• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Buah Naga Merah

Buah naga merah (Hylocereus costaricencis) adalah tanaman yang

buahnya berwarna merah menyala dan bersisik hijau. Buah naga termasuk

tanaman kaktus atau famili Cactaceae dan subfamili Hylocereanea. Dalam

subfamili ini terdapat beberapa genus, sedangkan buah naga termasuk dalam

genus Hylocereus. Genus ini pun tediri dari sekitar 16 spesies. Dua diantaranya

memiliki buah yang komersial, yaitu Hylocereus undatus ( berdaging putih) dan

Hylocereus costaricensis ( daging merah).

Gambar 2.1 Buah Naga Merah (Hylocereus costaricencis)

Adapun klasifikasi buah naga tersebut sebagai berikut:

Divisi :Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi :Angiospermae(berbiji tertutup)

Kelas :Dicotyledonae (berkeping dua) Ordo :Cactales

Famili :Cactaceae

Subfamili :Hylocereanea

Genus :Hylocereus

Spesies :Hylocereus costaricencis (daging merah)

(2)

Tanaman yang berasal dari meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan bagian utara ini sudah lama dimanfaatkan buahnya untuk konsumsi segar.

Namun, selama itu tidak satu pun media massa dunia yang memberitakannya.

Tanamannya merupakan jenis tanaman memanjat. Saat ditemukan di alam aslinya,

tanaman ini memanjat batang tanaman lain dihutan yang teduh, walaupun

perakarannya di tanah dicabut, tanaman ini masih tetap hidup sebagai tanaman

epifit karena kebutuhan makanannya diperoleh melalui akar udara pada

batangnya. Secara morfologis, tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap

karena tidak memiliki daun.

Buah naga merah (Hylocereus costaricencis) sepintas mirp buah

Hylocereus polyrhizus. Namun, warna daging buahnya lebih merah, itulah

sebabnya tanamn ini disebut buah naga berdaging super merah. Batangnya

bersosok lebih besar disbanding Hylocereus polyrhyzus. Batang dan cabangnya

akan berwarna loreng saat berumur tua. Berat buahnya sekitar 400-500 g. Rasanya

manis dengan kadar kemanisan mencapai 13-15 briks. Tanamannya sangat

menyukai daerah yang panas dengan ketinggian rendah sampai sedang.

2.1.1 Khasiat Buah Naga Merah

Dari beberapa media massa disebutkan bahwa buah naga merah memiliki khasiat untuk kesehatan manusia, diantaranya ialah sebagai penyeimbang kadar

gula darah, pencegah kanker usus, pelindung kesehatan mulut, serta pengurangan

kolesterol, pencegah pendarahan, dan obat keluhan keputihan. Adanya

khasiat-khasiat tersebut disebabkan oleh kandungan nutrisi dalam buahnya yang sangat

mendukung kesehatan tubuh manusia. Table 1 memberikan gambaran tentang

kandungan nutrisi dalam buah naga merah.

Buah naga merah umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar sebagai

penghilang dahaga. Hal ini disebabkan oleh kandungan airnya sangat tinggi,

sekitar 90,20% dari berat buah. Rasanya cukup manis karena didukung oleh kadar

(3)

TABEL 2.1. KANDUNGAN NUTRISI BUAH NAGA MERAH

Nutrisi Kandungan

Kadar gula 13-18 briks

Air 90,20%

Karbohidrat 11,5 g

Asam 0,139 g

Protein 0,53 g

Serat 0,71 g

Kalsium 134,5 mg

Fosfor 8,7 mg

Magnesium 60,4 mg

Vitamin C 9,4 mg

(Kristanto,2009)

2.1.2 Jenis Buah Naga

Ada empat jenis buah naga yang diusahakan dan memiliki prospek baik.

Keempat jenis tersebut sebagai berikut.

2.1.2.1 Hylocereus Undatus

Hylocereus undatus yang lebih popular dengan sebutan white pitaya

adalah buah naga yang kulitnya berwarna merah dan daging berwarna putih.

Warna merah buah ini sangat kontras dengan warna daging buah. Pada kulit buah

terdapat sisik atau jumbai berwarna hijau. Didalam buah terdapat banyak biji

berwarna hitam, berat buah rata-rata 400-500 g bahkan ada yang dapat mencapai

650 g. Rasa buahnya masam bercampur manis dibandingkan jenis lainnya, kadar

kemanisannya tergolong rendah, sekitar 10-13 briks. Batang tanamannya

(4)

2.1.2.2 Hylocereus polyrhizus

Hylocereus polyrhizus yang lebih banyak dikembangkan di Cina dan

Australia ini memiliki buah dengan kulit berwarna merah dan daging berwarna

merah keunguan. Kulitnya terdapat sisik atau jumbai hijau. Rasa buah lebih manis

disbanding Hylocereus undatus, kadar kemanisan mencapai 13-15 briks. Tanaman

lebih kekar dibanding Hylocereus undatus. Dari pada batang dan cabang berjarak

lebih rapat. Tanaman ini tergolong jenis yang sangat rajin bunga, bahkan

cenderung berbunga sepanjang tahun.

2.1.2.3 Hylocereus costaricencis

Buah Hylocereus costaricencis adalah buah yang warna dagingnya lebih

merah dan tanaman ini disebut dengan buah naga berdaging super merah.

Batangnya bersosok lebih besar dibanding jenis buah naga Hylocereus polyrhizus.

Batang dan cabangnya akan berwarna loreng saat berumur tua. Berat buah nya

sekitar 400-500 g, rasanya manis dengan kadar kemanisan mencapai 13-15 briks.

2.1.2.4 Selenicereus megalanthus

Jenis buah ini berpenampilan berbeda disbanding jenis anggota genus

Hylocereus. Kulit buahnya berwarna kuning tanpa sisik sehingga cenderung lebih

halus. Walaupun tanpa sisik, kulit buahnya masih menampilkan tonjolan-tonjolan

dan rasa buahnya jauh lebih manis dibanding buah naga lainnya karena memiliki

kadar kemanisan mencapai 15-18 briks. Sayangnya buah yang dijuluki yellow

pitaya ini kurang popular dibanding jenis lainnya. (Hardjadinata.S,2009)

2.2 Edible Film

Edible film didefinisikan sebagai suatu material berbentuk lapisan tipis

yang dapat dikonsumsi dan dapat digunakan sebagai penghalang kelembaban,

oksigen dan gerakan zat terlarut pada makanan. Edible film dapat digunakan untuk

lapisan pembungkus makanan yang atau dapat ditempatkan sebagai lapisan antara

(5)

Edible film diaplikasikan pada makanan dengan cara pembungkus,

pencelupan, penyikatan atau penyemprotan. Bahan hidrokoloid dan lemak atau

campuran keduanya dapat digunakan untuk membuat edible film. Hidrokoloid

yang dapat digunakan untuk membuat edible filmadalah protein (gelatin, kasein,

protein kedelai, protein jagung dan gluten gandum) dan karbohidrat (pati, alginate,

pectin, gum arab, dan modifikasi karbohidrat lainnya), sedangkan lipid yang

digunakan adalah lilin/wax, gliserol dan asam lemak. Adapun ketebalan edible

film adalah tidak lebih dari 0,3 mm (Embuscado, 2009).

Kelebihan edible film yang dibuat dari hidrokoloid diantaranyamemiliki

kemampuan yang baik untuk melindungi produk terhadap oksigen,

karbondioksida dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan

meningkatkan kesatuan struktural produk. Kelemahannya, film dari karbohidrat

kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air sementara film dari

protein sangat dipengaruhi oleh pengaruh pH. Kelebihan edible film dari lipid

adalah memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk dari penguapan

air atau sebagai bahan pelapis untuk mengoles produk makanan (Krochta, 1997).

Metode pembuatan edible film yang sering digunakan yaitu metode

casting, yaitudengan mendispersikan bahan baku edible film, pengaturan pH

larutan, pemanasan larutan, pencetakan, pengeringan, dan pelepasan dari cetakan.

Tidak ada metode standart dalam pembuatan edible film sehingga dapat dihasilkan

film dengan fungsi dan karakteristik fisikokimia yang diinginkan akan berbeda.

Namun pada umumnya dilakukan penambahan hidrokoloid untuk membentuk

struktur film yang tidak mudah hancur dan plasticizer untuk meningkatkan

elastisitas (Wahyu, 2008).

2.2.1 Sifat-sifat Edible Film

Sifat fisik edible film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat mekanik menunjukkan kemampuan kekuatan film dalam menahan kerusakan

(6)

kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan menggunakan film

tersebut.

Beberapa sifat film meliputi kekuatan renggang putus, ketebalan,

pemanjangan, laju tranmisi uap air dan kelarutan film.

1. Ketebalan edible film

Ketebalan film merupakan sifat fisik yang dipengaruhi oleh konsentrasi

padatan terlarut dalam larutan film. Ketebalan film akan mempengaruhi laju

transmisi uap air, gas dan senyawa volatile.

2. Perpanjangan edible film atau elongasi

Perpanjangan edible film atau elongasi merupakan kemampuan

perpanjangan bahan saatdiberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film

menunjukkan kemampuan rentangnya.

3. Peregangan edible film atau tensile strength

Peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan

tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya.

Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima

oleh bahan atau sampel.

4. Kelarutan film

Persen kelarutan edible film adalah persen berat kering dari film yang

terlarut setelah dicelupkan didalam air selama 24 jam.

5. Laju transmisi uap air

Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan

waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film

adalah untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uap air

(7)

2.2.2 Aplikasi Edible film

Komponen penyusun edible film mempengaruhi secara langsung bentuk

morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen penyusun

edible film dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida, dan komposit.

Bahan-bahan tambahan yang sering dijumpai dalam pembuatan edible film adalah

antimikroba, antioksidan, flavor,dan pewarna.

Komponen yang cukup besar dalam pembuatan edible film adalah

plasticizer, yang berfungsi untuk meningkatkan fleksibilitas, menghindari film

dari keretakan, meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air, zat terlarut, dan

meningkatkan elastisitas film. Beberapa jenis plasticizer yang dapat digunakan

dalam pembuatan edible film adalah gliserol, polivinil alcohol, dan sorbitol.

Aplikasi dari edible film dapat dikelompokkan atas :

1. Sebagai kemasan primer dari produk pangan

Contoh dari penggunaan edible film sebagai kemasan primer adalah pada permen,

sayur-sayuran, dan buah-buahhan segar, sosis, daging dan produk hasil laut.

2. Sebagai barrier

Penggunaan edible film sebagai barrier dapat dilihat dari contoh-contoh berikut:

Gellan gum yang direaksikan dengan garam mono atau bivalen yang membentuk

film, diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge, yang merupakan barrier yang

baik untuk adsorpsi minyak pada bahan pangan yang digoreng, sehingga

menghasilkan bahan dengan kandungan minyak yang rendah.

3. Sebagai pengikat

Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang diberi bumbu,

(8)

melekat pada produk. Pelapisan ini berguna untuk mengurangi lemak pada bahan

yang digoreng dengan penambahan bumbu.

4. Pelapis

Edible film dapat bersifat sebagai pelapis untuk meningkatkan penampilan dari

produk-produk bakery, yaitu untuk menggantikan pelapisan dengan telur.

Keuntungan dari pelapisan dengan edible film adalah dapat menghindari

masuknya mikroba yang dapat terjadi jika dilapisi dengan telur (Julianti E. dan

Nurminah M, 2007).

2.3 Gliserin

Gliserin adalah senyawa netral, dengan rasa yang manis, tidak berwarna, cairan

kental dan sangat higroskopis. Gliserin dapat menjadi berbentuk pasta bila berada

mendekati titik beku. Gliserin dapat larut sempurna dalam air dan alcohol, tapi

tidak larut dengan minyak, sebaliknya banyak zat lebih mudah larut dalam gliserol

dibanding dalam air maupun alcohol. Oleh karena itu gliserin merupakan sebuah

pelarut yang baik.

Gliserin yang merupakan produk samping dari industry oleokimia yang

memiliki sifat higroskopis, larut dalam air dan alcohol, tidak berwarna, tidak

berbau dan memiliki rasa manis. Gliserin banyak digunakan untuk farmasi, bahan

makanan, kosmetik, emulsifier dan minyak pelumas. Adapun kegunaan gliserin

adalah sebagai berikut:

1. Bidang Farmasi

(9)

2. Bahan makanan

Gliserin digunakan sebagai pelarut ekstrak buah seperti vanili, kopi, koumarin. Gliserin juga digunakan untuk minuman berkarbonat, pembuatan keju, permen

jeli.

3. Kosmetik

Gliserin yang memiliki sifat tidak beracun, tidak iritasi dan tidak berwarna

digunakan untuk pelembut dan pelembab kulit, krem kulit, sabun, pembersih

wajah. Gliserin juga digunakan sebagai pelarut parfum, pewarna dan pembersih

kendaraan (Minner, 1953).

Gliserin dengan rantai HO-CH2-CH-(OH)-CH2-OH adalah produk

samping dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati dengan air untuk

menghasilkan asam lemak. Senyawa ini bisa menurunkan titik beku pelarutnya

dengan mengganggu pembentukan Kristal es pelarut.

Gliserin juga dapat meningkatkan titik didih pelarutnya dengan

menghalangi molekul-molekul pelarut saling bertumbukan, dengan demikian

mengurangi tekanan uap pelarutnya. Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak berbau

dan memiliki rasa manis.

CH2 OH

CH OH

CH2 OH

Gambar 2.2 Struktur Gliserin

Gliserin merupakan humektan yang biasa dipakai untuk kosmetik (hand and body lotion, cream pelembab, dll), untuk bahan dasar pembuatan sabun juga

(10)

air/pelembab sehingga cream selalu basah dan tidak cepat mongering di udara

bebas.

Gliserin mudah dicerna dan tidak beracun dan bermetabolisme bersama

karbohidrat, meskipun berada dalam bentuk kombinasi pada sayuran dan lemak

binatang. Untuk produk makanan dan pembungkus makanan yang kontak

langsung dengan konsumen, syarat utamanya adalah tidak beracun. Kegunaannya

didalam produk makanan dan minuman antara lain sebagai:

- Pelarut untuk pemberi rasa

- Pengental dalam sirup

- Bahan pengisi dalam makan rendah lemah (biskuit)

- Pencegah kristalisasi gula pada permen dan es

(http:susyanairi.blogspot.com/gliserin/html)

2.3 Kitosan

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi

spesifik [α]D11 -3 hingga -10o (pada konsentrasi asam asetat 2%). Kitosan larut

pada kebanyakan asam organic pada pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut pada pH

lebih besar dari 6,5 dan juga tidak larut dalam pelarut air, alcohol, dan aseton

(Sugita, 2009).

Kitosan diturunkan dari kitin dengan melakukan deasetilasi oleh pengaruh

alkali. Kitosan dapat diketahui dari derajat deasetilasi dan berat molecular

rata-rata yang terkandung disamping kegunaannya sebagai antimikroba dengan

sifat-sifat kationik yang dimiliki.

Kitosan dapat membentuk pelapis yang bersifat semipermeabel yang mana

dapat mempengaruhi kondisi internal, termasuk memperlambat pemasakan dan

mengurangi laju transpirasi buah dan sayur. Lapisan yang berasal dari larutan

kitosan adalah bening, elastis namun sedikit rapuh. Pelapis yang terbuat dari

kitosan biasanya digunakan pada produk seperti buah dan sayur (Bourtoom,

(11)

Gambar 2.3 Struktur polimer kitosan

2.3 Tepung Tapioka

Tepung tapioca yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara

lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industry. Dibandingkan dengan

tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung

tapioca cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai

bahan bantu berwarna putih.

Tepung tapioca diolah menjadi sirup glukosa dan dekstrin sangat

diperlukan oleh berbagai industry. Tapioca juga banyak digunakan sebagai bahan

pengental, bahan pengisi, bahan pengikat dalam industry makanan. Ampas tapioca

banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada umumnya masyarakat

kita mengenal dua jenis tapioca, yaitu tapioca kasar dan tapioca halus. Kualitas

tepung tapioca ditentukan oleh beberapa factor, misalnya warna, kandungan air,

banyak kotoran, dan tingkat kekentalan

Table 2.2 Daftar komposisi nutrisi tepung tapioka

No Kandungan zat Kadar zat

1 Air 9 gram

2 Kalori 363 kal

3 Protein 1,1 gram

4 Lemak 0,5 gram

5 Karbohidrat 88.2 gram

6 Kalsium 84 mg

7 Phospor 125 mg

8 Besi 1.0 mg

9 Vitamin B1 0.4 mg

(12)

a. Pati

Amilum atau dalam kehidupan sehari-hari disebut pati terdapat pada umbi, daun,

batang dan biji-bijian. Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang

kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa dan sisanya amilopektin.

Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan α

1,4-glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga

terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan

1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-1,4-glikosidik. Adanya ikatan 1,6-1,4-glikosidik

ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk

rantai terbuka dan bercabang (Poedjiadi, 1994).

Pati dapat dipisahkan menjadi dua fraksi utama berdasarkan kelarutan bila

ditambahkan dengan air panas: sekitar 20% pati adalah amilosa (larut) dan 80%

sisanya ialah amilopektin (tidak larut). Struktur amilosa merupakan struktur lurus

dengan ikatan α- (1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang

dengan ikatan α- (1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan

ikatan α- (1,6). Berat molekul amilosa dari beberapa ribu hingga 500.000, begitu

pula dengan amilopektin (Lehninger, 1982).

Hidrolisis lengkap amilosa menghasilkan hanya D-glukosa; hidrolisis parsial menghasilkan maltose sebagai satu-satunya disakarida. Disimpulkan

bahwa amilosa adalah polimer linear dari α-D-glukosa yang dihubungkan

secara-1,4. Beda antara amilosa dan selulosa ialah ikatan glikosidanya β dalam selulosa,

dan α dalam amilosa. Hal ini menyebabkan perbedaan sifat antara kedua

polisakarida ini. Terdapat 250 satuan glukosa atau lebih per molekul amilosa,

(13)

Gambar 2.4 Struktur amilopektin

Suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa, mengandung

1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Seperti rantai dalam amilosa, rantai

utama dai amilopektin mengandung 1,4-α-D-glukosa. Tidak seperti amilosa,

amilopektin bercabang sehingga terdapat satu glukosa ujung kira-kira tiap 25

satuan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah ikatan 1,6-α-glikosida

(Fessenden, 1986).

Gambar 2.5 Struktur Amilosa

Pati untuk aplikasi didalam bahan makanan dikategorikan menjadi tiga, yaitu pati dalam bentuk serbuk, pati modifikasi dan pati pragelatinasi. Pati bahan

makanan dalam bentuk serbuk digunakan oleh industry di dalam produksi dan

merupakan awal dari diversifikasi pangan. Pati modifikasi merupakan kombinasi

terkini dalam bahan pangan sesuai perkembangan. Pati pragelatinasi mengalami

pertumbuhan signifikan pada beberapa tahun belakangan dan mengalami

(14)

b. Karakterisasi Edible Film

2.5.1 Fourier Transform Infrared (FTIR)

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang

interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik (REM). Interaksi yang

terjadi dalam spektroskopi inframerah ini merupakan interaksi dengan REM

melalui absorbansi radiasi. Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada

bagian spektrum elektromagnetik yang terletak diantara daerah tampak dan

gelombang mikro. Molekul menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang

gelombang yang khusus. Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan pindahnya

sebuah elektron ke orbital dengan energi yang lebih tinggi. Radiasi inframerah

tidak cukup mengandung energi untuk melakukan eksitasi tersebut, absorbsinya

hanya mengakibatkan membesarnya amflitudo getaran atom-atom yang terikat

satu sama lain (Sudarmadji, 1989).

Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah

vibrasi molekul yang dideteksi dan dapat diukur pada spektrofotometer infra

merah. Spektra didaerah infra merah dapat digunakan untuk mempelajari

sifat-sifat bahan, perubahan struktur yang sedikit saja dapat memberikan perubahan

yang dapat diamati pada spectrogram panjang gelombang versus transmitasi.

Menurut Sastrohamidjojo (1992), panjang gelombang yang diserap oleh berbagai

tipe ikatan tergantung pada jenis vibrasi ikatan tersebut. Oleh karena itu berbagai

jenis ikatan mengabsorbsi radiasi inframerah pada panjang gelombang yang

berbeda.Perubahan ini sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul

dengan membandingkan spektogram yang dihasilkan oleh bahan yang diuji

terhadap bahan yang sudah diketahui secara kualitatif. Penerapan secara kualitatif

dapat dilakukan dengan membandingkan fungsi puncak pada panjang gelombang

terkait yang dihasilkan oleh zat-zat yang diujikan dan zat standart. Spectra

inframerah ditujukan terutama untuk senyawa organik yaitu analisis gugus fungsi

yang dimiliki oleh senyawa tersebut (Mulja, M. 1995).

Kebanyakkan spektrum inframerah merekam panjang gelombang atau

frekuensi versus %T. Tidak adanya serapan atau suatu senyawa pada suatu

(15)

suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu,

intensitas radiasi yang diteruskan oleh contoh akan berkurang. Ini menyebabkan

suatu penurunan %T dan terlihat didalam spektrum sebagai suatu sumur, yang

disebut sebagai puncak absorpsi atau pita absorpsi. Bagian spektrum dimana %T

menunjukkan angka 100 (atau hampir 100) disebut garis dasar (baase line), yang

didalam spektrum inframerah direkam pada bagian atas (Fessenden, 1992).

2.5.2. Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) dikembangkan untuk mempelajari

secara langsung struktur permukaan, mikrostruktur, dan morfologi bahan. Alat

SEM yang digunakan pada penelitian ini dilengkapi dengan EDS (Energy

Dispersive Spectroscopy). EDS dihasilkan dari Sinar-X karakteristik, yaitu dengan

menembakkan sinar-X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka

setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak –

puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung.

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan sejenis mikroskop

yangmenggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda

dengan resoles itinggi. Analisa SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur

(termasuk porositasdan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar elektron

dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut elektron gun. Cara kerja SEM

adalah gelombang elektron yang dipancarkan elektron gun terkondensasi dilensa

kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objekstif. Scanning coil

yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar

elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian

dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang

dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas dipermukaan Cathoda Ray

Tube (CRT) sebagai topografi gambar. Pada sistem ini berkas elektron

dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif

dan diproyeksikan pada layar.

Cuplikan yang akan dianalisis dalam kolom SEM perlu dipersiapkan

dahulu, walaupun telah ada jenis SEM yang tidak memerlukan pelapisan (coating)

(16)

1. Plat dipotong dengan menggunakan gergaji intan. Seluruh kandungan air,

larutan dan semua benda yang dapat menguap apabila divakum,

dibersihkan.

2. Cuplikan dikeringkan pada suhu 60°C minimal selama 1 jam.Cuplikan non

logam harus dilapisi dengan emas tipis atau logam lainnya, seperti Pt.

3. Cuplikan logam dapat langsung dimasukkan dalam ruang cuplikan.

Sistem penyinaran dan lensa pada SEM sama dengan mikroskop cahaya

biasa. Pada pengamatan yang menggunakan SEM lapisan cuplikan harus bersifat

konduktif agar dapat memantulkan berkas elektron dan mengalirkannya ke

ground.

Bila lapisan cuplikan tidak bersifat konduktif maka perlu dilapisi dengan

emas atau Pt. Pada pembentukan lapisan konduktif, spesimen yang akan dilapisi

diletakkan pada tempat sampel disekeliling anoda. Ruang dalam tabung kaca

dibuat memliki suhu rendah dengan memasang tutup kaca rapat dan gas yang ada

didalam tabung dipompa keluar. Antara katoda dan anoda dipasang tegangan 1,2

kV sehingga terjadi ionisasi udara yang bertekanan rendah. Elektron bergerak

menuju anoda dan ion positif dengan energi yang tinggi bergerak menumbuk

katoda emas. Hal ini menyebabkan partikel emas menghambur dan mengendap

dipermukaan spesimen. (Gunawan dan Azhari, 2010).

2.5.3 Uji Tarik

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting

dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik

suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (Emaks) yang

digunakan untuk memutuskan specimen bahan dibagi dengan luas penampang

awal (Ao).

Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut tegangan (gaya per

satuan luas), maka bahan akan mengalami perpanjangan (regangan). Kurva

tegangan terhadap regangan merupakan gambar karakteristik dari sifat mekanik

(17)

2.6 Mikrobiologi Pangan

Sejumlah besar penelitian memperlihatkan bahwa makanan tambahan yang

dioalah dalam kondisi yang tidak higenis kerapkali terkontaminasi berat dengan

agens patogen dan merupakan faktor resiko utama dalam penularan penyakit,

khususnya penyakit diare. Dalam kemasan edible film dapat ditambahkan bahan

baku seperti antimikroba. Kemasan antimikroba adalah sistem kemasan yang

mampu mengendalikan, mengurangi, menghambat atau memperlambat

pertumbuhan mikroorganisme patogen dan mengurangi kontaminasi permukaan

makanan. Penelitian yang dilakukan oleh black dkk, di Bangladesh menunjukkan

bahwa 41% sampel makanan yang diberikan kepada anak-anak usia penyapihan

mengandung kuman. Bakteri pada umumnya adalah heterotrof namun ada bakteri

yang autotrof seperti bakteri kemosintetik. Bakteri ini mendapat energi melalui

reaksi kombinasi oksigen dengan molekul anorganik, seperti sulfur, nitrit atau

amonia.

1. Escherichia Coli

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan

panjang sekitar 2 mikrometer dan diameter 0,5 mikrometer, bersifat anaerob

fakulatif, biasanya dapat bergerak dan tidak membenruk spora. Bakteri ini

umumnya hidup pada rentang 20-40ºC, optimum pada 37ºC. Escherichia coli

merupakan bakteri yang secara normal terdapat di dalam usus dan berperan dalam

proses pembusukan sisa-sisa makanan. Keberadaan bekteri ini merupakan

parameter ada tidaknya materi fekal di dalam suatu habitat khusunya air,

Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang ada dalam tinja manusia dan

dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti diare.

2. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, aerob atau

anaerobfakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter

(18)

Bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37ºC tetapi paling baik membentuk pigmen

pada suhu 20-25ºC. koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus,

menonjol dan berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada

kulit, selaput lender, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui

kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan.

Usaha untuk menjaga agar mikroorganisme perusak tidak mencemari bahan

makanan dapat mengurangi kerusakan makanan, memudahkan pengawetan

pangan dan memperkecil kemungkinan adanya patogen. Pengepakan (kemasan)

makanan, pengalengan makanan yang telah diolah dan pelaksanaan metode yang

memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan makanan merupakan contoh

penanganan aseptik (Jawetz,2001).

2.7 Sosis

Sosis merupakan suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan,

ternak dan rempah, serta bahan bahan laut. Sosis umumnya dibungkus dalam

suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi

sekarang sering kali menggunakakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu

cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik

Gambar

TABEL 2.1. KANDUNGAN NUTRISI BUAH NAGA MERAH
Gambar 2.2 Struktur Gliserin
Gambar 2.3 Struktur polimer kitosan
Gambar 2.4 Struktur amilopektin

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian karakterisasi dan uji aktivitas edible film dari campuran tepung tapioka, kitosan, sisik ikan gurami (oshpronemus gouramy) dan gliserin untuk pembungkus

Oleh karena itu dengan menggunakan ekstrak daun sirsak, tepung tapioka, kitosan dan gliserin peneliti berharap edible yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan pengemas

memanfaatkan sisik ikan gurami sebagai bahan pengisi pada edible film dengan. kitosan sebagai antmikroba serta dengan penambahan sumber

Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena dengan Pengisi Serat Limbah Padat ( fibre recovery ) dari Pabrik Pulp dan Kertas.. dan Azhari,

Gambar 8.4 Jumlah pertumbuhan koloni bakteri dalam waktu 24 jam terhadap sampel sosis yang dibungkus dengan edible film liquid. Gambar 8.5 Sosis yang dibungkus dengan

Dapat bercampur dengan air tetapi tidak larut dalam karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, karbon disulfida, dan benzene (Sumardjo, 2009). Gliserin yang merupakan

dalam aplikasi yang sama edible film juga dapat digunakan di permukaan makanan untuk. mengontrol laju difusi zat pengawet dari permukaan ke bagian

Semakin tebal edible film maka permeabilitas gas akan semakin kecil dan melindungi produk berupa sosis, bakso, nugget dan lain - lain yang dikemas dengan lebih