Ina Suciati,
Salah satu bentuk pencemaran nama baik adalah pencemaran nama baik dengan menggunakan akun media digital dan dilakukan dengan menuduh atau menghina sesuatu hal tertentu.
http://www.Inasociates.com/articles/-libel-law-in-indonesia.html.Diakses pada tanggal 10 Maret 2019 pukul 21.46 WIB.
19 Oemar Seno Adji, Perkembangan Delik Pers di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1990, hlm. 36.
Secara umum pencemaran nama baik (Defamation) adalah tindakan mencemarkan nama baik seseorang dengan cara menyatakan sesuatu baik secara lisan maupun tulisan. Pencemaran nama baik secara lisan adalah pencemaran nama baik yang dilakukan dengan ucapan. Sedangkan pencemaran nama baik secara tulisan adalah pencemaran nama baik yang dilakukan dengan tulisan termasuk dengan menggunakan suatu media cetak maupun elektronik.
Dalam pencemaran nama baik terdapat tiga catatan penting di dalamnya yaitu sebagai berikut :20
1) Delik dalam pencemaran nama baik merupakan delik yang bersifat subyektif yang artinya penilaian terhadap pencemaran sangat bergantung pada pihak yang diserang nama baiknya. Oleh karenanya, delik dalam pencemaran nama baik merupakan delik aduan yang hanya bisa di proses oleh pihak yang berwenang jika ada pengaduan dari korban pencemaran nama baik.
2) Pencemaran nama baik merupakan delik penyebaran. Artinya, substansi yang berisi pencemaran disebarluaskan kepada umum atau dilakukan di depan umum oleh pelaku.
3) Orang yang melakukan pencemaran nama baik dengan menuduh suatu hal yang dianggap menyerang nama baik seseorang atau pihak lain harus diberikan kesempatan untuk membuktikan tuduhan itu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pencemaran nama baik adalah pihak yang diserang kehormatannya, direndahkan martabatnya, sehingga namanya menjadi tercela di depan umum. Namun, tetap ada pembelaan
20Ridatullah,
http://pencemarannamabaiknlog.blogspot.com/2012/05/defenisipencemarannamabaik.html.Diak ses pada tanggal 10 Maret 2019 pukul 22.37 WIB.
bagi pihak yang dituduh melakukan pencemaran nama baik apabila menyampaikan suatu informasi ke publik. Pertama, penyampaian informasi itu ditujukan.Kedua, untuk membela diri.Ketiga, untuk mengungkapkan kebenaran.Sehingga orang yang menyampaikan informasi, secara lisan ataupun tertulis diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa tujuannya itu benar. Kalau tidak bisa membuktikan kebenarannya, maka itulah yang disebut dengan pencemaran nama baik bahkan penistaan atau fitnah.
3. Pengertian Kehormatan Khusus
Kehormatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti pernyataan hormat atau penghargaan, yang dihormati atau tempat kita menaruh hormat, kebesaran atau kemuliaan, dan nama baik atau harga diri.21
21Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Tentang Kehormatan.
Kehormatan juga dapat diartikan dengan prestise yaitu wibawa (perbawa) yang berkenaan dengan prestasi atau kemampuan seseorang.Stuart dan Sundeen (1991) mengatakan bahwa kahormatan atau harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya.Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga dan berkompeten. Sedangkan menurut Gilmor (dalam Akhmad Sudrajad) mengemukakan bahwa “...self esteem is a personal judgement of worthiness that is a personal that is expressed in attitude the individual holds toward himself, pendapat ini menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan
melalui sikap terhadap dirinya. Sementara itu, Buss (1973) memberikan pengertian harga diri (self esteem) sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan.22
Kata khusus menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti khas, istimewa atau tidak umum.Kata khusus adalah kata yang digunakan untuk menyebut seluk beluk atau rincian, yang mengacu pada beberapa sifat suatu benda atau perinciannya.
Pengertian prestise atau kehormatan dalam sosiologis adalah status sosial, kehormatan dan kedudukan yang dimiliki oleh seseorang di dalam kehidupannya, yang mana orang tersebut akan memiliki unsur-unsur tersebut dalam kategori lebih banyak/lebih tinggi dari orang lain yang ada di lingkungan sekitarnya. Pada umumnya orang yang memiliki prestise dalam kehidupan sosial akan lebih dihormati dan disegani oleh masyarakat di sekitarnya dan hal tersebut akan membuatnya menjadi seorang pribadi yang istimewa dan menonjol diantara banyak orang. Prestise atau kehormatan dalam sosiologi merupakan suatu prestise sosial yang tidak harus didapatkan atas usaha mandiri seseorang, namun hal tersebut juga bisa didapatkan oleh seseorang karena “bantuan” atau pemberian dari orang lain. Contohnya seorang Presiden atau Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyatnya melalui pemilu, dimana Presiden merupakan kehormatan yang diberikan rakyatnya kepada seseorang untuk menjalankan tugas kenegaraan yang telah memiliki prestise dalam kehidupan sosial di masyarakat.
23
22
Oleh sebab itu, maka pengertian Kehormatan Khusus adalah status sosial, kehormatan dan kedudukan yang dimiliki oleh seseorang di dalam
https://belajarpsikologi.com/pengertian-harga-diri/.Diakses pada tanggal 10 Maret 2019 pukul 23.18 WIB.
23https://www.temukanpengertian.com/2013/09/pengertian-kata-khusus.html.Diakses pada tanggal 11 Maret 2019 pukul 20.19 WIB.
kehidupannya yang didapat sendiri atau pemberian dari orang lain yang bersifat khas, istimewa atau tidak umum sehingga disegani dan dihormati atas kedudukannya tersebut. Selain ditujukan kepada orang perorangan, kehormatan khusus juga bisa ditujukan kepada benda seperti bendera Negara, golongan suku, agama, ras dan antar budaya, lembaga atau instansi pemerintah dan lain sebagainya yang bersifat khusus.
4. Pengertian Media Digital
Untuk lebih memahami pengertian dari media digital, ada juga yang disebut dengan akun, maka dari itu ada baiknya terlebih dahulu untuk memberikan pengertian dari setiap kata akun, media dan digital. Dalam dunia digital atau internet, arti dari akun yaitu data diri (biodata) yang dimasukkan ke dalam suatu database yang akan digunakan untuk kepentingan diri dalam berkomunikasi atau kepentingan yang lain. Jadi pengertian akun adalah data diri atau identitas virtual seseorang dalam dunia maya.24
Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan informasi atau pesan. Kata media berasal dari kata latin, merupakan bentuk jamak dari kata “medium”. Secara harfiah kata tersebut memiliki arti “perantara” atau “pengantar”, yaitu perantara sumber pesan (a source) dengan penerima pesan (a receiver). Jadi, dalam pengertian yang lain, media adalah alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari
24http://www.fxi-foxwolf.blogspot.com.Diakses pada tanggal 11 Maret 2019 pukul 20.34 WIB.
komunikator kepada khalayak.25
1) Media Periklanan (advertising media), adalah aneka media, konten, pembelian serta penempatan untuk iklan.
Terdapat beberapa media terkait dengan komunikasi, yaitu :
2) Media Penyiaran (broadcasting media), adalah komunikasi yang dikirimkan melalui jaringan komunikasi elektronik massal.
3) Media Digital (digital media), adalah media elektronik yang digunakan untuk menyimpan, memancarkan, serta menerima informasi yang terdigitalisasi.
4) Media Elektronik (electronic media), adalah komunikasi yang dikirimkan melalui energi elektronik atau elektromagnetik.
5) Hypermedia, adalah media dengan hyperlink-hyperlink.
6) Media Massa (mass media), adalah semua bentuk atau jenis media massa.
7) Multimedia, adalah kemunikasi yang menggabungkan aneka bentuk pemprosesan konten informasi.
8) New Media, merupakan suatu istilah yang luas yang mencakup penggabungan dari media tradisional dengan kekuatan interaktif dari komputer serta teknologi komunikasi.
9) Media Berita (news media), adalah media massa yang terfokus pada mengkomunikasikan berita.
10) Media Cetak (print media), adalah komunikasi yang dikirimkan melalui media kertas atau kanvas.
25https://pengertianahli.id/2014/07/pengertian-media-dan-jenis-media.html.Diakses pada tanggal 11 Maret 2019 pukul 20.55 WIB.
11) Media Publikasi (published media), adalah segala media yang dibuat tersedia untuk umum (publik).
12) Medium rekaman (recording medium), adalah piranti yang digunakan untuk menyimpan informasi.
13) Media Sosial (social media), adalah media yang disebarluaskan melalui interaksi sosial.
Digital berasal dari kata Digitius, dalam bahasa Yunani berarti jari jemari.Apabila kita hitung jari jemari orang dewasa normal, maka berjumlah sepuluh (10). Nilai sepuluh tersebut terdiri dari 2 radix, yaitu 1 dan 0, oleh karena itu digital merupakan penggambaran dari suatu keadaan bilangan yang terdiri dari angka 0 dan 1 atau off dan on (bilangan biner). Semua sistem komputer menggunakan sistem digital sebagai basis datanya.Dapat disebut juga dengan istilah Bit (BinaryDigit).26
Media digital merupakan bentuk media elektronik yang menyimpan data dalam bentuk digital, bukan analog.Pengertian dari media digital mengacu kepada aspek teknis (misalnya harddisk sebagai media penyimpan digital) dan aspek transmisi (misalnya jaringan komputer untuk penyebaran informasi digital), namun dapat juga mengacu kepada produk akhirnya seperti video digital, audio Asosiasi industri media digital florida (Digital Media Alliance Florida) mendefinisikan media digital sebagai konvergensi kreatif seni digital, ilmu pengetahuan, teknologi dan bisnis untuk ekspresi manusia, komunikasi, interaksi sosial, dan pendidikan. Media digital penggunaannya pun sangatlah mudah tidak terkesan kuno seperti alat-alat analog yang masih menggunakan sistem manual.
26 Rachman, Zulfikar Mochamad, Bikin Telecenter Yuk!, Tim Partnership For e-Property For The Poor (Pe-PP) Bappenas-UNDIP, Jakarta, 2007, hlm. 25.
digital, tanda tangan digital serta seni digital.Media digital merupakan perangkat dalam bentuk media elektronik dimana data dapat disimpan dalam bentuk digital.Perangkat ini juga sangat pesat berkembang seiiring dengan berjalannya kecanggihan teknologi saat ini.Jadi pengertian akun media digital adalah data diri atau identitas seseorang dalam dunia maya yang digunakan untuk menyampaikan informasi melalui media elektronik seperti komputer maupun telepon seluler.
Untuk mempersempit ruang berpikir kita dan merupakan fokus dari penelitian ini, maka pembahasan media digital hanya akan berpusat pada internet saja. Tidak mudah untuk mendefinisikan apa itu internet, sebab setiap orang akan berpendapat lain jika ditanya tentang pengertian internet. Istilah internet merupakan akronim dari Interconnection Networking, dalam dunia globalisasi internet diartikan sebagai global network of computernetwork.27
Terdapat teknologi lanjutan yang berlandaskan pada teknologi internet.Teknologi web, e-mail, dan chatting adalah teknologi yang melahirkan ruang interaksi antar manusia melalui perantaraan jaringan internet.
Internet dapat didefinisikan sebagai jaringan komputer yang menghubungkan situs akademik, pemerintahan, komersil, organisasi, maupun perorangan.
28
27 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelirian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2005, hlm. 324.
28 Abdul Wahid, Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), PT. Rafika Aditama, Bandung, 2005, hlm. 34.
Teknologi web melahirkan world wide web, teknologi e-mail melahirkan sistem persuratan elektronik, teknologi chatting melahirkan aplikasi dan ruang chatting/percakapan tersinkron (synchronous) di ruang maya. Ketiga aplikasi ini merupakan aplikasi yang paling sering digunakan sebagian besar pengakses internet, itulah sebabnya internet sering diartikan sama dengan world wide web, e-mail, dan chatting. Pada
perkembangannya sekarang teknologi web bahkan telah mampu mengintegrasikan fungsi email dan chatting dalam suatu halaman web.
F. Metode Penelitian
Sudah merupakan ketentuan bahwa dalam penyusunan serta penulisan karya ilmiah atau skripsi diperlukan metode penelitian.Oleh karena itu untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka penulis harus berpatokan terhadap metode penelitian tersebut.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam menganalisa, mengembangkan serta menjawab permasalahan dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Metode penelitian hukum normtif atau metode penelitian hukum kepustakaan acalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian bahan pustaka yang ada,29
29Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 10.
yaitu metode yang dapat digunakan dalam suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum sebagai suatu sistem peraturan-peraturan yang abstrak sehingga perhatiannya akan terpusat pada hukum sebagai suatu lembaga yang benar-benar otonom, yaitu dengan cara menguji dan mengkaji secara yuridis mengenai permasalahan yang diteliti dengan bahan-bahan kepustakaan khususnya perundang-undangan yang berlaku dan kepustakaan hukum, agar mendapatkan gambaran yang jelas tentang masalah yang diteliti dalam skripsi ini. Sehingga dalam penelitian hukum normatif ini mencakup terhadap beberapa hal yaitu:
a. Penelitian terhadap azas-azas hukum;
b. Penelitian terhadap sistematika hukum;
c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum;
d. Penelitian sejarah hukum.30
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini hanyalah data sekunder yakni mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Sumber data sekunder ini meliputi :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang terdiri dari Peraturan Perundang-Undangan dibidang hukum yang mengikat, antara lain Undang- Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan keseluruhan Peraturan Perundang-Undangan lain yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat para sarjana yang dimuatkan dalam artikel dan lain sebagainya yang berhubungan dengan skripsi ini.
30Ibid.,hlm. 12.
c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu kamus hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya.31
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, maka digunakan metode penelitian hukum normatif yakni dengan menggunakan suatu penelitian kepustakaan (library research).
Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan atau penelitian normatif yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan dalam bidang hukum atau rujukan bidang hukum. Metode library research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran, majalah serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan.32
4. Analisis Data
Pengolahan data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan dibahas. Analisis data dilakukan dengan:
31 Burhan Bungin, Analisis Data dan Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan Metodologi ke Arah Model Aplikasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 68-69.
32 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1997, hlm. 41.
a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum relevan dengan permasalahan yang diteliti.
b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin dengan penelitian.
c. Mensistematiskan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin.
d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau doktrin yang ada.
e. Menarik kesimpulan dengan pendekatan dedukatif sehingga akan dapat merangkum terhadap permasalahan yang telah disusun.33
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Adapun sistematika skripsi ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar beakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK ATAS KEHORMATAN KHUSUS
Pada bab ini menguraikan tentang pencemaran nama baik atas Kehormatan Khusus menurut Kitab Undang-Undang Hukum
33Winarto Surachmad, Dasar dan Teknik Research (Pengantar Metodologi Ilmiah), Tarsito, Bandung, 1982, hlm. 131.