• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Modal Sosial dalam Perspektif Orang Papua (Studi Terhadap Dimensi dan Tipologi Modal Sosial yang dimiliki HIMPPAR) T1 352006703 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Modal Sosial dalam Perspektif Orang Papua (Studi Terhadap Dimensi dan Tipologi Modal Sosial yang dimiliki HIMPPAR) T1 352006703 BAB II"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengantar

Kajian mengenai modal sosial banyak secara ragamnya, akan tetapi pada intinya modal sosial berbicara tentang jaringan sosial yang terbentuk akibat adanya rasa percaya, dan juga adanya norma-norma yang disepakati bersama. Jaringan sosial ini yang kemudian memberikan dukungan secara kolektif bagi anggotanya.

Sesuai dengan definisi modal sosial oleh Piere Bourdieu (Rinandari, 2003 ; 1) yang menyatakan bahwa modal sosial adalah sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh setiap orang yang dengan adanya jaringan sosial yang terlembagakan tentunya dapat memberikan dukungan kolektif bagi anggotanya. Jaringan sosial antara mahasiswa dan pelajar Papua yang ada di Kota Salatiga, tentunya memiliki modal sosial yang dapat digunakan untuk membangun jaringan sosial mahasiswa dan pelajar Papua yang ada di Kota Salatiga. Dengan adanya HIMPPAR tentunya akan memberikan dukungan secara kolektif bagi anggotanya untuk mengembangkan dirinya.

Oleh karena itu, pada bab ini penulis ingin mengetahui pandangan teoritis mengenai konsep-konsep modal sosial dari para ahli. Konsep-konsep modal sosial yang akan penulis jelaskan, yaitu definsi modal sosial, dimensi modal sosial, dan tipologi modal sosial.

2.2 Konsep-Konsep Modal Sosial

1. Definisi Modal Sosial

(2)

menjadi kekuatan yang sangat penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi sosial yang lainnya (Prasetiamartati, dkk 2007;3). Sementara itu Fukuyama,(1999:22) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka.

Adapun Cox mendefinisikan, modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama (Hasbullah 2006; 6). Sejalan dengan Fukuyama dan Cox, Partha dan Ismail S (Supriono,2003:3). mendefinisikan, modal sosial sebagai hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama (Supriono,dkk, 2009;3 ). Pada jalur yang sama Solow (Supriono dkk,2009:3) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas (Supriono,dkk, 2009;3).

Selanjutnya Cohen dan Prusak L. modal sosial adalah sebagai setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), kesaling pengertian

(3)

modal sosial sebagai jaringan, norma, dan kepercayaan dalam masyarakat yang memungkinkan anggota untuk bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan bersama.

Berbeda dengan yang lain, Jammes Coleman (Lawang,2005:20) menempatkan modal sosial dalam paradigma pilihan rasional. Menurut Colemen modal sosial mempunyai fungsi terdiri dari aspek struktur sosial serta memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial tersebut (Lawang, 2005;211). Sejalan dengan Coleman, Piere Bourdieu. Seperti yang dikutip Rinandari (2003:1) juga memberikan definisi modal sosial yang mengarah pada fungsi modal sosial itu sendiri. modal sosial kemudian dipahami sebagai sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan dan dapat memberikan dukungan kolektif bagi anggotanya.

Berbagai pandangan tentang modal sosial itu bukan sesuatu yang bertentangan. Ada keterkaitan dan saling mengisi sebagai sebuah alat analisa penampakan modal sosial di masyarakat. Modal sosial bisa berwujud sebuah mekanisme yang mampu mengolah potensi menjadi sebuah kekuatan real guna menunjang pengembangan masyarakat. Dalam penelitian ini modal sosial (social capital) didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama di dalam berbagai kelompok dan organisasi.

2. Dimensi Modal Sosial

(4)

percaya, membawa saluran informasi, dan menetapkan norma-norma, serta sangsi-sangsi sosial bagi para anggota masyarakat tersebut.

Fukuyama (2009:22) berpendapat bahwa belum tentu norma-norma dan nilai-nilai bersama yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah-laku itu otomatis menjadi modal sosial. Akan tetapi hanyalah norma-norma dan nilai-nilai bersama yang dibangkitkan oleh kepercayaan (trust).Trust kemudian dipahami sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama oleh para anggotanya. Norma-norma-norma tersebut bisa berisi pernyataan-pernyataan yang berkisar pada nilai-nilai luhur (kebajikan) dan keadilan (Supriono,dkk, 2009; 4).

Sementara itu Woolcock dan Narayan dimensi modal sosial tumbuh di dalam suatu masyarakat yang didalamnya berisi nilai dan norma serta pola-pola interaksi sosial dalam mengatur kehidupan keseharian anggotanya (Supriono,dkk, 2009; 4). Oleh karena itu Adler dan Kwon menyatakan, dimensi modal sosial adalah merupakan gambaran dari keterikatan internal yang mewarnai struktur kolektif dan memberikan kohesifitas dan keuntungan-keuntungan bersama dari proses dinamika sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Dimensi modal sosial menggambarkan segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan, serta didalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi.

3 Tipologi Modal Sosial

(5)

dibandingkan berorientasi ke luar (outward looking). Ragam masyarakat atau individu yang menjadi anggota kelompok ini umumnya homogenius. Misalnya, seluruh anggota kelompok berasal dari suku yang sama. Apa yang menjadi perhatian terfokus pada upaya menjaga nilai-nilai yang turun temurun telah diakui dan dijalankan sebagai bagian dari tata prilaku (code of conducts) dan prilaku moral (code of ethics) dari suku atau entitas sosial tersebut. Mereka cenderung konservatif dan lebih menguntungkan solidarity making daripada hal-hal yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok sesuai dengan tuntutan nilai-nilai dan norma masyarakat yang lebih terbuka.

Tipologi modal sosial kedua menurut Hasbullah (2009:29-32), yaitu modal sosial yang menjembatani (bridging social capital). Bentuk modal sosial yang menjembatani ini biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan, group, asosiasi, atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang: (a) persamaan, (b) kebebasan, serta (c) nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan mandiri).

Konsep tipologi modal sosial ini juga dikemukakan oleh Woolcock dan Narayan. Setelah melakukan penelitian yang cukup panjang, Kesimpulan bahwa ada tiga tipologi modal sosial yang terbentuk di tengah masyarakat, yaitu :

a. Social Bounding b. Social Bridging c. Social Linking

Berikut merupakan penjelasan dari ketiga tipologi modal sosial menurut Woolcock dan Narayan, yang penulis kutip dari Rinandari, (2003: 3-4)

a. Social Bounding

(6)

diakui karena Klen disini berbeda maknanya dengan leneage (kelompok kerabat unilateral yang masih bisa ditelusuri hubungannya saja, atau suku /stam (kesatuan tertinggi yang mempersatukan kelompok kerabat) tetapi Klen merupakan kelompok kerabat tradisional, unilateral dan eksogam. perkawinan dalam klan tidak dibenarkan. Unilateral karena garis keturunan diperhitungkan mulai garis patrilineal saja atau matrilineal saja. Tradisional karena klen juga meliputi warga atau kerabat yang tidak bisa lagi ditelusuri hubungannya.

Hubungan kekerabatan ini bisa menyebabkan adanya rasa empati/kebersamaan. Selanjutnya mewujudkan rasa simpati, rasa berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, pengakuan timbal balik nilai kebudayaan yang mereka percaya. Seperti Rule of law/aturan main merupakan aturan atau kesepakatan bersama dalam masyarakat, bentuk aturan ini bisa formal dengan sanksi yang jelas seperti aturan Undang-Undang. Namun ada juga sangsi non formal yang akan diberikan masyarakat kepada anggota masyarakatnya berupa pengucilan, rasa tidak hormat bahkan dianggap tidak ada dalam suatu lingkungan komunitasnya. Ini menimbulkan ketakutan dari setiap anggota masyarakat yang tidak melaksanakan bagian dari tanggung jawabnya. Rule of law ini yang kemudian menyebabkan terbentuknya social order/keteraturan dalam masyarakat.

(7)

b. Social Bridging

Social Bridging (jembatan sosial) merupakan suatu ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompokknya. Ia bisa muncul karena adanya berbagai macam kelemahan yang ada disekitarnya sehingga mereka memutuskan untuk membangun suatu kekuatan dari kelemahan yang ada. Stephen

Aldidgre menggambarkannya sebagai “pelumas sosial”, yaitu pelancar dari roda-roda

penghambat jalannya modal sosial dalam sebuah komunitas. Wilayah kerjanya lebih luas dari pada social bounding. Dia bisa bekerja lintas kelompok etnis, maupun kelompok kepentingan. Misalnya “Asosasi Masyarakat Adat Indonesia (kelompok ini bisa beranggotakan seluruh masyarakat adat yang ada di Indonesia, baik di Sumatra, Kalimantan sampai dengan Papua) Keanggotaannya lebih luas dan tidak hanya berbasis pada kelompok tertentu.

Social Bridging bisa juga dilihat dengan adanya keterlibatan umum sebagai warga negara (civic engagement), asosiasi, dan jaringan. Tujuannya adalah mengembangkan potensi yang ada dalam masyarakat agar masyarakat mampu menggali dan memaksimalkan kekuatan yang mereka miliki baik SDM (Sumber Daya Manusia) dan SDA (Sumber Daya Alam) dapat dicapai.

(8)

berasal dari latar belakang berbeda, baik dari sudut etnis, agama, maupun tingkatan sosial ekonomi. Ketidakmampuan untuk membangun nilai, institusi, dan mekanisme bersifat lintas kelompok akan membuat masyarakat yang bersangkutan tidak mampu mengembangkan modal sosial untuk membangun integrasi sosial.

c. Social Linking

Merupakan hubungan sosial yang dikarakteristikkan dengan adanya hubungan di antara beberapa level dari kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam masyarakat. Misalnya: Hubungan antara elite politik dengan masyarakat umum. (dalam hal ini elite politik yang dipandang khalayak sebagai public figure/tokoh, dan mempunyai status sosial dari pada masyarakat kebanyakan. Namun mereka sama-sama mempunya kepentingan untuk mengadakan hubungan. Elite politik membutuhkan massa untuk mendapatkan suara dan mendukungnya. Sementara masyarakat berusaha mendapatkan orang yang dipercaya bisa menjadikan penyalur aspirasi dan mereka percaya sebagai wakilnya.

(9)

2.3 Penelitian Sebelumnya

Tujuan Penelitian Hasil Penelitian

1. “Konflik konflik yang terjadi di daerah ini adalah

Konflik ini dapat terjadi karena menurut pandangan masyarakat sekitar, proyek pembangunan PT. Freeport Indonesia tidak menghormati hak-hak ulayat masyarakat sekitar. Akibat dari itu, timbul protes dalam bentuk fisik maupun non-fisik dari masyarakat setemppat. Akhirnya sebagai bagian dari upaya penyelesaian konflik ini, PT. Freeport membentuk Lembaga Pengembang Masyarakat Amugme Komoro (LPMAK). LPMAK ini kemudian menjadi modal sosial bagi masyarakat Amugme dan Komoro untuk mengupayakaan penghargaan bagi hak-hak mereka.

Norma tradisi orbonau

didayagunakan sebagai acuan bagi masyarakat dalam melaksanakan hubungan kerjasama dalam

(10)

Murafer/2012/ Kampung Nengke, Distrik Pantai Timur Barat, Kabupaten Sarmi.

pembangunan pasar RESPEK dan fasilitas MCK, Trust dalam bentuk sikap baku bantu yang kemudian digunakan untuk memberikan motivasi dalam menghadapi pencairan keterlambatan pencairan dan, serta hubungan jaringan sosial yakni dalam bentuk ikatan kekerabatan kekeluragaan yakni

aroba maupun pertetangaaan sebagai sarana distribusi informasi dan penyediaan tenaga kerja dalam pelaksanaan program pembangunan pasar RESPEK.

(11)

analisis dari penelitian ini adalah

modal sosial

terhadap toleransi

antar umat

beragama. Ditinjau dari modal sosial disini adalah kepercayaan (trust), jaringan (networks), dan norma-norma s.

dihindari. Selain itu Tidak mudah menjaga kerukunan disini, peran toleransi, menjaga, dan cara

pengembangan sangatlah

berpengaruh besar disini, dimana setiap warga masyarakat sudah mengerti apa yang harus di lakukan, apa yang harus dia jaga untuk menjaga kerukunan di desa tersebut. Mengatasi masalah dengan mengumpulkan semua tokoh agama, termasuk lurah-lurahnya itu juga adalah cara yang cukup baik, pikiran dari banyak pihak bisa dijadikan satu dan diambil jalan keluarnya. Disini pembangunan tempat ibadah di desa balun yang secara berdekatan juga semakin menguatkan bahwa di desa itu sangat besar sekali rasa tenggang rasa dan toleransinya. Betapa pentingnya peran modal sosial untuk menjaga kerukunan itu, dimana kepercayaan, jaringan, dan norma sosial berada di tengah-tengah masyarakat Balun.

4 ”Modal Sosial

Dalam Pasar

Menunjukan bahwa di dalam masyarakat

(12)

Tiban Sunday sikap dan nilai-nilai kerukunan, hidup

yaitu pengelola pasar, pengurus paguyuban, pedagang, dan pembeli. Dilihat dari interaksi sosial yang terjalin, ada dua bentuk jaringan yang tercipta yaitu jaringan dengan ikatan kuat dan lemah. Norma sosial di Pasar Tiban Sunday Morning

dibentuk bersama untuk mengatur perilaku individu di pasar. Proses terbentuknya norma sosial yang ada di Pasar Tiban Sunday Morning

bersifat formal dan informal. Kepercayaan yang muncul dari pelaku Pasar Tiban Sunday Morning

memiliki beberapa fungsi antara lain mengambil keputusan, memunculkan kerja sama, menyederhanakan pekerjaan, menjaga ketertiban, mempererat hubungan antar pelaku pasar, dan menciptakanmodal sosial.

5 “Strategi

Peningkatan Produktivitas Petani Melalui Penguatan Modal

Menunjukan bahwa di dalam masyarakat Kecamatan Guntur Kabupaten Demak interaksi antar

(13)

Sosial” (Studi sikap dan nilai-nilai kerukunan, hidup memberikan solusi dan jalan keluar dari permasalahan yang ada. Kegiatan Telaga Boga adalah kegiatan kerja sama antar sesama warga kammpung untuk mencapai suatu pembangunan kampung. Kegiatan ini sangat kental denggan modal sosial Karena dalam kegiattan ini sanngat sarat dengan asas kepercayaan antar warga, pengamalan nilai atau norma bersama.

(14)

kehidupan dan cara elemen modal sosial pada nilai-nilai budaya, manajemen sosial.

Cenderung tinggi dan proses tranformasi sosial ekonominya berlangsung lebih cepat.

7. Pemetaan dan

modal sosial di Jawa Barat.

2.Menganalisis keterkaitan antara modal tahap bonding (sebagai pengikat saja), belum sebagai jembatan (bridging) yang menghubungkan seluruh potensi warga.Hal ini ditandai oleh: (a) kelompok-kelompok yang terbentuk mayoritas berdasarkan persamaan baik karena

kekerabatan, persamaan

(15)

desain pemanfaatan modal

sosial untuk penanggulangan kemiskinan Jawa Barat

kelompok pengajian(persamaan agama),kelompok arisan,(persamaan tempat tinggal) dan kelompok tani (persamaan pekerjaan)], serta memiliki ikatan yang kuat, disebabkan pertemuan diantara anggotanya yang cukup intens; (b)kerjasama yang dilaksanakan terbatas pada komunitas yang sama; serta (c) pendanaan dalam kelompok tersebut pada umumnya swadaya dari iuran anggota. 2.Kapasitas modal sosial yang tersedia belum secara optimal dimanfaatkan untuk penanggulangan kemiskinan karena kelompok-

kelompok yang tersedia memiliki keterbatasan akses untuk memberdayakan anggotanya. selain itu, untuk perluasan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan aktualisasi diri,pada umumnya masyarakat mendapatkan informasi dari keluarga,teman, dan

(16)

setara.3.Desain

pemanfaatanmodalsosialuntukpenan ggulangan kemiskinan di Jawa Barat dapat dirumuskan melalui 3 (tiga) model, yakni: (a)

model rural-pertanian; (b) modelrural-pesisir; dan (c) model urban-industri. Ketigamodel ini disusun

berdasarkankarakteristikmodalsosial, kondisieksisting

pemanfaatan modal sosial dalam penanggulangan kemiskinan, serta desain intervensi kebijakan dan/atau program yang dilakukan untuk mengoptimalkan modal sosial dalam

penanggulangan,kemiskinan,di daerah-daerah dengan karakteristik tersebut.

8 “Making

Democracy Work civic Traditions in Modern Italy“ / Robert Putnam / 1993 /

mengetahuhi

hubungan antara modal sosial dengan tradisi kewargaan di tingkat lokal, kedua mengetahuipengaruh desentralisasi di

Pertama, Desentralisasi menumbuhkan modal sosial

dan tradisi kewargaan di tingkat lokal. Partisipasi

(17)

kawasan Italy Utara dan Italy Selatan

kepercayaan(trust),toleransi, kerjasama,

dan solidaritas yang membentuk apa yang disebut Putnam sebagai komunitas sipil (civic community) Kedua, kawasan Italia Utara jauh lebih unggul dan maju ketimbang kawasan Italia

(18)

wilayah-wilayah itu tetap tinggi hingga hari ini. Variasi-variasi yang terjadi di wilayah ini tidak bisa dijelaskan secara memadai oleh perbedaan perbedaan dalam kebijakan pemerintahnya, karena hal itu sudah (untuk sebagian besar) ditentukan secara nasional sejak munculnya negara Italia yang terunifikasi. Namun, mereka sangat berkorelasi dengan tingkat civic community atau sosiabilitas spontan yang berlaku di masing-masing wilayah. Terdapat perusahaan-perusahaan keluarga di seluruh bagian Italia, tetapi mereka yang berada di

pusat social capital yang tinggi jauh lebih dinamis,

inovatif dan menjanjikan ketimbang mereka yang berada di Selatan, yang diciri khasi oleh ketakpercayaan sosial.

9 “Modal Sosial

sebagai Sarana Pengembangan Masyarakat

Untuk mengetahui bentuk dan

peran modal sosial dalam

(19)

(Studi kasus di

sumberjo dan bentuk modal sosial di dalam masyarakat petani adalah dengan adanya organisasi lokal. Peran modal berhasil didalam mengembangkan masyarakat khususnya masyarakat tani. Faktor- factor yang mendorong dan mempengaruhi tumbuhnya modal sosial ditentukan dari tindakan bersama masyarakat, adanya partisipasi yang setara dari anggota masyarakat, tumbuhnya sikap saling percaya dalam masyarakat, serta transparansi dan kebebasan. Faktor penghambat modal sosial adalah monopoli informasi oleh oknum tertentu, sehingga persaingan yang tidak kompetitif. migrant di wilayah perkotaan berupaya mengembangkan modal sosial untuk mempertahankan eksistensinya di

Dari Penelitian ini dijelaskan bahwa sebagai warga

pendatang di perkotaan, mereka selalu dihadapkan

(20)

Permukiman

Kota Jakarta tersebut, maka mereka

mengembangkan hubungan sosial baik dengan

sesama komunitas migran maupun dengan masyarakat yang berada di sekitas permukiman. Sehingga dengan mudah mampu mengakses Bantaran Ciliwung untuk mempengaruhi ketahanan ekonomi keluarga miskin

Hasil Analisis kuantitatif ditemukan bahwa ditemukan hubungan

bermakna yang kuat diantara variabel yang di uji terhadap

ketahanan ekonomi keluarga miskin. Uji korelasi terhadap ketahanan ekonomi keluarga miskin dengan variabel kelompok dan jaringan, kepercayaan dan solidaritas, aksi kolektif dan kerjasama, informasi dan komunikasi, kohesi dan inklusi sosial terdapat

hubungan bermakna lemah. Ketika dilakukan

uji regresi, variabel aksi koletif dan kerjasama, variable informasi dan komunikasi mempengaruhi

(21)

Ketahanan ekonomi keluarga ditopang ekonomi subsisten, Hal ini ada peranan hubungan kekerabatan yang terbangun dalam komunitas Bantaran. Dalam analisis kualitatif ditemukan bahwa ketahanan

ekonomi keluarga miskin ditentukan sifat komunitas yang mandiri, ulet dan selalu melakukan penyesuaian terhadap tekanan ekonomi yang terjadi

sehingga mereka dapat bertahan hidup. Sikap mandiri yang ditunjukkan dengan sifat adaptif, selain

(22)

2.4 Kerangka Pikir

(23)

Penjelasan kerangka pikir, yaitu:

1. Orang Papua A,B dan C adalah orang Papua dengan latar belakang Suku, budaya dan bahasa berbeda-beda.

2. Kemudian mereka datang ke Kota Salatiga dengan tujuan sekolah, kuliah atau bekerja.

3. Setelah Papua A,B, dan C berada di Salatiga, mereka kemudian bergabung di HIMPPAR Salatiga.

4. Setelah Papua A, B, dan C tergabung dalam HIMPPAR kemudian di antara mereka terjalin interksi sosial.

Gambar

Tabel 1 Penelitian-Penelitian Sebelumnya
Gambar 1

Referensi

Dokumen terkait

Putnam menjelaskan bahwa jejaring sosial dan norma-norma yang terkait, saling merespon sebagai modal sosial, karena seperti modal fisik dan modal manusia (peralatan dan

Sedangkan Tujuan organisasi HIMPPAR ada dua, yaitu Pertama, Menghimpun Mahasiswa dan Pelajar yang berasal dari daerah Papua Barat yang sedang menuntut ilmu di Salatiga

[r]

Namun mereka berasal dari satu provinsi yang sama, yaitu Irian atau Papua.. Sejak saya mengenal dan menjadi bagian dari HIMPPAR Salatiga dari tahun 1989

Mereka mendefinisikkan modal sosial sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja sama dengan tujuan mencapai harapan-harapan bersama didalam berbagai kelompok dan organisasi

Penelitian yang berjudul “TRANSFORMASI KOMUNITAS PUNK di Condong Catur Yogyakarta dalam Prespektif Modal Sosial” ini memiliki tujuan penelitian,

Modal Sosial dibentuk dari norma-norma informal berupa aturan-aturan yang sengaja dibuat untuk mendukung terjadinya kerjasama diantara dua atau lebih individu.Norma

Modal sosial adalah segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai