• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA AKSES KOMPUTER DAN/ATAU SISTEM ELEKTRONIK SECARA ILEGAL DALAM ORDER FIKTIF TAXI ONLINE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA AKSES KOMPUTER DAN/ATAU SISTEM ELEKTRONIK SECARA ILEGAL DALAM ORDER FIKTIF TAXI ONLINE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA AKSES KOMPUTER DAN/ATAU SISTEM ELEKTRONIK SECARA ILEGAL DALAM ORDER FIKTIF TAXI ONLINE

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2008

TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (Studi Putusan No. 1502/Pid.Sus/2018/PN.Mdn)

SKRIPSI

Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh :

DICKY J.H NIM 150200349

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2019

(2)
(3)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kuasaNya yang telah memberikan keselamatan dan memimpin penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini yang menjadi tugas akhir untuk menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Judul skripsi ini adalah Pembuktian Tindak Pidana Akses Komputer Dan/Atau Sistem Elektronik Secara Ilegal Dalam Order Fiktif Taxi Online Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (Studi Putusan No.1502/Pid.Sus/2018/PN.Mdn).

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi yang telah selesai ini masih jauh dari kesempurnaan baik dalam penyajian maupun dalam materi pembahasan, oleh karena itu penulis memohon maaf dan menerima segala bentuk kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk semakin menambah wawasan dan ilmu penulis.

Dalam kesempatan yang berbahagia ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa hormat yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(4)

ii

4. Ibu Puspa Melati, S.H, M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Dr. M. Hamdan, SH., MH selaku Ketua Departemen Hukum Pidana dan sebagai Dosen Hukum Pidana yang selalu memberikan bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan masukan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

8. Ibu Rafiqoh Lubis, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, bantuan ilmu serta masukan baik selama penulisan skripsi ini berlangsung maupun dalam masa-masa perkuliahan.

9. Kepada semua dosen dan staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu dan bantuan yang berarti selama perkuliahan.

10. Kepada kedua orang tua tercinta Bapak Horas Simamora dan Mama Elismawaty Marbun, sumber penyemangat, motivasi terbesar, kekuatan dan

(5)

iii

11. alasan bagi penulis untuk semangat kuliah. yang tak pernah lelah mendoakan dan memberikan kasih sayang yang tulus.

12. Kepada keluarga besar Opung Hiton Simamora dan Opung Deo Marbun, yang selalu memberikan doa, bimbingan, motivasi, terkhusus kepada tulang Marbun dan nantulang Sialagan yang membantu baik dari segi materil dan immateril selama perkuliahan.

13. Kepada abang dan adik-adik saya, bang Indra Jhon Fischer, adik saya Dita Christanty Ananda dan Indah Novita Sari, yang menjadi motivasi terbesar, yang mendukung dan mendoakan penulis.

14. Kepada abang dan kakak yang sangat memotivasi selama perkuliahan, bang Riskar Tarigan, bang Rahmat Karya, bang David Saruksuk, bang Kristian Hutapea, bang Teo Telembanua, kak Kiki Asidia Samosir, kak Agnes Ketaren, kak Laurensiah Tobing, kak Wita Pandiangan, kak Helen Pasaribu, kak Tioneni Sigiro, kak Yunita Oktavia Siagian, dan kak Irene Christina Silalahi.

15. Kepada Bank Indonesia, yang telah memberikan beasiswa kepada penulis, hingga penulis berkesempatan mengembangkan bakat dan potensi dalam diri serta dapat menjalani proses perkuliahan dengan lancar sampai menyelesaikan skripsi ini.

16. Kepada Rekan Delegasi Kompetisi Peradilan Semu Nasional Prof Soedarto VI UNDIP, kak Yunita, Sugita Girsang, Gom Silalahi, Yosafat Tambah, Reinhard Siahaan, Ekinia Sebayang, Kwarta Gultom, Putri Tampubolon, Silvia Siahaan, Laora Silitonga, Santa Damanik, dek Hera Sihombing,

(6)

iv USU CUP V.

19. Kepada Keluarga Besar KMK St. Fidelis FH USU, Komunitas Peradilan Semu (KPS) FH USU, UKM Taekwondo USU, Generasi Baru Indonesia (GenBI), rekan-rekan seperjuangan mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan semangat, doa dan dukungan kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

20. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Medan, Maret 2019

Dicky J H

(7)

v DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 10

E. Keaslian Penulisan ... 10

F. Tinjauan Kepustakaan ... 11

1. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 11

2. Pembuktian dan Teori Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana ... 15

3. Pengertian Akses, Komputer, dan Sistem Elektronik ... 23

G. Metode Penelitian ... 24

H. Sistematika Penulisan ... 26

BAB II PENGATURAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA DALAM BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI INDONESIA A. Perkembangan Kejahatan Yang Berkaitan Dengan Informasi dan Transaksi Elektronik ... 29

B. Perbuatan-Perbuatan Yang Termasuk Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik ... 36

(8)

vi ACARA PIDANA INDONESIA

A. Bukti Elektronik Menurut Hukum Acara Pidana di Indonesia ... 63

B. Alat Bukti Yang Sah Menurut KUHAP ... 73

C. Perkembangan Pengaturan Yang Berkaitan Dengan Bukti Elektronik di Indonesia ... 82

BAB IV PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA AKSES KOMPUTER DAN/ATAU SISTEM ELEKTRONIK SECARA ILEGAL DALAM ORDER FIKTIF TAXI ONLINE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (STUDI PUTUSAN NO. 1502/PID.SUS/2018/PN.MDN) A. Prinsip Minimum Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana Indonesia ... 96

B. Pembuktian Tindak Pidana Akses Komputer dan/atau Sistem Elektronik secara Ilegal dalam Order Fiktif Taxi Online Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 1. Kasus ... 98

a. Kronologi ... 98

b. Dakwaan ... 100

c. Tuntutan Pidana ... 101

d. Fakta Hukum ... 105

e. Pertimbangan Hakim ... 107

(9)

vii

f. Putusan ... 112 2. Analisa Putusan ... 116 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 122 B. Saran ... 124 DAFTAR PUSTAKA ... 126

(10)

viii

Perkembangan kejahatan informasi dan transaksi elektronik di indonesia terus berkembangan dalam kuantitas maupun kualitas perbuatannya.

Permasalahan hukum di bidang teknologi informasi yang terjadi sering menimbulkan permasalahan terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik khususnya dalam hal pembuktian, hal ini dapat dilihat dari pengakuan terhadap bukti elektronik yang sering menjadi permasalahan dalam pembuktian. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan yang berkaitan dengan tindak pidana dalam bidang informasi dan transaksi elektronik di indonesia, bagaimana pengaturan bukti elektronik menurut Hukum Acara Pidana Indonesia, dan bagaimana tindak pidana akses komputer dan/atau sistem elektronik secara ilegal dalam order fiktif taxi online berdasarkan Undang- Undang No. 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (studi putusan No.

1502/Pid.Sus/2018/PN.Mdn)

Metode penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, dengan melakukan penelitian terhadap peraturan perundang- undangan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah skripsi ini.

Pengaturan yang berkaitan dengan tindak pidana dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik diatur dalam Undang-Undang No. 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, perbuatan yang dilarang diatur dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37, perumusan sanksi diatur dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 52.

Pasal 183 KUHAP menjadi dasar berlakunya alat bukti yang sah dalam Hukum Acara Pidana Indonesia. Namun, pengaturan bukti elektronik tidak ditemukan dalam KUHAP. Pada perkembangannya Pengaturan bukti elektronik diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik merupakan alat bukti yang sah. Dalam Putusan No. 1502/Pid.Sus/2018/PN.Mdn, berdasarkan alat bukti dan pertimbangan majelis hakim terdakwa Amiruddin Mendrofa terbukti bersalah melakukan tindak pidana akses komputer dan/atau sistem elektronik secara ilegal dalam order fiktif taxi online sesuai unsur Pasal 30 ayat (3) Jo Pasal 46 ayat (3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kata Kunci : Pembuktian,Tindak Pidana, Informasi dan Transaksi Elektronik.

*

Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU

**

Dosen Pembimbing I, Dosen Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU

*** Dosen Pembimbing II, Dosen Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan Ilmu, Pengetahuan, Teknologi dan seni mengantarkan manusia memasuki “era digital” yang melahirkan internet sebagai sebuah jaringan, dan juga sebuah lambang eksklusivitas. Dikatakan sebagai sebuah jaringan, internet mampu mengkoneksikan antar subsistem jaringan menjadi satu jaringan super besar yang dapat saling terhubung (online) di seluruh dunia.

Bahkan teknologi internet mampu mengonvergensikan data, informasi, audio, visual yang dapat berpengaruh pada kehidupan manusia. Dikatakan sebagai lambang eksklusivitas, karena hanya orang-orang yang tidak “gagap teknologi”

(gaptek) yang dapat menikmati secara langsung era digital tersebut.2

Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika) pada akhirnya dapat merubah tatanan masyarakat dan hubungan sosial kemasyarakatan. Hal ini tidak dapat dihindari, karena kemampuan telematika dengan cepat memasuki berbagai aspek kehidupan manusia.3

Teknologi informasi melingkupi sistem mengumpulkan, menyimpan, memproses, memproduksi dan mengirimkan informasi dari dan ke industri merupakan fenomena yang luar biasa.4 Derasnya penggunaan teknologi informasi

2 Widodo, Hukum Pidana di Bidang Teknologi Informasi (Cybercrime Law) :Telaah Teoritik dan Bedah Kasus, Aswaja Pressindo, Sleman, 2011. hal.V

3 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, 2005. hal.3

4 Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran dan Teknologi Informasi:

Regulasi dan Konversi, Refika Aditama, Bandung, 2013. hal.1

(12)

dalam kegiatan yang berbasis transasksi elektronik, seperti misalnya layanan ATM (Anjungan Tunai Mandiri), transasksi bisnis melalui handphone, mobile banking, internet banking, e-commerce, dan lain-lain.5 Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil kemungkinan melakukan kesalahan, mengakibatkan masyarakat semakin mengalami ketergantungan kepada komputer. Dampak negatif dapat timbul apabila terjadi kesalahan yang ditimbulkan oleh peralatan komputer yang akan mengakibatkan kerugian besar bagi Pengguna (User) atau pihak-pihak yang berkepentingan.

Kesalahan yang disengaja mengarah kepada penyalahgunaan komputer.6

Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi kini memiliki fungsi sebagai pedang bermata dua, karena disatu sisi memberikan kontribusi bagi kemajuan terhadap peradaban manusia, di sisi lain menjadi sarana bagi manusia untuk melakukan kejahatan7

kejahatan dalam Bidang Teknologi Informasi atau dikenal dengan cyber crime ialah suatu tindakan yang berhubungan dengan dunia maya (cyberspace) yang dilakukan menggunakan komputer. Secara umum yang dimaksud kejahatan komputer atau kejahatan di Bidang Teknologi Informasi (cyber crime) adalah upaya memasuki dan atau menggunakan fasilitas komputer atau jaringan

5 Efa Laella Fakhriah, Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata, Alumni, Bandung, 2011. hal. 5

6 Andi Hamzah, Aspek-Aspek Pidana di Bidang Komputer, Sinar Grafika, Jakarta, 1992.

hal. 23-24

7 Ahmad M. Ramli, Cyber Law dan HAKI dalam Sitem Hukum Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010. hal.1

(13)

3

komputer tanpa ijin dan dengan melawan hukum dengan atau tanpa menyebabkan perubahan dan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut. 8 pada dasarnya Cyber crime meliputi semua tindak pidana yang berkenan dengan informasi, sistem informasi (information system) itu sendiri, serta sistem komunikasi yang merupakan sarana untuk menyimpan/menukarkan informasi kepada pihak lainnya (transmitter/originator to recipient)9

Di Indonesia praktik tindak pidana dengan menggunakan komputer sejak dahulu merupakan jenis kejahatan yang sulit untuk diklasifikasikan sebagai tindak pidana, hal ini dikarenakan berlakunya Pasal 1 ayat 1 KUHP bahwa tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana sebelum ada peraturan yang mengaturnya (nullum delictum noela poena sine pravia lege poenali).10

Hukum pidana di “Bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik”

merupakan istilah yuridis artinya istilah tersebut sudah tertuang dalam peraturan perundang-undangan, yaitu dalam Pasal 43 Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam ketentuan tersebut diatur tentang Penyidik pegawai negeri sipil dan penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. Istilah hukum pidana di bidang teknologi merupakan gabungan istilah yaitu “hukum pidana” dan teknologi informasi” secara sederhana pengertian hukum pidana di bidang teknologi informasi adalah ketentuan hukum yang

8 Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.Cit., hal. 8

9 Ibid., hal.10

10 Maskun, Kejahatan Siber (Cyber crime) Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta, 2013. hal.

62

(14)

mengatur aspek pidana dalam aktivitas di bidang teknologi informasi di dunia maya (Cyberspace), yang meliputi aspek hukum pidana materil dan aspek hukum pidana formil, serta aspek hukum penitensier.11

Substansi khusus yang dikaji dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah kasus Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (Cyber Case) dalam beberapa sudut pandang secara komprehensif dan spesifik, fokusnya adalah perbuatan yang dilakukan dalam Cyberspace seperti Perjudian, Pornografi, Pengancaman, Penghinaan dan Pencemaran nama baik melalui media elektronik atau internet, serta akses komputer atau sistem elektronik tanpa ijin oleh pihak lain (Cracking).

Permasalahan hukum di bidang Teknologi Informasi yang terjadi sering menimbulkan permasalahan terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik khususnya dalam hal pembuktian. Perkembangan tindak pidana demikian cepat karena perkembangan masyarakat yang juga berkembang cepat, sementara hukum mengikuti perkembangan masyarakat, hal ini yang membuat hukum selalu tertinggal, tindak pidana di bidang teknologi informasi banyak menimbulkan permasalahan, khususnya dalam hal pembuktian.

Pembuktian merupakan komponen penting dalam proses pemeriksaan dalam persidangan. Melalui pembuktian dapat menentukan bersalah atau tidaknya seorang terdakwa, terbukti atau tidaknya surat dakwaan serta melalui pembuktiaan dapat memberikan keyakinan kepada majelis hakim untuk memutus perkara.

11 Widodo, Hukum Pidana di Bidang Teknologi..,Op.Cit., hal. 6

(15)

5

pembuktian mengatur ketentuan alat-alat bukti yang dibenarkan oleh undang- undang untuk digunakan hakim dalam membuktikan kesalahan yang didakwakan, artinya bahwa tidak sesuka hati ataupun semena-mena dalam membuktikan kesalahan terdakwa.12

Perkembangan kasus Kejahatan di bidang Teknologi Informasi (Cybercrime) di Indonesia terus berkembang dalam kuantitas maupun kualitas perbuatannya. sebagai contoh pada tahun 1999, ketika masalah Timur Timor sedang hangat-hangatnya dibicarakan di level Internasional, beberapa website milik pemerintah Republik Indonesia dirusak oleh hacker.13 Kasus yang baru muncul di awal tahun 2018 adalah akses ilegal yang dilakukan oleh mahasiswa yang berinisial NA, KPS, dan ATP, ketiganya ditangkap Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, dengan barang bukti berupa 3 kartu ATM, 3 buku tabungan dan perangkat internet, para pelaku diduga meretas sekitar 3.000 sistem teknologi informasi dan situs web selama tahun 2017 di 44 negara, bahkan para pelaku berhasil meretas sistem elektronik pemerintah Los Angeles Amerika Serikat.14

Kasus lainnya yang baru muncul dengan model kejahatan baru yaitu kasus Order Fiktif yang dilakukan pengemudi Taxi Online , pada tahun 2018 di Makasar, Sulawesi Selatan. Polda Sulawesi Selatan menangkap 7 orang pelaku yang masing-masing bekerja sebagai pengemudi Taxi Online, modus yang

12M. Yahya Harahap, Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

hal.273

13Maskun, Op.Cit., hal. 52

14Nanda Perdana Putra, “HEADLINE: Hacker Surabaya, Kelas Teri yang Bobol 44 Negara?”,https://www.liputan6.com/news/read/3373001/headline-hacker-surabaya-kelas-teri- yang-bobol-44-negara diakses pada 12 November 2018, Pukul 17.20

(16)

dilakukan oleh para pelaku dengan cara menggunakan aplikasi Mock Location pada hanphone yang dapat membuat orderan fiktif atau palsu sehingga seolah- olah pengemudi taxi online tersebut mendapat orderan dan mengantar penumpang tapi nyatanya tidak, pengemudi taxi online tersebut hanya duduk-duduk disuatu tempat sambil menunggu aplikasi selesai bekerja, kemudian orderan tersebut menghasilkan bonus yang akan diterima pengemudi taxi online tersebut, perbuatan itu merugikan pihak perusahaan taksi online.15

Contoh lain terjadi pada bulan Februari 2018, di Pekanbaru, Riau. Kasus ujaran kebencian melalui media sosial Facebook, terdakwa berinisial JS melakukan ujaran kebencian di media sosial facebook melalui akun orang lain dengan cara mengakses secara tidak sah akun milik orang lain berinisial SR, terdakwa dituduh telah mengubah password dan recovery email untuk akun milik SR, lalu dengan akun itu JS melakukan ujaran kebencian.16

Berdasarkan beberapa contoh kasus di atas, kejahatan di bidang teknologi informasi beragam bentuknya dan cepat berkembang, dan peralatan yang digunakan untuk melakukan kejahatan mudah didapat seperti handphone dan jaringan internet, berdasarkan fakta-fakta dari contoh di atas, bahwa akses ilegal atau akses tidak sah yang terjadi kini menimbulkan beragam bentuk akibat, dimulai dari pembobolan ATM, mengakses tidak sah akun media sosial milik orang lain untuk digunakan melakukan ujaran kebencian, order fiktif taxi online,

15Maria Flora, “Curangi Order, 7 Driver Taksi Online di Makassar Ditangkap”, https://www.liputan6.com/news/read/3241228/curangi-order-7-driver-taksi-online-di-makassar- ditangkap, diakses pada 12 November 2018, Pukul 16.45 WIB

16Rahadian P. Paramita, “Jasriadi Saracen divonis karena akses ilegal”, https://beritagar.id/artikel/berita/jasriadi-saracen-divonis-karena-akses-ilegal diakses pada 12 November 2018, Pukul 17.30 WIB

(17)

7

pembobolan sistem elektronik milik pemerintah dan lainnya. akses komputer dan/atau sistem elektronik secara tidak sah ini dapat menimbulkan banyak korban dan dapat dilakukan secara terorganisir. Kerugian yang dialami korban bisa menyangkut martabat, finansial, keamanan bahkan bisa menghancurkan sebuah negara.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur mengenai tindak pidana akses komputer dan/atau sistem elektronik secara tidak sah, ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 30 Jo Pasal 46.

Pembuktian tindak pidana akses komputer dan/atau sistem elektronik secara tidak sah sering mengalami hambatan-hambatan, dimulai dari pengakuan terhadap alat bukti elektronik yang masih menjadi persoalan, kesulitan menangkap tersangka dan penyitaan barang bukti. Kesulitan menangkap tersangka karena para pelaku kejahatan dapat melakukan akses tidak sah ini dimana saja dan kapan saja dengan hanya menggunakan komputer dan jaringan internet. Barang bukti yang dugunakan juga dapat berupa data atau software perangkat lunak yang tidak dapat disentuh secara fisik, barang bukti juga sangat mudah untuk dimusnahkan oleh pelaku yaitu dengan cara menghapus data ataupun software yang digunakan untuk melakukan kejahatan.

Meninjau maraknya kasus-kasus kejahatan akses komputer dan/atau sistem elektronik secara tidak sah terutama dalam kasus order fiktif taxi online yang baru muncul akhir-akhir ini dan berkembang dengan cepat dengan jumlah pelaku

(18)

yang cukup banyak maka penting jika dikaitkan dengan pembuktian menurut hukum acara pidana Indonesia.

Kaitannya dengan tindak pidana akses komputer dan/atau sistem elektronik terdapat dalam Putusan No.1502/Pid.Sus/2018/PN.Mdn, dalam perkara tersebut terjadi perbuatan akses komputer dan/atau sistem elektronik secara ilegal terhadap sistem GPS (Global Positioning System) sistem operator milik Grab yang dilakukan oleh terdakwa bersama-sama dengan rekannya dengan cara menginstal aplikasi ilegal terlebih dahulu ke handphone miliknya, setelah itu digunakan terdakwa bersama-sama dengan rekannya untuk melakukan order fiktif secara online dengan mengelabui sistem GPS milik Grab yang telah dibobol sistem keamanannya, oleh karenanya perbuatan terdakwa terbukti memenuhi unsur Pasal 30 ayat (3) Jo Pasal 46 ayat (3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. majelis hakim pada Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa selama enam bulan dari tuntutan penuntut umum selama sepuluh bulan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka akan dibahas dalam skripsi dengan judul “Pembuktian Tindak Pidana Akses Komputer dan/atau Sistem Elektronik Secara Ilegal Dalam Order Fiktif Taxi Online Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Studi Putusan No. 1502/Pid.Sus/2018/PN.Mdn)”.

(19)

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaturan Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana dalam Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia?

2. Bagaimana Pengaturan Bukti Elektronik Menurut Hukum Acara Pidana Indonesia?

3. Bagaimana Pembuktian Tindak Pidana Akses Komputer dan/atau Sistem Elektronik secara Ilegal dalam Order Fiktif Taxi Online Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Studi Putusan Pengadilan No.1502/Pid.Sus/2018/PN/Mdn)?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Pengaturan Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana dalam Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia.

2. Untuk mengetahui Pengaturan Bukti Elektronik Menurut Hukum Acara Pidana Indonesia.

3. Untuk mengetahui Pembuktian Tindak Pidana Akses Komputer dan/atau Sistem Elektronik secara Ilegal dalam Order Fiktif Taxi Online Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-

(20)

Undang No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Studi Putusan Pengadilan No.1502/Pid.Sus/2018/PN.Mdn).

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Sebagai sumbangan pemikiran pengembangan dan informasi bidang ilmu hukum pidana khususnya terhadap tindak pidana di bidang teknologi informasi sehubungan dalam hal pembuktian tindak pidana akses komputer dan transaksi elektronik di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memahami kejahatan Mayantara (cyber crime) sebagai dampak negatif dari perkembangan teknologi dan informasi dewasa ini.

b. Untuk mengetahui apakah pengaturan hukum pidana di Indonesia terkait dengan pembuktian dalam menanggulangi tindak pidana akses komputer dan/atau sistem elektronik di Indonesia telah tepat berlaku.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan atas judul-judul di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka tidak ada ditemukan skripsi yang sama dengan skripsi mengenai “Pembuktian Tindak Pidana Akses Komputer dan/atau Sistem Elektronik Secara Ilegal Dalam Order Fiktif Taxi Online Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Studi Putusan No. 1502/Pid.Sus/2018/PN.Mdn)”, karya

(21)

11

tulis dalam bentuk skripsi ini merupakan hasil ide, gagasan dan pemikiran serta usaha sendiri dengan bantuan segala jenis keterangan, informasi dan data berupa artikel, buku, karya tulis, media elektronik dan peraturan perundang-undangan.

apabila dikemudian hari terdapat judul skripsi yang sama maka penulis sepenuhnya bertanggungjawab terhadap skripsi ini.

F. Tinjauan kepustakaan

1. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana a. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS belanda, dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan stafbaar feit itu. Oleh karena itu , para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu sayangnya sampai kini belum ada keseragaman pendapat.17

Strafbaar feit terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar, dan feit. Perkataan Straf diterjemahkan dengan pidana, baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh18 dan feit itu sendiri dalam bahasa belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan”

atau een gedeelte van de werkelijkheid sedangkan strafbaar berarti “dapat dihukum”, sehingga secara harfiah perkataan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang artinya bahwa barang tidak dapat dihukum dan kelak kita mengetahui bahwa yang

17 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, Rajawali Press, Jakarta,2011. hal.67

18 Ibid., hal.69

(22)

dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan maupun tindakan.19

Profesor pompe berpendapat bahwa perkataan strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai “suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja maupun tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum”.20

R. Tresna berpendapat strafbaar feit diistilahkan dengan perbuatan pidana yang artinya adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan undang-undang atau peraturan lainnya. Terhadap perbuatan mana diadakan tindakan hukuman.21 Sedangkan simons dalam P.A.F Lamintang merumuskan strafbaar feit sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.22

Alasan simons merumuskan strafbaar feit sebagaimana diatas karena :23 a) Untuk adanya suatu strafbaar feit itu diisyaratkan bahwa disitu harus

terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum;

19 P.A.F Lamintang dan Fransciscus Theojunior Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,2014. hal.179

20 Ibid.

21 R. Tresna, Asas-Asas Hukum Pidana, Tiara Limited, Jakarta, 1959. hal.27

22 Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar hukum pidana edisi 2, USU Press, Medan, 2015.

hal.87-88

23 Ibid., hal.88

(23)

13

b) Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik yang diumuskan dalam undang-undang.

c) Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakekatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum atau onrechmatige handeling.

Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

“perbuatan jahat” atau “kejahatan” (crime atau verbrechen) yang diartikan secara kriminologis dan psikologis. Mengenai isi dari pengertian tindak pidana tidak ada kesatuan pendapat diantara para sarjana. Sebagai gambaran umum pengertian kejahatan atau tindak pidana yang dikemukakan oleh joko prakoso bahwa secara yuridis pengertian tindak pidana adalah “perbuatan yang dilarang oleh undang- undang dan pelanggarannya dikenakan sanksi” selanjutnya Djoko Prakoso menyatakan bahwa secara kriminologis kejahatan atau tindak pidana adalah

“perbuatan yang melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat, dan secara psikologis kejahatan atau tindak pidana adalah “perbuatan manusia yang abnormal yang bersifat melanggar hukum, yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dari si pelaku perbuatan tersebut.24

Bambang Poernomo berpendapat bahwa pengertian strafbaar feit ataupun tindak pidana mempunyai dua arti yaitu menunjuk kepada perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, dan menunjuk kepada perbuatan

24 Djoko Prakoso dan Agus Imunarso, Hak Asasi Tersangka dan Peranan Psikologi dalam Konteks KUHAP, Bina Prakasa, Jakarta, 1987. hal. 137

(24)

yang melawan hukum yang dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.25

b. Unsur-unsur Tindak Pidana

Untuk mengenakan pidana itu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu yang lazim disebut unsur-unsur tindak pidana. Menurut soedarto pengertian tindak pidana hendaknya dibedakan dengan pengertian unsur-unsur tindak pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam perundang-undangan.

P.A.F Lamintang, berpendapat bahwa setiap tindak pidana dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu unsur-unsur subjektif dan objektif. Yang dimaksud dengan unsur-unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimakasud dengan unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu keadaan yang dimana tindakan dari si pelaku harus dilakukan.26

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana :

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus/culpa)

2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;

25 Mohammad Ekaputra, Op.Cit., hal. 89

26 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984.

hal. 183

(25)

15

4) Merencanakan terlebih dahulu voorbedachte raad seperti misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340;

5) Perasaan takut atau vress seperti yang terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur-unsur subjektif dari suatu subjek dari suatu tindak pidana : a) Sifat melanggar hukum;

b) Kualitas si pelaku;

c) Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.27

D. Simons, menyatakan bahwa pengertian tindak pidana (strafbaar feit) adalah “Een stafbaar gestelde, onrechtmatige. Met schuld verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar person”.

Atas dasar pandangan pengertian tindak pidana seperti diatas maka unsur- unsur tindak pidana menurut simons adalah :

1) Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan )

2) Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld) 3) Melawan hukum (onrechmatige)

4) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staad)

5) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsyatbaar persoon) Dari unsur tindak pidana tersebut simons membedakan adanya unsur subjektif dan objektif dari tindak pidana :

27 Ibid., hal. 184

(26)

2. Pembuktian dan Teori Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana a. Pengertian pembuktian

Pembuktian atau “bewijs” dalam bahasa belanda memiliki arti mencari dan mendapatkan kebenaran selengkapnya, apakah suatu tindak pidana dilakukan dan siapa yang melakukannya.28 Kata pembuktian berasal dari kata “bukti” artinya

“suatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa”, kemudian mendapat awalan

“pem” dan akhiran “an”, maka pembuktian artinya proses “pembuatan, cara membuktikan suatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa”.29

J.C.T Simorangkir menyatakan bahwa pembuktian adalah usaha dari yang berwenang untuk mengemukakan kepada hakim sebanyak mungkin hal-hal yang berkenaan dengan suatu perkara yang bertujuan agar dapat dipakai oleh hakim sebagai bahan untuk memberikan keputusan dalam perkara tersebut.30

Membuktikan menurut Van Bummelen adalah memberikan kepastian yang layak menurut akar (redelijk) tentang :

a) Apakah hal yang tertentu itu sungguh-sungguh terjadi, b) Apa sebabnya demikian halnya. 31

Sudikno mertokusumo menggunakan istilah membuktikan,dengan memberikan pengertian sebagai berikut :32

28 R. Atang Ranoemihardja, Hukum Acara Pidana, Tarsito, Bandung, 1976. hal.60

29 Andi Muhammad Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta, 2014, 2014. Hal. 228

30 Ibid.

31 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung, 2003. hal.11

32 Andi Muhammad Sofyan dan Abd. Asis, Op.Cit., hal.229

(27)

17

1) Kata membuktikan dalam arti logis,artinya memberikan kepastian yang bersifat mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti-bukti lain.

2) Kata membuktikan dalam arti konvensional, yaitu pembuktian yang memberikan kepastian, hanya saja bukan kepastian mutlak melainkan kepastian yang nisbi atau relatif, sifatnya yang mempunyai tingkatan- tingkatan :

a) Kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka, maka kepastian ini bersifat intuitif dan disebut conviction intime.

b) Kepastian yang berdasarkan atas pertimbangan akal, maka disebut conviction raisonnee.

3) Kata membuktikan dalam arti yuridis, yaitu pembuktian yang memberi kepastian kepada hakim tentang kebenaran suatu peristiwa yang terjadi.

Pembuktian dalam hukum acara pidana Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam proses persidangan. Karena melalui pembuktian menentukan dapat tidaknya seorang terdakwa dijatuhi pidana sebagaimana yang didakwakan oleh pentuntut umum berdasarkan alat bukti dan keyakinan hakim.

Sebab hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materil, menjadikan pembuktian merupakan hal terpenting dalam proses persidangan dalam hukum acara pidana.

Masalah pembuktian adalah yang sangat penting dan utama, sebagaimana menurut Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa “tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila

(28)

pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seorang yang dianggap dapat bertanggungjawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.

Apabila dilihat dari keseluruhan pekerjaan dan tugas dalam persidangan oleh dan diikuti Majelis Hakim , Jaksa Penuntut Umum, dan Penasihat Hukum, dimulai dari surat dakwaan sampai putusan, maka pembuktian dapat diartikan secara luas dan secara sempit.

1) Pembuktian dalam Arti Luas

Pembuktian dalam arti luas mengandung dua bagian sebagai berikut:33 a) Pertama, kegiatan persidangan pengadilan dalam usaha mendapatkan fakta-

fakta hukum yang sebenarnya dari suatu peristiwa yang telah terjadi.

Apabila fakta-fakta tersebut dirangkai menurut akal akan menggambarkan peristiwa sebenarnya yang dalam surat dakwaan telah dikemukakan perkiraan atau dugaannya.

b) Kedua, kegiatan dalam persidangan pengadilan yang menurut undang- undang membahas dan menganalisis hukum terhadap fakta-fakta yang didapat dari persidangan-persidangan dengan cara-cara tertentu. Hal itu dilakukan untuk menarik kesimpulan berdasarkan alat-alat bukti, apakah benar atau tidak menurut akal telah terjadinya tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. Kesimpulan tersebut dapat diterima bagi setiap orang yang normal. Kegiatan pembuktian kedua ini dilakukan jaksa penuntut umum, Penasihat Hukum, dan Majelis hakim, pengertian pembuktian yang

33 Adami Chazawi, Kemahiran dan Keterampilan Praktik Hukum Pidana, Media Nusa Creative, Malang, 2015. hal. 201-202

(29)

19

kedua ini diwujudkan dalam bentuk surat tuntutan oleh jaksa penuntut umum, dan dalam pembelaan penasihat hukum, sedangkan oleh majelis hakim diwujudkan dalam vonis.

2) Pembuktian dalam Arti Sempit

Dalam arti sempit pembuktian adalah pengertian luas pada bagian kedua tersebut diatas yang dapat dilihat dari tiga pihak masing-masing. Yaitu:34

a) Pihak Jaksa Penuntut Umum

Pembuktian merupakan kegiatan membuktikan yang dilakukan jaksa penuntut umum dengan cara-cara tertentu yang menurut undang-undang yang diarahkan (1) pada terbuktinya tindak pidana yang didakwakan tersebut dan (2) ditujukan untuk membentuk keyakinan hakim bahwa tindak pidana yang didakwakan telah terbukti dan terdakwa bersalah melakukannya. Kegiatan pembuktian jaksa penuntut umum diwujudkan dalam surat tuntutan dan repliknya yang diajukan dan dibacakan dalam persidangan. Pengertian pembuktian seperti itu merupakan pembuktian yang dilihat hanya dari sudut tugas dan fungsi jaksa sebagai pihak yang mendakwa dan menuntut sehingga jaksa penuntut umum juga memegang kewajiban untuk membuktikan menurut sistem pembebanan pembuktian dalam hukum acara pidana.

b) Pihak Penasihat Hukum

Dari sudut penasihat hukum, pengertian pembuktian adalah kegiatan membuktikan dengan menggunakan alat-alat bukti dan cara-cara tertentu menurut undang-undang yang diarahkan pada (1) tidak terbuktinya tindak pidana yang

34 Ibid., hal.202-203

(30)

didakwakan dan (2) tidak terbentuknya keyakinan hakim bahwa tindak pidana terjadi dan terdakwa yang melakukannya. Atau setidak-tidaknya (3) diarahkan pada hal-hal yang dapat menhapuskan kesalahan dan atau menghilangkan sifat melawan hukumnya perbuatan, serta (4) hal-hal yang meringankan kesalahan dan beban pertanggungjawaban pidana terdakwa. Kegiatan pembuktian ini diwujudkan dalam nota pembelaan (pleidooi) dan duplik.

c) Pembuktian dari Sudut Majelis Hakim

Kegiatan pembuktian hakim menggunakan alat-alat bukti menurut cara-cara tertentu dalam undang-undang untuk melakukan penganalisisian terhadap fakta- fakta melalui pertimbangan-pertimbangan hukumnya dalam usaha menarik keyakinannya tentang terbukti tidaknya (1) tindak pidana yang didakwakan (2) terdakwa melakukan atau tidak melakukan, dan (3) apabila terbentuk keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk menjatuhkan pidana. Kegiatan pembuktian oleh majelis hakim ini diwujudkan dalam vonis yang dibacakan di muka persidangan.

b. Teori Pembuktian Menurut Hukum Acara Pidana Indonesia

Dalam enilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada, dikenal beberapa sistem atau teori pembuktian (bewijs theorie). Adapun sistem atau teori pembuktian terdiri atas empat jenis, yaitu sebagai berikut :

1) Teori pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara positif (Positive Wettelijk Bewijstheorie)

Dikatakan secara positif, karena hanya didasarkan kepada undang-undang saja, artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang

(31)

21

disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali, sistem ini juga disebut juga teori pembuktian formal (formele bewijstheorie).35

2) Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim (Conviction Intime)

Teori ini memberikan kebebasan kepada hakim terlalu besar, sehingga sulit diawasi. Disamping itu, terdakwa atau penasihat hukumnya sulit untuk melakukan pembelaan. Dalam hal ini hakim dapat memidana terdakwa berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah melakukan apa yang didakwakan. Praktik peradilan juri di prancis membuat pertimbangan berdasarkan metode ini dan mengakibatkan banyaknya putusan-putusan bebas yang sangat aneh.36

3) Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim atas alasan yang Logis ( La Conviction Rais Onnee)

Teori ini menyatakan bahwa hakim dapat memutuskan seorang bersalah bedasarkan keyakinannya. Keyakinan mana didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusie) yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu. Jadi, putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi. Sistem pembuktian ini disebut juga dengan pembuktian bebas, Karena hakim bebas menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrije bewijstheorie). Sistem atau teori pembuktian ini adalah jalan tengah atau yang berdasarkan keyakinan hakim sampai batas tertentu ini terpecah belah menjadi dua arah, yaitu pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction raisionner) dan pembuktian yang berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelike bewijstheorie). Persamaan antara keduanya adalah

35 Andi Hamzah, Op.Cit., hal.251

36 Ibid., hal. 252-253

(32)

sama-sama berdasarkan keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia yang bersalah, dan yang menjadi perbedaanya adalah pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan logis berpangkal tolak pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan itu harus didasarkan kepada suatu kesimpulan yang logis yang tidak didasarkan kepada undang-undang tetapi disasarkan berdasarkan ketentuan-ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri. Sedangkan yang kedua pembuktian yang berdasarkan undang-undang secara negatif berpangkal tolak pada aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitatif oleh undang-undang, tetapi juga harus diikuti keyakinan hakim.37

4) Teori Pembuktian Bedasarkan Undang-Undang Secara Negatif (Negatief Wettelijk)

Teori pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan hakim (conviction intime). Sistem pembuktian menurut teori ini merupakan keseimbangan antara kedua sistem yang saling bertolak belakang secara ekstrem. Dari keseimbangan tersebut, sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif menggabungkan kedalam dirinya secara terpadu sistem pembuktian menurut keyakinan hakim dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif. Dari hasil penggabungan kedua sistem yang bertolak belakang itu, terwujudlah suatu sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif yang rumusannya berbunyi “salah tidaknya seorang

37 Andi Muhammad Sofyan dan Abd. Asis, Op.Cit., hal.233

(33)

23

terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.38

Hukum acara pidana Indonesia sebagaimana diatur dalam KUHAP menggunakan sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif (Negatief Wettelijk Bewijstheorie) seperti yang tampak dalam Pasal 183 KUHAP yang berbunyi, “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa lah yang bersalah melakukannya”.39

3. Pengertian Akses, Komputer dan Sistem Elektronik

Pengertian Akses dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah jalan masuk.40 Menurut Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pengertian akses adalah “kegiatan melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan”.

Pengertian Komputer dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah alat elektronik otomatis yang dapat menghitung atau mengolah data secara cermat menurut yang diinstruksikan, dan memberikan hasil pengolahan, serta dapat menjalankan sistem multimedia (film, musik, televisi, faksimile, dan sebagainya), biasanya terdiri atas unit pemasukan, unit pengeluaran, unit penyimpanan, serta

38 M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 279

39 Bastianto Nugroho, “Peranan Alat Bukti dalam Perkara Pidana”, Yuridika, Vol.31, No.1, 2017. hal.19-20, https://e-journal.unair.ac.id/YDK/article/view/4780 diakses pada 15 Desember 2018, Pukul 16.45 WIB

40 https://www.kbbi.web.id/akses, diakses pada 12 Desember 2018, Pukul 16.40 WIB

(34)

unit pengontrolan.41 Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pengertian komputer adalah “alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

Pengertian Sistem Elektronik menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, pengertian Sistem Elektronik adalah

“serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik”.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap sistematika hukum yang dilakukan pada peraturan perundang-undangan tertentu atau hukum tertulis yang tujuan pokoknya adalah untuk mengidentifikasi terhadap pengertian pokok- pokok hukum.42 Dalam hal ini memahami peraturan perundang-undangan yaitu berkaitan dengan Informasi dan Transaksi Elektronik dalam hal Pembuktian.

2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data skunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, skunder dan tersier.

41 https://www.kbbi.web.id/komputer, diakses pada 12 Desember 2018, Pukul 16.40 WIB

42 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Rajagrafindo, Jakarta, 1997, hal 93

(35)

25

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari semua peraturan perundang-undangan yang memuat norma hukum yang mengikat dan dibentuk atau ditetapkan lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.43 antara lain KUHP, KUHAP, Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan keseluruhan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan skripsi ini.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu berupa buku-buku ,skripsi, thesis, dan pendapat para ahli hukum yang dimuat dalam artikel yang berkaitan dengan skripsi ini.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang mendukung dan memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain sebagianya.

3. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yakni dengan menggunakan suatu penelitian kepustakaan ( library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini dikumpulkan melalui peraturan perundang-undangan, berbagai buku,

43 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2005, hal.184-185

(36)

kamus hukum, ensiklopedia, artikel sepanjang menunjang teori dalam penulisan, serta contoh kasus yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

4. Analisis data

Pengelolahan data diperoleh melalui studi pustaka, analisis data dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, memilih kaidah-kaidah atau doktrin yang sesuai penilitian, mensistematimatiskan kaidah-kaidah hukum, asas atau doktrin, menjelaskan hubungan antara berbagai konsep, pasal atau doktrin yang ada, menarik kesimpulan dengan pendekatan dedukatif sehingga akan mendapat merangkum dari jawaban terhadap permasalahan yang telah disusun.44 Analisa data yang digunakan pada skripsi ini adalah kualitatif, yaitu mengikhtisiarkan hasil pengumpulan data selengkap mungkin serta memilah-milahkannya ke dalam suatu konsep, kategori atau tema tertentu sehingga dapat menjawab permasalahan- permasalahan dalam skripsi ini.45

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang menguraikan permasalahan secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

44Winarno Surachmad, Dasar dan Teknik Research (Pengantar Metode Ilmiah), Tarsito, Bandung, 1982, hal.131

45Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahanan Filisofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 68-69

(37)

27

Bab I dimulai dengan pemaparan latar belakang, perumusan masalah, manfaat penulisan,tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II membahas pengaturan yang berkaitan dengan tindak pidana dalam bidang informasi dan transaksi elektronik di indonesia, dengan sub-sub pembahasan yang terdiri dari perkembangan kejahatan yang berkaitan dengan informasi dan transaksi elektronik, perbuatan-perbuatan yang termasuk tindak pidana informasi dan transaksi elektronik, serta perumusan sanksi dalam tindak pidana informasi dan transaksi elektronik.

Bab III membahas pengaturan bukti elektronik menurut hukum acara pidana indonesia, yang terdiri dari sub-sub pembahasan mengenai pengaturan bukti elektronik menurut hukum acara pidana di Indonesia, alat bukti yang sah menurut KUHAP, dan perkembangan pengaturan yang berkaitan dengan bukti elektronik di Indonesia.

Bab IV berisikan pembahasan mengenai topik tentang Pembuktian Tindak Pidana Akses Komputer Dan/Atau Sistem Elektronik Secara Ilegal Dalam Order Fiktif Taxi Online Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Studi Putusan No. 1502/Pid.Sus/2018/PN.Mdn) yang terdiri dari pembahasan kasus posisi dan analisa kasus tentang hal-hal yang terjadi di persidangan, baik kronologi kasus, dakwaan, tuntutan pidana, fakta hukum, pertimbangan hakim dan putusan.

(38)

Bab V berisi kesimpulan dan saran yang merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi, kesimpulan diambil dari pembahasan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan. saran-saran berdasarkan hasil temuan yang diperoleh dari hasil penetilitan.

(39)

29 BAB II

PENGATURAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA DALAM BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DI

INDONESIA

A. Perkembangan Kejahatan Yang Berkaitan Dengan Informasi dan Transaksi Elektronik

Kejahatan dalam perspektif sosiologi merupakan suatu perilaku yang diciptakan oleh masyarakat itu sendiri dalam interaksi sosial.46 Semua perbuatan yang oleh masyarakat dicap sebagai kejahatan akan dipandang sebagai perbuatan- perbuatan tanpa susila. Dari segi subjek, kejahatan berlawanan dengan perasaan kesusilaan, dan dari segi objek (masyarakat) perbuatan tersebut merugikan masyarakat. 47 Oleh karena itu, perbuatan jahat tidak dikehendaki oleh masyarakat yang bersangkutan .48 meskipun demikian, kadang-kadang perbuatan tersebut secara formil belum dikualifikasikan secara tegas dalam peraturan perundang- undangan.49

Revolusi Industri di Inggris pada abad ke-17 memacu perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Perkembangan tersebut berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Terhitung sejak revolusi industri, saat ini masyarakat tengah memasuki siklus 50 tahun-an yang ke lima dengan ciri penggunaan mikroelektrik dan bioteknologi.50 Masyarakat saat ini sedang mengalami revolusi ke dua, yaitu

46 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Rajawali, Jakarta, 2002. hal. 12

47 Purniati dan Kemal Darmawan, Kriminologi, Erlangga, Jakarta, 1994. hal. 8-9

48 Soedjono Dirdjosisworo, Asas-Asas Penologi, Erlangga, Jakarta, 1997. hal.19

49 R.Soesilo, Kriminologi, Politie, Bogor, 1976. hal.11-13

50 T. Jacob, Menuju Teknologi Berprikemanusiaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1996.

hal.15

(40)

revolusi informatika yang ditandai dengan banyaknya penggunaan mesin sebagai pengganti fungsi otak manusia. Salah satu mesin tersebut adalah komputer.51

Pada umumnya kejahatan di bidang informasi dan transaksi elektronik merupakan kejahatan biasa tetapi dengan menggunakan peralatan canggih, kalau dahulu orang mencuri dengan memakai kunci palsu maka sekarang memakai peralatan komputer, dulunya berjudi masih di atas meja judi sekarang hanya menggunakan sarana komputer. Awal mulanya kejahatan di bidang informasi dan transaksi elektronik terjadi di Amerika Serikat.

Penetilian tentang bentuk-bentuk kejahatan yang berkaitan dengan informasi dan transaksi elektronik (cybercrime) sudah dilakukan Standford Research International (SRI) di Amerika Serikat sejak tahun 1971 sampai tahun 1985.

Penelitian tersebut menemukan 1.600 kasus yang terjadi sejak tahun 1958, serta reaksi masyarakat dan pemerintah terhadapnya, termasuk penyelesaian berdasarkan hukum perdata. Dalam tahun 1979, SRI mendapatkan data yang lebih valid, yaitu menyatakan bahwa dari 244 kasus yang terjadi, ada 191 yang diajukan ke pengadilan, dan terdakwa dari 161 dapat dipidana,. Penelitian-penelitia yang dilakukan pada awal tahun 1970-an tersebut belum dapat menunjukkan data secara jelas karena kejahatan pada saat itu belum jelas pengaturannya dalam hukum pidana sehingga belum dimasukkan statistik kriminal.52 Penelitian di Amerika Serikat yang menarik perhatian pada tahun 1974 sampai tahun 1988 adalah sebagai berikut:

51 Eddy Junaedi Karnasudirja, Kejahatan Komputer, Tanjung Agung, Jakarta, 1999. hal. 6

52 Ibid., hal. 19

(41)

31

1) Tahun 1974

Sejumlah mahasiswa Brooklyn College New York mengakses secara tidak sah data komputer ke bagian registrasi akademik, kemudian mengubah data pada daftar prestasi akademik milik mereka sendiri dan teman-temannya secara online.

Setelah dilakukan investigasi perbuatan tersebut terbukti dilakukan oleh 12 mahasiswa.

2) Tahun 1988

Seorang mahasiswa berhasil memasukkan virus “internet-worm” dalam sistem internet yang mengakibatkan gangguan terhadap 6.000 sistem internet.53

Kejahatan yang berkaitan dengan Informasi dan transaksi elektronik (cybercrime) di Indonesia, pertama kali dapat dilihat berdasarkan putusan pengadilan pada tahun 1983, yaitu dalam kasus pembobolan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Brigjen Katamso Yogyakarta. Pada tahun 1986 terjadi pembobolan Bank Negara Indonesia 1946 (BNI 1946) dengan cara menggunakan fasilitas komputer, pada tahun 1990 terjadi kasus pengopian secara tidak sah terhadap program world star versi 5.0.54 dalam tahun-tahun berikutnya sampai saat ini, di indonesia banyak terjadi kasus kejahatan yang berkaitan dengan Informasi dan Transaksi Elektronik, misalnya pembajakan program komputer, cracking, penggunaan kartu kredit pihak lain secara tidak sah (carding), pembobolan bank (banking fraud), dan pornografi.55

53 Ibid., hal.18-19

54Aloysius Wisnubroto,Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 1999. hal. 44

55 Widodo, Hukum Pidana di Bidang Teknologi..,Op.Cit., hal. 45

(42)

Praktik kejahatan informasi dan transaksi elektronik di Indonesia berkembangan dengan cepat, setelah kasus pembobolan bank di atas, adapun perkembangan kejahatan yang berkaitan dengan informasi dan transaksi elektronik di Indonesia, antara lain tergambar sebagai berikut:

1. Pada tahun 2001, petrus Pangkur dijatuhi pidana penjara oleh pengadilan negeri Sleman karena melakukan carding. Reinwarin melakukan tindak pidana pornografi di internet dan dijatuhi pidana penjara oleh pengadilan negeri Yogyakarta. Pada tahun sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan pidana kepada Antonius Prawito alias Anton Bin Marius Peh terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pemalsuan kartu kredit (carding).56

2. Pada tahun 2005, pelaku penipuan informasi lowongan kerja melalui internet (scam), yaitu perusahaan PT Maxgain dan pengguna situs Loker di internet yang bernama Hendro Prabowo, pemilik IP addres 202.72.208.8 – 202.72.209.226.57

3. Pada tahun 2005, emilia Karolina terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pengancaman dengan kejahatan melalui internet, kemudian dijatuhi pidana penjara dengan kejahatan melalui internet, kemudian dijatuhi pidana penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta selatan pada tahun 2005.58

56 Widodo, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013. hal.200

57Priyadi Iman Nurcahyo, “Penipuan Berkedok Lowongan Pekerjaan”, http://priyadi.net/archives/2006/04/05/penipuan-berkedok-lowongan-pekerjaan/ diakses pada 27 Desember 2018 Pukul 5.30 WIB

58 Widodo, Aspek Hukum Pidana.., Op.Cit., hal.200

(43)

33

4. Tahun 2005, Chandra Halim, warga Kalijudan asri Surabaya seorang pembobol bank dengan kartu kredit (Rp33,6 miliar) melalui Bank Danamon, Niaga, ANZ, HSBC, BNI, Mandiri, BII, Standard Chartered Bank, Permata, Citibank, GE Extra Master Card, serta kartu belanja Carrefour.59 5. Pada bulan Desember 2006, tindak pidana judi online terjadi di Semarang

dengan terdakwa Aryanto Wijaya. Sedangkan di Babat, Lamongan, Jawa Timur, polisi menagkap 11 tersangka, yakni Slamet Tjokrodiharjo, BS,HE,TA,SWT,HDK,PTS,TS,YK,YS dan YDM. Mereka dikenakan Pasal 303 KUHP dan Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian60

6. Pada tahun 2004, Johnny Indrawan Yusuf alias Hengky Wiratman alias Irwan Soernaryo asal Malang, Jawa Timur terkait dengan kasus perdagangan VCD porno dan alat bantu seks melalui jaringan internet dalam situs http://www.vcdporno.com terdakwa diancam hukuman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan.61

7. Pada awal tahun 2011, Reza Rizaldy atau Redjoy, terbukti secara sah dan meyakinkan mengunggah video porno Ariel Peterpan dan dijatuhi pidana penjara 2 tahun penjara dan denda Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) subsider tiga bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bandung.62

59 Benny Krisna dan John Lempo, “Pembobol Kartu Kredit Miliaran Rupiah Dicokok”, https://www.liputan6.com/news/read/104696/pembobol-kartu-kredit-miliaran-rupiah- dicokok diakses pada 27 Desember 2018 Pukul 05.30

60https://news.detik.com/berita/d-736796/komplotan-judi-online-di-semarang--lamongan- digulung?nd992203605=&nd992203605= diakses pada 27 Desember 2018 Pukul 05.30

61Taufik Alwie dan Arif Sujatmiko, “Kriminalitas”, http://arsip.gatra.com/2004-08- 12/majalah/artikel.php?pil=23&id=43462 diakses pada 27 Desember 2018 Pukul 05.30

62https://nasional.kompas.com/read/2011/01/31/18370469/redjoy.pasrah.divonis.dua.tahun diakses pada 27 Desember 2018 Pukul 05.30

Referensi

Dokumen terkait