• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor yang Memengaruhi Tindakan Ibu dalam Pencarian Pengobatan dan Pemulihan Penyakit Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor yang Memengaruhi Tindakan Ibu dalam Pencarian Pengobatan dan Pemulihan Penyakit Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Tahun 2009"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINDAKAN IBU DALAM PENCARIAN PENGOBATAN DAN PEMULIHAN PENYAKIT

PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASAR MERAH

TAHUN 2008

Oleh :

NIM.051000099

Suhartini Batubara

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINDAKAN IBU DALAM PENCARIAN PENGOBATAN DAN PEMULIHAN PENYAKIT

PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASAR MERAH

TAHUN 2008

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM.051000099

SUHARTINI BATUBARA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINDAKAN IBU DALAM PENCARIAN PENGOBATAN DAN PEMULIHAN PENYAKIT

PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASAR MERAH TAHUN 2009

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM. 051000099 SUHARTINI BATUBARA

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 11 Januari 2010 dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Heldy BZ, M.P.H

NIP. 19520601 198203 1 003 NIP. 19730803 199903 2 001

Siti Khadijah Nst, SKM, M.Kes

Penguji II Penguji III

Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si

NIP. 19680320 199308 2 001 NIP. 140052649 dr. Fauzi, SKM

Medan, Maret 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Di Indonesia, penyakit pneumonia masih merupakan salah satu masalah kesehatan di masyarakat. Di Kota Medan, pneumonia merupakan penyakit ketiga dari 10 pola penyakit terbanyak di puskesmas di Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah kasus 7.885. Puskesmas Pasar Merah merupakan salah satu puskesmas di Kota Medan yang memiliki angka kasus baru tertinggi terhadap pneumonia di wilayah kerjanya yaitu 16,87%. Pada tahun 2008 penderita pneumonia di Puskesmas Pasar Merah berjumlah 377 balita (13,14%).

Jenis penelitian ini adalah explanatory research, untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga), faktor pendukung (ketersediaan sarana kesehatan, jarak ke sarana kesehatan) dan faktor pendorong (pernah tidaknya memperoleh penyuluhan/informasi tentang pneumonia dari petugas kesehatan) terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah. Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang mempunyai balita dengan pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah selama tahun 2008 yang berjumlah 377 orang, dan sampel penelitian berjumlah 79 responden dengan teknik pengambilan sampel secara acak. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan berpengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita, sedangkan faktor pekerjaan, penghasilan keluarga, ketersediaan sarana kesehatan, jarak ke sarana kesehatan dan pernah tidaknya memperoleh penyuluhan/informasi tentang pneumonia dari petugas kesehatan tidak berpengaruh terhadap tindakan ibu.

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan peran serta aktif petugas kesehatan di Puskesmas Pasar Merah dalam meningkatkan penyuluhan atau memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama pada ibu yang berpendidikan rendah.

(5)

ABSTRACT

The pneumonia disease in Indonesia is still one of the main health problems among the people. In Medan, pneumonia is the third of ten most recently diseases in the entire health centers in North Sumatra Province; with the total cases of 7.885 (seven thousand-eight hundred-eighty-five cases). The Pasar Merah health center is one of the health centers in Medan which has the highest incidents rate on pneumonia in its jurisdiction area with the level of 16.87% (sixteen-point-eighty seven percents). In the year of 2008, the number of pneumonia patients in the Pasar Merah health center were 377 babies (13.14%).

The design of this research was the explanatory research and was aimed to explain the influence of predisposing factors (education, employment, family income), enabling factors (the health services provided, the health center access) and reinforcing factors (the record of pneumonia socialization from the health representatives) to the mothers’ medical actions in seeking disease curing and rehabilitative the pneumonia disease to the under-five-year-old babies in the jurisdiction area of the Pasar Merah health center. The population of the research were the entire mothers who had under-five-year old babies that suffered from the pneumonia in the area during the year of 2008; with the total population were 377 mothers and the sampling of the research were 79 respondents with simple random sampling technique. The research instrument was using the questionnaire, and was analyzed by multiple linear regression test.

The result of research showed that the variabel of education had significant influence on the mothers’ medical actions in seeking disease curing and rehabilitative the pneumonia disease to the under-five-year-old babies; while employment, family income, the medical services provided, the health center access, and the absence of the record of pneumonia socialization from the medical representatives factors had no significant influence on the mothers’ medical actions.

Based on the result of the study, it is hoped that the health representatives work in Pasar Merah health center more actively in giving socialization activities to enrich the local people’s knowledge and horizon on health matters, especially to the low-educated mothers.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Suhartini Batubara

Tempat/Tanggal Lahir: Sorkam Kanan/01 Agustus 1987

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Datuk Naturion No.10 Sorkam Kanan

Riwayat Pendidikan : 1. TK Muhammadiyah Sorkam Kanan

2. SD Negeri Sorkam

3. MTs Swasta Darul Hikmah

4. SMU Negeri 1 Sorkam

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang menjadi tugas

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata 1 (S1) Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang berjudul “Analisis Faktor

yang Memengaruhi Tindakan Ibu dalam Pencarian Pengobatan dan Pemulihan

Penyakit Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Tahun

2009”.

Dalam menjalani proses penulisan skripsi, mulai dari awal sampai pada akhir

sehingga terwujudnya skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan oleh

berbagai pihak baik secara moril dan material. Untuk itu penulis mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membimbing dan memberikan saran dalam

pelaksanaan serta pembuatan skripsi ini, khususnya kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

(FKM) Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Departemen, dosen penasehat

akademik, dosen Metodologi Penelitian dan dosen Departemen AKK yang telah

banyak memberikan masukan dan bimbingan berupa perbaikan dalam

(8)

3. Bapak dr. Heldy BZ, MPH, selaku dosen Departemen AKK dan dosen

pembimbing I skripsi yang telah banyak memberikan masukan dalam

penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Siti Khadijah, SKM, M.Kes, selaku dosen Departemen AKK dan dosen

pembimbing II skripsi yang juga banyak memberikan masukan dalam

penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Artraida, SKM, selaku staf di Puskesmas Pasar Merah yang telah banyak

memberikan bantuan dalam penelitian skripsi ini.

6. Bapak Prof. dr. Aman Nasution, MPH, selaku dosen Departemen AKK.

7. Bapak dr. Fauzi, SKM, selaku dosen Departemen AKK.

8. Ibu Dr. Irna Marsaulina MS dan Dr.Erna selaku dosen Metodologi Penelitian.

9. Seluruh Dosen serta seluruh staf yang ada di FKM USU.

10.Kedua orangtua Irsyad Batubara (Ayahanda) dan Agustina (Ibunda)yang selalu

membimbing dan memberikan dukungan kepada penulis serta adik-adikku yang

kusayangi.

11.Teman-teman mahasiswa FKM USU stambuk 2005 : Ika, Vita, Wiwiek, Helfa,

Neri, Astri, Nina, Rahmi, dan mohon maaf saya pada teman-teman yang tidak

disebut namanya satu per satu.

12.Teman-teman mahasiswa Peminatan AKK : Ade, Franky, Yuni, Risti, Rina, Umi,

Sri, Husein, Irfani, Siska, Suaidah, kakak Mitha, kakak Fitri dan seluruh

teman-teman mahasiswa peminatan AKK.

13.Teman-teman saya yang lain : Dewi, Aisyah, Gadis, Leni dan spesial untuk

(9)

14.Semua pihak yang telah ikut memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dari skripsi ini, untuk itu

masukan yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, Desember 2009

(10)

DAFTAR ISI

Daftar Lampiran... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

2.1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit Pneumonia ... 12

2.1.6. Cara Penularan Penyakit Pneumonia ... 14

2.1.7. Pencegahan dan Penanganan Penyakit Pneumonia ... 15

2.1.8. Program Pemberantasan Penyakit ISPA ... 17

2.2. Perilaku Kesehatan ... 18

2.3.Tindakan Penanganan Penyakit ... 19

2.3.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)... 24

(11)

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 34

3.7. Teknik Analisa Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 36

4.1. Gambaran Umum Puskesmas Pasar Merah ... 36

4.1.1. Keadaan Geografis ... 36

4.1.2. Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Pasar Merah ... 36

4.1.3. Jumlah Penduduk Di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah ... 37

4.2. Deskripsi Variabel Responden ... 40

4.2.1. Deskripsi Kategori Variabel Karakteristik Umur, Suku, Agama, Pendidikan, Pekerjaan dan Penghasilan Keluarga ... 40

4.2.2. Deskripsi Variabel Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Ketersediaan Pelayanan Kesehatan, Jenis Pelayanan Kesehatan dan Jarak Pelayanan Kesehatan ... 42

4.2.3. Deskripsi Variabel Penyuluhan Berdasarkan Pernah Tidaknya Mendapat Penyuluhan Tentang Pneumonia dan Pemberi Penyuluhan ... 43

4.2.4. Deskripsi Variabel Tindakan Responden Dalam Pencarian Pengobatan dan Pemulihan Penyakit Pneumonia ... 43

4.2.5. Deskripsi Variabel Tindakan Responden Dalam Pencarian Pengobatan Terhadap Penyakit Pneumonia ... 46

4.2.6. Hasil Uji Korelasi ... 47

4.2.6. Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda ... 48

BAB V PEMBAHASAN ... 51

5.1. Variabel Yang Berpengaruh Terhadap Tindakan Ibu Dalam Pencarian Pengobatan Dan Pemulihan Penyakit Pneumonia ... 51

5.1.1. Variabel Tingkat Pendidikan ... 51

5.2. Variabel Yang Tidak Berpengaruh Terhadap Tindakan Ibu Dalam Pencarian Pengobatan Dan Pemulihan Penyakit Pneumonia ... 52

5.2.1. Variabel Pekerjaan ... 52

5.2.2. Variabel Penghasilan Keluarga ... 53

5.2.3. Variabel Ketersediaan Sarana Kesehatan ... 54

5.2.4. Variabel Jarak Sarana Kesehatan ... 55

5.2.5. Variabel Pernah Tidaknya Memperoleh Informasi/Penyuluhan Tentang Pneumonia Dari Petugas Kesehatan ... 56

5.3. Pola Pencarian Pengobatan Pneumoia Pada Balita ... 57

5.4. Keterbatasan Penelitian... 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 60

6.1. Kesimpulan ... 60

6.2. Saran ... 61

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.1. Jumlah Penderita Pneumonia Pada Balita di Puskesmas se-Kota Medan

Tahun 2008 ... 3

2.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya ... 10

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 34

3.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 34

4.1. Distribusi Tenaga Kerja di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Tahun 2008 ... 36

4.2. DistribusiPenduduk Di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008 ... 38

4.3. DistribusiPenduduk Di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Menurut Mata Pencaharian Tahun 2008 ... 39

4.4. DistribusiPenduduk Di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Menurut Suku Bangsa Tahun 2008 ... 40

4.5. Distribusi Kategori Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Suku dan Agama ... 40

4.6. Distribusi Kategori Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan, Pekerjaan dan Penghasilan ... 41

4.7. Distribusi KategoriPelayanan Kesehatan Berdasarkan Ketersediaan Pelayanan Kesehatan, Jenis Pelayanan Kesehatan dan Jarak Ke Pelayanan Kesehatan ... 42

4.8. Distribusi Kategori Penyuluhan Berdasarkan Pernah Tidaknya Mendapat Penyuluhan Tentang Pneumonia dan Pemberi Penyuluhan ... 43

4.9. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Pencarian Pengobatan dan Pemulihan Penyakit Pneumonia pada Balita ... 44

(13)

4.11. Hasil Analisis Bivariat Predisposisi, Pendukung dan Pendorong Terhadap Tindakan Ibu Dalam Pencarian Pengobatan dan

Pemulihan Penyakit Pneumonia Pada Balita ... 48

4.12. Hasil AnalisisRegresi Linear Berganda Predisposisi, Pendukung dan Pendorong Terhadap Tindakan Ibu Dalam Pencarian Pengobatan dan

Pemulihan Penyakit Pneumonia Pada Balita ... 50

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Gambar Pola Pencarian Penyakit Pneumonia

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Dekan FKM USU

Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Penelitian Dari Puskesmas Pasar Merah

(16)

ABSTRAK

Di Indonesia, penyakit pneumonia masih merupakan salah satu masalah kesehatan di masyarakat. Di Kota Medan, pneumonia merupakan penyakit ketiga dari 10 pola penyakit terbanyak di puskesmas di Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah kasus 7.885. Puskesmas Pasar Merah merupakan salah satu puskesmas di Kota Medan yang memiliki angka kasus baru tertinggi terhadap pneumonia di wilayah kerjanya yaitu 16,87%. Pada tahun 2008 penderita pneumonia di Puskesmas Pasar Merah berjumlah 377 balita (13,14%).

Jenis penelitian ini adalah explanatory research, untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan keluarga), faktor pendukung (ketersediaan sarana kesehatan, jarak ke sarana kesehatan) dan faktor pendorong (pernah tidaknya memperoleh penyuluhan/informasi tentang pneumonia dari petugas kesehatan) terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah. Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang mempunyai balita dengan pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah selama tahun 2008 yang berjumlah 377 orang, dan sampel penelitian berjumlah 79 responden dengan teknik pengambilan sampel secara acak. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan berpengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita, sedangkan faktor pekerjaan, penghasilan keluarga, ketersediaan sarana kesehatan, jarak ke sarana kesehatan dan pernah tidaknya memperoleh penyuluhan/informasi tentang pneumonia dari petugas kesehatan tidak berpengaruh terhadap tindakan ibu.

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan peran serta aktif petugas kesehatan di Puskesmas Pasar Merah dalam meningkatkan penyuluhan atau memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama pada ibu yang berpendidikan rendah.

(17)

ABSTRACT

The pneumonia disease in Indonesia is still one of the main health problems among the people. In Medan, pneumonia is the third of ten most recently diseases in the entire health centers in North Sumatra Province; with the total cases of 7.885 (seven thousand-eight hundred-eighty-five cases). The Pasar Merah health center is one of the health centers in Medan which has the highest incidents rate on pneumonia in its jurisdiction area with the level of 16.87% (sixteen-point-eighty seven percents). In the year of 2008, the number of pneumonia patients in the Pasar Merah health center were 377 babies (13.14%).

The design of this research was the explanatory research and was aimed to explain the influence of predisposing factors (education, employment, family income), enabling factors (the health services provided, the health center access) and reinforcing factors (the record of pneumonia socialization from the health representatives) to the mothers’ medical actions in seeking disease curing and rehabilitative the pneumonia disease to the under-five-year-old babies in the jurisdiction area of the Pasar Merah health center. The population of the research were the entire mothers who had under-five-year old babies that suffered from the pneumonia in the area during the year of 2008; with the total population were 377 mothers and the sampling of the research were 79 respondents with simple random sampling technique. The research instrument was using the questionnaire, and was analyzed by multiple linear regression test.

The result of research showed that the variabel of education had significant influence on the mothers’ medical actions in seeking disease curing and rehabilitative the pneumonia disease to the under-five-year-old babies; while employment, family income, the medical services provided, the health center access, and the absence of the record of pneumonia socialization from the medical representatives factors had no significant influence on the mothers’ medical actions.

Based on the result of the study, it is hoped that the health representatives work in Pasar Merah health center more actively in giving socialization activities to enrich the local people’s knowledge and horizon on health matters, especially to the low-educated mothers.

(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan

pada periode 2005-2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai

urutan pertama dalam pembangunan kesehatan. Prioritas berikutnya adalah pelayanan

kesehatan bagi masyarakat miskin, pendayagunaan tenaga kesehatan,

penanggulangan penyakit menular, penanggulangan gizi buruk dan penanganan krisis

kesehatan akibat bencana (Depkes, 2009).

Periode bawah lima tahun (balita) merupakan masa yang rawan dalam

pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga dapat menentukan banyak aspek di

kemudian hari setelah dewasa bahkan, dapat berakibat pada kematian. Sejak

dilahirkan hingga usia lima tahun merupakan periode emas tumbuh kembang anak,

namun proses perkembangan anak ini bisa terhambat oleh serangan penyakit

pneumonia, bahkan penyakit ini merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan

balita. Menurut Direktur Regional World Health Organization (WHO) Western

Pacific, selain penyebab utama kematian pada anak, pneumonia juga penyebab utama

rawat inap pada balita di mayoritas negara berkembang, padahal sebagian besar

pembiayaan rumah sakit itu tidak dijamin asuransi, tetapi harus dibayar secara tunai

sehingga meningkatkan angka kemiskinan di banyak negara di Asia (Kartasasmita,

2007).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan

(19)

tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan

mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. Sekitar 40% -60% dari kunjungan di

Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA, dari seluruh kematian yang disebabkan oleh

ISPA mencakup 20% -30%. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena

pneumonia pada bayi berumur kurang dari 2 bulan (Rasmaliah, 2004).

Laporan Subdit ISPA Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Ditjen P2M-PLP) Depkes RI tahun 2007

menyebutkan, dari 31 provinsi ditemukan 477.429 balita dengan pneumonia atau

21,52% dari jumlah seluruh balita di Indonesia. Proporsinya 35,02% pada usia di

bawah satu tahun dan 64,97% pada usia satu hingga empat tahun (Djelantik, 2008).

Pneumonia merupakan penyakit yang tergolong ke dalam ISPA dan sekitar

80-90% dari seluruh kematian ISPA adalah pneumonia. Data penderita pneumonia

pada balita berturut-turut pada tahun 2000, 2001, 2002, 2003 dan 2004 adalah sebesar

30,1%, 22,6%, 22,1%, 29,5%, dan 27,1%, meskipun terjadi penurunan bukan berarti

pneumonia tidak menjadi suatu masalah yang diabaikan begitu saja, karena angka

kesakitan pneumonia pada bayi dan balita bisa menjadi angka kematian yang akan

berdampak pada derajat kesehatan masyarakat (Depkes, 2005).

Program pengendalian ISPA menetapkan bahwa semua kasus yang ditemukan

harus mendapat tata laksana sesuai standar, dengan demikian angka penemuan kasus

ISPA juga menggambarkan penatalaksanaan kasus ISPA. Jumlah kasus ISPA

dimasyarakat diperkirakan 10% dari populasi. Target cakupan program ISPA

nasional pada pneumonia balita sebesar 76% dari perkiraan jumlah kasus, namun

(20)

Di Sumatera Utara, pneumonia merupakan penyakit ketujuh dari 10 pola

penyakit terbanyak di puskesmas Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah kasus

4.463. Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara selama tahun 2007,

ditemukan 41.291 balita menderita pneumonia dengan cakupan penemuan 32,4%

sedangkan dalam SPM tahun 2008 cakupan penemuan dan penanganan penderita

penyakit 100% pada tahun 2010 (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2008).

Di Kota Medan, pneumonia merupakan penyakit ketiga dari 10 pola penyakit

terbanyak di puskesmas se-Kota Medan dengan 7.885 kasus. Berdasarkan Profil

Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2008, kasus pneumonia pada balita di

Kota Medan selama tahun 2008 sebesar 7.885 balita. Secara rinci dapat dilihat pada

Tabel berikut :

Tabel I.1. Jumlah Penderita Pneumonia Pada Balita di Puskesmas se-Kota Medan Tahun 2008

No Puskesmas Jlh

Penderita Jlh Balita

(21)

Sambungan Tabel 1.1

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2008

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa Puskesmas Pasar Merah

merupakan puskesmas dengan insidens rate tertinggi di Kota Medan yaitu sebesar

16,87 %. Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan bulanan Puskesmas Pasar

Merah bagian Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular pada saat

melakukan survei awal, jumlah penderita pneumonia pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Pasar Merah pada tahun 2008 sebesar 377 penderita atau 13,14% dari

2.869 balita.

Tindakan ibu mempunyai peranan dalam pencegahan dan penanganan

penyakit pneumonia pada bayi dan balita. Dalam hal ini banyak faktor yang

memengaruhi tindakan tersebut baik faktor dari dalam diri sendiri seperti

pengetahuan, sikap, kepercayaan, sosial ekonomi, maupun faktor dari luar yaitu

sarana kesehatan serta sikap dan perilaku petugas. Tindakan ibu sangat berpengaruh

(22)

Menurut Weber yang dikutip oleh Sarwono (1997), individu melakukan suatu

tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas

suatu obyek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan individu ini merupakan tindakan

sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang

paling tepat.

Menurut pendapat Sarwono (1997), di negara-negara maju banyak orang yang

sangat tinggi kesadarannya akan kesehatan dan takut terkena penyakit sehingga jika

dirasakan sedikit saja kelainan pada tubuhnya, maka dia akan langsung pergi ke

dokter, padahal tidak terdapat gangguan fisik yang nyata. Di sisi lain masyarakat

tradisional memandang seseorang sakit jika orang itu kehilangan nafsu makan atau

gairah kerjanya, tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal

atau kehilangan kekuatan sehingga harus tinggal di tempat tidur.

Menurut penelitian Afifah (2001), balita yang menderita ISPA 47,1% pernah

diobati sendiri dan sisanya berobat jalan. Dari yang pernah berobat jalan, 66,3%

berobat jalan ke pelayanan kesehatan dan 33,7% berobat ke dukun. Ibu dengan

tingkat pendidikan lebih tinggi lebih banyak yang membawa anaknya berobat ke

praktik dokter dan ke rumah sakit, sedangkan ibu dengan tingkat pendidikan lebih

rendah lebih banyak yang membawa anaknya ke Puskesmas.

Menurut Notoadmodjo (2003) ada beberapa respons seseorang apabila sakit

adalah sebagai berikut :

1. Tidak bertindak /kegiatan apa-apa (no action).

(23)

3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional

remedy).

4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist

shop).

5. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modren yang diadakan oleh

pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta.

6. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modren yang diselenggarakan oleh

dokter praktek (private medicine).

Menurut Green yang dikutip oleh Sarwono (1997), perilaku dipengaruhi oleh

tiga kelompok faktor yaitu : predisposing factor atau faktor predisposisi (meliputi

pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang

terdapat dalam diri individu dan masyarakat); enabling factor atau faktor pendukung

(tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya); dan

reinforcing factor atau faktor pendorong (sikap dan perilaku petugas kesehatan).

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang analisis faktor yang memengaruhi tindakan ibu dalam

pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah

(24)

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana

faktor-faktor (faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong)

memengaruhi tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit

pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pasar merah tahun 2009.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan) terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan

penyakit pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pasar merah tahun

2009.

2. Untuk menjelaskan pengaruh faktor pendukung (ketersediaan sarana pelayanan

kesehatan dan jarak ke pelayanan kesehatan) terhadap tindakan ibu dalam

pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita di wilayah

kerja puskesmas pasar merah tahun 2009.

3. Untuk menjelaskan pengaruh faktor pendorong (Pernah tidaknya memperoleh

informasi/penyuluhan tentang penyakit pneumonia dari petugas kesehatan)

terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit

(25)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan umumnya dan

Puskesmas Pasar Merah khususnya dalam upaya Penanganan Penyakit

Pneumonia.

2. Sebagai bahan masukan atau referensi bagi pihak yang membutuhkan dalam

penelitian selanjutnya.

3. Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan penulis tentang penyakit

Pneumonia sekaligus untuk menerapkan ilmu yang diperoleh penulis selama

perkuliahan di FKM USU.

4. Sebagai informasi kesehatan bagi yang membaca skripsi peelitian ini.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pneumonia

2.1.1. Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat.

Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas

cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita

umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit,

balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih permenit, dan

bayi umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih permenit (Depkes,

1991).

Pneumonia adalah keradangan paru dimana sinus terisi dengan cairan radang,

dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding alveoli dan

rongga interstisium (Alsagaff, 2005). Pneumonia merupakan infeksi bakteri akut

ditandai dengan serangan mendadak dengan demam menggigil, nyeri pleural,

dyspnea, tachypnea, batuk produktif dengan dahak kemerahan serta lekositosis.

Serangan ini biasanya tidak begitu mendadak, khususnya pada orang tua dan hasil

foto toraks mungkin memberi gambaran awal adanya pneumonia (Chin, 2000).

2.1.2. Penyebab Pneumonia

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga

disebabkan oleh bahan-bahan lain, sehingga dikenal :

(27)

2. Pneumonia Kimiawi (chemical Pneumonitis) : Inhalasi bahan-bahan organik atau

uap kimia seperti Berillium.

3. Extrinsic allergic alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung

alergen, seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas tebu di

pabrik gula.

4. Pneumonia karena obat : Nitrofurantoin, Busulfan, Metotreksat.

5. Pneumonia karena radiasi

6. Pneumonia dengan penyebab tidak jelas : Desquamative interstitial pneumonia,

Eosinofilic pneumonia (Alsagaff, 2005).

2.1.3. Klasifikasi Pneumonia

2.1.3.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Tingkat Keparahannya

Penyakit pneumonia dibagi dalam tiga kelompok yaitu, sebagai berikut :

1. Pneumonia sangat berat : Pneumonia sangat berat ditandai dengan kesulitan

bernafas dengan stridor (ngorok), kejang, adanya nafas cepat dan penarikan

dinding dada ke dalam, anak mengalami mengi (mengeluarkan bunyi saat

menarik nafas), dan sulit menelan makanan/minuman. Pneumonia sangat berat

harus segera dirujuk baik di puskesmas ataupun rumah sakit.

2. Pneumonia berat : Pneumonia berat ditandai dengan kesulitan bernafas tanpa

stridor, nafas cepat, adanya penarikan dinding dada ke dalam, anak mengalami

mengi, dan dapat menelan makanan/minuman.

3. Pneumonia : Pneumonia ditandai dengan nafas cepat tanpa penarikan dinding

(28)

2.1.3.2. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya

Tabel 2.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya

Grup Penyebab Tipe Pneumonnia

Bakteri Streptokokus pneumonia Streptokokus piogenesis

Aktinomisetes Aktinomisetes Israeli Nokardia asteroides

Aktinomisetes pulmonal Nokardia pulmonal Fungi Kokidioides imitis

Histoplasma kapsulatum

Riketsia Koksiela burneti Q fever

Klamidia Chlamydia trachomatis Chlamydial Pneumonia

Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal Virus Influenza virus, adeno

Virus respiratory Syncytial

Pneumonia virus

Protozoa Pneumositis karini Pneumonia pneumosistis (pneumonia plasma sel) Sumber : Alsagaff, 2005.

Pneumonia timbul sesering bronkitis akut pada anak-anak, dan hampir selalu

mengikuti suatu infeksi saluran nafas bagian atas yang menyebar ke bawah dan dapat

menyebabkan timbulnya pus pada bronki, kadang-kadang terlalu kental untuk dapat

dikeluarkan dengan batuk yang biasa, dan membentuk gumpalan yang menyumbat

satu atau lebih bronki besar. Bila ini terjadi, bagian paru yang dialiri oleh bronkus

yang tersumbat itu akan kuncup, udara tidak akan dapat lagi memasukinya, kemudian

(29)

kadang-kadang Streptokok. Dengan jalan ini, pneumonia dapat terjadi pada anak yang

sebelumnya sehat atau pada perjalanan penyakit batuk rejan(Jelliffe, 1994).

Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia

Secara umum penyakit pneumonia ditandai dengan adanya serangan

mendadak dengan demam menggigil, nyeri pleural, dyspnea, tachypnea,

eosinophilia, cyanosis (kulit kebiru-biruan), adanya peningkatan IgM dan IgG, batuk

produktif dengan dahak kemerahan serta lekositosis. Pada bayi dan anak kecil,

demam, muntah dan kejang dapat merupakan gejala awal penyakit. Gejala lainnya

adalah sakit kepala, malaise, batuk biasanya paroxysmal, sakit tenggorokan,

kadang-kadang sakit didada kemungkinan pleuritis dan pada awalnya sputum sedikit

lama-lama bertambah banyak (Chin, 2000).

Sebagian dari penderita didahului dengan keradangan saluran pernafasan

bagian atas, kemudian timbul keradangan saluran pernafasan bagian bawah. Serangan

biasanya mendadak dengan perasaan menggigil disusul dengan panas badan

(100-106°F), yang tertinggi pada pagi dan sore, batuk-batuk terdapat pada 75% dari

penderita, batuk dengan berwarna merah dan kadang-kadang berwarna hijau dan

purulen, nyeri dada waktu tarik napas dalam (pleuritic pain), mialgia terutama pada

(30)

Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyakit Pneumonia Faktor Agent (Bibit Penyakit)

Menurut Yusuf yang dikutip oleh Putri (2006), Hasil penelitian fungsi paru di

negara berkembang menunjukkan bahwa kasus pneumonia berat pada anak

disebabkan oleh bakteri yang biasanya adalah Streptococcus pneumonia atau

Haemophillus influenza. Penyebab lain adalah Staphylococcus aureus, Bordetella

pertusis, Mycoplasma pneumonia.

Menurut Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan Pemukiman (Dirjen P2M dan PLP) tahun 1992, sebelumnya jenis bakteri

yang sering dilaporkan sebagai penyebab ISPA bawah terbatas pada Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae,

Mycoplasma pneumoniae. Tetapi sejak 15 tahun belakangan ini telah terjadi

perubahan besar bakteri penyebabnya, diantaranya adalah Moraxella, Legionella

pneumophilia, dan Chlamydia pneumonia (Sibarani, 1996)

Faktor Host (Pejamu)

1. Umur

Menurut Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan Pemukiman (Dirjen PPM dan PLP) tahun 2005, didapatkan 600.720

kasus pneumonia pada balita, dengan jumlah kematian 204 balita yang terdiri dari

(31)

2. Jenis Kelamin

Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995

melaporkan prevalensi Balita dengan batuk dan nafas cepat pada anak laki-laki lebih

tinggi dari pada anak perempuan yaitu sebesar 9,4% dan 8,5%.

3. Status Gizi

Menurut penelitian Sihadi (2000), pasien gizi yang menderita infeksi saluran

pernafasan atas (ISPA) pada awal kunjungan senilai 24,0%, dan pada kunjungan ke

12 menjadi 28,6%. Dan untuk penyakit infeksi saluran pernafasan bawah (ISPB)

terjadi penurunan. Jika diawal kunjungan jumlah anak balita gizi buruk yang

menderita ISPB sebesar 75,8%, maka pada kunjungan ke 12 menjadi 33,8%.

4. Status ASI

Bayi usia 0-11 bulan yang tidak diberi ASI mempunyai risiko 5 kali lebih

besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan bayi yang memperoleh ASI

ekslusif. Bayi yang tidak diberi ASI menyebabkan terjadinya defisiensi zat besi. Ini

yang menjadikan risiko kematian karena ISPA sangat besar dibandingkan bayi yang

secara eksklusif memperoleh ASI dari si ibu (Kartasasmita, 2004).

5. Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Menurut Alisjahbana yang dikutip oleh Putri (2006), BBLR yang berhasil

melewati masa kritis dalam periode neonatal menunjukkan resiko untuk kejadian

cacat termasuk gangguan perkembangan neurologist, cacat bawaan, gangguan

pernafasan, atau komplikasi yang didapat karena perawatan intensif. Bayi dengan

(32)

dibandingkan bayi dengan berat badan lahir normal, hal tersebut merupakan

penyebab tingginya angka kematian bayi (Elizawarda, 2004).

Faktor Environment (Lingkungan)

1. Status Ekonomi

Menurut penelitian yang dilakukan Kamagi tahun 2009, balita yang memiliki

keluarga dengan kategori keluarga sejahtera III memiliki risiko 0,051 dan 0,136

kali lebih kecil untuk terkena pneumonia daripada balita yang memiliki keluarga

dengan kategori keluarga sejahtera I dan II.

2. Kepadatan Hunian Rumah

Menurut penelitian yang dilakukan Kamagi tahun 2009, kepadatan hunian dalam

rumah memiliki pengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita dengan besar

risiko 5,95 kali lebih besar.

3. Musim

Menurut Cissy B. Kartasasmita yang dikutip oleh Sibarani (1996) diketahui

bahwa insiden ISPA lebih tinggi secara bermakna dalam musim hujan

(masing-masing musim hujan 56% dan musim kemarau 45%). Pengaruh musim juga

dikemukakan oleh Denoy, yang menyatakan bahwa di daerah tropis lebih banyak

ISPA waktu musim hujan.

Cara Penularan Penyakit Pneumonia

Pada umumnya penyakit pneumonia ditularkan melalui percikan ludah,

(33)

terkontaminasi oleh discharge saluran pernafasan (Chin, 2000). Menurut Himawan

yang dikutip oleh Putri (2006), cara penyebaran infeksi penyakit pneumonia ada dua ,

yaitu :

a. Melalui Aerosol (mikroorganisme yang melayang di udara) yang keluar pada

saat batuk dan bersin.

b. Melalui kontak langsung dari benda yang telah tercemar mikroorganisme

penyebab (hand to hand transmission).

Dari beberapa penelitian klinik, laboratorium dan penelitian lapangan,

diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya kontak hand to hand merupakan modus

terbesar bila dibandingkan dengan cara penularan aerosol.

Pencegahan dan Penanganan Penyakit Pneumonia Pencegahan Penyakit Pneumonia

Pencegahan Pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit

Pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit

pneumonia :

1. Jauhkan anak dari penderita batuk

2. Mintakan imunisasi lengkap

3. Berilah makanan bergizi setiap hari

4. Jagalah kebersihan tubuh, makanan dan lingkungan(Depkes 1991).

Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar

dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran

(34)

sebagian besar mereka jadi pneumonia karena malnutrisi. Perbaikan mutu gizi akan

diikuti dengan penurunan angka infeksi saluran nafas yang berat (Jelliffe, 1994).

2.1.7.2. Penanganan Penyakit Pneumonia

Jika anak batuk pilek rawatlah anak di rumah dengan cara berikut yaitu:

1. Jika anak panas, beri minum obat Parasetamol atau kompres dengan air dingin.

Pemberian Parasetamol dengan aturan setengah tablet untuk usia 3 sampai 5 tahun

dan seperempat tablet untuk usia 6 bulan sampai 3 tahun dengan cara dihaluskan

sebelum diminum

2. Jika anak batuk, berikan obat batuk yang dianjurkan petugas kesehatan.

3. Jika hidungnya tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidungnya dengan sapu

tangan yang bersih

4. Selama anak dirawat di rumah :

a. Tetap berikan ASI dan makanan. Bila muntah, usahakan anak mau makan

lagi, berikan makanan sedikit-sedikit tapi sering

b. Beri minum lebih banyak dari biasanya

c. Jangan pakaikan selimut atau pakaian tebal selama badan anak masih panas

d. Awasi adanya tanda-tanda penyakit bertambah parah yaitu anak tidak mau

minum, napasnya sesak dan cepat (Depkes, 1991).

Obat pilihan masih penisilin 300.000-600.000 U Pen.Proc, 1-2 kali/hari

selama 7-10 hari atau 300.000 U aqueous penisilin 2-4 kali/hari. Tidak ada bukti yang

(35)

kateter nasal atau masker pada penderita dengan pneumonia yang luas disertai

sianosis (Alsagaff, 2005).

Terapi mencakup tindakan penunjang, pemberian oksigen tambahan,

antibiotika, dan ventilasi mekanik bila terjadi kegagalan respirasi. Terapi

antimikrobial berspektrum luas empirik hendaknya juga mencakup pneumonia

aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Amphotericin sering ditambahkan bila pasien

tidak memberi respon terhadap terapi antimikrobial initial, terutama bila terdapat

tanda-tanda kolonisasi dan infeksi jamur superficial. Namun demikian sebaliknya

dilakukan diagnosis jaringan untuk infeksi jamur invasif (Woodley, 1992).

Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA

Program P2 ISPA merupakan program yang menangani masalah ISPA yang

ditujukan pada kelompok Balita.

a. Mengumpulkan dan menganalisa data penyakit

b. Melaporkan kasus penyakit menular

c. Menyembuhkan penderita sehingga tidak lagi menjadi sumber infeksi

d. Pemberian imunisasi

e. Pemberantasan vektor

f. Memberikan penyuluhan kesehatan.

Masalah yang menjadi prioritas untuk ditanggulangi adalah pneumonia

beserta komplikasinya. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus kegiatan

(36)

masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi

tentang penanggulangan pneumonia (Sibarani, 1996).

Perilaku Kesehatan

Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang pada

dasarnya menyangkut dua aspek fisik, seperti misalnya tersedianya sarana kesehatan

dan pengobatan penyakit, sedangkan yang kedua adalah aspek non fisik yang

menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar

terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat. Penilaian individu terhadap

status kesehatannya ini merupakan salah satu faktor yang menentukan perilakunya,

yaitu perilaku sehat jika dia menganggap dirinya sehat, dan perilaku sakit jika merasa

dirinya sakit (Sarwono, 1997).

Menurut Skiner yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003), perilaku kesehatan

adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan

sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta

lingkungan. Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga

kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit.

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,

(37)

Yaitu menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit

dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri

(self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak

memengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang

mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri.

2.3. Tindakan Penanganan Penyakit

Pandangan setiap orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit, sifatnya

tidaklah selalu obyektif. Bahkan lebih banyak unsur subyektif dalam menentukan

kondisi tubuh seseorang. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas

kesehatan sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan.

Kadang-kadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang

tersedia sebab dia tidak merasa mengidap penyakit, atau jika siindividu merasa bahwa

penyakitnya itu disebabkan oleh mahkluk halus, maka dia akan memilih untuk

berobat kepada orang pintar yang dianggap mampu mengusir mahkluk halus tersebut

dari tubuhnya sehingga penyakitnya itu akan hilang (Sarwono, 1997).

Di negara-negara seperti Indonesia masih ada satu tahap lagi yang dilewati

banyak penderita sebelum mereka datang ke petugas kesehatan, yakni pergi berobat

ke dukun atau ahli-ahli pengobatan tradisional lainnya. Oleh sebab itu petugas

(38)

Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu

yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Sedangkan perilaku sehat adalah

tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya

(Sarwono, 1997).

Menurut Mantra yang dikutip oleh Sarwono (1997), masyarakat memiliki hak

dan potensi untuk memilih hal-hal/tindakan yang berkaitan dengan kesehatannya

sendiri, dan disertai dengan instink untuk mempertahankan hidupnya, maka hak dan

potensi ini mendorong individu/masyarakat untuk melakukan sesuatu guna

menangani masalah kesehatan mereka.

Menurut Mechanic yang dikutip oleh Sarwono (1997), proses yang terjadi

dalam diri individu sebelum dia menentukan untuk mencari upaya pengobatan.

Banyak faktor yang menyebabkan orang bereaksi terhadap penyakitnya, antara lain :

1. Dikenalinya atau dirasakannya gejala-gejala/tanda-tanda yang menyimpang dari

keadaan biasa.

2. Banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya.

3. Dampak gejala itu terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja dan

dalam kegiatan sosial lainnya.

4. Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak dan persistensinya.

5. Nilai ambang dari mereka yang terkena gejala itu (kemungkinan individu untuk

diserang penyakit itu).

6. Informasi, pengetahuan dan asumsi budaya tentang penyakit itu.

(39)

8. Adanya kebutuhan untuk bertindak/berperilaku mengatasi gejala sakit itu.

9. Tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai sarana tesebut, tersedianya

biaya dan kemampuan untuk mengatasi stigma dan jarak sosial (rasa malu, takut,

dsb).

Menurut Notoadmodjo (2003) ada beberapa respons seseorang apabila sakit

adalah sebagai berikut :

7. Tidak bertindak /kegiatan apa-apa (no action).

8. Tindakan mengobati sendiri.

9. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional

remedy).

10.Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist

shop).

11.Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modren yang diadakan oleh

pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta.

12.Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modren yang diselenggarakan oleh

dokter praktek (private medicine).

Menurut Suchman yang dikutip oleh Sarwono (1997), ada beberapa pola

proses pencarian pengobatan dari segi individu maupun petugas kesehatan. Menurut

pendapatnya, terdapat lima macam reaksi dalam proses mencari pengobatan, yaitu :

1. Shopping adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan

seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai dengan

(40)

2. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada

lokasi yang sama. Contoh : berobat ke dokter sekaligus ke sinse dan ke dukun.

3. Procrastination ialah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala

penyakitnya sudah dirasakan.

4. Self medication ialah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan

atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.

5. Discontinuity adalah penghentian proses pengobatan.

Menurut Suchman yang dikutip oleh Sarwono (1997), dalam menentukan

reaksi/tindakannya sehubungan dengan gejala penyakit yang dirasakannya, individu

berproses melalui tahap-tahap berikut ini :

a. Tahap pengenalan gejala. Pada tahap ini individu memutuskan bahwa dirinya

dalam keadaan sakit yang ditandai dengan rasa tidak enak dan keadaan itu

dianggap dapat membahayakan dirinya.

b. Tahap asumsi peranan sakit. Individu mulai mencari pengakuan dari kelompok

acuannya (keluarga, tetangga, teman sekerja) tentang penyakitnya.

c. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan. Disini individu mulai menghubungi

sarana kesehatan sesuai dengan pengalamannya atau dari informasi yang

diperoleh dari orang lain.

d. Tahap ketergantungan penderita. Individu memutuskan bahwa dirinya, sebagai

orang yang sakit dan ingin disembuhkan, harus menggantungkan diri dan pasrah

(41)

e. Tahap penyembuhan atau rehabilitasi. Dalam hal ini penderita melepaskan diri

dari peranannya sebagai orang sakit dan berusaha memulihkan fungsi sosialnya

meskipun tidak optimal.

Menurut Green yang dikutip oleh Sarwono (1997) mengatakan bahwa

kesehatan individu/masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor

perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku. Faktor perilaku ditentukan oleh tiga

kelompok faktor yaitu faktor-faktor predisposisi, pendukung dan pendorong.

1. Faktor predisposisi (predisposing factor) mencakup pengetahuan, sikap,

kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri

individu dan masyarakat.

2. Faktor pendukung (enabling factor) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan

dan kemudahan untuk mencapainya. Menurut Blum, perilaku lebih besar

perannya dalam menentukan pemanfaatan sarana kesehatan dibanding dengan

penyediaan sarana kesehatan itu sendiri. Pengalaman menunjukkan bahwa

penyediaan dan penambahan sarana kesehatan tidaklah selalu diikuti oleh

peningkatan pemanfaatan sarana-sarana tesebut.

3. Faktor pendorong (reinforcing factor) adalah sikap dan perilaku petugas

kesehatan.

Tokoh kunci dalam proses pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit ialah

petugas kesehatan, atau lebih khusus lagi adalah dokter. Bagi masyarakat awam

seorang dokter dianggap mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk

mendiagnosa dan menyembuhkan penyakit sehingga dia berwewenang

(42)

Hambatan yang paling besar dirasakan adalah faktor pendukungnya (enabling

factor). Dari penelitian-penelitian yang ada terungkap, meskipun kesadaran dan

pengetahuan masyarakat sudah tinggi tentang kesehatan, namun praktek tentang

kesehatan atau perilaku hidup sehat masyarakat masih rendah, setelah dilakukan

pengkajian oleh WHO, terutama di negara-negara berkembang, ternyata faktor

pendukung atau sarana dan prasarana tidak mendukung masyarakat untuk berperilaku

sehat (Notoatmodjo, 2003).

2.3.1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor pemudah mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, pendidikan,

pekerjaan, penghasilan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat

dalam diri individu dan masyarakat.

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi didasari oleh pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long

lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan

kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoadmodjo, 2003).

2. Sikap

Menurut Sarwono (1997), sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan

(43)

tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional/afektif (senang, benci, sedih,

dan sebagainya), disamping komponen kognitif (pengetahuan tentang objek) serta

aspek konatif (kecendrungan bertindak). Sikap seseorang dapat berubah dengan

diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut.

Menurut Newcomb yang dikutip oleh Sibarani (1996), sikap merupakan

kesiapan atau kesediaaan untuk bertindak, dan merupakan suatu tindakan atau

aktivitas akan tetapi, merupakan predisposisi tindakan. Sikap masih merupakan reaksi

terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap

objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

3. Pendidikan

Menurut Notoadmodjo yang dikutip oleh Nainggolan (2008) menyatakan

bahwa orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai

pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal

yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan

pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut penelitian

yang dilakukan Sibarani (1996), seseorang yang berpendidikan lebih tinggi

cenderung bertindak lebih baik.

4. Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktifitas yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Sibarani,

1996). Menurut Anderson yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003), menyatakan

bahwa struktur sosial yang salah satu diantaranya adalah pekerjaan menentukan

(44)

5. Penghasilan

Penghasilan sangat memengaruhi status ekonomi keluarga. Status ekonomi

yang lebih tinggi cenderung memberi kemudahan bagi seseorang dalam melakukan

tindakan yang lebih baik dalam kesehatan, seperti kemudahan mendapatkan

pelayanan kesehatan (Sibarani, 1996). Menurut Kartasasmita yang dikutip oleh

Nainggolan (2008), status sosial ekonomi dianggap sebagai salah satu faktor risiko

penting untuk pneumonia, karena penderita pneumonia pada anak banyak ditemukan

pada kelompok keluarga dengan sosial ekonomi rendah.

2.3.2. Faktor Pendukung (Enabling Factor)

Faktor pendukung mencakup tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan

kemudahan untuk mencapainya. Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi

bahwa masyarakat membutuhkannya. Namun kenyataannya masyarakat baru mau

mencari pengobatan (pelayanan kesehatan) setelah benar-benar tidak dapat berbuat

apa-apa. Oleh karena itu pengetahuan dan kesadaran yang tinggi sangat dibutuhkan

untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. (Notoadmodjo, 2003).

Menurut Nainggolan (2008) yang mengutip pendapat Dever menyatakan

bahwa keterjangkauan/jarak merupakan salah satu faktor yang memengaruhi

(45)

2.3.3. Faktor Pendorong (Reinforcing Faktor)

Faktor pendorong (reinforcing factor) meliputi sikap dan perilaku petugas

kesehatan. Dalam hal ini dapat diukur dengan frekuensi pemberian

informasi/penyuluhan tentang pneumonia kepada masyarakat.

1. Informasi/Penyuluhan tentang pneumonia dari petugas kesehatan

Tujuan akhir dari program kesehatan adalah menumbuhkan perilaku sehat

dalam masyarakat. Dan salah satu fungsi petugas kesehatan adalah memberikan

informasi/penyuluhan kesehatan. Dalam bidang kesehatan tugas ini merupakan tugas

utama dari pendidik/penyuluh kesehatan. Penyuluhan kesehatan pada dasarnya ialah

suatu proses mendidik individu/masyarakat supaya mereka dapat memecahkan

masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya (Sarwono, 1997).

Menurut Notoadmodjo dan Sarwono yang dikutip oleh Sarwono (1997)

mengatakan, upaya mengubah perilaku dapat digolongkan menjadi tiga cara yaitu :

1. Menggunakan kekuasaan/kekuatan

2. Memberikan informasi

3. Diskusi dan partisipasi

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka kerangka konsep penelitian adalah

(46)

Variabel Independen

Variabel dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep tersebut dapat didefinisikan konsep-konsep

yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Faktor predisposisi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan unsur-unsur

yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat yang meliputi : pendidikan,

pekerjaan dan penghasilan.

2. Faktor pendukung adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat

pelayanan kesehatan, yaitu ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan jarak ke

pelayanan kesehatan. - Jarak ke pelayanan

(47)

3. Faktor pendorong adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan petugas

kesehatan, dalam hal ini mencakup pernah tidaknya memperoleh

informasi/penyuluhan tentang penyakit pneumonia dari petugas kesehatan

2.5. Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh variabel faktor predisposisi (pendidikan, pekerjaan dan

penghasilan) terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan

penyakit pneumonia pada balita.

2. Ada pengaruh variabel faktor pendukung (ketersediaan sarana pelayanan

kesehatan dan jarak ke sarana pelayanan kesehatan) terhadap tindakan ibu dalam

pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit pneumonia pada balita.

3. Ada pengaruh variabel faktor pendorong (pernah tidaknya memperoleh

informasi/penyuluhan tentang penyakit pneumonia dari petugas kesehatan)

terhadap tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey dengan tipe explanatory research yaitu

untuk menjelaskan pengaruh antara variabel penelitian melalui pengujian hipotesa

dengan menganalisa data yang ada (Singarimbun, 1995).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober tahun 2009 di wilayah kerja

Puskesmas Pasar Merah Kecamatan Medan Kota dengan 4 kelurahan yaitu kelurahan

Teladan Timur, kelurahan Pasar Merah Barat, kelurahan Kota Matsum III dan

kelurahan Sei Rengas I. Lokasi tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa

Puskesmas Pasar Merah adalah puskesmas dengan angka insidens rate pneumonia

tertinggi di Kota Medan.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita

dengan pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah selama tahun 2008 yang

berjumlah 377 orang.

3.3.2. Sampel

Notoadmodjo (2002) mengatakan bahwa untuk populasi kecil atau lebih kecil

(49)

N n =

1 + N (d²)

Dimana : N = Besar populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (10%=0,1)

377

n =

1 + 377 (0,1²)

377

n = = 79,04

1 + 377 (0,01)

Dari hasil perhitungan di atas didapat besar sampel sebanyak 79,04 atau

dibulatkan menjadi 79 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan

metode simple random sampling.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh melalui dua cara, yaitu :

1. Data primer : yaitu data yang diperoleh dengan melakukan wawancara langsung

kepada responden dengan menggunakan kuesioner.

2. Data sekunder : yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait, antara lain Dinas

Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Pasar Merah.

3.5. Definisi Operasional

Dari beberapa variabel penelitian ini maka dapat didefinisikan sebagai

(50)

1. Tingkat pendidikan adalah lembaga pendidikan formal yang pernah ditempuh

responden berdasarkan ijazah terakhir, yaitu tidak sekolah/tidak tamat SD,

SD, SLTP, SMU, Akademi, Sarjana.

2. Pekerjaan adalah sumber mata pencarian responden untuk memenuhi

kebutuhan hidup keluarganya, yaitu : tidak bekerja (ibu rumah tangga) dan

bekerja.

3. Penghasilan keluarga adalah jumlah uang yang diterima keluarga responden

setiap bulan, dikategorikan berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP)

sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara

No.561/4213/K/tahun 2008 tentang penetapan UMP Sumatera Utara yakni :

a. Penghasilan di bawah UMP (<Rp.905.000,-)

b. Penghasilan di atas atau sama dengan UMP (≥Rp. 905.000,-)

4. Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan adalah tempat pelayanan kesehatan

yang ada di sekitar tempat tinggal resonden yang dapat dijangkau oleh

responden bila terdapat gejala pneumonia pada balita meliputi : tidak tersedia

dan tersedia (puskesmas, rumah sakit, balai pengobatan, poliklinik, praktik

dokter atau bidan swasta dan sebagainya).

5. Jarak ke pelayanan kesehatan adalah persepsi responden terhadap kemampuan

untuk memperoleh layanan kesehatan secara geografi.

6. Pernah tidaknya memperoleh informasi/penyuluhan tentang penyakit

pneumonia dari petugas kesehatan adalah responden pernah atau tidak pernah

diberikan informasi/penyuluhan oleh petugas kesehatan (dokter, bidan dan

(51)

7. Tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan pemulihan penyakit

pneumonia pada balita adalah segala upaya yang dilakukan responden dalam

pencarian pengobatan dan pemulihan pada saat balita menderita penyakit

pneumonia, Tindakan terdiri dari 5 pertanyaan yang diukur dengan metode

skoring yang telah diberi bobot 1-3 dan dikelompokkan ke dalam 3 kriteria

yaitu :

a. Tindakan baik, apabila ibu membawa balita ke pelayanan kesehatan dalam

waktu 1x24 jam dan melakukan perawatan dengan baik di rumah atau

berada pada skor 11-15.

b. Tindakan sedang, apabila ibu hanya memberi obat kepada balita dalam

waktu 1x24 jam dan melakukan perawatan yang kurang baik di rumah

atau berada pada skor 8-10.

c. Tindakan buruk, apabila ibu tidak melakukan apa-apa pada balita dalam waktu 1x24 jam dan melakukan perawatan yang tidak baik di rumah atau

berada pada skor 5-7.

3.6. Aspek Pengukuran

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas

Variabel bebas terdiri dari faktor predisposisi (meliputi pendidikan, pekerjaan

dan penghasilan), faktor pendukung (ketersediaan sarana kesehatan dan

keterjangkaun meliputi ketersedian sarana kesehatan dan jarak ke sarana kesehatan)

(52)

penyakit pneumonia dari petugas kesehatan). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel

3.1. sebagai berikut :

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas

No

Variabel Jumlah

Indikator Kriteria Bobot Skor

Skala

6 Pernah tidaknya memperoleh

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat

Variabel terikat berupa tindakan ibu dalam pencarian pengobatan dan

pemulihan penyakit pneumonia pada balita dengan menggunakan skala interval.

Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.2. sebagai berikut :

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat

No

Variabel Jumlah

Indikator Kriteria Bobot Skor

(53)

3.7. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dilakukan dengan menggunakan uji regresi linier

berganda dengan α=0,05 yang ditujukan untuk mengetahui pengaruh beberapa

variabel bebas terhadap variabel terikat. Berikut adalah model persamaan regresi

linier berganda yaitu:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + e

Dimana :

Y = Variabel dependen

X = Variabel independen

a = Intercep, perkiraan besarnya rata-rata variabel Y ketika nilai variabel X=0

b = Slope, perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila nilai X berubah

satu unit pengukuran

e = Nilai kesalahan (error) yaitu selisih antara nilai Y individual yang teramati

(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Pasar Merah 4.1.1 Keadaan Geografis

Luas Puskesmas Pasar Merah 161,5 Ha dengan wilayah kerja terdiri dari 4

kelurahan. Kelurahan yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah yaitu

Teladan Timur, Pasar Merah Barat, Kota Matsum III dan Sei Rengas I. Puskesmas

Pasar Merah berbatasan dengan:

Sebelah Barat : Kelurahan Teladan Timur

Sebelah Timur : Kelurahan Desa Binjai

Sebelah Utara : Kelurahan Pasar Merah Barat

Sebelah Selatan : Kelurahan Teladan Timur dan Desa Binjai

4.1.2 Jumlah Tenga Kesehatan di Puskesmas Pasar Merah Tahun 2008

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa tenaga kerja yang paling banyak

adalah perawat sebanyak 5 orang, bidan sebanyak 4 orang, Dokter umum sebanyak 3

orang, asisten apoteker sebanyak 2 orang dan selebihnya 1 orang. Jumlah keseluruhan

tenaga kerja di Puskesmas Pasar Merah adalah 20 orang.

Tabel 4.1. Distribusi Tenaga Kerja di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Tahun 2008

NO Tenaga Kerja Jumlah

1 Dokter umum 3

2 Dokter gigi 1

3 SKM 1

(55)

Sambungan Tabel 4.1

NO Tenaga Kerja Jumlah

5 Perawat 5

6 Perawat gigi 1

7 Asisten apoteker 2

8 SPAG 1

9 Analisis 1

10 S. Sos 1

Jumlah 20

Sumber : Profil Puskesmas Pasar Merah Tahun 2008

4.1.3 Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Tahun 2008

Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah pada tahun 2008 tersebar

di 4 kelurahan dengan jumlah penduduk sebesar 33.881 jiwa. Jumlah penduduk

tertinggi terdapat di Kelurahan Teladan Timur yaitu sebesar 13758 dan yang terkecil

terdapat di kelurahan Pasar Merah Barat yaitu sebesar 4910 jiwa.

4.1.3.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk perempuan di wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah

sebesar 17.057 jiwa, dan jumlah penduduk laki-laki sebesar 16.824 jiwa.

Jumlah penduduk keseluruhan laki-laki dan perempuan adalah 33.881 jiwa.

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki tertinggi

terdapat di Kelurahan Teladan Timur yaitu sebesar 6.710 jiwa, jumlah penduduk

laki-laki yang terendah terdapat di Kelurahan Pasar Merah Barat yaitu sebesar 3.087 jiwa.

(56)

sebesar 7.048 jiwa, jumlah penduduk perempuan terendah terdapat di Kelurahan

Pasar Merah Barat yaitu sebesar 1.823 jiwa.

Berikut adalah tabel distribusi penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pasar

Merah tahun 2008 menurut jenis kelamin :

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Menurut Jenis Kelamin Tahun 2008

No Kelurahan Luas

Sumber : Profil Puskesmas Pasar Merah Tahun 2008

4.1.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa mata pencaharian tertinggi di

wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah tahun 2008 adalah pegawai swasta yaitu

sebesar 2465 jiwa, dan mata pencaharian terendah adalah buruh yaitu sebesar 153

jiwa. Mata pencaharian di Kelurahan Teladan Timur tertinggi adalah pegawai swasta

yaitu sebesar 650 jiwa, dan yang terendah adalah mata pencaharian buruh yaitu

sebesar 91 jiwa.

Mata pencaharian di Kelurahan Pasar Merah Barat tertinggi adalah

(57)

pedagang yaitu sebesar 4 jiwa. Mata pencaharian di Kelurahan Kota Matsum III

tertinggi adalah pegawai swasta yaitu sebesar 1681 jiwa, dan yang terendah adalah

mata pencaharian PNS yaitu sebesar 7 jiwa. Mata pencaharian di Kelurahan Sei

Rengas I tertinggi adalah pedagang yaitu sebesar 600 jiwa, dan yang terendah adalah

pensiunan yaitu sebesar 7 jiwa.

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Berdasarkan Pekerjaan Tahun 2008

No Mata

Sumber : Profil Puskesmas Pasar Merah Tahun 2008

4.1.3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa suku tertinggi di wilayah kerja

Puskesmas Pasar Merah adalah suku Batak yaitu sebesar 9.343 jiwa (27,58%) dan

Gambar

Tabel I.1. Jumlah Penderita Pneumonia Pada Balita di Puskesmas
Tabel 2.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini adalah survei dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh faktor predisposisi dan pemungkin terhadap keinginan ibu hamil

Jenis penelitian ini adalah survey dengan tipe explanatory, yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh persepsi ibu tentang program (tujuan, kegiatan dan pemantauan)

Jenis penelitian ini adalah explanatory research atau penelitian penjelasan yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik (pendidikan, pendapatan keluarga, pengetahuan,

Jenis penelitian ini adalah explanatory research atau penelitian penjelasan yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik (pendidikan, pendapatan keluarga, pengetahuan,

Jenis penelitian ini adalah explanatory research atau penelitian penjelasan yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik (pendidikan, pendapatan keluarga, pengetahuan,

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan explanatory research yang bertujuan menjelaskan faktor yang memengaruhi ibu hamil dalam pemanfaatan

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan explanatory research yang bertujuan menjelaskan faktor yang memengaruhi ibu hamil dalam pemanfaatan