DESKRIPSI HARGA DIRI SISWA KELAS VIII SMP
JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN
2012/2013 DAN IMPLIKASINYA PADA USULAN
PROGRAM PENGEMBANGAN HARGA DIRI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Laurentia Dian Arvita NIM: 081114009
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
DESKRIPSI HARGA DIRI SISWA KELAS VIII SMP
JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN
2012/2013 DAN IMPLIKASINYA PADA USULAN
PROGRAM PENGEMBANGAN HARGA DIRI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Laurentia Dian Arvita NIM: 081114009
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
MOTTO
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk: Yesus Kristus dan Bunda Maria Universitas Sanata Dharma Yogyakarta SMP Joannes Bosco Yogyakarta Keluarga: Bapak Drs. Ignatius Sumarno, M. Pd.,
ABSTRAK
DESKRIPSI HARGA DIRI SISWA KELAS VIII SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013 DAN IMPLIKASINYA
PADA USULAN PROGRAM PENGEMBANGAN HARGA DIRI Laurentia Dian Arvita
Universitas Sanata Dharma 2013
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun pelajaran 2012/2013 dan membuat usulan program bimbingan yang sesuai untuk mengembangkan harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 103 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang mengungkap harga diri siswa kelas VIII yang terbagi dalam lima aspek, yaitu fisik, kognitif, emosional, sosial, dan rohani/ spiritual. Jenis kuesioner yang digunakan adalah kuesioner langsung tertutup. Teknik analisis data yang digunakan adalah pengkategorisasian harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 berdasar kriteria Azwar. Kategorisasi disusun berdasar distribusi normal dengan model kategorisasi jenjang (ordinal) dengan lima jenjang, yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, sangat rendah.
ABSTRACT
DESCRIPTION OF SELF-ESTEEM OF THE EIGHTH GRADE STUDENTS AT JOANNES BOSCO JUNIOR HIGH SCHOOL
YOGYAKARTA IN 2012/2013 ACADEMIC YEAR AND ITS
IMPLICATIONS TO THE SELF-ESTEEM DEVELOPMENT PROGRAM By:
Laurentia Dian Arvita Sanata Dharma University
2013
This research aims to obtain a description of self-esteem of the eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta in 2012/2013 academic year and to make recommendations of appropriate guidance program for developing self-esteem of the eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta.
This study belongs to a descriptive research with survey method. The subjek of this research is all eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta in 2012/2013 academic year, consisting of 103 students. The research instrument used is in the form of a questionnaire that describes the self-esteem of the eighth grade students which was divided into five aspects, namely physical, cognitive, emotional, social, and spiritual. The type of questionnaire used is direct-closed questionnaire. The technique of data analysis used is self-esteem categorization of the eighth grade students at Joannes Bosco Junior High School Yogyakarta in 2012/2013 academic year based on the Azwar’s criteria. The categorization is arranged based on a normal distribution with five different levels, namely very high, high, moderate, low, and very low.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat yang dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung dan mendampingi penulis. Oleh karena itu, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih secara tulus kepada:
1. Dr. Gendon Barus, M. Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Drs. R. H. Dj. Sinurat, M. A., selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati telah memberikan motivasi, meluangkan waktu untuk mendampingi penulis selama proses penulisan skripsi.
3. Drs. Y. Sugiarto, selaku Kepala Sekolah SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
5. Dra. Anna Harsanti, selaku Kepala Sekolah SMP Stella Duce II Yogyakarta yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan uji coba kuesioner.
6. Fransiska Romana Pipiet Cintia Sanjaya, S. Pd., selaku Koordinator Bimbingan dan Konseling SMP Stella Duce II Yogyakarta yang telah bersedia memberikan kesempatan dan membantu peneliti untuk melaksanakan uji coba kuesioner.
7. Siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang telah bersedia meluangkan waktu dan kesediaannya sebagai responden dalam melaksanakan penelitian.
8. Siswa kelas VIII SMP Stella Duce II Yogyakarta yang telah bersedia meluangkan waktu dan kesediaannya sebagai responden dalam melaksanakan uji coba kuesioner.
9. Keluargaku: Drs. Ignatius Sumarno, M. Pd., Sih Sumaryani Hiltrudis, S. Pd., dan Titus Rian Pradita yang selalu memberikan motivasi, dana, nasihat, dan doa pada penulis.
10. Saudaraku Makarius Ditya Nanda Pamungkas, Amd. Kep., yang selalu memberikan motivasi dan doa pada penulis.
11.Saudara-saudaraku (Vincentius Wishnu Adhityaputra, Ursulani Bonatiur Nainggolan, Dian Setyaningsih, dan Chandra Wahyu Kristanto) yang selalu memberikan semangat, kasih, harapan, perhatian, dan doa pada penulis.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT...ix
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR SKEMA...xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
B.Harga Diri ... 23
1. Pengertian Harga Diri ... 23
2. Karakteristik Remaja yang Memiliki Harga Diri Tinggi...25
3. Karakteristik Remaja yang Memiliki Harga Diri Rendah ... 26
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 35
A. Jenis Penelitian ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN PROGRAM PENGEMBANGAN HARGA DIRI... 48
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Rincian Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta
Tahun Ajaran 2012/2013 ... 36
Tabel 2: Kisi-Kisi Kuesioner Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 ... 37
Tabel 3: Jumlah Item-Item yang Valid dan Tidak Valid ... 41
Tabel 4: Kriteria Guildford ... 43
Tabel 5: Norma Kategorisasi ... 46
Tabel 6: Kategori Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Stella Duce II Yogyakarta 47 Tabel 7: Penggolongan Deskripsi Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 ... 48
Tabel 8: Urutan Waktu Pelaksanaan Program Pengembangan Harga Diri... 60
DAFTAR SKEMA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kuesioner Siswa Kelas VIII SMP Stella Duce II Yogyakarta Tahun
Ajaran 2012/2013 (Uji Coba)...72
Lampiran 2: Hasil Perhitungan Taraf Validitas Dan Reliabilitas Kuesioner Uji Coba...75
Lampiran 3: Kuesioner Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 (Penelitian)...78
Lampiran 4: Tabulasi Penelitian...82
Lampiran 5: Surat Ijin Uji Coba...85
Lampiran 6: Surat Ijin Penelitian...86
Lampiran 7: Surat Keterangan Melakukan Uji Coba...87
Lampiran 8: Surat Keterangan Melakukan Penelitian...88
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian mengenai (1) Latar Belakang Masalah, (2) Rumusan
Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, dan (5) Definisi
Operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan manusia yang
terletak di antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Tahap ini dimulai dari
usia 10/11 tahun sampai dengan 25 tahun. Seseorang dianggap sebagai
remaja, sejak individu yang bersangkutan mengalami kematangan seksual
sampai individu tersebut dianggap relatif mandiri. Transisi dari masa
kanak-kanak ke masa remaja melibatkan sejumlah perubahan biologis, kognitif, dan
sosio-emosional (Santrock, 2007: 22). Perubahan-perubahan itu terkadang
membuat sebagian remaja tidak nyaman dengan dirinya. Ketidaknyamanan
yang dialami dapat membuat remaja cenderung bersikap menyendiri ataupun
agresif. Sikap-sikap tersebut tentunya berawal dari pikiran dan perasaan
mereka yang negatif terhadap diri mereka sendiri.
Pikiran dan perasaan remaja akan dirinya merupakan bagian dari
penilaian remaja terhadap dirinya sendiri. Penilaian remaja memang tidak
selalu negatif. Ada juga remaja yang memiliki harga diri yang tinggi. Remaja
baik daripada remaja dengan harga diri yang rendah. Remaja dengan harga
diri yang tinggi biasanya bertanggung jawab, mandiri, produktif, lincah, ceria,
berprestasi dan memiliki tingkat penerimaan sosial yang tinggi.
Menurut Baron dan Byrne (2003: 174), memiliki harga diri yang tinggi
berarti yang bersangkutan menyukai dirinya sendiri. Perasaan suka pada diri
sendiri ini menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki penilaian yang
positif tentang dirinya. Penilaian dan pandangan yang positif ini sebagian
dipengaruhi oleh pendapat orang lain dan sebagian berdasarkan pengalaman
yang spesifik. Sikap tokoh-tokoh di sekitar remaja (significant others)
rupanya mampu mempengaruhi penilaian dan sikap seorang remaja terhadap
dirinya sendiri. Jika orang-orang di sekitarnya mengatakan bahwa mereka
termasuk remaja yang sopan, maka remaja tersebut akan menganggap bahwa
dirinya termasuk pribadi yang sopan. Sikap significant others yang seperti ini
yang mampu membuat remaja merasa dihargai, dicintai, dan diterima.
Remaja yang memiliki perasaan senang dan bangga akan dirinya biasanya
akan merasa senang dalam menjalankan hidupnya. Mereka mampu
bertanggung jawab atas hidupnya sendiri bahkan mereka mampu
memecahkan masalah dan membuat keputusan dengan penuh keyakinan diri.
Siswa-siswa SMP kelas VIII berada pada masa remaja. Masa ini
merupakan saat remaja mulai mempertanyakan identitas dan mulai menilai
dirinya. Pada umumnya mereka mencari identitas diri dengan bertanya pada
orang-orang sekitarnya tentang dirinya atau bergabung dalam
ataupun kelompok yang mau menerima dirinya apa adanya. Apabila remaja
mampu menemukan lingkungan yang tepat, maka mereka akan memiliki
penghargaan yang positif pula terhadap dirinya, namun apabila remaja tidak
menemukan tempat atau kelompok yang tepat kemungkinan besar mereka
akan memiliki sikap negatif seperti, agresif, pendiam, dan penyendiri.
Robins, dkk (Santrock, 2007: 65) mengatakan bahwa penelitian terakhir
menunjukkan bahwa harga diri akan tinggi pada masa kanak-kanak, menurun
pada masa remaja, meningkat lagi pada masa dewasa sampai masa dewasa
akhir. Menurunnya harga diri pada masa remaja tentunya memberikan banyak
akibat. Hasil penelitian Septrina, dkk mampu menunjukkan bahwa harga diri
yang rendah dapat membuat remaja melakukan tindakan yang negatif seperti
tindakan bulliying. Septrina dkk (2009: http://repository.gunadarma.ac.id/
bitstream/123456789/2683/1/Psi-14.pdf) menunjukkan bahwa self esteem
dengan bullying memiliki hubungan yang signifikan. Jika seorang remaja
memiliki harga diri tinggi, maka tingkat bulliying akan rendah.
Peneliti mendapatkan kesan bahwa sebagian siswa SMP Joannes Bosco
Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 sebagai remaja awal memiliki harga diri
yang rendah. Peneliti melihat ada gejala-gejala yang menunjukkan bahwa
cukup banyak siswa kelas VIII memiliki harga diri rendah, antara lain kurang
mampu mengelola emosi dengan baik, adanya tindakan bullying, tidak berani
berbicara di depan kelas, bersikap pasif ketika diskusi dalam kelompok,
menjadi pemurung dan penyendiri. Kesan ini peneliti dapatkan ketika
BK) di SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Kesan peneliti juga didukung
dengan hasil wawancara antara peneliti dengan seorang guru BK SMP
Joannes Bosco Yogyakarta. Guru BK tersebut mengatakan bahwa sebagian
siswa kelas VIII tampak merasa rendah diri.
Mengingat pentingnya memiliki harga diri yang tinggi, maka perlu
diketahui seberapa jauh siswa-siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco
Yogyakarta tahun pelajaran 2012/2013 menghargai dirinya sendiri. Dengan
mengetahui harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta,
dapat disusun sebuah program untuk mengembangkan harga diri siswa.
B. Rumusan Masalah
Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab dalam penelitian adalah:
1. Bagaimanakah harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco
Yogyakarta tahun pelajaran 2012/2013?
2. Usulan program bimbingan manakah yang sesuai untuk mengembangkan
harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memperoleh gambaran tentang harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes
Bosco Yogyakarta tahun pelajaran 2012/2013.
2. Membuat usulan program bimbingan yang sesuai untuk mengembangkan
D. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak:
1. Manfaat teoritis
Memberikan gambaran mengenai tingkat harga diri siswa pada
jenjang SMP sebagai bahan kajian bagi para pendidik dan pengembang
kepribadian khususnya calon-calon konselor sekolah.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Guru BK
Hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai tingkatharga
diri siswa SMP Joannes Bosco Yogyakarta kelas VIII tahun pelajaran
2012/2013 dan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan bahan
pendampingan bagi siswa-siswa SMP Joannes Bosco Yogyakarta
kelas VIII.
b. Bagi peneliti sebagai calon konselor
Peneliti dapat mengembangkan kemampuannya dalam melakukan
penelitian.
E. Definisi Operasional
Harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang meliputi
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi uraian mengenai (1) Perkembangan Remaja, (2) Harga Diri,
(3) Tinjauan Hasil Penelitian Lain yang Relevan, dan (4) Program Pengembangan
Harga Diri.
A. Perkembangan Remaja 1. Perkembangan Fisik
“Pubertas (Puberty) ialah suatu periode di mana kematangan
kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama pada awal masa
remaja” (Santrock, 2002: 7). Pada masa ini remaja mengalami
beberapa perubahan fisik. Santrock dalam bukunya “Adolescence”
mengatakan bahwa ada empat aspek perkembangan fisik remaja yang
paling banyak mendapatkan perhatian, yaitu tinggi dan berat badan,
pertumbuhan kerangka tubuh, fungsi reproduktif dan perubahan
hormonal. Di antara perubahan fisik yang terjadi, yang paling tampak
pada masa puber, yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan serta
kematangan seksual. Menurut Santrock (2003: 91), lonjakan
pertumbuhan tinggi badan terjadi dua tahun lebih awal pada anak
perempuan daripada anak laki-laki. Anak perempuan mulai mengalami
tahun. Pada anak laki-laki pertumbuhan tinggi badan terjadi sekitar
usia 12 ½ tahun dan berlangsung selama dua tahun.
Selain mengalami perubahan tinggi dan berat badan, remaja juga
mengalami perubahan dalam kematangan seksual. Anak laki-laki
mengalami perkembangan seksual, seperti pertambahan ukuran penis
dan testikel, pertumbuhan rambut yang ikal di daerah kemaluan,
perubahan suara dan ejakulasi pertama (mimpi basah). Sedangkan
anak perempuan mengalami perubahan, seperti tumbuhnya rambut di
kemaluan, perkembangan payudara, dan menstruasi.
Sama dengan pendapat Santrock, Hurlock (1980: 211) mengatakan
bahwa remaja mengalami perubahan eksternal seperti:
a. Tinggi badan
Rata-rata remaja putri mencapai tinggi yang matang antara
usia tujuh belas dan delapan belas tahun, dan rata-rata remaja putra
mencapai tinggi yang matang setahun setelah remaja putri.
b. Berat badan
Perubahan berat badan mengikuti perkembangan tinggi
badan remaja. Pada masa remaja berat badan atau lemak tubuh
sudah menyebar ke bagian-bagian tubuh yang tadinya mengandung
c. Proporsi tubuh
Berbagai anggota tubuh secara bertahap mencapai
perbandingan tubuh yang baik. Contoh: badan melebar dan
memanjang sehingga anggota badan tidak lagi kelihatan terlalu
panjang.
d. Organ seks
Organ seks pria dan wanita mencapai ukuran yang matang
pada akhir masa remaja, tetapi fungsinya belum matang sampai
beberapa tahun kemudian.
e. Ciri-ciri seks sekunder
Ciri-ciri seks sekunder yang utama berada pada tingkat
perkembangan yang matang pada akhir masa remaja.
Ormrod (2008: 106) mengatakan konsep diri dan harga diri
remaja seringkali jatuh saat mereka mengalami masa transisi dari
SD ke SMP atau SMA. Hal tersebut mungkin saja dipengaruhi oleh
perubahan fisiologis. Remaja laki-laki dan perempuan cenderung
menganggap diri mereka berkurang daya tarik fisiknya saat
memasuki masa remaja. Namun, rendahnya harga diri ini justru
2. Perkembangan Kognitif
Fungsi-fungsi kognitif menurut Solso dkk (2007) antara lain:
a. Atensi
Atensi merupakan “pemusatan upaya mental pada
peristiwa-peristiwa sensorik atau peristiwa-peristiwa mental”
(Solso dkk, 2007: 91). Penelitian tentang atensi mencakup lima
aspek, yaitu kapasitas pemrosesan dan atensi selektif, tingkat
rangsangan, pengendalian atensi, kesadaran, dan neurosis kognitif.
Isu-isu terkait atensi dapat diilustrasikan dalam
contoh-contoh di bawah ini:
1) Kapasitas pemrosesan dan selektivitas
Kita dapat memperhatikan sejumlah stimuli eksternal dari
dunia eksternal, namun kita tidak dapat memperhatikan seluruh
stimuli yang ada.
2) Kendali
Kita memiliki kendali terhadap pilihan stimuli yang kita
perhatikan.
3) Pemrosesan otomatis
Sejumlah besar proses rutin (seperti mengemudikan mobil)
telah menjadi proses yang amat familiar sehingga memerlukan
4) Neurosains kognitif
Otak dan sistem saraf pusat (CNS; central nervous system)
adalah pendukung anatomis bagi atensi, sebagaimana kognisi.
5) Kesadaran
Atensi membawa peristiwa-peristiwa ke alam kesadaran.
Santrock (2007: 137) berpendapat bahwa atensi merupakan
usaha untuk konsentrasi dan upaya mental yang terfokus. Atensi
memiliki sifat selektif dan dapat beralih. Bersifat selektif
(selektivity) berarti bahwa remaja mampu memfokuskan upaya
mentalnya pada stimuli tertentu sembari mengabaikan stimuli lain.
Contoh atensi bersifat selektif, yaitu seorang remaja yang sedang
belajar dan ada sebuah Televisi (TV) yang dinyalakan. Remaja
tersebut seharusnya mampu fokus pada materi ataupun tugas yang
sedang dia kerjakan. Jika dia tidak mampu fokus pada kegiatan
belajarnya karena TV, maka kemungkinannya remaja tersebut
mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi.
Atensi dapat beralih (shifttable) berarti remaja dapat
mengalihkan upaya mentalnya untuk berfokus pada sebuah
stimulus tertentu di antara stimuli lainnya. Contoh atensi bersifat
beralih, yaitu seorang remaja sedang belajar dan pada saat sedang
belajar tiba-tiba ada telepon berdering. Remaja tersebut dapat
b. Memori
Memori adalah mempertahankan informasi dalam jangka
waktu lama (Santrock, 2007: 138). Remaja selalu menggunakan
memorinya setiap kali melangkah, berpikir, dan bericara. Agar
mampu belajar dan bernalar secara berhasil atau baik, remaja perlu
mempertahankan informasi dan mengeluarkannya kembali ketika
diperlukan. James (Solso dkk, 2007: 158-159) mengatakan bahwa
memori dapat dibedakan menjadi dua, yaitu memori primer dan
memori sekunder. Memori primer sering disebut sebagai memori
jangka pendek. Memori jangka pendek tidak pernah meninggalkan
kesadaran dan selalu menyediakan “tayangan” atau ingatan tentang
peristiwa-peristiwa yang telah dialami. Santrock (2007: 138)
menjelaskan bahwa memori jangka pendek merupakan suatu
sistem memori dengan kapasitas terbatas di mana informasi
dipertahankan 30 detik selama tidak dilakukan pengulangan
(rehearsal) terhadap informasi yang masuk.
Robert dkk (Santrock, 2007: 138) menjelaskan bahwa
memori jangka pendek bisa digunakan dalam pemecahan masalah.
Remaja mungkin memiliki ruang penyimpanan yang lebih besar
dalam memori jangka pendek daripada anak-anak, oleh karena itu
remaja tidak terlalu banyak membuat kesalahan dalam
memecahkan masalah yang melibatkan analogi. Sependapat
bahwa memori jangka pendek atau memori kerja merupakan
“bangku kerja” mental di mana individu dapat memanipulasi dan
mengumpulkan informasi ketika membuat keputusan,
menyelesaikan masalah, dan menguasai bahasa tertulis dan lisan.
Memori sekunder sering disebut sebagai memori jangka
panjang. James (Solso dkk, 2007: 159) menjelaskan bahwa
“memori jangka panjang dapat didefinisikan sebagai jalur-jalur
yang “terpahat” dalam jaringan otak manusia, dan setiap manusia
memiliki struktur jalur yang berbeda.” Santrock (2007: 139)
menjelaskan bahwa memori jangka panjang merupakan sistem
memori yang relatif permanen yang mempertahankan sejumlah
besar informasi dalam periode waktu yang lama. Memori jangka
panjang meningkat secara berarti selama masa remaja meskipun
hal ini belum didokumentasikan dengan cukup baik oleh para
peneliti.
c. Mengingat
Sebagian besar kemampuan mengingat dan melupakan
dikendalikan oleh proses-proses neural yang mengatur seluruh
proses tersebut tanpa upaya sadar (Solso dkk, 2007: 225).
Menurut Suharnan (2005: 67) ingatan atau memory
menunjuk pada proses penyimpanan atau pemeliharaan informasi
(2005: 83) menyebutkan ada empat faktor yang mempengaruhi
ketepatan mengingat kembali peristiwa yang lalu, yaitu:
1) Lamanya waktu yang telah dilalui sejak peristiwa itu
dialami seseorang.
2) Peristiwa yang dialami apakah termasuk dalam
peristiwa sedih, senang, atau netral bagi orang yang
bersangkutan.
3) Self reference effects, yaitu apakah peristiwa tersebut
dialami sendiri atau dialami orang lain.
4) Vivid memory adalah ingatan terhadap peristiwa yang
pertama kali terjadi dengan sangat mengejutkan yang
membuat emosi seseorang hanyut dalam peristiwa itu.
d. Bahasa
Menurut para psikolog kognitif (Solso dkk, 2007: 327)
bahasa adalah
Suatu sistem komunikasi yang di dalamnya pikiran-pikiran dikirimkan (transmitted) dengan perantaraan suara (sebagaimana dalam percakapan) atau simbol (sebagaimana dalam kata-kata tertulis atau isyarat-isyarat fisik).
Sternberg (2008: 290) menjelaskan bahwa bahasa adalah
penggunaan cara yang terorganisasikan dari pengombinasian
kata-kata untuk berkomunikasi. Brown dkk (Sternberg, 2008: 291)
1) Alat komunikasi: Bahasa mengijinkan kita berkomunikasi dengan satu atau lebih orang yang
memahami bahasa kita.
2) Simbol arbitrer: Bahasa menciptakan sebuah hubungan arbitrer antara simbol dan acuannya: sebuah ide/hal/
proses/hubungan/deskripsi.
3) Terstruktur secara reguler: Bahasa memiliki sebuah struktur; hanya susunan yang terpola secara khusus dari
simbol-simbol yang memiliki makna karena penyusunan
yang berbeda akan menghasilkan makna yang berbeda.
4) Terstruktur di berbagai tingkatan: Struktur bahasa bisa dianalisis di lebih dari satu tingkatan (contoh, di
tingkatan bunyi, tingkatan unit makna, di tingkatan kata,
dan di tingkatan frasa).
5) Generatif, produktif: Di dalam batasan-batasan sebuah struktur linguistik, pengguna bahasa bisa memproduksi
ucapan-ucapan baru. Kemungkinan bagi penciptaan
ucapan baru ini tak terbatas sifatnya.
6) Dinamis: Bahasa terus berkembang.
Owens (Papalia dkk, 2009: 42) mengatakan bahwa dengan
pemikiran formal remaja mampu mendefinisikan dan
mendiskusikan hal-hal abstrak, seperti cinta, keadilan, dan
otherwise, anyway, therefore, really, dan probably guna
mengekspresikan hubungan logis antara klausa dan kalimat.
Remaja menyadari bahwa kata-kata adalah simbol yang dapat
memiliki arti ganda, oleh karena itu mereka senang menggunakan
ironi, humor, dan metafor.
e. Pembentukan Konsep, Logika, dan Pengambilan Keputusan
1) Pembentukan konsep
Menurut Solso dkk (2007: 402), pembentukan konsep
memiliki hubungan dengan pengasahan sifat-sifat yang sesuai
dengan kelas objek atau ide. Konsep didefinisikan dalam
ciri-cirinya. Ciri-ciri yang telah digunakan adalah karakteristik
suatu objek atau kejadian yang juga merupakan karakteristik
objek atau kejadian lain.
2) Pengujian hipotesis
Solso dkk (2007: 404) mengatakan bahwa tahap awal
dalam pembentukan konsep, yaitu memilih hipotesis atau
strategi yang konsisten dengan objek penyelidikan kita. Saat
kita mencari untuk menemukan sesuatu, prosesnya meliputi
pembentukan prioritas-prioritas.
3) Logika
Menurut Solso dkk (2007: 405), logika adalah ilmu
berpikir. Sementara, berpikir yaitu proses umum untuk
f. Pemecahan Masalah
Solso dkk (2007: 434) menjelaskan bahwa pemecahan
masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung
untuk menemukan suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah
yang spesifik.
Evans (Suharnan, 2005: 289) mengatakan bahwa
pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang
berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok
bagi tindakan dan pengubahan kondisi sekarang (present state)
menuju kepada situasi yang diharapkan (future state atau desired
goal). Ellis dan Hunt (Suharnan, 2005: 289-290) menyebutkan
bahwa ada beberapa langkah yang harus ditempuh guna
memecahkan masalah, yaitu 1) pemahaman masalah, 2) penemuan
berbagai hipotesis mengenai cara pemecahan masalah dan memilih
dari salah satu di antara hipotesis-hipotesis itu, dan 3) menguji
hipotesis yang dipilih itu dan mengevaluasi hasil-hasilnya.
g. Kreativitas
Berpikir kreatif (Santrock, 2007: 145-146) merupakan
kemampuan untuk berpikir dengan menggunakan cara-cara baru
dan untuk menemukan solusi-solusi yang unik terhadap persoalan.
Kreativitas adalah suatu aktivitas kognitif yang
menghasilkan suatu pandangan yang baru mengenai suatu bentuk
dipandang menurut kegunaannya). Menurut Wallas (Solso dkk,
2007: 445), ada empat tahapan dalam proses kreatif, yaitu:
1) Persiapan. Memformulasikan suatu masalah dan membuat usaha awal untuk memecahkannya.
2) Inkubasi. Masa di mana tidak ada usaha yang dilakukan secara langsung untuk memecahkan masalah dan perhatian dialihkan
sejenak pada hal lainnya.
3) Iluminasi. Memperoleh insight (pemahaman yang mendalam) terhadap masalah tersebut.
4) Verifikasi. Menguji pemahaman yang telah didapat dan membuat solusi.
Ormrod (2008: 98) menjelaskan dengan kemampuan
berpikir abstrak dan simbolis manusia sering menarik kesimpulan
tentang siapa mereka sebagai warga masyarakat. Jawaban atau
kesimpulan atas pertanyaan tentang diri menjadi jendela untuk
masuk ke dalam perasaan diri (sense of self). Perasaan diri
berhubungan dengan persepsi, keyakinan, penilaian, dan perasaan
seseorang tentang identitas dirinya sebagai pribadi.
3. Perkembangan Emosi
Salovey (Goleman, 2009: 57) menempatkan kecerdasan pribadi
Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang
dicetuskannya dan memperluas kemampuan tersebut menjadi lima
a. Mengenali diri sendiri
Dasar kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri.
Kesadaran diri yang dimaksudkan adalah kemampuan mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Goleman (2009: 63)
mengatakan bahwa
Kesadaran diri bukanlah perhatian yang larut ke dalam emosi, bereaksi secara berlebihan dan melebih-lebihkan apa yang dicerap. Kesadaran diri lebih merupakan modus netral yang mempertahankan refleksi-diri bahkan di tengah badai emosi.
b. Mengelola emosi
Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan
tepat adalah kecakapan yang bergantung juga pada kesadaran diri.
Orang-orang yang tidak memiliki kemampuan atau ketrampilan
dalam mengelola perasaan, seperti rasa cemas, murung, dan
tersinggung akan selalu berusaha secara terus-menerus bertarung
dengan perasaan-perasaan yang bersangkutan, sedangkan orang
yang pintar akan cepat untuk bangkit dari kemerosotan dan
kejatuhan dalam kehidupan.
c. Memotivasi diri sendiri
Menata emosi merupakan cara untuk dapat memotivasi,
menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk dapat menata emosi adalah berpikir positif.
Harapan akan muncul jika seseorang mampu berpikir postif.
harapan memiliki manfaat dalam kehidupan. Harapan mampu
memberikan suatu keunggulan dalam bidang-bidang yang begitu
beragam, seperti prestasi belajar dan keberhasilan memikul
tugas-tugas yang berat. Snyder (Goleman, 2009: 122) mengatakan bahwa
orang-orang yang memiliki harapan tinggi memiliki ciri-ciri
tertentu, misalnya mampu memotivasi diri, merasa cukup banyak
akal untuk menemukan cara meraih tujuan, tetap memiliki
kepercayaan yang tinggi bahwa mampu mengatasi segala masalah
meskipun dalam tahap yang sulit, cukup luwes untuk menemukan
cara alternatif agar sasaran tetap tercapai atau untuk mengubah
sasaran jika sasaran semula sulit untuk dijangkau dan mempunyai
keberanian untuk memecah-mecah tugas amat berat menjadi tugas
kecil-kecil yang mudah ditangani.
Goleman (2009: 122) menjelaskan bahwa dari sudut
pandang kecerdasan emosional, mempunyai harapan berarti
seseorang tidak akan mudah terjebak dalam kecemasan, bersikap
pasrah, ataupun depresi dalam menghadapi tantangan dan
kemunduran.
d. Mengenali emosi orang lain
Empati merupakan kemampuan untuk mengenali emosi
orang lain. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri; semakin
terbuka seseorang terhadap emosinya sendiri, semakin terampil
menjelaskan bahwa “kemampuan berempati yaitu kemampuan
untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain”.
e. Membina hubungan
Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan
ketrampilan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan mengelola
emosi membutuhkan dua ketrampilan emosional lain, yaitu
manajemen diri dan empati. Dengan memiliki dua ketrampilan ini,
ketrampilan untuk mampu menjalin hubungan dengan orang lain
akan matang. Kecakapan sosial ini mendukung keberhasilan dalam
bergaul dengan orang lain; tidak dimilikinya kecakapan ini kan
membawa pada ketidakcakapan dalam dunia sosial. Kemampuan
sosial ini juga mampu membuat seseorang membentuk kedekatan
hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, dan membuat orang
lain merasa nyaman.
4. Perkembangan Sosial
Offer dan Church (Papalia dkk, 2009: 87) mengatakan bahwa
remaja mampu menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain
dengan teman-teman sebayanya dibandingkan dengan keluarganya
sendiri. Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa orang-orang yang
paling berpengaruh dalam kehidupan remaja adalah keluarga dan
a. Hubungan/pergaulan remaja dengan anggota keluarga
Allen dan Laursen (Papalia dkk, 2009: 87) mengatakan
bahwa
Remaja yang paling merasa aman memiliki hubungan yang kuat dan penuh dukungan dengan orangtua yang memahami cara remaja melihat diri mereka sendiri, mengizinkan dan mendorong usaha mereka untuk mencapai kemandirian, serta menyediakan tempat aman di saat-saat remaja mengalami tekanan emosional.
Kemampuan remaja untuk meraih otonomi dan kendali atas
perilakunya dicapai melalui reaksi-reaksi orang dewasa yang tepat
terhadap keinginan remaja untuk memperoleh kendali (Santrock,
2002: 41). Awal mulanya, remaja tidak memiliki pengetahuan
tentang cara mengambil keputusan yang tepat dan dewasa dalam
semua bidang kehidupan. Saat remaja menuntut otonomi, orang
dewasa yang bijaksana mampu memberikan kesempatan kepada
remaja untuk dapat membuat keputusan sendiri dalam
bidang-bidang tertentu secara masuk akal, namun orang dewasa
hendaknya tetap membimbing remaja dalam mengambil
keputusan-keputusan yang masuk akal pada bidang-bidang di mana
pengetahuan remaja terbatas. Hal tersebut rupanya mampu
membuat remaja secara bertahap memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan-keputusan matang secara mandiri.
Menurut beberapa ahli perkembangan attachment
(kedekatan atau kelekatan) antara orangtua dengan remaja pada
sosial remaja, sebagaimana tercermin dalam ciri-ciri, seperti harga
diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik (Santrock, 2002:
41). Kedekatan yang kokoh antara orangtua dengan remaja
rupanya juga mampu meningkatkan relasi teman sebaya yang
kompeten dan relasi yang erat yang positif di luar keluarga.
Armsden & Greenberg (Santrock, 2002: 41) mengatakan “remaja
yang secara kokoh dekat dengan orangtua juga dekat secara kokoh
dengan teman-teman sebaya; remaja yang tidak dekat dengan
orangtua juga tidak dekat dengan teman-teman sebaya”.
b. Hubungan atau pergaulan dengan teman sebaya
Santrock (2003: 219) menjelaskan bahwa yang merupakan
teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat
usia atau kedewasaan yang sama. Pengaruh teman sebaya dapat
menjadi positif dan negatif. Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan
(Santrock, 2003: 220) mengatakan bahwa melalui interaksi teman
sebaya anak-anak dan remaja belajar mengenai pola hubungan
yang baik dan setara.
Menurut Buhrmester, Gecas & Seff, Laursen (Papalia dkk,
(2009: 95)
Beberapa ahli (Santrock, 2003: 220) berpendapat bahwa
pengalaman ditolak atau tidak diperhatikan oleh teman sebaya
dapat mengakibatkan remaja merasa kesepian dan timbul rasa
permusuhan.
5. Perkembangan Rohani atau Spiritual
Menurut Spilka (Santrock, 2003: 460), remaja lebih tertarik pada
agama dan keyakinan daripada anak-anak. Pemikiran mereka yang
abstrak dan pencarian identitas yang mereka lakukan mampu
membawa mereka pada masalah-masalah agama dan spiritual. David
Elkind (Santrock, 2003: 460) mengatakan bahwa “remaja tidak lagi
melihat perwujudan identitas keagamaan dalam tingkah laku individu,
namun lebih memperhatikan bukti keberadaan keyakinan dan
pendirian dalam diri seseorang”.
B. Harga diri
1. Pengertian Harga Diri
Santrock (2007: 183) mengatakan bahwa harga diri adalah evaluasi
diri yang bersifat global. Seorang remaja mungkin menangkap bahwa
ia tidak hanya sebagai seorang pribadi, namun juga seorang pribadi
yang baik. Hal ini berarti remaja yang bersangkutan mampu menilai
dirinya sebagai pribadi. James (Baron & Byrne, 2003: 173)
memberikan pengertian harga diri sebagai penilaian individu terhadap
dirinya sendiri. Sama halnya dengan James, Lerner dan Spanier
tingkat penilaian yang positif atau negatif yang dihubungkan dengan
konsep diri seseorang.
Menurut Clemes dkk (2012: 15) harga diri adalah rasa nilai diri
kita. Hal itu berasal dari seluruh pikiran, perasaan, sensasi, dan
pengalaman yang telah kita kumpulkan sepanjang hidup kita.
Beribu-ribu kesan, penilaian, dan pengalaman yang kita miliki dari diri sendiri
menambah perasaan senang tentang nilai diri kita atau sebaliknya
memberikan perasaan tidak nyaman atau kecewa. King (2010: 197)
mengatakan bahwa orang-orang dengan harga diri tinggi yang tidak
realistis kelihatannya paling rentan untuk menanggapi ancaman
dengan agresi. Orang-orang seperti itu mungkin digambarkan bukan
sebagai orang yang sehat secara psikologis, tetapi lebih sebagai orang
yang narsistik. Bagi kebanyakan orang, harga diri yang rendah
dikaitkan dengan tingkat agresi yang tinggi.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri
yang meliputi lima aspek, yaitu fisik, kognitif, emosional, sosial dan
2. Karakteristik Remaja yang memiliki Harga Diri Tinggi
Karakteristik remaja yang memiliki harga diri tinggi menurut
Clemes dkk (2012: 20) adalah:
a. Bertindak mandiri
Seorang remaja yang memiliki harga diri yang tinggi akan
mampu membuat pilihan dan mengambil keputusan tentang
masalah, seperti pemanfaatan waktu, uang, pekerjaan, pakaian dan
ia akan mencari teman serta kesenangannya sendiri.
b. Menerima tanggung jawab
Remaja yang bertanggung jawab berarti mereka mampu
bertindak dengan segera dan penuh keyakinan. Remaja mampu
menerima dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada
mereka dengan baik.
c. Merasa bangga akan prestasinya
Remaja akan menerima pengakuan terhadap prestasi yang
dicapainya dengan gembira dan bahkan kadang memuji dirinya
sendiri.
d. Mendekati tantangan baru dengan penuh antusias
Remaja mau untuk melibatkan dirinya dalam tugas,
e. Menunjukkan sederet perasaan dan emosi yang luas
Remaja mampu tertawa, berteriak, menangis,
mengungkapkan kasih sayangnya secara spontan. Remaja juga
mampu mengenali dan mengelola emosi emosi mereka dengan
lebih baik daripada anak-anak.
f. Menoleransi frustrasi dengan baik
Remaja mampu menghadapi frustrasi dengan berbagai
reaksi seperti menertawakan diri sendiri, berteriak keras-keras, dan
sebagainya. Ia mampu mengungkapkan atau berbicara tentang apa
saja yang membuatnya frustrasi.
g. Merasa mampu mempengaruhi orang lain
Remaja merasa percaya diri dan mampu mempengaruhi
orang-orang sekitarnya.
3. Karakteristik Remaja yang Memiliki Harga Diri Rendah
Karakteristik remaja yang memiliki harga diri rendah menurut
Clemes dkk (2012: 22), yaitu:
a. Meremehkan bakatnya sendiri.
b. Merasa bahwa orang lain tidak menghargainya.
c. Merasa tidak berdaya.
d. Mudah dipengaruhi orang lain.
e. Menunjukkan deretan emosi dan perasaan yang sempit.
g. Menjadi defensif dan mudah frustrasi.
h. Menyalahkan orang lain karena kelemahannya sendiri.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Ghufron
& Rini (2010), adalah:
a. Faktor jenis kelamin
Peran orangtua, harapan-harapan masyarakat, dan perlakuan
significant others yang berbeda-beda baik pada pria maupun
wanita dapat mempengaruhi harga diri. Menurut Ancok (Ghufron
& Rini, 2010: 45), wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah
daripada pria seperti perasaan kurang mampu, kepercayaan diri
yang kurang mampu, atau merasa harus dilindungi.
b. Intelegensi
Intelegensi sebagai gambaran lengkap kapasitas fungsional
individu sangat erat berkaitan dengan prestasi karena pengukuran
intelegensi selalu berdasarkan kemampuan akademis. Menurut
Coopersmith (Ghufron & Rini, 2010: 45), individu dengan harga
diri yang tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi
daripada individu dengan harga diri yang rendah.
c. Kondisi fisik
Individu dengan kondisi fisik yang menarik cenderung
memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi
dengan penampilan atau kondisi fisik yang menarik akan merasa
lebih bangga dan percaya diri dibandingkan dengan individu yang
memiliki penampilan fisik yang kurang menarik.
d. Lingkungan keluarga
Coopersmith (Ghufron & Rini, 2010: 46) berpendapat bahwa
perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif, dan mendidik
yang demokratis akan membuat anak mendapat harga diri yang
tinggi. Orangtua yang sering memberikan hukuman, larangan, dan
tidak pernah memberikan pujian dapat menyebabkan anak merasa
tidak berharga.
e. Lingkungan sosial
Klass dan Hodge (Ghufron & Rini, 2010: 46) berpendapat
bahwa pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang
menyadari dirinya berharga atau tidak. Hal ini merupakan hasil
dari proses lingkungan, penghargaan, penerimaan, dan perlakuan
orang lain kepadanya.
5. Manfaat Memiliki Harga Diri Tinggi
Manfaat yang diperoleh jika remaja memiliki harga diri yang tinggi
menurut Clemes dkk (2012: 73), yaitu:
a. Mampu mewujudkan jati diri.
b. Mampu menyadari, mengetahui, dan menghargai kemampuannya
c. Mampu menjalin hubungan dengan baik dan efektif dengan orang
lain.
d. Menjadi remaja yang produktif dan berprestasi.
6. Harga Diri Remaja
Para peneliti (Santrock, 2007: 185) menemukan bahwa harga diri
sering kali mengalami transisi dari sekolah dasar menuju sekolah
menengah. Selama dan setelah mengalami banyak transisi hidup,
harga diri individu sering kali mengalami penurunan. Penurunan harga
diri ini dapat berlangsung selama transisi dari awal atau pertengahan
hingga akhir sekolah menengah atas, dan dari sekolah menengah atas
hingga kampus.
Penurunan harga diri rupanya banyak terjadi pada remaja
perempuan. Menurut Harter (Santrock, 2007: 186), penurunan harga
diri remaja perempuan disebabkan mereka memiliki citra tubuh yang
lebih negatif selama masa pubertas, dibandingkan remaja laki-laki.
Harga diri rupanya berpengaruh terhadap prestasi remaja.
Baumeister dkk (Santrock, 2007: 187) mengatakan bahwa remaja
dengan harga diri tinggi lebih memiliki inisiatif, meskipun demikian
hal ini dapat memberikan dampak positif atau negatif.
Brown & Lohr (Santrock, 2002: 47) mengemukakan bahwa dalam
sebuah studi ditemukan bahwa keanggotaan klik dalam hubungan
dengan teman sebaya berkaitan erat dengan harga diri. Klik-klik yang
(remaja pinggir jalan yang suka membuat keonaran/keributan),
druggies or toughs (remaja yang terkenal karena menggunakan
obat-obat terlarang dan suka mengikuti kegiatan-kegiatan kenakalan
lainnya), dan nobodies (remaja yang memiliki
ketrampilan-ketrampilan sosial atau kemampuan intelektual yang rendah).
Remaja jocks dan populars memiliki harga diri yang tertinggi
sedangkan nobodies merupakan kelompok remaja yang memiliki
harga diri yang terendah.
C. Tinjauan Hasil Penelitian Lain yang Relevan
Sulistyowati (2009) mengadakan penelitian tentang hubungan
antara harga diri dan konformitas remaja. Jenis penelitian adalah penelitian
korelasi. Subyek penelitian adalah siswa-siswa kelas XI SMAK Sang
Timur Yogyakarta. Jumlah populasi penelitian ini adalah 56 orang yang
terdiri dari 31 orang siswa putra dan 25 orang siswa putri. Alat pengumpul
data adalah skala harga diri dan perilaku konformitas. Koefisien
reliabilitas skala harga diri sebesar 0,949 dan perilaku konformitas sebesar
0,926. Analisis data penelitian menggunakan analisis korelasi Product
Moment. Menurut penelitian ini terdapat hubungan negatif antara harga
diri dengan konformitas pada remaja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
semakin tinggi harga diri yang dimiliki oleh siswa, maka semakin rendah
konformitasnya, dan sebaliknya semakin rendah harga diri yang dimiliki
Pane (1999) mengadakan penelitian mengenai harga diri
siswa-siswi kelas II SLTP Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 1998/1999. Jenis
penelitian adalah penelitian deskriptif. Subyek penelitian adalah
siswa-siswi kelas II SLTP Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran 1998/1999.
Jumlah populasi penelitian ini adalah 94 orang. Alat pengumpul data
adalah Self Esteem Inventory (SEI) susunan Coopersmith (1967). Hasil
penelitian ini adalah (1) 36 (38, 3%) siswa berharga diri tinggi, 4 (4,2%)
siswa berharga diri sedang, dan 54 (57,5%) siswa berharga diri rendah. (2)
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal harga diri antara siswa
putra dan siswa putri kelas II SLTP Pangudi Luhur Sedayu tahun ajaran
1998/1999.
Nugraheni (2005) mengadakan penelitian mengenai hubungan
antara pola asuh orangtua demokratis dan harga diri anak pada siswa kelas
I SMP Negeri 6 Yogyakarta. Jenis penelitian adalah ex-post facto. Subyek
penelitian adalah siswa-siswi kelas I SMP Negeri 6 Yogyakarta. Jumlah
sampel penelitian ini adalah 120 orang. Alat pengumpul data adalah
kuesioner tentang pola asuh orangtua demokratis yang diadopsi dari alat
penelitian Barus direvisi oleh Mujiyana dan dikembangkan peneliti; dan
kuesioner tentang harga diri anak yang diadopsi dari alat penelitian Pane
dan dikembangkan oleh peneliti sendiri. Menurut penelitian ini pola asuh
orangtua demokratis berhubungan positif dan signifikan dengan harga diri
anak pada siswa kelas I SMP Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2004/2005
bahwa semakin demokratis pola asuh orangtua maka semakin tinggi harga
diri anak.
D. Program Pengembangan Harga Diri 1. Program Pengembangan Harga diri
Peserta didik sebagai individu sedang berada dalam proses
berkembang kearah kematangan dan kemandirian. Syamsu (Supriatna,
2011: 61) mengatakan bahwa untuk mencapai kematangan tersebut,
peserta didik membutuhkan bimbingan dari orang dewasa karena
mereka belum memiliki cukup wawasan atau pemahaman tentang
dirinya dan lingkungannya juga pengalaman dalam menentukan arah
kehidupannya. Dalam proses perkembangan peserta didik tentunya
akan mengalami banyak peristiwa atau pengalaman baik positif
ataupun negatif yang dapat mempengaruhi harga dirinya.
Harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang
meliputi lima aspek, yaitu fisik, kognitif, emosional, sosial dan
rohaniah/spiritual. Harga diri dapat mempengaruhi semua aspek hidup
peserta didik. Remaja perlu untuk memiliki harga diri yang tinggi
karena dengan memiliki harga diri tinggi, mereka akan menjadi pribadi
yang produktif dan berprestasi. Remaja yang memiliki harga diri tinggi
pada umumnya pribadi yang memiliki ciri-ciri: bertanggung jawab,
percaya diri, berprestasi dalam bidang akademik maupun non
akademik, mandiri, mau menerima tantangan, dan mampu mengatasi
tinggi perlu dimiliki setiap orang khususnya peserta didik, program
pengembangan harga diri hendaknya tetap dibuat dan dilaksanakan.
Program pengembangan harga diri bertujuan untuk membantu siswa 1)
mengembangkan ketrampilan menghargai diri sendiri, dan 2)
menyadari sebanyak mungkin hal yang positif dalam diri.
2. Evaluasi Program
Menurut Syamsu (Supriatna, 2011: 80), penilaian program
merupakan usaha untuk menilai sejauh mana pelaksanaan program itu
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi dapat pula diartikan
sebagai suatu usaha mendapatkan berbagai informasi secara berkala,
berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari
perkembangan sikap dan perilaku, atau tugas-tugas perkembangan
para siswa melalui program kegiatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan dan
ketercapaian tujuan dari program yang telah ditetapkan.
Ada dua macam aspek kegiatan penilaian program, yaitu penilaian
proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dimaksudkan untuk
mengetahui keefektifan program, sedangkan penilaian hasil
dimaksudkan untuk memperoleh informasi keefektifan program
Skema 1: Dinamika Pengembangan Harga Diri Remaja Pengenalan Diri Pemahaman Diri Penerimaan Diri HARGA DIRI
TINGGI
• Menerima sifat positif maupun negatif dalam diri • Menerima
kelebihan dan kekurangan dalam diri
Remaja yang memiliki harga diri tinggi akan menjadi pribadi yang:
a. Mandiri
b. Bertanggungjawab c. Bangga dengan
prestasinya d. Berani menerima
tantangan baru e. Menunjukkan sederet
perasaan dan emosi yang luas
f. Menoleransi frustrasi dengan baik
g. Merasa mampu mempengaruhi orang lain
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian mengenai (1) Jenis Penelitian, (2) Subjek Penelitian,
(3) Instrumen Penelitian, (4) Rencana Pengujian Instrumen, dan (5) Teknik
Analisis Data yang Digunakan dalam Penelitian.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dirancang untuk
memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan
(Furchan, 2007: 447). Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran tentang harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco
Yogyakarta tahun pelajaran 2012/2013.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Joannes
Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013. Karena itu, penelitian ini
termasuk penelitian populasi. Rincian jumlah siswa tiap kelas adalah
Tabel 1
Rincian Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta
Tahun Ajaran 2012/2013
No. Kelas Jumlah Siswa Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1 Tolerance 15 11 26
2 Responsibility 11 16 25
3 Happines 17 10 27
4 Simplicity 15 10 25
TOTAL 103
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa kuesioner yang mengungkap harga
diri siswa kelas VIII yang terbagi dalam lima aspek, yaitu fisik, kognitif,
emosional, sosial, dan rohani/spiritual. Jenis kuesioner yang digunakan
adalah kuesioner langsung tertutup, artinya responden menjawab
pertanyaan yang berhubungan dengan dirinya dan sudah disediakan
alternatif jawaban sehingga responden tinggal memilih alternatif jawaban
yang sesuai dengan dirinya dengan memberikan tanda check (√).
Kuesioner disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada teknik
penyusunan skala Likert yang kemudian dimodifikasi oleh peneliti,
sehingga terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu, “sangat menghargai”,
“menghargai”, “tidak menghargai” dan “sangat tidak menghargai”.
Alternatif jawaban dibuat hanya empat dengan maksud untuk
menghilangkan kecenderungan responden untuk memilih alternatif yang di
tengah. Jika ada lima alternatif jawaban, pemilihan alternatif yang di
belum dapat menentukan pilihan jawaban yang sesuai dengan
pengalamannya. Jika kebanyakan responden memilih alternatif yang di
tengah tengah, maka peneliti tidak akan mendapatkan jawaban yang pasti
(Sukardi, 2003: 147).
Item-item yang digunakan untuk mengungkap tingkat harga diri
subjek adalah berupa ungkapan-ungkapan yang bersifat favourable
(ungkapan positif). Kisi-kisi kuesioner yang diuji coba disajikan dalam
tabel 2.
Tabel 2
Kisi-Kisi Kuesioner Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013
No. Aspek Indikator Item Jumlah
1 Fisik 1.1 Siswa mampu menghargai perubahan fisiknya
1.4 Siswa mampu menghargai bentuk tubuhnya
7
2 Kognitif 2.1 Siswa mampu menghargai kemampuannya dalam memperhatikan lingkungan
8 9
2.2 Siswa mampu menghargai
kemampuannya dalam mengingat
9, 10, 11
2.3 Siswa mampu menghargai
kemampuannya dalam berbahasa
12
2.4 Siswa mampu menghargai
kemampuannya dalam membuat konsep, logika, dan pengambilan keputusan
kemampuannya dalam berkreasi
3 Emosional 3.1 Siswa mampu menghargai kemampuannya dalam mengenali emosi dirinya sendiri
17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25
20
3.2 Siswa mampu menghargai
kemampuannya dalam mengelola emosi
4 Sosial 4.1 Siswa mampu menghargai hubungannya dengan keluarga
37 4
4.2 Siswa mampu menghargai
hubungannya dengan teman sebayanya
38, 39
4.3 Siswa mampu menghargai
hubungannya dengan orang lain
40
5 Rohani/ Spiritual
Siswa mampu menghargai kehidupan rohaniahnya
41, 42, 43, 44
4
TOTAL 44 item
Penentuan skor untuk masing-masing jawaban adalah sebagai berikut:
untuk alternatif jawaban yang sangat menghargai adalah 4, skor untuk jawaban
menghargai adalah 3, skor untuk jawaban tidak menghargai adalah 2, dan skor
untuk jawaban sangat tidak menghargai adalah 1.
Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin tinggi harga diri siswa.
D. Uji Coba Alat
1. Validitas Instrumen
Validitas instrumen yang diuji adalah validitas isi (content
validity). Azwar (2009: 45) mengatakan
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat
professional judgment. Validitas isi berkenaan dengan isi instrumen; diperiksa untuk melihat sejauh mana aitem-aitem dalam alat peneltian (kuesioner) mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur atau sejauhmana isi alat penelitian mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur.
Dalam penelitian ini expert judgement dilakukan oleh dosen
pembimbing yaitu Drs. R. H. Dj. Sinurat, M. A., seorang dosen
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yaitu Juster Donal Sinaga, M. Pd., seorang guru
Bimbingan dan Konseling SMP Joannes Bosco Yogyakarta yaitu
Laurentia Vonny, S. Pd., dan guru Bahasa Indonesia SMP Joannes
Bosco Yogyakarta yaitu Dra. C. Bekti Susilowati. Setelah melakukan
uji ahli, kuesioner diujicobakan pada sebagian siswa kelas VIII SMP
Stella Duce II Yogyakarta. Jumlah siswa yang mengisi kuesioner
adalah 58 orang. Beberapa pertimbangan peneliti memilih SMP Stella
Duce II Yogyakarta sebagai tempat untuk melakukan uji coba
kuesioner, yaitu (a) sama-sama sekolah yang dimiliki oleh Yayasan
Katolik, (b) sama-sama memberikan layanan bimbingan tentang
Teknik statistik yang digunakan untuk menganalisa item-item
tersebut adalah teknik korelasi Product-Moment dari Pearson. Rumus
teknik Product-Moment dari Pearson adalah:
rxy= ∑ – ∑ ∑
∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
= korelasi skor-skor total kuesioner dan total butir-butir
N = jumlah subjek
X = skor sub total kuesioner
Y = skor total butir-butir kuesioner
XY = hasil perkalian antara skor X dan skor Y
Pengujian validitas berdasarkan program SPSS (Statistic
Programme for Social Science) versi 17.0. Perhitungan dengan SPSS
menggunakan patokan 0,30. Jika koefisien korelasinya ≥ 0,30, maka
item yang bersangkutan dinyatakan valid. Sedangkan, jika koefisien
relasinya < 0,30, maka item yang bersangkutan dinyatakan tidak valid.
Dari perhitungan statistik diperoleh 33 item yang valid dan 11 item
yang tidak valid. Jumlah item-item yang valid dan tidak valid terdapat
Tabel 3
Jumlah Item-Item yang Valid dan Tidak Valid
No. Aspek Indikator Jumlah
Item
1 Fisik 1.5 Siswa mampu menghargai perubahan fisiknya
2 Kognitif 2.2 Siswa mampu menghargai kemampuannya dalam membuat konsep, logika, dan pengambilan
3.8 Siswa mampu mengenali emosi orang lain
4 Sosial 4.2 Siswa mampu menghargai hubungannya dengan
Siswa mampu menghargai kehidupan rohaniahnya
2 2 4
Jumlah 33 11 44
Kesebelas item yang tidak valid semua dipertahankan dengan
direvisi terlebih dahulu agar ada cukup banyak item untuk
mengungkap harga diri siswa.
2. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah “sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya (Azwar, 2009: 4). Tingkat reliabilitas instrumen dapat
diungkapkan dengan koefisien alpha (α).
Untuk menghitung indeks reliabilitas kuesioner harga diri
digunakan program SPSS (Statistic Programme for Social Science)
versi 17.0. Rumus koefisien alpha (α) adalah sebagai berikut:
α= 2 [1-
S = Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2
2 x
Dari hasil data uji coba di SMP Stella Duce II Yogyakarta
diperoleh perhitungan koefisien reliabilitas seluruh instrumen dengan
menggunakan rumus koefisien alpha (α),yaitu 0,73. Hasil perhitungan
dikonsultasikan ke kriteria Guilford (Masidjo, 2006: 72). Kriteria
Guildford disajikan dalam tabel 4.
Tabel 4 Kriteria Guildford
Koefisien Korelasi Kualifikasi
0,91-1,00 Sangat Tinggi
0,71-0,90 Tinggi
0,41-0,70 Cukup Tinggi
1,21-0,40 Rendah
Negatif-0,20 Sangat Rendah
Berdasarkan kriteria Guildford dapat disimpulkan bahwa koefisien
reliabilitas kuesioner termasuk tinggi.
E. Prosedur Pengumpulan Data 1. Tahap persiapan
a. Mempelajari buku-buku tentang harga diri untuk mendapatkan
informasi.
b. Menyusun kuesioner dengan mengikuti beberapa langkah, yaitu:
1) Menetapkan dan mendefinisikan variabel penelitian, yaitu
deskripsi harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco
Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013.
2) Menjabarkan variabel penelitian ke dalam aspek-aspek dan
3) Menyusun item-item/butir-butir pernyataan sesuai dengan
aspek dan indikator yang sudah dibuat.
4) Melakukan expert judgement/mengkonsultasikan alat penelitian
(kuesioner) kepada ahli-ahli seperti dosen, guru BK, dan guru
Bahasa Indonesia.
5) Menghubungi guru BK dan Kepala Sekolah SMP Stella Duce
II Yogyakarta untuk meminta ijin mengadakan uji coba alat
penelitian.
6) Melaksanakan uji coba alat penelitian di SMP Stella Duce II
Yogyakarta pada tanggal 6 Oktober 2012.
7) Merevisi kuesioner dan mengkonsultasikan kepada dosen
pembimbing.
8) Menghubungi guru BK dan Kepala Sekolah SMP Joannes
Bosco Yogyakarta untuk meminta ijin melaksanakan penelitian
pada seluruh siswa kelas VIII.
2. Tahap pelaksanaan pengumpulan data
Kuesioner yang telah diujicobakan setelah direvisi dipergunakan
untuk mengumpulkan data penelitian. Pengumpulan data dilaksanakan
pada siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran
2012/2013 pada tanggal 19, 20, dan 27 Oktober 2012. Jumlah siswa di
SMP Joannes Bosco Yogyakarta sebanyak 105 orang, tetapi pada saat
pelaksanaan penelitian ada dua orang siswa yang tidak dapat
penelitian ini adalah 103 orang. Penyebaran dan pengawasan pengisian
kuesioner dilakukan oleh peneliti. Kuesioner yang disebarkan peneliti
berjumlah 103 eksemplar dan kembali sebanyak 103 eksemplar.
F. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data, yaitu:
1. Menentukan skor dari setiap alternatif jawaban. Norma skoring
adalah sangat menghargai: 4, menghargai: 3, tidak menghargai: 2,
sangat tidak menghargai: 1.
2. Membuat tabulasi skor dari item-item kuesioner dan menghitung
skor masing-masing responden.
3. Mengkategorisasikan kualifikasi harga diri siswa kelas VIII SMP
Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 berdasar
kriteria Azwar. Kategorisasi disusun berdasar distribusi normal
dengan model kategorisasi jenjang (ordinal). Azwar (2012: 147)
mengatakan bahwa kategorisasi jenjang (ordinal) bertujuan
menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang
posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang
diukur.
Norma kategorisasi dibuat dengan berpedoman pada norma
kategorisasi Azwar (2012: 147-148) dengan lima jenjang kategori
diagnosis, yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, sangat rendah.
Tabel 5 Norma Kategorisasi
Keterangan:
X maksimum teoretik: skor tertinggi yang diperoleh subjek penelitian
dalam skala.
X minimum teoretik: skor terendah yang diperoleh subyek penelitian
dalam skala.
σ (standart deviasi): luas jarak rentangan yang dibagi dalam 6 satuan
deviasi sebaran.
µ (mean teoretik): Rata-rata teoritis dari skor maksimum dan
minimum.
Kategori di atas digunakan untuk mengelompokkan tinggi rendah
harga diri siswa. Perhitungan dalam penggolongan norma kategorisasi
adalah sebagai berikut:
X minimum teoritik: 1 x 44 = 44
X maximum teoritik: 4 x 44 = 176
Luas Jarak: 176 – 44 = 132
Standar Deviasi (σ): 132 : 6 = 22
Mean teoretik: (176 + 44) : 2= 110
Perhitungan Skor Keterangan
µ+1.5σ X Sangat Tinggi
µ+0.5σ X ≤ µ+1.5σ Tinggi
µ-0.5σ X ≤ µ+0.5σ Cukup
µ-1.5σ X ≤ µ-0.5σ Rendah
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan kategori skor. Kategori
skor disajikan dalam tabel 6.
Tabel 6
Kategori Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Stella Duce II Yogyakarta
K
Kategorisasi ini digunakan sebagai acuan atau norma dalam
mengelompokkan skor individu dalam kategorisasi/ skala harga
diri siswa.
No. Formula Kriteria Rerata Skor Kategori (Kualitatif)
1 µ+1.5σ X >143 Sangat Tinggi
2 µ+0.5σ X ≤ µ+1.5σ 122-143 Tinggi 3 µ-0.5σ X ≤ µ+0.5σ 100-121 Cukup
4 µ-1.5σ X ≤ µ-0.5σ 78-99 Rendah
BAB IV
HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN PROGRAM PENGEMBANGAN HARGA DIRI
Bab ini berisi uraian mengenai (1) Hasil Penelitian Mengenai Harga Diri
Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013, (2)
Pembahasan Hasil Penelitian, (3) Program Pengembangan Harga Diri.
A. Hasil Penelitian
Deskripsi Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013
Berdasarkan data yang terkumpul dan diolah dengan menggunakan
kriteria Azwar (2012: 147-148) dapat diketahui harga diri siswa kelas VIII
SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 seperti yang
disajikan dalam tabel 7.
Tabel 7
Penggolongan Deskripsi Harga Diri Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013
Berdasarkan tabel 7, terlihat bahwa:
1. Ada 69 orang siswa (67%) yang memiliki harga diri yang sangat
tinggi.
2. Ada 34 orang siswa (33%) yang memiliki harga diri yang tinggi.
3. Tidak ada siswa (0%) yang memiliki harga diri cukup.
4. Tidak ada siswa (0%) yang memiliki harga diri rendah.
5. Tidak ada siswa (0%) yang memiliki harga diri sangat rendah.
Dari hasil penelitian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa sebagian
besar siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran
2012/2013 memiliki harga diri yang sangat tinggi.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu dalam
pembahasan ini, kategori “sangat tinggi” dan “tinggi” disatukan menjadi
sangat tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, seluruh siswa (100%) kelas VIII SMP
Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 memiliki harga diri
yang sangat tinggi. Hasil penelitian ini rupanya berbeda dengan dugaan
awal peneliti. Peneliti mendapatkan kesan bahwa ada beberapa
kemungkinan yang membuat hasil penelitian berbeda dengan dugaan awal
peneliti. Kemungkinan-kemungkinan tersebut antara lain: 1) sebagian
besar siswa ingin memberikan jawaban yang menyenangkan, dan 2)
sebagian besar siswa tidak serius dalam menjawab atau mengisi kuesioner.
pengisian kuesioner. Pengisian kuesioner pada saat itu dilakukan pada
pukul 08.20 WIB dan 12.10 WIB. Pada saat itu sebagian besar siswa
tampak tergesa-gesa, merasa jenuh, dan lelah. Azwar (2012: 13)
mengatakan bahwa responden tidak akan memberikan jawaban yang valid
apabila responden harus menjawab skala dalam keadaan sakit, lelah,
tergesa-gesa, tidak berminat, merasa terpaksa, dan semacamnya. Meskipun
hasil penelitian berbeda dengan dugaan awal, peneliti tetap berpegang
pada data yang menghasilkan hasil penelitian ini karena 1) peneliti sudah
mendasarkan diri pada expert judgement, 2) kuesioner bersifat rahasia
karena siswa tidak perlu mencantumkan nama (anonim), dan 3) peneliti
sudah melakukan uji coba kuesioner sebelum pengambilan data.
Tingginya harga diri siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco
Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 boleh jadi dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain penerimaan dari orang-orang sekitar (keluarga, teman
atau sahabat, tokoh-tokoh masyarakat, dan sebagainya) dan kesadaran
siswa bahwa dirinya berharga. Hal ini diperkuat oleh pendapat Clemes dkk
(2011: 79-80) yang menyebutkan bahwa ada empat kondisi yang
mempengaruhi tingginya harga diri yang kiranya berlaku juga bagi siswa
kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013, yaitu
rasa terikat, rasa unik, rasa berkuasa, dan model. Rasa terikat merupakan
perasaan yang dimiliki remaja ketika mereka memperoleh kepuasan dari
hubungan yang berarti baginya dan hubungan ini dipertegas/diperkuat/