• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN RERATA TEKANAN DARAH PADA REMAJA BERDASARKAN TIPE DISOMNIA DI KECAMATAN MUARA BATANG GADIS TESIS KRISNARTA SEMBIRING / IKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERBEDAAN RERATA TEKANAN DARAH PADA REMAJA BERDASARKAN TIPE DISOMNIA DI KECAMATAN MUARA BATANG GADIS TESIS KRISNARTA SEMBIRING / IKA"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN RERATA TEKANAN DARAH PADA REMAJA BERDASARKAN TIPE DISOMNIA

DI KECAMATAN MUARA BATANG GADIS

TESIS

KRISNARTA SEMBIRING 147041172 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

PERBEDAAN RERATA TEKANAN DARAH PADA REMAJA BERDASARKAN TIPE DISOMNIA

DI KECAMATAN MUARA BATANG GADIS

(2)

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

KRISNARTA SEMBIRING 147041172 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

Judul Penelitian : Perbedaan Rerata Tekanan Darah pada Remaja Berdasarkan

Tipe Disomnia di Kecamatan Muara Batang Gadis

Nama : Krisnarta Sembiring

Nomor Induk Mahasiswa : 147041172

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing:

Ketua

Dr. dr. Oke Rina Ramayani, M.Ked(Ped), Sp.A(K)

Anggota

Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked(KJ), Sp.KJ(K)

Program Magister Kedokteran Klinik Dekan Ketua Program Magister

dr. Murniati Manik, M.Sc, Sp.KK, Sp.GK Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K)

Tanggal lulus: 9 September 2016

(4)

PERNYATAAN

Perbedaan Rerata Tekanan Darah pada Remaja Berdasarkan Tipe Disomnia di Kecamatan Muara Batang Gadis

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2016

Krisnarta Sembiring

(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 9 September 2016

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. dr. Oke Rina Ramayani, M.Ked(Ped), Sp.A(K) ...

Anggota :

1. Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked(KJ), Sp.KJ(K) ...

2. dr. Tina Christina Lumban Tobing, M.Ked(Ped), Sp.A(K) ...

3. dr. Hj. Rita Evalina, M.Ked(Ped), Sp.A(K) ...

4. dr. H. Emil Azlin, M.Ked(Ped), Sp.A(K) ...

Tanggal lulus: 9 September 2016

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yang merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan magister kedokteran di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, saya ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum sebagai rektor Universitas Sumatera Utara 2. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) sebagai dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

3. Prof. dr. H. Munar Lubis, Sp.A(K) selaku kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

4. dr. Hj. Melda Deliana, M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku ketua program studi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

5. Dr. dr. Oke Rina Ramayani, M.Ked(Ped), Sp.A(K) sebagai pembimbing pertama dan Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked(KJ), Sp.KJ(K) sebagai pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing saya dalam menyelesaikan tesis ini

6. dr. Tina Christina Lumban Tobing, M.Ked(Ped), Sp.A(K), dr. Hj. Rita Evalina, M.Ked(Ped), Sp.A(K), dan dr. H. Emil Azlin, M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk memperbaiki tesis ini

7. Seluruh dosen dan staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(7)

8. Bupati Kabupaten Mandailing Natal, Kepala Kecamatan Muara Batang Gadis, Kepala Desa Singkuang, dan Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Muara Batang Gadis yang telah mengizinkan saya melakukan penelitian di wilayah dan instansi yang mereka pimpin

9. Seluruh guru dan siswa SMP Negeri 1 Muara Batang Gadis yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini

10. Tim Penelitian Singkuang yang telah bekerjasama dengan baik dalam menyelesaikan penelitian di lokasi tersebut

11. Ayahanda A. Sembiring dan Ibunda D. Ginting yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik saya

12. Teman-teman yang lain, yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang telah membantu saya dalam pengerjaan tesis ini.

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki kekurangan, oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaannya. Akhir kata, saya berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang menggunakannya.

Medan, Agustus 2016

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan Pembimbing i

Pernyataan ii

Halaman Penetapan Panitia Penguji iii

Ucapan Terima Kasih iv

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Singkatan dan Tanda xi

Abstrak xii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Hipotesis 3

1.4. Tujuan penelitian 3

1.4.1. Tujuan Umum 3

1.4.2. Tujuan Khusus 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tidur 5

2.1.1. Definisi Tidur 5

2.1.2. Fisiologi Tidur 6

2.1.3. Stadium Tidur 7

2.2. Gangguan Tidur 9

2.2.1. Definisi dan Epidemiologi Gangguan Tidur 9

2.2.2. Jenis Gangguan Tidur 10

2.2.3. Disomnia 11

2.2.4. Etiologi Gangguan Tidur 13

2.2.5. Diagnosis Gangguan Tidur 14

2.2.6. Penatalaksanaan Gangguan Tidur 15

2.2.7. Komplikasi Gangguan Tidur 17

2.3. Tekanan Darah 18

2.3.1. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah 18

2.3.2. Pengukuran Tekanan Darah 19

2.4. Hubungan Gangguan Tidur dengan Tekanan Darah 20

2.5. Kerangka Konsep Penelitain 23

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian 24

(9)

3.3. Populasi dan Sampel 24

3.4. Perkiraan Besar Sampel 25

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 25

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan/Informed Consent 26

3.7. Etika Penelitian 26

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 27

3.8.1. Cara Kerja 27

3.8.2. Alur Penelitian 29

3.9. Identifikasi Variabel 30

3.10. Definisi Operasional 30

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 31 BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Data Demografis dan Karakteristik Sampel Penelitian 33 4.2. Faktor Risiko Hipertensi pada Sampel dengan Disomnia 35 4.3. Perbedaan Rerata Tekanan Darah Sampel dengan Disomnia 36

BAB 5 PEMBAHASAN 39

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 44

6.1. Kesimpulan 44

6.2. Saran 44

BAB 7 RINGKASAN 46

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kebutuhan tidur sesuai usia 6 Tabel 4.1. Distribusi karakteristik sampel 33 Tabel 4.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis gangguan tidur 34 Tabel 4.3. Faktor risiko hipertensi pada sampel dengan disomnia 36 Tabel 4.4. Uji normalitas variabel rerata sistol dan diastol 36 Tabel 4.5. Perbedaan rerata tekanan darah sistolik berdasarkan

gangguan tidur disomnia 37

Tabel 4.6. Perbedaan rerata tekanan darah diastolik berdasarkan

gangguan tidur disomnia 38

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pola elektroensefalografi untuk masing-masing

stadium tidur 9

Gambar 2.2. Mekanisme pengaturan tekanan darah 19 Gambar 2.3. Kerangka konsep penelitian 23

Gambar 3.1. Diagram alur penelitian 29

(12)

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

ARAS : ascending reticular activating system REM : rapid eye movement

NREM : nonrapid eye movement

N : fase tidur NREM, dibagi menjadi 4 yaitu N1, N2, N3, dan N4 besar sampel

Hz : Hertz, satuan frekuensi gelombang

ICD-10 : International Statistical Classification of Diseases and Related Health Program ke-10

F-51 : kode untuk nonorganic sleep disorders pada ICD-10 G47 : kode untuk organic sleep disorders pada ICD-10 OSA : obstructive sleep apnea

PSG : polisomnografi ACG : aktigrafi

SMP : sekolah menengah pertama cm : centimeter, satuan panjang

mmHg : milimeter air raksa, satuan tekanan darah Po : proporsi efek yang diteliti pada literatur

Pa : perkiraan proporsi efek yang diteliti pada lokasi penelitian Zα : tingkat kepercayaan

Zβ : power

SDSC : sleep disturbance scale for children SB : simpangan baku

P : nilai P

(13)

Perbedaan Rerata Tekanan Darah pada Remaja Berdasarkan Tipe Disomnia Krisnarta Sembiring1, Oke Rina Ramayani1, Elmeida Effendy

Rosmayanti S. Siregar

2 1, Beatrix Siregar1, Rafita Ramayati1

Departemen Ilmu Kesehatan Anak1 dan Psikiatri2, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

ABSTRAK

Latar belakang: Disomnia merupakan gangguan tidur tersering, hal ini berhubungan dengan peningkatan tekanan darah. Sejauh ini, belum ada penelitian mengenai perbedaan rerata tekanan darah berdasarkan tipe disomnia pada remaja.

Tujuan: Mengetahui perbedaan rerata tekanan darah remaja berdasarkan tipe disomnia.

Metode: Penelitian potong lintang dilakukan di SMP Negeri 1 Muara Batang Gadis pada bulan April 2016. Sampel adalah pelajar yang mengalami gangguan tidur berdasarkan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC). Pengukuran tinggi badan dan tekanan darah dilakukan disertai pengumpulan data demografis dan kuesioner gangguan tidur. Analisis dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis dan regresi logistik. Nilai P<0.05 dianggap signifikan.

Hasil: Sampel sebanyak 76 anak dengan rerata usia 13.9 (SB 1.14) tahun. Proporsi disomnia adalah 72/76 sedangkan proporsi hipertensi adalah 20/76. Rerata tekanan darah sistolik (TDS) dan diastolik (TDD) masing-masing 111.1 (SB 16.46) mmHg dan 70.3 (SB 11.98) mmHg. Rerata skor SDSC adalah 49.7 (SB 8.96) dan tipe disomnia yang terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Usia dan jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko hipertensi pada disomnia. Perbedaan yang signifikan pada rerata TDS (P=0.006) dan TDD (P=0.022) ditemukan berdasarkan tipe disomnia. Tipe disomnia kombinasi memiliki rerata tekanan darah tertinggi diantara tipe disomnia lainnya.

Kesimpulan: Terdapat perbedaan rerata tekanan darah pada remaja berdasarkan tipe disomnia.

Kata kunci: tekanan darah, disomnia, remaja, hipertensi

(14)

Mean blood pressure difference among adolescents based on dyssomnia types Krisnarta Sembiring1, Oke Rina Ramayani1, Elmeida Effendy

Rosmayanti S. Siregar

2 1, Beatrix Siregar1, Rafita Ramayati1 Departments of Child Health1 and Psychiatry2

University of Sumatera Utara, Medan, Indonesia.

, Medical School,

ABSTRACT

Background: Dyssomnia is the most frequent sleep disturbance and associated with increasing blood pressure. There has been no study determining the difference in mean blood pressure based on dyssomnia types among adolescents.

Objective: To determine the difference in mean blood pressure among adolescents based on dyssomnia types.

Methods: Cross-sectional study was conducted in SMP Negeri 1 Muara Batang Gadis in April 2016. Samples were students having sleep disturbance based on Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) questionnaire. Stature and blood pressure data were collected along with demographic data and sleep disorder questionnaire. Analysis were done with Kruskal-Wallis test and logistic regression. P- value <0.05 was considered significant.

Results: Seventy-six samples were obtained with mean age 13.9 (SD 1.14) year-old.

Dyssomnia proportion and hypertension were 72/76 and 20/76 respectively. Mean systolic (SBP) and diastolic blood pressure (DBP) were 111.1 (SD 16.46) mmHg and 70.3 (SD 11.98) mmHg respectively. Mean SDSC score was 49.7 (SD 8.96) and the most frequent dyssomnia type was disorders of initiating and maintaining sleep. Age and sex were not the risk factors of hypertension in dyssomnia. There was a significant difference in mean SBP (P=0.006) and DBP (P=0.022) based on dyssomnia types. Combination dyssomnia type had the highest mean blood pressure among dyssomnia types.

Conclusion: There is a significant difference in mean blood pressure among adolescents based on dyssomnia types.

Keywords: blood pressure, dyssomnia, adolescent, hypertension

(15)

Perbedaan Rerata Tekanan Darah pada Remaja Berdasarkan Tipe Disomnia Krisnarta Sembiring1, Oke Rina Ramayani1, Elmeida Effendy

Rosmayanti S. Siregar

2 1, Beatrix Siregar1, Rafita Ramayati1

Departemen Ilmu Kesehatan Anak1 dan Psikiatri2, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

ABSTRAK

Latar belakang: Disomnia merupakan gangguan tidur tersering, hal ini berhubungan dengan peningkatan tekanan darah. Sejauh ini, belum ada penelitian mengenai perbedaan rerata tekanan darah berdasarkan tipe disomnia pada remaja.

Tujuan: Mengetahui perbedaan rerata tekanan darah remaja berdasarkan tipe disomnia.

Metode: Penelitian potong lintang dilakukan di SMP Negeri 1 Muara Batang Gadis pada bulan April 2016. Sampel adalah pelajar yang mengalami gangguan tidur berdasarkan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC). Pengukuran tinggi badan dan tekanan darah dilakukan disertai pengumpulan data demografis dan kuesioner gangguan tidur. Analisis dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis dan regresi logistik. Nilai P<0.05 dianggap signifikan.

Hasil: Sampel sebanyak 76 anak dengan rerata usia 13.9 (SB 1.14) tahun. Proporsi disomnia adalah 72/76 sedangkan proporsi hipertensi adalah 20/76. Rerata tekanan darah sistolik (TDS) dan diastolik (TDD) masing-masing 111.1 (SB 16.46) mmHg dan 70.3 (SB 11.98) mmHg. Rerata skor SDSC adalah 49.7 (SB 8.96) dan tipe disomnia yang terbanyak adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur. Usia dan jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko hipertensi pada disomnia. Perbedaan yang signifikan pada rerata TDS (P=0.006) dan TDD (P=0.022) ditemukan berdasarkan tipe disomnia. Tipe disomnia kombinasi memiliki rerata tekanan darah tertinggi diantara tipe disomnia lainnya.

Kesimpulan: Terdapat perbedaan rerata tekanan darah pada remaja berdasarkan tipe disomnia.

Kata kunci: tekanan darah, disomnia, remaja, hipertensi

(16)

Mean blood pressure difference among adolescents based on dyssomnia types Krisnarta Sembiring1, Oke Rina Ramayani1, Elmeida Effendy

Rosmayanti S. Siregar

2 1, Beatrix Siregar1, Rafita Ramayati1 Departments of Child Health1 and Psychiatry2

University of Sumatera Utara, Medan, Indonesia.

, Medical School,

ABSTRACT

Background: Dyssomnia is the most frequent sleep disturbance and associated with increasing blood pressure. There has been no study determining the difference in mean blood pressure based on dyssomnia types among adolescents.

Objective: To determine the difference in mean blood pressure among adolescents based on dyssomnia types.

Methods: Cross-sectional study was conducted in SMP Negeri 1 Muara Batang Gadis in April 2016. Samples were students having sleep disturbance based on Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) questionnaire. Stature and blood pressure data were collected along with demographic data and sleep disorder questionnaire. Analysis were done with Kruskal-Wallis test and logistic regression. P- value <0.05 was considered significant.

Results: Seventy-six samples were obtained with mean age 13.9 (SD 1.14) year-old.

Dyssomnia proportion and hypertension were 72/76 and 20/76 respectively. Mean systolic (SBP) and diastolic blood pressure (DBP) were 111.1 (SD 16.46) mmHg and 70.3 (SD 11.98) mmHg respectively. Mean SDSC score was 49.7 (SD 8.96) and the most frequent dyssomnia type was disorders of initiating and maintaining sleep. Age and sex were not the risk factors of hypertension in dyssomnia. There was a significant difference in mean SBP (P=0.006) and DBP (P=0.022) based on dyssomnia types. Combination dyssomnia type had the highest mean blood pressure among dyssomnia types.

Conclusion: There is a significant difference in mean blood pressure among adolescents based on dyssomnia types.

Keywords: blood pressure, dyssomnia, adolescent, hypertension

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fase remaja merupakan salah satu fase tumbuh kembang yang penting pada anak karena terdapat perubahan fungsi kognitif, perilaku, sosial, dan emosional sesuai perkembangan biologis. Selain itu terdapat fungsi dan tuntutan baru terhadap remaja dalam lingkungan keluarga maupun sosial. Seiring dengan perubahan tersebut, remaja juga seringkali mengalami gangguan tidur seperti perubahan dalam durasi, pola, dan jumlah tidur secara dramatis.

Gangguan tidur pada remaja merupakan masalah kesehatan yang sering terlupakan. Literatur menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, penapisan gangguan tidur tidak rutin dilakukan pada anak usia sekolah. Penelitian lain menunjukkan bahwa dokter anak jarang berdiskusi dengan orang tua mengenai masalah tidur pada anaknya. Padahal, gangguan tidur dapat memberikan dampak buruk pada remaja dikemudian hari.

1,2

3,4 Terdapat tiga jenis gangguan tidur pada remaja, yaitu disomnia, parasomnia, dan gangguan tidur sekunder. Pembagian tersebut dijabarkan lebih lanjut oleh Bruni, dkk menjadi enam jenis gangguan tidur dalam Sleep Disturbance Scale for Children.

Gangguan tidur dapat memberikan dampak terhadap kehidupan dan kondisi kesehatan remaja. Dampak kesehatan yang ditimbulkan antara lain gangguan pertumbuhan, gangguan kardiovaskular, fungsi kognitif, dan perilaku sehari-hari.

4,5

6,7

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gangguan tidur dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah pada dewasa, namun penelitian pada populasi remaja

(18)

masih minim. Penelitian-penelitian sebelumnya juga menunjukkan kontroversi terkait gangguan tidur dengan tekanan darah pada remaja.

Meskipun masih kontroversial, hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah pada remaja lebih banyak dilaporkan. Namun, belum ada penelitian yang melaporkan perbedaan tekanan darah berdasarkan jenis gangguan tidur, terutama gangguan tidur disomnia yang merupakan gangguan tidur terbanyak pada remaja. Hal ini penting untuk mengetahui jenis gangguan tidur mana yang lebih mempengaruhi tekanan darah sehingga klinisi dapat bersikap lebih agresif dalam menangani jenis gangguan tidur tersebut. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan dampak dari gangguan tidur dikemudian hari.

8,9

Kecamatan Muara Batang Gadis adalah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Daerah tersebut didominasi oleh daerah pesisir yang jauh dari perkotaan. Sebagian besar masyarakat memiliki tingkat ekonomi menengah ke bawah. Akses kesehatan dan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan di daerah tersebut masih kurang memadai. Daerah tersebut merupakan binaan Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sehingga penelitian ini dilakukan di daerah tersebut.10

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu:

apakah terdapat perbedaan rerata tekanan darah pada remaja berdasarkan tipe disomnia di Kecamatan Muara Batang Gadis.

(19)

1.3. Hipotesis

Terdapat perbedaan rerata tekanan darah pada remaja berdasarkan tipe disomnia di Kecamatan Muara Batang Gadis.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan rerata tekanan darah pada remaja berdasarkan tipe disomnia di Kecamatan Muara Batang Gadis.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui proporsi gangguan tidur disomnia dibandingkan dengan seluruh jenis gangguan tidur pada remaja di Kecamatan Muara Batang Gadis.

2. Mengetahui proporsi hipertensi pada remaja dengan gangguan tidur di Kecamatan Muara Batang Gadis.

3. Mengetahui pengaruh faktor demografis terhadap tekanan darah pada remaja dengan disomnia di Kecamatan Muara Batang Gadis.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai gangguan tidur pada remaja terutama jenis gangguan tidur disomnia dan hubungannya dengan tekanan darah sehingga dapat mengaplikasikannya pada praktek sehari-hari.

2. Memberikan masukan kepada orang tua dan keluarga remaja serta petugas kesehatan di Kecamatan Muara Batang Gadis mengenai gangguan tidur pada remaja dan efek buruk yang dapat ditimbulkannya.

(20)

3. Sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya terkait gangguan tidur, terutama jenis gangguan tidur disomnia dan tekanan darah pada remaja di daerah pedesaan.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tidur

2.1.1. Definisi Tidur

Tidur merupakan keadaan berkurangnya tanggapan dan interaksi dengan lingkungan yang bersifat reversibel dan berlangsung cepat.6 Literatur lain mendefinisikan tidur sebagai suatu keadaan yang teratur, berulang, dan reversibel, yang ditandai dengan keadaan yang relatif diam dan meningginya nilai ambang rangsang terhadap stimulus dari luar bila dibandingkan dengan keadaan terjaga.

Secara konseptual, tidur bukanlah semata-mata hilangnya kewaspadaan dan persepsi, atau terhentinya proses sensorik tetapi merupakan hasil dari kombinasi penarikan stimulus aferen dari otak dan aktivasi dari area otak spesifik. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa tidur merupakan suatu proses aktif.

3

Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tidur juga merupakan komponen yang sangat penting bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual anak. Kebutuhan dan kebiasaan tidur berbeda-beda berdasarkan usia.

4

5,6,8,11

Kebiasaan tidur meliputi pengaturan rutinitas tidur, konsistensi waktu tidur dan bangun, ruangan tidur yang sesuai, menghindari produk-produk berkafein, dan penyesuaian aktivitas fisik sehari-hari. Kebiasaan tidur yang baik adalah jembatan penghubung antara kebutuhan biologis tidur dengan kondisi lingkungan yang mempengaruhi tidur.

Secara umum, terjadi perubahan kebutuhan tidur seiring dengan bertambahnya usia. Neonatus membutuhkan tidur sekitar 16 jam perhari, sedangkan anak usia 3 sampai 5 tahun membutuhkan tidur 11 jam perhari. Anak yang lebih tua

4

(22)

(usia 10 sampai 11 tahun) memerlukan tidur sekitar 10 jam perhari, sedangkan orang dewasa membutuhkan waktu tidur 7.5 sampai 8 jam perhari.4-6

Tabel 2.1. Kebutuhan tidur sesuai usia Usia

4

Kebutuhan tidur (jam)

0-2 bulan 12-18

3-11 bulan 14-15

1-3 tahun 12-14

3-5 tahun 11-13

6-10 tahun 10-11

10-17 tahun 8.5-9.25

2.1.2. Fisiologi Tidur

Proses tidur dan bangun dipengaruhi oleh keseimbangan dua sistem yaitu sistem tidur (hypnogenic system) dan sistem bangun (arousal system) yang terdapat di otak.

Pusat-pusat tidur di otak antara lain:3

1. Nukleus raphe yang terletak di dalam medula dan di bawah pons. Dari struktur tersebut akan tersebar serabut-serabut saraf ke formasio retikularis, talamus, neokorteks, hipotalamus dan korteks limbik.

2. Daerah inti traktus solitarius di medula dan pons.

3. Ujung depan/rostral hipotalamus terutama suprakiasma dan daerah inti talamus.

Stimulasi pusat-pusat otak tersebut oleh serotonin akan menyebabkan tidur.

Di samping adanya pusat-pusat tidur, terdapat pula pusat terjaga/bangun di otak.

Pusat tersebut adalah Ascending Reticular Activating System (ARAS). Stimulasi terhadap ARAS, terutama oleh neurotransmitter adrenergik akan memicu kondisi terjaga.3

(23)

2.1.3. Stadium Tidur

Tidur terdiri dari dua stadium, yaitu tidur Rapid Eye Movement (REM) dan tidur NonRapid Eye Movement (NREM). Pada stadium REM, aktivitas korteks cukup intensif, sedangkan pada stadium NREM, aktivitas korteks menghilang ditandai dengan gelombang amplitudo besar berfrekuensi rendah pada elektroensefalografi.3,4,12

Stadium NREM dibagi menjadi empat fase, yaitu fase N1 sampai N4. Fase pertama adalah fase dimana orang mulai merasa mengantuk dan tertidur. Pada kondisi ini, orang tersebut masih mudah dibangunkan. Pada elektroensefalografi akan dijumpai gelombang alfa dengan penurunan voltase. Fase pertama berlangsung selama 30 detik sampai 5 menit. Fase kedua merupakan fase tidur yang lebih dalam. Gambaran elektroensefalografi menunjukkan gelombang tidur (sleep spindle) dengan frekuensi 14-18 Hz. Orang tersebut masih mudah dibangunkan meskipun dia benar-benar berada dalam keadaan tertidur. Fase ketiga dan keempat merupakan fase tidur dalam. Pada fase ketiga, seseorang akan tidur pulas dan tonus otot lenyap sama sekali. Elektroensefalografi menunjukkan gelombang lambat delta.

Fase keempat adalah fase tidur yang paling nyenak, tanpa mimpi dan sulit dibangunkan. Gelombang delta adalah gambaran yang dominan dari elektroensefalografi. Gambaran gelombang tidur (sleep spindle) sulit ditemukan.

Selanjutnya tidur akan masuk ke stadium REM. Pada stadium ini terjadi banyak aktivitas biologis yang penting seperti pelepasan hormon pertumbuhan, perbaikan sel dan pembentukan otot. Pada stadium REM, elektroensefalografi akan menunjukkan gelombang teta yang menonjol, atonia otot dan gerakan mata yang cepat.3,4,12

(24)

Pada individu tanpa gangguan tidur, fase NREM dan REM akan bergantian secara siklik. Setiap siklus berlangsung dalam kurun waktu tertentu, bergantung pada usia seseorang. Balita memiliki siklus tidur sekitar 45 menit, anak sampai usia 10 tahun memiliki siklus tidur 60 menit sedangkan anak usia 10 tahun hingga dewasa memiliki siklus tidur sekitar 90-110 menit. Perubahan siklus ini penting diketahui karena beberapa aktivitas motorik abnormal terjadi akibat gangguan siklus tersebut. Perbandingan tidur REM dan NREM juga berubah sesuai dengan usia.

Pada neonatus, dijumpai perbandingan yang sama antara tidur REM dan NREM.

Seiring bertambahnya usia, proporsi tidur REM akan semakin meningkat.3,4,6

Gambar 2.1. Pola elektroensefalografi untuk masing-masing stadium tidur12

(25)

2.2. Gangguan Tidur

2.2.1. Definisi dan Epidemiologi Gangguan Tidur

Gangguan tidur adalah kumpulan gejala yang ditandai gangguan dalam jumlah, kualitas, dan waktu tidur pada seseorang.5 Prevalensi gangguan tidur pada anak dan dewasa secara keseluruhan mencapai 30%. Sekitar 35% sampai 45% diantaranya terjadi pada usia 2 sampai 18 tahun.3 Penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi remaja yang mengalami gangguan tidur dari tahun ke tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Ohida, dkk di Jepang menunjukkan prevalensi gangguan tidur pada remaja berada pada kisaran 15.3% sampai 39.2%. Bruni, dkk juga melakukan penelitian mengenai gangguan tidur pada remaja dan melaporkan angka prevalensi sebesar 73.4%.11 Chevrin, dkk melaporkan bahwa gangguan tidur sering terjadi pada anak usia sekolah dengan jenis gangguan tidur yang paling sering dijumpai adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (10% sampai 20%). Penelitian yang dilakukan di Beijing oleh Liu, dkk melaporkan prevalensi gangguan tidur sebesar 21.1% pada anak berusia 2-12 tahun. Sebuah survei yang dilakukan di Perancis, Inggris, Jerman, dan Italia menunjukkan bahwa 25% gangguan tidur yang dialami anak usia sekolah adalah insomnia.3 Di Indonesia, Haryono, dkk melakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi gangguan tidur pada remaja. Penelitian tersebut dilakukan di Jakarta Timur dengan angka prevalensi sebesar 62.9%.13

2.2.2. Jenis Gangguan Tidur

Menurut International Classification of Sleep Disorders, terdapat tiga jenis gangguan tidur pada anak, yaitu disomnia, parasomnia, dan gangguan tidur sekunder.

Disomnia merujuk pada masalah jumlah tidur, saat mulai tidur, dan lama mempertahankan tidur. Parasomnia terdiri dari masalah yang berhubungan dengan

(26)

keadaan terjaga, terjaga sebagian, atau transisi tahapan tidur. Gangguan tidur sekunder diakibatkan oleh gangguan psikiatrik, neurologis, dan masalah medis lainnya. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Program (ICD)-10 mengklasifikasikan gangguan tidur menjadi nonorganic sleep disorders (F51) dan organic sleep disorders (G47). Kategori F51 selanjutnya akan dibagi menjadi disomnia dan parasomnia.3,4,6,12,14

2.2.3. Disomnia

Menurut Bruni, dkk yang dijabarkan dalam kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children, gangguan tidur dikategorikan menjadi gangguan memulai dan mempertahankan tidur, gangguan pernafasan saat tidur, gangguan kesadaran saat tidur, gangguan transisi tidur-bangun, gangguan somnolen berlebihan, dan hiperhidrosis saat tidur.5,15 Gangguan memulai dan mempertahankan tidur, gangguan pernafasan saat tidur, gangguan transisi tidur-bangun, dan gangguan somnolen berlebihan merupakan jenis gangguan tidur yang termasuk ke dalam disomnia.3

Gangguan memulai dan mempertahankan tidur adalah jenis tersering dari gangguan tidur pada anak. Gangguan ini juga dikenal dengan insomnia primer. Pada gangguan memulai dan mempertahankan tidur, anak biasanya memerlukan perlakuan khusus untuk dapat memulai tidur. Perlakuan tersebut misalnya anak harus diayun-ayun atau orang tua harus berada di dekat anak. Anak menjadi sangat bergantung pada perlakuan tersebut dan bila perlakuan tersebut tidak diberikan, anak tidak akan dapat tertidur dan selalu merasa tidak nyaman setiap kali waktu tidur tiba.2,3,12,16,17

Ganguan pernafasan saat tidur merupakan spektrum yang terdiri dari mendengkur sampai obstructive sleep apnea. Kondisi ini ditandai dengan kekacauan

(27)

tidur yang menyebabkan rasa mengantuk berlebihan. Obstructive sleep apnea (OSA) adalah penyebab tersering dari gangguan pernafasan saat tidur pada anak. Kondisi ini berkaitan erat dengan obesitas, hipertrofi adenotonsilar, kelemahan otot faring posterior, dan penyakit motorneuron. Kondisi ini ditandai dengan mendengkur atau pernafasan yang berbunyi saat tertidur. Terkadang dijumpai fase henti nafas, gelisah, dan berkeringat. Gejala yang timbul bervariasi mulai dari ringan sampai berat dan dapat bersifat persisten atau intermiten.4,12,13,16,17

Gangguan somnolen berlebihan disebut juga narkolepsi, terutama dialami pada awal masa remaja atau usia dewasa muda sebelum 30 tahun. Gangguan somnolen berlebihan ditandai dengan:3,12,16,17,18

1. Mengantuk yang hebat (serangan tidur) di siang hari dengan kecenderungan berkali-kali tidur sepanjang hari

2. Katapleksi, yaitu hilangnya tonus otot dipicu oleh emosi yang mengakibatkan imobilitas selama beberapa detik atau menit

3. Halusinasi hipnagogik yang merupakan halusinasi visual (pengelihatan) atau auditoar (pendengaran) yang dialami pada permulaan tidur

4. Paralisis tidur, yaitu tidak mampu bergerak pada waktu awal bangun

Gangguan transisi tidur-bangun atau gangguan irama sirkadian mencakup beberapa kondisi yang melibatkan ketidaksesuaian antara periode tidur yang diinginkan dan yang sesungguhnya. Gangguan transisi tidur-bangun dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe fase tidur terlambat, tipe jet lag, tipe pergantian kerja, dan tipe yang tidak terklasifikasikan.3

(28)

2.2.4. Etiologi Gangguan Tidur

Etiologi gangguan tidur dibagi menjadi etiologi internal dan eksternal. Etiologi internal berasal dari diri anak itu sendiri, misalnya kebiasaan tidur yang buruk, kondisi medis tertentu, konsumsi kafein dan alkohol serta karakteristik temperamen individu.

Etiologi eksternal berasal dari luar, seperti suara bising, suhu yang panas, dan pemukiman yang padat. Etiologi-etiologi tersebut akan menstimulasi ascending reticular activating system (ARAS) dan menyebabkan keadaan terjaga.6,11,13

Pendapat lain menyatakan bahwa gangguan tidur pada remaja disebabkan oleh faktor medis maupun nonmedis. Faktor medis yang mempengaruhi antara lain gangguan neuropsikiatri dan penyakit lain seperti asma atau obesitas. Faktor nonmedis seperti jenis kelamin, status sosioekonomi keluarga, gaya hidup, dan lingkungan juga berperan penting pada terjadinya gangguan tidur.3,6,14

2.2.5. Diagnosis Gangguan Tidur

Penilaian gangguan tidur dilakukan secara subjektif dan objektif. Penilaian subjektif diperoleh dari laporan orang tua atau anak itu sendiri. Penilaian objektif dilakukan dengan menggunakan alat seperti polisomnografi dan aktigrafi. Penilaian subjektif dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Penilaian ini bersifat penapisan karena baku emas diagnosis tetap harus menggunakan polisomnografi. Namun, seringkali peralatan tersebut tidak tersedia di fasilitas kesehatan ditambah harganya yang mahal dan pengoperasiannya yang tidak mudah sehingga digunakan kuesioner untuk membantu mendiagnosis gangguan tidur pada anak.3,4,6,9,13

Penilaian objektif dilakukan dengan polisomnografi (PSG) dan aktigrafi (ACG).

Polisomnografi menggunakan prinsip elektroensefalografi sedangkan ACG menggunakan informasi aktivitas motorik. Polisomnografi memberikan informasi

(29)

lengkap mengenai perubahan keadaan tidur-bangun sehingga dijadikan baku emas dalam penelitian tentang tidur. Aktigrafi sendiri hanya memberikan informasi mengenai hilangnya aktivitas motorik saat tidur dan kemunculannya kembali saat terjaga. Namun demikian, korelasi anatara PSG dan ACG dilaporkan cukup baik dalam menilai gangguan tidur.3,5,6

Terdapat beberapa jenis kuesioner untuk menilai kualitas tidur pada anak seperti Sleep Disturbance Scale for Children, Child Sleep Questionnaire, dan Children’s Sleep Habits Questionnaire. Sleep Disturbance Scale for Children merupakan kuesioner yang berfungsi sebagai uji tapis untuk gangguan tidur pada anak. Kuesioner tersebut diisi oleh orang tua anak dengan mengingat pola tidur anak mereka selama enam bulan terakhir. Dengan kuesioner tersebut dapat dideteksi gangguan tidur dan jenis gangguan tidur pada anak yang berusia 6 sampai 15 tahun.

Kuesioner ini sering digunakan karena memiliki keuntungan antara lain prinsip analisis komponen yang kuat dan normalitas yang distandarisasi.4-6,13,19

Sleep Disturbance Scale for Children telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diuji validitasnya oleh Natalisa, dkk terhadap pelajar sekolah menengah pertama di Bekasi. Penelitian tersebut melaporkan bahwa Sleep Disturbance Scale for Children atau Skala Gangguan Tidur untuk Anak memliki sensitivitas 71.4% dan spesifisitas 54.5% dalam mendiagnosis gangguan tidur pada remaja dibandingkan dengan baku emas.5

2.2.6. Penatalaksanaan Gangguan Tidur

Penatalaksanaan gangguan tidur pada anak meliputi penatalaksanaan nonfarmakologis dan farmakologis. Penatalaksanaan nonfarmakologis meliputi:3,4,20

(30)

1. Memberikan penjelasan kepada orang tua mengenai perilaku tidur yang normal pada anak sesuai dengan usia anak. Penjelasan hendaknya disertai dengan dukungan bahwa orang tua dapat mengatasi masalah tidur pada anak tersebut.

2. Mengatasi masalah transisi tidur dengan baik. Masalah transisi tidur yang sering dijumpai antara lain pemisahan dengan orang tua, pemisahan dengan benda transisional seperti selimut atau boneka, dan kebiasaan lain seperti minum susu sebelum tidur. Masalah transisi tidur hendaknya ditangani secara bertahap dengan kesabaran sehingga tidak menimbulkan respon negatif dari anak.

3. Menetapkan rutinitas tidur yang teratur. Orang tua hendaknya menentukan aturan-aturan tidur yang jelas terhadap anak sehingga lambat laun akan terbentuk kebiasaan tidur yang baik. Rutinitas tidur yang dimaksud mencakup jam tidur siang, jam tidur malam, waktu bangun pagi, dan sebagainya.

Penatalaksanaan farmakologis yang paling tepat untuk mengatasi gangguan tidur belum ditemukan. Beberapa jenis obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi gangguan tidur antara lain:3,4,20

1. Difenhidramin, yang bersifat sedatif ringan.

2. Golongan benzodiazepin dan antidepresan trisiklik, untuk mengatasi mimpi buruk dan gangguan teror tidur yang terjadi secara terus menerus.

3. Melatonin, saat ini menarik perhatian banyak peneliti karena potensi terapinya yang tinggi dan efek sampingnya yang minimal. Pemberian melatonin eksogen dosis rendah (0.5 sampai 3 mg) dilaporkan dapat mengurangi latensi tidur dan memperbaiki kualitas tidur. Namun, belum ada penelitian yang memberikan cukup bukti mengenai pemakaian melatonin eksogen sebagai terapi farmakologis pada gangguan tidur.

(31)

2.2.7. Komplikasi Gangguan Tidur

Gangguan tidur akan berdampak pada kesehatan dan fungsi sosial anak. Gangguan tidur akan menyebabkan perubahan mood, gangguan fungsi kognitif, gangguan performa motorik, peningkatan sekresi kortisol, depresi, migrain, peningkatan tonus simpatis, dan perubahan tekanan darah.5,6,21-23 Di sisi lain, gangguan tidur akan menyebabkan peningkatan angka ketidakhadiran di kelas serta meningkatkan risiko penggunaan rokok, dan alkohol.5 Gangguan tidur pada anak juga dilaporkan akan menyebabkan peningkatan risiko terjadinya gangguan tidur dan gangguan kesehatan mental pada usia dewasa nanti.24-26

Penelitian yang menghubungkan antara gangguan tidur dengan kemampuan kognitif telah danyak dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Dilaporkan bahwa adanya gangguan tidur akan menyebabkan penurunan kemampuan kognitif pada anak. Hal ini diduga akibat kerusakan neuronal dan gangguan perkembangan otak anak pada fase kritis.Intervensi terhadap gangguan tidur dilaporkan memiliki dampak positif pada kemampuan kognitif anak di sekolah. Hal ini memperkuat adanya hubungan antara gangguan tidur dengan kemampuan kognitif.18,22,26-28

Penelitian-penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah pada anak. Terdapat perbedaan pendapat mengenai hubungan kedua variabel tersebut, namun kebanyakan penelitian melaporkan bahwa gangguan tidur akan meningkatkan tekanan darah. Setiap jenis gangguan tidur yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan tekanan darah.5,9,29-31

(32)

2.3. Tekanan Darah

2.3.1. Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah

Tekanan darah dipengaruhi oleh cardiac output dan tahanan vaskular perifer.

Cardiac output sendiri dipengaruhi oleh kontraktilitas dan preload. Kontraktilitas dipengaruhi oleh aktivitas saraf otonom, yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Preload dipengaruhi oleh volume cairan di sirkulasi dan konstriksi vena. Perubahan pada komponen-komponen tersebut akan mempengaruhi tekanan darah.32

Gambar 2.2. Mekanisme pengaturan tekanan darah

2.3.2. Pengukuran Tekanan darah

Menurut The Fourth Report and The American Heart Association, anak berusia 3 tahun atau lebih seharusnya menjalani pengukuran tekanan darah setiap kali berkunjung ke fasilitas kesehatan. Hal ini bertujuan untuk memantau anak-anak

Tekanan Darah

Cardiac Output Tahanan

Vaskular Perifer

Kontraktilitas Preload

Volume Intravaskular

Konstriksi Vena Saraf Otonom

(33)

dengan peningkatan tekanan darah karena dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi dan penyakit kardiovaskular lain di kemudian hari. Namun, praktek tersebut jarang dilakukan di Amerika Serikat sendiri, maupun di Indonesia.32

Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan metode auskultasi menggunakan manometer. Manset yang digunakan disesuaikan dengan ukuran lengan anak. Manset sebaiknya memiliki cuff berukuran panjang 80% sampai 100%

lingkar lengan dan lebar sekitar 40% lingkar lengan. Ukuran yang terlalu kecil akan menyebabkan peningkatan palsu dari tekanan darah yang terukur dan sebaliknya.

Pengukuran dilakukan pada posisi anak duduk dan di lingkungan yang tenang.

Lengan kanan disangga setentang jantung. Manset dililitkan pada lengan kanan pada pertengahan akromion dan olekranon kemudian cuff dipompa. Tekanan darah sistolik ditandai dengan munculnya bunyi Korotkoff 1 dan tekanan darah diastolik ditandai dengan bunyi korotkoff 5.32

2.4. Hubungan Gangguan Tidur dengan Tekanan Darah

Masih terdapat kontroversi seputar hubungan gangguan tidur dengan tekanan darah.

Penelitian yang dilakukan oleh Tavasoli, dkk di Iran adalah salah satu penelitian yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah.8 Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Au, dkk, Horne, dkk, dan Nisbet, dkk menunjukkan terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah pada anak.9,26,33 Meskipun sebagian besar peneliti sepakat bahwa terdapat hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah, belum ada penelitian terkait perbedaan tekanan darah berdasarkan jenis gangguan tidur yang dialami anak.6,8

Gangguan tidur akan menyebabkan peningkatan sekresi hormon vasoaktif seperti endotelin, vasopresin dan aldosteron. Hormon tersebut akan menyebabkan

(34)

vasokonstriksi pembuluh darah sehingga meningkatkan resistensi vaskular perifer.

Selain itu, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron akan menyebabkan retensi cairan sehingga meningkatkan volume intravaskular dan meningkatkan preload.

Stress yang timbul akibat gangguan tidur akan menyebabkan peningkatan sekresi kortisol dan aktivasi sistem saraf simpatis berlebihan. Kondisi tersebut akan menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung. Akumulasi dari kondisi di atas akan mengakibatkan perubahan tekanan darah menjadi lebih tinggi.6,8,22

Peningkatan tekanan darah dapat berada dalam kisaran normal, prehipertensi dan hipertensi. Prehipertensi pada anak didefinisikan sebagai rerata tekanan darah sistolik dan/atau tekanan darah diastolik berada dalam rentang persentil 90 dan 95 pada kurva tekanan darah menurut usia, jenis kelamin, dan tinggi badan. Dikatakan hipertensi apabila rerata tekanan darah sistolik dan/atau diastolik lebih tinggi atau sama dengan persentil 95 pada tiga kali pengukuran. Terkadang dijumpai hipertensi white coat dimana tekanan darah yang terukur berada pada atau lebih besar dari persentil 95 saat berada di fasilitas kesehatan dan menjadi normal jika berada di luar lingkungan medis.32

Peningkatan tekanan darah pada anak dapat menyebabkan hipertensi saat anak tersebut dewasa nanti. Selain itu, risiko menderita penyakit lainnya seperti aterosklerosis dan penyakit jantung koroner akan semakin meningkat pada usia dewasa. Hal ini menekankan pentingnya evaluasi tekanan darah pada anak secara rutin untuk mendeteksi peningkatan tekanan darah lebih cepat dan mencegah timbulnya dampak lebih lanjut.9,29,33,34

The Fourth Report and the American Heart Association merekomendasikan pemeriksaan tekanan darah rutin dilakukan terhadap anak yang berusia tiga tahun atau lebih. Anak yang berusia kurang dari tiga tahun juga diperiksa apabila memiliki

(35)

faktor risiko seperti prematuritas, penyakit jantung bawaan, penyakit ginjal, keganasan, dan penggunaan obat-obatan yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

Pemeriksaan tekanan darah hendaknya dilakukan pada setiap kunjungan ke praktisi kesehatan termasuk dokter anak. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi kejadian hipertensi pada anak sedini mungkin.32

Hipertensi pada anak biasanya tidak menunjukkan gejala, namun tetap dapat menyebabkan kerusakan organ target. Sekitar 40% anak dengan hipertensi mengalami hipertrofi ventikel kiri dan penebalan tunika intima-media dari arteri karotis yang berakhir pada aterosklerosis. Selain itu, hipertensi pada anak akan berlanjut menjadi hipertensi saat usia dewasa.8,9,29,32

(36)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

: variabel yang diteliti

Gambar 2.3. Kerangka konsep penelitian Gangguan Tidur Faktor

Demografis

Sekresi hormon vasoaktif

Aktivasi sistem renin angiotensin

aldosteron

Sekresi kortisol dan aktivasi sistem saraf

simpatis

Vasokonstriksi Peningkatan volume intravaskular

Peningkatan kontraktilitas

jantung

Rerata tekanan darah

(37)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik potong lintang untuk mengetahui perbedaan rerata tekanan darah pada remaja berdasarkan tipe disomnia di Kecamatan Muara Batang Gadis.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2016 di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Muara Batang Gadis, Desa Singkuang, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target pada penelitian ini adalah pelajar sekolah menengah pertama.

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pelajar sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Muara Batang Gadis. Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel dipilih dengan teknik total sampling.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus besar sampel untuk uji hipotesis pada satu populasi. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% dan power 80%.

𝑛 ={𝑍𝛼�𝑃𝑜(1 − 𝑃𝑜) + 𝑍𝛽�𝑃𝑎(1 − 𝑃𝑎)}2 (𝑃𝑎 − 𝑃𝑜)2

(38)

n : besar sampel minimal

Po : proporsi penderita gangguan tidur pada pelajar sekolah menengah pertama, dari kepustakaan didapat nilai 0.6296

Pa : perkiraan proporsi penderita gangguan tidur pada pelajar sekolah menengah pertama di lokasi penelitian, ditetapkan 0.429

Zα : tingkat kepercayaan yang dikehendaki, ditetapkan 95% dengan nilai dalam rumus 1.96

: power, ditetapkan 80% dengan nilai dalam rumus 0.842

Berdasarkan rumus tersebut, dijumpai besar sampel minimal 47 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

1. Remaja yang duduk di bangku sekolah menengah pertama

2. Remaja yang mengalami gangguan tidur berdasarkan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children.

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. Telah didiagnosis sebelumnya dengan penyakit sekunder yang dapat menyebabkan perubahan pada tekanan darah seperti penyakit ginjal kronis, penyakit jantung bawaan dengan atau tanpa gagal jantung, penyakit tiroid, dan sindroma kongenital.

2. Sedang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi jumlah, kualitas, dan waktu tidur serta obat-obatan yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

Obat-obatan yang dapat mempengaruhi tidur antara lain golongan antihistamin, benzodiazepin, barbiturat, antiansietas, dan antidepresan. Obat-obatan yang dapat mempengaruhi tekanan darah antara lain diuretik, penyakat reseptor beta,

(39)

penyakat reseptor alfa, penyakat kanal kalsium, penyakat reseptor angiotensin dan penghambat enzim pengkonversi angiotensin.

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan/Informed Consent

Masing-masing orang tua sampel telah diminta persetujuan untuk mengikuti penelitian sebelum mengikutsertakan anak-anak mereka. Formulir persetujuan terlampir di bagian akhir tesis ini.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapat izin dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.8.1. Cara Kerja

1. Populasi yang memenuhi kriteria inklusi akan diikutsertakan dalam penelitian dengan sebelumnya meminta persetujuan untuk mengikuti penelitian dari masing-masing orang tua.

2. Dibagikan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children kepada masing- masing sampel untuk diisi oleh orang tua atau wali di rumah dan dikumpulkan kembali pada hari berikutnya. Apabila orang tua atau wali menemukan kesulitan dalam mengisi kuesioner tersebut, peneliti akan melakukan kunjungan ke rumah sampel. Kunjungan tersebut bertujuan untuk menjelaskan bagian yang belum dimengerti oleh orang tua atau wali dari sampel dan membantu pengisian kuesioner tersebut.

(40)

3. Setelah kuesioner terkumpul, dilakukan wawancara terhadap masing-masing sampel untuk memperoleh data demografis. Data demografis yang diperlukan antara lain jenis kelamin dan umur.

4. Dilakukan pengukuran tinggi badan terhadap masing-masing sampel. Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise merk Gea buatan Tiongkok dengan ketelitian 0.1 cm. Sampel diukur tanpa alas kaki dengan posisi berdiri dimana kepala, punggung, bokong, dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise digantung. Microtoise ditarik hingga menempel pada puncak kepala sampel dan dibaca pengukuran yang tertera.

5. Dilakukan pengukuran tekanan darah dari masing-masing sampel. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali di jam sekolah dengan selang waktu 15 menit untuk tiap pengukuran. Alat ukur yang digunakan adalah tensimeter raksa merk Riester buatan Jerman dengan ketelitian 1 mmHg. Pengukuran dilakukan terhadap masing-masing sampel di ruangan yang tenang dan nyaman. Sampel diberikan waktu untuk beristirahat selama 10 menit sebelum pengukuran dilakukan.

Sampel berada pada posisi duduk dengan lengan kanan diletakkan pada meja setentang jantung. Digunakan manset sesuai ukuran lengan sampel. Manset dililitkan pada lengan kanan di pertengahan akromion dan olekranon kemudian cuff dipompa. Bunyi Korotkoff didengarkan dengan menggunakan setoskop merk Littman buatan Amerika Serikat, yang diletakkan pada daerah siku. Tekanan darah yang terukur saat bunyi Korotkoff 1 terdengar dinyatakan sebagai tekanan darah sistolik. Tekanan darah yang terukur saat bunyi Korotkoff 5 muncul dinyatakan sebagai tekanan darah diastolik. Dihitung rerata tekanan darah sistolik dan diastolik dari tiga kali pengukuran. Rerata tekanan darah sistolik dan diastolik juga dikategorikan menjadi hipertensi dan bukan hipertensi.

(41)

6. Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dilakukan analisis statistik untuk mengetahui karakteristik sampel dan perbedaan rerata tekanan darah.

3.8.2. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Diagram alur penelitian

Sampel yang memenuhi kriteria inklusi

Persetujuan mengikuti penelitian dari orang tua

Orang tua mengisi kuesioner Sleep Disturbance Scale for

Chldren

Dilakukan wawancara terhadap sampel untuk memperoleh data demografis

Dilakukan pengukuran tinggi badan

Dilakukan pengukuran tekanan darah sebanyak tiga kali dengan selang waktu 15 menit

Pengolahan dan analisis data

(42)

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Jenis Kelamin Nominal

Usia Rasio

Gangguan tidur Nominal

Disomnia Nominal

Variabel Tergantung Skala

Tekanan darah sistolik Interval

Tekanan darah diastolik Interval

Hipertensi Nominal

3.10. Definisi Operasional

1. Jenis kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang membedakan dua makhluk sebagai wanita dan pria.35

2. Usia adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan.35

3. Gangguan tidur adalah kumpulan gejala yang ditandai oleh gangguan dalam jumlah, kualitas dan waktu tidur pada seseorang. Gangguan tidur dibagi menjadi enam jenis sesuai dengan Sleep Disturbance Scale for Children.5

4. Disomnia adalah kelompok gangguan tidur yang terdiri dari gangguan memulai dan mempertahankan tidur, gangguan pernafasan saat tidur, gangguan transisi tidur-bangun, dan gangguan somnolen berlebihan.3

5. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah yang terukur saat munculnya bunyi Korotkoff 1 pada pengukuran tekanan darah anak.32

6. Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah yang terukur saat munculnya bunyi Korotkoff 5 pada pengukuran tekanan darah anak.32

(43)

7. Hipertensi adalah rerata tekanan darah sistolik dan/atau diastolik yang lebih besar atau sama dengan persentil ke-95 sesuai usia, jenis kelamin, dan tinggi badan pada tiga kali atau lebih pengukuran.32

8. Skala Gangguan Tidur untuk Anak adalah kuesioner yang diadaptasi dari Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) yang mudah diisi oleh orang tua bersama anak, dapat mendeteksi gangguan tidur dan jenis gangguan tidur yang sering dialami oleh anak, dan telah divalidasi dalam bahasa Indonesia. Anak dikatakan mengalami gangguan tidur jika skor total SDSC lebih dari 39. Jenis gangguan tidur diketahui berdasarkan persentasi skor item terkait gangguan tidur spesifik dibandingkan dengan skor total SDSC.5,13

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis univariat, bivariat, dan multivariat dilakukan terhadap data pada penelitian ini. Untuk data demografis dilakukan analisis univariat sehingga didapatkan distribusi karakteristik sampel. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor demografis dengan tekanan darah dan disomnia. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik. Untuk mengetahui perbedaan rerata tekanan darah pada jenis gangguan tidur disomnia, dilakukan analisis multivariat.

Analisis multivariat menggunakan uji Kruskal-Wallis karena data tidak berdistribusi normal. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak statisik dimana nilai p<0.05 dianggap bermakna. Hasil pengolahan dan analisis data akan disajikan dalam bentuk tabel.

(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Data Demografis dan Karakteristik Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Muara Batang Gadis. Sekolah tersebut terletak di Desa Singkuang, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal. Jumlah seluruh siswa pada sekolah tersebut adalah 205 orang dan sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah 76 orang. Distribusi karakteristik sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi karakteristik sampel

Karakteristik n=76

Rerata usia, tahun (SB) 13.9 (1.1) Jenis kelamin, n (%)

Laki-laki Perempuan

26 (34) 50 (66) Kelas, n (%)

Kelas 7 Kelas 8 Kelas 9

34 (45) 29 (38) 13 (17)

Sampel pada penelitian ini memiliki rerata tinggi badan 146.3 (SB 7.2) cm, dengan rerata tekanan sistol sebesar 111.1 (SB 16.3) mmHg dan tekanan diastol sebesar 70.3 (SB 11.8) mmHg. Dari hasil jawaban kuesioner gangguan tidur yang diberikan oleh orang tua sampel, dijumpai rerata skor sebesar 49.4 (SB 8.8).

Berdasarkan jenis gangguan tidur, sampel pada penelitian ini dibagi menjadi 7 kelompok sesuai tabel 4.2. Jenis gangguan tidur yang paling banyak dijumpai adalah

(45)

gangguan memulai dan mempertahankan tidur (37%) dan yang paling sedikit adalah gangguan kesadaran saat tidur (1%).

Tabel 4.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis gangguan tidur

Jenis Gangguan Tidur Persentase

Gangguan memulai dan mempertahankan tidur (Disorders of initiating and maintaining sleep)

37

Gangguan pernafasan saat tidur (Sleep breathing disorders)

8

Gangguan kesadaran saat tidur (Disorders of arousal/nightmares)

1

Gangguan transisi tidur-bangun (Sleep-wake transition disorders)

25

Gangguan somnolen berlebihan (Disorders of excessive somnolence)

10

Hiperhidrosis saat tidur (Sleep hyperhydrosis)

4

Kombinasi 14

Sampel kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis gangguan tidur yang dialaminya menjadi kelompok disomnia dan bukan disomnia. Terdapat 14 sampel dengan kombinasi dua gangguan tidur. Namun, kombinasi gangguan tidur yang mereka alami merupakan jenis gangguan tidur disomnia, sehingga semua sampel tersebut dimasukkan ke dalam kelompok disomnia. Berdasarkan data tersebut, diketahui proporsi jenis gangguan tidur disomnia dibandingkan dengan seluruh jenis gangguan tidur pada penelitian ini adalah sebesar 95%.

Berdasarkan rerata tekanan darah, sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok dengan hipertensi dan kelompok tanpa hipertensi sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan tinggi badan. Dari pembagian tersebut, dijumpai proporsi

(46)

4.2. Faktor Risiko Hipertensi pada Sampel dengan Disomnia

Dilakukan uji regresi logistik untuk mengetahui pengaruh faktor demografis terhadap hipertensi pada sampel dengan disomnia. Faktor demografis yang diuji adalah usia dan jenis kelamin. Berdasarkan uji statistik tersebut, dijumpai bahwa usia dan jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi pada sampel dengan disomnia.

Tabel 4.3. Faktor risiko hipertensi pada sampel dengan disomnia

Konstanta Wald P*

Usia 0.003 0.000 0.991

Jenis kelamin -1.387 3.636 0.057

* Uji regresi logistik

4.3. Perbedaan Rerata Tekanan Darah Sampel dengan Disomnia

Uji normalitas dilakukan terhadap variabel rerata tekanan darah sistolik dan diastolik.

Uji normalitas yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov, dengan hasil yang menunjukkan bahwa data pada variabel tersebut tidak berdistribusi normal (P<0.001 untuk masing-masing variabel).

Tabel 4.4. Uji normalitas rerata tekanan darah sistolik dan diastolik

Z P*

Rerata tekanan darah sistolik 0.178 0.0001 Rerata tekanan darah diastolik 0.167 0.0001

* Uji Kolmogorov-Smirnov

Karena data tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbedaan rerata tekanan darah berdasarkan jenis gangguan tidur disomnia pada penelitian ini. Untuk rerata tekanan darah sistolik, dijumpai perbedaan

(47)

yang bermakna secara statistik berdasarkan jenis gangguan tidur disomnia (P=0.006). Kelompok sampel dengan gangguan disomnia kombinasi memiliki rerata tekanan darah sistolik tertinggi yaitu 126.0 (SB 13.2) mmHg

Tabel 4.5. Perbedaan rerata tekanan darah sistolik berdasarkan gangguan tidur disomnia

Rerata (mmHg)

SB (mmHg)

P*

Gangguan memulai dan mempertahankan tidur

108.6 15.5

0.006 Gangguan pernafasan saat tidur 116.3 9.6

Gangguan transisi tidur-bangun 107.0 17.2 Gangguan somnolen berlebihan 104.7 13.2

Kombinasi 126.0 14.9

* Uji Kruskal-Wallis

Uji Kruskal-Wallis terhadap rerata tekanan darah diastolik berdasarkan jenis gangguan tidur disomnia pada penelitian ini juga memberikan hasil yang sama.

Dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik pada rerata tekanan darah diastolik berdasarkan jenis gangguan tidur disomnia dengan nilai P=0.022. Rerata tekanan darah diastolik yang tertinggi tetap dijumpai pada kelompok sampel dengan gangguan disomnia kombinasi (80.1, SB 11.3 mmHg).

Tabel 4.6. Perbedaan rerata tekanan darah diastolik berdasarkan gangguan tidur disomnia

Rerata (mmHg)

SB (mmHg)

P*

Gangguan memulai dan mempertahankan tidur

69.5 11.8

0.022 Gangguan pernafasan saat tidur 74.6 7.2

Gangguan transisi tidur-bangun 66.4 12.7 Gangguan somnolen berlebihan 65.6 6.4

Kombinasi 80.1 11.3

* Uji Kruskal-Wallis

(48)
(49)

BAB 5 PEMBAHASAN

Gangguan tidur merupakan masalah yang sering terlupakan terutama pada anak dan remaja. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan beberapa dekade belakangan ini menunjukkan adanya peningkatan prevalensi gangguan tidur pada kelompok usia tersebut. Bruni, dkk melakukan penelitian dan melaporkan angka prevalensi tertinggi yaitu sebesar 73.4%.11 Di Indonesia telah dilakukan penelitian mengenai gangguan tidur pada remaja dan melaporkan angka yang tidak jauh berbeda, yaitu 62.9%.13 Di Jepang, Ohida, dkk melaporkan prevalensi gangguan tidur yang lebih rendah (15.3%

sampai 39.2%)11 dan hampir sama dengan penelitian di Beijing oleh Liu, dkk (21.1%).3 Terdapat tiga kelompok gangguan tidur menurut International Classification of Sleep Disorders, dimana disomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering dijumpai pada remaja.3,4,6,12,14

Chevrin, dkk dalam penelitiannya melaporkan bahwa gangguan memulai dan mempertahankan tidur, yang merupakan kelompok gangguan tidur disomnia, merupakan jenis ganguan tidur yang paling sering dijumpai (10% sampai 20%). Survei di beberapa negara seperti Perancis, Inggris, Jerman, dan Italia melaporkan bahwa 25% gangguan tidur yang dialami remaja adalah insomnia yang juga merupakan kelompok gangguan tidur disomnia.3

Pada penelitian ini, dijumpai 76 remaja dari keseluruhan 205 remaja di lokasi penelitian yang mengalami gangguan tidur berdasarkan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children. Beranjak dari data tersebut, diketahui bahwa prevalensi gangguan tidur pada penelitian ini adalah 37.1%. Jenis gangguan tidur yang paling banyak dijumpai adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (37%).

(50)

Secara keseluruhan, proporsi disomnia dibandingkan dengan seluruh gangguan tidur pada penelitian ini adalah 95%.

Hipertensi merupakan penyakit tersering di dunia. Hingga kini masih beredar anggapan bahwa hipertensi hanya terjadi pada populasi dewasa. Walaupun kasus hipertensi pada anak cenderung lebih rendah dibandingkan dewasa, namun tidak sedikit kejadian hipertensi pada usia dewasa diawali dari masa anak atau remaja.

Prevalensi hipertensi pada anak dan remaja semakin lama semakin meningkat, diduga akibat perubahan gaya hidup termasuk pola makan, aktivitas fisik yang kurang dan kelelahan fisik serta mental.36,37 Penelitian yang dilakukan oleh Kuciene, dkk terhadap remaja berusia 12-15 tahun yang memiliki masalah tidur, melaporkan prevalensi hipertensi sebesar 22.5%.38 Hasil penelitian tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian ini. Pada penelitian ini, dijumpai proporsi hipertensi pada sampel dengan gangguan tidur sebesar 26%.

Terdapat beberapa faktor risiko dari hipertensi. Ewald, dkk dalam tulisannya menyebutkan bahwa hipertensi pada remaja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi antara lain usia, jenis kelamin, ras, dan penyakit medis sedangkan faktor eksternal meliputi kebiasaan tidur, asupan makanan, dan pola hidup.39 Hasil penelitian ini berbeda dengan laporan tersebut, dimana usia dan jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko hipertensi pada remaja dengan disomnia. Penelitian yang dilakukan oleh Tavasoli, dkk memberikan hasil yang sama dengan penelitian ini. Tavasoli, dkk melaporkan bahwa indeks massa tubuh, usia, jenis kelamin, dan faktor risiko dalam keluarga bukan merupakan faktor risiko hipertensi pada remaja.8

Hubungan antara disomnia dengan peningkatan tekanan darah pada anak masih merupakan kontroversi. Au, dkk melakukan penelitian terhadap 143 remaja di

(51)

Hong Kong untuk mencari hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah.

Penelitian tersebut menggunakan polisomnografi, yang merupakan baku emas dalam menilai kualitas tidur. Hasilnya dijumpai adanya hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah, dimana remaja dengan gangguan tidur akan memiliki tekanan darah yang lebih tinggi.9 Narang, dkk melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh gangguan tidur terhadap tekanan darah. penelitian tersebut dilakukan terhadap 4 140 remaja dan menunjukkan terdapat peningkatan tekanan darah pada remaja yang mengalami gangguan tidur.40

Tavasoli, dkk melakukan penelitian terhadap 76 anak di Iran. Penelitian tersebut bertujuan untuk mencari hubungan antara gangguan tidur dan tekanan darah sekaligus mengetahui perbedaan tekanan darah pada anak normal dan anak dengan gangguan tidur. Hasil penelitian tersebut melaporkan bahwa tidak terdapat hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah dan tidak terdapat perbedaan tekanan darah antara anak normal dan anak dengan gangguan tidur.

Namun, penelitian tersebut tidak menguji perbedaan rerata tekanan darah berdasarkan tipe gangguan tidur.8

Pada penelitian ini didapatkan perbedaan rerata tekanan darah remaja yang bermakna berdasarkan tipe disomnia. Tipe disomnia kombinasi memiliki rerata tekanan darah tertinggi dibandingkan dengan tipe disomnia lainnya. Penelitian mengenai perbedaan rerata tekanan darah pada remaja berdasarkan tipe disomnia belum pernah dilaporkan sebelumnya. Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan.

Disomnia secara teori akan meningkatkan sekresi hormon vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Disomnia juga mengaktifkan sistem renin angiotensin aldosteron sehingga meningkatkan volume intravaskular. Selain itu

(52)

sekresi kortisol juga meningkat dan sistem saraf simpatis ikut diaktifkan sehingga meningkatkan kontraktilitas jantung. Kombinasi kondisi tersebut akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah.6,8 Patofisiologi tersebut menyatakan bahwa gangguan tidur yang diderita seseorang akan meningkatkan tekanan darah pada orang tersebut. Hal tesebut sesuai dengan hasil penelitian ini, dimana adanya gangguan tidur akan meningkatkan rerata tekanan darah, dan kombinasi gangguan tidur akan mengakibatkan peningkatan yang paling tinggi.

Terlepas dari hasil-hasil di atas, penelitian ini masih memiliki kekurangan.

Pertama, faktor-faktor risiko untuk disomnia dan hipertensi seperti tingkat ekonomi, konsumsi garam, dan kebiasaan hidup yang tidak sehat tidak ikut dianalisis pada masing-masing sampel. Kedua, meskipun pengukuran tekanan darah dilakukan sebanyak tiga kali dan dihitung berdasarkan reratanya, tapi pengukuran dilakukan dengan selang waktu yang singkat (15 menit) sehingga kemungkinan hasil positif palsu atau negatif palsu masih ada. Terakhir, sampel pada penelitian ini belum cukup banyak sehingga memberikan beberapa hasil yang berbeda dengan penelitian- penelitian sebelumnya.

(53)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan tekanan darah pada remaja berdasarkan tipe disomnia. Tipe disomnia kombinasi memiliki rerata tekanan darah tertinggi diantara semua tipe disomnia. Usia dan jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi pada penelitian ini.

6.2. Saran

Diharapkan agar klinisi semakin tanggap terhadap gangguan tidur yang diderita pasien anak karena gangguan tidur memberikan dampak jangka panjang yang buruk, termasuk hipertensi.

Pengukuran tekanan darah hendaknya menjadi salah satu pemeriksaan rutin pada pasien anak berusia tiga tahun atau lebih yang datang ke fasilitas kesehatan agar peningkatan tekanan darah dapat dideteksi lebih dini dan segera diintervensi agar tidak berlanjut menjadi hipertensi pada saat dewasa nanti.

Pasien anak dengan disomnia kombinasi hendaknya mendapatkan perhatian khusus dan intervensi yang lebih agresif karena lebih berisiko untuk mengalami peningkatan tekanan darah dibandingkan dengan gangguan tidur lainnya.

Untuk sentra kita sendiri, diharapkan skrining untuk gangguan tidur dapat diterapkan dengan menggunakan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children.

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirobbil ’ alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat serta karunia- NYA sehingga penulis dapat

Makanan yang mengandung banyak lemak dapat menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan pada pembuluh darah dan memacu

Saran bagi praktisi pendidikan adalah: (1) Guru harus menciptakan, mendesain, dan mampu mengimplemen-tasikan model-model pembelajaran yang kreatif dan

Dengan pemahaman seperti yang diuraikan di atas maka semua Aktivis Islam seharusnya mendukung Partai Politik Islam, apakah secara langsung yakni masuk menjadi fungsionaris di

Hubungan antara kesehatan dan pekerjaan seseorang mulai dikenal sejak beberapa abad yang lalu, antara lain dengan didapatkannya penyakit akibat cacing atau gejala sesak nafas

Pre-test diberikan sebelum diberikan perlakuan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi awal siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Post-test diberikan

Pra produksi atau dapat disebut juga sebagai perencanaan ialah tahap dalam proses produksi yang merupakan pengembangan desain program. Beberapa kegiatan yang terdapan

Pada implementasi ini untuk memonitoring aplikasi lime survey dapat di lakukan dengan command line dan GUI di proxmox ve untuk mengetahui berapa banyak resource yang