BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Desain
Desain Penelitian ini adalah penelitian analitik yang akan mengobservasi
hubungan antara distribusi frekuensi bakteri dengan derajat obstruksi
(VEP
1) pada PPOK eksaserbasi akut di RSUP Haji Adam Malik dan RS
Pirngadi Medan.
3.2
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada pasien PPOK eksaserbasi di bagian Paru
RSUP.H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan. Penelitian ini dilaksanakan
dalam kurun waktu 1 tahun (1 september 2015 sampai 1 september 2016).
3.3
Populasi, Sampel dan Besar Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah penderita PPOK eksaserbasi di bagian Paru
di RSUP.H.Adam malik dan RS.Pirngadi Medan.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi.
a.
Kriteria inklusi:
1.
Penderita PPOK eksaserbasi di bagian paru
2.
riwayat merokok dengan IB > 200
3.
Usia 40
–
70 tahun
4.
Sputum Representatif
1.
Mendapatkan terapi antibiotik 48 jam sebelum masuk rumah sakit.
2.
Pasian yang di diagnosis tuberculosis dan/atau bronkiektasis
3.
Pasien Immunocompromised berat (penderita HIV/AIDS) dan
penyakit keganasan
4.
Pasien yang membutuhkan ventilator mekanis dan perawatan ICU
3.3.3
Perkiraan Besar sampel
Pasien PPOK eksaserbasi akut yang masuk ruang rawat inap paru dalam
kurun waktu 1 tahun penelitian dengan estimasi 41 pasien berdasarkan
data sekunder di bagian Paru RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS.
Pirngadi Medan.
Besar Sampel
Rumus : n=Z
2p ( 1-p )
d
2Keterangan :
n
: besar sampel
Z
2: 1,96 pada interval (IK) 95%
p
: prevalensi yang diperkirakan 0,12
(1-p) : (1-prevalensi)
d
2: Kesalahan maksimum yang masih ditolerir 0,15
n= 1,96
2x 0,12 ( 1-0,12 )
0,15
2
3.4
Kerangka Operasional
Pasien PPOK eksaserbasi sesuai
kriteria inklusi
Tatalaksana awal
Foto toraks Spirometri
Diambil sampel sputum yang memenuhi kriteria Bartlett
3.5
Definisi Operasional
Spirometri GOLD 1 : Ringan:VEP1
5 Jenis
9 Pekerjaan Aktivitas yang
3.6
Alur Penelitian
Seluruh subjek penelitian yang selama ini menderita PPOK, saat ini
diduga mengalami PPOK eksaserbasi dilakukan :
1.
Anamnesis, meliputi keluhan utama, riwayat paparan asap rokok atau
merokok, jumlah rokor per hari, dan lama merokok. Riwayat serangan
sehingga subyek pernah masuk rumah sakit karena sesak napas,
riwayat penyakit lainnya, riwayat pamakaian obat-obatan.
2.
Foto toraks untuk menyingkirkan tuberkulosis dan bronkiektasis.
3.
Pemeriksaan fisik, meliputi tanda vital, tinggi badan, berat badan,
Indeks Massa Tubuh (IMT), pemeriksaan sistem; khususnya sistem
pernapasan.
4.
Pengambilan sampel sputum, kultur sputum dan uji kepekaan:
a.
Untuk setiap sampel sputum ekspektorasi yang diperoleh dibuat
hapusan Gram untuk melihat kuman Gram positif atau negatif, dan
menghitung jumlah sel epitel dan PMN sesuai Kriteria Bartlett.
b.
Sampel yang memenuhi Kriteria bartlett, kemudian di bagi 2:
i.
Satu bagian di tanam pada media agar darah.
Selanjutnya dimasukkan de dalam inkubator pada suhu 37
ͦ
c
dan selama 24
–
48 jam pertumbuhan koloni dilanjutkan
identifikasi jenis kuman berdasarkan pengecatan Gram. Bakteri
gram positif akan diteruskan dengan MSA (Mannitol Salt
Agar) sedangkan gram negatif akan dibiakkan lagi pada media
mcConkey dan dilakukan pemeriksaan biokimia. Selanjutnya
ii.
Satu bagian lagi ditanam pada coklat agar dimasukkan ke
dalam candle jar (CO
2,5-10%), dieramkan 37
ͦ
c, 18-24 jam.
Identifikasi dibuat dengan pewarnaan Gram, morfologi koloni,
tes biokimia.
c.
Setelah identifikasi kuman dilakukan uji kepekaan bakteri terhadap
antibiotika dengan metode VITEC 2.
5.
Pemeriksaan laboratorium yang meliputi darah rutin.
6.
Diagnostik PPOK ditentukan dengan Spirometri, kemudian dilakukan
penilaian derajat keparahan PPOK sesuai dengan GOLD 2017.
3.7 Pengolahan Data
Seluruh data yang diperoleh, dikumpulkan, dan diedit menggunakan
program excel 2007, diberi kode untuk mempermudah pengelompokkan
data dan membaca hasil. Disajikan sebagai mean, dan simpangan baku
memakai software SPSS (Statistical Product and Science Service) versi
17.0. Analisa deskriptif untuk melihat gambaran karakteristik penderita
meliputi umur, jenis kelamin, riwayat merokok, indeks brinkman, derajat
PPOK, jenis rokok, pekerjaan dan kultur bakteri. Untuk melihat hubungan
parameter fungsi paru dengan Kultur bakteri digunakan uji Fisher Exact,
begitupun jenis bakteri gram dengan fungsi paru. Hasil dianggap
3.8 Perkiraaan Biaya Penelitian
a. Pengumpulan kepustakaan
Rp. 200.000,-
b. Pembuatan proposal
Rp. 300.000,-
c. Seminar proposal
Rp. 1.500.000,-
d. Pembuatan dan penggandaan laporan
Rp. 500.00,-
e. Biaya tim penelitian
Rp. 1.000.000,-
f. Seminar hasil penelitian
Rp. 2.000.000,-
BAB 4
Penelitian ini melibatkan 45 orang penderita PPOK yang mengalami
eksaserbasi jika terjadi pertambahan derajat sesak napas, pertambahan volume
sputum atau perubahan warna sputum menjadi purulen.
Karateristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin menunjukan
data bahwa semua penderita PPOK eksaserbasi yang menjadi sampel penelitian
ini adalah laki laki (100%).
Adapun karakteristik sampel berdasarkan usia dijumpai bahwa usia
termuda pasien yang menderita PPOK eksaserbasi adalah 48 tahun dan usia tertua
adalah 76 tahun. Tidak satupun sampel yang berada dalam kisaran usia <40 tahun.
Sampel yang berada dalam rentang usia 40
–
49 tahun adalah sebanyak 4 orang.
Usia 50
–
59 tahun sebanyak 18 orang, usia 60
–
69 tahun sebanyak 21 orang, dan
sisanya sampel yang berada dalam rentang usia lebih atau sama dengan 70 tahun
adalah sebanyak 4 orang. Rata rata usia responden dalam penelitian ini adalah
60,3 +/- 7,28 tahun.
Sementara itu, karakteristik sampel berdasarkan pekerjaan didapati
bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 35,6% bekerja sebagai petani dan
22,2% sudah tidak bekerja lagi / pensiunan.
Seluruh responden saat ini merupakan mantan perokok (
ex-smoker
) dan
mayoritas memiliki indeks brinkman berat yaitu sebanyak 93,33%. Jenis rokok
yang paling banyak dikonsumsi adalah rokok campuran, baik berupa rokok filter
maupun rokok kretek.
Lebih dari setengah jumlah responden (53,3%) mengalami derajat
obstruksi berat, dan 37,8% responden mengalami derajat obstruksi sangat berat.
Dari keseluruhan jumlah responden, dijumpai kultur positif 66,7% dan kultur
Merokok telah menjadi faktor risiko penting terjadinya PPOK dan
bahkan setelah berhenti merokok. Risiko rokok terhadap kejadian PPOK
berdasarkan dose dependent, 50% perokok mengalami gangguan obstruksi dengan
penurunan nilai VEP 50-75 ml pertahun, sekitar 10-15% perokok menjadi PPOK.
Survei pada tahun 2004 menyatakan prevalens perokok di Indonesia lebih dari
50% laki-laki, sebagian besar perokok ini mulai merokok sejak umur 19 tahun.
Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan WHO dalam kampanye hari
tanpa tembakau dunia pada 31 mei menyebutkan penggunaan tembakau di
Indonesia menyebabkan 9,8% kematian karena penyakit paru kronik pada tahun
2001. Faktor risiko lain adalah pajanan asap hasil pembakaran biomass yang
mengandung stress oksidatif. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2002)
4.2 Distribusi Pola Bakteri pada pasien PPOK eksaserbasi
Tabel 4.2 Distribusi Pola Bakteri pada pasien PPOK eksaserbasi
Jenis Bakteri Jumlah
Klebsiellla pneumonia 6 20
Acinetobacter
Dari seluruh sampel sputum terdapat distribusi pola bakteri pada pasien
PPOK eksaserbasi akut yang di gambarkan pada tabel 4.2, dimana ditemukan
bakteri patogen coccus gram positif 10 sampel dan bakteri patogen batang gram
Sputum yang dikeluarkan diupayakan berasal dan saluran napas bawah
yaitu dengan mengusahakan pasien batuk dalam yang benar sehingga diperoleh
sputum yang representatif. Beberapa penelitian meragukan penggunaan sputum
sebagai bahan untuk mengetahui etiologi/penyebab infeksi saluran napas bawah.
Pada penelitian ini sampel diambil dari sputum ekspektorasi spontan dimana
sebelumnya kepada pasien diajarkan bagaimana cara batuk dan menampung
dahak yang benar agar didapatkan sampel yang representatif. Sputum mempunyai
banyak kelemahan untuk digunakan melihat kausalitas yaitu: kontaminasi
orofaring yang cukup tinggi, cara pengambilan sampel sering tidak adekuat, batuk
tidak benar, sampel tidak representatif dan pengiriman bahan harus segera (<2
jam). Bartlett dkk,
mengemukakan bahwa kepekaan pemeriksaan sputum hanya
15-30%. Supriyantoro dkk, membandingkan hasil seluruh sputum biakan positif
dengan hasil biakan sikatan bronkus pada 50 kasus infeksi akut saluran napas
bawah, ternyata hasil biakan sikatan bronkus pada kelompok yang sama terdapat
30,8% galur kuman yang berbeda. Hal ini menunjukkan masih tingginya
kontaminasi kuman orofaring pada hasil biakan sputum. (Bartlett 1994; Soler,
2007; Supryiantoro, 1989)
Berbagai usaha untuk memperbaiki kualitas sputum yang dibatukkan
terus dilakukan. Teknik pencucian sputum merupakan salah satu metode
noninvasif untuk mengurangi kontaminasi kuman orofaring pada spesimen
sputum yang dibatukkan menggunakan teknik pencucian sputum dengan NaCI
0,9% (dibandingkan berturut-turut dengan spesimen bronkoskop, aspirasi
transtrakeal dan sputum ekspertorasi) mendapati pencucian sputum dapat
terkontaminasi dari sekret orofaring. Usyinara mendapati pencucian sputum tidak
menurunkan kontaminasi kuman orofaring, sehingga tidak dianjurkan sebagai
prosedur rutin pada bahan sampel sputum.
(Holloway, 1992; Jabang, 1999;
Usyinara, 2006)
4.3. Pola kuman terbanyak pada PPOK eksaserbasi
Tabel 4.3. Pola kuman terbanyak pada PPOK eksaserbasi
Empat kuman terbanyak
ɳ
%Streptococcus pneumonia
8
32,00
Klebsiella pneumonia
6
24,00
E. coli
6
24,00
Acinetobakter baumanii
5
20,00
Pola kuman diambil berdasarkan kuman yang paling sering muncul
(kuman yang terbanyak). Pada penelitian ini didapatkan 6 jenis bakteri yang
terdiri dari 4 jenis bakteri terbanyak pada pasien dengan PPOK eksaserbasi akut.
Bakteri yang sering dijumpai pada PPOK eksaserbasi akut antara lain pola klasik
yang terdiri atas:
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae dan
Moraxela catarrahalis.
Selain itu terdapat pula
Pseudomonas aeruginosa,
Klebsiella spp, Staphylococcus aureus, Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia
spp.
Hurst et al, menemukan paling sedikit 2 dari pola kuman klasik ini sebagai
kuman terbanyak pada PPOK eksaserbasi. Penelitian ini mendapati 4 jenis kuman
terbanyak sebagai berikut
Klebsiella
pneumonia
(20,37%),
Staphylococcus aureus
(18,52%),
Klebsiella ozaenae
(11,11%) dan
Pseudomonas aeruginosa
(9,26%).
Hampir mirip dengan penelitian Soeprihatini dkk, menemukan
Klebsiella sp.
Pseudomonas sp, dan Acinetobacter.
(Gold, 2008; Hurst, 2010; Roche, 2007;
Alamoudi, 2007; Soeprihatini, 2006)
Penelitian Lin SH dkk,
di Taiwan melaporkan
Klebsiella pneumoniae
(19,6%),
Pseudomonas aeruginosa
(16,8%),
Hemophillus influenzae
(7,5%) dan
Staphylococcus aureus, Enterobacter baumannii
dan
Acinetobacter
sp.
masing-masing sekitar 6%. Lin dkk juga mendapati
Streptococcus pneumonia
dalam
jumlah yang kecil (2,4%), sedangkan dalam penelitian ini hanya 1,85%. Chawla,
Aurora, dan Shahnawas di India, tidak menemukan
Haemophilus influenza
pada
penelitiannya. (Lin SH, 2007)
Dalam penelitian ini bakteri yang paling sering dijumpai adalah
Streptococcus pneumonia
(20,68%),
Klebsiella pneumonia
(27,58%),
E.Coli
(20,68%) dan
Acinetobacter
(20,68%). Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan
konsensus PDPI yang mendapatkan pola kuman penyebab PPOK eksaserbasi
sebagai berikut:
Klebsiella pneumonia
(26,5%),
Haemophilus influenzae
(17,44%),
Pseudomonas aeruginosa
(15,47%) dan disusul oleh
Streptococcus
pneumonia
(7,86%). Perbedaan ini mungkin saja disebabkan karena riwayat
penggunaan antibiotik sebelumnya pada pasien PPOK, terutama pada pasien yang
4.4. Hubungan hasil kultur dengan derajat hambatan aliran udara VEP
1Tabel 4.4. Hubungan hasil kultur dengan derajat hambatan aliran udara VEP
1VEP
1p-value
Ringan Sedang Berat Sangat berat
Kultur positif
0
1
15
14
0.075
Kultur negatif
0
3
9
3
Tidak terdapat hubungan antara kepositivan hasil kultur dengan derajat VEP1
Uji Fisher Exact