• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN DAYA TARIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN DAYA TARIK"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN DAYA TARIK WISATA KHUSUS (KDTWK)

(Suatu Studi Komparatif Analisis SWOT Pada Dinas Pariwisata Propinsi Bali Dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Musi Rawas)

Laporan Kunjungan Kerja (Studi Banding) Dinas Pariwisata Propinsi Bali

Mata Kuliah : Seminar Ilmu Administrasi

OLEH : ANTON MARDONI

NPM D2D012005

PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI (MIA) FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN DAYA TARIK WISATA KHUSUS (KDTWK)

(Suatu Studi Komparatif Analisis SWOT Pada Dinas Pariwisata Propinsi Bali Dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Musi Rawas)

Laporan Kunjungan Kerja (Studi Banding) Dinas Pariwisata Propinsi Bali

Mata Kuliah : Seminar IlmuAdministrasi

Oleh : Anton Mardoni NIM. D2D012005

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Pada tanggal 23 Nopember 2013

Dosen Pembimbing

Suratman S.IP M.Si. NIP.197502022002121003

Mahasiswa

Anton Mardoni NPM.D2D012005

(3)

KATA PENGANTAR

Studi banding merupakan salah satu tugas mata kuliah seminar ilmu administrasi yang wajib dilakukan oleh para mahasiswa dalam menempuh pendidikan pascasarjana untuk memperoleh ilmu dan wawasan.

Laporan studi banding ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang dengan sangat terbuka member informasi dan masukan yang sangat berarti bagi penulis.

Kami juga mengajukan terima kasih kepada berbagai pihak antara lain :

1. Bapak Drs. Ahmad Aminudin M.Si selaku Ketua Program PascaSarjana Magister Ilmu Administrasi Universitas Bengkulu.

2. Bapak Drs. Panji Suminar Ph.D selaku Dosen mata kuliah seminar administrasi.

3. Bapak Suratman S.IP M.Si selaku Dosen pembimbing.

Semoga laporan studi banding ini dapat berguna bagi para mahasiswa, dan pihak lain yang tertarik terhadap masalah kebudayaan. Kritikdan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dalam studi banding selanjutnya.

(4)

DAFTAR ISI

Hal

Judul ………... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ……... iii

Daftar Isi …………...……... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Lokasi Studi banding ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Teori Siklus Hidup Area Wisata ……… ………... 5

2.2.Teori Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Komunitas. ... 6

2.3.Analisis SWOT...………... ... 6

2.4.Konsep Kehidupan Masyarakat Bali... ... 8

2.5.Ragam Hias Tradisional Bali ... 11

BAB III TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN 3.1.Temuan Lapangan ………... 14

3.2.Pembahasan ………... 15

3.2.1. Potensi Wisata Propinsi Bali... 15

3.2.2.Keterlibatan Stakeholder dalam Pengelolaan Kawasan Daerah Tujuan Wisata Khusus Propinsi Bali……….…..……..16

3.2.3. Strategi Pengelolaan KDTWK Di Propinsi Bali ... 18

3.2.4. Potensi Wisata Kabupaten Musi Rawas ... 19

3.2.5.Keterlibatan Stakeholderdalam Pengelolaan Kawasan Daerah Tujuan Wisata KhususKabupatenMusiRawas ……..………... 23

(5)

3.2.6. Strategi Pengelolaan KDTWK Di Kabupaten Musi Rawas ……….... 24 BAB IVPENUTUP

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jika dilihat secara nyata, saat ini pembangunan yang terjadi di beberapa kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi daya tampung dari kawasan itu sendiri, seperti misalnya Kuta. Berbagai pembangunan fasilitas pariwisata dilakukan di kawasan-kawasan strategis tersebut dalam upaya memenuhi kebutuhan tamu. Namun

pembangunan-pembangunan yang dilakukan sepertinya tidak efektif karena tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan pariwisata di kawasan tersebut. Ini yang mengakibatkan terjadinya kejenuhan pada perkembangan pariwisata tersebut karena apa yang ditawarkan tidak sesuai dengan apa yang menjadi minat dari wisatawan itu sendiri. Keadaan yang seperti inilah yang menuntut adanya rencana pengembangan suatu pariwisata yang sedikit berbeda yang sesuai dengan minat dari wisatawan tersebut untuk berkunjung. Seperti diketahui bahwa alam serta budaya merupakan daya tarik dari Bali. Wisatawan yang datang ke Bali sebagian besar karena alam dan budayanya. Bali memiliki berbagai potensi alam dan budaya yang tersebar di seluruh wilayahnya. Salah satu daerah di Bali yang keadaan alamnya masih lestari adalah Kabupaten Buleleng.

Kabupaten Buleleng yang memiliki wilayah hampir sepertiga dari pulau Bali masih menyimpan potensi daya tarik wisata alam. Didukung dengan letak kabupaten Buleleng yang Nyegare-Gunung yakni terletak diantara gunung dan pesisir pantai, potensi alam daerah ini sangat luar biasa beragam dan indah. Pemerintah Propinsi Bali dalam peraturan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali mengeluarkan kebijakan terkait dengan Desa Pancasari. Pemerintah menetapkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata

Khusus (KDTWK). Melihat potensi alam yang dimiliki oleh Desa Pancasari, kawasan ini memang memiliki daya tarik wisata yang berbeda dengan daerah tujuan wisata lainnya. Potensi yang sangat menarik ini tentu ingin diselamatkan

(7)

oleh Pemerintah sebagai salah satu aset pariwisata. Berdasar inilah kawasan tersebut ditetapkan sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus.

Desa Pancasari merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan Sukasada, Buleleng, berdekatan dengan daerah tujuan wisata Candi Kuning, Bedugul. Berlokasi di dataran yang lebih tinggi tepatnya berbatasan dengan wilayah Candi Kuning pada bagian selatan, dengan Desa Wanagiri pada bagian utara, dan hutan Negara pada bagian barat dan timur , membuat desa ini memiliki potensi alam pegunungan yang indah. Daya tarik wisata alam yang bervariasi

membuat Desa Pancasari diminati oleh para praktisi pariwisata. Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kemudian mengelola kawasan ini dengan mengambil konsep pengembangan wisata alam. Dimana potensi alam yang dimiliki oleh Desa Pancasari inilah yang merupakan produk utama yang ditawarkan kepada wisatawan.

Sebagai suatu kawasan yang dikembangkan menjadi obyek wisata alam, Desa Pancasari mengalami perkembangan baik dari segi fasilitas maupun atraksi wisata. Berbagai pembangunan infrastruktur dilakukan untuk mendukung perkembangan pariwisata di daerah ini. Penginapan dan restoran mulai bermunculan baik dari yang standar maupun yang berkelas dalam rangka memenuhi kebutuhan wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut. Tercatat hingga akhir 2009 terdapat lima buah hotel, tiga restoran serta satu tempat rekreasi yang telah ada di kawasan tersebut.

Berbagai atraksi wisata baik itu buatan atau tidak sebagai daya tarik juga mulai berkembang yang mana pengelolaannya dilakukan oleh pihak swasta/masyarakat setempat. Beberapa wilayah hutan sudah digunakan sebagai lintasan trekking. Selain itu, di daerah ini juga dibuat sebagai tempat perkemahan dimana di titik tertentu sengaja disiapkan sebagai tempat untuk membuat tenda

(8)

pengelolaan dari berbagai fasilitas wisata tersebut masih belum jelas. Jika diselaraskan dengan kebijakan Pemerintah Daerah Propinsi Bali yang menetapkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK), tentu ini sedikit berbeda dengan konsep daerah tujuan wisata khusus. Jika ini ditetapkan sebagai daerah tujuan khusus maka seharusnya pembangunan yang dilakukan didaerah ini lebih memperhatikan lingkungan. Yang menjadi daya tarik utama dari daerah ini adalah tentunya alam. Jadi daya tarik inilah yang dimaksimalkan pengembangannya. Sedangkan yang terjadi dilapangan berbeda

dengan konsep penetapan kebijakan pemerintah yang menetapkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK).

Seperti yang telah dijabarkan, berbagai jenis akomodasi telah dibangun di daerah wisata ini dari hotel berbintang hingga hotel non berbintang. Jumlah keseluruhan akomodasi tersebut yang tercatat dalam dokumen resmi tergolong memadai namun demikian terdapat isu-isu bahwa banyak pembangunan akomodasi di daerah ini dalam jenis penginapan yang disebut dengan villa yang dalam pegoperasiannya tidak memiliki ijin dari pihak yang berwewenang. Termasuk pengelolaan dari penginapan-penginapan tersebut pun belum ada kejelasannya. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata di daerah ini juga belum terlihat secara nyata. ini dapat dilihat dari catatan di kecamatan bahwa sebagian besar penduduk di daerah ini mata pencahariannya adalah sebagai petani. Bahkan tidak ada catatan berapa jumlah penduduk setempat yang terlibat sebagai karyawan swasta (termasuk industri pariwisata).

Disamping itu pemberdayaan potensi alam sebagai daya tarik dari daerah yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) masih belum optimal. Pengelolaan atraksi wisata yang ada saat ini juga belum optimal. Bahkan keterlibatan dari pihak terkait dalam hal ini Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata dapat dikatakan tidak maksimal. Sedangkan idealnya dalam suatu pengembangan daerah tujuan wisata harus ada keterlibatan dari para penyelenggara pariwisata yakni pihak pemerintah, swasta serta masyarakat.

(9)

1.2. Rumusan Masalah

Melihat fenomena di atas dengan berbagai permasalahannya, sangat menarik menghasilkan suatu strategi pengelolaan pariwisata budaya sebagai daya tarik wisata.

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apa potensi-potensi pariwisata yang dimiliki Propinsi Bali dan Kabupaten Musi Rawas agar dapat membentuk kawasan daya tarik wisata khusus?

2. Bagaimana keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan kawasan daya tarik wisata khusus?

3. Bagaimanakah program pengelolaan pembangunan kawasan daya tarik wisata khusus?

1.3. Lokasi Studi Banding (Struktur Organisasi)

(10)
(11)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Teori Siklus Hidup Area Wisata

Menurut Butler (1980) siklus hidup suatu area wisata (tourism area life cycle ) meliputi tahapan sebagai berikut:

- Exploration (eksplorasi/penemuan) yakni daerah tujuan wisata baru

ditemukan baik itu oleh wisatawan petualang, atau oleh pihak swasta, pemerintah, yang dikunjungi secara terbatas. Pada tahap ini terjadi tingkat

interaksi yang tinggi antara masyarakat dan wisatawan.

- Involvement (keterlibatan) yaitu dengan meningkatnnya kunjungan maka akaan muncul tahap involvement yang nantinya diikuti dengan local control. Sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang diperuntukan untuk wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan masyarakat lokal masih sangat tinggi. Disinilah suatu daerah menjadi destinasi wisata.

- Development (pembangunan) yakni pada tahap ini dengan adanya local control menunjukkan adanya peningkatan jumlah kunjungan secara drastis,

hingga terkandang melebihi jumlah penduduk. Investasi dari luar mulai masuk dan promosi semakin intensif. Fasilitas lokal sudah mulai digantikan dengan fasilitas standar internasional.

- Consolidation (konsolidasi) yakni dalam tahap ini yang diikiti dengan intitusionalism menunjukkan bahwa pariwisata sudah dominan dalam struktur ekonomi daerah dan dominasi ekonomi in dipegang oleh jaringan internasional. Jumlah kunjungan wisatawan naik dari segi total number tapi pada tingkat yang lebih rendah.

- Stagnation (stagnasi) pada tahap ini kapasitas berbagai faktor telah terlampaui

(12)

2.2.Teori Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Komunitas

Korten (1987) menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya berbasis komunitas merupakan pendekatan dengan cirri-ciri sebagai berikut: prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara bertahap harus diletakkan pada masyarakat itu sendiri, fokus utamanya adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasi sumber-sumber daya yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka, mentoleransi keanekaragaman lokal karena itu sifatnya amat fleksibal

dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lokal, dalam pelaksanaan pembangunan ditekankan pada social learning yang berinteraksi dalam komunitas mulai dari proses perencanaan sampai pada evaluasi proyek dengan mendasarkan diri pada saling belajar, proses pembentukan jaringan kerja (net working) antara birokrat lembaga swadaya masyarakat, satuan-satuan organisasi tradisional yang mandiri merupakan bagian integral dari pendekatan ini, baik untuk meningkatkan kemampuan mengindentifikasi dan mengelola berbagai sumber maupun menjaga keseimbangan antara struktur vertikal dan horizontal.

2.3.Analisis SWOT

Analisis SWOT merupakan singkatan dari Strength (S), Weakness (W), Opportunities (O), dan Threats (T) yang artinya kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman atau kendala, dimana yang secara sistematis dapat membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor luar (O dan T) dan faktor didalam pemerintah (S dan W). Kata-kata tersebut dipakai dalam usaha penyusunan suatu rencana matang untuk mencapai tujuan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Petunjuk umum yang sering diberikan untuk perumusan adalah :

1. Memanfaatkan kesempatan dan kekuatan (O dan S). Analisis ini diharapkan

membuahkan rencana jangka panjang.

(13)

2. Atasi atau kurangi ancaman dan kelemahan (T dan W). Analisa ini lebih condong menghasilkan rencana jangka pendek, yaitu rencana perbaikan (short-term improvement plan).

Tahap awal proses penetapan strategi adalah menaksir kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman yang dimiliki organisasi. Analisa SWOT memungkinkan organisasi memformulasikan dan mengimplementasikan strategi utama sebagai tahap lanjut pelaksanaan dan tujuan organisasi, dalam analisa SWOT informasi dikumpulkan dan dianalisa. Hasil analisa dapat menyebabkan

dilakukan perubahan pada misi, tujuan, kebijaksanaan, atau strategi yang sedang berjalan.

Dapat disimpulkan bahwa analisis SWOT adalah perkembangan hubungan atau interaksi antar unsur-unsur internal, yaitu kekuatan dan kelemahan terhadap unsur-unsur eksternal yaitu peluang dan ancaman. Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisa SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities)yang ada, selanjutnya

(14)

mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru

2.4. Konsep Kehidupan Masyarakat Bali

Sumber dari konsep kehidupan masyarakat Bali adalah hubungan dengan Tuhan yang menciptakan dunia dan isinya dengan alam sebagai Bhuana Agung dan manusia sebagai bhuana Alit. Dalam penerapannya, konsep tersebut diwujudkan dengan filosofi Tri Hita Karana. Konsep Tri Hita Karana ini adalah

pandangan tentang terciptanya keselamatan. Digolongkan menjadi tiga unsur yaitu :

1. Pola hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), artinya hendaknya manusia sujud kehadapannya-Nya atas segala karunia-Nya.

2. Pola hubungan manusia dengan alam lingkungannya (Palemahan), artinya manusia hendaknya selalu menjaga, memelihara dirinya sendiri dan alam sekitarnya untuk menciptakan kehidupan yang damai, selamat dan sejahtera. 3. Pola hubungan manusia dengan manusia (Pamongan), artinya manusia diharapkan selalu menjalin rasa persahabatan dan kekeluargaan yang saling pengertian dengan sesama manusia.

Penerapan dalam kehidupan konsep Tri Hita Karana dijabarkan sebagai berikut :

o Tri Hita Karana pada Tuhan, adalah konsep Tritunggal

o Brahma sebagai pencipta o Wisnu sebagai pemelihara o Siwa sebagai pelebur

o Tri Hita Karana pada Alam yang disebut juga Tri Loka. Konsep ini terbagi : - Swah Loka adalah alam atas tingkatan yang mempunyai nilai suci, sakral,

dan sebagai tempat tujuan setelah mati yaitu moksa.

(15)

- Bwah Loka adalah alam tengah mempunyai sifat netral, tingkatan untuk kehidupan sekarang, terdapat unsur-unsur Panca Maha Bhuta yaitu : udara, gas, cahaya, zat cair dan zat padat.

- Bwur Loka, disebut juga samsara adalah bersifat kotor sehingga harus berreinkarnasi.

o Tri Hita Karana pada manusia, terdiri dari :

- Atma atau jiwa

- Angga atau badan

- Kaya atau tenaga

o Tri Hita Karana dalam kehidupan adalah tiga pandangan hidup yang harus dilaksanakan secara utuh dalam kehidupan. Pandangan ini terdiri dari :

1. Tatwa atau falsafah hidup yang harus dilandaskan nilai agama, mendasari jiwa setiap sistem kehidupan masyarakat Bali.

2. Susila sebagai aturan tingkah laku yang mencerminkan tenaga dari jiwa atas. Susila juga disebut etika.

(16)

o Desa Kala Patra adalah pandangan yang mengatur pelaksanaan dharma dengan memperhitungkan tempat atau desa, waktu atau kala, dan keadaan atau patra. Desa adalah pedoman berdasarkan tempat atau lingkungan tempat perbuatan itu dilakukan. Kala adalah pedoman berdasarkan keadaan atau peraturan. Konsep ini sebagai landasan kebijaksanaan yang diberlakukan dalam masyarakat. Panca Yadnya adalah kegiatan upacara umat Hindu berjumlah lima buah, yaitu : Dewa Yadnya, sembahyang kepada Tuhan dan para Bhatara leluhur di Sanggah pemujaan dan Pura-pura Kahyangan.

Bhutha Yadnya, upacara untuk Bhuta dan Kala misalnya upacara kurban (mecaru) supaya alam bersih dari rintangan. Manusia Yadnya, upacara manusia untuk proses kehidupan manusia dari lahir hingga mati. Pitra Yadnya, upacara meluhurkan arwah, supaya arwah mendapat tempat di surga.

Resi Yadnya, aturan kepada pandita yang memimpin upacara (Tim,1985: 93).

o Konsep kehidupan masyarakat Bali menjadi dasar pandangan terhadap lingkungannya, misalnya bentuk hubungan antar umat seperti:

- Melakukan persembahyangan di pura keluarga, pura klen, pura desa. - Tempat bersama, mulai dari pekarangan, banjar dan desa.

- Kekerabatan atas dasar hubungan darah dan perkawinan. - Status sosial atas dasar hubungan golongan atau kasta. - Kesatuan daerah administratif.

- Pemilikan tanah dalam ikatan subak

- Keanggotaan kegiatan warga banjar atau krama desa dan sekhe-sekhe. Seluruh bentuk sistem diatas, menjadi konsep kehidupan umat Hindu Bali dengan tujuan untuk menjaga keteraturan dan ketertiban ikatan masyarakat dalam tata kehidupan di Bali. Hal tersebut memerlukan pedoman untuk mengatur hak dan kewajiban masyarakat sehingga setiap desa adat di Bali membuat aturan

(17)

kegiatan agama disuatu lingkungan masyarakat Bali. Konsep kehidupan masyarakat tradisional Bali adalah suatu pedoman yang harus dijalankan untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan antara makrokosmos dan mikrokosmos yang dipersembahkan kepada Tuhan.

2.4. Ragam Hias Tradisional Bali

Ragam hias tradisional Bali adalah hiasan yang diterapkan pada arsitektur tradisional Bali yang merupakan perwujudan dari keindahan Tuhan, alam dan manusia yang mengeras dalam bentuk-bentuk bangunan (Rai Kalam : 1981: 20) Perwujudan ragam hias tradisional Bali berlandaskan tatanan kehidupan masyarakat Bali, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam filsafat keagamaan, sehingga dalam mencari ide, mengolah dan menempatkan ragam

hias berdasarkan aturan-aturan tertentu dan bersumber dari unsur agama, alam, manusia, tumbuhan dan binatang yang disarikan kedalam keindahan yang

harmonis. Sumber-sumber perwujudan ragam hias tradisional Bali adalah : Unsur agama, pada penampilannya memperhatikan ketentuan-ketentuan etika sehingga proses perancangan, pembuatan dan pemakaiannya selalu disertai upacara. Nilai-nilai agama divisualkan dalam tiga bentuk yaitu :

- Patung, yang memiliki nilai-nilai sakral selain sebagai elemen estetis. Patung diwujudkan dalam tiga bentuk seperti wujud raksasa dengan badan kekar, sikap berdiri atau duduk tinggi, kaki tegak, bertaring, mata bulat lengkap dengan senjata di tangan. Penempatannya dibagian bawah sesuai dengan tingkatannya. Wujud manusia dari para reshi dan patung pewayangan ditempatkan ditengah atau alam madya sebagai tempat kehidupannya. Wujud Dewa, patung-patung ini ditampilkan dalam sikap tenang dengan penempatan pada bagian atas, sesuai alamnya di tempat utama.

(18)

- Rerajahan, yaitu hiasan yang mengandung kekuatan menjiwai bangunan dan isinya seperti simbol Tuhan pada puncak padmasana sebagai tempat pemujaan. Kain dengan simbol Tuhan dan huruf-huruf magis yang dipasang diatas pintu atau pada atap bangunan. Unsur Alam, ditempatkan apa adanya, disesuaikan dengan namanya seperti : gunung mendukung sussana di darat, Awan mendukung cerita di angkasa, batu mendukung suasana di air dan pegunungan dan lain-lain. Unsur Tumbuhan, ragam hias ini diambil dari unsur tumbuhan diwujudkan dalam bentuk simbolis dengan pendekatan tumbuhan

yang sebenarnya. Ragam hias dari unsur tumbuhan ditampilkan dalam tiga tampilan yaitu : keketusan, kekarangan dan pepatran.

- Keketusan adalah jenis ragam hias yang mengambil sebagian dari tumbuhan yang dipolakan berulang, diambil dari tumbuhan yang menjalar, meperlihatkan jalar-jalar diantara bungan dan daun seperti keketusan mas-masan, mote-motean dan lain-lain.

- Kekarangan, adalah ragam hias yang diambil dari unsur tumbuhan tanaman

terurai seperti : karang simbar, karang bunga dan seterusnya.

- Pepatran, Unsur tumbuhan yang ditampilkan dalam bentuk pepatran memiliki

jenis yang sangat banyakdan memiliki karakter tersendiri yang masih dapat dibedakan seperti : Patra sari, diambil dari bentuk sari bunga, Patra bunbunan, berasal dari tumbuhan berbatang menjalar yang dipolakan berulang diantara bunga dan daun. Patra Punggel, diambil dari tanaman yang baru tumbuh setelah dipotong dan lain-lain.

Unsur binatang, terdapat tiga perwujudan yaitu :

1. Patung, seperti Singa Ambara, garuda, naga, kera dan lain-lain. 2. Kekarangan seperti :

- Karang Boma yang diambil dari cerita bomantaka, adalah kepada

raksasa dengan mahkotanya , mata bulat, gigi rata, bertaring dengan tangan kiri dan kanan sampai pergelangan dengan jari-jari terbuka,

(19)

ditempatkan diatas pintu yang berfungsi sebagai penjaga pintu dari kekuatan-kekuatan buruk.

- Karang Sae, berbentuk kepala kelelawar raksasa lengkap dengan taring,

gigi runcing dan tangan kiri dan kanan memegang tangkai daun.

- Karang Asti, bentuk kepala gajah, mata bulat, gigi rata, gading dan

belalai.

- Karang Goak, bentuk kepala burung, mata bulat, paruh atas saja, lidah

terjulur, gigi runcing, dan taring.

- Karang tapel, tanpa bibir bawah, lidah terjulur, tanpa tangan.

- Karang Bentulu, bentuknya paling sederhana, bermata satu, bibir satu

dan hanya bagian atas, tanpa hidung, dan tanpa tangan.

- Patra Dasar, diekspresikan dari cerita kerajaan binatang (tantri),

(20)

BAB III TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Temuan Lapangan

Studi banding yang dilakukan untuk mengetahui obyek yang alamiah, untuk mengetahui potensi wisata yang dimiliki oleh Propinsi Bali terutama Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK), bagaimana keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK) tersebut serta strategi pengelolaan yang tepat untuk Kawasan Daya Tarik Wisata

Khusus (KDTWK). Selain itu digunakan pula Analisis SWOT, yakni Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman).

Temuan lapangan pada saat dilaksanakannya studi bangding seperti arah kebijakan pembangunan pariwisata bali yang meliputi:

- Partisipasi pada event-event pariwisata Internasional - dan Sales Mission ke negara-negara pasar utama Bali - Kerjasama ITOP Forum (Inter-Islands Tourism Policy) - Kerjasama MPU ( Mitra Praja Utama )

- Fasilitasi kegiatan Fam Trip - Promosi Dalam Negeri - Pemanfaatan Website

- Pencetakan bahan-bahan promosi pariwisata

- Penyebaran bahan-bahan promosi pariwisata kepada KBRI

- Pembentukan GIPI (Gabungan Industri Pariwisata Indonesia) Bali - Pembentukan BPPD (Badan Promosi Pariwisata Daerah) Bali

Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dengan dilaksanakannya Pelatihan/Bintek Penjaga DTW, sertifikasi kompetensi dan sertifikasi usaha di

bidang pariwisata, penyuluhan sadar wisata kepada POKDARWIS pelajar, dan masyarakat. Peningkatan kualitas destinasi pariwisata fasilitasi sarana dan prasarana penataan kawasan DTW (Pembangunan Toilet, Gapura, sarana

(21)

kebersihan, pembuatan jalan trekking, dll ), dan pengembangan desa wisata berkelanjutan dan berbasis kerakyatan. Pembinaan usaha pariwisata dengan di laksanakannya program : pembinaan usaha sarana pariwisata, pembinaan usaha jasa pariwisata, dan pembinaan daya tarik wisata.

3.2. Pembahasan

3.2.1.Potensi Wisata Propinsi Bali

10 besar objek-objek wisata yang ada di Propinsi Bali ini dapat menarik minat wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, di antaranya adalah:

1. Tanah Lot 2. Penelokan Batur

3. Kebun Raya Eka Karya 4. Ulun Danau Beratan 5. Tirta Empul

6. Uluwatu

7. Bali Safari Marine Park 8. Bedugul

9. Alas Pale Sangeh 10. Goa Gajah

Dalam rangka memacu kontribusi sektor pariwisata terhadap peningkatan PAD dilakukan secara oftimal perbaikan infrastruktur pendukung dan peningkatan intensitas promosi. Conton, yakni potensi fisik yang dimiliki

(22)

Pengunjung dapat menikmati langsung aktivitas para petani yang sedang menanam atau panen padi, suasana pedesaan masih sangat terasa. Bangunan-bangunan pondok wisata yang masih bergaya lama disekitarnya masih bisa dilihat di area sawah petani. Masih jarang terlihat bangunan-bangunan besar bergaya modern terkecuali pondok wisata yang letaknya sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu pemandangan suasana pedesaan. Kesedian fasilitas umum seperti jalan raya serta fasilitas komersil publik lainnya juga terbatas. Fasilitas-fasilitas umum yang ada masih minim dan sangat sederhana.

Terlebih lagi terlihat aktivitas penduduk setempat yang masih melakukan tradisi seperti ritual persembahyangan serta aktivitas kerja seperti bertani (bercocok tanam) ataupun menangkap ikan. Bangunan-bangunan seperti bale banjar serta pasar tradisional juga menambah suasana pedesaan di daerah ini. Bale-bale banjar yang dibuat dengan gaya tradisional sesuai dengan filosofi Hindu digunakan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat desa apabila ada kegiatan desa sedang berlangsung. Begitu pula dengan pasar yang masih berjalan dengan sistem tradisional. Barang-barang yang dijual diletakkan sedemikian rupa dalam wadah yang terbuat dari bahan-bahan alami. Sistem penjualannya pun masih tradisional dimana para pembeli berhak menawar harga dari barang yang ditawarkan oleh penjual.

Selain potensi fisik, Propinsi Bali juga memiliki potensi wisata non fisik. Potensi non fisik yang dimaksud adalah potensi yang tidak berupa bangunan fisik yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan namun lebih menyagkut segala sesuatu yang berupa adat istiadat atau kebiasaan serta budaya penduduk setempat yang dapat menjadi suatu daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung.

3.2.2.Keterlibatan Stakeholder dalam Pengelolaan Kawasan Daerah Tujuan Wisata Khusus Propinsi Bali

Dalam hal ini dijabarkan mengenai bagaimana keterlibatan masing-masing stakeholder; masyarakat setempat, pihak swasta dan pemerintah dalam

(23)

pengelolaan pariwisata budaya di Kabupaen Buleleng sebagai kawasan daya tarik wisata khusus. Masyarakat merupakan suatu sistem dimana bagian-bagian dari sistem tersebut dapat saling mempengaruhi. Seperti yang dijabarkan dalam teori fungsionalisme struktural yang menyatakan bahwa masyarakat haruslah dipandang sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Dimana hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik. Teori inilah yang dipandang perlu untuk diterapkan dalam permasalahan keterlibatan masyarakat

dalam pengembangan serta pengelolaan pariwisata.

Permasalahan terkait dengan keterlibatan masyarakat yang ada di Propinsi Bali dalam pengelolaan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus juga dapat dikaitkan pengkajiannya dengan teori pengelolaan sumber daya berbasis komunitas. Teori tersebut menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya berbasis komunitas merupakan pendekatan dengan ciri-ciri; bahwa prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara bertahap harus diletakkan pada masyarakat itu sendiri.

Terkait dengan permasalahan yang ada di Propinsi Bali, keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan KDTWK juga masih minim. Ini terindikasi dari ketidak tahuan mereka mengenai kebijakan pemerintah yang menetapkan Kabupaten Buleleng sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus.

Pemerintah sebagai penyelenggara pariwisata adalah terlibat penuh dalam pengambilan kebijakan. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan penuh memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan suatu kegiatan di suatu daerah. Untuk itu pemerintah dalam membuat suatu kebijakan sebaiknya mampu menjalankan kebijakan tersebut yang melibatkan masyarakat sebagai komponen utama dalam suatu pembangunan.

(24)

Buleleng sebagai pemegang autorisasi untuk membuat rancangan tata ruang kembali berdasarkan dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Propinsi Bali. Tetapi pada kenyataannya pemerintah Kabupaten Buleleng belum merancang hal tersebut. Penetapan kawasan-kawasan strategis, seperti kawasan pariwisata, mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Propinsi Bali.

Berbeda dengan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan serta pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang menyatakan bahwa

keterlibatan masyarakat dalam pengembangan ataupun pengelolaan suatu kawasan wisata sangat diperlukan bahkan sejak perencanaan, sosialisasi mengenai kebijakan yang telah dibuat tersebut kepada masyarakat belum ada. Masyarakat sebagai komponen penting dalam pengelolaan suatu kawasan wisata tentu sangat penting untuk dilibatkan. Pemerintah seyogyanya mendiskusikan dengan para tokoh masyarakat serta pihak swasta yang terlibat dalam kegiatan pariwisata sebelum mengambil kebijakan tersebut.

3.2.3. Strategi Pengelolaan KDTWK Di Propinsi Bali

Selanjutnya diuraikan setiap strategi yang akan digunakan dalam pengelolaan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK).

1. Strategi SO (Strength Oppurtunity) merumuskan strategi menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada, menghasilkan: inventarisasi daya tarik wisata yang ada di Propinsi Bali kemudian melakukan pengelolaan yang berwawasan lingkungan, memaksimalkan kemudahan aksesibilitas dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan transportasi, mengoptimalkan ketersediaan fasilitas umum serta membuat kebijakan-kebijakan terkait dengan penyelenggaraan pariwisata, melibatkan masyarakat

setempat dalam mewujudkan kepariwisataan.

2. Strategi WO (Weaknesess Oppurtunity) merumuskan strategi dengan cara mengatasi segala kelemahan dalam rangka menggunakan peluang yang ada,

(25)

menghasilkan: mengoptimalkan pengelolaan kawasan tersebut yang berwawasan lingkungan dengan memaksimalkan potensi yang ada, perbaikan segala sarana dan prasarana terkait dengan memudahkan aksesibilitas menuju kawasan, mengoptimalkan koordinasi antara para stakeholder dalam menentukan kebijakan terkait peningkatan kegiatan pariwisata, memberikan pengarahan terhadap masyarakat untuk kesiapan mereka dalam berpariwisata. 3. Strategi ST (Strength Threats) merumuskan strategi dalam rangka

memanfaatkan segala kekuatan untuk menghadapi ancaman, menghasilkan:

memaksimalkan pengelolaan kawasan dengan menonjolkan kekuatan yang ada serta mengelola segala fasilitas, sarana dan prasarana kepariwisataan untuk memenuhi pasar, penentuan kebijakan yang jelas terkait dengan pengelolaan pariwisata dengan segala komponennya, mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama menciptakan situasi yang aman dan kondusif demi berlangsungnya kegiatan pariwisata.

4. Strategi WT (Weaknesses Threats), merumuskan strategi dalam rangka mengatasi kelemahan untuk mengantisipasi ancaman, menghasilkan: mengoptimalkan daya tarik yang ada dan segala fasilitas pariwisata yang tersedia untuk dapat menarik para wisatawaan, memudahkan aksesibilitas, memaksimalkan keterlibatan pihak terkait dalam penyelenggaraan pariwisata, memberikan pelatihan serta pengertian terhadap masyarakat mengenai pentingnya kegiatan pariwisata tersebut untuk kesejahteraan mereka sendiri.

3.2.4.Potensi Wisata Kabupaten Musi Rawas

Pembangunan sektor pariwisata merupakan bagian integral dari Pembangunan Daerah Kabupaten Musi Rawas dan tidak terpisahkan dengan pembangunan di sektor-sektor lainnya. Sektor pariwisata mempunyai potensi

(26)

1. Napalicin & Arung Jeram sungai Rawas Desa Napallicin Kec. Ulu Rawas 2. Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Kec. Ulu Rawas, BKL Ulu Terawas,

dan Kec. Karang Jaya

3. Cottage Forest Longe Melati III & Goa Alam Desa Napalicin Kec. Ulu Rawas 4. Air Terjun Sunga Kerali, Batu Kuning, Batu Bakul, Goa Bukit Kelun, Goa

Siro Gede dan Air Terjun Batu Ampar desa Kuto Tanjung Kec. Ulu Rawas 5. Danau Raya & Suku Kubu desa Sungai Jernih Kec. Rupit

6. Air Terjun Curup, Muara Tiku Kec. Karang Jaya

7. Perkampungan Suku Anak Dalam, Danau Eks Pertambangan BTM, Batu Asam & Goa Harimau desa Tanjung Agung Kec. Karang Jaya

8. Danau Sukahati desa Sukahati Kec. Karang Jaya

9. Wisata Alam Curuq Telon, Air Terjun Ulu Pike desa Sukaraya Kec. Karang Jaya

10.Air Terjun Tinggi, Air Terjun Sungai Talang, Air Terjun sungai Takuyung, Air Terjun Yuk Mimbung dan Air Terjun Ulu sungai Bal desa Pasenan Kec. BKL. Ulu Terawas.

11.Air Terjun Curup Embun dan Air Terjun Gunung Putih 12.Bukit Botak & Bukit Cogong desa Sukakarya

13.Air Terjun Satan , Danau Dam Satan, dan Air Terjun Kou Durian Remuk Kecamatan Muara Beliti

14.Dam Irigasi Gegas Kec. Jayaloka

15.Dam Irigasi Bendungan Tikip Kec. Purwodadi

16.Sumber Air Panas dan Air Mancur desa Karya Sakti Kec. Muara Kelingi. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB masih relatif rendah. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa potensi sektor pariwisata belum begitu banyak mendukung PAD Kabupaten Musi

Rawas. Dikatakan demikian, karena sektor ini merupakan sektor yang dikelola langsung oleh daerah. Ke depan, dalam rangka memacu kontribusi sektor

(27)

pariwisata terhadap peningkatan PAD diperlukan upaya-upaya perbaikan infrastruktur pendukung dan peningkatan intensitas promosi.

Contoh, di Kecamatan Ulu Rawas Kecamatan Ulu Rawas merupakan kecamatan yang berdiri sekitar tahun 2002 hasil pemekaran dari Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Ulu Rawas terdiri dari Desa Kuto Tanjung, Desa Napallicin, Desa Sosokan, Desa Muara Kuis, Desa Pulau Kidak, Desa Jangkat dan Kelurahan Muara Kulam sendiri yang merupakan pusat Administrasi Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Ulu Rawas termasuk kecamatan yang

berpotensi, memilki banyak kekayaan alam yang belum terjamah oleh tangan manusia, seperti jenis pertambangan : Emas, Batu Bara, Batu Besi, Timah dll, cuma batu besi dan tambang Emas yang sekarang sudah mulai di gali oleh pemerintah yang berlokasi di Desa Pulau Kidak, meskipun dalam skala kecil namun kekayaan lainnya belum ada kabarnya. tapi baru-baru ini ada berita akan dibukanya tambang Batu Bara yang berlokasi di Desa Kuto Tanjung tepatnya di Sungai Keruh, namuan berita ini belum diketahui akan kepastiannya, di Kecamatan Ulu Rawas Juga banyak sekali terdapat Objek wisata yang masih asri yang akan membuat kita meras terhipnotis akan keindahan yang tersembunyi dibalik ketertinggalannya, alhamdulliah semenjak Kabupaten Musi Rawas dipimpin Oleh Bapak Ridwan Mukti, kini Kecamatan ulu Rawas telah terbuka lebar infrastruktur yang akan membawa penghidupan bagi masyarakat Ulu Rawas meskipun belum di aspal, namun telah memudahkan Masyarakat berkomusikasi keluar daerah, jalan, tower sebagai teknologi canggih yang sangat bermanfaat bagi masyarakat Ulu Rawas, dengan terbukany akses ke Kecamatan Ulu Rawas mampu membuat terbuka mata para orang-orang terhebat diaerah kita melihat betapa banyak sekali potensi yang tersimpan di Kecamatan Ulu Rawas, hal ini terbukti, dua orang tertinggi di Propinsi kita yakni pertama Bapak Syahrial

(28)

dan memuji betapa kayanya Sum-Sel khusus Kabupaten Musi Rawas, mempunyai kecamatan yang selama ini orang belum tahu bahwa kecamatan Ulu Rawas memiki berbagai potensi yang bisa menjadi Aset terbesar bagi Wilayah kita, salah satu yang sangat mengagumkan adalah wisata yang terdapat di desa Napallicin dikenal dengan wisata Goa Napllicin, Goa Napallicin sebenarnya saudah lama dikenal oleh orang bahkan keluar negeri/mancanegara, hal ini terbukti pada bangunan yang berdiri di Kecamatan Rawas Ulu dan Desa Napallicin tetap dekat Goa Napallicin Kecamatan Ulu Rawas dengan diberi

Nama KUBU LODGE yang dibangun oleh Wisatawan mancanegara, seingat penulis pada masa kecil dahulu setiap seminggu sekali pasti para wisatawan mancanegara mengunjungi Goa Napallicin (KUBU LODGE) selama seminggu kemudian ganti lagi dengan para pengunjung mancanegara lainnya. namun nasip naas menimpa wisata tersebut, suatu musibah yang melanda perumahan mancanegara tersebut sehingga mebuat terbakar habis semua. semejak itu wisatawan mencanegara tidak ada lagi yang datang ke wisata tersebut. Legenda dan Keindahan Goa Napallicin, konon menurut legenda yang dipercaya warga setempat, dulunya bukit tersebut adalah sebuah kapal yang terdampar. Kemudian lewatlah seorang pengembara sakti bernama Serunting Sakti atau Si Pahit Lidah. Melihat ada kapal yang terdampar, Si Pahit Lidah berusaha untuk naik ke atasnya namun tidak berhasil. Si Pahit Lidah pun menggumam, dan kemudian gumaman (sumpah) itu membuat kapal berubah menjadi batu. Goa Batu Napalicin yang berada pada ketinggian sekitar 20 meter dari jalan, di dalamnya terdapat lorong sepanjang lebih kurang 1,5 kilometer. Lorong itu menghubungkan empat bukit, Bukit Batu, Bukit Semambang, Bukit Payung, dan Bukit Karang Nato orang setempat menyebutnya, Bukit Keratau. Lorongnya tidak luas, hanya bisa dilalui dengan cara merunduk bahkan tiarap. Jarak bukit itu dari ibu kota kecamatan

(29)

lokal, akan disuguhi budaya setempat berupa tarian dan lagu daerah. Diiringi. biola, seorang tetua menghibur pengunjung disertai anak-anak yang membawakan tarian menyambut tamu.

Memasuki lorong-lorong gua, kelelawar beterbangan. Titik-titik air dari atas gua memberikan kesan mistis. Apalagi, sesekali kelelawar beterbangan. Pada beberapa bagian memang gelap sehingga warga setempat memasang beberapa obor bambu. Di bawah cahaya temaram, keindangan berbagai sisi gua makin berbinar. Berbagai bentuk terlihat. Setidaknya kita butuh lebih dari empat

jam untuk menikmati berbagai sudut gua. Pada beberapa bagian, cahaya menembus gua, terutama antara bukti yang satu dengan bukit yang lain. Celah-celah batu membiaskan bentuk artistik. Setelah menikmati Gua Batu Napalicin, kita masih objek wisata Air Terjun Sungai Kerali (Desa Napalicin) dan Air Terjun Batu Ampar, Desa Kota Tanjung. Lalu di Sungai Rawas, yang berada di sisi Gua Napalicin, dapat digunakan untuk berarung jeram karena arusnya yang deras dan beberapa rintangan alami juga terdapat di sepanjang sungai. Air terjun Batu Ampar adalah bebatuan dari napal yang terhampar secara bertingkat. Dulu, saat daerah itu masih alami, tempat tersebut sangat indah karena air terjunnya mengalir secara bertingkat-tingkat. Di hamparan batu napal, terdapat lobang-lobang kecil. Ketika sungai pasang, napal bertingkat tadi tenggelam oleh air. Tapi ketika sungai surut, banyak sekali ikan yang terjebak di dalam lubang. Masyarakat sekitar tinggal menangkap ikan yang terjebak di dalam lubang itu. Objek wisata ini mungkin bisa dijadikan alternatif, terutama bagi yang hobi berpetualang di alam yang masih asri dan perawan.

3.2.5.Keterlibatan Stakeholder dalam Pengelolaan Kawasan Daerah Tujuan Wisata Khusus Kabupaten Musi Rawas

(30)

sehingga tinggal kecamatan baru yaitu kecamatan Ulu Rawas, Muara Kulam Penduduknya terbanyak dari desa-desa lainnya sehingga Muara Kulam ditunjuk sebagai Ibukota Kecamatan Ulu Rawa, mulai sejak itu Muara Kulam yang awalnya sebuah Desa menjadi Kelurahan Muara Kulam Ibukota Kecamatan Ulu Rawas, semenjak Muara Kulam menjadi Keluarahan terlihat banyak sekali perubahan/kemajuan yang dibangun pemerintah serta fasilitas-fasilitas Kecamatan, mulai dari Kantor Camat, KUA, SATPOL dan Kantor dinas lainnya. Kantor Eks Desa dulu, direhab dengan bagus sehingga menjadi kantor Kelurahan

yang menjadi pusat administrasi Lurah.

Masyarakat Ulu Rawas sendiri yang menjadi tradisi yang setiap hari-hari besar mengunjungi/memenuhi wisata kebangga masyarakat kecamatan Ulu Rawas. namun semenjak terbuka lebarnya infrastruktur jalan ke Kecamatan Ulu Rawas kembali di kunjungi oleh wisatan lokal baik dari daerah Ulu Rawas bakan dari luar daerah. pada kunjungan Gubernur Alex Nurdin, yang memberikan janji untuk membangun kembali Wisata Goa Napallicin. bahkan beliau meyakinkan bahwa wisata Goa Napalicin mampu membawa dampak yang lebih baik untuk Sumatera Selatan, beliau berjanji untuk membangun fasilitas di kecamatan Ulu Rawas dan Wisata Goa Napallicin dalam waktu dekat ini. dan juga Bupati Musi Rawas meluncurkan program baru untuk membangun Anggropolitan Distrik Di Kelurahan Muara Kulam Kecamatan Ulu Rawas.

3.2.6.Strategi Pengelolaan KDTWK Di Kabupaten Musi Rawas

Selanjutnya diuraikan setiap strategi yang akan digunakan dalam pengelolaan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK).

1. Strategi SO (Strength Oppurtunity) merumuskan strategi menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada,

menghasilkan: merumuskan daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Musi Rawas, kemudian membuka infrastruktur yang akan membawa penghidupan bagi masyarakat Ulu Rawas meskipun belum di aspal, namun telah

(31)

memudahkan Masyarakat berkomusikasi keluar daerah, jalan, tower sebagai teknologi canggih yang sangat bermanfaat bagi masyarakat Ulu Rawas.

2. Strategi WO (Weaknesess Oppurtunity) merumuskan strategi dengan cara mengatasi segala kelemahan dalam rangka menggunakan peluang yang ada, menghasilkan: merencanakan pengelolaan kawasan wisata dengan meluncurkan program baru, dan membangun fasilitas pariwisata.

3. Strategi ST (Strength Threats) merumuskan strategi dalam rangka memanfaatkan segala kekuatan untuk menghadapi ancaman, menghasilkan:

memaksimalkan pengelolaan kawasan dengan menonjolkan kekuatan yang ada serta mengelola segala fasilitas kepariwisataan, penentuan kebijakan yang jelas terkait dengan pengelolaan pariwisata dengan segala komponennya, mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama menciptakan situasi yang aman dan kondusif demi berlangsungnya kegiatan pariwisata. 4. Strategi WT (Weaknesses Threats), merumuskan strategi dalam rangka

(32)

BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan

Kawasan wisata di Propinsi Bali dan juga Kabupaten Musi Rawas memiliki berbagai potensi alam yang sangat bagus yang menjadikan kawasan tersebut memang cocok menjadi Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK). Potensi-potensi yang dimiliki seperti hutanya yang sangat luas dengan berbagai ragam tanaman di dalamnya, danaunya yang sangat indah, keadaan alam yang masih alami serta suasana pedesaan yang masih sangat kental

terasa, menjadikan kawasan ini memiliki daya tarik tersendiri. Terlebih lagi kegiatan sosial budaya masyarakat setempat yang masih sarat akan budaya menjadikan kawasan ini lebih menarik lagi untuk dikunjungi. Berbagai aktivitas aktivitas wisata pun dapat dilakukan di kawasan ini. Terutama kegiatan wisata yang terkait dengan alam. Seperti sesuai dengan konsep pengelolan KDTWK.

Keterlibatan stakeholder dalam hal ini pemerintah, pihak swasta dan masyarakat terkait dengan penyelenggaraan pariwisata di kawasan ini masih ada kekurangan-kekurangan yang perlu ditutupi demi terselenggaranya kegiatan pariwisata ini dengan baik. Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat selaku stakeholder harus saling berkoordinasi dan bekerja sama sesuai dengan perannya masing-masing untuk menentukan kebijakan-kebijakan pariwisata. Kerja sama serta koordinasi yang baik antara para stakeholder ini juga dibutuhkan untuk menghindari terjadinya konfilk dalam penyelenggaraan kegiatan pariwisata.

4.2. Saran

1. Perlu ditingkatkannya upaya perbaikan infrastruktur pendukung dan peningkatan intensitas promosi guna menarik minat wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.

2. Hasil-hasil kegiatan kepariwisataan yang telah diraih hendaknya dapat dijadikan contoh dan terus dikembangkan sesuai dengan kemampuan daerah untuk mengelolanya.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Pitana, I Gede, 2003. Kebijakan dan Strategi Pemerintah Daerah Bali dalam Pembangunan Pariwisata. Denpasar: Program Studi Magister (S2) Kajian Pariwisata. Universitas Udayana.Tidak dipublisasikan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Th 2011 tentang RIPPARNAS.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Th 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2007 tentang Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pramuwisata.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2010 tentang UJPW (Usaha Jasa Perjalanan Wisata).

(34)

LAMPIRAN:

1. Studi Banding, Bali 27- 31 Oktober 2013

(35)

LAMPIRAN: 3. Wisata Agro

(36)

LAMPIRAN : 5. Tanah Lot

(37)

LAMPIRAN :

7. Wisata Tanjung Benoa dan Pelabuhan Benoa

Referensi

Dokumen terkait

Isinya adalah; " Amma ba'du , sesungguhnya jika kemungkaran telah terjadi terang-terangan pada sebuah kaum, kemudian orang-orang shalih di dalamnya tidak mau

[r]

Menurut Slameto(2003:54)”faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan

&idak hanya +anjir Polusi pun akan berdampak akibat adanya pembangunan sebuah Mall diantaranya Polusi $dara. "etelah adanya pembangunan Mall otomatis )ilayah tersebut akan

 juga dapa dapat meli t melibatk batka an pera n perawatan l watan lok oka as si fi i fis sik ik fi file, le, juga juga membe memberik rikan a an ak ks ses es k ke da e data

Bapak dan Ibu dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan dan ilmunya selama menempuh perkuliahan di Program Studi Diploma III Keuangan dan Perbankan Fakultas Ekonomi

Apabila pada evaluasi awal atau berkala dijumpai respon-respon yang tidak memadai, pertimbangkan: trauma yang sedang berlangsung, gejala inti yang berhubungan dengan PTSD

seperti ada yang mengetuk, sebuah lampau demikian kenang tak terusir ke segala tiada o, mengapa waktu tak habiskan segala mimpimu ah, engkau yang menelusuri jejak pada puisi