• Tidak ada hasil yang ditemukan

skripsi BAB II PREDIKSI JENIS IKATAN ANT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "skripsi BAB II PREDIKSI JENIS IKATAN ANT"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

SAMIK

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

(2)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinja Sapi sebagai Sumber Asam Humat

Tinja sapi merupakan produk biodegradasi vegetasi yang kaya lignin

sehingga tinja sapi dapat digunakan sebagai salah satu sumber asam humat

(Suyono, 2002). Tinja sapi potensial untuk digunakan sebagai salah satu

sumber asam humat karena tersedia melimpah dan mudah didapat. Seekor sapi

dewasa rata-rata setiap tahunnya dapat mengahasilkan 7,5 ton tinja sapi segar

atau 5 ton tinja sapi busuk (Soedijanto & Hadmadi, 1982). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Suyono (2002) diketahui bahwa asam humat

yang diisolasi dari tinja sapi yang berumur 100 hari menghasilkan rendemen

asam humat sebesar 6,18%.

Dasar pembenaran mengenai adanya kandungan asam humat di dalam

tinja sapi adalah teori lignin dalam pembentukan asam humat (Suyono, 2002).

Menurut teori lignin, asam humat merupakan representasi dari lignin

termodifikasi. Lignin termodifikasi terbentuk akibat pemanfaatan lignin oleh

mikroorganisme secara tidak menyeluruh dan melepaskan humus sebagai

residunya (Stevenson, 1994).

Pemecahan lignin di alam terjadi melalui dekomposisi secara aerobik.

Di samping ketersediaan oksigen untuk depolimerisasi lignin diperlukan juga

keberadaan jamur pemecah lignin (seperti Basidiomycetes) dalam jumlah

memadai. Jamur pemecah lignin biasanya tidak ditemukan di dalam sedimen

(3)

yang terlalu basah. Fakta ini memperkuat logika untuk berasumsi bahwa

lignin termodifikasi merupakan penyumbang utama pembentukan asam humat

pada tanah, gambut, dan sedimen danau yang kurang mengandung air

(Stevenson, 1994). Perubahan yang terjadi pada lignin melibatkan hilangnya

gugus metoksi (OCH3) dengan dihasilkan o-hidroksifenol dan oksidasi

rantai-rantai alifatik samping membentuk gugus-gugus COOH. Sejumlah besar

bakteri mampu melakukan demetilasi lignin tanpa diikuti degradasi polimer

(Stevenson, 1994).

Dalam teori ini diasumsikan bahwa substansi humat adalah suatu

sistem polimer yang terdiri dari komponen-komponen humin, dan oksidasi

oleh jamur pemecah lignin lebih lanjut yang disertai frakmentasi akan

menghasilkan pertama asam humat dan kemudian asam fulvat. Nitrogen yang

terkandung di dalam asam humat dihasilkan melalui reaksi kondensasi antara

lignin termodifikasi dengan protein, yang merupakan hasil sintesis oleh

mikroba. Penstabilan protein terjadi melalui pembentukan basa Schiff

(Stevenson, 1994). Basa Schiff merupakan suatu senyawa imina (senyawa

yang mengandung gugus C=N) yang terbentuk melalui reaksi antara aldehid

atau keton dengan amina primer (R-NH2

[Lignin termodifikasi]-CHO + R-NH

) (Fessenden dan Fessenden, 1999).

2 [Lignin termodifikasi]-CH=NR +

H2

Fakta pendukung teori lignin pada pembentukan asam humat antara

lain: a) Baik lignin maupun asam humat sangat sulit dipecah oleh sebagian O

(4)

besar jamur dan bakteri, b) Baik lignin maupun asam humat larut di dalam

basa, c) Baik lignin maupun asam humat memiliki sifat asam, dan d) Asam

humat memiliki sejumlah sifat yang mirip dengan lignin teroksidasi

(Stevenson, 1994).

B. Karakteristik Asam Humat Tinja Sapi (AHTS)

Menurut Suyono (2002) bahwa AHTS memiliki struktur hipotetik

yang mendekati struktur hipotetik asam humat Stevenson, karena karakteristik

fisikokimia AHTS mirip dengan yang diusulkan oleh Stevenson. Adapun

struktur hipotetik asam humat menurut Stevenson dapat dilihat pada

Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur Hipotetik Asam Humat Menurut Stevenson (Stevenson, 1994)

Menurut Suyono (2002) AHTS memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Berwujud padat, berwarna coklat kehitaman, keras, tidak meleleh pada

pemanasan hingga 400oC, larut dalam basa, dan tidak larut baik di dalam

(5)

2. Terdiri dari rangkaian inti aromatik maupun rantai alifatik.

3. Merupakan suatu makromolekul yang tidak homogen, disusun oleh

komponen-komponen senyawa turunan fenol.

4. Memiliki gugus-gugus fungsional karboksil, OH fenolik, dan metoksi.

5. Bersifat anionik.

C. Logam Berat Timbal

Timbal (Pb) termasuk logam berat karena timbal mempunyai massa

atom relatif lebih dari 23 g/mol yaitu 207,21 g/mol (Perry, 1950). Pb berwarna

abu-abu kebiruan dan termasuk golongan IVA yang dapat larut dalam

beberapa pelarut (seperti air, asam nitrat, garam dan EDTA), memiliki

kerapatan (pada suhu 200C) 11,35 g/cm3, titik leleh 327,40C, titik didih

17700C, jari-jari ion Pb2+ 119 pm, potensial elektroda standar -0,126 Volt dan

mempunyai energi ionisasi 715,4 kj/mol (Darmono, 1995; Greenwood and

Earnshaw, 1989; Kirk and Othmer, 1981).

Pb memiliki nomer atom 82, sehingga terdapat delapan puluh dua

elektron yang mengisi orbital-orbitalnya (Brady, 1999). Konfigurasi atom Pb

dalam keadaan dasar dapat dituliskan sebagai berikut:

82Pb: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d10 4p6 5s2 4d10 5p6 6s2 4f14 5d10 6p2

Keadaan oksidasi Pb yang paling umum adalah +2 (Greenwood and

Earnshaw, 1989). Kation Mn+

M

dalam air akan mengalami hidrolisis (Manku,

2002). n +

(6)

Bila ke dalam larutan Pb2+ ditambah larutan alkali (seperti KOH) maka

akan meningkatkan hasil kali kelarutan antara [Pb2+] dengan [OH-]. Jika hasil

kali kelarutan tersebut lebih besar dari Ksp Pb(OH)2 (Ksp Pb(OH)2 = 3 x 10-6)

maka larutan akan jenuh dan terbentuk endapan putih Pb(OH)2

Pb

(Day dan

Underwood, 2002; Vogel, 1990). 2+

(aq) + 2OH-(aq) Pb(OH)

D. Reaksi Asam Humat dan Kation Logam

2(s)

Pb banyak digunakan dalam industri pembuatan cat, industri

percetakan (tinta), industi baterai (aki) dan juga bisa digunakan untuk melapisi

logam lain supaya tidak mudah berkarat (Darmono, 1995). Selain bermanfaat

logam Pb juga dapat menimbulkan efek negatif berupa pencemaran pada air,

udara ataupun tanah, sehingga dapat merugikan makhluk hidup terutama

manusia.

Kation Pb (II) dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui absorpsi

Pb pada sayuran, asap hasil pembakaran tetraethyl lead (TEL) yang diabsorpsi

kulit atau dihirup, serta air minum yang terkontaminasi Pb. Adanya kation

Pb (II) dalam darah dan otak mengakibatkan berbagai gangguan fungsi

jaringan dan metabolisme, gangguan mulai dari sintesis hemoglobin darah,

gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit kronis pada sistem saraf,

menghambat sistem metabolisme sel serta gangguan fungsi paru-paru

(Darmono, 1995; Martaningtyas, 2004).

Reaksi asam humat adalah salah satu jenis reaksi yang terjadi baik

(7)

C

merupakan bahan makromolekul yang memiliki gugus fungsional seperti

-COOH, -OH fenolik maupun –OH alkoholik sehingga asam humat dapat

membentuk kompleks dengan ion logam (Alimin dkk, 2005; Stevenson,

1994). Jumlah kation logam yang diikat asam humat ditentukan oleh nilai

keasaman totalnya (Stevenson, 1994). Pengikatan kation logam oleh asam

humat terjadi melalui penggantian secara reversibel hidrogen gugus fungsional

asam oleh kation logam (Manahan, 1979).

M2+ + 2 AH MA2 + 2H+ (Tan, 1995)

dengan: M2+ = Ion logam AH = Asam humat MA2

Pembentukan kompleks Pb-AHTS melibatkan dua gugus aktif AHTS

yang tidak saling bebas (ikatan kelat). Kelat cincin enam dapat dibentuk oleh

gugus-gugus orto fenolik karboksilat dengan kation logam divalen. Sifat

pembentuk ikatan kelat, menjadikan AHTS dapat mengikat kation logam dari

sistem air walaupun dalam konsentrasi renik (Suyono, 2002).

Gambar 2.2 Salah Satu Pola Pengikatan Kation M = Kompleks logam-asam humat

2+

Asam humat dapat mengikat kation logam baik pada kondisi sedikit

(8)

rentang pH 6,0-8,0, tetapi untuk kation-kation logam pembentuk basa lemah

pengikatan efektif terjadi pada pH 5,0 (Stevenson, 1994). Pengaruh perbedaan

pH pada kompleks logam-asam humat adalah terjadinya perbedaan tingkat

ionisasi gugus COOH (Stevenson, 1994). Umumnya gugus –COOH

terdisosiasi pada pH 4-5 dan pada pH yang relatif tinggi (konsentrasi H+

rendah) dapat meningkatkan konsentrasi –COO

-E. Adsorpsi

yang dapat berfungsi sebagai

ligan pada asam humat (Alimin dkk, 2005).

Karena strukturnya yang besar, maka AHTS memiliki sifat sebagai

asam lemah. Reaksi asam lemah dengan kation logam dipengaruhi oleh

konsentrasi kation dan pH sistem (Suyono, 2002). Reaksi AHTS dengan

kation timbal dipengaruhi oleh konsentrasi awal timbal. Karena banyaknya

sisi aktif yang memiliki potensi untuk mengikat kation timbal, maka pengaruh

konsentrasi kation timbal terhadap jumlah timbal diikat oleh AHTS bersifat

multiplikatif. Pada konsentrasi timbal yang berlebih (2000 ppm) pH sistem

berpengaruh terhadap jumlah timbal diikat oleh AHTS, tetapi tidak demikian

untuk konsentrasi timbal yang kecil (1-4 ppm) (Suyono, 2002).

Adsorpsi adalah suatu proses penyerapan suatu zat pada

permukaan zat lain (Day dan Underwood, 2002). Adsorpsi menyebabkan

terjadinya perubahan jumlah molekul (ion atau atom) pada permukaan karena

terjadinya ketidakseimbangan gaya pada batas antar permukaan adsorben dan

adsorbat (Oscik, 1982). Adsorpsi dapat terjadi bila lapisan muka zat padat

(9)

teradsorpsi dapat membentuk lapisan yang terdiri dari satu sampai beberapa

lapis molekul pada permukaan zat padat (Hartman, 1987).

Berdasarkan kekuatan interaksi adsorben dan adsorbat, proses adsorpsi

dapat dibedakan dengan dua cara yaitu adsorpsi fisika (fisisorpsi) dan adsorpsi

kimia (kimisorpsi) (Atkins, 1999). Energi yang menyertai adsorpsi fisika

umumnya rendah yaitu berkisar antara -1 sampai dengan -10 kkal/mol atau

antara -4,1868 sampai dengan -41,868 kj/mol, sedangkan energi yang

menyertai adsorpsi kimia berkisar antara -10 sampai dengan -200 kkal/mol

atau antara -41,868 sampai dengan -837,2 kj/mol (Levine, 1988).

Adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Sifat Adsorbat

Adsorbat pada penelitian ini berupa kation logam. Beberapa sifat

kation logam yang dapat mempengaruhi adsorpsi antara lain konsentrasi

kation logam dan jenis kation logam. Penambahan konsentrasi kation

logam dapat mempercepat terjadinya kondisi kesetimbangan. Kondisi

tersebut dihasilkan karena semakin besarnya gaya gerak adsorbat menuju

permukaan adsorben sehingga mengakibatkan semakin kuat zat tersebut

teradsorpsi (Tsezos dan Deutman dalam Listyawan, 2005). Kation logam

diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu keras dan lunak, demikian juga

dengan basanya. Asam-basa keras umumnya berukuran kecil dengan

muatan relatif besar dan daya tarik dengan elektron terluar sangat kuat

sehingga tidak mudah terpolarisasi. Asam-basa lunak berukuran besar

(10)

mudah terpolarisasi. Secara umum asam keras membentuk kompleks stabil

dengan basa keras, sedangkan asam lunak membentuk kompleks stabil

dengan basa lunak. Kation Pb2+

2. Sifat Adsorben

termasuk golongan kation logam

pembentuk asam madya (Basolo and Pearson, 1967; Huheey, 1983).

Luas permukaan adsorben sangat berpengaruh terutama untuk

tersedianya tempat adsorpsi. Adsorpsi merupakan gejala yang terjadi pada

permukaan sehingga besarnya adsorpsi sebanding dengan luas permukaan

spesifik. Makin besar luas permukaan makin besar pula adsorpsi yang

terjadi (Sembiring dan Sinaga, 2003). Adsorben polar cenderung

menyerap lebih kuat adsorbat polar dan adsorbat non polar terserap lebih

lemah, sedangkan adsorben non polar cenderung menyerap lebih kuat

adsorbat non polar dan adsorbat polar terserap lebih lemah

(Cahyaningrum, 2001).

3. Waktu Singgung

Waktu singgung adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai

kesetimbangan adsorpsi. Pada saat kesetimbangan akan terjadi adsorpsi

yang maksimum. Pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung.

Pengadukan dilakukan untuk memberi kesempatan yang lebih banyak

pada adsorben untuk bersinggungan dengan adsorbat (Sembiring dan

Sinaga, 2003).

(11)

Proses adsorpsi dipengaruhi pH larutan. Umumnya adsorpsi

bertambah dengan menurunnya pH. Untuk asam-asam organik daya

adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan

asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral

untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut (Sembiring dan Sinaga,

2003). Ionisasi asam humat dikendalikan oleh pH sehingga mempengaruhi

kemampuannya untuk mengikat kation logam (Stevenson, 1994). Adsorpsi

kation Pb (II) oleh AHTS terjadi maksimum pada pH 5 dengan kapasitas

ikat 157,492 mg/g AHTS (Suyono, 2002).

F. Proses Adsorpsi Logam pada Materi Organik

Proses adsorpsi logam-logam melibatkan gaya-gaya dari paling lemah

sampai paling kuat yaitu gaya Van der Waals, ikatan hidrogen, ikatan ion dan

ikatan kovalen koordinasi (Stevenson, 1994). Adsorpsi fisika melibatkan

gaya-gaya antar molekul seperti gaya Van der Walls dan ikatan hidrogen

(Oscik, 1982), sedangkan adsorpsi kimia melibatkan ikatan ionik dan ikatan

kovalen (Oscik, 1982; Stevenson, 1994). Dua atau lebih jenis ikatan dapat

terjadi secara bersamaan antara materi organik dan logam (Stevenson, 1994).

1. Gaya Van der Waals

Gaya Van der Waals terjadi karena perubahan densitas muatan listrik

dari masing-masing atom pada suatu molekul dan interaksi elektrostatik

antara dipol-dipol. Perubahan densitas muatan positif dari salah satu atom

cenderung mempengaruhi terbentuknya muatan negatif pada atom dari

(12)

C Gambar 2.3 Interaksi Elektrostatik antara Dipol-Dipol

(Stevenson, 1994)

Gaya Van der Waals terjadi antar molekul dan bersifat lemah. Energi

yang dihasilkan dari gaya Van der Waals umumnya lebih kecil dari

5 kkal/mol atau lebih kecil dari 20,934 kj/mol (Fessenden dan Fessenden,

1982).

2. Ikatan Hidrogen

Ikatan hidrogen terjadi karena atom hidrogen yang bermuatan parsial

potitif dari suatu molekul ditarik oleh pasangan elektron dari atom molekul

lain yang sangat elektronegatif, seperti oksigen, nitrogen dan flour

(Fessenden dan Fessenden, 1982). Ion H+ merupakan inti kosong dengan

muatan +1 dan mempunyai kecenderungan kuat menggunakan elektron

bersama-sama dengan atom yang mempunyai pasangan elektron bebas,

seperti oksigen (Stevenson, 1994). Pada pembentukan ikatan hidrogen,

interaksi dapat terjadi antara ion logam dengan situs aktif asam humat

melalui keterlibatan molekul air atau melalui jembatan air (Sehol, 2004;

(13)

C

Gambar 2.4 Ikatan Hidrogen antara Cr (III) dengan Asam Humat (Sehol, 2004)

Gambar 2.5 Ikatan Hidrogen antara Cu (II) dengan Asam Humat Melaui Jembatan Air (Stevenson, 1994)

Ikatan hidrogen lebih lemah dari ikatan ionik dan ikatan kovalen

tetapi lebih kuat dari gaya Van der Waals (Stevenson, 1994). Energi ikatan

hidrogen yaitu antara 20-40 kj/mol (Monk, 2004).

Tabel 2.1

Energi Ikatan Hidrogen

Ikatan Hidrogen Energi Ikatan (kj/mol) H – N

Ikatan ionik terjadi antara atom-atom yang selisih

elektronegativitasnya besar, sehingga terjadi perpindahan elektron dari

atom donor elektron ke atom akseptor elektron (Oktoby et al, 2001). Ikatan

ionik juga dapat terjadi ketika muatan positif dari kation organik ditukar

dengan dengan muatan positif dari kation anorganik (Stevenson, 1994).

(14)

C

(Fessenden dan Fessenden, 1982). Pada pembentukan ikatan ionik,

interaksi dapat terjadi antara ion logam dengan gugus COO–

Gambar 2.6 Ikatan Ionik antara Cu (II) dengan Asam Humat (Stevenson, 1994)

asam humat

melalui keterlibatan molekul air (Stevenson, 1994).

4. Ikatan Kovalen Koordinasi

Ikatan kovalen terbentuk antara atom-atom yang selisih

elektronegativitasnya kecil, sehingga elektron digunakan bersama di antara

atom-atom tersebut. Energi ikatan dari ikatan kovalen yaitu 80-

100 kkal/mol atau 334,944-418,680 kj/mol (Fessenden dan Fessenden,

1982). Ikatan kovalen koordinasi terjadi melalui penggunaan bersama

pasangan elektron yang berasal dari salah satu atom (Golberg, 2004;

Oktoby et al, 2001). Ligan menyumbangkan pasangan elektron pada ion

logam membentuk senyawa kompleks. Ion logam bertindak sebagai ion

pusat yang menyediakan orbital kosong yang dapat ditempati pasangan

elektron dari ligan. Sebagian ligan-ligan organik dapat mengikat logam

dengan lebih dari satu gugus fungsional membentuk suatu cincin

heterosiklik yang disebut cincin kelat. Proses pembentukan cincin kelat

(15)

Gambar 2.7 Ikatan Kovalen Koordinasi antara Bahan Organik dengan Logam (Stevenson, 1994)

G. Desorpsi

Desorpsi adalah terlepasnya adsorbat dari permukaan adsorben (Atkins,

1999). Desorpsi Pb-AHTS dilakukan untuk memutuskan ikatan antara AHTS

dengan kation Pb (II) yang terjadi pada waktu proses adsorpsi sehingga

didapatkan AHTS yang tidak mengikat kation Pb (II) dan eluen pendesorpsi

yang mengandung kation Pb (II). Eluen pendesorpsi yang dipilih harus

mempunyai beberapa kriteria di antaranya adalah mampu melepaskan 95%

logam yang teradsorpsi, tidak merusak adsorben, mempunyai serapan yang

tinggi pada proses adsorpsi selanjutnya, murah dan tidak mencemari

lingkungan (Schiewer and Volesky, 2000; Vijayaraghavan et al, 2004).

Berdasarkan penelitian terdahulu tentang eluen pendesorpsi diketahui

bahwa desorpsi dapat dilakukan oleh air (H2O), garam seperti CaCl2, senyawa

asam (seperti H2SO4 dan HNO3 C

N N

C C

N

R2HN NHR2

M

), dan senyawa pengkhelat seperti EDTA

(16)

Eluen pendesorpsi dapat digunakan untuk memprediksikan jenis ikatan yang

terjadi antara adsorbat dengan adsorben yaitu dengan cara melakukan desorpsi

sekuensial terhadap adsorben yang telah diinteraksikan dengan adsorbat

(Cahyaningrum, 2001).

Beberapa eluen pendesorpsi yang digunakan untuk melepaskan adsorbat

dari permukaan adsorben yaitu:

1. Air (H2

Adsorben yang mengikat logam dengan gaya Van der Waals dapat

didesorpsi dengan air karena gaya Van der Waals merupakan ikatan fisik

yang lemah sehingga dengan menambahkan air pada adsorben yang

mengikat logam maka logam akan larut di dalam air (Darmono, 1995;

Monk, 2004; Stevenson, 1994). Tiap molekul H O)

2O dalam bentuk cairan biasanya berinteraksi dengan molekul H2

2. Garam

O yang lain. Interaksi tersebut

tidak terlalu kuat yaitu sekitar 20 kj/mol (Monk, 2004).

Larutan CaCl2 0,1 M mampu melepaskan logam Cu dari biomassa

Ulva reticulata sebesar 90,25% (Vijayaraghavan et al, 2004). Adsorben

yang mengikat Cu dengan ikatan ionik dapat didesorpsi dengan larutan

CaCl2 karena terjadi pertukaran ion yaitu ion Ca2+ menggantikan posisi

ion Cu2+

3. Senyawa Asam

yang terikat sebelumnya pada situs aktif adsorben.

Larutan HNO3 0,1 M mampu melepaskan Cu yang terikat pada

(17)

Pembentukan ikatan hidrogen terjadi antara H+ dari pelarut HNO3

4. Senyawa Pengkhelat

dengan

atom yang memiliki elektronegativitas yang tinggi pada adsorben

mengakibatkan Cu yang sebelumnya terikat melalui ikatan hidrogen pada

adsorben akan lepas.

Larutan EDTA dapat melepaskan Cd dari kaolin sebesar 85% di

bawah kondisi asam lemah (Hong and Pintauro, 1994). Hal ini terjadi

karena ion EDTA

2-H. Isoterm Adsorpsi

berfungsi sebagai agen pengkhelat yang sangat kuat

sehingga ion logam yang terikat pada adsorben akan terdesorpsi melalui

pembentukan kompleks logam-EDTA yang relatif stabil.

Pada suatu keadaan kesetimbangan laju adsorpsi-desorpsi adsorbat pada

permukaan adsorben adalah sama. Keadaan kesetimbangan ini dinyatakan

dengan isoterm adsorpsi (Levine, 1988). Ada dua jenis isoterm adsorpsi yang

umumnya terjadi pada senyawa organik yaitu isoterm Langmuir dan isoterm

Freundlich (Stevenson, 1994).

1. Isoterm Langmuir

Langmuir menjelaskan bahwa pada permukaan adsorben terdapat

sejumlah tertentu situs aktif yang sebanding dengan luas permukaan. Pada

saat adsorbat memenuhi lapisan, molekul yang terserap tidak akan

melebihi jumlah situs aktif pada permukaan adsorben (Oscik, 1982).

Penerapan isoterm Langmuir didasarkan pada asumsi bahwa adsorpsi

(18)

lapisan tunggal atau monolayer (Levine, 1988; Stevenson, 1994).

Persamaan isoterm Langmuir dapat ditulis dalam bentuk persamaan linier

yaitu:

x/m adalah jumlah logam yang teradsorpsi per gram adsorben pada

konsentrasi C; C adalah konsentrasi ion logam bebas saat setimbang;

K adalah konstanta kesetimbangan; b adalah jumlah logam yang

teradsorpsi saat keadaan jenuh (kapasitas adsorpsi). b ditentukan dari

slope dan K ditentukan dari intersep (Cahyaningrum, 2001; Stevenson,

1994). Setelah nilai K ditentukan, maka dapat dicari energi adsorpsi (∆G0)

dengan menggunakan rumus 2.2.

∆G0

2. Isoterm Freundlich

= - RT ln K ... (2.2) (Dogra dan Dogra, 1990)

Isoterm Freundlich merupakan model adsorpsi yang diusulkan secara empiris untuk permukaan yang heterogen dan adsorpsi terjadi membentuk beberapa lapis (Multilayer). Isoterm Freundlich tidak berlaku jika tekanan atau konsentrasi adsorbat terlalu tinggi (Amaria, 1998; Levine, 1988). Persamaan isoterm Freundlich dapat ditulis dalam bentuk persamaan linier yaitu:

(19)

x/m adalah jumlah logam yang teradsorpsi per gram adsorben pada

konsentrasi C; C adalah konsentrasi ion logam bebas saat setimbang;

K dan n adalah konstanta (Stevenson, 1994).

I. Kimia Komputasi

Kimia komputasi telah menjadi cabang baru ilmu kimia. Dalam

kimia komputasi, hasil percobaan di laboratorium dan hasil perhitungan

teoritis dengan bantuan komputer seringkali dibandingkan dan dipadukan

(Pranowo, 2001). Selain dengan cara eksperimen, energi adsorpsi juga dapat

dihitung menggunakan metode kimia komputasi. Teori yang digunakan dalam

kimia komputasi yaitu:

1. Teori Fungsional Kerapatan (Density Fungtional Theory, DFT)

DFT adalah suatu teori yang menggambarkan suatu molekul sebagai

satu fungsi kerapatan. DFT memberikan kemudahan untuk menghitung

energi total sistem secara akurat (Cramer, 2004). Energi total sistem dalam

material elektronik dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu energi

potensial dan energi kinetik sistem. Energi potensial sistem berasal dari

interaksi inti-inti, inti-elektron dan elektron-elektron. Energi ini dapat

dihitung menggunakan teori elektrostatik klasik. Sedangkan energi kinetik

sistem berasal dari gerakan elektron-elektron. Energi ini dihitung dengan

menggunakan teori kuantum (Setiyanto, 2005). Rumus untuk menghitung

energi total sistem adalah sebagai berikut:

(20)

Energi kinetik Energi potensial Fungsi gelombang Energi total sistem (Hause, 2004)

Energi total sistem adalah fungsional dari rapat muatan elektron.

Kuadrat dari fungsi gelombang (ψ2

2. Fungsi Basis

) menggambarkan kebolehjadian untuk

menemukan elektron yang mencerminkan kerapatan elektron (Hause,

2004; Pranowo, 2001). Energi dan fungsi gelombang sistem dalam

keadaan stasioner diselesaikan dengan persamaan Schrodinger:

Ĥ ψ e,n = E ψ e,n ... (2.5) (Pranowo, 2001)

Ĥ pada persamaan (2.6) adalah operator Hamiltonian yang disusun

oleh tiga bagian yaitu energi kinetik inti, energi kinetik elektron dan energi

potensial inti dan elektron. ψ adalah fungsi gelombang yang bergantung

pada posisi elektron dan inti atom (Pranowo, 2001).

Pendekatan Born-Oppenheimer diterapkan dalam DFT dengan cara

menganggap inti bergerak lambat atau diam bila dibandingkan dengan

pergerakan elektron-elektron (Setiyanto, 2005). Pendekatan ini dilakukan

dengan memisahkan fungsi gelombang untuk inti dan elektron. Fungsi

gelombang total merupakan hasil perkalian dua faktor. Rumus fungsi

gelombang Born-Oppenheimer adalah:

ψ e,n = χn ψ e ... (2.6) (Pranowo, 2001)

Pada umumnya, perhitungan pendekatan sistem elektronik (teori

struktur elektron) menggunakan fungsi gelombang satu elektron yang

(21)

Kombinasi linear dari fungsi basis tersebut membentuk suatu orbital

molekul, φi

Gambar 2.8 Perbandingan antara Orbital 1s Tipe Slater dan Tipe Gaussian

Ketergantungan r

(Cramer, 2004; Hause, 2004). Terdapat dua tipe fungsi basis

yang umum digunakan dalam perhitungan struktur elektronik yaitu orbital

tipe Slater (Slater Type Orbital, STO) dan orbital tipe Gaussian (Gaussian

Type Orbital, GTO) (Pranowo, 2001).

2

dalam eksponensial membuat GTO memiliki

kekurangan dalam dua aspek dibandingkan STO. Pertama, pada

penggambaran inti atom, GTO mempunyai turunan nol, berbeda dengan

STO yang memiliki turunan tidak kontinyu. Hal ini menjadikan GTO

“bermasalah” dalam merepresentasikan perilaku elektron yang dekat

dengan inti. Kedua, kurva GTO turun terlalu cepat untuk jarak yang

berjauhan dari inti sehingga “ekor” dari fungsi gelombang

direpresentasikan kurang baik. Meskipun demikian, kekurangan ini dapat

diatasi dengan menggunakan GTO dalam jumlah lebih dari satu (Pranowo,

2001). Misalnya kombinasi dari beberapa GTO dapat menggantikan STO

(22)

Gambar 2.9 Kombinasi Linear dari Tiga Fungsi Basis Gaussian Membentuk satu fungsi basis Slater

3. Himpunan Basis (Basis set)

Himpunan basis adalah deskripsi matematik dari sekumpulan orbital

sistem yang telah diketahui, yang dikombinasikan untuk mendekati fungsi

gelombang total dari sistem yang dikaji (Cramer, 2004). Menurut

Foresmen and Frisch (1996) untuk mendapatkan orbital-orbital yang lebih

akurat, digunakan pendekatan himpunan basis yang diperbesar dengan tiga

cara:

a. Basis Set Valensi Terpisah

Yaitu dengan menambah jumlah fungsi basis per atom.

Himpunan basis valensi valensi terpisah, misalnya 3-21G dan 6-31G,

memiliki dua (atau lebih) ukuran fungsi basis untuk tiap orbital

valensi. Sebagai contoh untuk atom hidrogen dan karbon:

H : 1s, 1s’

(23)

Setiap orbital yang diberi tanda kutip berbeda ukurannya dengan

orbital tanpa tanda kutip.

Gambar 2.10 Memperbesar Himpunan Basis dengan Basis Set Valensi Terpisah

Notasi 3-21G menandakan di dalam set basis ini terdapat tiga

fungsi Gaussian yang mewakili orbital inti, dua fungsi Gaussian untuk

orbital elektron valensi bagian yang terkontraksi, dan satu untuk

bagian yang berdifusi.

b. Basis Set Terpolarisasi

Himpunan basis valensi terpisah memperbolehkan ukuran orbital

diubah tetapi bentuknya tetap. Himpunan basis terpolarisasi mengatasi

kesulitan ini dengan menambahkan orbital-orbital yang momentum

sudutnya lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan. Sebagai contoh

himpunan basis terpolarisasi menambahkan fungsi p pada atom

hidrogen, dan fungsi d pada atom non-hidrogen.

(24)

Penggunaan dari basis fungsi terpolarisasi ditandai oleh asterisk

(*). Jadi, 6-31G* mengacu pada himpunan basis 6-31G dengan fungsi

polarisasi pada atom non-hidrogen. Sedangkan 6-31G** menandakan

penggunaan fungsi polarisasi pada hidrogen dan helium. Himpunan

basis 6-31G** berguna bila atom hidrogen bertindak sebagai atom

jembatan.

c. Basis Set Difusi

Kekurangan himpunan basis terpolarisasi adalah ketidak

mampuannya untuk menggambarkan molekul yang memiliki kerapatan

elektron yang jauh dari inti seperti anion atau molekul yang memiliki

pasangan elektron sunyi. Hal ini disebabkan karena amplitudo fungsi

basis Gaussian agak rendah pada daerah jauh dari inti. Untuk

mengatasi masalah ini digunakan fungsi difusi. Himpunan basis fungsi

difusi ditandai oleh suatu “+”. Set basis 31+G(d) adalah basis set

6-31G(d) dengan menambahkan fungsi difusi pada atom non-hidrogen.

Sedangkan 6-31++G(d), menambahkan fungsi difusi juga pada atom

hidrogen.

text text

+

=

textte xt

C1 C2

te xt

(25)

4. GAMESS (General Atomic and Molecular Electronic Structur System)

GAMESS adalah seperangkat software kimia kuantum Ab initio

yang diciptakan oleh kelompok peneliti yang dipimpin oleh Mark S.

Gordon dari Universitas Negeri Lowa. Software ini dapat digunakan untuk

menghitung energi menggunakan perhitungan fungsional kerapatan (DFT),

semi-empiris (AM1/PM3) dan perhitungan QM/MM (Anonim, 2004;

Gordon, 2004).

GAMESS dipilih dalam penelitian ini karena programnya selain

sangat populer dan gratis (open source) juga mudah dipahami dan

dijalankan. Program GAMESS dapat diintegrasikan dengan software

(26)

J. Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 2.13 Kerangka Konseptual Penelitian

Eluen pendesorpsi seperi H2O, CaCl2, HNO3 dan Na2EDTA dapat

digunakan untuk memprediksikan jenis ikatan yang terjadi antara kation Pb-AHTS

H2O

(27)

Pb (II) dengan AHTS yaitu dengan cara melakukan desorpsi sekuensial

terhadap Pb-AHTS. Jumlah ion Pb (II) yang terdesorpsi sebuah eluen

mempresentasikan kekuatan ikatan. Prinsip dari model desorpsi ini adalah

penggunaan eluen pendesorpsi yang kekuatannya meningkat secara berurutan,

yaitu: (1) Desorpsi menggunakan air (H2O) untuk menunjukkan adanya ikatan

Van der Waals, (2) Desorpsi mengunakan CaCl2 untuk menunjukkan adanya

ikatan ionik, (3) Desorpsi menggunakan HNO3 untuk menunjukkan adanya

ikatan hidrogen, dan (4) Desorpsi menggunakan Na2EDTA untuk

menunjukkan adanya ikatan kovalen (Cahyaningrum, 2001; Hong and

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.3 Interaksi Elektrostatik antara Dipol-Dipol                  (Stevenson, 1994)
Gambar 2.5  Ikatan Hidrogen antara Cu (II) dengan Asam Humat                        Melaui Jembatan Air (Stevenson, 1994)
Gambar 2.6  Ikatan Ionik antara Cu (II) dengan Asam Humat        (Stevenson, 1994)
+5

Referensi

Dokumen terkait

membuat rancangan usaha kerajinan dari limbah berbentuk datar Peserta didik menyebutkan sumberdaya yang dibutuhkan dalam usaha Tes tertulis Tes tertulis Tes tertulis Tes

Kandungan serat dan senyawa bioaktif yang terdapat pada cincau hitam dan yang terkandung dalam kayu manis yang bermanfaat untuk menurunkan kadar kolesterol dalam

Menurut pendapat Mashuri (2008), adapun empat hal yang bisa memberi kesenangan dalam menjalankan bisnis rumahan, antara lain :.. 1) Dengan menjadikan tempat usaha dirumah,

• Melihat target pembacanya adalah khalayak umum, kita perlu mencermati bahasa yang Melihat target pembacanya adalah khalayak umum, kita perlu mencermati bahasa yang kita gunakan

Merupakan kegiatan di awal untuk memperoleh data-data dan informasi terkait proses pengolahan dokumen yang saat ini berjalan dengan menggunakan metode pengumpulan

Garis isocost ( isocost line ) mencerminkan semua kombinasi dari 2 input yang dapat dibeli dengan total biaya yang sama. Misalkan perusahaan hanya menggunakan tenaga kerja dan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan (research and development). Desain penelitian ini adalah non equivalent control

Di samping itu, Kelompok Nelayan Wanasari-Tuban juga tidak memiliki hak tradisional untuk melakukan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pantai, mengingat Kelompok