• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS III SMU. Lilis Selytania Sukarti INTISARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS III SMU. Lilis Selytania Sukarti INTISARI"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

1 Lilis Selytania

Sukarti

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi ujian nasional. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi ujian nasional.

Subjek dalam penelitian adalah siswa kelas tiga di SMUN III kota Banjar, yang akan menghadapi ujian nasional.Tekhnik pengambilan subjek adalah dengan tekhnik purposive sampling technique. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecemasan menghadapi ujian nasional berjumlah 50 aitem yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori dari Sue, dkk (1986) dengan reliabilitas alpha 0,934 dan skala kepercayaan diri berhumlah 34 aitem yang dimodifikasi oleh peneliti dari Lauster (1976).

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS versi 12.00 for windows, untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi ujian nasional.

Tekhnik analisis yang dipakai adalah korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = -0.608 dengan p = 0.000 (p<0.01), yang artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi ujian nasional. Semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah kecemasan menghadapi ujian nasional. Sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri semakin tinggi kecemasan menghadapi ujian nasional.

Jadi hipotesis yang diajukan diterima.

Kata Kunci : Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional, Kepercayaan Diri

(2)

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS III SMU

Pengantar

Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda agar menjadi sumber daya manusia (SDM), yang mampu bersaing dalam era persaingan bebas. Pendidikan sangat terkait dengan adanya sistem pendidikan yang diterapkan, karena sistem pendidikan memainkan peranan penting dalam menciptakan peserta didik yang berkualitas, tangguh, kreatif, mandiri dan profesional. Oleh karena itu, untuk mewujudkan tujuan dari sistem pendidikan evaluasi memegang peranan yang amat penting. Dari evaluasi itu para pengambil keputusan pendidikan mendasari diri dalam memutuskan apakah seseorang siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak serta layak diberikan sertifikasi atau tidak.

Tanpa evaluasi tidak dapat diketahui sejauhmana keluaran pendidikan telah sesuai atau bahkan menyimpang dari tujuan awal yang telah dicanangkan. Evaluasi yang dilakukan secara benar akan banyak manfaatnya karena dari hasil evaluasi itu akan diperoleh umpan balik yang berharga bagi masukkan maupun proses pendidikan (Hisyam, 2000). Terkait dengan persoalan diatas, belum lama ini banyak terdapat perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem evaluasi belajar di Indonesia.

Sejak tahun ajaran 2002/2003, pemerintah mengganti Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN) sebagai

(3)

tolak ukur atau parameter akhir dari proses pendidikan. Sistem UAN diberlakukan pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Umum (SMU), Madrasah Aliyah (MA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), sedangkan mata pelajaran yang diujiankan hanyalah matematika, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dalam mekanisme Ujian Nasional yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005 (Koran Tempo, 4 Februari 2005).

Selanjutnya pada tahun pelajaran 2005/2006, UAN berganti istilah menjadi Ujian Nasional (UN). Kebijakan yang berlaku juga berbeda dari tahun ke tahun sebelumnya. Nilai minimal standar kelulusan yang semula 4.25 dinaikan menjadi 4,26 untuk nilai setiap mata pelajaran dan rata-rata nilai ujian nasional harus lebih dari 4,5. ini berarti nilai ketiga mata pelajaran jumlahnya minimal harus 13,5.

kebijakan ini sesuai dengan PP No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Apabila tidak lulus pada ujian tersebut, siswa peserta harus mengulang ujian pada Ujian Nasional tahun berikutnya (Pikiran Rakyat, 19 Oktober 2005).

Untuk tahun ajaran 2006/2007, Menteri Pendidikan Nasional membuat peraturan standar kelulusan baru. Pada aturan baru itu, semua siswa dinyatakan lulus dengan syarat nilai ujian nasional (UN)-nya minimal 5,0 dan nilai ujian sekolah (US)-nya minimal harus 6,0. Padahal, pada tahun ajaran sebelumnya, siswa dinyatakan lulus hanya dengan melihat nilai UN-nya saja. Mata pelajaran yang di-UN-kan dan harus diikuti oleh siswa IPS adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Ekonomi/Akutansi. Sedangkan mata pelajaran yang di UN-

(4)

kan, adalah Geografi, Sosiologi, Sejarah, PPKN, Olahraga, Kesenian, Agama dan Matematika. Sedangkan mata pelajaran UN untuk siswa IPA adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika. Untuk US-nya, mata pelajaran yang harus diikuti siswa adalah Fisika, Biologi, Kimia, PPKN, Agama, Olahraga, Kesenian dan Sejarah (http://www.republika.co.id/).

Meskipun nilai standarisasi kelulusan UN bertambah dari tahun ke tahun dan dirasakan sebagai beban berat bagi siswa, namun kenyataannya mau tidak mau Ujian Nasional (UN) harus tetap diikuti dan tetap berfungsi sebagai “hakim”

yang dapat memutuskan seorang itu bernasib baik (lulus) atau buruk (tidak lulus).

Dalam situasi yang seperti ini akan muncul perasaan tertekan, kekhawatiran dan ketakutan akan kegagalan dalam UN tersebut yang dirasakan oleh berbagai pihak, diantaranya para guru, orangtua siswa dan siswa itu sendiri. Tentu saja derajat kecemasan siswa berbeda-beda. Namun prinsipnya, tinggi rendahnya kecemasan seseorang terhadap sesuatu ditentukan oleh berat ringannya konsekuensi yang akan diterimanya jika mengalami kegagalan. Kenyatan tidak lulus dan harus mengulangi kelas tiga lagi jika gagal ujian adalah konsekuensi yang sangat berat bagi siswa (http://psikologi.umm.ac.id/).

Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang. Kepercayaan diri berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh seseorang. Banyak masalah yang timbul karena seseorang tidak memiliki kepercayaan diri, misalnya saja siswa yang menyontek saat ujian merupakan salah satu contoh bahwa siswa tersebut tidak percaya pada kemampuan dirinya sendiri, ia lebih menggantungkan

(5)

kepercayaannya pada pihak lain. Hal ini menggambarkan ketidaksiapan terutama para diri siswa dalam menghadapi ujian nasional. Selain itu rendahnya rasa percaya diri yang dimiliki siswa, mendorong siswa untuk melakukan kecurangan dalam mengerjakan soal-soal ujian nasional. Ini dilakukan karena adanya perasaan-perasaan tertekan dan cemas yang dialami oleh siswa karena takut gagal dan tidak lulus dalam ujian nasional yang memiliki standar penilaian yang sangat ketat.

Seorang siswa yang memiliki kepercayaan diri akan berusaha keras dalam melakukan kegiatan belajar. Seseorang memiliki kepercayaan tinggi memiliki rasa optimis dalam mencapai sesuatu sesuai dengan diharapankan. Sebaliknya, seseorang yang memiliki kurang memiliki kepercayaan diri menilai bahwa dirinya kurang memiliki kemampuan. Penilaian negatif mengenai kemampuannya tersebut dapat menghambat usaha yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai. Pandangan dan penilaian negatif tersebut menyebabkan siswa tidak melakukan sesuatu kegiatan dengan segala kemampuan yang dimiliki.

Padahal mungkin sebenarnya kemampuan tersebut dimilikinya. Siswa yang kurang percaya diri akan semakin sulit mencapai harapan dan cita-cita yang diinginkan, keadaan ini akan menimbulkan perasaan cemas pada ketidakmampuannya tersebut terutama pada saat siswa menghadapi Ujian Nasional pada tahun ajaran 2006/2007 dengan standarisasi nilai kelulusan semakin tinggi yaitu minimal 5,0.

Berdasarkan uraian diatas, diasumsikan bahwa ada hubungan negatif antara kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi ujian nasional pada siswa SMU.

(6)

Semakin tinggi tingkat kepercayaan diri siswa maka semakin rendah kecemasan menghadapi ujian nasional dan sebaliknya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepercayaan diri dengan kecemasan terhadap ujian nasional pada siswa SMU.

Tinjauan Pustaka

Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan

Kecemasan biasanya timbul karena ancaman atau bahaya yang tidak nyata yang sewaktu-waktu mungkin terjadi pada diri individu, misalnya individu tiba- tiba merasa cemas karena dia berada dalam lingkungan yang baru ataupun dalam situasi atau lingkungan yang kurang mendukungnya. Biasanya kecemasan bersifat subjektif serta ditandai dengan adanya perasaan tegang, khawatir, takut dan adanya perubahan fisiologis seperti peningkatan denyut nadi, pernafasan, dan tekanan darah (Lazarus, 1976).

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan ialah suatu kondisi atau perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan yang mengancam diri individu, dimana objek penyebab kecemasan itu tidak jelas. Sehingga menyebabkan individu merasa khawatir, was-was, dan tidak tahu terhadap apa yang terjadi di masa yang akan datang. Orang yang merasa cemas dapat diketahui

(7)

dengan melihat gejala-gejala fisiologis maupun psikologis yang timbul oleh rasa cemas tersebut.

Pengertian Kecemasan MenghadapiUN

Menurut Lewis (Larinta, 2006) kecemasan menghadapi tes adalah pengalaman buruk yang kurang menyenangkan yang dialami individu baik disaat persiapan tes, menjelang dan selama pelaksanaan tes. Seseorang yang menderita kecemasan yang tinggi dalam menghadapi tes menyebabkan seseorang terhambat atau kurang dalam memperoses informasi dan tidak dapat menemukan cara pemecahan masalah yang tepat.

Kecemasan menghadapi ujian nasional pada siswa SMU adalah suatu keadaan atau perasaan yang tidak menyenangkan yang mengakibatkan siswa mengalami perasaan khawatir, tegang, takut dan tidak berdaya dalam tingkat yang berbeda-beda karena ketidakmampuan menyesuaikan diri yang timbul pada saat menghadapi ujian nasional.

Aspek-Aspek Kecemasan

Sue, dkk (1986) membagi kecemasan dalam bentuk reaksi kecemasan, yang dibagi menjadi empat aspek yang menunjuk pada gejala-gejala yang mungkin dihadapi oleh pelajar saat mereka cemas menghadapi ujian, yaitu:

a. Reaksi kognitif, bervariasi dari rasa khawatir yang ringan sampai dengan rasa panik. Reaksi ini muncul berupa kesukaran dalam konsentrasi, sukar membuat keputusan dan sulit tidur.

b. Reaksi motorik, berupa gelisah, melangkah tidak menentu, menekan-nekan ruas jari, menggigit bibir dan kuku jari.

(8)

c. Reaksi somatik, meliputi reaksi fisik dan biologis seperti bernafas pendek- pendek, mulut kering, tangan dan kaki dingin, sakit perut, sering buang air kecil, pusing, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, berkeringat, otot menegang (khususnya pada bagian leher dan bahu).

d. Reaksi afektif, berupa kekhawatiran dan gelisah.

Kecemasan menghadapi ujian akan mempengaruhi keadaan seseorang yang ditunjukkan dengan timbulnya reaksi-reaksi fisik maupun psikis yang menyebabkan terganggunya performasi siswa saat mempersiapkan dan mengerjakan ujian.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Atkinson dan Hilgard (1996) timbulnya kecemasan bersumber dari dua faktor yang terjadi pada diri individu yaitu: a) faktor internal yakni faktor yang ada dalam diri sendiri; misalnya perasaan tidak mampu, tidak percaya diri, perasaan bersalah dan rendah diri; b) faktor eksternal, merupakan dari luar diri sendiri; seperti dukungan dan kondisi lingkungan keluarga, masyarakat, dan sebagainya.

Kecemasan yang dialami oleh siswa SMU adalah kecemasan pada saat menghadapi ujian nasional yang dianggap sebagai sesuatu yang mengancam yang dapat menimbulkan kecemasan pada diri siswa tersebut. Secara emosional siswa yang merasa tidak mampu akan semakin cemas, hal ini karena ujian nasional memiliki standarisasi penilaian yang sangat ketat.

(9)

Kepercayaan Diri Pengertian Kepercayaan Diri

Lauster (1978) menjelaskan kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas melakukan hal yang disukainya bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang dan memiliki dorongan untuk berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya. Kepercayaan diri merupakan keyakinan terhadap diri sendiri bahwa ia memiliki kemampuan dan kelemahan, dan dengan kemampuan tersebut ia merasa optimis dan yakin akan mampu mengatasi masalahnya dengan baik (Dariyo, 2004).

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin pada kemampuan diri sendiri, yang didasari atas tindakan antisipatif yang cenderung mengarah kearah masa depan sehingga timbul rasa optimis untuk mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.

Aspek-Aspek Kepercayaan Diri

Aspek-aspek kepercayaan diri menurut Lauster (1978) aspek-aspek kepercayaan diri meliputi:

1) Optimis

Yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.

2) Keyakinan pada kemampuan sendiri

(10)

Sikap positif seseorang yang mengerti dengan sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya.

3) Toleransi

Sikap menghargai, menenggang, tidak mau capur tangan serta membiarkan tindakan, sikap dan pendapat orang lain.

4) Ambisi normal

Suatu keadaan seseorang yang memiliki keinginan untuk mencapai segala sesuatu yang dicita-citakan.

5) Tanggung jawab

Kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.

6) Rasa aman

Keadaan seseorang yang merasa tidak takut dan khawatir mengenai pemuasan kebutuhannya dikemudian hari dan mampu menghadapi segala sesuatu dengan tenang.

7) Mandiri

Sikap positif seseorang untuk tidak bergantung pada orang lain.

8) Mudah menyesuaikan diri

Sikap positif yang dimiliki oleh seseorang untukmelakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya sehingga merasa sesuai dan cocok dengan lingkungan tersebut.

(11)

Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri

Wibowo (1998) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri adalah :

a. Pola asuh

Kepercayaan diri bukan merupakan sifat bawaan. Kepercayaan diri sudah terbentuk pada tahun pertama yang diperoleh dari perlakuan orang yang merawat, mengasuh, dan memenuhi segala kebutuhan anak. Sikap orang tua yang terlalu melindungi menyebabkan rasa percaya diri anak kurang, karena sikap tersebut membatasi pengalaman anak (Gunarsa dan Gunarsa, 1991).

b. Tingkat pendidikan

Syamsial (Wibowo, 1998) menunjukkan bahwa remaja yang tamatan SLTA cenderung memiliki kepercayaan diri lebih tinggi dari pada remaja yang putus sekolah.

c. Jenis kelamin

Menurut Hurlock (1990) perbedaan kepercayaan diri antara pria dan wanita disebabkan karena sejak dulu di masyarakat terbentuk anggapan bahwa peran pria dianggap lebih bergengsi daripada wanita. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap perkembangan konsep diri dan harga diri yang pada akhirnya juga berpengaruh pada perkembangan kepercayaan diri.

d. Penampilan fisik

Hurlock (1990) berpendapat bahwa reaksi seseorang terhadap penampilan dirinya sendiri dan reaksi orang lain terhadap penampilan orang tersebut, berpengaruh pada pembentukan konsep diri dan harga diri yang pada akhirnya

(12)

mempunyai kepercayaan diri. Jika reaksi yang didapat adalah reaksi positif, maka penampilan diri merupakan unsur yang menguntungkan bagi kepercayaan diri. Sebaliknya, apabila reaksi yang diperoleh adalah reaksi negatif, maka penampilan diri menjadi unsur yang merugikan bagi perkembangan kepercayaan diri.

e. Status sosial ekonomi,

Penelitian Schulz (1994) menemukan bahwa anak yang dilahirkan dalam keluarga kelas atas (upper class) memiliki kepercayaan diri yang lebih baik daripada anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga kelas bawah (lower class). Hal ini disebabkan anak-anak yang berasal dari keluarga atas memiliki

status sosial yang lebih mapan dan terpandang dalam pergaulan, mereka cenderung lebih dihargai dan diperhatikan sehingga mereka cenderung lebih percaya diri.

f. Prestasi Belajar

Kumara (1990) dalam penelitiannya terhadap sekelompok mahasiswa fakultas psikologi Universitas Gajah Mada, menemukan bahwa prestasi belajar berpengaruh pada kepercayaan diri. Menurut mahasiswa yang berprestasi belajarnya tinggi ternyata lebih percaya diri daripada mahasiswa yang berprestasi belajarnya rendah.

(13)

Dinamika Psikologis Antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa SMU

Masa remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik. Secara lebih rinci menurut Thornburg (Dariyo, 2004) masa remaja terbagi menjadi tiga tahap, yaitu: (a) remaja awal (usia 13-14 tahun), pada masa ini umumnya individu telah memasuki pendidikan di bangku sekolah menegah tingkat pertama (SLTP); (b) remaja tengah (usia 15-17 tahun) sedangkan masa remaja tengah, individu sudah duduk di sekolah menengah atas (SMU); (c) ramaja akhir (usia 18-21 tahun) pada masa ini remaja umumnya sudah memasuki perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja.

Dalam kaitannya dengan masa perkembangan remaja, Erikson (Gunarsa, 2003) berpendapat bahwa pada masa remaja tujuan utama dari keseluruhan perkembanganya adalah pembentukan identitas diri. Setiap individu harus melalui tugas-tugas perkembangan sesuai dengan tahap perkembangannya. Menurut Hurlock (1980) salah satu tugas perkembangan remaja yaitu berhubungan dengan penyesuaian sosial. Keberhasilan individu dalam menunaikan tugas perkembangannya, akan menentukan perkembangan kepribadiannya. Seorang individu yang mampu menjalaninya dengan baik akan timbul perasaan mampu percaya diri, berharga, dan optimis menghadapi masa depannya, sebaliknya individu yang gagal akan merasakan bahwa dirinya adalah orang yang tidak mampu, putus asa, ragu-ragu, rendah diri, dan pesimis menghadapi masa depannya (Dariyo, 2004).

(14)

Lingkungan sosial seperti sekolah, memiliki arti penting bagi perkembangan remaja. Menurut Sulaeman (1995) sekolah menengah mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk konsep-konsep para remaja tentang siapa dirinya dan akan menjadi apa kelak. Sekolah menengah juga merupakan jalan ke arah dunia yang lebih luas yang akan dimasuki oleh para remaja. Apa bila para remaja berhasil di sekolah menengah, masa depan tetap terbuka. Sebaliknya apabila mengalami kegagalan dan meninggalkan sekolah, maka akan berpengaruh bagi masa depannya. Berkaitan dengan hal ini Gunarsa (2003) menyebutkan bahwa pada diri remaja mengalami perubahan-perubahan yang tidak saja didalam dirinya, akan tetapi juga perubahan dari luar dirinya, seperti perubahan sikap orang tua, anggota keluarga lain, sikap guru-guru di sekolah, cara dan metodik mengajar guru yang berbeda, dan kurikulum yang berubah.

Adanya perubahan sistem kurikulum pada evaluasi belajar dari Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) menjadi Ujian Nasional (UN) sejak pada tahun ajaran 2002/2003, membawa pengaruh pada diri siswa yang dapat berupa perasaan cemas. Hal ini dapat dilihat dari fenomena banyaknya siswa yang tidak lulus dalam ujian nasional pada tahun-tahun sebelumnya, yang disebabkan oleh nilai standar kelulusan yang ditetapkan relatif tinggi dan terus meningkat tiap tahunnya, materi yang diujikan hanya mencakup tiga mata pelajaran misalnya untuk siswa program IPA materi yang diujikan yaitu, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Matematika; sedangkan untuk siswa program IPS materi yang diujikan yaitu, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Ekonomi/Akuntansi.

Adanya perubahan-perubahan tersebut diatas dapat menimbulkan kecemasan

(15)

tersendiri bagi siswa dalam menghadapi ujian nasional. Dari keadaan ini siswa yang mengalami perasaan cemas, akan menganggap ujian nasional sebagai sesuatu yang mengancam sehingga siswa merasa sulit untuk lulus. Keadaan ini semakin membuat siswa merasa pesimis, tertekan, dan tidak berdaya dalam menghadapi ujian nasional.

Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang. Kepercayaan diri berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh seseorang. Dengan kepercayaan diri individu akan dapat melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya yang didasarkan pada cara pandang individu terhadap dirinya.

Individu akan mampu membuka dirinya untuk menerima banyak hal serta dapat mengembangkan dirinya secara maksimal dan pada akhirnya mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan (Rahmat, 1991).

Menurut Lauster (1978) kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas melakukan hal yang disukainya bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang dan memiliki dorongan untuk berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangannya.

Kepercayaan diri akan memberikan suatu dampak kepada individu. Hal ini dijelaskan oleh Weinberg dan Gorld (Satiadarma, 2000) bahwa rasa percaya diri memberikan dampak-dampak positif pada hal-hal berikut ini:

(16)

a. Emosi, individu yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi akan lebih mudah mengendalikan dirinya di dalam suatu keadaan yang menekan.

b. Konsentrasi, seorang individu akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada hal tertentu tanpa rasa terlalu khawatir.

c. Sasaran, individu cenderung mengarah pada sasaran yang cukup menantang, karena juga akan mendorong dirinya untuk berupaya lebih baik.

d. Usaha, individu tidak mudah patah semangat dan frustasi dalam berupaya meraih cita-citanya dan cenderung tetap berusaha kuat secara optimal sampai usahanya berhasil.

e. Strategi, individu mampu mengembangkan berbagai stategi untuk memperoleh hasil usahanya.

f. Momentum, seorang individu akan menjadi lebih tenang, ulet, tidak mudah patah semangat, terus berusaha mengembangkan dan membuka peluang bagi dirinya.

Dalam kaitannya dengan ujian nasional, siswa yang memiliki kepercayaan diri akan mensikapi ujian nasional sebagai tantangan yang harus diselesaikan dengan baik dan penuh tanggung jawab, agar harapan-harapannya dapat tercapai.

Selain itu individu yang memiliki kepercayaan diri akan memiliki sikap positif mudah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya, tidak merasa takut dan khawatir serta menghadapi segala sesuatu dengan tenang. Sebaliknya bagi siswa yang kurang memiliki rasa percaya diri, akan menganggap ujian nasional sebagai suatu ancaman yang membuat siswa tersebut merasa cemas.

(17)

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya kepercayaan diri yang dimiliki siswa akan lebih mendorong dan menumbuhkan perasaan mampu serta yakin pada kemampuan dirinya, lebih bersikap antisipatif ke arah masa depan dengan upaya mempersiapkan diri sedini mungkin, sehingga siswa diharapkan tidak merasa cemas pada saat menghadapi ujian nasional.

Hipotesis

Ada hubungan yang negatif antara kepercayaan diri dengan kecemasan dalam menghadapi ujian nasional pada siswa SMU. Semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah kecemasan dalam menghadapi ujian nasional pada siswa SMU, dan sebaliknya.

Metodelogi Penelitian Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Tergantung : Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2. Variabel Bebas : Kepercayaan Diri

Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Pengertian Kecemasan MenghadapiUN

Kecemasan menghadapi ujian nasional pada siswa SMU adalah suatu keadaan atau perasaan yang tidak menyenangkan yang mengakibatkan siswa mengalami perasaan khawatir, tegang, takut dan tidak berdaya dalam tingkat yang berbeda-beda karena ketidakmampuan menyesuaikan diri yang timbul pada saat menghadapi ujian

(18)

nasional. Aspek-aspek kecemasan menghadapi ujian nasional berdasarkan dari teori Sue, dkk (1986) yaitu manifestasi reaksi kecemasan dibagi menjadi empat aspek yang menunjuk pada gejala-gejala yang mungkin dihadapi oleh pelajar saat mereka cemas menghadapi ujian, yaitu:

e. Reaksi kognitif, bervariasi dari rasa khawatir yang ringan sampai dengan rasa panik. Reaksi ini muncul berupa kesukaran dalam konsentrasi, sukar membuat keputusan dan sulit tidur.

f. Reaksi motorik, berupa gelisah, melangkah tidak menentu, menekan-nekan ruas jari, menggigit bibir dan kuku jari.

g. Reaksi somatik, meliputi reaksi fisik dan biologis seperti bernafas pendek- pendek, mulut kering, tangan dan kaki dingin, sakit perut, sering buang air kecil, pusing, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, berkeringat, otot menegang (khususnya pada bagian leher dan bahu).

h. Reaksi afektif, berupa kekhawatiran dan gelisah.

Semakin tinggi skor yang diperoleh maka kecemasan menghadapi ujian nasional semakin tinggi pula, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh maka kecemasan menghadapi ujian nasional semakin rendah.

2. Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin pada kemampuan diri sendiri, yang didasari atas tindakan antisipatif yang cenderung mengarah kearah masa depan sehingga timbul rasa optimis untuk mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.

(19)

Skala untuk mengukur kepercayaan diri berasal dari teori yang diungkapkan oleh Lauster (1978) yaitu: 1) rasa aman; 2) ambisi normal; 3) keyakinan pada kemampuan diri; 4) mandiri; 5) toleran; 6) optimis; 7) tanggung jawab; 8) mudah menyesuaikan diri. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka kepercayaan diri semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh maka kepercayaan diri semakin rendah.

Subyek Penelitian

Karakteristik subjek yang menjadi sasaran dari penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) sedang duduk di kelas III yang bertempat di SMUN III Kota Banjar, Jawa Barat. Subjek berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, yang berjumlah 48 orang.

Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket. Menurut Walgito (1989) Angket adalah laporan mengenai diri sendiri. Angket terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk mengungkap informasi dari subyek yang relevan dengan tujuan penelitian. Adapun angket yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari dua macam, yaitu:

1. Kecemasan menghadapi ujian nasional

Angket yang digunakan untuk mengukur kecemasan menghadapi ujian nasional berdasarkan teori dari Sue, dkk (1986), yang disusun oleh peneliti, yang berisi beberapa aspek berikut ini: 1) Reaksi kognitif, 2) Reaksi motorik, 3) Reaksi

(20)

somatik, 4) Reaksi afektif. Dalam skala ini terdapat empat pilihan jawaban yang tersedia, yaitu :1) Pernyataan favorabel SS (Sangat sesuai) = 4, S (Sesuai) = 3, TS (Tidak Sesuai) = 2, STS (Sangat Tidak Sesuai) = 1. Sedangkan 2) Pernyataan unfavorabel STS (Sangat Tidak Sesuai) = 4, TS (Tidak Sesuai) = 3, S (Sesuai) = 2, SS (Sangat Sesuai) = 1.

2. Kepercayaan Diri

Angket kepercayaan diri yang digunakan berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Lauster (1978) yang telah dimodifikasi oleh peneliti yaitu: (1) rasa aman, (2) ambisi normal, (3) keyakinan pada kemampuan diri, (4) mandiri, (5) toleran, (6) optimis, (7) bertanggung jawab, (8) mudah menyesuaikan diri.

Dalam skala ini terdapat empat pilihan jawaban yang tersedia, yaitu :1) Pernyataan favorabel SS (Sangat sesuai) = 4, S (Sesuai) = 3, TS (Tidak Sesuai) = 2, STS (Sangat Tidak Sesuai) = 1. Sedangkan 2) Pernyataan unfavorabel STS (Sangat Tidak Sesuai) = 4, TS (Tidak Sesuai) = 3, S (Sesuai) = 2, SS (Sangat Sesuai) = 1.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah korelasi product moment (r) dari Pearson. Alasan digunakan korelasi product moment karena penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung (Azwar, 1999). Berdasarkan teknik korelasi product moment, apabila didapatkan koefisien korelasi yang signifikan, berarti terdapat hubungan antara variabel bebas dan

(21)

variabel tergantung. Sebaliknya apabila koefisien korelasi tidak signifikan, berarti tidak terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 12,0 for windows.

Hasil Penelitian

Tabel 1

Deskripsi data penelitian

Empirik Hipotetik

Variabel

Min Maks M SD Min Maks M SD Kecemasan

Menghadapi UN Kepercayaan diri

88 158 123,42 13,876

77 127 99,79 11,158

50 200 125 25 35 140 87,5 17,5

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa rerata empirik kecemasan menghadapi ujian nasional sebesar 123,42 di bawah rerata hipotetik sebesar 125 dengan standar deviation (SD) sebesar 25. Sedangkan untuk mean empirik kepercayaan diri sebesar 99,79 diatas rerata hipotetik sebesar 87,5 dengan standar deviation (SD) sebesar 17,5. Hasil kategorisasi subyek pada skala kecemasan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2

Kategorisasi Skor Variabel Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional

Skor Kategorisasi Jumlah %

X < 80 Sangat Rendah 0 0 %

80 < X < 110 Rendah 9 18,9 %

110 < X < 140 Sedang 36 74,8 %

140 < X < 170 Tinggi 3 6,3 %

X > 170 Sangat Tinggi 0 0

48 100 %

(22)

Hasil masing-masing variabel kecemasan menghadapi ujian nasional memiliki rentang 170 > X untuk ketegori sangat tinggi, 140 < X = 170 untuk kategori tinggi, 110 < X = 140 untuk kategori sedang, 80 < X = 110 untuk kategori rendah, X = 80 untuk kategori sangat rendah. Berdasarkan deskripsi data penelitian diketahui bahwa rerata empirik keseluruhan subjek adalah 123,42 sehingga dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi ujian nasional dalam penelitian ini berada dalam kategori sedang.

Tabel 3

Kategorisasi Skor kepercayaan diri

Skor Kategorisasi Jumlah %

X < 56 Sangat Rendah 0 0 %

56 < X < 77 Rendah 1 2,1 %

77 < X < 98 Sedang 24 50 %

98 < X < 119 Tinggi 21 43,7 %

X > 119 Sangat Tinggi 2 4,2 %

48 100 %

Hasil masing-masing variabel kepercayaan diri memiliki rentang 119 > X untuk ketegori sangat tinggi, 98 < X = 119 untuk kategori tinggi, 77 < X = 98 untuk kategori sedang, 56 < X = 77 untuk kategori rendah, X = 56 untuk kategori sangat rendah. Berdasarkan deskripsi data penelitian diketahui bahwa rerata empirik keseluruhan subjek adalah 99,79 sehingga dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri dalam penelitian ini berada dalam kategori tinggi.

(23)

Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 12,0 pada variabel kecemasan menghadapi ujian nasional dan kepercayaan diri dengan menggunakan teknik One Sample Kolmogorov Smirnov. Hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel 4

Tabel 4

Hasil uji normalitas

Variabel Skor KS-Z p Kategori

Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Kepercayan diri

0.830

0.712

0.497

0.692

Normal

Normal

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kecemasan menghadapi ujian nasional mempunyai skor KS-Z = 0.830 dan p = 0.497 (p=0.05) sehingga data normal. Kepercayaan diri mempunyai skor KS-Z = 0.712 dan p = 0.692 (p=0.05) sehingga data normal.

b. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui linieritas pada variabel kecemasan menghadapi ujian nasional dan kepercayaan diri. Uji linieritas ini dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS versi 12,0. Hasil uji linieritas dapat dilihat dalam tabel 5.

Tabel 5

Hasil uji linieritas

Variabel F p Kategori

Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Kepercayan diri

20,312 0.000 Linier

(24)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa antara kecemasan menghadapi ujian nasional dan kepercayaan diri mempunyai nilai F = 20,312 dan p = 0.000 (p= 0.05) sehingga data linier.

c. Uji Hipotesis

Hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi ujian nasional dapat diketahui dengan cara melakukan uji hipotesis. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan korelasi product moment dari Pearson pada program komputer SPSS versi 12.0 diperoleh angka koefisien korelasi r = - 0.608 dan p = 0.000 (p< 0.01) sumbangan efektif 37 persen sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi ujian nasional dapat diterima. Hasil uji korelasi tersebut menunjukkan adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara kedua variabel penelitian.

Pembahasan

Hasil analisis korelasi dapat diketahui bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi ujian nasional. Semakin tinggi kepercayaan diri yang dimiliki maka semakin rendah tingkat kecemasan menghadapi ujian nasional, sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri yang dimiliki maka semakin tinggi tingkat kecemasan menghadapi ujian nasional.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Laxer (1964) yang menemukan adanya hubungan antara kepercayaan diri dengan cara pandang

(25)

individu terhadap masalah. Individu yang memiliki kepercayaan diri tinggi lebih efektif dalam melihat suatu permasalahan yang dihadapi. Individu dengan kepercayaan diri tinggi dapat dengan maksimal memanfaatkan potensi yang dimiliki dalam menghadapi permasalahannya, tanpa harus bergantung pada orang lain. Lebih lanjut Laxer (1964) menyatakan bahwa rendahnya kepercayaan diri menyebabkan individu cenderung untuk melihat kelemahan-kelemahan yang dimilikinya saja dan menganggapnya sesuatu yang menggangu. Individu menganggap dirinya tidak memiliki kemampuan seperti orang lain. Hal ini menyebabkan individu mengalami kesulitan untuk mengetahui potensi diri yang sebenarnya dimiliki dan mengembangkan secara maksimal. Individu akan merasa kesulitan dalam menghadapi setiap permasalahan karena cenderung menganggap dirinya tidak mampu mengatasi dengan baik. Pada akhirnya dapat memunculkan kecemasan karena individu merasa ia tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi permasalahan-permasalahannya.

Kepercayaan diri diperlukan untuk mereduksi kecemasan yang timbul berkaitan dengan masa depan seseorang. Branca (1984) menyatakan bahwa individu memerlukan kepercayaan diri untuk mereduksi munculnya kecemasan yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang muncul di masa depan.Individu dengan kepercayaan diri yang tinggi akan mampu menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan keinginannya tanpa harus tergantung pada orang lain. Ketika individu tersebut mampu menyelesaikan setiap tugas sesuai keinginannya, individu tersebut akan siap dalam menghadapi segala macam tantangan yang diberikan kepadanya, termasuk tantangan yang berkaitan

(26)

dengan ujian akhir nasional. Individu diharapkan tidak lagi mengalami kecemasan yang berlebihan bila harus dihadapkan pada berbagai permasalahan yang muncul, karena ia telah dapat mempersiapkan dirinya dengan baik. Sehingga terjadinya kecemasan berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk kecemasan dalam menhadapi ujian akhir nasional dapat dihindari atau dikurangi (Rahmat, 1991).

Menurut Rakhmat (1994) rendahnya kepercayaan diri yang dimiliki, menjadikan seseorang tidak yakin akan kemampuannya menghadapi masalah.

Seorang siswa yang memiliki kepercayaan diri rendah akan menganggap ujian nasional sebagai sesuatu yang mengancam. Hal ini tentu saja akan mengganggu aktivitas belajarnya dalam mempersiapkan ujian nasional nanti.

Menurut Walgito (1980) faktor psikis yang perlu diperhatikan dalam aktivitas belajar adalah kesiapan mental untuk dapat mengatasi tugas-tugas yang harus diselesaikan. Salah satu di antaranya adalah kepercayaan diri, bahwa dirinya mampu seperti orang lain dalam mencapai prestasi tinggi. Ini menggambarkan bahwa dengan kepercayaan diri akan lebih membantu siswa dalam mempersiapkan ujian nasional, siswa yang bersangkutan akan merasa tenang dalam belajar dan lebih berkonsentrasi.

Menurut Tjandrarini (Wiguno, 1995) kecemasan menghadapi tes pada tingkat yang sedang justru akan meningkatkan motivasi, tetapi pada tingkat kecemasan yang tinggi akan menimbulkan kegelisahan, ketegangan, perasaan tidak berdaya, salah tingkah serta kurang mampu mengontrol diri.

(27)

Penelitian ini memiliki kelemahan pada jumlah subyek penelitian, hal ini disebabkan karena jumlah subjek yang ada di lapangan tidak terlalu banyak.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis korelasi yang dilakukan diperoleh nilai korelasi antara kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi ujian nasional adalah sebesar r = - 0.608 dengan tingkat signifikansi p = 0,000 (p<0,01). Berdasarkan hasil analisis korelasi yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan menghadapi ujian nasional, semakin tinggi kepercayaan diri pada siswa maka semakin rendah kecemasan yang dialami siswa pada saat menghadapi ujian nasional. Sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri pada siswa semakin tinggi kecemasan dalam menghadapi ujian nasional.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan, maka ada beberapa saran yang dapat disampaikan.

1. Saran kepada subjek penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan tiga bulan sebelum Ujian Nasional menunjukkan bahwa kecemasan siswa berada pada taraf sedang dengan kepercayaan diri siswa berada pada taraf tinggi. Hendaknya siswa tetap mempertahankan kepercayaan dirinya dengan selalu ptimis serta menambah pola

(28)

belajar sehingga kecemasan yang dirasakan siswa berada pada taraf rendah sampai siswa menghadapi Ujian Nasional.

2. Saran kepada pihak sekolah

Dengan kepercayaan diri tinggi yang dimiliki siswa, sekolah hendaknya dalam setiap pengayaan, bukan hanya mempelajari materi yang akan di ujikan, tetapi diadakan latihan-latihan menjawab soal-soal bentuk Ujian Nasional. Dengan demikian siswa akan lebih mengembangkan potensi yang ada dan siswa akan lebih mengenal bentuk-bentuk soal Ujian, hal ini dapat membantu siswa dalam mengurangi kecemasanya menghadapi Ujian Nasional.

3. Saran kepada peneliti selanjutnya

Saran bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan materi yang sama, disarankan untuk menggunakan subjek lain, misalnya pada siswa SLTP, serta faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan kecemasan menghadapi Ujian Nasional seperti dukungan orangtua, guru dan cara belajar siswa.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kerendahan hatiNya, Allah yang penuh kasih telah meninggalkan kemuliaan Sorga untuk menjadi serupa dengan manusia dalam diri Yesus Kristus.. Dengan penuh

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA DALAM MERANCANG POSTER DI SANGGAR JANIKA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Baniang adalah busana atau pakaian tradisional orang Maluku yang telah diadaptasikan sebagai pakaian resmi Gereja Prostestan Maluku, yang kemudian.. disebut sebagai

It proved the functions of person, spatial deixis and temporal deixis although there was only a little of temporal deixis used by the English teaching in the

Berdasarkan hasil jawaban dari direktur, manager, inventori, pemasaran dan administrasi terhadap pertanyaan yang diajukan pada pengujian beta, maka dapat ditarik kesimpulan

Pengetahuan siswa Sekolah Dasar tentang konsumsi jajanan yang sehat pada SDN Baddoka Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar sudah baik dimana dari 119 orang sebagian

BAB IV PEMBAGIAN YANG DILAKUKAN PENGADILAN DALAM PERMOHONAN KEBERATAN ATAS PEMBAGIAN BOEDEL PAILIT YANG DILAKUKAN KURATOR BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dapat dicermati bahwa indikator keenam pada aspek mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif memperoleh nilai rata- rata tertinggi