• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Penguatan Kader Gampong untuk Mela

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Modul Penguatan Kader Gampong untuk Mela"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

Local Governance Innov

for Communities in A

(LOGICA2)

Oleh:

Khairani Arifin, Rizki Afiat, Suraiya Kamaruzzaman

MODUL

PELATIHAN

P

ENGUATAN

K

ADER

G

AMPONG UNTUK

M

ELAKUKAN

A

DVOKASI

H

AK

P

EREMPUAN DAN

A

NAK

e Innovations

n Aceh Phase 2

Oleh:

Khairani Arifin, Rizki Afiat, Suraiya Kamaruzzaman

MODUL

PELATIHAN

P

ENGUATAN

K

ADER

G

AMPONG UNTUK

M

ELAKUKAN

A

DVOKASI

H

AK

P

EREMPUAN DAN

A

NAK

Oleh:

Khairani Arifin, Rizki Afiat, Suraiya Kamaruzzaman

MODUL

PELATIHAN

P

ENGUATAN

K

ADER

G

AMPONG UNTUK

M

ELAKUKAN

A

DVOKASI

H

AK

P

EREMPUAN DAN

(2)

KATA PENGANTAR

Ada dua hal penting yang melatar belakangi Modul Pelatihan Penguatan Kader Desa dalam advokasi hak-hak komunitas dan pencapaian standar minimum pelayanan di unit pelayanan .Pertamakeinginan untuk melakukan pendidikan dan keterampilan perempuan, khususnya kader desa, terkait dengan kepemimpinan dan advokasi hak-hak komunitas, sehingga mereka mampu terlibat dalam proses pengambilan keputusan baik di tingkat gampong/kampong, kecamatan maupun kabupaten, dan mampu berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada stakeholder perempuan lain di tingkat desa. Kedua, keinginan untuk mendokumentasikan proses belajar bersama yang dilakukan 478 kader perempuan/perempuan pemimpin di tingkat gampong dari 6 Kabupaten, karena modul ini ditulis secara lengkap setelah proses training dilaksanakan dan pada saat persiapan serta pelaksanaan training mendapat masukan yang sangat kaya dari tim fasilitator (trainer), panitia pelaksana, narasumber dan peserta training.

Materi-materi yang tersaji dalam Modul Pelatihan ini merupakan rangkaian dari berbagai pelatihan yang dipersiapkan untuk memperkuat pengetahuan dan ketrampilan perempuan sebagai pemimpin serta dapat menjalankan peran-peran mereka secara maksimal. Adapun rangkaian pelatihannya adalah : 1) Gender dan inklusi sosial, 2) Hak ekonomi, sosial dan budaya perempuan, 3) Kepemimpinan perempuan, 4) Pelayanan publik, 5) Perencanaan dan penganggaran responsif gender, 6) Teknik berbicara di depan umum dan memfasilitasi dan advokasi. Training ini dapat dilaksanakan secara terpisah, akan sangat baik bila dapat dilaksanakan seluruh rangkaiannya, namun juga dapat dipilih berdasarkan kebutuhan masing-masing peserta training.

Kepada Unit Gender dan Inklusi Sosial LOGICA2 (Suraiya Kamaruzzaman dan Khairani Arifin) terimakasih banyak kami ucapkan yang telah menginisiasi pelaksanaan dan mengawal proses dan substansinya sampai modul pelatihan ini selesai. Juga kepada Rizki Afiat yang terlibat langsung dalam penulisan modul pelatihan. Penghargaan yang teramat tinggi kepada seluruh tim fasilitator (trainer) dan panitia dengan komitmennya yang sangat tinggi mulai dari mengembangkan alur training, membuat materi, melaksanakan training serta memberi masukan-masukan pada proses evaluasi. Mereka adalah : Abdullah Abdul Muthalib, Agus Arianto, Budi Arianto, Devi Mutiara, Elvida, Fatimahsyam, Irwan,Leila Juari,Muchlis Rama,Nawawi, Norma Manalu, Saiful Izki, Seri Rahayu, Siti Maisarah danWanti Maulidar. Modul Pelatihan ini tentu saja belum sempurna, untuk itu masukan dan kritikan untuk menyempurnakannya sellau kami terima dengan senang hati.

(3)
(4)

Latar Belakang

Setelah hampir 30 tahun Pemerintah Indonesia meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW)dengan UU No. 7 Tahun 1984 dan 13 tahun setelah adanya INPRES No. 9 Tahun 2000, belum terlihat perubahan yang cukup signifikan terhadap pemenuhan dan pemajuan hak-hak perempuan. Pemerintah Aceh dengan UU Pemerintahan Aceh yang selanjutnya diturunkan dalam Qanun Aceh No. 6 Tahun 2009 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Hak Perempuan telah memperlihatkan komitmen awal untuk pemenuhan dan pemajuan hak perempuan di Aceh. Penandatanganan Piagam Hak Perempuan oleh seluruh pemangku kebijakan di Aceh juga memperlihatkan perhatian yang sangat serius terhadap berbagai persoalan perempuan di Aceh, dan komitmen untuk mencoba menjawab berbagai masalah tersebut dengan cara yang bermartabat.

Aturan-aturan yang disahkan diharapkan tidak menjadi dokumen mati yang tidak di implementasikan. Untuk itu diperlukan advokasi yang terus menerus terhadap berbagai kebijakan yang sudah ada, serta mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan baru yang konstruktif, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota dan gampong, sehingga memunculkan banyak inovasi yang dapat menciptakan kesetaraan, keadilan dan kedamaian di Aceh.

Salah satu tujuan Mainstreaming Gender dalam Program LOGICA 2 yang ingin dicapai adalah meningkatnya partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan dan terbangunnya jaringan yang kuat untuk mendukung kapasitas perempuan dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan banyaknya persoalan perempuan yang ada di Aceh yang membutuhkan perhatian dari berbagai lembaga yang konsern untuk isu ini. Peminggiran, penomorduaan, pemiskinan, mengalami berbagai bentuk kekerasan masih terus dialami perempuan, dan belum ada upaya yang signifikan dari pemerintah untuk menjawab masalah ini. Tujuan ini sangat sesuai dengan UN SCR 1325 yang memandatkan agar perempuan terlibat dalam menjaga perdamaian, berpartisipasi dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan menikmati hasil pembangunan paska konflik dan UN SCR 1820 yang mengakui kekerasan seksual pada masa perang (konflik), yang telah berlangsung di Aceh selama lebih 30 tahun.

(5)

Untuk itu penting untuk melakukan upaya penguatan perempuan di tingkat komunitas terkait dengan hak mereka dan pelayanan publik yang tersedia. Peran perempuan dalam melakukan advokasi hak-hak komunitas membutuhkan persiapan. Strategi untuk kampanye informasi publik dan rencana advokasi melalui media dapat difokuskan pada pengetahuan tentang aturan (qanun, peraturan bupati) dan regulasi tentang kesetaraan gender, promosi untuk kepemimpinan perempuan, dan pengarusutamaan gender dalam ranah pelayanan publik. Hal tersebut dikarenakan persoalan hak-hak komunitas menyangkut beragam dimensi yang menyentuh sisi ekonomi, sosial, budaya, dan politik yang melibatkan baik perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu, kesetaraan gender merupakan bagian penting dalam perwujudan hak-hak komunitas.

Salah satu problem perempuan di Aceh serupa seperti di banyak tempat di dunia, yaitu tantangan budaya. Pada banyak kasus, budaya kerap memarjinalkan posisi dan peran perempuan. Karenanya, mengakui hak-hak budaya perempuan dapat menjadi peran kunci untuk memastikan bahwa hak-hak perempuan dihargai lebih luas. Hak-hak budaya mampu memberdayakan, karena akan memberi perempuan kendali atas hidup mereka, memfasilitasi atas pencapaian hak-hak lainnya. Aspek transformative dari hak kultural adalah memampukan karakteristik dan kemampuan baik laki-laki dan perempuan untuk menentukan cakupan aktivitas yang dapat mereka lakukan di masyarakat.

Perspektif dan kontribusi perempuan harus bergeser dari pinggir kehidupan budaya ke pusat yang mencipta, memaknai, dan membentuk budaya. Di tingkat komunitas, budaya berperan penting dalam dinamika kehidupan domestik dan sosial. Oleh karena itu, peran perempuan dalam pemenuhan hak-hak komunitasmerupakan kebutuhan masyarakat untuk berkembang.

Modul ini menekankan pelatihan pada materi konseptual dan praktis bagi para perempuan kader desa untuk melakukan advokasi hak-hak komunitas dan standar minimum pelayanan di unit pelayanan publik. Pembangunan Aceh pascarekonstruksi membawa berbagai manfaat bagi masyarakat baik di perkotaan dan perdesaan, tak hanya perkembangan inftrastruktur dan mobilisasi sosial, namun juga dampak kesenjangan sosial, korupsi, ancaman kerusakan alam, hingga kurangnya kualitas layanan publik. Di lain sisi, keterbukaan masyarakat pascakonflik juga menyibak persoalan seperti diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan akibat kurangnya akses dan kendali kaum perempuan pada sektor-sektor publik khususnya di desa. Berbagai problema di tingkat komunitas harus ditangani dengan pendekatan lokal dan keterlibatan aktif para perempuan.

Tujuan

(6)

Metode

Pelatihan ini menggunakan metodologi partisipatif dengan pendekatan pendidikan orang dewasa (andragogi). Metodologi ini dipilih karena pada dasarnya peserta sudah memiliki berbagai kemampuan dalam bentuk pengalaman, sehingga mereka hanya tinggal didorong untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman mereka. Selain itu, dengan metodologi partisipatif ini memudahkan peserta untuk lebih cepat memahami berbagai hal yang dibahas selama pelatihan karena mereka terlibat secara aktif, bukan hanya sekedar mendengar dan melihat saja. Hal lainnya adalah, bahwa dengan metodologi partisipatif ini dapat meminimalkan kejenuhan peserta selama mengikuti pelatihan ini.

(7)

Modul ini disusun dengan memperkenalkan gagasan umum yang saling terkait antara gender, hak-hak komunitas dan pelayanan publik, lalu mengerucut kepada konsep dan teknik advokasi. Hal ini untuk membangun paradigma bahwa persoalan gender bukanlah isu yang asing melainkan dekat dengan kehidupan sehari-hari dan sistem sosial yang terkonstruksi yang saling berinteraksi. Setelah itu, peserta pelatihan dapat mengaitkan konsep dan pengetahuan tersebut ke dalam wawasan dan strategi advokasi yang aplikatif.

Modul ini disusun dengan memperkenalkan gagasan umum yang saling terkait antara gender, hak-hak komunitas dan pelayanan publik, lalu mengerucut kepada konsep dan teknik advokasi. Hal ini untuk membangun paradigma bahwa persoalan gender bukanlah isu yang asing melainkan dekat dengan kehidupan sehari-hari dan sistem sosial yang terkonstruksi yang saling berinteraksi. Setelah itu, peserta pelatihan dapat mengaitkan konsep dan pengetahuan tersebut ke dalam wawasan dan strategi advokasi yang aplikatif.

(8)

1. PENGANTAR

I. Orientasi pelatihan 2. GENDER DAN ISU SOSIAL

I. Pengantar gender II. Analisis gender

3. HAK EKONOMI, SOSIAL, BUDAYA PEREMPUAN I. Pengenalan hak ekosob perempuan II. Hak pendidikan

III. Hak atas lingkungan IV. Kesehatan reproduksi

V. Kekerasan terhadap perempuan VI. Hak perempuan dalam pernikahan 4. KEPEMIMPINAN PEREMPUAN

I. Kepemimpinan di tingkat komunitas

II. Partisipasi perempuan dalam pembangunan III. Perempuan dan politik

5. PELAYANAN PUBLIK

I. Konsep dan kebijakan pelayanan publik II. Penyusunan standar pelayanan publik

(9)

6. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER I. Perencanaan gampong yang partisipatif dan berkeadilan

II. Konsep Anggaran Responsif Gender (ARG) dan penerapannya dalam pembangunan gampong 7. PUBLIC SPEAKING DAN FASILITASI PERTEMUAN

I. Teknik public speaking

II. Mempersiapkan dan memfasilitasi pertemuan III. Mempersiapkan dan memfasilitasi lokakarya IV. Mempersiapkan dan memfasilitasi pelatihan 8. ADVOKASI

I. Pemahaman dan strategi advokasi

II. Penyelesaikan masalah non-litigasi dan litigasi III. Strategi advokasi pelayanan publik

(10)
(11)

ORIENTASI PELATIHAN

Tujuan - Mencairkan suasana antar peserta, fasilitator dan panitia

- Menyampaikan tujuan pelatihan

- Menyampaikan alur pelatihan

- Membangun kesepakatan belajar

- Melakukan pre tes

- Review pelatihan

Materi - Orientasi Training

- Alur pelatihan

Metode Permainan, presentasi, diskusi, kerja mandiri

Waktu 90 menit

Alat dan

Bahan - Plano, flip chart- Spidol, lakban, meta card, krayon - Alat presentasi (LCD/Infocus, Laptop)

Langkah

Pelaksanaan 1. Buka training dengan mengajak peserta melakukan perkenalan dengan carabermain:

 Minta peserta membentuk 3 kelompok, dan persilahkan peserta berbaris memanjang kebelakang

 Minta peserta mengikuti instruksi yang disampaikan oleh fasilitator

 Sampaikan instruksi kepada peserta untuk berbaris sesuai dengan pertanyaan

 Ajukan pertanyaan yang disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan untuk perkenalan seperti nama, tempat tinggal dan informasi lainnya

 Cek hasil pelaksanaan instruksi yang diberikan, pada setiap kelompok

 Beri penghargaan bagi kelompok yang bisa melaksanakan instruksi dengan baik

2. Sampaikan tawaran aturan yang sudah dipersiapkan dan sepakati bersama dengan peserta

(12)
(13)

I. PENGANTAR GENDER

Tujuan Mengajak peserta memahami realitas di sekitar mereka dan menggali kesadaran

kritis tentang identitas mereka sebagai perempuan. Peserta dapat memahami bahwa identitas mereka tersebut juga dikonstruksi secara sosial sebagai gender yang menentukan posisi dan peran mereka di masyarakat berikut segala

problematikanya.

Materi 1. Konsep tentang gender

2. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender 3. Gender dalam Islam

4. Pengarusutamaan Gender (PUG)

Metode Menonton film, penyampaian materi tertulis, curah pendapat, diskusi

Waktu 255 menit

Alat dan

Bahan - Film pendek/esai visual (30 menit)- Presentasi materi dan bahan - Kertas warna-warni, spidol, selotip - Papan tulis dan flip chart

Langkah

Pelaksanaan 1. Konsep tentang gender + film (60 menit + 30 menit = 90 menit)• Materi dibuka dengan diskusi mengenai film yang ditonton bersama.

Bagaimana tanggapan peserta mengenai perempuan yang dikisahkan? Situasi sosial apa yang dihadapi oleh mereka dan bagaimana mereka menyikapi dinamika hidup mereka? apa kaitan pengalaman mereka dengan gender ? kata-kata kunci ditulis di papan.

• Fasilitator memaparkan pengertian konsep gender, konstruksi sosial, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

• Konsep gender dikaitkan dengan kata-kata kunci yang sudah ada. Peserta lalu mengidentifikasi isu-isu sosial dan problematika gender.

2. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender (45 menit)

• Materi dibuka dengan menggali lebih jauh hasil diskusi pada sesi pertama. Perkenalan konsep diskriminasi gender dan pembedaan peran gender yang menyebabkannya serta faktor-faktor sosial apa yang menopang itu.

• Peserta diminta menceritakan pengalaman pribadi atau kisah yang pernah mereka dengar tentang diskriminasi gender di desa mereka. Fasilitator lalu membuat kluster dari pengalaman mereka lalu diskusi

3. Gender dalam Islam (60 menit)

• Ada anggapan yang mempertentangkan gender dengan Islam. Sesi ini mencoba meluruskan kesalahpahaman tersebut dengan memaparkan beberapa kisah perempuan pada Rasulullah yang emansipatif dan dalil-dalil yang

mengutamakan keadilan dan ramah perempuan. Curah pikiran bisa dimulai dengan memancing peserta tentang kegelisahan mereka begitu mendengar gender dan kaitannya dengan Islam lalu diskusi.

4. Pengarusutamaan Gender (PUG) (60 menit)

♦ Fasilitator membuka dengan penjelasan tentang PUG: kenapa PUG penting, dasar hukum pelaksanaan, dan siapa saja yang terlibat

(14)

Ringkasan Materi

- Berlaku bagi kelas dan warna

kulit apa saja

- Berbeda antara satu kelas dengan kelas lainnya - Bukan kodrat tapi buatan manusia (konstruksi

sosial)

Permasalahan Gender

Peran Gender

(dapat dipertukarkan dan merupakan bentukan manusia/bukan kodrat) Laki-laki Perempuan

Produktif: kerja yang dibayar Politik Komunitas: berkaitan dengan kekuasaan

Reproduktif:kerja rumah tangga, asuh anak yang umumnya tidak dibayar

Pengelolaan Komunitas:kerja sosial yang sifatnya sukarela

 Dalam sejarah perkembangan hubungan laki-laki dan perempuan, perbedaan gender ini menciptakan hubungan tidak adil, menindas serta mendominasi salah satu diantara antara kedua jenis kelamin.

 Ketidakadilan yang terjadi bukan bersifat kasuistik atau masalah individu, tetapi masalah sosial yang bersifat terlembaga (sistematik). Ditandai oleh beberapa faktor:

 Rendahnya partisipasi, akses dan kontrol serta manfaat yang dinikmati perempuan dalam pembangunan

 Rendahnya peluang perempuan untuk bekerja & berusaha  Rendahnya akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi

 Bentuk-bentuk ketidakadilan gender: subordinasi, kekerasan, pelabelan (stigma), marginalisasi, beban ganda

 Faktor-faktor yang melestarikan ketidakadilan gender: (1) Budaya Patriarki, (2) Tafsir yang keliru terhadap aturan agama, (3) Kebijakan dan prilaku aparat penegak hukum yang bias gender  Diskriminasi Gender: setiap pembatasan,pembedaan, penekanan,penyingkiran yang dilakukan

oleh seseorang karena alasan gender  Bentuk-bentuk diskriminasi gender:

(15)

Diskriminasi dalam bentuk ini mungkin tidak sengaja dan tanpa di sadari tetapi berakibat buruk pada korban

Contoh: perempuan lebih

cocok di rumah tangga Contoh: qanun busanamuslim. Aturannya untuk semua muslim namun pada barang dan jasa, dan apabila pekerjaan ini dipertukarkan di pasar akan mendapatkan pendapatan dan pemberian jasa; misalnya mereka yang sedang bekerja atau yang akan bekerja pada pekerjaan yang sifatnya produktif. Pekerjaan ini meliputi memelihara anak dan pengasuhan,akan tetapi tidak terbatas hanya pada tugas-tugas tersebut

Pengarusutamaan Gender (PUG):strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Hal ini dilakukan pada sejumlah aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan & pembangunan.  Tujuan PUG:

 Membentuk mekanisme informasi kebijakan dan program yang responsif gender  Memberikan perhatian khusus pada kelompok-kelompok yang mengalami marginalisasi,

sebagai dampak dari bias gender

(16)

II. ANALISIS GENDER

Tujuan Peserta dapat mengidentifikasi dan menganalisis kesenjangan gender, faktor-faktor penyebab serta berbagai opsi solusinya

Materi 1. Pemahaman mengenai akses dan kontrol tehadap pengambilan keputusan

2. Identifikasi dan analisa persoalan di masyarakat tentang ketidaksetaraan gender

3. Analisis gender untuk pemberdayaan perempuan

Metode Diskusi, presentasi

Waktu 120 menit

Alat dan

Bahan - Materi presentasi- Flipchart - Kertas, spidol, lakban

Langkah

Pelaksanaan 1. Pemahaman mengenai akses dan kontrol tehadap pengambilan keputusan(30 menit) Fasilitator meminta peserta menyebutkan bentuk-bentuk proses pengambilan keputusan, seperti rapat gampong, musrenbang, mediasi adat, dsb. Minta peserta menyebutkan siapa saja yang terlibat serta akses dan kontrol yang dimiliki warga.

Fasilitator lalu menjelaskan perbedaan kesempatan mendapatkan akses dan melakukan kontrol bagi perempuan dan laki-laki serta bagaimana perbedaan tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan bagi salah satu jenis kelamin. 2. Identifikasi dan analisa persoalan di masyarakat (45 menit)

Fasilitator membagi peserta ke dalam 3 kelompok dengan 3 tema: masa konflik, masa rekonstruksi pascatsunami, dan masa damai (saat ini). Mereka diminta mengidentifikasi persoalan-ketidakadilan yang dihadapi perempuan dan laki-laki dalam kehidupan masyarakat pada masa tersebut.

Setelah itu fasilitator membuka diskusi tentang permasalahan ketidakadilan spesifik yang dialami perempuan dan kekerasan berbasis gender dalam masa itu menggunakan materi yang ada.

3. Analisis gender untuk pemberdayaan perempuan (30 menit)

Fasilitator menjelaskan kerangka analisis gender untuk membantu identifikasi dan analisis persoalan, lalu tingkatkan kepada cara melakukan pemberdayaan perempuan. Diskusi terbuka.

4. Kesimpulan (15 menit)

(17)

Ringkasan Materi

Analisis Gender:Mengintegrasikan aspirasi, kepentingan dan peranan perempuan dan laki-laki kedalam strategi pembangunan di berbaga bidang dan tingkatan (dengan cara mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya)

 Menganalisis tentang ASPIRASI, AKSES, KONTROL, MANFAAT DAN DAMPAK dalam konteks pembangunan.

Analisis gender dengan kerangka Longwe.Kerangka Longwe menggunakan lima tingkat persamaan sebagai landasan bagi kriteria untuk menilai tingkat pemberdayaan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan sosial dan ekonomi yaitu:

Kesejahteraan: mencakup kebutuhan dasar hidup manusia. Tingkat kesejahteraan perempuan relatif terhadap laki-laki misalnya dalam pangan, pendapatan dan perawatan medis.

Akses:persamaan akses terhadap faktor produksi dengan landasan yang sama dengan laki-laki dengan memastikan prinsip persamaan kesempatan dan nondiskriminasi.  Kesadaran (kritis): pemahaman mengenai perbedaan antara peran jenis kelamin dan

peran gender yang dapat diubah. Penyadaran juga mencakup keyakinan bahwa pembagian kerja secara seksual haruslah adil dan disetujui oleh kedua belah pihak dan tidak mencakup dominasi ekonomi atau politik. Intinya adalah partisipasi kolektif dalam proses pembangunan.

Partisipasi (pengambilan keputusan): persamaan partisipasi perempuan dalam proses keputusan,pembuatan kebijakan, perencanaan dan administrasi. Partisipasi berarti keterlibatan dalam penilaian kebutuhan, formulasi program, implementasi dan evaluasi.  Kontrol: pemanfaatan partisipasi perempuan dalam proses keputusan melalui

penyadaran dan mobilisasi, untuk mencapai persamaan kontrol atas faktor-faktor produksi dan distribusi keuntungan. Persamaan kontrol berarti keseimbangan kontrol antara perempuan dan laki-laki, sehingga tidak ada satu pihak pun yang berada dalam posisi dominan.

Kerangka ini mendefinisikan tiga tingkatan pengakuan isu perempuan di dalam program yaitu:Tingkat negatif: sasaran program tidak menyebutkan isu perempuan. Pengalaman menunjukkan bahwa perempuan sangat mungkin ditinggalkan begitu saja oleh program semacam ini, yang pengaruhnya bersifat negatif terhadap pembangunan perempuan.  Tingkat netral: dimana sasaran program mengakui isu perempuan, tetapi prihatin tetap

pada tingkat yang netral dan konservatif untuk memastikan bahwa intervensi program tidak meninggalkan perempuan begitu saja.

Tingkat positif: dimana sasaran program secara positif berkenaan dengan isu perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki.

Kapan analisis gender diperlukan? Pada penyusunan

program  Apakah program akan melanggengkan atau bahkan memperparahketimpangan gender saat ini?  Apakah program akan dapat menghilangkan ketimpangan gender

saat ini?

(18)

memperkuat perspektif gender?

 Apa pilihan-pilihan yang harus dipertimbangkan untuk memperkuat perspektif gender?

Pada monitoring

program Apakah pelaksanaan program sudah berkeadilan gender?Adakah kemajuan ke arah tujuan kesetaraan gender seperti yang ditunjukkan dalam penyusunan program?

 Adakah isu-isu gender, yang tidak terindentifikasi pada tahap penyusunan, berhasil dimunculkan? Bagaimana solusinya? Pada evaluasi

program Pada cakupan apa tujuan kesetaraan gender telah terpenuhi?Adakah dampak-dampak gender yang tidak terduga dari program yang ada?

Cara mengaplikasikan:

(1) Himpun masalah-masalah kesenjangan gender dan faktor-faktor penyebab; kelompokkan sesuai katagori bidang pembangunan.

(2) Ketahui latar belakang terjadinya kesenjangan gender. Umumnya karena adanya diskriminasi gender. Kadangkala didukung dengan peraturan perundang-undangan atau ketentuan yang berlaku dalam kehidupan birokrasi dan organisasi kemasyarakatan (bidang pendidikan, kesehatan, KB, ekonomi dan ketenagakerjaan, politik, hukum dan Hak Asasi Manusia, kesejahteraan) dll.

(3) Identifikasi kesenjangan gender dari berbagai aspek: peran, akses, kontrol, dan manfaat, guna menentukan isu gender secara menyeluruh.

Lima tingkat pemberdayaan perempuan

Tingkat Uraian Tindakan untukpemberdayaan Permasalahan

(19)

(3) Kesadaran kritis

Kesadaran

bahwapermasalahan-permasalahan bersifat struktural dan berasal dari diskriminasiyang

melembaga

Kesadaran tentang peran merekadalam menguatkan atau mengubahkeadaan mereka yang merugikan

Apa yang harus dilakukan?

(4) Akses

Menyangkut

kesetaraanakses terhadap sumberdaya dan manfaat

Kesadaran bahwa tidak adanya aksesmerupakan penghalang terjadinya peningkatan dan kesejahteraan

Mengapa kita mempunyai permasalahan?

(5) Kesejahte raan

Hanya menangani kebutuhan dasar tanpamencoba

memecahkanpenyebab struktural yangmenjadi akar masalah

Pemberdayaan mencakup kehendak untukmemahami permasalahan yangdihadapi dan kebutuhan

Apakah

(20)
(21)

I. PENGENALAN HAK EKOSOB PEREMPUAN

Tujuan Meningkatkan pemahaman peserta terhadap hak ekosob, hak-hak perempuan

sebagai warga negara dan korban dari berbagai ketidakadilan dalam pembangunan, secara umum di Aceh maupun khusus di tingkat gampong

Materi 1. Pengantar hak ekosob perempuan dalam pembangunan

2. Hak-hak perempuan dalam instrumen CEDAW 3. Telaah: kondisi Aceh saat ini

Metode - Presentasi

- Tanyajawab

Waktu 120 menit

Alat dan Bahan

- Plano, flip chart - Kertas, spidol, lakban - Koran

- Alat presentasi (LCD/Infocus, Laptop)

Langkah

Pelaksanaan 1. Pengantar hak ekosob dalam pembangunan (30 menit)Faslitator memaparkan konsep gender dan prakteknya dalam konteks

ekonomi, sosial, dan budaya yang mengiringi pentingnya hak perempuan. Selain itu, penjelasan singkat mengenai konsep dan praktek pembangunan direlasikan dengan dampaknya kepada perempuan khususnya.

2. Hak-hak perempuan dalam instrumen CEDAW (30 menit)

Faslitator memaparkan instrument CEDAW dan poin-poin penting di

dalamnya. Ajak peserta untuk mengungkapkan pendapatnya tentang CEDAW dan bagaimana mereka merelasikannya dengan pengalaman mereka di Aceh. 3. Telaah: kondisi Aceh saat ini (50 menit)

Peserta diajak untuk merenungkan dan membagi pandangan mereka tentang situasi pascakonflik. Apa yang mereka rasakan? Bagaimana mereka melihat kehidupan mereka dan lingkungan mereka berubah oleh tsunami dan perjanjian damai MoU?

Fasilitator membagi peserta ke dalam 3 kelompok. Tiap kelompok diberi satu artikel dari koran dengan tema ekonomi, sosial, dan budaya. Peserta diminta untuk melakukan analisis gender lalu membahasnya bersama.

4. Kesimpulan (10 menit)

(22)

Ringkasan Materi

Kenapa hak ekosob perempuan penting dalam pembangunan?Pembangunan telah mengubah drastis tatanan ekonomi dan bermasyarakat penduduk dunia. Diantara begitu banyak manfaatnya, ada pula dampak negatifnya. Prestasi Indonesia bisa dilihat dari munculnya kebijakan revolusi hijau, privatisasi perusahaan negara, deregulasi atau penyerahan pada mekanisme pasar, liberalisasi investasi asing dan seterusnya. Perlahan namun pasti, kebijakan tersebut tak pelak memberi konsekuensi bagi negara berkembang seperti Indonesia. Salah satunya adalah paham pembangunan telah mencabut domain kerja para perempuan miskin digantikan dengan mesin, digantikan dengan modal besar, dsb. Tak pelak para perempuanlah yang menjadi korban bertubi dalam praktik penyingkiran ekonomi ini.

Contoh perspektif gender terhadap hak-hak ekosob perempuan:

Hak untuk bekerja  hak dalam bekerja

-Pengakuan atas kerja produktif perempuan

- Memampukan perempuan bekerja di rumah dengan upah

- Hak untuk tetap bekerja setelah cuti menikah dan melahirkan dengan jam kerja yang disesuaikan

- Perlindungan dari pelecehan seksual di tempat kerja

- Hak untuk gabung dengan serikat pekerja atau organisasi buruh Hak atas

tanah  hak atas kepemilikan

-Hak mendapat warisan yang adil

-Hak mendapat bagian adil dalam harta perkawinan - Hak diakui sebagai pemilik sah atas tanah dan properti Hak

terhadap kesehatan

-Pemeriksaan terhadap kebutuhan kesehatan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan (misalnya: fungsi reproduksi perempuan)

- Mempertimbangkan perbedaan faktor resiko dan kondisi antara laki-laki dan perempuan, termasuk daya tahan terhadap sakit, persepsi mengenai sakit, akses dan penggunaan layanan kesehatan

- Faktor yang turut berpengaruh: tingkat ekonomi, melek huruf, dan akses informasi

Hak perempuan adalah HAM.(1) Dalam pemisahan antara ruang privat (pribadi/domestik) dan publik (umum), perempuan mengalami diskriminasi. Penting bagi perempuan mendapat hak untuk diperlakukan setara dengan laki-laki dalam ranah domestik dan keluarga karena hal itu turut mempengaruhi kebebasan sosial dan ekonomi bagi perempuan. (2) Hak perempuan adalah universal: artinya HAM dimiliki oleh semua manusia secara setara, begitupun dengan perempuan. Karenanya, kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran HAM. Praktek budaya dan sosial yang kerap meminggirkan perempuan perlu diupayakan untuk menjadi lebih adil.

Konvensi Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW

(23)

perempuan, tak melihat pada status perkawinannya, pada dasar kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, pada HAM dan kebebasan mendasar dalam ranah politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya.

Strategi mempromosikan dan melindungi hak ekosob perempuan:

 Membangun kerjasama antara kelompok perempuan dengan kelompok HAM.

 Mendukung jaringan antara kelompok perempuan dan gerakan sosial lainnya dalam bidang ekonomi dan keadilan sosial (serikat pekerja, organisasi petani, grup untuk kebebasan media dan bdaya, kelompok lingkungan hidup, kelompok hak-hak minoritas dan masyarakat adat)

 Tantangan: menjembatani pendekatan sensitif gender untuk bekerja dengan berbagai kelompok. Solusi: membangun jembatan pemahaman antara berbagai bentuk diskriminasi berdasarkan gender dengan diskriminasi berdasarkan suku, etnis, bahasa, agama, dsbnya. Ini adalah strategi penting untuk menjalin tak hanya pemahaman mengenai isu tapi juga aktivisme lintas sektor dan lintas batas daerah ataupun nasional.  Kondisi Aceh:

KONFLIK TSUNAMI

Referensi:

Economic, Social and Cultural Rights of Women dalam Circle of Rights: Economic, Social and Cultural

Rights Activism: A Training Resource.

(24)

II. HAK PENDIDIKAN

Tujuan Memberikan latar belakang informasi dan ilustrasi yang akan menelisik

hal-hal yang menghambat perempuan dalam mengakses dan menikmati hak mereka untuk mendapat pendidikan. Pemahaman terhadap mekanisme faktor-faktor sosial dan diskriminasi gender serta kaitannya dengan kebijakan menjadi bagian penting untuk membangun strategi mempromosikan hak pendidikan bagi perempuan di komunitas.

Materi - Faktor-faktor sosial yang menghambat perempuan dalam mengakses

pendidikan

- Kondisi pendidikan di Aceh dan persoalan gender

- Peran perempuan dalam meningkatkan pendidikan khususnya pada diri

sendiri dan komunitasnya

Metode - Presentasi

- Diskusi kelompok - Brainstorming

Waktu 90 menit

AlatdanBahan - Lembar kasus (3 contoh kasus yang berbeda)

- Plano, flip chart

- Spidol, lakban, meta card, krayon - Alat presentasi (LCD/Infocus, Laptop)

LangkahPelaksanaan 1. Faktor-faktor sosial penghambat perempuan dalam mengakses pendidikan (30 menit)

Fasilitator memamparkan mengenai aturan/hukum yang mengatur tentang pendidikan, mengapa penting perempuan mendapatkan pendidikan, dan beberapa alasan kecenderungan perempuan lebih rendah tingkat pendidikannya daripada laki-laki.

2. Kondisi pendidikan di Aceh dan persoalan gender (45 menit)

Untuk lebih mempertajam pemahaman kondisi pendidikan perempuan saat ini, fasilitator mengajak peserta mendiskusikan tugas kelompok mengenai lembar kasus yang telah disediakan. Tugas kelompoknya adalah (1) pilihlah salah pandangan yang sangat mempengarui kondisi pendidikan perempuan, khususnya di Aceh (2) apa dampak dari kondisi tersebut (3) kontribusi apa yang bisa diberikan perempuan untuk mengubah keadaan tersebut. Setiap kelompok mempresentasikannya di depan kelas dan didiskusikan bersama.

3. Peran perempuan dalam meningkatkan pendidikan khususnya pada diri dan komunitasnya (15 menit)

(25)

Ringkasan Materi

Mengapa penting perempuan mendapat pendidikan yang layak?

 Meningkatkan kesejahteraan perempuankeluar dari kemiskinan  Dapat berpartisipasi secara maksimal dalam bidang politik

 Dapat menempati posisi strategis (perencanaan dan pengambilan keputusan)  Menjadi motivator perempuan lain untuk meningkatkan kapasitas

 Untuk bisa menggunakan hak memilih dan dipilih  Melahirkan generasi penerus yang cerdas

5 pandangan mengapa perempuan cenderung tidak melanjutkan pendidikan:

Teologis: Bahwa perempuan adalah bagian dari lelaki. Dia adalah tulang rusuk lelaki, sehingga posisinya dalam relasi antara lelaki dan perempuan adalah relasi yang tidak seimbang. Lelaki lebih superior (utama) sementara perempuan lebih inferior (rendah)

Sosiologis: Bahwa perempuan dalam banyak hal diposisikan berada didalam rumah. Lebih banyak berada di dalam urusan domestik ketimbang urusan publik

Psikologis: Bahwa perempuan dianggap tidak penting untuk berpendidikan karena posisinya lebih banyak menjadi isteri. Di dalam tradisi kita, masih banyak anggapan bahwa perempuan harus cepat dikawinkan. Kawin muda jauh lebih baik ketimbang menjadi perawan tua

Budaya: Adanya anggapan bahwa perempuan merupakan sosok manusia yang secara kebudayaan memang tidak memerlukan pendidikan tinggi. Di dalam hal ini, maka perempuan hanya menjadi pelengkap saja

Ekonomi: Banyak perempuan tidak melanjutkan pendidikannya karena ketidakmampuan ekonomi. Jika misalnya ada dua anak: lelaki dan perempuan, maka yang diminta untuk melanjutkan adalah yang lelaki, sementara yang perempuan sesegera mungkin dikawinkan agar terlepas dari beban ekonomi keluarga

Beberapa pertanyaan untuk menandai diskriminasi gender dalam pendidikan:

 Apakah pendidikan tersedia untuk anak gadis dan perempuan dalam keseluruhan proses, dan tak hanya pada penerimaan masuk tingkat awal?

 Apakah pendidikan dapat diakses ketika ada hambatan keuangan, fisik, kondisi geografis, dll?

 Apakah pendidikan dapat diakses secara setara oleh perempuan sebagaimana laki-laki dalam hal isi, bentuk, struktur baik yang diajari maupun dipelajari, dan proses pengajarannya?

 Apakah pendidikan mampu beradaptasi dengan tanggap pada perbedaan kebutuhan dan kehidupan antara perempuan dan lak-laki? Terutama karena kondisi khusus perempuan seperti melahirkan, pernikahan dini, dan kehamilan?

(26)

untuk giat belajar dalam upaya mencapai cita-cita yang diinginkan, (3) Memberi aspirasi kepada pihak pengambil kebijakan (pemerintah) mengenai perkembangan dan kebutuhan pendidikan di lingkup sekitar, untuk bisa menjadi masukan dan perubahan ke arah yang lebih baik.

Beberapa solusi:

 Memulai pengasuhan dan pendidikan anak usia dini

 Meningkatkan pendidikan non-formal untuk perempuan dewasa  Menghilangkan penghalang untuk memasuki pendidikan lanjutan

 Menyediakan fasilitas memadai untuk perempuan di sekolah (jarak dari rumah ke sekolah yang aman, tersedianya air dan kamar kecil yang layak)

 Meningkatkan jumlah dan kualitas guru perempuan membuat pendidikan lebih ramah perempuan

 Membuat kurikulum serta budaya sekolah dan pengajaran di kelas memiliki kualitas tinggi, menjunjung hak dan mencipta rasa aman (adanya pencitraan dan perwakilan yang positif terhadap perempuan dalam kurikulum, pengetahuan tentang reproduksi yang layak, dsbnya)

 Sistem pendidikan harus responsif terhadap perbedaan konteks dan kondisi, misalnya untuk anak perempuan ada perhatian terhadap isu melahirkan, pekerjaan domestik, pernikahan dini, dan kehamilan dini

 Sistem pendidikan harus tanggap pada berbagai diskriminasi berlapis atau diskriminasi berbasis gender yang berkaitan dengan bentuk diskriminasi lainnya

 Strategi nasonal dibutuhkan untuk fokus pada pemerintahan dan penganggaran untuk merespon ketidaksetaraan gender dan sosial yang lebar

 Pendidikan perempuan juga berarti membangun jembatan perbedaan dan tumpang tindih agenda antara kelompok aktivis perempuan dengan kelompok perempuan berbasis komunitas. Kelompok perempuan di komunitas harus diberi kesempatan untuk memiliki koneksi dengan kelompok perempuan tingkat nasional dan internasional serta gerakan dan kampanye pendidikan.

 Program pendidikan perempuan di tingkat komunitas memberi peran transformatif dalam membuat kehidupan perempuan lebih baik, namun hal itu akan efektif jika dibingkai dalam agenda politik yang jelas. Agenda ini akan meluaskan akses perempuan terhadap kekuasaan dan pengambilan keputusan, serta memampukan mereka untuk memperjuangkan hak pendidikan yang luas.

(27)

Referensi

Gender Discrimination in Education: The Violation of Rights of Women and Girls, Global Campaign for Education . February 2012. A report submitted to the Committee on the Elimination of Discrimination against Women (CEDAW)

(28)

Lembar Contoh Kasus

KASUS I

Yulinar adalah anak perempuan berusia 17 tahun. Tahun lalu dia mengalami pemerkosaan yang berdampak sangat besar bagi dirinya. Dia merasa malu untuk bersekolah, padahal dia ingin sekali menjadi guru. Banyak sekolah yang tidak dapat menerima dia. Pernah ada satu sekolah menerima, tetapi banyak kawannya yang mengejek Dan dia sering disindir oleh gurunya. Akhirnya dia keluar dari sekolah.

Bahan Diskusi:Bagaimana Anda melihat kasus ini? (hak apa yang dilanggar, dampaknya terhadap korban?Apa yang akan anda lakukan untuk membatu Yulinar?

Tugas:Presentasikan hasil Diskusi dengan irama dan gaya.

KASUS II

Hani dan Hadi adalah pasangan suami istri, yang sama-sama berprofesi sebagai dosen dan mempunyai 2 orang anak balita. Tahun ini mereka berdua mendapat kesempatan untuk mengambil S2 ke luar negeri (ke negara yang berbeda). Karena ada kesulitan dalam hal menjaga anak, maka akhirnya Hadi meminta Hani untuk menunda keberangkatan, sampai anak mereka besar, dan Hadi sendiri berangkat untuk mengambil S2nya. Hani sangat keberatan dengan keputusan tersebut, tetapi tidak tahu harus melakukan apa, karena bea siswa yang akan diperoleh, tidak akan diperoleh lagi pada tahun berikutnya. Bahan Diskusi:Bagaimana Anda melihat kasus ini? (hak apa yang dilanggar, dampaknya terhadap korban?Apa yang akan anda lakukan untuk membatu Hani?

Tugas:Presentasikan hasil Diskusi dengan irama dan gaya.

KASUS III

Anak-anak SD di desa Lam Pageu, hanya memiliki 4 orang guru yang secara rutin mengajar mereka secara bergantian. 4 guru lainnya jarang datang, karena lokasi desa yang sangat jauh. Dengan kekurangan Guru, banyak bahan belajar yang tidak tersampaikan pada tahun ajaran. Padahal anak-anak harus mengikuti UAN dengan soal yang sama dengan anak-anak lain di daerah lain yang guru dan fasilitas yang lengkap. Pada akhir tahun tidak 1 orangpun anak dari sekolah ini yang lulus.

(29)

III. HAK ATAS LINGKUNGAN

Tujuan - Peserta memahami hak-hak perempuan atas lingkungan dan alam yang sehat

- Peserta mengetahui fakta tentang kondisi lingkungan dan alam kekinian

- Peserta mengetahui akar masalah, penyebab dan dampak dari kerusakan

lingkungan dan alam

- Peserta memahami cara mengelola sumber daya dan limbah secara ekoefisien

dan berkelanjutan

Materi 1. Relasi masyarakat dan lingkungan

2. Krisis lingkungan dan dampaknya bagi perempuan 2. Gender dan pembangunan berkelanjutan

Metode - Curah pendapat

- Diskusi

- Game

- Tanya jawab - Diskusi kelompok - Nonton Film

Waktu 90 menit

Alat dan Bahan

- Kertas Plano - Spidol - Proyektor - Papan flipchart - Film

Langkah

Pelaksanaan 1. Relasi masyarakat dan lingkungan (30 menit)Fasilitator memberikan pertanyaan kunci kepada peserta yang berhubungan

alam dan lingkungan dan mencatat pendapat peserta pada kertas plano. Ajak peserta untuk menyebutkan hal-hal mengenai lingkungan di sekitar desa mereka. Bagaimana mereka memanfaatkan air sungai, hutan, sumur, atau ternak. Kaitkan jawaban mereka dengan pemahaman tentang ekosistem dan hubungan ekologi dengan kehidupan manusia sehari-hari, termasuk perbedaan dampak dan perilaku antara laki-laki dan perempuan dalam menyikapinya. 2. Krisis lingkungan dan dampaknya bagi perempuan (30 menit)

Fasilitator memberikan presentasi mengenai materi hak perempuan atas lingkungan disertai pemaparan tentang berbagai krisis lingkungan yang marak terjadi, khususnya di Aceh. Minta pendapat peserta tentang dampak banjir, tanah longsor, kekeringan, dsb pada penduduk dan perempuan khususnya. Kaitkan itu dengan konteks gender.

3. Gender dan pembangunan berkelanjutan (30 menit)

(30)

Ringkasan Materi

 Konferensi Perempuan PBB ketiga di Nairobi tahun 1985 adalah salah satu dari forum-forum internasional yang secara jelas mengaitkan hubungan antara pembangunan berkelanjutan dengan keterlibatan perempuan, termasuk kesetaraan gender.

 Konferensi Tingkat Tinggi Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan (2002) menyepakati Implementasi Rencana Johannesburg yang diantaranya adalah: manfaat pembangunan berkelanjutan untuk perempuan, penghapusan kekerasan dan diskriminasi, akses untuk kesehatan, akses terhadap tanah dan sumber-sumber lainnya, peningkatan peran perempuan dalam manajemen sumber daya, pendidikan untuk semua orang, partisipasi perempuan, pengarusutamaan gender, dan informasi serta data spesifik mengenai perempuan.

Pasal 33 ayat 3 UUD 1945: "Bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat"

Pasal 33 ayat 4 UUD 1945: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan kesatuan ekonomi nasional .

 Hubungan antara masyarakat dan lingkungan sepertinya netral-gender, yaitu memberi dampak dengan cara yang sama untuk laki-laki dan perempuan. Namun setelah ditelisik lebih jauh, kita akan menyadari bahwa hubungan tersebut tidak sama. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut adalah konstruksi sosial-budaya yang berbeda mengenai peran laki-laki dan perempuan. Misalnya perbedaan peran dalam keluarga, komunitas, dan tempat kerja. Hal itu mempengaruhi perbedaan cara laki-laki dan perempuan memiliki sikap pribadi, prioritas dan penguasaan sumber dalam hal perlindungan lingkungan.

Beberapa problem terkait gender dan lingkungan:

• Di banyak rumah tangga, perempuan mengurus masalah air. Namun, karena akses mereka ke posisi publik dan partisipasi politik terbatas, keputusan tentang pengelolaan air dan sampah di masyrakat sering dilakukan oleh laki-laki yang tidak mempertimbangkan pandangan dan kebutuhan perempuan rumah tangga.

• Kerusakan lingkungan dapat meningkatkan konflik dan persaingan atas sumber daya alam, ketegangan sosial, dan menimbulkan kekerasan. Laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab dan pengalaman berbeda yang mempengaruhi perbedaan dalam pengetahuan dan penggunaan mereka atas sumber daya alam.

• Perubahan iklim mengancam ketahanan pangan dimana perempuan lebih banyak terlibat ketimbang laki-laki. Karenanya, perempuan harus dibekali informasi tentang cara-cara alternatif dalam memasak, bertani, dan pengelolaan sampah.

(31)

 Dalam UU No.23 Tahun 1997, pasal 6hak masyarakat: (1) hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, (2) hak atas informasi lingkungan hidup, (3) berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup

 UU No.23 Tahun 1997, pasal 7  kewajiban masyarakat: (1) memelihara kelestarian, (2) mencegah dan menangulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, (3) memberikan informasi yang benar tentang pengelolaan lingkungan hidup

 Mengapa manusia modern cenderung tidak menghargai alam?

• Kita terlalu terbiasa mendapatkan manfaat dari alam sehingga kita sering lupa betapa kita bergantung pada alam

• Dalam jaman modern ini semakin banyak orang yang memandang alam sebagai tempat bermain/rekreasi daripada sebagai sumber kehidupan yang utama

Pembangunan berkelanjutan: pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengecualikan kemampuan bagi generasi akan datang untuk memenuhi kebutuhannya. Kelestarian lingkungan masa kini penting bagi masa depan, dan karenanya memerlukan ekonomi berkelanjutan, keadilan sosial dan kesetaraan gender. Keterkaitan antara krisis pangan, bahan bakar, dan iklim yang diperburuk oleh problem ekonomi yang rentan dan norma sosial membutuhkan perhatian dan solusi yang menyeluruh. Karena itu, diperlukan aliansi strategis antara gerakan perempuan, lingkungan, dan pembangunan.

Mengelola sampah: 3R Reduce (Mengurangi), Reuse (Menggunakan ulang), Recycle (Mendaur ulang)

 Solusi tepat untuk menyelesaikan masalah lingkungan adalah mulai menyuburkan kembali tanah dengan menggunakan pupuk kandang dan melakukan penghijauan dengan mengambil peran; 1. Tanam pohon sebanyak-banyaknya,

2. Turut memperjuangkan Hak Lingkungan yang sehat,

3. Menjadi teladan mengenai kebersihan dan kesehatan lingkungan di Desa

4. Selalu mengkritisi masalah yang sedang terjadi sebagai buah dari suatu kebijakan Pemerintah  Beberapa analisis untuk mengidentifikasi isu gender dalam proyek lingkungan hidup:

Kerangka kebijakan: komitmen dan tanggung jawab pemerintah pada konvensi seperti CEDAW ataupun aturan-aturan nasional dan lokal lainnya

Struktur institusional:bagaimana proporsi jumlah laki-laki dan perempuan dalam posisi pembuat kebijakan terkait lingkungan di tingkat pusat dan lokal?

Sektoral: apa saja peran perempuan dan laki-laki dalam sektor kehutanan, pengairan, pertanian, dan perikanan?

Kebijakan nasional, program, investasi, donor yang ada dalam area lingkungan: apakah semua itu memberi jangkauan manfaat dan kesempatan secara setara untuk perempuan dan laki-laki?

(32)

Referensi

(33)

IV. KESEHATAN REPRODUKSI

Tujuan - Peserta memahami hak kesehatan reproduksi perempuan

- Peserta memahami dampak yang timbul dari pengabaian hak kespro sebagai bagian dari hak politik perempuan

Materi 1. Pengenalan alat reproduksi

2. Pengertian hak kesehatan reproduksi perempuan 3. Gender dan tubuh perempuan

Metode - Demonstrasi

- Curah pendapat

- Diskusi kelompok dan presentasi

Waktu 90 menit

Alat/Bahan - Flip chart, kertas plano - Metacard, spidol, isolasi - Lembar pembelajaran - Materi presentasi

Langkah

Pelaksanaan 1. Pengenalan alat reproduksi (30 menit)Fasilitator menyiapkan gambar-gambar organ kespro laki-laki dan perempuan,

tempelkan pada dinding. Fasilitator meminta peserta menyebutkan jenis organ tersebut beserta fungsinya masing-masing, lalu memaparkan organ-organ penting kesehatan reproduksi perempuan dan laki-laki. Berikan waktu untuk tanya jawab.

2. Pengertian hak kesehatan reproduksi perempuan (30 menit) Lakukanlah curah pendapat dengan menggunakan metacard untuk mendiskusikan bersama peserta apa yang menjadi dampak dari tidak diperhatikannya hak-hak reproduksi perempuan. Fasilitator memaparkan pentingnya memperhatikan hak kesehatan reproduksi perempuan beserta konteks sosialnya.

3. Gender dan tubuh perempuan (30 menit)

(34)

Ringkasan Materi

Pengertian Kesehatan (World Health Organization): Kesehatan fisik, kesehatan mental dan sosial sehingga setiap orang akan mampu hidup produktif, baik secara ekonomi, maupun sosial (mencakup kualitas hidup)

Kesehatan reproduksi:Keadaan sehat menyeluruh, meliputi fisik, mental dan sosial, dan bukan sekedar tidak adanya penyakit atau gangguan di segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsinya maupun proses reproduksi itu sendiri.

CEDAW pasal 12:

 Negara-negara yang telah menandatangani konvensi berkewajiban melakukan tindakan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dibidang kesehatan termasuk pelayanan yang berhubungan dengan keluarga berencana atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan

 Negara-negara yang telah menandatangani konvensi berkewajiban menjamin bahwa perempuan mendapat pelayanan yang layak berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa sesudah persalinan, dengan memberi pelayanan cuma-cuma di mana perlu, serta memberikan makanan bergizi yang cukup selama kehamilan dan masa menyusui  Hak perempuan (Perpres No.7 tahun 2005):

1. Menjadi diri sendiri membuat keputusan, mengekspresikan diri, menjadi aman, menikmati seksualitas, dan memutuskan apakah akan menikah atau tidak.

2. Tahu mengenai hak reproduksi dan seksualnya, kesehatan reproduksi dan seksualnya, termasuk kontrasepsi, IMS, HIV/AIDS dan anemia

3. Dilindungi dan melindungi diridari kehamilan yang tidak direncanakan, aborsi tidak aman, IMS, HIV/AIDS dan kekerasan seksual

4. Mendapatkan pelayanankesehatan secara bersahabat, menyenangkan, akurat, berkualitas dan dengan menghormati hak remaja

5. Terlibat dalamperencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program remaja, serta mempengaruhi pemerintah dalam pembuatan kebijakan

 Dalam UUPA Nomor 11 Tahun 2006, masalah kesehatan menjadi bidang yang masuk dalam kewenangan otonomi daerah. Secara umum kerangka dasar pengaturan pelayanan kesehatan di Aceh mengacu pada kerangka CEDAW. Hal ini dapat diketahui dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 224 yaitu:

• Prinsip Kesetaraan: setiap penduduk Aceh mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan dalam rangka meujudkan derajat kesehatan yang optimal. Artinya baik perempuan maupun laki-laki berhak untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhannya, yang dalam hal ini kebutuhan khusus perempuan berupa kesehatan reproduksi (ayat (1)).

• Non Diskriminasi dan tanggung jawab negara: pemerintah berkewajiban memberi pelayanan kesehatan secara gratis pada anak yatim dan fakir miskin (ayat (4)).

(35)

Kita memiliki reproduksi sehat apabila:

 Mampu mempunyai anak/keturunan yang sehat

 Mampu mengendalikan diri untuk tidak melakukan hubungan seks di luar nikah  Mampu menjalankan kehidupan seksual yang sehat dengan pasangan yang sah  Tidak menular dan tertular penyakit kelamin

 Tidak memaksa dan dipaksa oleh pasangan kita apalagi oleh orang lain  Bisa memperoleh informasi dan pelayanan reproduksi yang kita butuhkan

 Keputusan apapun yang kita ambil seputar kesehatan reproduksi bisa dipertanggung jawabkan

Masalah kesehatan reproduksi perempuan:

• Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan307 / 100.000 kelahiran

• Tingginya angka kematian bayi35 dari 1000 kelahiran

• Pelayanan kesehatan yang buruk RS dan puskesmas tidak memberikan pelayanan maksimal untuk kebutuhan kesehatan perempuan

• Lebih dari separuh penduduk perempuan tidak ber-KB BNA : 54, 4 % PR tidak pakai alat/cara KB, NAD : 59,3% PR tidak pakai alat/cara KB (Sumber : SDKI 2007, BPS, diolah oleh HIS)

Partisipasi KB laki laki rendah (1) pengetahuan laki-laki tentang KB rendah, (2) anggapan bahwa KB adalah urusan perempuan, (3) minimnya alat/cara KB khusus bagi laki laki

• Sulit mengakses sarana/prasarana kesehatanLokasi jauh, keterbatasan transportasi, model pelayanan kesehatan konvensional: pasien yang datang ke pusat pelayanan

• Kondisi ekonomi yang buruk dan tugas domestik yang terlalu berat untuk perempuan hamil

• Faktor budaya memperburuk kesehatan ibu dan anak Tradisi hanya memakan nasi dan air putih bagi perempuan yang baru melahirkan

• Meningkatnya KDRT yang berpengaruh terhadap menurunnya tingkat kesehatan fisik dan mental

Masalah Selaput Dara dan keperawanan: Selaput dara dapat pecah karena beberapa hal diantaranya hubungan seksual, olah raga, trauma dll. Namun tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui pecah atau tidaknya selaput dara kecuali dengan melakukan pemeriksaan medis. Karena itu tidak ada tanda-tanda yang dapat dijadikan indikator perawan atau tidaknya seorang gadis.pecahnya selaput dara tidak harus selalu ditandai dengan keluarnya darah karena selaput dara hanyalah lembaran selaput yang sangat tipis dan elasitas antara satu dengan yang lainnya berbeda. Keluarnya darah hanya terjadi bila diantara selaput tersebut terdapat lintasan saluran darah yang terputus ketika selaput darah pecah.

(36)

V. KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Tujuan 1. Meningkatkan pemahaman peserta tentang Kekerasan Terhadap Perempuan

(KTP): jenis, bentuk dan ranah terjadinya

2. Meningkatkan pemahaman peserta terhadap siapa saja yang menjadi pelaku dan wilayah terjadinya kekerasan terhadap perempuan

3. Meningkatkan pemahanan peserta tentang dampak-dampak yang dialami perempuan korban kekerasan

Materi 1. Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan

2. Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan 3. Ranah Kekerasan Terhadap Perempuan

4. Dampak yang dialami perempuan korban kekerasan

Metode - Nonton Film/bermain peran

- Bedah Kasus - Diskusi Kelompok - Presentasi

Waktu 90 menit

Alat/Bahan - Lembar bermain peran

- Plano, flip chart

- Spidol, lakban, meta card, krayon - Alat presentasi (LCD/Infocus, Laptop)

Langkah

Pelaksanaan 1. Bagi peserta menjadi 4 kelompok dan ajak peserta untuk melihat film pendek ataubermain peran

2. Minta setiap kelompok mendiskusikan film yang ditonton/peran yang dimainkan dengan pertanyaan panduan sebagai berikut: (a) Jenis dan bentuk kekerasan apa saja yang terjadi? (b) Siapa pelaku kekerasan tersebut? (c) Apa factor penyebab terjadinya kekerasan tersebut? (d) Dimana wilayah mana kekerasan tersebut terjadi? (e) Apa saja dampak yang dialami oleh perempuan korban kekerasan? (f) Apa yang menjadi perbedaan (keunikan) kekerasan terhadap perempuan

dibandingkan dengan kekerasan lainnya? (g) Apa akar masalah dari kekerasan yang dialami oleh perempuan?

3. Minta perwakilan peserta untuk presentasi hasil analisa kelompoknya. Dan beri ruang bagi peserta dari kelompok lain untuk mengajukan pertanyaan klarifikasi atas hasil presentasi kelompok

4. Setelah semua kelompok selesai presentasi, ajak semua peserta untuk diskusi kelas. Fasilitator bisa mengajukan pertanyaan yang sama dengan diskusi kelompok, dan beri kesempatan bagi peserta menganalisa lebih dalam.

5. Catat pada kertas plano semua point penting yang diungkapkan oleh peserta 6. Setelah diskusi kelas selesai, tanyakan kepada forum, apa yang dimaknai dari

Kekerasan Terhadap Perempuan?

(37)

Ringkasan Materi

Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP):

Kekerasan Pengertian Contoh Fisik Segala aksi dan tindakan yang ditujukan

untuk menyebabkan kesakitan pada fisik perempuan

Tamparan, penjambakan, pendorongan, pemukulan, penendangan, pencekikan dll. Mental Segala aksi dan tindakan yang ditujukan

untuk mengecilkan harga diri/martabat,

Ekonomi Segala aksi dan tindakan yang ditujukanuntuk membatasi hak perempuan secara ekonomi, mengabaikan, mengurangi dan menciptakan ketergantungan perempuan secara ekonomi

Tidak dinafkahi secara rutin, dilarang bekerja dll.

Diskriminasi Perlakuan beda dari laki-laki dalam mendapatkan kesempatan atau menguasai aset

Pendidikan tinggi yang

diprioritaskan untuk anak laki-laki, pemberian upah yang lebih tinggi kepada laki-laki, perolehan harta warisan yang lebih banyak ditujukan untuk anak laki-laki dll. Seksual Aksi dan tindakan yang ditujukan untuk

menghina, menyakiti dan melukai organ seksual perempuan

Perkosaan, sterilisasi paksa (dibuat mandul)

Perbudakan

Seksual Segala aksi dan tindakan serangan seksualyang dilakukan secara sistematis yang muncul dalam situasi konflik

Para perempuan di Aceh yang diculik atau diambil secara paksa dari keluarga atau komunitasnya oleh pihak yang berkonflik dan dipaksa melayani secara seksual para anggota kelompok penculik Intimidasi

Berbasis Gender

Segala tindakan dan perlakukan, seperti ancaman, intimidasi bahkan serangan fisik yang diarahkan pada salah satu jenis kelamin (perempuan) karena dianggap telah melanggar ketentuan sosial

Hinaan atau pengucilan

berdasarkan cara berpakaian, cara bersikap dan berprilaku atau pilihan orientasi seksual

Perdagangan

Perempuan Segala tindakan yang diarahkan untukmengeksploitasi perempuan demi keuntungan pihak-pihak tertentu

Direkrut untuk menjadi penyalur narkoba, pekerja rumah tangga, pelacuran paksa, dipaksa menjadi pengemis/peminta-minta dll.

Pelaku KTP:pasangan (suami/pacar), rekan kerja, anggota keluarga, teman, orang yang tak dikenal, negara (oknum tentara/polisi)

Ranah terjadinya Diskriminasi dan Kekerasan terhadap Perempuan:

(38)

pelaku maupun pekerja rumah tangga yang dijadikan sasaran diskriminasi dan kekerasan oleh majikannya.

Ranah Publik: diskriminasi dan kekerasan yang terjadi di lingkup komunitas dan dilakukan oleh anggota masyarakat. Masyarakat termasuk media dan aparat penegak hukum, cenderung membatasi-mengabaikan dan mengurangi hak-hak perempuan. Juga memberikan stigma bahwa perempuan-lah yang memang mengundang kejahatan. Diskriminasi dan kekerasan di ranah publik ini dapat terjadi baik pada masa damai maupun pada saat terjadinya bencana atau konflik

Tindakan langsung (by commission):tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparatur Negara atau melalui kebijakan-kebijakan yang dilahirkan

Tindakan tidak langsung (by omission):pembiaran atau ketidak mampuan Negara melakukan tindakan penghentian kekerasan terhadap perempuan

Dampak yang dialami perempuan korban kekerasan:

 Dampak fisikdampak yang terlihat dari fisik perempuan yang mengalami kekerasan, misalnya bekas luka, cacat fisik, kematian, kehamilan yang tidak dikehendaki hingga pada kematian

 Dampak psikisperasaan atau perubahan kondisi secara psikologis, misalnya stress, emosi yang tidak terkendali, depresi hingga pada gangguan jiwa

 Kehilangan kesempatan untuk pendidikan  Kehilangan sumber ekonomi

 Terganggunya hubungan/relasi sosial

 Dipaksa untuk pindah/keluar dari kampungnya

 Terbatas pada akses layanan hukum dan kesehatan hingga pada layanan pemulihan  Dipaksa untuk melakukan pembayaran denda secara adat

 Kawin dengan pelaku kekerasan, kehamilan yang tidak diinginkan, melahirkan anak yang tidak diakui atau tidak diketahui siapa ayahnya

 Melestarikan pola kekerasan kepada yang lain, misalnya anak, pembantu atau lainnya  Rentan terhadap kekerasan selanjutnya

(39)

Lembar Bermain Peran

Perankan kisah sebuah keluarga yang selalu dalam percekcokan yang diwarnai dengan berbagai bentuk kekerasan terhadap istri dan anak. Anak berjumlah 3 orang, masing-masingnya berusia 12. 10 dan 8 tahun.

Pemicu percekcokan adalah suami yang jarang pulang dan menelantarkan keluarga bahkan secara diam-diam telah menikah di bawah tangan dengan perempuan lain.

Anak-anak mengalami ketakutan, karena terus menerus melihat ibunya dipukuli dan dibentak-bentak oleh Ayahnya. Anak-anak juga tidak mau lagi bermain dengan teman-temannya karena selalu diejek memiliki ibu tiri dan memiliki ayah yang kejam.

(Pada akhirnya keluarga ini bercerai dan pengadilan memutuskan hak pengasuhan anak diberikan kepada ibu, dengan kewajiban Ayah untuk memberi nafkah. Sejak perceraian tersebut, ayah tidak pernah lagi datang menjenguk anaknya dan juga tidak memberi nafkah. Untuk menghidupi ketiga anak, Ibu bekerja sebagai tukang cuci di rumah-rumah tetangga).

Anak yang paling besar harus berhenti sekolah, karena harus menjaga adik dan membantu pekerjaan ibu (mencuci)

Pemeran:

Ibu Ayah

(40)

VI. Hak Perempuan dalam Pernikahan

Tujuan - Peserta memahami hak-hak perempuan dalam pernikahan dan berbagai bentuk pelanggarannya.

- Peserta memahami sebab, dampak dan pelaku pelanggaran hak-hak perempuan dalam pernikahan

- Peserta memahami aturan hukum yang melindungi perempuan yang mengalami pelanggaran haknya dalam pernikahan

Materi - Hak-hak perempuan dalam perkawinan menurut CEDAW dan hukum positif nasional - Konsep Islam berbicara tentang hak-hak perempuan dalam perkawinan

- Pemenuhan hak-hak perempuan dalam perkawinan dalam realitas masyarakat

- Faktor-faktor yang menyebabkan perempuan tidak mampu mengakses hak-haknya

dalam perkawinan

- Dampak yang dialami perempuan jika tak mampu mengakses hak-haknya dalam

perkawinan

- Pihak-pihak yang menghalangi/menghambat pemenuhan hak-hak perempuan dalam

perkawinan

- Peran negara dalam memenuhi hak-hak perempuan dalam perkawinan

Metode - Bermain peran, diskusi kelompok

- Presentasi

- Tanya jawab dengan narasumber khusus hukum Islam dan hak perempuan

Waktu 90 menit

1. Peserta dibagi dalam 5 kelompok. 2 kelompok mendapat bagian untuk bermain peran sedangkan 3 kelompok lagi mengamati dan menganalisa proses bermain peran yang dilakukan oleh 2 kelompok tadi.

2. Bagikan skenario kasus pada 2 kelompok yang bermain peran. Satu skenario kasus mengambarkan pemenuhan hak-hak perempuan dalam perkawinan dan satu skenario lainnya mengambarkan pelanggaran hak perempuan dalam perkawinan

3. Pada saat kelompok bermain peran, maka 3 kelompok lain mengidentifikasi:

- hak-hak perempuan yang terpenuhi dalam perkawinan - hak-hak perempuan yang tidak terpenuhi dalam perkawinan

- apa saja sebab terjadinya pelanggaran hak perempuan dalam perkawinan - apa saja dampaknya akibat pelanggaran tersebut bagi perempuan - siapa saja pelaku pelanggaran hak perempuan dalam perkawinan

4. Setiap kelompok membuat hasil amatannya dalam plano lalu mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya

5. Narasumber merespon permainan peran dan hasil diskusi kelompok

(41)

Ringkasan Materi

Dalam konteks Islam, masalah aturan kesetaraan dan keadilan telah lama dikemukakan oleh para ulama, melalui Lima Prinsip Kemanusiaan (al-Kulliyyat al-Khamsi):

“Hifz al-Din (perlindungan atas agama dan keyakinan)  Hifz al-Nafs (perlindungan atas hak hidup)

Hifz al-Aql (perlindungan atas hak berpendapat dan berekspresi)

Hifz al-Nasl/Irdh (perlindungan atas hak-hak reproduksi dan kehormatan) dan  Hifz al-Mal (perlindungan atas hak milik)

Organisasi Konferensi Islam (OKI)dalamDeklarasi Kairo 1990menyepakati: Perempuan dan laki-laki adalah setara dalam martabat sebagai manusia dan mempunyai hak yang dinikmati ataupun kewajiban yang dilaksanakan; ia (perempuan) mempunyai kapasitas sipil dan

kemandirian keuangannya sendiri, dan hak untuk mempertahankan nama dan silsilahnya (pasal 6)

Kepemimpinan laki-laki.Banyak orang yang menolak ide kesetaraan gender sambil menyebut ayat al-Quran, an-Nisa ayat 34 yang diartikan dalam bahasa Indonesia: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan kaena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Menurut KH Husein Muhammad, redaksi ayat tersebut mengisyaratkan nuansa kontekstualitas:

 Ayat ini sedang menjelaskan sebuah situasi sosial budaya Arab abad ke-7 yang

patriarkis, bahwa laki-laki itu superior (utama) dan perempuan adalah inferior. Jadi, ayat tersebut tidak mengandung norma universal

 Ayat inimenyebutkan dua alasan mengapa relasi laki-laki dan perempuan seperti itu. (1) karena laki-laki memiliki keunggulan atas perempuan, dan (2) karena laki-laki secara fungsional bertanggung jawab atas kebutuhan perempuan (dan keluarganya). Alasan pertama tidak secara jelas menyebutkan faktor keunggulan tersebut. Para ahli tafsir beranggapan faktornya antara lain kecerdasan intelektual dan kemampuan fisik.

 dalam waktu yang sama ayat ini mengatakan kalau keunggulan laki-laki atas perempuan tidaklah mutlak. Ia menyebutkan ba dhahum ala ba dh (sebagian atas sebagian). Pernyataan ini sangat realistis karena fakta sejarah umat manusia di berbagai komunitas memperlihatkan betapa relatifnya potensi intelektual antara laki-laki dan perempuan. Aisyah, istri Nabi misalnya, pada zamannya diakui sebagai perempuan dengan tingkat kecerdasan yang mengungguli kebanyakan laki-laki, dan Siti Khadijah adalah pengusaha perempuan profesional yang sukses.

Prinsip-prinsip Perkawinan:Ketauhidan (al-Tauh d), Kerelaan (al-Tar dh), Kesetaraan ( al-Mus wah), Keadilan (al- Ad lah), Kemaslahatan (al-Maslahah), Demokratis (al-Dimuqratiyyah), Toleransi (al-Tas muh), Tolong-menolong (al-Ta wun).

(42)

Rukun Perkawinan:Calon suami, calon isteri, ijab-qabul, saksi, pencatatan (bukan syarat administratif, tetapi substantif).

Pembatalan dan pencegahan perkawinan:

 Salah satu pihak masih terikat perkawinannya dg orang lain.  Mengawini mantan suami atau isteri yang sudah dili an.

 Mengawini mantan isteri/ suami yang sudah ditalak 3 kali dan belum menikah dg laki-laki/ perempuan lain.

 Dilakukan dg orang yang haram dinikahi.  Perkawinan paksaan/ penipuan.

 Suami/ isteri membunyikan penyakit yang dideritanya.

Tentang status anak di luar nikah tidak lagi menjadi tanggung jawab pihak ibu sepenuhnya, melainkan juga ayah kandungnya. Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Judicial Review Pasal43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa Pasal 43 ayat (1) UU 1/1974 yang menyatakan, Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya harus dibaca, Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.

Contoh kasus:

1. Hak istri yang telah gugat fasakh:Jika perceraian putus, maka seorang suami tidak ada lagi hak untuk menafkahi istrinya. Menurut hukum positif atau hukum yang berlaku di negara kita maka jika seorang istri gugat fasakh, maka tetap memiliki hak 1:1 terhadap harta bersama. 2. Seorang suami menceraikan istrinya dengan cara mencemarkan nama baik sang istri

dengan menuduh istrinya selingkuh dan anak yang dilahirkan tersebut tidak diakui olehnya sebagai anaknya:Menyatakan seorang berzina haruslah cukup syarat yaitu ada 4 orang saksi yang melihat perbuatan zina tersebut. Misal ada kasus jika pihak istri yang melihat langsung kejadian tersebut maka istilahnya Li an, yaitu harus bersumpah 4x bahwa suaminya melakukan zina. Begitu pula dengan kasus ini. Tidak bisa seorang suami mengatakan istrinya telah selingkuh tanpa ada 4 saksi yang langsung melihat kejadian tersebut. Anak tidak boleh menjadi saksi, karena syarat saksi adalah baligh dan taat sholat. Rasul sendiri tidak pernah merajam perempuan yang dikatakan berzina, jika bukan karena perempuan itu sendiri yang mengakuinya. Sulit untuk merajam seseorang tanpa cukup syarat. Jadi dalam kasus di atas belum jatuh talak, statusnya masih nikah (tidak cerai) karena tidak ada saksi.

(43)

kepadanya. Karena alasan tidak memiliki keturunan maka si Suami mentalaq 3 si istri tanpa memberikan sedikitpun harta kepada Istrinya: Memiliki keturunan merupakan salah satu dari beberapa tujuan perkawinan, selain untuk menentramkan jiwa, menghindari maksiat, dan memperluas silahturrahmi. Sedekah yang paling baik dan tinggi pahalanya adalah memberikan nafkah kepada istri dan anaknya dibandingkan sedekah ke mesjid atau orang miskin. Jatuh talaq tiga secara hukum Islam. Sah sekali talaq secara hukum perkawinan atau hukum negara. Talak dilakukan satu kali di pengadilan untuk mendapatkan legalitas hukum (surat cerai).

5. Istri ditalak saat hamil:jatuh talak, tetapi ini disebut Talaq Bid i artinya talak yang menyimpang dari ajaran Islam. Rasul sangat melarang talak yang dilakukan di saat hamil, menstruasi dan sakit berat.

6. (a)Ada sepasang suami-istri yang telah fasakh, kemudian ingin rujuk lagi. Bagaimana hukumnya? (b) kalimat, sudah kupulangkan dia ke orang tuanya, apa itu sudah jatuh talak?(a) Jika sudah fasakh artinya tidak boleh balik lagi, karena fasakh = talaq artinya sudah bercerai atau pisah. Nikah Mukhalaq boleh dan sah jika dia menikah kembali terjadi secara alami dan kembali ke istri pertama secara alami. (b) Kata-kata kiasan tidak jatuh talak. Saksi talak lebih kuat daripada saksi perkawinan dan ini termuat dalam Al-Quran. Sedangkan pentingnya saksi perkawinan termuat dalam hadist. Perempuan adalah perhiasan paling berharga dan ditempatkan pada tempat yang sebaik-baiknya.

Referensi

(44)

Referensi

Dokumen terkait

Kearah selatan Kota Jember di gugusan Samudera Indonesia terdapat pantai yang indah panorama alamnya yaitu Pantai Wisata Watu Ulo (Disebut Watu Ulo karena di pantai itu

Auditee merupakan industri yang menghasilkan barang jadi berupa meubel kayu dari proses produksi barang setengah jadi yang diperoleh dari suplaier di Jepara dan tidak

Sebaliknya apabila kadang-kadang mengalami kegagalan maka hal ini justru akan dapat meningkatkan motivasinya kembali (Gage dan Berliner, 1981: 89) yang menyatakan

Biaya promosi pada PT Bank BNI Syariah dianggarkan setiap tahun, dana tersebut kemudian didistribusikan ke kantor-kantor cabang di seluruh Indonesia dengan jumlah

(2005) telah mengembangkan mod el p enu laran penyakit WNV dari tulisan sebe lumnya tetapi d e ngan beberapa perubahan. Perubahan ini dimak s udkan untuk memperoleh

Sub modul berikut ini merupakan modul pelatihan fasilitasi penyusunan Memorandum Program Sanitasi. Materi mengenai konsep MPS dan proses penyusunan MPS ini merujuk

Kasus ini menunjukkan metastase yang jarang dari karsinoma tiroid papiler ke kelenjar parotis dan tulang vertebra servikalis, berfungsi untuk mengingatkan