• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Teknis Pemeliharaan Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Rakyat Di Desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Teknis Pemeliharaan Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Rakyat Di Desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN SAPI PERAH FRIESIAN

HOLSTEIN PETERNAKAN RAKYAT DI DESA CIBEUREUM

CISARUA KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI RIKA JULIANI

(2)

RINGKASAN

Rika Juliani. D14061007. 2011. Evaluasi Teknis Pemeliharaan Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Rakyat di Desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr. Pembimbing Anggota : Ir. Andi Murfi, M.Si.

Produktifitas sapi perah dapat ditingkatkan dengan perbaikan dari genetik, lingkungan serta manajemen pemeliharaan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi pengetahuan teknis beternak peternak sapi perah di Desa Cibeureum. Penelitian dilakukan di Desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor karena daerah ini cocok untuk pemeliharaan sapi perah, sumber daya alam yang cukup serta minat untuk usaha peternakan sapi di Desa Cibeureum masih tinggi.

Penelitian dilakukan selama 6 bulan dari bulan Maret sampai Agustus 2010. Metode yang digunakan adalah metode survei, dengan jumlah sampel (peternak sebagai responden) sebanyak 40 orang. Parameter yang diamati yaitu struktur kepemilikan ternak, karakteristik peternak, cara pembibitan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan serta kesehatan hewan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disusun berdasarkan Dirjen Peternakan (1983). Data primer didapat dengan wawancara menggunakan kuesioner, teknik observasi dan pengukuran langsung di lapangan (pengukuran lingkar dada, produksi susu, dan pakan yang diberikan). Data sekunder didapatkan dari kantor Kepala Desa dan KUD Giri Tani Desa Cibeureum. Data dianalisa secara deskriptif dan menggunakan uji chi-square (X2).

Hasil analisis yang didapatkan yaitu penerapan teknis pemeliharaan sapi perah di Desa Cibeureum masih kurang sesuai dengan yang diharapkan. Karakteristik peternak berdasarkan usia dan pengalaman beternak di Desa Cibeureum sudah cukup baik hanya saja tingkat pendidikan dari peternak masih kurang. Rataan kepemilikan ternak masih jauh dari nilai ekonomis. Penerapan aspek pemeliharaan dari yang paling rendah sampai tinggi yaitu pembibitan dan reproduksi (75,42%), kandang dan peralatan (77,6%), pengelolaan (86,5%), kesehatan hewan (86,5%) dan tertinggi makanan ternak (88,85%). Perlunya perhatian yang lebih pada pembibitan dan reproduksi terutama dalam cara penyeleksian sapi perah sehingga diharapkan produktifitas ternak dapat meningkat.

(3)

ABSTRACT

Technical Evaluation of Dairy Management Friesian Holstein in Small Holder Dairy Farm at Cibeureum Cisarua Bogor

Juliani, R., B.P. Purwanto, and A. Murfi

This research was conducted to evaluate Farming practices of small holder (breeding and reproduction, feeding, management, housing and equipment, and animal health) at dairy farm Cibeureum located in Cisarua Bogor. This research was carried out from March to August 2010. Data were collected from 40 farms using survey method based on field observation, interview with farmers, and direct measurement. Secondary data were collected from local subdistrict and Giri Tani cooperative. The data were frequency tabulated and analyzed using. The the differences between observation and expectation value were analyzed ysing chi-square test (X2). The result showed that farmers knowledge and skills of dairy farming practices were lower than expectated value for breeding and reproduction (75,42%), selection method (34,37%). Therefore, improving farmers knowledge and skill and skill on the most critical point such as cattle selection can be used as a strategy to improve productivity on their farms.

Key words: Dairy cattle, dairy management, impact points, Cibeureum

(4)

EVALUASI TEKNIS PEMELIHARAAN SAPI PERAH FRIESIAN

HOLSTEIN PETERNAKAN RAKYAT DI DESA CIBEUREUM

CISARUA KABUPATEN BOGOR

RIKA JULIANI D14061007

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul : Evaluasi Teknis Pemeliharaan Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Rakyat di Desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor

Nama : Rika Juliani

NIM : D14061007

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Ir. Bagus P Purwanto, M.Agr.) (Ir. Andi Murfi, M.Si.) NIP: 19600503 198503 1 003 NIP: 19631229 198903 1 002

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP. 19591212 198603 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1989 di Sukabumi, Jawa Barat.

Penulis adalah anak kedua dari enam bersaudara.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SDN Ir. H. Djuanda Kota

Sukabumi. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di

SMP Islam Al-Azhar 07 Kota Sukabumi dan pendidikan lanjutan menengah atas

diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi. Penulis diterima

sebagai mahasiswa pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI), di Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selama mengikuti pendidikan di Tingkat Persiapan Bersama, penulis aktif di

Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi Mahasiswa (Kopma). Penulis juga aktif dalam

kepanitiaan di IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum ilmu teknologi

pengolahan daging. Selain aktif dalam keorganisasian intra kampus, penulis juga

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa di panjatkan kepada Allah SWT, karena atas

segala rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaiakan. Skripsi yang berjudul

Evaluasi Pemeliharaan Sapi Perah Peternakan Rakyat di Desa Cibeureum Cisarua Kabupaten Bogor ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Sapi perah merupakan salah satu usaha peternakan yang diminati oleh

penduduk Desa Cibeureum karena didukung dengan kondisi lingkungan dan sumber

daya yang memungkinkan. Keberhasilan usaha peternakan sapi perah ditentukan dar i

manajemen pemeliharaan yang baik. Dirjen Peternakan (1983) sudah membuat acuan

yang dapat digunakan peternak untuk menilai bagaimana teknis pemeliharaan sapi

perah yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana teknis pemeliharaan

sapi perah peternak di Desa Cibeureum. Diharapkan dengan mengetahui kekurangan

dari teknis pemeliharaan sapi perah di Desa Cibeureum dapat menjadi acuan untuk

perbaikan para peternak dalam mengelola usaha peternakannya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga

penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Amin.

Bogor, Januari 2011

(8)
(9)

Rancangan dan Analisis Data ... 19

Rancangan Data ... Analisis Deskriptif ... 19

Analisis Statistik ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 20

Karakteristik Peternak dan Komposisi Sapi Perah ... 20

Umur Responden ……….…… ... 21

Pendidikan ... 22

Pengalaman Beternak ... 22

Struktur Kepemilikan Ternak ... 22

Faktor Penentu Usaha Peternakan Sapi Perah ... 24

Pembibitan dan Reproduksi ……… 25

Makanan Ternak ... 29

Pengelolaan ... 33

Kandang dan Peralatan ... 40

Kesehatan Hewan ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

Kesimpulan ... 45

Saran ... 45

UCAPAN TERIMA KASIH ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pembibitan dan

Reproduksi ... 13

2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Makanan Ternak.. 14

3. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pengelolaan ... 15

4. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kandang dan

Peralatan ... 16

5. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kesehatan Hewan 16

6. Umur, Pendidikan, dan Pengalaman Beternak Responden di

Desa Cibeureum ... 21

7. Rataan Kepemilikan Sapi Perah Peternak di Desa Cibeureum ... 23

8. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan dan Pengetahuan Keterampilan Peternak di Desa Cibeureum ... 24

9. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek

Pembibitan dan Reproduksi (40 Responden) ... 26

10. Penerapan Aspek Pembibitan dan Reproduksi Sapi Perah di

Desa Cibeureum ... 27

11. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek

Makanan Ternak (40 Responden) ... 30

12. Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Perah di Desa

Cibeureum ... 31

13. Kandungan Nutrisi Pakan Peternak di Desa Cibeureum ... 33

14. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek

Pengelolaan (40 Responden) ... 34

15. Penerapan Aspek Pengelolaan Sapi Perah di Desa Cibeureum .. 35

16. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek

Kandang dan Peralatan (40 Responden) ... 40

17. Penerapan Aspek Kandang dan Peralatan Sapi Perah di Desa

Cibeureum ... 41

18. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek

Kesehatan Hewan (40 Responden) ... 43

19. Penerapan Aspek Kesehatan Hewan Sapi Perah di Desa

Cibeureum ... 44

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Konsentrat yang Diberikan pada Ternak ... 32

2. Peternak sedang Membersihkan Kandang ... 36

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner yang Digunakan untuk Mengumpulkan Data ... 52

2. Peta Lokasi Penelitian (Desa Cibeureum) ... 56

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sapi perah merupakan ternak yang banyak dibudidayakan di Indonesia.

Tujuan utama dari pemeliharaan sapi perah adalah produksi air susu yang melebihi

kebutuhan untuk anaknya yang mengandung zat gizi yang baik untuk tubuh manusia.

Sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia yaitu sapi perah Friesian Holstein

(FH) karena memiliki produksi susu paling tinggi diantara bangsa sapi perah lainnya.

Produksi susu sapi FH di Indonesia berkisar 4000 liter per ekor laktasi (Anggraeni et al., 2008).

Produksi susu lokal masih sangat rendah hanya mampu memasok sekitar 30%

dari permintaan, sehingga sekitar 70% kebutuhan susu dalam negeri masih

bergantung dari susu impor (Balitnak, 2010). Besarnya kontribusi susu impor

mengakibatkan harga susu di pasaran dalam negeri sangat ditentukan oleh pihak

asing dan seringkali tidak sesuai dengan harga yang diinginkan peternak sehingga

menyebabkan kesejahteraan peternak menurun.

Produksi air susu dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik dengan

lingkungan. Faktor genetik dapat dikendalikan dengan cara seleksi bibit dan

pencatatan (recording) yang baik. Faktor lingkungan dapat dikendalikan dengan cara

pengaturan kandang yang baik, sehingga ternak nyaman berada di kandang. Selain

itu manajemen pemeliharaan harus dilakukan dengan baik sehingga ternak dapat

meningkatkan produksi susunya. Diharapkan dengan perbaikan dari kedua faktor ini

dapat meningkatkan produksi susu dari ternak.

Desa Cibeureum merupakan salah satu lokasi peternakan rakyat sapi perah

yang berada di Kabupaten Bogor. Dilihat dari segi lokasi, daerah ini cocok untuk

peternakan sapi perah. Desa Cibeureum berada pada ketinggian 955 m di atas

permukaan laut (dpl) dengan suhu lingkungan berkisar antara 18-22oC. Kondisi seperti ini memungkinkan sapi perah berproduksi secara optimal, karena tingkat stres

(14)

peternakan, ketersediaan sumber daya alam (rumput) yang cukup dan baik juga

membuat usaha ini dapat berjalan dengan lancar.

Pengetahuan teknis beternak sapi perah sangat penting diketahui oleh

peternak karena manajemen pemeliharaan merupakan salah satu kunci utama dalam

usaha peternakan. Dirjen Peternakan (1983) menyatakan faktor-faktor yang harus

diperhatikan yaitu pembibitan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan,

kandang dan peralatan, serta kesehatan hewan. Dengan diterapkannya teknis

beternak yang sesuai dengan dinas peternakan ini diharapkan dapat meningkatkan

produktifitas ternak.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi teknis pemeliharaan (pembibitan

dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, serta kesehatan

hewan) peternakan sapi perah rakyat di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua

Kabupaten Bogor, membandingkan teknis pemeliharaan yang dilakukan saat ini

dengan rekomendasi Dirjen Peternakan (1983) serta memberikan masukan kepada

peternak terhadap usaha perbaikan yang mungkin dilakukan.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak

dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun

merah dan hitam. Keunggulan sapi ini yaitu memiliki rataan produksi susu tertinggi

dibandingkan bangsa sapi perah lainnya sehingga sapi ini cocok untuk pemeliharaan

tujuan pemerahan. Berdasarkan USDA Tahun 2002 produksi susu sapi FH mencapai

11.000 l per laktasi (Tyler & Ensminger, 2006). Nilai ini tentu sangat jauh bila

dibandingkan dengan produksi sapi FH di Indonesia yang masih rendah.

Sapi FH adalah sapi yang berasal dari iklim sedang dengan kisaran suhu

13-18oC dan kelembaban 55% untuk mencapai produksi maksimalnya. Kondisi seperti ini menyebabkan sapi FH sangat peka terhadap perubahan suhu dan kelembaban.

Ternak akan menyesuaikan secara fisiologis dan tingkah laku pada suhu yang lebih

tinggi. Usaha peternakan sapi FH di Indonesia yang pada umumnya terdapat pada

daerah ketinggian lebih dari 800 m dpl ditujukan untuk penyesuaian lingkungan yang

dibutuhkan sapi FH (Yani & Purwanto, 2006).

Peternakan Sapi Perah

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala

usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat

(Sudono, 1999). Peternakan rakyat merupakan usaha yang dilakukan oleh rakyat di

samping usaha taninya sehingga sifat pemeliharaannya masih tradisional berdasarkan

pada pengalaman orang tuanya yang turun-temurun hingga beberapa generasi dengan

skala kepemilikan ternak sapi perah berkisar antara 2-10 ekor sapi laktasi.

Sudono (1999) menyatakan bahwa faktor yang terpenting untuk mendapatkan

sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat

menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi

peternakan yang baik, besarnya peternakan, sapi-sapi yang berproduksi tinggi,

(16)

tetap, pakan yang relatif mudah dan murah, kesuburan tanah dapat dipertahankan,

pedet jantan dijual untuk sapi potong dan pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa

dan menghasilkan susu (Sudono et al., 2003).

Faktor Penentu Ternak Sapi Perah

Faktor-faktor penentu (impact points) ternak sapi perah merupakan indikator

untuk melihat pengetahuan teknis beternak sapi perah dari para peternak.

Faktor-faktor penentu ternak sapi perah meliputi lima aspek sesuai dengan standar penilaian

dari Dirjen Peternakan (1983) yaitu (1) Pembibitan dan reproduksi, (2) Makanan

ternak, (3) Pengelolaan, (4) Kandang dan peralatan, dan (5) Kesehatan hewan.

Pembibitan dan Reproduksi

Bibit sapi perah yang akan dipelihara menentukan keberhasilan usaha ternak

sapi perah. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bibit sapi perah menurut

Blakely dan Bade (1994) yaitu:

1. Genetik dan keturunan: bibit sapi harus berasal dari induk yang produktivitasnya

tinggi dan pejantan yang unggul. Hal ini disebabkan sifat unggul kedua tetua

akan menurun pada anaknya

2. Bentuk ambing: ambing yang baik adalah ambing yang besar, pertautan antar

otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, serta puting tidak lebih dari empat

3. Eksterior atau penampilan: secara keseluruhan penampilan bibit sapi perah harus

proporsional, badan dan ambing yang berimbang, kapasitas perut yang besar

serta garis atas badan dan punggung yang lurus dan panjang. Sapi juga tidak

kurus dan tidak terlalu gemuk, jarak kaki kanan dengan kaki kiri cukup lebar

(baik kaki depan maupun kaki belakang) serta bulu mengilat. Ambing besar,

lunak, dan lentur untuk menunjukkan bahwa kelenjar susunya aktif. Besar tubuh

tidak menjamin atau tidak menentukan kuantitas atau jumlah susu yang

dihasilkan dan ketahanannya terhadap penyakit

4. Umur bibit: umur bibit sapi perah betina yang ideal adalah 1,5 tahun dengan

bobot badan sekitar 300 kg, sementara itu umur pejantan 2 tahun dengan bobot

badan sekitar 350 kg.

Tujuan tata laksana yang baik pada periode keremajaan adalah untuk

menghasilkan sapi dara yang besar dan cepat tumbuh dengan biaya yang murah dan

(17)

dapat memulai laktasi lebih awal. Sapi dara dengan asupan nutrisi yang tinggi akan

berahi pertama pada umur 9-11 bulan, jika asupan nutrisinya kurang baik maka

berahi pertama pada umur 18-20 bulan (Ensminger, 1971). Laktasi pertama pada

umur 24 bulan sapi menghasilkan rata-rata 75% susu yang dihasilkan oleh sapi

dewasa, dan meningkat ketika laktasi ke-2 85% sampai laktasi ke-5 yaitu 99%.

(Schmidt & Van Vleck, 1974). Tyler & Ensminger (2006) menambahkan pubertas

dari sapi dara tercapai ketika bobot badan sekitar 35% dari bobot dewasa tubuh

(sekitar umur 7-9 bulan). Lama berahi tergantung umur, sapi dara pada umumnya

mempunyai masa berahi lebih pendek dibandingkan sapi dewasa. Siklus berahi

berkisar antara 18-24 hari (± 21 hari).

Lama bunting sapi perah adalah 9 bulan (Sudono et al., 2003). Salah satu yang mempengaruhi produksi susu yaitu interval beranak. Sapi dengan selang

beranak antara 12-15 bulan akan berproduksi lebih tinggi dibandingkan dengan sapi

yang selang beranaknya 10-12 bulan tanpa masa kering yang cukup (Ensminger,

1971). Bila interval beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu 3,7-9%

pada laktasi yang sedang berjalan atau yang berikutnya, sedangkan bila interval

beranak diperpanjang sampai 450 hari, maka laktasi yang sedang berlaku dan laktasi

yang akan datang akan meningkatkan produksi susu 3,5% tetapi bila ditinjau dari

segi ekonomi akan rugi karena hasil yang didapat tidak sesuai dengan makanan yang

diberikan (Sudono, 1999).

Perkawinan sapi perah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu kawin alam

dan kawin suntik (inseminasi buatan). Kawin alam biasa dilakukan oleh peternak

besar dengan biaya yang relatif mahal karena harus memelihara pejantan. Peternak

kecil biasa melakukan kawin suntik dengan biaya yang lebih murah karena tidak

harus memelihara pejantan (Sudono et al., 2003).

Pakan Sapi Perah

Pakan merupakan hal yang sangat penting untuk ternak. Nutrisi dari pakan

digunakan untuk kebutuhan hidup pokok ternak seperti menjaga kondisi tubuh, untuk

menyeimbangkan suhu tubuhnya dengan lingkungan, menyimpan energi untuk

proses penting dalam tubuh, untuk bergerak, dan yang paling penting untuk

(18)

tumbuh dengan sehat, menghasilkan anakan (pedet) yang sehat, dan dapat

menghasilkan susu untuk anaknya yang sisanya dapat dikonsumsi sendiri ataupun

dijual. Pemberian pakan pada sapi perah harus sesuai dengan bobot badan sapi, kadar

lemak susu, dan produksi susu sapi tersebut.

Pakan yang diberikan harus memiliki kualitas dan palatabilitas yang tinggi.

Sapi yang memiliki produksi tinggi, tidak akan menghasilkan susu yang sesuai

dengan kemampuannya apabila tidak diberi pakan dengan kualitas dan kuantitas

yang baik. Rasio pemberian pakan merupakan imbangan antara pemberian pakan

konsentrat dengan hijauan. Rasio pemberian pakan pada sapi laktasi biasanya

diformulasi berdasarkan protein dan energi saja. Namun untuk mendapatkan

produksi yang maksimal, rasio pemberian pakan harus seimbang dengan

memperhatikan karbohidrat nonstruktural, protein tidak terdegradasi rumen, dan

protein terlarut. Rasio pemberian pakan biasanya diformulasikan untuk

memaksimalkan jumlah mikroba rumen dan kebutuhan untuk asam amino yang tidak

terdegradasi dalam rumen (Lee, 2009)

Kebutuhan pokok dan produksi susu sapi perah dapat dipenuhi selain dengan

pemberian hijauan sebagai makanan pokoknya, juga dengan penambahan konsentrat.

Fungsi utama konsentrat yaitu untuk menyuplai energi tambahan yang diperlukan

agar sapi berproduksi optimal. Fungsi kedua yaitu untuk menyesuaikan tingkat

protein ransum tertentu (Blakely & Bade, 1994). Hijauan berperan sebagai sumber

serat bagi ternak. Hijauan yang diberikan minimal sebanyak 40% dari total bahan

kering ransum atau diperkirakan sebanyak 1,5% dari bobot ternak. Pemberian

konsentrat dalam ransum dapat ditekan, apabila kualitas hijauan dapat ditingkatkan

(Sudono, 1999). Konsentrat menyediakan sumber energi yang mudah dicerna, namun

harganya lebih mahal dibanding dengan hijauan (Tyler & Ensminger, 2006). Jumlah

pemberian konsentrat ditentukan oleh jumlah hijauan yang dikonsumsi, jumlah

produksi susu, dan komposisi (% lemak) yang diproduksi susu (Lee, 2009).

Energi merupakan sumber tenaga bagi semua proses hidup dan produksi.

Kekurangan energi pada usia muda dapat menghambat pertumbuhan dan pencapaian

dewasa kelamin (Sutardi, 1981). Sudono (1999) menyatakan selain energi, protein

juga merupakan zat pakan yang penting untuk proses metabolisme tubuh. Protein

penting untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi susu dan

(19)

perkembangan fetus sapi perah. Protein juga digunakan untuk membentuk hormon

yang mengontrol reaksi kimia dalam tubuh (Tyler & Ensminger, 2006).

Keberhasilan pemberian pakan dalam usaha peternakan ditentukan oleh

kebutuhan dari ternak itu sendiri. Kebutuhan ternak dapat dilihat dari anatomi

tubuhnya dan bentuk fisiologinya. Pengetahuan tentang komposisi nutrisi dari pakan,

interaksi antar pakan, kebutuhan nutrisi ternak, efek dari lingkungan, dan sistem

pemberian pakan harus diperhatikan untuk menentukan jumlah pemberian pakan dan

jenis pakan yang diberikan pada ternak (Tyler & Ensminger, 2006).

Vitamin dan mineral juga perlu diperhatikan dalam penyusunan ransum untuk

pakan. Mineral merupakan elemen anorganik yang biasa ditemui dalam garam

ataupun di elemen organik dan anorganik. Mineral dibutuhkan untuk fungsi

pengaturan dan struktural. Sebanyak 14 mineral dibutuhkan baik dalam jumlah

banyak ataupun sedikit untuk mempertahakan fungsi kesehatan dan produktivitas.

Diagnosa kekurangan mineral tidak ditunjukkan secara langsung bisa ditunjukkan

dengan tanda tidak teraturnya metabolik, nutrisional, atau masalah kesehatan atau

tanda yang tidak spesifik (Hill & Andrew, 2000). Mineral dibagi dalam 2 kelompok

yaitu makromineral seperti kalsium, posfor, magnesium, potassium, dan sulfur serta

mikromineral kobalt, tembaga, iodine, zat besi, mangan, selenium dan seng. Vitamin

adalah kompleks bahan organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk

pertumbuhan, produksi, reproduksi dan kesehatan. Vitamin juga digunakan untuk

mengoptimalkan performa dari ternak (NRC, 1988).

Air dalam jumlah besar penting bagi sapi untuk kapasitas maksimum

produksinya, menjaga keseimbangan air dan ion dalam tubuh, pencernaan,

penyerapan, dan metabolisme nutrisi. Air didapat dari ternak yaitu air minum dan air

yang terkandung dalam pakan. Air yang diberikan pada ternak sebaiknya air yang

bersih yang bebas dari bakteri. Air merupakan salah satu komponen yang paling

banyak dalam tubuh sapi perah dan kandungan susu memiliki kandungan air yang

tinggi sehingga pemberiannya tidak boleh kurang (NRC, 1988).

Pengelolaan

Kebersihan kandang harus selalu dijaga yaitu dengan cara membersihkan

(20)

meminimalisir patogen masuk ke kandang. Kandang dimana tempat sapi itu diperah

harus dibersihkan atau dicuci dahulu dan dihilangkan dari bau-bauan sebelum sapi

diperah, hal ini disebabkan karena air susu mudah sekali menyerap bau-bauan yang

dapat mempengaruhi kualitas air susu (Sudono, 1999).

Sapi sebaiknya dimandikan terlebih dahulu sebelum diperah. Namun jika sapi

hendak diperah dan kondisinya kotor, sapi tersebut dapat dimandikan dengan syarat

hanya membersihkan bagian tubuh yang kotor disiram dengan air, menyikat bagian

tubuh yang kotor dari punggung ke perut dan menjatuhkan bulu-bulu yang lepas.

Sudono (1999) menyatakan sebelum sapi diperah hendaknya bagian badan sapi

sekitar lipat paha dan bagian belakang dicuci atau dibersihkan untuk mencegah

kotoran-kotoran yang menempel pada bagian-bagian tersebut jatuh dalam susu pada

waktu sapi itu diperah.

Pemerahan banyak dilakukan dengan menggunakan mesin. Penggunaan

mesin ini memberikan keuntungan yaitu karena membutuhkan lebih sedikit tenaga

pekerja. Meskipun cara pemerahan yang dilakukan berbeda, tetapi dalam pengerjaan

harus sesuai dengan spesifikasinya. Cara pemerahan harus (1) cermat dalam

pemerahan tanpa merusak ambing, (2) menghasilkan susu yang bersih, (3) konsumsi

konsentrat yang cukup untuk sapi yang berproduksi tinggi, (4) memberikan

kenyamanan untuk peternak, dan (5) memiliki peralatan yang mudah dibersihkan

dengan efek rendah (Schmidt & Van Vleck, 1974)

Peternakan rakyat biasanya masih manual yakni menggunakan tangan.

Penggunaan mesin biasanya dilakukan pada perusahaan-perusahaan besar. Cara

pemerahan yakni dilakukan dengan menggunakan kelima jari tangan, yakni puting

susu dipegang antara jempol dengan empat jari tangan lainnya, lalu kelima jari

tangan meremas-remas sampai susu keluar. Cara lain yaitu dengan cara memegang

pangkal puting susu antara ibu jari dan jari tengah, lalu kedua jari tersebut menekan

dan menarik ke bawah sampai susu mengalir. Pemerahan cara ini umumnya

dilakukan pada sapi-sapi perah yang mempunyai puting susu panjang. Namun

sebaiknya dihindari cara pemerahan dengan menarik-narik puting susu dari atas ke

bawah karena hal ini dapat membuat puting susu melar dan menjadi panjang ke

bawah. Sudono (1999) menyarankan selesai diperah puting dibersihkan dan

(21)

dicelupkan ke dalam larutan desinfektan chlor atau iodophor dengan kepekatan

0,01%.

Susu dipindahkan dari peternakan ke konsumen melalui 3 tahap yaitu (1)

Susu dikumpulkan kemudian ditransportasikan ke tempat pemrosesan (2)

Pemrosesan dan pengemasan ke dalam berbagai produk susu dan (3) Pendistribusian

susu yang telah dikemas atau penjualan langsung kepada konsumen. Proses seperti

ini dilakukan dengan cepat karena susu merupakan produk makanan yang mudah

rusak (Tyler & Ensminger, 2006). Penyaringan dilakukan untuk mengeluarkan

kotoran agar tidak ikut masuk ke dalam susu.

Usaha peternakan sapi perah tergantung pada keberhasilan program

pembesaran pedet dan dara sebagai replacement stock untuk dapat mempertahankan atau meningkatkan produksi susu (Sudono, 1999). Pertumbuhan sapi dara ini

tergantung dari cara pemeliharaan dan pemberian pakannya. Pada kondisi normal,

ternak yang diberikan pakan baik untuk pertumbuhan dan produksi susu memiliki

masalah yang sedikit mengenai pembibitan yang disebabkan oleh kesalahan nutrisi.

Kekurangan nutrisi pada ternak dapat mengakibatkan masalah reproduksinya (Etgen,

et al., 1987)

Sapi yang sedang berproduksi dan sudah bunting 7-7,5 bulan harus

dikeringkan artinya tidak boleh diperah lagi. Cara mengeringkan sapi adalah dengan

pemerahan berselang atau penghentian secara mendadak (Sudono, 1999). Tujuan

pengeringan yaitu untuk mengembalikan kondisi tubuh atau memberikan istirahat

kepada sapi supaya produksi yang akan datang optimal dan menjamin pertumbuhan

fetus di dalam kandungan agar tetap berkembang dengan baik.

Kandang dan Peralatan

Kandang merupakan investasi utama yang mahal dalam pengoperasian

peternakan. Menurut Schmidt & Van Vleck (1974) setiap kandang harus dapat

digunakan oleh ternak untuk :

(1) Menyediakan kenyamanan untuk sapi sehingga sapi dapat berproduksi maksimal

sesuai dengan kemampuan genetiknya

(2) Meminimalisir ternak terluka

(3) Meminimalisir ternak terkena penyakit dan stres

(22)

(5) Tempat untuk menghasilkan susu yang berkualitas

(6) Menyediakan lingkungan yang nyaman untuk peternak

(7) Efisiensi tinggi untuk pekerjanya dalam mengendalikan sapi

(8) Ekonomis.

Persyaratan umum kandang untuk sapi perah yaitu sirkulasi udara cukup dan

mendapat sinar matahari agar kandang tidak lembab (kelembaban ideal yaitu

60-70%), lantai kandang selalu kering, tempat pakan yang lebar dan tempat air dibuat

agar air selalu tersedia sepanjang hari (Sudono et al., 2003).

Peralatan yang digunakan dalam peternakan sapi perah yaitu gerobak pakan,

elevator, peralatan susu, dan peralatan kebersihan. Setiap peralatan yang ada di

kandang harus memiliki nilai guna, konstruksi yang sederhana, tahan lama, murah,

mudah dipindahkan, mudah diakses, menghemat pakan, mengurangi jumlah pekerja

(Ensminger, 1971). Peralatan susu yang digunakan untuk menampung dan

menyimpan susu segar berupa ember perah dan milk can (Sudono et al., 2003). Peralatan susu lainnya yaitu saringan susu dan gelas ukur.

Kesehatan hewan

Sapi perah maupun pedaging biasanya mendapat penyakit yang sama, tetapi

beberapa penyakit lebih serius pada sapi perah dibandingkan pedaging. Sakit yang

diderita ternak dapat masuk ke dalam susu lalu dampaknya terhadap manusia yang

mengkonsumsi susu tanpa dipasteurisasi terlebih dahulu. Beberapa penyakit, seperti

tuberculosis dan brucellosis, dapat mengganggu kesehatan sapi maupun manusia

yang mengkonsumsi susunya. Susu dengan grade yang baik dilakukan pemeriksaan

dengan ring test untuk tuberculosis dan darahnya diperiksa untuk penyakit brucellosis Taylor & Field, 2004).

Brucellosis disebabkan oleh organisme Brucella abortus yang dapat menurunkan fertilitas pada sapi serta dapat menularkan kepada manusia yang dikenal

sebagai undulant fever. Vaksinasi harus dilakukan pada dara agar dapat menimbulkan imunitas. Penyakit lain yang mudah menyerang pada ternak yaitu

mastitis yakni inflamasi atau infeksi pada kelenjar ambing. Penyakit ini menyerang

jaringan, menghalangi produksi susu, dan menurunkan kualitas susu (Taylor & Field,

2004).

(23)

Kesehatan sapi dalam peternakan harus diperhatikan, karena hal ini akan

berpengaruh terhadap sifat produksi dan reproduksinya. Penularan penyakit ini

sebenarnya dapat dicegah yakni dengan cara memelihara kebersihan kandang, sapi,

bahkan peternaknya. Ternak yang sakit sebaiknya dipisahkan dan diobati dulu hingga

(24)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten

Bogor pada Bulan Maret sampai Agustus 2010. Pemilihan daerah Desa Cibeureum

sebagai tempat penelitian karena Cibeureum berada di daerah dataran tinggi sekitar

922 m dpl yang baik untuk budidaya sapi perah dan umumnya mata pencaharian

penduduk Desa Cibeureum beternak sapi perah.

Materi

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan responden yaitu peternak

sebanyak 40 orang. Peralatan yang digunakan yaitu pita ukur merk Nasco, timbangan

gantung, gelas ukur, alat tulis, dan kuesioner yang digunakan untuk mengetahui

keterampilan peternak. kuesioner dibuat berdasarkan Dirjen Peternakan (1983).

Prosedur

Penelitian dilakukan dengan metode survei, yakni dengan mengambil

informasi atau data dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pengambilan

sampel dilakukan secara acak dengan jumlah sampel sebanyak 40 peternak dari

jumlah populasi 65 peternak. Pengambilan sampel sebanyak 40 peternak dilakukan

karena data yang didapat dari KUD tidak sesuai dengan jumlah peternak yang ada.

Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari responden melalui

wawancara dari kuesioner dan melihat langsung ke lapangan untuk melihat gejala

yang ada pada objek-objek penelitian serta pengukuran langsung yang meliputi

pengukuran lingkar dada, pengukuran jumlah susu yang dihasilkan, serta jenis dan

jumlah pakan yang diberikan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu keadaan umum daerah Desa Cibeureum, peta wilayah Desa Cibeureum dan

data peternak yang tergabung dalam KUD Giri Tani yang diambil dari kantor kepala

desa dan KUD Giri Tani.

Data yang dikumpulkan yaitu karakteristik peternak responden, jumlah dan

komposisi sapi perah, aspek pembibitan dan reproduksi, makanan ternak,

(25)

memperlihatkan faktor-faktor penentu ternak sapi perah yang telah ditetapkan oleh

Direktorat Jenderal Peternakan (1983).

Tabel 1. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pembibitan dan Reproduksi

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1 Bangsa sapi yang dipelihara a. FH murni

b. Peranakan FH

4 Pengetahuan berahi a. Faham

b. Kurang faham

6 Saat dikawinkan setelah beranak a. 60 hari

(26)

Sumber : Dirjen Peternakan (1983)

Tabel 2. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Makanan Ternak

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

Hijauan Makanan Ternak (HMT)

1. Cara pemberian a. Setelah diperah

b. Sebelum diperah

4. Frekuensi pemberian a. Dua kali

b. Satu kali

5. Cara pemberian a. Sebelum diperah

b. Sedang diperah

7. Kualitas konsentrat a. Baik dan lengkap

b. Baik dan kurang

8. Frekuensi pemberian a. Dua kali

b. Satu kali

c. Tidak teratur

15

10

5

9. Air minum a. Tersedia terus menerus

(27)

Tabel 3. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pengelolaan

Sumber : Dirjen Peternakan (1983)

No Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1 Membersihkan sapi a. Tiap hari

2 Membersihkan kandang a. Dua kali perhari

b. Satu kali perhari

4 Penanganan pasca panen a. Benar dan baik

b. Kurang benar

c. Salah

35

25

10

5 Pemeliharaan anak sapi dan dara a. Baik

(28)

Tabel 4. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kandang dan Peralatan

Sumber : Dirjen Peternakan (1983)

Tabel 5. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kesehatan Hewan

Sumber : Dirjen Peternakan (1983)

Persiapan Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner disusun untuk

mengetahui karakteristik peternak dan keterampilan teknis peternak dalam mengelola

usaha beternak sapi perah. Kuesioner dibuat dari poin-poin yang terdapat dalam

ketentuan dari Dirjen Peternakan Tahun 1983. Aspek teknis meliputi pembibitan dan No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1 Tata letak a. Tersendiri

b. Jadi satu dengan rumah

10 5

2 Konstruksi kandang a. Memenuhi syarat

b. Kurang memenuhi syarat

5 Peralatan kandang a. Lengkap

b. Kurang lengkap c. Tidak lengkap

15 10 5

6 Peralatan susu a. Lengkap dan sesuai persyaratan b. Kurang lengkap dan tidak

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1 Pengetahuan penyakit a. Baik b. Cukup c. Kurang

40 30 10

2 Pencegahan penyakit a. Teratur b. Tidak teratur c. Tidak pernah

100 50

5

(29)

reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, serta kesehatan

hewan.

Survei dan Wawancara

Dilakukan survei terlebih dahulu ke Desa Cibeureum dengan melihat data

peternak yang tergabung dalam KUD Giri Tani yang merupakan wadah peternakan

sapi perah di Desa Cibeureum. Pemilihan responden dilakukan secara acak.

Dilakukan wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner.

Pengamatan

Pengamatan langsung dilakukan pada objek penelitian bersamaan dengan

wawancara. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh gambaran lebih jelas

keterampilan teknis peternak. Selain itu dilakukan pengukuran langsung di lapangan

yaitu :

1. Produksi susu, diukur dengan cara mengukur susu yang dihasilkan oleh seekor

sapi setelah pemerahan pagi hari dan sore hari. Pengukuran susu dilakukan pada

saat peternak menyetorkan susu kepada petugas KUD.

2. Lingkar dada (LD), diukur dengan cara melingkarkan rongga dada di belakang

sendi bahu (Os scapula) dengan menggunakan pita ukur (cm). Lingkar dada digunakan untuk mengestimasi bobot badan (Darmono, 1993).

3. Pakan, pakan hijauan dan konsentrat diukur dengan menggunakan timbangan

pada saat peternak akan memberikannya pada ternak. Timbangan yang

digunakan adalah timbangan gantung.

Peubah yang Diamati

1. Struktur Kepemilikan Ternak

Populasi ternak dihitung berdasarkan satuan ternak. Perhitungan dilakukan

dengan mencatat jumlah ternak yang ada di setiap kandang. Komposisi ternak yang

diamati adalah :

1. Pedet yaitu sapi jantan atau betina berumur kurang dari 1 tahun, dihitung sama

dengan 0,25 satuan ternak

2. Sapi dara yaitu sapi betina yang berumur lebih dari 1 tahun dan belum pernah

(30)

3. Sapi laktasi yaitu sapi betina yang sedang dalam masa menghasilkan susu,

dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak

4. Sapi kering kandang yaitu sapi betina dewasa yang tidak dalam masa

menghasilkan susu, dihitung sama dengan 1,00 satuan ternak

5. Sapi jantan muda yaitu sapi jantan yang berumur lebih dari 1 tahun dan kurang

dari 2 tahun, dihitung sama dengan 0,50 satuan ternak

6. Sapi jantan dewasa yaitu sapi jantan yang telah berumur 2 tahun, dihitung sama

dengan 1,00 satuan ternak (Sudono, 1999).

2. Pembibitan dan Reproduksi

Peubah yang diamati meliputi bangsa sapi yang dipelihara, cara seleksi, cara

kawin, pengetahuan berahi, umur beranak pertama, saat dikawinkan setelah beranak

dan calving interval.

3. Makanan Ternak

Peubah yang diamati meliputi cara pemberian, jumlah pemberian, frekuensi

pemberian, kualitas Hijauan Makanan Ternak (HMT) dan konsentrat, serta

pemberian air minum. Jumlah pemberian pakan dilihat dengan melihat kebutuhan

TDN (Total Digestible Nutrien), PK (Protein Kasar) dan BK (Bahan Kering) sapi

perah dengan jumlah yang diberikan pada ternak dengan rasio pemberian pakan

hijauan dan konsentrat 60:40.

4. Pengelolaan

Peubah yang diamati meliputi kebersihan ternak, kebersihan kandang, cara

pemerahan oleh peternak, penanganan pasca panen, pemeliharaan pedet dan dara,

pengeringan sapi laktasi dan pencatatan usaha.

5. Kandang dan Peralatan

Peubah yang diamati meliputi tata letak, konstruksi, drainase, tempat kotoran,

peralatan kandang dan peralatan susu.

(31)

6. Kesehatan Hewan

Peubah yang diamati meliputi pengetahuan peternak tentang penyakit dengan

menanyakan gejala-gejala ternak jika terserang penyakit, cara pencegahan dan

pengobatan penyakit.

Rancangan dan Analisis Data Rancangan Data

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji chi-square yakni uji yang menyangkut keselarasan goodness of fit atau uji kebebasan tentang distribusi empiris ataupun teoritis. Wibisono (2009) menyatakan uji ini didasarkan pada

seberapa baik keselarasan antara frekuensi pengamatan dengan frekuensi yang

diharapkan dari distribusi teoritis yang diharapkan. Bentuk persamaan uji ini yaitu :

=

Keterangan :

oi = nilai yang diamati, kategori ke- i

ei = nilai yang diharapkan, kategori ke-i

n = jumlah kategori

Analisis Data

1. Analisa Deskriptif

Analisa deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak

responden dengan bantuan tabulasi frekuensi. Karakteristik peternak yang diamati

meliputi umur, pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak dan

keterampilan teknis beternak.

2. Analisa Statistik

Keterampilan teknis peternak akan dinilai dengan menggunakan uji

chi-kuadrat untuk membandingkan nilai hasil pengamatan dengan nilai harapan faktor

penentu ternak sapi perah menurut Dirjen Peternakan (1983) dan kemudian

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Desa Cibeureum merupakan salah satu dari 9 (sembilan) desa dan 1 (satu)

kelurahan di dalam Wilayah Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Luas wilayah

Desa Cibeureum yaitu 1.128,62 Ha. Batas wilayah Desa Cibeureum yaitu sebelah

Utara dengan kelurahan Cisarua dan Desa Batu Layang, sebelah Timur dengan Desa

Tugu Selatan, sebelah Selatan dengan kabupaten Cianjur, dan sebelah Utara dengan

Desa Citeko.

Desa Cibeureum termasuk daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian

955 m dpl. Curah hujan sekitar 4600 mm/tahun dengan jumlah hari curah hujan

terbanyak yaitu 90-100 mm/hari. Temperatur lingkungan berada antara 18-22 oC. Kondisi lingkungan di Desa Cibeureum cocok untuk usaha peternakan sapi perah.

Peternak di Desa Cibeureum dibagi dalam 3 kelompok ternak dalam satu

wadah yaitu KUD Giri Tani. Kelompok ternak dibagi berdasarkan cakupan wilayah

dalam desa itu yang terdiri dari kelompok Baru Tegal, Baru Sireum, dan Bina

Warga. Pembagian kelompok ternak ini diperuntukkan untuk memudahkan dalam

pengelolaan peternakan, seperti dalam hal pengumpulan susu, penyaluran informasi,

pendistribusian pakan dan lain-lain. Jumlah keseluruhan peternak di Desa Cibeureum

berdasarkan data yang didapat dari KUD sebanyak 65 orang.

Karakteristik Peternak dan Komposisi Sapi Perah

Pengukuran yang dilakukan pada responden untuk karakteristik peternak

meliputi umur, pendidikan, dan pengalaman beternak ditampilkan pada Tabel 6.

Umur peternak dikelompokkan menjadi 3 yaitu peternak muda (20-35 tahun), sedang

(35-51 tahun) dan tua (>52 tahun), sedangkan untuk pengalaman beternak

dikelompokkan menjadi 3 yaitu peternak baru (<8 tahun), berpengalaman (9-15

tahun) dan peternak sangat berpengalaman (>16 tahun). Pendidikan dilihat

(33)

Tabel 6. Umur, Pendidikan, dan Pengalaman Beternak Responden di Desa Cibeureum

No Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1 Umur (tahun)

20-35 (muda) 11 27,5

36-51 (sedang) 26 65,0

>52 (tua) 3 7,5

2 Pendidikan

SD 25 62,5

SMP 6 15

SMA 5 12,5

Perguruan Tinggi 4 10

3 Pengalaman Beternak

2-8 (baru) 6 15

9-15 (berpengalaman) 11 27,5

16-22 (sangat berpengalaman) 23 57,5

Sumber: Data Primer, Diolah (2010)

Umur Responden

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa peternak di Desa Cibeureum

umumnya berada di usia produktif yaitu pada umur 20-51 tahun sebanyak 92,5%. Ini

menunjukkan bahwa masih banyaknya potensi tenaga kerja di Desa Cibeureum.

Kemampuan fisik peternak usia produktif akan lebih baik jika dibandingkan dengan

usia non produktif. Hernanto (1989) menyatakan bahwa kemampuan kerja seseorang

dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, kesehatan, dan faktor

alam. Minat peternak muda di Desa Cibeureum juga tinggi untuk melakukan

kegiatan peternakan. Umumnya peternak muda yang berada di Desa Cibeureum

melanjutkan usaha peternakan dari orang tuanya. Banyaknya peternak yang masih

dalam usia produktif, diharapkan dapat meningkatkan produktifitas dari peternak

sehingga produksi dari sapi pun dapat optimal. Peternak dengan usia yang sudah

(34)

Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang penting dalam pengelolaan peternakan,

karena berperan dalam pola berpikir, kemampuan belajar, dan taraf intelektual.

Mubyarto (1986) menyatakan dengan pendidikan formal maupun informal maka

peternak akan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga lebih mudah

merespon suatu inovasi yang menguntungkan bagi usahanya. Berdasarkan hasil yang

didapatkan dalam Tabel 6 bahwa sebesar 62,5% berpendidikan SD, 15%

berpendidikan SMP, 12,5% berpendidikan SMA, dan 10% berpendidikan Perguruan

Tinggi. Komposisi ini cukup baik dalam pelaksanaan peternakan. Peternak yang

memiliki tingkatan ilmu lebih tinggi dapat mengajarkan dan memberikan contoh

kepada peternak yang memiliki latar pendidikan yang lebih rendah. Peternak yang

memiliki pengetahuan menengah dapat menyalurkan pengetahuan dengan cara yang

mudah dimengerti sehingga setiap informasi yang berkaitan dengan usaha peternakan

dapat terlaksana dengan baik.

Pengalaman Beternak

Pengalaman beternak merupakan lamanya waktu peternak melakukan

kegiatan usaha peternakan. Berdasarkan hasil yang didapatkan yaitu sebanyak 85%

peternak di Desa Cibeureum sudah berpengalaman, karena didapatkan hasil bahwa

umumnya mereka sudah >9 tahun melaksanakan kegiatan usaha peternakan,

sedangkan 15% lainnya masih peternak baru.

Pengalaman beternak merupakan hal yang sangat penting. Peternak yang

sudah berpengalaman dapat mengatasi dengan baik masalah-masalah dalam

peternakan. Hal ini juga merupakan salah satu indikasi bahwa usaha peternakan

memiliki daya tarik tersendiri dan usaha yang menguntungkan di Desa Cibeureum,

sehingga mereka bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Struktur Kepemilikan Ternak

Rataan kepemilikan sapi perah di Desa Cibeureum ditampilkan pada Tabel 7.

Berdasarkan Tabel 7 rataan kepemilikan ternak di Desa Cibeureum yaitu 5,55 ekor

ternak atau setara dengan 4,07 satuan ternak. Nilai jumlah kepemilikan ternak ini

masih rendah, tetapi nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan rataan kepemilikan

ternak di Desa Cilumber (Akilah, 2008). Berdasarkan Tabel 7 didapatkan bahwa

(35)

persentase sapi laktasi yang dimiliki setiap peternak di Desa Cibeureum yaitu

47,35%. Sapi laktasi yaitu sapi yang baru melahirkan dan menghasilkan susu. Ini

menunjukkan bahwa peternakan di Desa Cibeureum tidak efisien dan ekonomis.

Seharusnya peternak meningkatkan jumlah sapi laktasi dalam peternakannya, karena

sapi laktasi merupakan sumber pendapatan utama dalam usaha peternakan.

Persentase sapi laktasi merupakan faktor yang penting pada tata laksana yang baik

dalam suatu peternakan untuk menjamin pendapatan ternak. Peternakan sapi perah

yang mempunyai sapi laktasi sebanyak >60% adalah yang paling menguntungkan

(Sudono, 1999).

Tabel 7. Rataan Kepemilikan Sapi Perah Peternak di Desa Cibeureum

Kelompok Persentase

Ternak Ekor ST (%)

Pedet

Jantan 27 6,75 12,01

Betina 22 5,5 8,01

Dara 45 22,5 22,58

Dewasa

Kering 21 21 7,44

Laktasi 99 99 47,35

Jantan 8 8 2,61

Jumlah 222 162,75 100

Rataan 5,55 4,07

Sumber : Data Primer, Diolah (2010)

Peternak di Desa Cibeureum selain memelihara sapi-sapi yang berproduksi,

mereka juga memelihara sapi yang tidak berproduksi seperti sapi pedet, kering

kandang, serta jantan. Biaya pemeliharaan sapi-sapi yang tidak berproduksi ini

menjadi tanggungan sapi yang sedang berproduksi, sehingga jumlah sapi berproduksi

harus sesuai.

Peternak umumnya tidak memelihara sapi jantan, karena membuat biaya

produksi menjadi lebih tinggi dan sapi jantan tidak berproduksi setiap hari. Pedet

(36)

pedaging. Pemeliharaan pedet betina dan dara dilakukan untuk dijadikan sebagai

ternak pengganti sapi-sapi dewasa. Jumlah sapi-sapi peremajaan (replacement stock)

sebaiknya disesuaikan dengan jumlah sapi yang berproduksi agar usaha peternakan

tetap efisien. Pedet dan dara yang dimiliki peternak merupakan hasil dari pembesaran

dan pemeliharaan sendiri, jadi mereka tidak memperhatikan jumlah ternak

penggantinya. Menurut Foley et al. dalam Agustina et al. (2001) jumlah ternak peremajaan yang baik yaitu sebanyak 20-30% dari jumlah sapi dewasa. Berdasarkan

hasil yang didapat persentase pedet betina dan dara yaitu 30,59% nilai ini sudah

cukup baik.

Faktor Penentu Ternak Sapi Perah

Faktor penentu ternak sapi perah adalah indikator untuk mengetahui

keterampilan teknis dan pengetahuan beternak sapi perah dari peternak. Penentuan

keterampilan dan pengetahuan peternak ini mengacu pada Dirjen Peternakan (1983)

yang meliputi lima aspek yaitu:

1. Pembibitan dan reproduksi

2. Makanan ternak

3. Pengelolaan

4. Kandang dan peralatan

5. Kesehatan hewan.

Tabel 8 menunjukkan hasil pengamatan dari keterampilan dan pengetahuan peternak

dari kelima aspek tersebut.

Tabel 8. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Pengetahuan dan Keterampilan Peternak di Desa Cibeureum

No Aspek Pengamatan Nilai Pengamatan Harapan (%) 1. Pembibitan dan reproduksi 181** ± 16,6 240 75,42

2. Makanan ternak 231** ± 13,9 260 88,85

3. Pengelolaan 173** ± 4,73 200 86,5

4. Kandang dan peralatan 77,6** ± 2,53 100 77,6

5. Kesehatan hewan 173** ± 5,43 200 86,5

Rataan 167,2 200 82,98

Keterangan : ** = Sangat nyata (P<0,01)

(37)

Berdasarkan Tabel 8 penerapan teknik beternak belum sesuai dengan harapan

(P>0,01) dan persentase penerapan keseluruhannya sudah mencapai 82,98%. Nilai

ini sudah cukup baik, tetapi peternak harus tetap meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan beternak mereka agar sapi yang mereka pelihara dapat berproduksi

optimal sesuai kemampuan genetiknya. Nilai terendah terdapat pada pembibitan dan

reproduksi selanjutnya kandang dan peralatan, pengelolaan, kesehatan hewan, dan

tertinggi makanan ternak. Ini menunjukkan bahwa peternak lebih fokus pada aspek

pakan dibandingkan dengan yang lainnya, padahal kelima aspek ini saling berkaitan

satu dengan lainnya.

Pembibitan dan Reproduksi

Aspek pembibitan dan reproduksi yang diamati meliputi:

1. Bangsa sapi yang dipelihara

2. Cara seleksi

3. Cara kawin

4. Pengetahuan berahi

5. Umur beranak pertama

6. Saat dikawinkan setelah beranak

7. Calving interval

Hasil pengamatan di Desa Cibeureum ditampilkan di Tabel 9. Beberapa aspek dalam

pembiakan dan reproduksi masih jauh dari nilai harapan (P<0,01) setelah dilakukan

perhitungan dengan khi-kuadrat.

Berdasarkan Tabel 9 untuk bangsa sapi yang dipelihara, cara seleksi,

pengetahuan berahi, dan saat dikawinkan setelah beranak memiliki masih jauh dari

harapan (P<0,01), sedangkan untuk cara kawin, umur beranak pertama dan calving interval sudah sesuai dengan harapan yakni berdasarkan Dirjen Peternakan (1983). Cara seleksi memiliki nilai paling rendah diantara sub aspek lainnya. Penyeleksian

bibit yang baik tentu akan menghasilkan sapi dengan kualitas produksi yang optimal

dan dapat meminimalkan kerugian, karena pemeliharaan sapi perah yang dilakukan

dalam jangka waktu yang cukup lama.

Bangsa sapi yang dipelihara peternak di Desa Cibeureum yaitu Peranakan

Friesian Holstein (PFH). Berdasarkan SNI 01-2735-1992 sapi peranakan FH yaitu

(38)

terus-menerus sampai generasi ketiga dengan penurunan darah 87,5% yang berasal

dari luar negeri. Hal ini kurang sesuai dengan harapan, bangsa sapi yang sebaiknya

dipelihara yaitu sapi FH murni. Pemeliharaan sapi FH murni diharapkan dapat

menghasilkan produksi susu lebih baik daripada sapi PFH. Sapi yang didapat oleh

peternak didapatkan dari peternak lain yang ingin menjualnya ataupun dari

peternakan dengan membeli bibit dara. Banyak pula ternak yang dipelihara dari

anakan ternak.

Tabel 9. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pembibitan dan Reproduksi (40 Responden)

No Aspek Pengamatan Nilai Pengamatan Harapan (%)

Keterangan : ** = Sangat nyata (P<0,01)

Kesuksesan pengembangbiakan sapi perah ditentukan oleh kemampuan dari

peternak untuk menyeleksi sapi yang akan menjadi induk untuk generasi selanjutnya.

Terdapat 3 cara untuk menyeleksi yaitu nilai dari individu, silsilah, dan keturunan.

Peternak di Desa Cibeureum umumnya memilih ternak berdasarkan bentuk tubuh

luar yakni dari bentuk badan, kaki, serta ambing. Tabel 10 menunjukkan penerapan

aspek pembibitan dan reproduksi yang dilakukan oleh peternak.

Berdasarkan Tabel 10 juga dapat dilihat hanya 5 (12,5%) peternak yang

menyeleksi sapi berdasarkan produksi susu dan sisanya (87,5%) menyeleksi ternak

berdasarkan bentuk tubuh luar ternak. Hal tersebut terjadi karena peternak masih

beranggapan bentuk tubuh luar yang terlihat baik akan menghasilkan produksi susu

yang lebih tinggi. Ensminger (1971) menyatakan bahwa ketika susu menjadi sumber

utama pemasukan, seleksi akan lebih mudah. Produksi susu sapi diurutkan

berdasarkan nilai terendah sampai tertinggi, jika produksi susu sapi tinggi maka sapi

(39)

dipertahankan, jika rendah maka sapi dijual. Glantz et al. (2009) menyatakan bahwa pemilihan bibit ternak yang baik akan meningkatkan kualitas (komponen) susu dan

kemudahan dalam pemrosesan.

Tabel 10. Penerapan Aspek Pembibitan dan Reproduksi Sapi Perah di Desa Cibeureum

No. Uraian

Jumlah Peternak

Orang % 1. Bangsa sapi yang dipelihara

a. FH murni 0 0

6. Saat dikawinkan setelah beranak

a. 60 hari 22 55

Seluruh peternak di Desa Cibeureum mengawinkan ternaknya dengan cara

Inseminasi Buatan (IB). Hal ini dikarenakan peternak tidak ingin menambah biaya

(40)

petugas yang ada di KUD. Peternak memberi tahu pihak KUD bahwa ada ternaknya

yang sedang berahi dan siap untuk diinseminasi lalu membayar biaya administrasi.

Deteksi berahi seharusnya diketahui dengan baik oleh peternak, karena jika

sapi terlambat dikawinkan peternak akan rugi karena harus menunggu sapi berahi

kembali (15-20 hari). Tanda-tanda sapi berahi menurut Hosein & Gibson (2006)

yaitu:

1. Sapi gelisah

2. Frekuensi sapi mengeluarkan urin meningkat

3. Vulva terlihat lebih merah, keluar lendir, dan bengkak

4. Diam dinaiki

5. Keluarnya darah yang menandakan bahwa masa berahi sudah terlewat

Peternak di Desa Cibeureum umumnya kurang begitu memahami tanda berahi pada

ternak. Berdasarkan Tabel 9 nilai yang didapat masih tidak sesuai dengan harapan

(P<0,01). Tanda-tanda berahi yang umumnya diketahui oleh peternak di Desa

Cibeureum yaitu keluarnya lendir, bagian vulva membengkak, serta sapi yang

gelisah. Melihat tanda ini biasanya peternak langsung mengawinkan sapi dengan cara

Inseminasi Buatan (IB). Berdasarkan Tabel 10 sebanyak 28 orang peternak yang

memahami ciri berahi dan sisanya masih kurang memahami ciri berahi pada ternak.

Sapi perah di Desa Cibeureum rata-rata beranak pertama pada umur 2 ½

tahun. Dara biasanya dikawinkan setelah mencapai usia sekitar 21 bulan. Hal ini

dilakukan agar ternak mencapai dewasa tubuh dahulu. Sudono (1999) menyatakan

rata-rata ternak beranak pertama ± 3 tahun. Ternak bisa beranak pertama pada umur

± 2 tahun, asalkan pemeliharaan ternak dilakukan dengan baik dan ternak sudah

mencapai bobot badan 350 kg (Blakely & Bade, 1994).

Ternak yang sudah melahirkan seharusnya cepat dikawinkan kembali.

Peternak di Desa Cibeureum umumnya mengawinkan ternaknya setelah 2 bulan

beranak atau 60 hari. Peternak yang mengawinkan ternaknya lebih dari 60 hari

dikarenakan sapi yang telah di IB gagal bunting sehingga untuk dikawinkan lagi

harus menunggu selama berahi kembali atau ±21 hari. Sebanyak 18 peternak (45%)

mengawinkan ternak kembali setelah 60 hari. Kegagalan dalam IB disebabkan

karena kurangnya asupan nutrisi pakan dan waktu inseminasi yang kurang tepat.

Tyler & Ensminger (2006) menyatakan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan

(41)

gagalnya reproduksi yaitu kesalahan dalam menginseminasi, mendeteksi berahi, serta

adanya penyakit.

Calving Interval (CI) yaitu selang waktu beranak sampai beranak selanjutnya. Selang waktu yang ideal yaitu 12-13 bulan sehingga sapi memiliki

waktu yang tepat untuk masa pemerahan dan pengeringan. Selang beranak dalam

waktu yang lebih lama akan meningkatkan produksi susu namun tidak efisien.

Penerapan CI di Desa Cibeureum sudah sesuai dengan nilai harapan. Jarak ternak

melahirkan setelah melahirkan pertama yaitu 12 bulan. Berdasarkan Tabel 10

sebanyak 72,5% peternak memiliki sapi yang jarak melahirkannya 12 bulan dan

sisanya (27,5%) lebih dari 12 bulan.

Makanan Ternak

Pakan merupakan hal yang sangat penting untuk ternak. Pemberian pakan

yang baik dengan jumlah yang cukup akan mendapatkan sapi dengan produksi yang

optimal. Aspek yang diamati untuk makanan ternak yaitu :

1. Cara pemberian hijauan

2. Jumlah pemberian hijauan

3. Kualitas hijauan

4. Frekuensi pemberian hijauan

5. Cara pemberian konsentrat

6. Jumlah pemberian konsentrat

7. Kualitas konsentrat

8. Frekuensi pemberian konsentrat

9. Pemberian air minum.

Hasil pengamatan aspek makanan ternak di Desa Cibeureum ditampilkan Tabel 11.

Beberapa aspek masih jauh dari nilai harapan (P<0,01) setelah dilakukan perhitungan

dengan khi-kuadrat.

Pakan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam usaha

peternakan. Biaya yang paling tinggi dikeluarkan dalam peternakan yaitu untuk

pakan. Pemberian pakan yang baik akan menghasilkan ternak dengan performa yang

baik. Pemberian pakan diharapkan sesuai dengan kebutuhan ternak karena jika

berlebih ataupun kurang usaha peternakan tidak baik, selain itu mengeluarkan biaya

(42)

Berdasarkan Tabel 11 penerapan yang sudah baik dilakukan yaitu cara

pemberian hijauan, frekuensi dan jumlah pemberian hijauan, frekuensi dan jumlah

pemberian konsentrat, kualitas konsentrat, dan pemberian air minum. Sub Aspek

yang penerapannya belum sesuai dengan harapan yaitu kualitas hijauan dan cara

pemberian konsentrat. Cara pemberian konsentrat memiliki nilai yang paling rendah.

Tabel 11. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Makanan Ternak (40 responden) Keterangan : ** : Sangat nyata (P<0,01)

Pemberian pakan hijauan dan konsentrat dilakukan dua sampai tiga kali

sehari (pagi dan sore hari), hal ini sudah sesuai dengan nilai harapan. Sniffen &

Robinson (1984) menyatakan bahwa peningkatan frekuensi pemberian pakan, akan

akan menstimulir ternak mengkonsumsi pakan dan pertumbuhan. Hijauan yang

diberikan pagi hari adalah hijauan yang diambil pada hari sebelumnya, sedangkan

hijauan yang diberikan pada sore hari hijauan segar yang baru diambil pada pagi hari

setelah pemerahan. Hijauan didapatkan oleh peternak dari daerah sekitar Desa

Cibeureum.

Hijauan sebaiknya diberikan kepada ternak setelah diperah. Hal ini

dikarenakan ternak menjadi lapar dan akan makan dengan jumlah lebih banyak

dibandingkan waktu lainnya (Bernard & Montgomery, 1997). Pemberian pakan

hijauan setelah ternak diperah juga bertujuan agar mikroba dalam rumen dapat

dimanfaatkan dan karbohidrat dapat tercerna. Peternak di Desa Cibeureum

memberikan hijauan pada ternak setelah dilakukan pemerahan. Hal ini sudah sesuai

dengan yang diharapkan (P<0,01). Tabel 12 menunjukkan jumlah peternak yang

telah menerapkan aspek makanan ternak di Desa Cibeureum.

(43)

Tabel 12. Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Perah di Desa Cibeureum

No Uraian Jumlah Peternak Orang % 6. Jumlah pemberian konsentrat

a. Cukup 4 10

b. Berlebihan 36 90 c. Kurang

0 0 7. Kualitas konsentrat dan mineral

a. Baik dan lengkap 33 82,5

Berdasarkan Tabel 12 sebanyak 3 (7,5%) peternak memberikan hijauan

sebelum diperah. Hal ini disebabkan karena ternak mereka tidak tenang saat

(44)

Menurut DeVries & Keyserlingk (2005) pemberian pakan segar akan merangsang

ternak untuk makan lebih banyak.

Berdasarkan hasil perhitungan seluruh peternak di Desa Cibeureum dalam

pemberian hijauan cukup (17,5%) dan berlebihan (72,5%) dari jumlah yang

dibutuhkan oleh ternak. Peternak umumnya tidak memperhitungkan jumlah pakan

yang mereka berikan sehingga pemberiannya berlebih. Pemberian pakan yang

berlebihan pada ternak tidak efisien karena akan menjadikan biaya produksi lebih

tinggi. Pemberian pakan berlebihan tidak selalu membuat ternak akan menghasilkan

susu lebih banyak. Pakan yang diberikan yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan yang

diberikan yaitu rumput alam dan rumput gajah.

Kualitas hijauan yang diberikan pada ternak adalah kualitas campuran bukan

kualitas yang unggul. Sapi dapat berproduksi 70% dari kemampuan genetiknya

ketika diberikan pakan hijauan dengan kualitas yang baik. Hijauan yang berkualitas

tinggi adalah hijauan yang memiliki karakteristik fisik dan kimia umum dengan

palatabilitas dan kaya akan nutrisi (Ensminger, 1971). Peternak di Desa Cibeureum

kurang begitu memperhatikan kualitas hijauan yang didapatnya. Mereka memberikan

pakan sesuai dengan yang didapatkannya di lapang.

Gambar 1. Konsentrat yang Diberikan pada Ternak

Konsentrat merupakan pakan dengan kandungan energi yang tinggi dan

rendah serat. Biasanya dibagi dalam tiga kelas yaitu protein rendah, protein sedang

dan protein tinggi. Pemilihan konsentrat sebaiknya memperhatikan palatabilitas,

kualitas dalam susu yang dihasilkan, dan biaya (Ensminger, 1971). Pemberian

konsentrat sebaiknya dilakukan sebelum pemerahan. Berdasarkan hasil perhitungan

didapatkan bahwa peternak di Desa Cibeureum belum sesuai dengan harapan

(P>0,01). Peternak di Desa Cibeureum memberikan konsentrat setelah pemerahan.

Hal ini disebabkan karena peternak tidak sempat untuk memberikan pakan sebelum

(45)

pemerahan. Peternak harus segera kembali ke kandang setelah mencari rumput pada

siang hari kemudian membersihkan kandang dan mereka langsung memerah. Selain

itu, peternak juga umumnya tidak mengetahui tujuan dari perbedaan waktu

pemberian pakan konsentrat.

Konsentrat yang diberikan pada ternak di Desa Cibeuruem yaitu konsentrat

dari KUD dan ampas tahu sebagai tambahannya. Penambahan ampas tahu bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan dari ternak karena peternak beranggapan konsentrat dari

KUD belum cukup memenuhi kebutuhan dan juga dikarenakan harga ampas tahu

yang relatif murah. Pemberian konsentrat untuk ternak di Desa Cibeureum berlebih.

Hal ini kurang baik karena akan menurunkan konsumsi hijauan sehingga

menurunkan produksi dan kualitas dari susu. Ampas tahu dan konsentrat KUD

diaduk terlebih dahulu kemudian diberikan kepada ternak seperti pada Gambar 1.

Hal ini dilakukan agar pakan tidak terlalu kering dan ternak tidak memilih konsentrat

yang akan dimakan. Kandungan nutrisi pakan yang diberikan dapat dilihat pada

Tabel 13.

Tabel 13. Kandungan Nutrisi Pakan Peternak di Desa Cibeureum

No. Jenis Bahan Pakan BK (%) Komposisi (%BK) TDN PK Ca P 1. Rumput Lapang1 24,4 56,2 8,2 0,37 0,23 2. Rumput Gajah2 21 50 8,3 0,59 0,29 3. Konsentrat KUD 80 55 14 - - 4. Ampas Tahu3 23 79 23,7 0,73 0,45 Sumber : 1) Sutardi (1980) 2)Anggraeni dan Umiyasih (2007) 3)Siregar (1994)

Air minum merupakan hal yang sangat penting bagi ternak, karena sebagian

besar tubuh ternak terdiri dari air. Pemberian air minum pada ternak di Desa

Cibeureum ad libitum. Hal ini dikarenakan Desa Cibeureum berada di daerah dataran tinggi sehingga jumlah pasokan air sangat mencukupi untuk kebutuhan peternakan.

namun peternak kurang memperhatikan kualitas dari air tersebut.

Pengelolaan

Pengelolaan peternakan harus dilakukan dengan baik. Peternakan yang

dikelola dengan baik tentunya akan menghasilkan ternak yang baik. Pengamatan

Gambar

Tabel 6.  Umur, Pendidikan, dan Pengalaman Beternak Responden di Desa Cibeureum
Tabel 7.  Rataan Kepemilikan Sapi Perah Peternak di Desa Cibeureum
Tabel 8.  Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Pengetahuan dan
Tabel 9.  Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pembibitan dan Reproduksi (40 Responden)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak penggunaan silase dalam ransum sapi perah di peternakan rakyat anggota Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS)

Hasil dari penelitian adalah 5 dari 30 ekor sapi perah di kawasan usaha peternakan Cibungbulang Bogor yang menunjukkan indeks kesehatan normal. 12 dari 30 ekor

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Tim Peneliti Hibah Bersaing Peranan Tingkat Pendidikan Peter- nak Terhadap Dampak Inovasi Sapi Perah Di Jawa Barat,

Hal ini terus dilakukan mengingat populasi hewan rentan Brucellosis di Kabupaten Bogor terutama sapi perah cukup tinggi, mutasi ternak dari satu tempat ke tempat lain

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prevalensi Koksidiosis pada Sapi Perah di Kelompok Ternak Tirta Kencana dan Baru Sireum, Cisarua, Kabupaten

Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi untuk para peternak, pemerintah, dan semua stakeholder s pada peternakan sapi perah rakyat di Kawasan Usaha

Sudono (1999) menyatakan bahwa faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan kemampuan tata

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan aspek teknis pemeliharaan sapi perah berdasarkan Good Dairy Farming Practices (GDFP) di peternakan rakyat Cibungbulang sebesar 69,75%