• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Interna Wanita RSUP H. Adam Malik Medan Periode September – November 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Interna Wanita RSUP H. Adam Malik Medan Periode September – November 2015"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Rekapitulasi data pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan

Periode September – November 2015

NOMOR

PASIEN DIAGNOSIS

KETERANGAN

HEMODIALISIS UMUR

MASUK RUMAH SAKIT

KELUAR RUMAH SAKIT

1 CKD STG IV Tidak Hemodialisis 65 tahun 25/8/2015 18/9/2015

2 CKD STG V Hemodialisis 54 tahun 26/8/2015 14/9/2015

3 CKD STG V Hemodialisis 56 tahun 2/9/2015 1/10/2015

4 CKD STG V Hemodialisis 42 tahun 6/9/2015 6/10/2105

5 CKD STG V Hemodialisis 55 tahun 14/9/2015 5/10/2015

6 CKD STG V Hemodialisis 53 tahun 15/9/2015 5/10/2015

7 CKD STG V Hemodialisis 30 tahun 19/9/2015 5/10/2015

8 CKD STG V Hemodialisis 20 tahun 23/9/2015 28/9/2015

9 CKD STG V Hemodialisis 62 tahun 24/09/2015 8/10/2015

10 CKD STG V Hemodialisis 61 tahun 1/10/2015 15/10/2015

11 CKD STG V Hemodialisis 46 tahun 1/10/2015 8/10/2015

12 CKD STG IV Tidak Hemodialisis 55 tahun 3/10/2015 15/10/2015

13 CKD STG V Hemodialisis 54 tahun 3/10/2015 20/10/2015

14 CKD STG V Hemodialisis 57 tahun 8/10/2015 16/10/2015

15 CKD STG V Hemodialisis 45 tahun 12/10/2015 11/11/2015

16 CKD STG V Hemodialisis 52 tahun 13/10/2015 23/102015

17 CKD STG V Hemodialisis 53 tahun 19/10/2015 28/10/2015

18 CKD STG V Hemodialisis 52 tahun 22/10/2015 8/11/2015

19 CKD STG V Hemodialisis 48 tahun 26/10/2015 5/11/2015

(2)

47

21 CKD STG V Hemodialisis 55 tahun 28/10/2015 14/11/2015

22 CKD STG V Hemodialisis 57 tahun 28/10/2015 16/11/2015

23 CKD STG V Hemodialisis 44 tahun 6/11/2015 12/11/2015

24 CKD STG V Hemodialisis 44 tahun 6/11/2015 20/11/2015

25 CKD STG V Hemodialisis 42 tahun 13/11/2015 21/11/2015

26 CKD STG V Hemodialisis 63 tahun 14/11/2015 16/11/2015

27 CKD STG V Hemodialisis 48 tahun 19/11/2015 27/11/2015

28 CKD STG V Hemodialisis 42 tahun 20/11/2015 28/11/2015

29 CKD STG V Hemodialisis 53 tahun 21/11/2015 26/11/2015

(3)

Lampiran 2. Rekapitulasi DRPs Pasien Gagal Ginjal Kronik Periode September – November 2015

NOMOR

PASIEN UMUR DIAGNOSA OBAT DRP Keterangan

1 65 Tahun CKD Stage IV Parasetamol Indikasi Tanpa Obat

Demam Terjadi di hari ke tujuh belas data dicatat sewaktu Apoteker belum datang untuk Visite, namun setelah Apoteker datang untuk visite kasus ini tidak terulang pada pasien yang sama

Eritropo ietin Indikasi Tanpa Obat

Eritropoietin tidak diberikan kepada pasien karena alasan mahal dan tidak masuk kedalam e catalog rumah sakit.

Allopurinol Indikasi Tanpa Obat

Hasil Laboraturium pada Hari ke tiga menunjukkan Peningkatan Kadar Asam Urat, namun pada waktu pencatatan data Apoteker belum Visite sehingga Obat belum diberikan kepada pasien saat itu. Namun setelah Visite Apoteker sudah mengusulkan pemberian Allopurionol kepada Pasien

2 54 Tahun CKD stage V Kaptopril 3 x 25 mg

 2 x 12,5 mg Dosis Berlebih

Dipantau dari kondisi klinis pasien pada saat itu pasien cukup diberi obat anti hipertensi Kaptopril pada dosis 2 x 12,5 mg karena pasien juga menerima obat anti hipertensi lain.

3 56 Tahun CKD stage V Parasetamol Indikasi Tanpa Obat

Demam terjadi pada hari ke tujuh bertepatan di hari Minggu, dan biasanya resep pada hari tersebut di teruskan dari hari sebelumnya maka Parasetamol belum diberikan.

Terjadi pada hari ketiga dalam masa perawatan , dengan menurunnya efek terapi dari kaptopril maka tekanan darah pasien juga tidak turun pada saat itu. Hal ini dapat terjadi tergantung pada kondisi klinis pasien. 9 62 Tahun CKD stage V Eritropo ietin Indikasi Tanpa Obat Terjadi pada hari ke tiga belas dimana pada saat itu

(4)

49

alasan mahal dan tidak masuk kedalam e catalog rumah sakit.

10 61 Tahun CKD stage V Dekstrosa 5% Indikasi Tanpa Obat

Terjadi pada hari pertama pasien masuk rumah sakit, hal ini terjadi dikarenakan hasil laboraturium pada saat itu keluar pada saat dokter dan apoteker sudah memberikan resep untuk keluhan sebelumnya pada saat pasien masuk IGD.

11 46 tahun CKD stage V Insulin Indikasi Tanpa Obat

Terjadi pada hari pertama saat pasien masuk ke rumah sakit melalui IGD dan pada saat dokter dan apoteker memberikan resep, hasil laboraturium belum keluar. 12 55 Tahun CKD stage V Allopurinol Indikasi Tanpa Obat

Terjadi pada hari keempat pasien dirawat di rumah sakit dan pada saat itu data dicatat pada saat Apoteker belum datang untuk Visite.

Eritropo ietin Indikasi Tanpa Obat

Eritropoietin tidak diberikan kepada pasien karena alasan mahal dan tidak masuk kedalam e catalog rumah sakit.

13 54 Tahun CKD stage V Eritropo ietin Indikasi Tanpa Obat

Eritropoietin tidak diberikan kepada pasien karena alasan mahal dan tidak masuk kedalam e catalog rumah sakit.

15 45 Tahun CKD stage V Eritropo ietin Indikasi Tanpa Obat

Eritropoietin tidak diberikan kepada pasien karena alasan mahal dan tidak masuk kedalam e catalog rumah sakit.

Levofloksasin + Insulin  efek insulin

meningkat

Interaksi Obat

Terjadi pada hari ke duabelas dimana pada saat itu pasien mengalami hipoglikemia dikarenakan efek insulin sebagai penurun gula darah pasien meningkat sehingga terjadi Hipoglikemia.

Allopurinol Indikasi Tanpa Obat

Terjadi pada hari kesepuluh pasien dirawat di rumah sakit dan pada saat itu data dicatat pada saat Apoteker belum datang untuk Visite.

Siprofloksasin 200mg/24jam 

Dosis Efektif

Dosis Obat terlalu rendah

(5)

200mg/12 jam Meropenem 1g/12jam

 Dosis Efektif 500mg/12jam

Dosis Obat berlebih

Terjadi pada Hari kesepuluh pasien dirawat di Rumah Sakit. Dilihat dari kondisi klinis saat itu Pasien membutuhkan penurunan dosis Meropenem menjadi 500mg/12jam.

16 52 Tahun CKD stage V Eritropo ietin Indikasi Tanpa Obat

Eritropoietin tidak diberikan kepada pasien karena alasan mahal dan tidak masuk kedalam e catalog rumah sakit.

17 53 Tahun CKD stage V Insulin Indikasi Tanpa obat

Terjadi pada hari pertama saat pasien masuk Rumah Sakit. Dan pada saat itu hasil laboraturium keluar pada saat Dokter telah selesai menulis resep di IGD.

19 48 Tahun CKD stage V Dekstrosa 5% Indikasi Tanpa Obat

Terjadi dihari pertama dimana dari hasil laboraturium menunjukkan terjadinya penurunan kadar gula darah pasien, namun setelah di intervensi oleh apoteker Indikasi Tanpa obat tidak terjadi.

Eritropo ietin Indikasi Tanpa Obat

Eritropoietin tidak diberikan kepada pasien karena alasan mahal dan tidak masuk kedalam e catalog rumah sakit.

20 85 Tahun CKD stage V Dekstrosa 5% Indikasi Tanpa Obat

Terjadi dihari pertama dimana dari hasil laboraturium menunjukkan terjadinya penurunan kadar gula darah pasien, namun setelah di intervensi oleh apoteker Indikasi Tanpa obat tidak terjadi.

Eritropo ietin Indikasi Tanpa Obat

Eritropoietin tidak diberikan kepada pasien karena alasan mahal dan tidak masuk kedalam e catalog rumah sakit.

23 44 Tahun CKD stage V Eritropo ietin Indikasi Tanpa Obat

Eritropoietin tidak diberikan kepada pasien karena alasan mahal dan tidak masuk kedalam e catalog rumah sakit.

24 44 Tahun CKD stage V Eritropo ietin Indikasi Tanpa Obat

Eritropoietin tidak diberikan kepada pasien karena alasan mahal dan tidak masuk kedalam e catalog rumah sakit.

(6)

51

alasan mahal dan tidak masuk kedalam e catalog rumah sakit.

27 48 Tahun CKD stage V Eritropo ietin Indikasi Tanpa Obat

Eritropoietin tidak diberikan kepada pasien karena alasan mahal dan tidak masuk kedalam e catalog rumah sakit.

28 42 Tahun CKD stage V

Flukonazol 100mg/24jam Dosis Efektif 200mg/24jam

Dosis Terlalu rendah

(7)
(8)

53

Inj Seftriakson 1g/12jam IV

(9)

Inj.Ozid 20mg/12jam I.V

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)

29

NaCl 0,9 %

Lar.infus 10gtt/i IV √ √ √ √ √ √ Ranitidin inj 2gr/24jam IV Ceftriaxon inj 50mg/12jam IV Metoklopramid inj 10mg/8jam IV

Tab Kaptopril 3 x 25mg PO Tab Amlodipin 1 x 10mg PO Inj Humulin R 8- 8 – 8 SC

30

NaCl 0,9 %

(16)

61

(17)
(18)

63

(19)
(20)

65

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Bauer, L. A. (2006). ClinicalPharmacokinetics Handbook. Washington: McGram Hill. Halaman 1134-1137.

Brenner, B. M., Lazarus, J. M. (2000). Prinsip – prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol 3. Edisi III. Jakarta: EGC. Halaman 1435-1443

Cahyaningsih, N.D. (2008). Hemodialisis (Cuci Darah).Yogyakarta:Cendikia Press. Halaman 45.

Cipolle R.J., Strand L.M., dan Morley P.C. (2012). Pharmaceutical Care Practice: The Patient – Centered Approach to Medication Management Services. 3rd edition. New York: McGraw-Hill. Halaman 149-175.

Golightly, K. L., Stolpman, M. N., Jones, A. M., Barber, R. G., Levin, A. D., Kiser, H. T., teitelbaum, I., dan Lundin, S. K. (2013). Renal Pharmacotherapy. New York: Springer. Halaman 101, 163, 282.

Guyton, Arthur C., dkk. (2012).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran .Edisi XI . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 426-427

Hewlet, T. (2004). Nephrotoxic Drug.Canadian Family Phycisian. 50( 5). Halaman 709–711.

Herman, J. M., Handayani, S. R., dan Siahaan, A. S. (2013). Kajian Praktik Kefarmasian Apoteker pada Tatanan Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Jakarta:Pusat Teknologi Intervensi KesehatanMasyarakat Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI. 7(8). Halaman 366.

Husna , M. N. S. (2010). Gagal Ginjal Kronik dan Penanganannya.JurnalKeperawatan. Banda Aceh: Universitas Syah kuala Darussalam.3( 2). Halaman 67.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 145-146.

Pharmaceutical Care Network Europe Foundation. (2006).PCNE Classification for Drug Related Problems. Pharmaceutical care research 5(1): 3-4.

Priyanto. (2009). Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Bandung: Pusat Penerbitan Departemen Farmakologi LKF FKUI. Halaman 44-46

(22)

45

Strand, L.M., Morley, P.C., Cipolle R.J., dan Ramsey, R. (1990). DICP. Drug Related problems: Their structure and function.24 (11) : 1093 – 1097.

Suwitra, k. (2006). Penyakit Ginjal Kronik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Halaman 581-584..

Suwitra, k. (2009). Penyakit Ginjal Kronik.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Halaman 1035-1037.

Sjamsiah, S. (2005). Farmakoterapi GagalGinjal. Surabaya : UniversitasAirlangga. Halaman 505.

Tim Penyusun C. (2006).Pharmaceutical CareUntuk Penyakit Hipertensi. Jakarta:Direktorat Bina Farmasi Komunitas danKlinik Ditjen Bina Kefarmasian danAlat Kesehatan Departemen Kesehatan. Halaman 77. Tessy, A. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Pusat

Penerbitan Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Halaman 1086.

Verdiansyah. (2016). Pemeriksaan Fungsi Ginjal. Bandung:Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi KlinikRumah Sakit Hasan Sadikin. 43(2). Halaman 150.

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif menggunakan desain pendekatan prospektif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pendekatan, observasi, pengumpulan data dan faktor risiko yang akan dipelajari dan diidentifikasi lebih dahulu kemudian diikuti ke depan secara prospektif timbulnya efek (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

3.2.1 Waktu

Waktu penelitian dilakukan pada bulan September – November 2015

3.2.2 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan periode September – November 2015.

3.3.2. Sampel

Sampel yang dipilih pada penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Adapun yang menjadi kriteria inklusi adalah :

(24)

23 b. Kategori Gender (wanita)

c. Kategori Semua Usia

d. Pasien yang pulang dengan cara berobat jalan.

Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat diikut sertakan. Adapun yang menjadi kriteria eksklusi adalah data pasien exit, data pasien pulang atas permintaan sendiri, data pasien pindah ruangan dan data pasien yang tidak lengkap (tidak memenuhi informasi dasar yang dibutuhkan dalam penelitian).

3.4 Defenisi Operasional

Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :

a. Rumah sakit tempat penelitian dilaksanakan adalah Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

b. Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia.

c. Pasien gagal ginjal kronik adalah pasien yang didiagnosa gagal ginjal dan mempunyai Laju Filtrasi Glomerulus < 15 ml/menit.

d. DRPs yang dianalisis mencakup Indikasi tanpa obat, Terapi Obat tanpa indikasi, Obat salah, Dosis obat terlalu rendah, Dosis obat terlalu tinggi, Reaksi obat merugikan dan Interaksi Obat.

(25)

f. Terapi Obat tanpa indikasi adalah terapi obat yang diberikan tanpa adanya indikasi yang sesuai dari pemberian obat.

g. Obat salah adalah pasien mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling efektif dan kontraindikasi dengan kondisi pasien tersebut.

h. Dosis obat terlalu rendah adalah dosis yang lebih rendah dari yang telah di tetapkan dari buku standar.

i. Dosis terlalu tinggi adalah dosis yang lebih tinggi dari yang telah di teteapkan dari buku standar.

j. Reaksi obat merugikan adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan.

k. Interaksi obat adalah situasi di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat, yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau direncanakan.

3.5 Instrumen Penelitian

3.5.1 Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu berkas rekam medispasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan periode September – November tahun 2015.

3.5.2 Teknik pengumpulan data

(26)

25

Waktu penelitian dilakukan pada bulan September – November 2015. a. Mengelompokkan data rekam medis berdasarkan kriteria inklusi

b. engelompokkan data rekam medis pasien meliputi nomor rekam medis pasien, data pasien (usia, jenis kelamin, jumlah obat yang diterima, keluhan masuk rumah sakit, diagnosis, kompilkasi), data obat (nama obat, jumlah obat, jenis obat, dosis, aturan pakai, cara pemberian, dan lama pemberian), data vital sign (tekanan darah, suhu tubuh, pernapasan, dan nadi) dan hasil laboroturium .

c. Menyeleksi data berdasarkan ada tidaknya terjadi DRPs pada pasien gagal ginjal kronik.

3.6Analisis Data

(27)

3.7 Bagan Alur Penelitian

Selengkapannya mengenai gambaran pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1Alur pelaksanaan penelitian

Data rekam medis

Pengelompokan data berdasarkan kriteria inklusi

Analisis DRPs, meliputi:

a.Indikasi tanpa obat

b.Terapi Obat tanpa indikasi c.Obat salah

d.Dosis obat terlalu rendah e.Dosis obat terlalu tinggi f.Reaksi obat merugikan g.Interaksi Obat

Analisis Data

(28)

27

3.8 Langkah Penelitian

Langkah penelitian yang dilaksanakan :

a. Meminta izin Wakil Dekan I Fakultas Farmasi USU untuk mendapatkan izin penelitian di RUSP H. Adam Malik.

b. Menghubungi Direktur RUSP H. Adam Malik untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data dengan membawa surat rekomendasi dari Fakultas.

c. Melakukan penelitian di RUSP H. Adam Malik dengan mengambil data periode September – November 2015.

(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian menggunakan data-data dari rekam medik penderita gagal ginjal kronik atau sering disebutChronic kidney diseases (CKD) yang di rawat di RSUP H. Adam Malik Medan periode September-November 2015. Dari 59 kasus pasien CKD yang di rawat di RSUP H. Adam Malik Medan periode September-November 2015, diambil 30 kasus (sebagai bahan penelitian), yang mempunyai data rekam medik lengkap. Data rekam medik yang lengkap yaitu yang mencantumkan jenis kelamin, umur, diagnosis utama, terapi (nama obat, dosis, aturan pakai, rute pemberian dan sediaan) serta data laboratorium berupa serum kreatinin.

4.1 Indeks fungsi ginjal

Tabel 4.1 Hubungan antara klirens kreatinin dan fungsi ginjal

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa Klirens kreatinin lazim digunakan untuk mengukur fungsi ginjal. Kadar kreatinin berada dalam keadaan relatif konstan, sehingga menjadikannya sebagai penanda filtrasi ginjal yang baik. Kadar kreatinin yang dipergunakan dalam persamaan perhitungan memberikan pengukuran fungsi ginjal yang lebih baik, karena pengukuran klirens kreatinin memberikan informasi mengenai GFR. Kreatinin merupakan zat yang ideal untuk mengukur fungsi ginjal karena merupakan produk hasil metabolisme tubuh yang diproduksi secara konstan, difiltrasi oleh ginjal, tidak direabsorbsi, dan

Fungsi Ginjal Klirens kreatinin (mL/menit)

Normal 80-120

Gagal Ginjal ringan 20-50

Gagal Ginjal sedang 10-20

(30)

29

disekresikan oleh tubulus proksimal. Kreatinin serum laki-laki lebih tinggi daripada perempuan karena massa otot yang lebih besar pada laki-laki (Verdiansyah, 2016).

4.2 Klirens kreatinin

Tabel 4.2 Klirens kreatini pasien gagal ginjalkronik di ruang interna wanita RSUP

H. Adam malik Medan periode September – November 2015.

Pasien Usia

(31)

sedang dan 28 orang mengalami gagal ginjal berat dengan hasil rata-rata klirens kreatinin <10 ml/menit dan harus menjalankan terapi pengganti ginjal yang umumnya dilakukan adalah hemodialisis.

(32)

31

ginjal, antara lain glomerulonefritis, diabetes mellitus,hipertensi,nefrosklerosis pielonefritis dan sebagainya ( Guyton, dkk., 2012).

4.3 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien Gagal Ginjal Kronik

Tabel 4.3 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien Gagal Ginjal Kronik

Terapi Obat Pasien

(33)
(34)
(35)

0% 4.4 Gambaran Kejadian DRPs Subjek

Drug Related Problems (DRPs)merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan

dari pengalaman pasien akibat terapi obat sehingga secara aktual maupun potensial dapat mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan (Strand, et al., 1990).

Berdasarkan analisa terhadap lembar rekam medis pasien rawat inap di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan Periode September – November 2015 , dari 30 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh total pasien yang mengalami kasus DRPs (+) adalah 19 pasien (63,33%) dan 11 pasien (36,6%) tidak mengalami DRPs maka termasuk kedalam kategori DRPs (-). Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 4.1 Grafik Kejadian DRPs pada pasien Gagal Ginjal di ruang interna

wanita RSUP H. Adam malik Medan Periode September - November 2015.

(36)

35

(6,90%), Reaksi obat merugikan (0%), dan interaksi obat sebanyak 2 kasus (6,90%). Gambaran umum kejadian DRPs secara keseluruhan ditunjukkan pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Kategori Drug Related Problems (DRPs)

Selain penjelasan berdasarkan tabel diatas, penelitian ini diperkuat dengan temuan data berupa kategori Drug Related Problems (DRPs) yang di tunjukkan pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Grafik Kategori DRPs pada pasien gagal ginjal kronik di ruang

interna wanita RSUP H. Adam Malik

(37)

4.4.1 Indikasi Tanpa Obat

Indikasi tanpa obat adalah kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi tidak mendapatkan obat untuk indikasi yang sesuai (Priyanto, 2009). Jumlah angka kejadian DRPs pada Indikasi Tanpa Obat adalah sebanyak 23 kasus.

Tabel 4.5 Analisis DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat

Nomor

Pasien Gejala Pasien Pemberian Obat

Indikasi tanpa pucat, kaki bengkak ( kadar asam urat

Heparin Parasetamol 3,45

3 Demam, mual,

(38)

37

Furosemid . Eritopoietin 3,45

(39)

Berdasarkan Tabel 4.5 Jumlah angka kejadian DRPs pada Indikasi tanpa Obat adalah sebanyak 23 kasus. Tiga kasus terjadi pada pasien yang tidak mendapatkan terapi antipiretik yaitu parasetamol. Peningkatan suhu tubuh pada pasien Gagal Ginjal Kronik terjadi akibat infeksi. Duabelas kasus terjadi pada pasien mengalami anemia dan tidak mendapatkan terapi anti anemia pada saat itu yaitu Eritropoietin. Anemia yang terjadi pada pasien Gagal Ginjal Kronik terjadi disebabkan oleh fungsi hematologi darah terganggu dimana berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang menurun, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, defesiensi besiasam folat, dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahanpaling sering pada saluran cerna dan kulit , gangguan fungsi trombosit, serta gangguan fungsi leukosit. Pada penelitian ini juga terdapat tiga kasus pasien yang mengalami peningkatan kadar asam urat didalam darah tetapi tidak menerima obat pada kondisi pasien saat itu.

(40)

39

penyebab terjadinya komplikasi penyakit yang berujung pada Gagal Ginjal Kronik.

Beberapa kasus drug related problems yang terjadi pada kategori indikasi tanpa obat masing – masing memiliki alasan tersendiri mengapa indikasi tanpa obat bisa terjadi .

4.4.2.Obat Tanpa Indikasi

Obat tanpa indikasi adalah pasien mempunyai kondisi medispasien yang menerimapengobatan yang tidak sesuai terhadap indikasi medis tersebut. Ada dua kriteria yang masuk kategori pemberian obat tanpa adanya indikasi penyakit dan adanya duplikasi penggunaan obat ( Priyanto, 2009).

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya kasus obat tanpa indikasi. Angka kejadian DRPs pada kategoriObat Tanpa Indiaksi yaitu0%.

4.4.3 Obat Salah

Obat salah adalah pasien mendapatkanobat yang tidak aman, tidak efektif, kontra indikasi dengan kondisi pasien ( Priyanto, 2009).

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya kasus obat salah . Angka kejadian DRPs pada kategori obat salah yaitu0%.

4.4.4 Dosis Obat kurang

Dosis obat kurang adalah pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang ( Priyanto, 2009).

(41)

Tabel 4.6 Analisis DRPs Kategori Dosis Obat Kurang

Nomor

Pasien BB/Umur

CrCl

ml/min Nama Obat Dosis Pakai

Dosis Standar

Jumlah kasus % 15 45/58 >10 Siprofloksasin 200mg/24jam 200mg/12jam 1 3,45 28 42/48 <10 Flukonazol 100mg/24jam 200mg/24jam 1 3,45

Berdasarkan dari Tabel 4.6 ditemukan adanya DRPs kategori dosis obat kurang terjadi pada pasien dengan kondisi Klirens kreatinin sebesar 12,78 ml/min. Dosis siprofloksasin 200mg/24jam berdasarkan Renal Pharmacotherapy kondisi pasien dengan Klirens Kreatinin >10ml/min Dosis Siprofloksasin sebesar 200mg/12jam sehingga dosis yang diberikan pada pasien kurang yang akan mengakibatkan terjadinya kondisi sub terapi sehingga infeksi pada pasien tidak sembuh. Dosis Obat kurang juga terjadi pada pasien dengan kondisi Klirens kreatinin <10 ml/min , dosis yang dipakai pada terapi ini 100mg/24 jam terlalu rendah , menurut Renal Pharmacotherapy harus di tingkatkan menjadi 200mg/24jam (Golightly,

et al., 2013).

4.4.5 Dosis Obat berlebih

Dosis obat berlebih adalah pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut lebih ( Priyanto, 2009).

(42)

41

Tabel 4.7 Analisis DRPs Kategori Dosis Obat Berlebih

Nomor

Pasien BB/Umur

CrCl

ml/min Nama Obat Dosis Pakai Dosis Standar

Jumlah kasus % 2 54/50 <10 Kaptopril 3 x 25mg 2 x 12,5mg 1 3,45 15 45/58 10- 25 Meropenem 1gr/12jam 500mg/12jam 1 3,45

Berdasarkan dari Tabel 4.7 ditemukan adanya DRPs kategori Dosis Obat Berlebih terjadi pada pasien dengan kadar kreatinin 11,87 mg/dl. Dosis Kaptopril yang dipakai adalah 3 x 25mg berdasarkan Renal Pharmacotherapy kondisi pasien dengan kreatinin klirens <10 mL/min adalah 2 x 12,5mg . Kondisi ini terjadi juga pada pasien dengan kadar Kreatinin 6,36 mg/dl diberi dosis meropenem 1gr/12jam sedangkan kondisi kreatinin klirens nya yaitu antara 10 – 25 ml/min maka dosis yang sesuai adalah 500mg/12jam (Golightly, et al., 2013).

4.4.6 Reaksi Obat Merugikan

Reaksi obat merugikan adalah pasien mempunyai kondisi medis akibat reaksi obat yang merugikan (Priyanto,2009).

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya kasus reaksi obat merugikan . Angka kejadian DRPs pada kategori reaksi obat merugikan yaitu 0%.

4.4.7 Interaksi Obat

(43)

Tabel 4.8 Analisis DRPs Kategori Interaksi Obat

Nomor

Pasien Obat Jenis Interaksi

Tingkat

n dan Insulin Farmakodinamika Moderate 1 3,45 6

Natrium Bikarbonat dan Kaptopril

Unknown Moderate 1 3,45

(44)

43

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

a. Terdapat kejadian DRPs pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan periode September – November 2015. b. Total kasusDrug Related Problems (DRPs) pasien gagal ginjal kronik di

ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan periode September – November 2015 berjumlah 29 kasus dari 19 pasien yang mengalami DRPs. c. Kategori Drug Related Problems (DRPs) yang paling banyak terjadi pada

pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan periode September – November 2015 adalah kategori indikasi tanpa obat sebanyak 23 kasus (79,31%).

5.2 Saran

(45)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DRPs

2.1.1 Pengertian DRPs

DRPs adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada out come yang diinginkan pada pasien. Suatu kejadiaan dapat disebut DRPs apabila terdapat dua kondisi, yaitu: (a) adanya kejadiaan tidak diinginkan yang dialami pasien, kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosa penyakit, ketidakmampuan (disability) yang merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultur atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antra kejadian tersebut dengan terapi obat (Strand, et al., 1990).

2.1.2 Klasifikasi DRPs

Terdapat 8 kategori besar klasifikasi DRPs menurut Strand, et al., yaitu : a. Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat, pasien tidak

mendapatkan obat untuk indikasi tersebut.

b. Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang mempunyai indikasi medis valid.

c. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tersebut.

d. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang.

e. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut berlebih.

f. Pasien mempunyai kondisi medis akibat dari reaksi obat yang merugikan. g. Pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat – oabt, obat – makanan,

obat – hasil laboratorium.

(46)

9

Adapun kasus masing- masing kategori DRPs yang mungkin terjadi dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Jenis – jenis DRPs dan penyebab yang mungkin terjadi

DRPs Kemungkinan kasus pada DRPs

Butuh terapi obat tambahan a. Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi

obat yang terbaru

b. Pasien dengan kronik membutuhkan lanjutan terapi

obat

c. Pasien dengan kondisi kesehatan yang

membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi

d. Pasien dengan resiko pengembangan kondisi

kesehatan baru dapat dicegah dengan pengggunaan obat profilaksis

Terapi obat yang tidak perlu a. Pasien yang mendapatkan obat yang tidak tepat

indikasi

b. Pasien yang mengalami toksisitas karena obat atau

hasil pengobatan

c. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat,

alkohol dan rokok

d. Pasien dalam kondisi pengobatan yang lebih baik

diobati tanpa terapi obat

e. Pasien dengan multiple drugs untuk kondisi dimana

hanya single drug therapy dapat digunakan

f. Pasien dengan terapi obat untuk penyembuhan dapat

menghindari reaksi yang merugikan dengan pengobatan lainnya

Obat tidak tepat a. Pasien alergi

b. Pasien menerima obat yang tidak paling efektif

untuk indikasi pengobatan

c. Pasien dengan faktor resiko pada kontraindikasi

penggunaan obat

d. Pasien menerima obat yang efektif tetapi ada obat

lain yang lebih murah

e. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman

f. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap

obatyang diberikan

Dosis obat terlalu rendah a. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi

(47)

b. Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu dimana single drug dapat memberikan pengobatan yang tepat

c. Pasien alergi

d. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon

e. Konsentrasi obat dalam serum pasien di bawah range terapeutik yang diharapkan

f. Waktu profilaksis (preoperasi) antibiotik diberikan terlalu cepat

g. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien h. Terapi obat berubah sebelum terapeutik

percobaan cukup untuk pasien i. Pemberian obat terlalu cepat

Reaksi obat merugikan a. Obat yang digunakan merupakan risiko yang

berbahaya bagi pasien

b. Ketersediaan obat menyebabkan interaksi dengan obat lain atau makanan pasien

c. Efek obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien

d. Efek dari obat diubah inhibitor enzim atau induktor obat lain

e. Efek obat dapat diubah dengan pemindahan obat dari binding site oleh obat lain

f. Hasil laboratorium berubah karena gangguan obat lain

Dosis obat terlau tinggi a. Dosis terlalu tinggi

b. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas range terapeutik yang diharapkan

c. Dosis obat meningkat terlalu cepat

d. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak tepat

e. Dosis dan interval tidak tepat

Ketidakpatuhan pasien a. Pasien tidak menerima aturan pemakaian obat

yang tepat (penulisan, obat, pemberian, pemakaian

b. Pasien tidak menuruti (ketaatan) rekomendasi yang diberikan untuk pengobatan

c. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena harganya mahal

d. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena kurang mengerti

e. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat

(48)

11 Care NetworkEurope., 2006) :

1.Reaksi obat yang tidak dikehendaki/ROTD (Adverse Drug Reaction/ADR)

Pasien mengalami reaksi obat yang tidak dikehendaki seperti efeksamping atau toksisitas.

2.Masalah pemilihan obat (Drug choice problem)

Masalah pemilihan obat berarti pasien memperoleh obat yang salahuntuk penyakitdan kondisinya. Masalah pemilihan obat antara lain: obat diresepkan tapiindikasi tidak jelas, bentuk sediaan tidak sesuai, kontraindikasi dengan obatyang digunakan, obat tidak diresepkan untuk indikasi yang jelas.

3. Masalah pemberian dosis obat (Drug dosing problem)

Masalah pemberian dosis obat berarti pasien memperoleh dosis yang lebihbesar atau lebih kecil daripada yang dibutuhkannya.

4. Masalah pemberian/penggunaan obat (Drug use/administration problem)

Masalah pemberian/penggunaan obat berarti tidak memberikan atau tidakmenggunakan obat sama sekali atau menggunakan yang tidakdiresepkan. 5. Interaksi obat (Interaction)

Interaksi berarti terdapat interaksi obat-obat atau obat-makanan yangbermanifestasi atau potensial.

6. Masalah lainnya (Others)

(49)

2.2 Gagal Ginjal Kronik

2.2.1 Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronis merupakan suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang progresif, yang dapat menimbulkan kerusakan ginjal yang irreversible. Kondisi ini diperparah dengan munculnya berbagai komplikasi seperti gangguan cairan dan keseimbangan elektrolit (retensi natrium dan air, hipermagnesemia, hiperfosfatemia, hiperkalemia, hiperurisemia), asidosis metabolik, hipertensi, anemia, gagal jantung, mual dan muntah, pruritis, hiperlipidemia, koagulopati, dan infeksi (Sjamsiah, 2005; Suwitra, 2009; Tim penyusun c, 2006).

Pada banyak kasus, gangguan awal pada ginjal menimbulkan kemunduran yang progresif pada fungsi ginjal dan berkurangnya nefron lebih lanjut sampai pada suatu titik sehingga ia harus menjalani terapi dialysis atau transplantasi dengan ginjal yang masih berfungsi agar dapat bertahan hidup. Keadaan ini disebut penyakit ginjal stadium akhir (Guyton, dkk., 2012).

Penyebab paling sering dari penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) adalah seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1

Tabel 2.2 Penyebab paling sering dari penyakit Ginjal Stadium akhir (ESRD)

Penyebab Persentase dari Total

Pasien ESRD

Diabetes mellitus 44

Hipertensi 26

Glomerulonfritis 8

Penyakit ginjal polikistik 2

Lain-lain/tidak diketahui 20

(50)

13

penyakit ginjal stadium akhir. Padatahun – tahun terakhir, diabetes mellitus dan hipertensi telah diketahui sebagai penyebab utama penyakit ginjal stadium akhir, yang bersama – sama menjadi penyebab gagal ginjal kronik kira – kira sebanyak 70 persen kasus (Guyton, dkk., 2012).

Sebagian besar obat yang larut air dieksresikan dalam jumlah tertentu dalam bentuk utuh melalui ginjal. Dosis obat– obat tersebut, terutama yang memiliki kisar terapetik sempit (narrow therapeutic window drugs) butuh penyesuaian yang hati–hati apabila diresepkan pada pasien dengan fungsi ginjal menurun (Baeur, 2006).

Akumulasi kadar obat dalam plasma dapat terjadi dan level toksik minimum dapat terlewati apabila dosis tidak dihitung berdasarkan fungsi ginjal pasien. Sebagian besar obat juga memiliki efek merusak ginjal (nefrotoksik), sehingga dosisnya juga harus disesuaikan pada pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal (Hewlet, 2004).

2.2.2 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain :

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi : - kelainan patologis - terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests).

(51)

kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m², tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.

2.2.3 Etiologi

Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lain. Terdapat penyebab utama dan insiden penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat seperti yang di tunjukkan pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Penyebab Utama Penyakit Gagal Ginjal Kronik di Amerika Serikat

(1995-1999).

Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialiss di Indonesia, seperti pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia th.

2000

Penyebab Insiden

Glomerulonefritis 46,39%

Diabetes mellitus 18,65%

Obstruksi dan infeksi 12,85%

Hipertensi 8,46%

pembuluh darah besar 27%

Glomerulonefritis 10%

Nefritis interstitialis 4%

Kista dan penyakit bawaan

lain 3%

Penyakit sistemik (missal,

lupus dan Vaskulitis) 2%

Neoplasma 2%

Tidak diketahui 4%

(52)

15

2.2.4 Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*). *) pada perempuan dikalikan 0,85 (Suwitra, 2009)

Tabel 2.5 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Derajat Penjelasan LFG

(ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

↑ > 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau

dialisis Tabel 2.6 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular

(penyakit otoimun, infeksi sistemik,obat, neoplasia Penyakit vascular

(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit Tubulointerstitial

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik (Ginjal polisiklik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi Kronik

Keracunan obat

(siklosporin/takrolimus) Penyakit recurrent (glomerular)

(53)

2.2.5 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun (Suwitra, 2009).

2.2.6 Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap

(54)

17

Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan

ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2009).

2.2.7Pendekatan Diagnostik

Menurut Suwitra (2009) pendekatan diagnostik terdapat beberapa gambaran yaitu, Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

(55)

b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida).

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi: a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau

hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik. d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria. Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan. c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi. Ultrasonografi

ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.

(56)

19

2.2.8Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik meliputi : a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition). c. Memperlambat perburukan fungsi ginjal.

d. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

e. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.

Perencanaan tatalaksana (action plan) Penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat pada tabel 2.7

Tabel 2.7 Rencana tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan derajatnya.

Derajat LFG

(ml/mnt/1,73m2)

Rencana tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular.

2 60-89 Menghambat pemburukan (progression)

fungsi ginjal.

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 <15 Terapi pengganti ginjal

( Suwitra, 2009). Terapi Nonfarmakologis:

a. Pengaturan asupan protein

b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari

c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh.

d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari

f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari

g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari

i. Besi: 10-18mg/hari

(57)

k. Asam folat pasien HD: 5mg

l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss) Terapi Farmakologis:

a. Kontrol tekanan darah

- Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.

- Penghambat kalsium. - Diuretik.

b. Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan obat -obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.

c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl.

d. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol. e. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l. f. Koreksi hiperkalemia.

(58)

21

Anemia terjadi pada 80 -90% pasien penyakit ginjal kronik.Anemia pada enyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah, defesiensi besi, kehilangan darah, misal (perdarahan saluran cerna, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defesiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik (Suwitra, 2009).

(59)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagaluntuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia. Hal ini teriadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 60 milmenit. Urutan etiologi terbanyak gagal ginjal kronis adalah glomerulonetritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%). Di lndonesia pertumbuhan penderita gagal ginjal kronik sekitar l0% per tahun. Berdasarkan data dari Pusat Nefrologi lndonesia insiden dan prevalensi 100-150/1 juta penduduk tiap tahun. Penatalaksanaan gagal ginjal kronik mengacu pada terapi konservatif (diet, kebutuhan kalori, kebutuhan cairan dan elektrolit), terapi simptomatik, dan terapi pengganti ginjal (hemodialisis, dialysis peritoneal, dan transplantasi ginjal di anjurkan untuk meningkatkan kesehatan pasien tersebut (Husna, 2010).

Pada survei yang dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2008 di empat kota di Indonesia, dengan memeriksa kadar kreatinin serum 1200 orang, didapatkan prevalensi penyakit ginjal kronik cukup besar yaitu 12,5% (Cahyaningsih, 2008).

Kejadian CKD di Indonesia diduga masihsangat tinggi. Secara klinis Chronic Kidney Diseases(CKD) adalah suatu proses perubahan patologis

(60)

2

Pasien penyakit ginjal kronik, apapun etiologi penyakit ginjalnya, memerlukan pengobatan khusus yang disebut pengobatan atau terapi pengganti (TP). Setelah menetapkan bahwa TP dibutuhkan, perlu pemantauan yang ketat sehingga dapat di tentukan dengan tepat kapan TP tersebut dapat dimulai (Rahardjo, dkk., 2009)

Pasien dengan gagal ginjal kronik akan mengalami kerusakan fungsi ginjal yang parah dan kronik yang mengakibatkan pasien akan sulit untuk ditolong. Salah satu penanganan yang tepat untuk pasien gagal ginjal kronik adalah berupa terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal yang sering dilakukan adalah Hemodialisis (Rahardjo, dkk., 2009)

Hemodialisis merupakan suatu metode berupa cuci darah dengan menggunakan mesin ginjal buatan. Prinsip dari hemodialisis ini adalah denganmembersihkan dan mengatur kadar plasma darah yang nantinya akan digantikan oleh mesin ginjal buatan. Biasanya hemodialisis dilakukan rutin 2-3 kali seminggu selama 4-5 jam. Hemodialisi di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan umumnya dipergunkan ginjal buatan yang kompartemen darahnya dalah kapiler – kapiler selaput semipermeabel. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, dkk., 2009).

(61)

tulang oleh substansi uremik proses inflamasi akut maupun kronik (Suwitra, 2009)

Saat pasien menjalani suatu pengobatan beberapa memperoleh hasil yang tepat atau berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Namun tidak sedikit yang gagal dalam menjalani terapi, sehingga mengakibatkan biaya pengobatan semakin mahal sehingga berujung pada kematian. Penyimpangan- penyimpangan dalam terapi tersebut disebut sebagai Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle, et al., 2012)

Drug Related Problems (DRPs) pada dasarnyaberbeda dengan kekeliruan

dalam pengobatan. Sebuahkekeliruan dalam pengobatan jauh lebih berorientasikepada suatu proses pengobatan dari pada dampakdari pengobatan itu sendiri. Jika terdapat kesalahandalam suatu peresepan obat atau proses penyerahanobat, maka dianggap sebagai sebuah kesalahan dalampengobatan tanpa memikirkan dampak yang terjadipada pasien tersebut. Selain itu, suatu kesalahan dalampengunaan obat yang dilakukan oleh pasien tidakdianggap menjadi suatukesalahan dalam pengobatanitu sendiri, tetapi kesalahan dalam penggunaan obatitu sendiri dapat menjadi penyebab terjadinya DrugRelated Problems (DRPs)(Foppe van Mill, 2005).

Perkembangan teknologi farmasi dan kedokteranserta perubahan gayahidup mengubah tuntutanmasyarakat terhadap pelayanan kefarmasian yang lebih

(62)

4

sakitdan harus ditolong di tempat pelayanan kesehatan. Pelayanan dalam farmasi klinik terutama muncul karena penggunaan obat. Penelitian terhadap masalah dalam terapi obat merupakan kajian yang cukup menarik dan penting(Herman, dkk., 2013).

Pelaksanaan fungsi farmasi klinis dan patient safetyserta komunikasi, informasi dan edukasi oleh apotekermembutuhkan peningkatan pengetahuan farmakoterapi,farmasi klinis termasuk drug related problem, patofisiologi dan komunikasi, dokumentasi riwayat pengobatan pasien, farmakokinetik klinik dan interaksi obat,theurapeutic drug monitoring, dan total parenteral nutrition serta studi kasusnya (Herman, dkk., 2013).

Akibat semakin banyaknya kasus DRPs, maka berkembanglah Pharmaceutical Care.Minesota Pharmaceutical Care Project melakukan

penelitian terhadap 9399 pasien selama 3 tahun dan didokumentasikan oleh komunitas farmasi. Dari sejumlah pasien tersebut, 5544 pasien mengalami DRPs, 235 membutuhkan terapi obat tambahan, 15% menerima obat yang salah, 8% mendapat obat tanpa indikasi yang tepat, 6% dosis terlalu tinggi dan 16% dosis terlalu rendah. Sedeangkan penyebab umum lainnya adalah reaksi obat merugikan sebanyak 21% (strand, et al., 1990).

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit kelas A. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit pusat rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara , Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Riau.

(63)

ini diharapkan menjadi bahan kajian bagi pihak rumah sakit, khususnya professional kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah DRPs kategori Indikasi tanpa obat, terapi obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat terlalu rendah, dosis obat terlalu tinggi, reaksi obat merugikan dan interaksi obat terjadi pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan pada periode September – November 2015?

1.3Hipotesis

(64)

6

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui adanya kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan periode September – November 2015.

b. Mengetahui jumlah kasus Drug Related Problems (DRPs) pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan periode September – November 2015.

c. Mengetahui kategori Drug Related Problems (DRPs) yang paling banyak terjadi pada pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam Malik Medan periode September – November 2015

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan guna memberikan manfaat sebagai berikut : a. Untuk peneliti, dapat menambah pengetahuan peneliti tentang DRPs.

b. Untuk pasien, dapat meminimalkan efek DRPs sehingga dapat meminimalkan terjadinya Medication error.

c. Untuk rumah sakit, diharapkan dari hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi RSUP H. Adam Malik Medan mengenai pelaksanaan pengobatan gagal ginjal kronik dalam praktik di rumah sakit tersebut.

(65)

1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang analisis Drug Related Problems (DRPs) pada pasien Gagal Ginjal Kronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam malik Medan periode September – November 2015. Dalam penelitian ini obat – obat yang tercatat di status pasien Gagal Ginjal Kronik merupakan variabel bebas (independent variable) dan DRPs kategori indikasi tanpa obat, terapi obat tanpa indikasi, obat salah, dosis obat terlalu rendah, dosis obat terlalu tinggi, reaksi obat merugikan dan interaksi obat sebagai variabel terikat (dependent Variable). Selengkapannya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1

Variabel bebas Variabel terikat

(Strand, et al., 1990).

Gambar 1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat

Obat – Obat yang tercatat dalam status

Pasien

DRPs Kategori 1. Indikasi tanpa obat 2. Terapi Obat tanpa

indikasi 3. Obat Salah 4. Dosis obat terlalu

rendah

5. Dosis obat terlalu tinggi

6. Reaksi obat merugikan 7. Interaksi Obat

(66)

vii

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG INTERNA WANITA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER – NOVEMBER 2015

ABSTRAK

Drug Related Problems(DRPs)adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada keberhasilan penyembuhan yang diinginkan pasien. Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang jumlahnya cukup tinggi di lndonesia dimana pertumbuhan penderita gagal ginjal kronik sekitar l0% per tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya angka kejadian DrugRelated Problems (DRPs) pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H.Adam Malik Medan periode September – November 2015.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifmenggunakan desain pendekatan prospektif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari catatan rekam medis seluruh pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H.Adam Malik Medan periode September – November 2015.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh total seluruh kasus DRPs sebanyak 29 kasus, dengan 23 kasus (79,31%) Indikasi tanpa obat, 0 kasus (0%) kategori obat tanpa indikasi, 0 kasus (0%) kategori obat salah, 2 kasus (6,90%) kategori dosis obat kurang, 2 kasus (6,90%) kategori dosis obat lebih, 0 kasus (0%) kategori reaksi obat merugikan, 2 kasus (6,90%)kategori interaksi obat.Angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) cukup tinggi pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H.Adam Malik Medan periode September – November 2015 adalah pada kategori indikasi tanpa obat yaitu 23 kasus (79,31%).

(67)

DRUG RELATED PROBLEMS ANALYSIS (DRPs) ON CHRONIC RENAL FAILURE PATIENTS IN FEMALE INTERNA ROOM AT RSUP

H.ADAM MALIK MEDAN FROM SEPTEMBER - NOVEMBER 2015 PERIOD

ABSTRACT

Drug Related Problems (DRPs) are undesirable events that related to the patient's drug therapy, and actual or potential effect on the success of healing patients process. Chronic renal failure is a higher amount of disease in Indonesia around l0% per year. The aim of this study of Drug Related Problems (DRPs) on patients with chronic renal failure in female interna room at H.Adam Malik Medan Hospital from September to November, 2015 period.

This research used descriptive method using prospective design approach. This research was conducted by collecting data from medical record of all patients with chronic renal failure in female interna room at H.Adam Malik Medan Hospital from September to November, 2015 period.

30 patients who met the inclusion criteria of DRPs had obtained 23 cases, with 23 cases (79.31%) Indications without drugs, 0 cases (0%) with no indication drug categories, 0 cases (0%) of drugs failed categories, 2 cases (6.90%) of drug doses categories, 2 cases (6.90%) of more drug doses categories, 0 case (0%) of adverse drug reactions categories, 2 cases (6.90%) of drug interaction categories.The incidence of Drug Related Problems (DRPs) are quite high in patients with chronic renal failure in female interna room of H. Adam Malik Medan Hospital from September to November 2015 period is Indications without drugs categories for 23 cases (79.31%).

Keywords:chronic renal failure, drug related problems, H. Adam Malik Medan

(68)

1

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA

PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG INTERNA

WANITA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE

SEPTEMBER – NOVEMBER 2015

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

UNITA WULANDARI TANJUNG

NIM 111501012

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(69)

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA

PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG INTERNA

WANITA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE

SEPTEMBER – NOVEMBER 2015

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

UNITA WULANDARI TANJUNG

NIM 111501012

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(70)

3

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA

PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG INTERNA

WANITA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE

SEPTEMBER – NOVEMBER 2015

OLEH:

UNITA WULANDARI TANJUNG

NIM 111501012

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 25 Juli 2016 Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji

Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195208241983031001 NIP 195103261978022001

Pembimbing II, Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 195208241983031001

Dra. Nurminda Silalahi, M.Si., Apt. Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 196206101992032001 NIP 198005202005012006

Yuandani, M.Si., Ph.D., Apt NIP 198303202009122004

Medan, Agustus 2016 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan ,

(71)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang

berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Drug Related Problems (DRPs) pada pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Interna Wanita RSUP H. Adam Malik Medan Periode September – November 2015”. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(72)

v

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda Maswir Tanjung dan Ibunda Ayu Witri Arwinta, serta adikku Fajar Fansuri Tanjung, Safani Trimasayu Tanjung dan Indah Pratiwi Tanjung, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti.

Penulis juga mengucapkan terimaksih kepada Abangda Devy Hermawan, serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Abangda Didi Nurhadi Illian, S.Farm., Apt., yang sudah banyak membantu penulis belajar selama penelitian dan terimaksih kepada sahabatku Dwi, Cindy, Suli, Iti, Nana, Maal, Lisa, Aini, dan Dwi L, Ayu, Akhir dan teman-teman semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Agustus 2016 Penulis,

(73)

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Unita Wulandari Tanjung

Nomor Induk Mahasiswa : 111501012 Program Studi : S-1 Reguler

Judul Skripsi : Analisis Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Interna Wanita RSUP H. Adam Malik Medan Periode September – November 2015

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dan hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya didalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat akibat kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagai mana mestinya.

Medan, Agustus 2016 Yang Membuat Pernyataan

(74)

vii

ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANG INTERNA WANITA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PERIODE SEPTEMBER – NOVEMBER 2015

ABSTRAK

Drug Related Problems(DRPs)adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada keberhasilan penyembuhan yang diinginkan pasien. Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang jumlahnya cukup tinggi di lndonesia dimana pertumbuhan penderita gagal ginjal kronik sekitar l0% per tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya angka kejadian DrugRelated Problems (DRPs) pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H.Adam Malik Medan periode September – November 2015.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifmenggunakan desain pendekatan prospektif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari catatan rekam medis seluruh pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H.Adam Malik Medan periode September – November 2015.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh total seluruh kasus DRPs sebanyak 29 kasus, dengan 23 kasus (79,31%) Indikasi tanpa obat, 0 kasus (0%) kategori obat tanpa indikasi, 0 kasus (0%) kategori obat salah, 2 kasus (6,90%) kategori dosis obat kurang, 2 kasus (6,90%) kategori dosis obat lebih, 0 kasus (0%) kategori reaksi obat merugikan, 2 kasus (6,90%)kategori interaksi obat.Angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) cukup tinggi pada pasien gagal ginjal kronik di ruang interna wanita RSUP H.Adam Malik Medan periode September – November 2015 adalah pada kategori indikasi tanpa obat yaitu 23 kasus (79,31%).

(75)

DRUG RELATED PROBLEMS ANALYSIS (DRPs) ON CHRONIC RENAL FAILURE PATIENTS IN FEMALE INTERNA ROOM AT RSUP

H.ADAM MALIK MEDAN FROM SEPTEMBER - NOVEMBER 2015 PERIOD

ABSTRACT

Drug Related Problems (DRPs) are undesirable events that related to the patient's drug therapy, and actual or potential effect on the success of healing patients process. Chronic renal failure is a higher amount of disease in Indonesia around l0% per year. The aim of this study of Drug Related Problems (DRPs) on patients with chronic renal failure in female interna room at H.Adam Malik Medan Hospital from September to November, 2015 period.

This research used descriptive method using prospective design approach. This research was conducted by collecting data from medical record of all patients with chronic renal failure in female interna room at H.Adam Malik Medan Hospital from September to November, 2015 period.

30 patients who met the inclusion criteria of DRPs had obtained 23 cases, with 23 cases (79.31%) Indications without drugs, 0 cases (0%) with no indication drug categories, 0 cases (0%) of drugs failed categories, 2 cases (6.90%) of drug doses categories, 2 cases (6.90%) of more drug doses categories, 0 case (0%) of adverse drug reactions categories, 2 cases (6.90%) of drug interaction categories.The incidence of Drug Related Problems (DRPs) are quite high in patients with chronic renal failure in female interna room of H. Adam Malik Medan Hospital from September to November 2015 period is Indications without drugs categories for 23 cases (79.31%).

Keywords:chronic renal failure, drug related problems, H. Adam Malik Medan

(76)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 7

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Drug Related Problems (DRPs) ... 8

2.1.1Pengertian DRPs ... 8

Gambar

Gambar 3.1Alur  pelaksanaan penelitian
Tabel 4.2 Klirens kreatini pasien gagal ginjalkronik di ruang interna wanita RSUP H. Adam malik Medan periode September – November 2015
Tabel 4.3 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien Gagal Ginjal Kronik
Tabel 4.4 Kategori Drug Related Problems (DRPs)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketika pendidik telah memiliki kompetensi, maka secara langsung akan berpengaruh pada proses peningkatan pendidikan, sehingga mampu melahirkan keluaran ( out put ) pendidikan

Griya Nia Hidroponik merupakan toko yang menjual peralatan hidroponik yang berada di salatiga. Saat ini Griya Nia Hidroponik belum memiliki website maupun

Untuk itu peneliti memaparkan simpulan sebagai berikut: 1.) Gambaran disiplin kerja guru di SMA Negeri 2 Sungai Ambawang sudah baik, sesuai dengan jadwal tugas dan waktu

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat kesuksesan pengenalan citra porno menggunakan metode ini sebesar 67.02% (dapat mengenali sebanyak 84 citra sebagai citra porno dari

Kondisi ekonomi pasca konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak di Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan.. Kondisi ekonomi pasca konversi hutan

Dekomposisi beberapa tanaman penutup tanah dan pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah, serta pertumbuhan dan produksi jagung pada ultisol Lampung.Thesis.. Program

dalam antenatal care akan meningkatkan tindakan pencegahan Tuberkulosis pada ibu.. hamil di Puskesmas Umbulharjo

KERANGKA PIKIRAN DAN PERUHUSAN HIPOTESIS... ANALISIS DAN