1
BAB II
KAJIAN TEORI
1.1
Character Building
2.1.1 Konsep Character Building
Character menurut pengamatan filosof kontemporer Michael Novak dalam Lickona (2013: 72) adalah perpaduan harmonis seluruh budi pekerti yang terdapat dalam ajaran-ajaran agama, kisah-kisah sastra, cerita-cerita orang bijak, dan orang-orang berilmu, sejak zaman dahulu hingga sekarang. Sedangkan menurut Lickona (2013: 72) karakter yang baik terdiri dari mengetahui hal yang baik, menginginkan hal yang baik dan melakukan hal yang baik. Character Building adalah sebuah program yang bukan sekedar membiasakan anak berperilaku baik, lebih dari itu yaitu membentuk pikiran, watak, dan perilaku yang baik sehingga membuat anak berhasil (DeRoche dan Williams 2009: 1).
2 dikembangkan dalam mengembangkan karakter pribadinya.
2.1.2 Komponen Character yang Baik
Character terbentuk dari tiga macam komponen yang saling berkaitan: pengetahuan moral/aspek kognitif, perasaan moral/aspek afektif, dan perilaku moral/aspek psikomotorik. (Lickona, 2013: 72). Ada enam aspek kognitif menurut Lickona (2013: 75-79) yang dapat menjadi tujuan Character Building yaitu kesadaran moral, mengetahui nilai-nilai moral, pengambilan perspektif, penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan diri. Selain aspek kognitif ada enam aspek afektif menurut Lickona (2013: 80-85) yaitu hati nurani, penghargaan diri, empati, menyukai kebaikan, kontrol diri, kerendahan hati.
3 Kebiasaan merupakan faktor pembentuk perilaku moral. William Bennet pada tahun 1980 yang dikutip Lickona (2013: 87) mengatakan “orang-orang yang memiliki karakter yang baik bertindak dengan sungguh-sungguh, loyal, berani, berbudi, dan adil tanpa banyak tergoda oleh hal-hal sebaliknya”. Orang -orang tersebut seringkali menentukan “pilihan yang benar” secara tidak sadar karena kebiasaan. Untuk alasan inilah anak-anak sejak usia dini (mulai jenjang pra sekolah) membutuhkan banyak kesempatan untuk membangun kebiasaan-kebiasaan baik, dan banyak berlatih untuk menjadi orang baik. Character Building
merupakan sebuah kebiasaan. (Lickona, 2013: 87) Anak-anak menyerap semua hal pada saat berusia empat tahun, dan itu adalah periode emas otaknya (Kurniawan 2013: 45). Untuk itu seyogyanya Character Building perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak playgroup dan taman kanak-kanak.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Program Character Building
4 sendiri, arogan, egois dan sikap negatif lain harus dihindari.
Guru sebagai sosok panutan, harus dapat memberikan contoh dalam bertindak, bersikap dan bernalar dengan baik. Bahkan harus menunjukkan sebagai guru yang berkarakter, yaitu: (1) memiliki pengetahuan keagamaan yang luas dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara aktif; (2) meningkatkan kualitas keilmuan secara berkelanjutan; (3) bersih jasmani dan rohani; (4) pemaaf, penyabar dan jujur; (5) berlaku adil terhadap peserta didik dan semua stakeholders pendidikan; (6) mempunyai watak dan sifat ketuhanan yang tercermin dalam pola pikir, ucapan dan perilaku; (7) tegas bertindak, profesional dan proporsional; (8) tegas terhadap berbagai kondisi yang mungkin dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola pikir peserta didik, dan; (9) menumbuhkan kesadaran diri sebagai penasihat (Muclish, 2011).
5 tentang nilai-nilai itu memang bukan sesuatu yang jauh dari hidup mereka, melainkan ada dekat dengan mereka dan mereka dapat menemukan peneguhan dan afirmasi dalam perilaku individu/lembaga sebagai manifestasi nilai (Koesoma, 2010: 214).
Selanjutnya Dwikurnaningsih (2011:237) menyatakan guru adalah frontliner dalam peningkatan mutu pendidikan karakter, budaya, dan moral. Seorang guru yang akan mengembangkan karakter siswa harus menunjukkan bahwa integritas adalah hal yang paling berharga. Guru terlebih dahulu harus berperan sebagai model untuk menyatakan kebenaran, menghormati orang lain, menerima dan memenuhi tanggung jawab, bermain jujur, mengembalikan kepercayaan, dan menjalani kehidupan yang bermoral (Dwikurnaningsih (2011: 242-243)
2.1.4 Tujuan Character Building
6 kehidupan, sebagai bukti bahwa Character Building
adalah persiapan yang baik untuk belajar hidup.
Semestinya tujuan Character Building tidak dapat ditentukan secara sepihak oleh individu atau lembaga. Perlu ada komunikasi, diskusi dan pendalaman yang melibatkan banyak pihak. Pembahasan tentang tujuan Character Building ini merupakan hal paling fundamental sebelum kita menentukan sarana-sarana agar tujuan Character Building tercapai (Koesoema, 2012: 35).
2.1.5 Program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga
Program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga terdiri dari Kategori Program Utama (KPU), Program Utama (PU), Program (P) dan Kegiatan (K). Kategori program utama merupakan aplikasi dari tujuan program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga yaitu Hello, Thank You, Please, Help Me, Sorry yang dikenal dengan sebutan Five Magic Words. Kategori program utama tersebut terdiri dari beberapa program utama yaitu respect, sharing, caring, honesty tolerance, diligent, obedience, independence, fairness, self-control.
7
Tabel 2.1
Program Utama, Program dan Kegiatan Character Building di Apple Kids Preschool Salatiga
No Program
Dare to dream concert
2 .
Sharing Panti Asuhan Berbagi sembako di panti asuhan Wiloso Tomo
3 .
Caring Berbagi dengan orang lain
1. Defender of the earth, 2. Back to nature
Tolerance Hari Besar Keagamaan
1. Perayaan Idul Fitri 2. Perayaan Natal 3. Perayaan Nyepi 4. Perayaan Imlek 6
.
Diligent Rajin 1. Membereskan mainan setelah bermain
2. Kerja bakti di lingkungan sekolah
7 .
Obedience PR Character Building
Mengerjakan PR Character Building di rumah
8 .
Independence Healthy Food 1. Sikat gigi sendiri 2. Mencuci piring sendiri
9
10. Self-control 1. Berbaris 2. Bergantian
1. Berbaris sebelum masuk kelas
2. Bergantian mainan dengan teman
8
2.2
Evaluasi Program
2.2.1 Pengertian dan Manfaat Evaluasi Program
Ralph Winfred Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction yang dikutip Arikunto dan Jabar (2009: 5) menyebutkan evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program sudah dapat terealisasikan. Proses yang dimaksud yakni proses kegiatan tidak menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku bagi penelitian pada umumnya, yaitu persyaratan keilmiahan, mengikuti sistematika dan metodologis secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan (Arikunto dan Jabar, 2009: 8).
9 di tempat lain atau di waktu yang lain (Arikunto dan Jabar 2009: 22)
2.2.2 Mengevaluasi Tujuan
Mengevaluasi tidak dapat dilepaskan dari rangkaian kegiatan yang bermula dari perencanaan dan pelaksanaan suatu program. (Arikunto dan Jabar, 2009: 8). Mengevaluasi tujuan adalah melaksanakan upaya untuk mengumpulkan data mengenai tujuan program, kemudian dibandingkan dengan kriteria, agar dapat diketahui seberapa jauh atau seberapa tinggi kesenjangan yang ada antara tujuan program dengan kriteria sebagai kondisi yang diharapkan. Cara mengevaluasi tujuan menurut Badrujaman (2011: 63-67) yaitu (1) menentukan tujuan evaluasi; (2) menentukan kriteria evaluasi; (3) memilih desain evaluasi; (4) menentukan metode dan instrumen penelitian; (5) menganalisis data.
2.2.2.1 Tujuan Evaluasi Program
10 Jabar, 2009: 9). Tujuan program dan komponen program yang tidak sesuai dapat menimbulkan masalah (Anderson dan Krathwohl, 2010: 15).
Tujuan evaluasi program harus dirumuskan dengan titik tolak tujuan program yang dievaluasi Ada dua macam tujuan evaluasi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-masing komponen. (Arikunto dan Jabar, 2009: 27).
Tujuan umum penelitian ini adalah (1) ingin mengetahui pencapaian tujuan program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga; (2) ingin mengetahui kesesuaian komponen, subkomponen, indikator, subindikator program dengan tujuan komponen, subkomponen, indikator, subindikator program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga. Tujuan khususnya yaitu (1.1) ingin mengetahui prosentase pencapaian tujuan komponen program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga; (1.2) ingin mengetahui prosentase pencapaian tujuan subkomponen program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga; (1.3) ingin mengetahui prosentase pencapaian tujuan indikator program
11 Selanjutnya untuk penjabaran tujuan umum ke tujuan khusus kedua yaitu (2.1) ingin mengetahui kesesuaian komponen program Character Building
dengan tujuan komponen program Character Building
Apple Kids Preschool Salatiga; (2.2) ingin mengetahui kesesuaian subkomponen program Character Building
dengan tujuan subkomponen program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga; (2.3) ingin mengetahui kesesuaian indikator program Character Building dengan tujuan indikator program Character Building Apple Kids Preschool Salatiga; (2.4) ingin mengetahui kesesuaian subindikator program
Character Building dengan tujuan subindikator program
Character Building Apple Kids Preschool Salatiga.
2.2.2.2 Kriteria Evaluasi
Istilah kriteria juga dikenal dengan kata “tolok ukur” atau “standar” adalah sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu yang diukur (Arikunto dan Jabar, 2009: 30). Kriteria diperlukan untuk mengekang masuknya unsur subjektif yang ada pada diri evaluator. Selain itu dengan adanya kriteria maka hasil evaluasi akan sama meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda dan dalam kondisi fisik penilai yang berbeda pula. (Arikunto dan Jabar, 2009: 32).
teori-12 teori yang terdapat dalam buku-buku ilmiah. Kriterianya terbagi menjadi dua yaitu kriteria pencapaian tujuan kriteria kesesuaian program dengan tujuan dan
1. Kriteria Pencapaian Tujuan
Tujuan dapat tercapai jika memenuhi kriteria di bawah ini:
a. Pembuatan tujuan Character Building melibatkan banyak pihak yakni guru, orang tua dan kepala sekolah (Koesoema, 2012: 35)
b. Program Character Building sebelum dibuat diusulkan pada orang tua dan meminta masukan dari orang tua (Lickona, 2013: 519)
c. Program Character Building sengaja direncanakan. Tanpa ada perencanaan secara sadar, keberhasilan Character Building tidak dapat dievaluasi dan sekolah tidak akan memiliki informasi untuk mengembangkannya lebih lanjut (Koesoma, 2012: 75).
d. Program Character Building bersifat eksplisit, artinya isi, pendekatan dan bentuk praksisnya (di dalam atau luar kelas) disampaikan secara transparan kepada stakeholder yakni siswa, guru, orang tua ataupun masyarakat (Koesoma, 2012: 75)
13 2. Kriteria Kesesuaian Komponen, Subkomponen,
Indikator, Subindikator dengan Tujuannya
Komponen, subkomponen, indikator dan subindikator dikatakan sesuai apabila memenuhi kriteria di bawah ini:
a. Program dan tujuan program saling berkaitan (Arikunto dan Jabar, 2009: 9)
b. Tujuan (goal, aim, purpose) dirumuskan dengan jelas (Anderson dan Krathwohl, 2010: 15)
c. Komponen, subkomponen, indikator, subindikator program Character Building sebelum dibuat diusulkan pada orang tua dan meminta masukan dari orang tua (Lickona, 2013: 519)
d. Komponen program merupakan penjabaran dari tujuan program. Subkomponen program merupakan penjabaran dari komponen program. Indikator merupakan penjabaran dari subkomponen. Subindikator merupakan penjabaran dari indikator. (Arikunto dan Jabar, 2009: 12-13)
14 1. Kriteria kuantitatif
Kriteria kuantitatif dibedakan menjadi dua yaitu kriteria tanpa pertimbangan dan kriteria dengan pertimbangan. Kriteria kuantitatif tanpa pertimbangan disusun hanya dengan memperhatikan rentangan bilangan tanpa mempertimbangkan apa-apa dilakukan dengan membagi rentangan bilangan. Kriteria kuantitatif dengan pertimbangan dibuat karena adanya pertimbangan tertentu berdasarkan sudut pandang dan pertimbangan evaluator. (Arikunto dan Jabar, 2009: 35) 2. Kriteria kualitatif
15 2.2.3 Komponen, Subkomponen, Indikator,
Subindikator Program
Taylor, dkk pada tahun 1996 dalam bukunya “Planning a program evaluation” yang dikutip Arikunto
16
Tabel 2.2
Ilustrasi Identifikasi Komponen, Subkomponen, Indikator dan Subindikator Program Character Building
Apple Kids Preschool Salatiga
Komponen Subkomponen Indikator Subindikator
Five Magic
Dare to dream concert
Sharing Panti
1. Defender of the earth, 2. Back to nature
Honesty Kantin Kejujuran
Kantin kejujuran
Tolerance Hari Besar Keagamaan
1. Perayaan Idul Fitri 2. Perayaan Natal 3. Perayaan Nyepi 4. Perayaan Imlek
Diligent Rajin 1. Membereskan mainan setelah bermain
Character Building di rumah
Independence Healthy Food
1. Sikat gigi sendiri 2. Mencuci piring sendiri Fairness Distribusi
makanan
Mendistribusikan
makanan dengan porsi yang sama di lingkungan sekolah
Self-control 1) Berbaris 2) Berganti
an
1. Berbaris sebelum masuk kelas
2. Bergantian mainan dengan teman
17 2.2.4 Model-model Evaluasi Program
Isaac dan Michael dalam bukunya yang berjudul “Handbook in Research and Evaluation” seperti yang dikutip Jaedun (2010: 7-8) membedakan model evaluasi program berdasarkan orientasinya, yaitu (1) model yang berorientasi tujuan (goal oriented); (2) model yang berorientasi pada keputusan (decison oriented); (3) model yang berorientasi pada kegiatan dan orang-orang yang menanganinya; dan (4) model yang berorientasi pada pengaruh dan dampak program. Pendapat serupa dikemukakan Rose dan Nyre (1977: 14) yang menyatakan model evaluasi yang berorientasi pada keputusan terbagi menjadi dua yaitu model discrepancy
dan model CIPP (Context, Input, Process, Product).
Model evaluasi yang akan digunakan oleh penulis adalah model evaluasi berbasis tujuan atau goal oriented evaluation model yang dikembangkan oleh Ralph Winfred Tyler. Model evaluasi ini merupakan model yang paling awal (Jaedun, 2010: 8). Secara umum model evaluasi ini mengukur apakah tujuan yang ditetapkan oleh kebijakan, program atau proyek dapat dicapai atau tidak. Jika suatu program tidak mempunyai tujuan, atau tidak mempunyai tujuan yang bernilai, maka program tersebut merupakan program yang buruk. (Wirawan, 2012: 80)
18 pengaruh atau akhir dari yang akan dicapai program (Wirawan, 2012: 80). Model ini dirancang dan dilaksanakan dengan proses seperti gambar 2.1.
Gambar 2.1
Proses Model Evaluasi Berbasis Tujuan Sumber: Wirawan. 2012
Keunggulan model evaluasi berbasis tujuan adalah (1) demokratis; (2), imparsial dan; (3) sederhana. Demokratis artinya tujuan, layanan atau intervensi program merupakan hasil keputusan formal dari lembaga yang dipilih secara demokratis. Imparsial artinya evaluasi merupakan bagian riset sosial yang bersifat imparsial tidak memihak. Sederhana artinya
1. Tujuan Program:
layanan dan intervensi
7. Keputusan pemanfaatan
hasil evaluasi program
2. Evaluator: merumuskan tujuan
menjadi indikator kuantitatif dan
kualitatif yang dapat diukur 6. Kesimpulan:
a. Tujuan tercapai
b. Tujuan tercapai sebagian
c. Tujuan tidak tercapai
3. Mengembangkan desain dan
instrumen evaluasi
5. Menjaring dan
menganalisis
data/informasi pencapaian indikator-indikator tujuan
4. Evaluator memastikan aktivitas
19 proses merancang dan melaksanakannya mudah, biayanya murah dan waktunya singkat dalam Wirawan (2012 : 83).
Meskipun memiliki banyak keunggulan, akan tetapi model evaluasi berbasis tujuan ini juga memiliki banyak kelemahan (Badrujaman, 2011: 43). Kelemahan tersebut meliputi: 1) Ketidaksesuaian antara tingkat tujuan dan pelaksanaannya; 2) Pengabaian nilai tujuan pendekatan evaluasi itu sendiri; 3) Mengabaikan alternatif-alternatif penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan program; 4) Mengabaikan hasil penting lainnya yang ditutupi oleh tujuan (hasil yang sengaja didapatkan dari kegiatan); 5) Mengabaikan fakta-fakta dari nilai program yang tidak dapat digambarkan dengan tujuan itu sendiri.
2.4 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian relevan yang berkaitan dengan Character Building pada
setting sekolah. Berikut ini akan disajikan lima penelitian relevan yaitu:
Penelitian pertama dari Mr. Doug Monk dari
20 dampak positif dalam perubahan cara belajar, kepedulian dan rasa hormat terhadap para staff sekolah, dan meningkatnya keterlibatan para murid secara sukarela dalam proyek-proyek kemanusiaan (Kamaruddin, 2012: 224).
Penelitian kedua yaitu penelitian Evaluasi Pendidikan Karakter yang dilakukan oleh Darmayanti dan Wibowo (2014) di Sekolah Dasar Kabupaten Kulon Progo. Hasil penelitiannnya menunjukkan 1) kesiapan SD di Kabupaten Kulon Progo untuk mengimplementasikan pendidikan karakter baik, dinilai dari kurikulum yang telah terintegrasi pendidikan karakter, namun masih kurang dalam hal pengelolaan sarana dan prasarana pendukung serta banyak guru memerlukan lebih banyak pengetahuan dan keterampilan tentang pendidikan karakter; 2) implementasi pendidikan karakter belum tampak pada kegiatan pembelajaran; 3) dukungan dari pemerintah dalam sosialisasi atau pelatihan dirasa masih kurang oleh sekolah; 4) monitoring dan evaluasi pendidikan karakter masih terbatas pada kurikulum dan dilakukan melalui pembinaan pengawas di setiap sekolah; dan 5) kendala yang umum dihadapi sekolah adalah penilaian sikap siswa yang belum terdokumentasi, kurangnya pemahaman guru untuk mengimplementasikan pendidikan karakter, dan tidak adanya sinergi antara pendidikan di sekolah dengan pendidikan di rumah.
21 sebagai tempat di mana populasi dan sampel diambil sejak tahun 1993 telah mendeklarasikan dan mengembangkan pendidikan karakter. Populasi penelitian adalah 40 program karakter. Sampel penelitian meliputi dua program besar yaitu CD & L (Character Development and Leadership) dan CEP (Character Education Partnership) yang diambil secara purposif. Hasil penelitian Suyanto (2011: 233) adalah pendidikan karakter di Amerika Serikat merupakan program nasional yang didukung oleh negara bagian, dan sekolah. Ada 4 model besar yaitu (1) customized model, (2) National curriculum, (3) inigrant, dan (4)
comprehensive model. Teknik pengembangan pendidikan karakter meliputi pengembangan kultur iklim sekolah, kultur dan iklim kelas, dan penanganan individual. Karakter yang dikembangkan ditentukan oleh sekolah; namun demikian secara nasional ada sepuluh karakter penting yaitu Trustworthiness,
respect, responsibility, justice and fairness, caring, citizenship, honesty, courage, diligence,dan integrity.
Penelitian keempat dari Departemen Pendidikan Amerika Serikat pada bulan Oktober 2010 menerbitkan sebuah laporan hasil penelitian yang berjudul “Efficacy of Schoolwide Programs to Promote Social and Character
Development and Reduce Problem Behavior in
Elementary School Children.” Penelitian longitudinal
yang dimulai sejak musim gugur 2004 dan berakhir
22 berasal dari The Institute Education Science dan Divisi Pencegahan Kekerasan the National Center for Injury Prevention and Control, Center for Disease Control and Prevention (CDC). Penelitian ini melibatkan 6600 siswa kelas 3 SD di awal studi dan berjumlah 6200 siswa di akhir studi saat mereka kelas 5 SD. Tujuan penelitian ini mengevaluasi ketujuh program pengembangan karakter dan sosial berbasis sekolah yang bersifat universal dan dirancang untuk membantu sekolah mengembangkan perilaku positif murid (misalnya perilaku yang menggambarkan karakter baik dan kompetensi sosial-emosional), mengurangi perilaku negatif murid dan tujuan akhirnya memperbaiki prestasi akademik murid sekolah dasar. Ketujuh program tersebut adalah 4RS (Reading, Writing, Respect and Resolution); SS (Second Step); ABC (Academic and Behavioral Competencies Program); CSP (Competence Support Program); LBW (Love in a Big World); PA (Possitive Action); dan PATHS (Promoting Alternative Thinking Strategies). Hasilnya: tidak ditemukan bukti bahwa ketujuh program mampu memperbaiki kompetensi sosial dan perkembangan karakter siswa sekolah dasar. (Kurniawan, 2013).
23 sepenuhnya mencapai tujuan. Disarankan pentingnya pembentukan karakter dilakukan dengan memberikan keteladanan oleh kepala sekolah, guru, pegawai sekolah dan orang tua sendiri.
2.4
Kerangka Pikir
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian
EVALUASI PROGRAM CHARACTER BUILDING
APPLE KIDS PRESCHOOL SALATIGA
PROGRAM CHARACTER BUILDING
APPLE KIDS PRESCHOOL SALATIGA
MODEL EVALUASI BERBASIS TUJUAN (Goal Oriented Evaluation) Ralph Winfred Tyler
PROSES MODEL EVALUASI BERBASIS TUJUAN