• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Negeri 7 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Negeri 7 Medan"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG

INFEKSI MENULAR SEKSUAL

DI SMA NEGERI 7

MEDAN

SKRIPSI

Oleh :

Asnil Adli Simamora 121121103

FAKULTAS KEPERAWATAN

(2)
(3)

Judul : Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Negeri 7 Medan.

Peneliti : Asnil Adli Simamora Nim : 121121103

Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun : 2013

ABSTRAK

Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual, kebanyakan penderita infeksi menular seksual adalah remaja, salah satu penyebabnya adalah tingkat pengetahuan remaja yang masih relatif rendah dan sikap remaja yang berada dalam kategori negatif. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 7 Medan. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengetahuan dan sikap remaja tentang infeksi menular seksual. Penelitian bersifat deskriptif dan teknik pengambilan sample adalah stratifield random sampling dengan jumlah sample 99 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket. Hasil penelitian tentang infeksi menular seksual kategori Baik 9,1% sebanyak 9 orang, kategori cukup 15,2% sebanyak 15 orang, kategori kurang 75,8% sebanyak 75 orang. Sikap responden tentang infeksi menular seksual kategori negatif 88,9% dan kategori positif 11,1% sebanyak 11 orang. Kesimpulan hasil penelitian pengetahuan remaja di SMA Negeri 7 Medan tentang infeksi menular seksual mayoritas berada dalam kategori kurang yaitu sebanyak 75,8% sebanyak 75 orang, yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual tidak hanya sebatas pengetahuan yang di dapat di sekolah, tetapi juga berpengaruh terhadap informasi, pengalaman, pergaulan dikalangan remaja dan kultur/budaya, dan memiliki sikap berada dalam kategori negatif 88.9%, sikap seseorang tergantung faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memperoleh informasi yang diterima baik melalui penyuluhan, media massa maupun orang tua serta kemampuan anak untuk menyerap dan menginterprestasikan informasi tersebut, disarankan kepada peneiliti selanjutnya untuk melakukan penelitian membahas tentang perilaku remaja tentang infeksi menular seksual.

(4)
(5)
(6)

PRAKATA

Puji beserta syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan hidayahNya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Negeri 7 Medan” dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis terkait dengan persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memfasilitasi terlaksananya pendidikan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

2. Erniyati, S.Kp., MNS Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp., MARS selaku dosen pembimbing akademik di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ismayadi, S.Kep. Ns, M.Kes., CWCCA, CHtN selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian dan cermat, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp., MNS selaku penguji 1 yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian dan cermat untuk perbaikan penelitian ini.

6. Ibu Lufthiani, S.Kep. Ns., M.Kes selaku penguji 2 yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian dan cermat untuk perbaikan penelitian ini.

(7)

8. Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 7 Medan.

9. Kepala Sekolah SMA Negeri 7 Medan yang telah memberikan kesempatan, dukungan, dan masukan selama proses penelitian.

10.Teristimewa sekali buat Ayah dan Ibu tercinta, Kakak, Abang beserta keluarga besar yang senantiasa memberikan semangat dorongan secara materil, moral serta spiritual selama penulis mengikuti pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

11.Rekan-rekan Mahasiswa Ekstensi Keperawatan angkatan 2012 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan, motivasi, partisipasi dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya. Semoga segala bantuan, kebaikan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapat berkah, rahmat dan hidayah dari ALLAH SWT, Amin.

Medan, Januari 2014

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI... i

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

2.1.1 Defenisi dan Epidemiologi Infeksi Menular Seksual ... 8

2.1.2 Penyebab Infeksi Menular Seksual ... 12

2.1.3 Cara Penularan Infeksi Menular Seksual ... 13

2.1.4 Manifestasi Klinis dan Diagnosa Infeksi Menular Seksual .... 14

2.1.5 Komplikasi Infeksi Menular Seksual ... 15

2.1.6 Pencegahan Infeksi Menular Seksual ... 15

2.1.7 Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual ... 16

2.2 Pengetahuan dan Sikap ... 17

BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL 3.1 Kerangka konsep ... 23

3.2 Defenisi Operasional ... 24

BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 26

4.2 Populasi, Sample Penelitian dan Tehnik Sampling ... 26

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

(9)

4.5 Instrumen Penelitian dan pengukuran validitas-realibilitas ... 28

4.6 Uji Validitas dan Reabilitas ... 29

4.7 Rencana Pengumpulan Data ... 28

4.8 Analisa Data ... 29

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 30

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 30

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 30

5.2. Pembahasan ... 32

5.2.1. Tingkat Pengetahuan ... 32

5.2.2. Sikap ... 34

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan ... 36

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat izin survei awal dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 2. Surat persetujuan izin survei awal dari Dinas Pendidikan Kota Medan.

3. Surat izin persetujuan survei awal dari SMA Negeri 7 Medan

4. Surat persetujuan etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Surat izin pengambilan data dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

6. Surat izin pengambilan data dari Dinas Pendidikan Kota Medan. 7. Surat Uji Validitas

8. Surat pernyataan telah melakukan penelitian dari SMA Negeri 7 Medan 9. Hasil Uji Reabilitas

10. Informed consent 11. Instrument penelitian

12. Hasil tabulasi data hasil penelitian 13. Jadwal tentative penelitian

(11)

Judul : Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Negeri 7 Medan.

Peneliti : Asnil Adli Simamora Nim : 121121103

Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun : 2013

ABSTRAK

Infeksi menular seksual merupakan penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual, kebanyakan penderita infeksi menular seksual adalah remaja, salah satu penyebabnya adalah tingkat pengetahuan remaja yang masih relatif rendah dan sikap remaja yang berada dalam kategori negatif. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 7 Medan. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengetahuan dan sikap remaja tentang infeksi menular seksual. Penelitian bersifat deskriptif dan teknik pengambilan sample adalah stratifield random sampling dengan jumlah sample 99 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket. Hasil penelitian tentang infeksi menular seksual kategori Baik 9,1% sebanyak 9 orang, kategori cukup 15,2% sebanyak 15 orang, kategori kurang 75,8% sebanyak 75 orang. Sikap responden tentang infeksi menular seksual kategori negatif 88,9% dan kategori positif 11,1% sebanyak 11 orang. Kesimpulan hasil penelitian pengetahuan remaja di SMA Negeri 7 Medan tentang infeksi menular seksual mayoritas berada dalam kategori kurang yaitu sebanyak 75,8% sebanyak 75 orang, yang mempengaruhi pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual tidak hanya sebatas pengetahuan yang di dapat di sekolah, tetapi juga berpengaruh terhadap informasi, pengalaman, pergaulan dikalangan remaja dan kultur/budaya, dan memiliki sikap berada dalam kategori negatif 88.9%, sikap seseorang tergantung faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memperoleh informasi yang diterima baik melalui penyuluhan, media massa maupun orang tua serta kemampuan anak untuk menyerap dan menginterprestasikan informasi tersebut, disarankan kepada peneiliti selanjutnya untuk melakukan penelitian membahas tentang perilaku remaja tentang infeksi menular seksual.

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parsit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, sypilis, trichomoniasis, chancroid, herpes genitalis, infeksi human

immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Beberapa diantaranya, yakni HIV dan sypilis, dapat juga ditularkan dari ibu ke janin selama kehamilan dan kelahiran, dan melalui darah serta jaringan tubuh.

(13)

remaja perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja (15-24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus baru yang didapat.

Di Indonesia sendiri, telah banyak laporan mengenai prevalensi infeksi menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi antara tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan klamidia yang tinggi antara 20% - 35% (Jazan, 2003). Di Banjarmasin Kalimantan Tengah jumlah penderita infeksi menular seksual terus meningkat berdasarkan data dari Dinas Kesehatan tercatat 231 kasus Pada tahun 2011 dan peningkatan kasus tak hanya terjadi pada penderita yang memiliki profesi rentan akan penularan infeksi menular seksual, tapi juga pada remaja usia pelajar, antara pelajar SMP sampai dengan Pelajar SMA. Hal tersebut diungkapkan oleh Kadinkes Kota Banjar Masin. (Praswasti, 2011).

(14)

Sedangkan tahun 2009 terjadi penurunan hasil reaksi yang cukup besar yaitu 275 dari 312.795 jumlah sampel yang diperiksa (0,88). (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2009).

(15)

% melakukan hubungan seks pertama mereka pada usia 13 - 15 tahun di rumah mereka dengan pacar (BKKBN, 2006).

Menurut survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 52 % remaja di Medan sudah melakukan seks pranikah yang berdampak kepada terjangkitnya penyakit Infeksi Menular Seksual. Pasalnya, perilaku seks bebas atau seks di luar nikah sangat erat dalam kehidupan remaja saat ini. Dalam menanggulangi kasus infeksi menular seksual ini, Dinkes Sumut akan merencanakan seluruh kab / kota memiliki petugas medis dan administrasi dalam hal pelayanan Infeksi Menular Seksual. (Irwan Rangkuti, 2011).

(16)

dapat di sekolah saja, tetapi juga berpengaruh terhadap informasi, pengalaman, pergaulan dikalangan remaja dan kultur/budaya.

Tingginya kasus penyakit infeksi menular seksual, khususnya pada kelompok usia remaja, salah satu penyebabnya adalah akibat pergaulan bebas kota - kota besar. Hasil penelitian di 12 kota besar di Indonesia termasuk Denpasar menunjukkan 10 - 31% remaja yang belum menikah sudah melakukan hubungan seksual. Pakar seks juga spesialis Obsetri dan Ginekologi dr. Boyke Dian Nugraha dijakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari 5% pada tahun 1980, menjadi 20% pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut didapat dari berbagai penelitian di berbagai kota besar di Indonesia. Kelompok remaja yang masuk dalam penelitian tersubut umumnya masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Mahasiswa. Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak - anak yang duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Rauf, 2008).

(17)

diperlukan tambahan pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja dalam upaya menghambat peningkatan insiden infeksi menular seksual di kalangan remaja.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini bahwa penulis ingin mengetahui, bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja terhadap infeksi menular seksual, karena dari hasil berbagai penelitian di kota besar di Indonesia. Kelompok remaja pada umumnya masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) sudah melakukan hubungan seks bebas dan dari hasil survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 52% remaja Medan sudah melakukan seks pranikah yang berdampak kepada terjangkitnya penyakit Infeksi Menular Seksual. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya penyakit menular seksual maka penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran pengetahuan dan sikap remaja SMA Negeri 7 Medan terhadap infeksi menular seksual agar dapat diketahui apakah diperlukan pendidikan tambahan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

(18)

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1.3.2.1 Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja SMA Negeri 7 Medan tentang infeksi menular seksual.

1.3.2.2 Untuk mengetahui gambaran sikap remaja SMA Negeri 7 Medan tentang infeksi menular seksual.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah dalam memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi pada kalangan remaja.

1.4.2 Sebagai bahan masukan bagi orang tua dalam upaya merangsang kepedulian orang tua terhadap pendidikan seksual anak dimulai pada usia remaja.

1.4.3 Sebagai bahan masukan bagi remaja dalam menyikapi hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Menular Seksual

2.1.1 Definisi dan Epidemiologi Infeksi Menular Seksual

Penyakit kelamin (veneral diseases) sudah lama dikenal dan beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonore. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat, banyak ditemukan penyakit-penyakit baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexually transmitted disease (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS). (Hakim, 2009; Daili, 2009).

Perubahan istilah tersebut memberi dampak terhadap spektrum PMS yang semakin luas karena selain penyakit-penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit kelamin (VD) yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venerum dan granuloma inguinale juga termasuk uretritis non gonore (UNG), kondiloma akuminata, herpes genitalis, kandidosis, trikomoniasis, bakterial vaginosis, hepatitis, moluskum kontagiosum, skabies, pedikulosis, dan lain-lain. Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI(Sexually Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik (Hakim, 2009; Daili, 2009).

(20)

kelamin genital saja, tetapi dapat juga pada daerah – daerah ekstragenital. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, karena ada beberapa yang dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat, handuk, termometer, dan ada juga yang ditularkan dari ibu kepada bayinya yang ada di dalam kandungan. (Daili, 2007).

Infeksi menular seksual di dapat akibat berhubungan seksual dengan orang yang terinfeksi sebelumnya. Setiap orang yang sudah melakukan hubungan seksual, mempunyai resiko untuk terkena infeksi menular seksual. Resiko akan semakin tinggi apabila seseorang berhubungan seksual dengan banyak pasangan yang berbeda pasangan atau pasangannya mempunyai banyak partner yang berbeda ataupun melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan kondom. (Daili, 2007).

Adapun 9 jenis penyakit menular seksual adalah :

1. AIDS (Acquired immune deficiency Syndrome), aids adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawa sejak lahir), aids disebabkan oleh virus yang nama ilmiahnya disebut human immunodeficiency virus. 2. Gonore atau kencing nanah, Gonore adalah penyakit menular seksual yang

(21)

3. Herpes vaginalis, penyakit menular seksual dengan gambaran khas berupa vesikel berkelompok pada dasar eritematosa, dan cenderung bersifat rekuren. Ada 2 jenis virus herpes yaitu HSV-1 dan HSV-2, HSV-2 biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, sedangkan HSV-1 biasanya menginfeksi mulut, kedua jenis virus herpes tersebut bisa menginfeksi kelamin, kulit disekeliling rektum atau tangan (terutama bantalan kuku) dan bisa ditularkan ke bagian tubuh lainnya (misalnya permukaan mata).

4. Klamidia trachomatis, penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri chlamydia trachomatis, klamidia dapat ditularkan melalui hubungan seksual secara vaginal, anal, atau oral, dan dapat mengakibatkan bayi tertular dari ibunya selama persalinan.

5. Kondiloma akuminata (Kutil kelamin), penyakit menular seksual ini disebabkan virus DNA golongan papovavirus yaitu human papilloma virus (HPV).

6. Limfogranuloma venerum, suatu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri chlamydia trachomatis, penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub tropis dan merupakan bakteri yang hanya tumbuh di dalam sel. 7. Sifilis, penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri spiroseta,

(22)

8. Trichomonas vaginalis, penyakit menular seksual yang disebabkan suatu parasit protozoa, penderita yang terinfeksi banyak yang tidak menimbulkan gejala dan penyakit menular seksual ini menyebabkan terganggunya aktifitas sehari-hari karena ketidaknyamanan yang ditimbulkan, sehingga infeksi ini tidak dapat diabaikan.

9. Ulkus molle, penyakit menular seksual yang akut, ulseratif, dan biasanya teralokasi di genetalia atau anus dn biasanya disertai pembesaran kelenjar di daerah inguinal, ulkus mole merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan basil gram negatif haemophilus ducreyi yang merupakan bakteri gram negatif, fakultatif anaerob dan membutuhkan hemin (faktor x) untuk bertumbuh.

Selama dekade terakhir ini, insidens infeksi menular seksual cukup meningkat di berbagai negara di dunia. Banyak dilaporkan mengenai penyakit ini, tetapi angka-angka yang dilaporkan tidak menggambarkan anggka yang sesungguhnya. Hal tersebut disebabkan oleh :

1. Banyak kasus yang tidak dilaporkan, karena belum ada undang-undang yang mengharuskan melaporkan setiap kasus baru infeksi menular seksual ditemukan.

2. Bila ada laporan, sistem pelaporan yang berlaku belum seragam.

3. Fasilitas diagnostik yang ada sekarang ini kurang sempurna sehingga seringkali terjadi salah diagnosa dan penanganan.

(23)

5. Pengontrolan terhadap infeksi menular seksual ini belum berjalan baik. (Daili, 2007).

2.1.2 Penyebab Infeksi Menular Seksual

Menurut Handsfield (2001), Infeksi menular seksual dapat diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, yakni :

a. Dari golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidium, Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, Salmonella sp, Shigellia sp, Campylobacter sp, Streptococussgroup B, Mobiloncus sp.

b. Dari golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, dan protozoa enterik lainnya.

c. Dari golongan virus, yakni Human immunodeficiency virus (tipe 1 dan 2), Herpes simplex virus (tipe 1 dan 2), Human papiloma virus (banyak tipe), Cytomegalovirus, Epstein barr virus, Molluscum contagiosum virus, dan virus – virus entric.

d. Dari golongan ektoparasit, yakni Phithirus pubis dan Sarcoptes scabei. Sedangkan menuriut Daili (2007), selain disebabkan oleh agen – agen diatas, infeksi menular seksual juga disebabkan oleh jamur, yakni jamur Candida Albicanus.

(24)

Menurut Depkes RI (2006), penularan infeksi menular seksual dapat melalui beberapa cara, yakni bisa melalui hubungan seksual, berkaitan dengan prosedur medis (iatrogenik), dan bisa juga berasal dari infeksi endogen. Infeksi endogen adalah infeksi yang berasal dari pertumbuhan organisme yang berlebihan secara normal hidup di vagina dan juga ditularkan melalui hubungan seksual. Sedangkan infeksi menular seksual akibat iatrogenik disebabkan oleh prosedur-prosedur medis seperti pemasangan IUD (Intra Uterine Device), aborsi dan proses kelahiran bayi. Cara penularan infeksi menular seksual terutama melalui hubungan seksual tidak terlindungi , baik pervigal, anal, maupun oral. Cara penularannya yaitu :

1. Perinatal yakni dari ibu ke bayinya, baik selama kehamilan, saat kelahiran, ataupun setelah lahir.

2. Melalui transfusi darah ataupun kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah.

3. Saling tukat jarum suntikpada pemakaian narkoba.

4. Penggunaan alat cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka dan menyisakan darah pada alat cukur).

Infeksi menular seksual tidak ditularkan bila seorang duduk disamping orang yang terinfeksi, penggunaan kamar mandi umum, kolam renang umum, bersalaman, bersin- bersin dan keringat (Dinkes, 2009).

2.1.4 Manifestasi Klinis dan Diagnosa Infeksi Menular Kesehatan

(25)

gejalanya berminggu-minggu, berbulan-bulan, maupun bertahun-tahun setelah terinfeksi (lestari, 2008). Mayoritas infeksi menular seksual tidak memberikan gejala (asimptomtik) pada perempuan (60-70 % dari terinfeksi gonore dan klamidia). Pada perempuan, konsekuensi infeksi menular seksual sangat serius dan kadang – kadang bersifat fatal (misal kanker serviks, kehamilan ektopik dan sepsis). Konsukuensi juga terjadi pada bayi yang dikandung jika perempuan terinfeksi pada saat hamil (bayi lahir mati, kebutaan). (Kesrepro, 2007).

Gejala infeksi menular seksual bisa berupa gatal dan adanya sekret di sekitar alat kelamin, benjolan atau lecet di sekitar alat kelamin, bengkak di sekitar alat kelamin, buang air kecil yang lebih sering dari biasanya, demam, lemah, kulit menguning dan rasa nyeri disekujur tubuh, kehilangan berat badan, diare, keringat malam, pada wanita bisa keluar darah di luar menstruasi, rasa panas seperti terbakar atau sakit saat buang air kecil, kemerahan di sekitar kelamin, rasa sakit di bawah perut pada wanita di luar menstruasi, dan bengkak dan bercak darah setelah berhubungan seksual (Lestari 2008; Murtuaristik, 2008).

(26)

2.1.5 Komplikasi Infeksi Menular Seksual

Infeksi menular seksual yang tidak ditangani dapat menyebabkan kemandulan, merusak penglihatan, otak dan hati, menyebabkan kanker leher rahim, menular pada bayi, rentan terhadap HIV, dan beberapa infeksi menular seksual dapat menyebabkan kematian (Dinkes Surabaya, 2009).

Suatu studi epidemologi menggambarkan bahwa pasien dengan infeksi menular seksual lebih rentan terhadap HIV, infeksi menular seksual diimplikasikan sebagai faktor yang memfasilitasi penyebaran HIV (WHO, 2004).

2.1.6 Pencegahan Infeksi Menular Seksual

Pencegahan termasuk pengenalan diagnosis yang cepat dan pengobatan yang efektif terhadap infeksi menular seksual, akan mengurangi kemungkinan komplikasi pada masing-masing individu dan mencegah infeksi baru di masyarakat (Depkes RI, 2006: Dinkes Surabaya, 2009).

Langkah terbaik untuk mencegah infeksi menular seksual (Depkes RI, 2006) adalah menghindari kontak langsung dengan cara berikut :

a. Menunda kegiatan seksbagi remaja (absttinensia).

b. Menghindari gonta ganti Pasangan dalam berhubungan seksual. c. Memakai kondom dengan benar dan konsisten.

(27)

mencegah pemakaian alat-alat yang menembus kulit (jarum suntik, alat tindik) yang tidak steril, dan menjaga kebersihan alat reproduksi sehingga meminimalisir penularan (ICA, 2009: Dinkes Surabaya, 2009).

2.1.7 Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual

Penanganan infeksi menular seksual (Daili, 2007) secara komprehensif mencakup diagnosa yang tepat, pengobatan yang efektif, pemberian konseling kepada pasien dalam rangka memberikan K.I.E (Komunikasi, informasi, dan edukasi), dan penanganan pasangan seksualnya, konseling adalah suatu proses yang dapat membantu seseorang untuk mengetahui dan menyelesaikan masalah dengan baik, serta mampu memotivasi individu tersebut untuk merubah prilakunya. Dalam praktiknya, konseling perlu dibedakan dengan bimbingan , oleh karena itu infeksi menular seksual terdiri dari bermacam-macam penyakit dengan derajat kesakitan yang berbeda, maka konseling untuk setiap penyakitnya tidak akan sama.

(28)

2.2 Pengetahuan dan Sikap

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan dari hasil tidak tahu, ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan pada suatu objek tertentu dan adanya stimulus. Penginderaan pada terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penciuman, penglihatan, pendengaran, perasaan dan perabaan. Sebagian besar pengindraan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2005). Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dan untuk merubah pengetahuan, sikap dan perilaku adalah dengan pendidikan dan latihan. Menurut Verner dan Davison yang dikutip oleh Notoadmodjo mengatakan bahwa usia mempengaruhi proses belajar, karena dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan mulai bergerak makin jauh. Dengan bertambahnya usia, kemampuan menerima sesuatu makin berkurang sehingga pembicaraan orang lain terlalu cepat sukar ditangkapnya. Dengan kata lain, makin bertambahnya usia maka kemampuan menerima stimulus makin berkurang.

Pengetahuan secara kognitif mempunyai 6 tingkatan menurut teori Blom (Notoadmodjo, 2005) yaitu :

(29)

b. Memahami (comprehention) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginpresentasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis (analysis) analisis adalah suatu kemampuan menjabarkan suatu keseluruhan materi/ suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk formasi baru dan kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (syntesis) merupakan suatu kemampuan untuk menghubungkan

bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu obyek atau materi.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah pendidikan, umur, pengelaman, status sosial, ekonomi, budaya dan kondisi kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka tingkat pengetahuannya akan semakin bertambah, pengalaman seseorang akan menambah wacana dan meningkatkan pengetahuannya, semakin tinggi status sosial, ekonomi, budaya dan kondisi kesehatan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya. (Notoadmodjo, 2005).

(30)

Sikap merupakan reaksi atau respon teseseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulasi atau obyek, manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan plaksana motif tertentu, dapat diartikan juga sikap adalah kecendrungan bertindak, berfikir, berpersepsi, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai,. Sikap bukanlah prilaku, tetapi merupakan kecendrungan untuk berprilaku dengan cara tertentu terhadap obyek sikap. Sikap relatif menetap atau jarang mangalami perubahan.

Menurut Allport (1954) dalam suekidjo (2007), sikap mempunyai 3 komponen pokok, yakni :

a. Kepercayaan (keyakinan) ide, dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan sikap teriri dari berbagai tingkatan, yakni :

1. Menerima (receiving).

Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

(31)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing).

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalau suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible).

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju) (Notoadmodjo, 2007).

2.3 Remaja

2.3.1 Defenisi Remaja

(32)

anak-anak berakhir, ditandai oelh pertumbuhan fisik yang cepat yang terjadi pada tubuh remaja luar dan membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja. Mengartikan remaja adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanakak-kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju pembentukan tanggung jawab.

Sebagai mana yang dikemukakan oleh Calon dalam Monks (2002), masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi dimiliki status anak-anak. Perkembangan fissik dan psikis menimbulkan kebingungan dikalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang barat sebagai periode strum unddrug dan akan membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja (Monks, 2002).

Lebih jelas pada tahun 1974, WHO memberikan defenisi tentang remaja secara lebih konsektual yakni remaja adalah suatu dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2001).

Kaplan & sadock (2007) menyatakan bahwa fase remaja terdiri atas fase remaja awal (12-14 tahun), fase remaj pertengahan (14-16 tahun), dan fase remaja akhir (17-19 tahun).

(33)

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang disorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksual dapat berupa orang, baik sejenis maupun lawan jenis, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak memiliki dampak terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang bersangkutan atau lingkungan sosial. Tetapi sebagian peilaku seksual yang dilakukan sebelum waktunya justru dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti rasa bersalah, depresi, marah dan agresi (Reiss, 2006).

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang infeksi menular seksual. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah mengkaji pengetahuan dan sikap remaja di SMA Negeri 7 Medan tentang penyebab infeksi menular seksual, cara penularan, gejala, pengobatan dan komplikasi dengan menggunakan kuesioner.

Skema 3.1 kerangka konseptual penelitian pengetahuan dan sikap remaja tentang infeksi menular seksual di SMA negeri 7 Medan

Pengetahuan dan sikap Remaja

Infeksi Menular Seksual: 1. Penyebab

2. Cara penularan 3. Gejala

(35)

3.2 Defenisi Operasional

(36)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengetahuan dan sikap remaja SMA Negeri 7 Medan tentang infeksi menular seksual. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah “cross sectional study” dimana data dikumpulkan pada satu waktu tertentu.

4.2 Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling

4.2.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa/siswi SMA negeri 7 Medan. Populasi penelitian terdiri dari 360 orang. Data dari Kepala Sekolah SMA Negeri 7 Medan.

4.2.3 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari siswa/siswi SMA Negeri 7 Medan. Dalam menentukan besarnya sample, dilakukan perhitungan sample dengan menggunakan rumus (Notoadmodjo, 2005).

n =

N

1+N �d2�

N = besar populasi n = jumlah sampel

d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan.

(37)

dilakukan dengan teknik stratifield random sampling. Sampel tersebut kemudian di distribusikan merata pada siswa/siswi di SMA tersebut.

4.3Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 7 Medan, Provinsi Sumatera Utara, penelitian ini berlangsung sejak peneliti menentukan judul, menulis proposal hingga seminar hasil berlangsung semenjak bulan Juli hingga September.

4.4Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan izin penelitian kepada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian diikuti dengan permohonan izin kepada Dinas Pendidikan Kota Medan dan Kepada Kepala sekolah SMA Negeri 7 Medan, untuk mendapatkan persetujuan penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan. Jika responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian maka responden dapat menandatangani lembar persetujuan. Jika resonden menolak maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

(38)

4.5Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Kuisioner yang diadopsi dan dimodifikasi oleh peneliti. Kuisioner disusun secara tertutup dan berisikan pertanyaan yang harus dijawab responden.

Pada pertanyaan nomor 1 sampai 9 apabila responden menjawab jawaban “benar”, maka akan diberi nilai 1, dan untuk responden yang menjawab “salah” akan diberi nilai 0. Dengan demikian, jumlah skor total adalah 9.

Pengukuran tingkat pengetahuan responden dilakukan dengan menggunakan sistem skoring (Arikunto, 2007) yakni dengan skala ordinal sebagai berikut:

a. Pengetahuan baik, apabila jawaban responden benar lebih dari 75% dari nilai tertinggi, yaitu skor > 7.

b. Pengetahuan cukup, Apabila jawaban responden benar antara 56% - 75% dari nilai tertinggi, yaitu skor 6 – 7.

c. Pengetahuan kurang, apabila jawaban responden benar 40% - 55% dari nilai tertinggi, yaitu skor 4 – 5.

Pengukuran sikap remaja mengenai infeksi menular seksual dilakukan berdasarkan jawaban pertanyaan yang diiberikan oleh responden. Instrumen yang digunakan berupa angket dengan jumlah pertanyaan sebanyak 6 pertanyaan.

(39)

pilihan yang salah akan diberi nilai 0. Dengan demikian, jumlah sekor total adalah 6.

Pengukuran sikap responden dengan menggunakan sistem skoring dengan skala ordinal sebagai berikut:

a. Positif, apabila jawaban responden benar lebih dari 75% dari nilai tertinggi, yaitu skor > 5.

b. Negatif, Apabila jawaban responden benar antara 56% - 75% dari nilai tertinggi, yaitu skor 0 – 4.

4.6Uji Validitas dan Realibilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan keshahihan suatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara tepat, instrument ini telah dilakukan uji validitas oleh staf pengajar Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

(40)

Remaja di kawasan Lingkungan Desa Sambirejo Timur Kecamatan Percut Sei Tuan.

4.7Tahap Pengumpulan Data

Tahap persiapan pengumpulan data ini dilakukan melalui prosedur administrasi dengan cara mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada institusi Pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara kemudian mengajukan surat izin penelitian dari Fakultas ke Dinas Pendidikan Kota Medan dan kemudian mengajukan surat izin penelitian ke SMA Negeri 7 Medan.

Saat melakukan pengumpulan data peneliti dibantu oleh asisten peneliti karena keterbasan peneliti dalam jumlah sampel yang banyak dengan metode observasi, dimana calon asisten peneliti sebelumnya diberi pemahaman tentang bagaimana cara melakukan observasi, setelah calon asisten peneliti paham maka peneliti menganggap layak untuk membantu dalam pengumpulan data. Selanjutnya peneliti akan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian serta meminta kesediaan calon responden untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.

4.8Analisa Data

(41)
(42)

BAB 5

HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN

5.1.Hasil Penelitian

5.1.1.Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekolah SMA Negeri 7 Medan. Sekolah ini terdapat di jalan Timor No 36, Kecamatan Medan Timur, Kelurahan Gaharu Kota Medan.

5.1.2.Deskripsi Karakteristik Responden

Penelitian ini, Populasi penelitian terdiri dari 360 orang. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari siswa/siswi SMA Negri 7 Medan. Responden yang terpilih sebanyak 99 siswa/i yang terdiri dari 32 siswa/i kelas X, 33 siswa/i kelas XI, 34 siswa/i kelas XII.

(43)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Remaja

SMA Negeri 7 Medan.

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Usia 15

Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan mengenai infeksi menular seksual dengan menggunakan angket dapat dilihat pada tabel 5.4. terlihat bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai infeksi menular seksual paling banyak berada pada kategori kurang yaitu sebanyak 75 orang (75.8%), diikuti dengan kategori cukup sebanyak 15 orang (15.2%), dan kategori baik sebanyak 9 orang (9.0%)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi

Menular Seksual

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik

(44)

responden terhadap infeksi menular seksual paling banyak berada dalam kategori negatif yaitu sebanyak 88 orang (88.9%), diikuti dengan sikap positif sebanyak 11 orang (11.1%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Tentang Infeksi Menular

Seksual.

Sikap Frekuensi Persentase (%)

Positif

5.2.1.Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual

Berdaarkan data dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan siswa/siswi SMA Negeri 7 Medan mengenai infeksi menular seksual berada dalam kategori kurang baik. Pada penelitian ini memperlihatkan bahwa kebanyakan responden mengetahui jenis-jenis infeksi menular. Ini dikarenakan jenis-jenis infeksi menular seksual sudah terdapat dalam kurikulum pembelajaran responden yaitu dalam mata pelajaran biologi dalam topik sistem reproduksi manusia sejak SMP. Pada penelitian ini juga memperlihatkan bahwa kebanyakan responden tidak mengerti secara kongkrit pengertian dan cara penularan infeksi menular seksual.

(45)

9,1% sebanyak 9 orang, dan dari hasil analisis dan data distribusi tersebut tingkat pengetahuan responden ditemukan bahwa proporsi responden yang memiliki pengetahuan baik pada usia 15 dan 16 tahun, yaitu 14,3%, untuk pengetahuan cukup paling banyak ditemukan pada usia 17 tahun sebanyak 25,0% dan pengetahuan kurang ditemukan pada usia 17 tahun yaitu sebesar 2,8%.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Linda Chaiuman (2009), mengenai infeksi menular seksual di SMA Wiyata Dharma Medan mayoritas remaja atau siswa berada dalam kategori kurang baik, yaitu sebesar 52,4 %. Di karenakan para responden hanya mempunyai pengetahuan mengenai pengertian infeksi menular seksual secara etimologis, yaitu pengertian bahwa infeksi menular seksual adalah infeksi yang hanya bisa ditularkan melalui hubungan seksual, padahal sebenarnya infeksi menular seksual bisa ditularkan melalui cara lain selain berhubungan seksual.

(46)

tidak hanya sebatas pengetahuan yang di dapat di sekolah saja, tetapi juga berpengaruh terhadap informasi, pengalaman, pergaulan dikalangan remaja dan kultur/budaya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dan untuk merubah pengetahuan dengan pendidikan dan latihan. Agar remaja mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan penatalaksanaan akibat dari penyakit menular seksual dan terhindar dari penularan penyakit tersebut.

5.2.2. Sikap Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual

Berdasarkan analisis data dapat dilihat bahwa sikap siswa/i SMA 7 Medan terhadap infeksi menular seksual adalah kurang. Pada penelitian ini memperlihatkan bahwa kebanyakan siswa mempunyai sikap yang negatif dalam menanggapi masalah seks bebas dan pencegahan infeksi menular seksual. Namun, sebagian siswa masih mempunyai sikap positif dalam menghadapi seseorang yang menderita infeksi menular seksual.

Berdasarkan hasil analisis data distribusi frekuensi hasil uji sikap, dapat dilihat bahwa sikap responden terhadap infeksi menular seksual paling banyak berada dalam kategori negatif yaitu 88,9 % sebanyak 88 orang, diikuti dengan sikap positif 11,1% sebanyak 11 orang.

(47)

positif 40% sebanyak 12 orang. Kebanyakan remaja masih mempunyai sikap negatif dalam menghadapi seseorang yang menderita infeksi menular seksual. Para remaja lebih cenderung untuk menjauhi penderita infeksi menular seksual oleh karena takut tertular.

Hasil ini tidak sesuai dengan apa yang dikemukakan pada hasil penelitian Linda Chaiuman (2009), sikap remaja terhadap infeksi menular seksual cukup baik/positif 57,1% sebanyak 48 0rang, diikuti dengan sikap kurang 36,9% sebanyak 31 orang, dan sikap baik 6% sebanyak 5 orang. Sikap seorang remaja tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memperoleh informasi yang diterima baik melalui penyuluhan, media massa maupun orang tua serta kemampuan anak untuk menyerap dan menginterprestasikan informasi tersebut.

(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat diambil kesimpulan :

1. pengetahuan siswa/siswi SMA Negeri 7 Medan tentang infeksi menular seksual berada pada kategori baik 9,0% sebanyak 9 orang, diikuti dengan kategori cukup 15,2 sebanyak 15 orang, dan kurang yaitu sebesar 75,8% 75 orang.

2. Sikap siswa/siswi SMA Negeri 7 Medan tentang infeksi menular seksual berada dalam kategori positif yaitu sebanyak 11.1% sebanyak 11 orang, kategori negatif sebesar 88,9 sebanyak 88 orang.

6.2. Saran

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah dalam memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi pada kalangan remaja.

2. Sebagai bahan masukan bagi orang tua dalam upaya merangsang kepedulian orang tua terhadap pendidikan seksual anak dimulai pada usia remaja.

3. Sebagai bahan masukan bagi remaja dalam menyikapi hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Murtiastutik, D. (eds), 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya: Airlangga University Press.

Daili, S. F., 2007. Tinjauan penyakit menular seksual (P.M.S). Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. (eds). 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Lestari, C. I., 2008. Penyakit dan Infeksi Menular Seksual. Diperoleh dari: [Diakses pada 28Februari 2008]

Hakim, L., 2003. Epidemologi penyakit menular seksual. Dalam: Daili. S. F., Makes, W. I., B., Zubier, F., Judarsono, J. (eds). 2003. Penyakit Menular Seksual. Edisi ke - 2. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Notoatmodjo, S., 2007. Konsep perilaku dan perilaku kesehatan. Dalam: Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta, Jakarta.

Reis, M., H., 2006. Pendidikan Seks Bagi Remaja. Yogyakarta: AleniaPress. Sarwono, S. W., 2001. Psikologi Remaja. Jakarta: Radja Grafindo Persada. World Health Organization, 1999. Sexually Transmitted Infectiosn Prevalance

Study. Metohoology: Guidelines for the implemetion of STI Prevalence

Survey.

(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Negeri 7 Medan

Oleh Asnil Adli Simamora

Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja tentang infeksi menular seksual di SMA Negeri 7 Medan. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar-mengajar Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan saudara untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan saudara mengisi kuesioner dengan jujur dan sesuai dengan pendapat saudara sendiri. Informasi yang saudara berikan hanya digunakan untuk menggembangkan ilmu keperawatan dan tidak dipergunakan untuk maksud lain.

Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela. Saudara bebas untuk ikut atau tidak menjadi peserta penelitian tanpa ada sanksi apapun. jika saudara bersedia silahkan menandatangani formulir ini.

Medan, Agustus 2013

(58)

KUESIONER

A. Cara Pengisian Kuesioner

1. Kuesioner terdiri dari 15 pertanyaan untuk pengetahuan dan sikap remaja di SMA Negeri 7 Medan terhadap infeksi menular seksual

2. Jika pertanyaan tidak jelas atau saudara/saudari merasa sulit untuk membaca kuesioner, maka saudara berhak untuk mendapatkan penjelasan dari kuesioner yang tidak jelas tersebut.

3. Pilihlah salah satu jawaban yang menurut anda benar

4. Jika ingin memperbaiki jawaban yang saudara/saudari anggap salah bisa (#) dan beri tanda silang ( x ) pada jawaban yang menurut anda benar.

5. Pada kuisioner tentang sikap berilah tanda ( √ ) pada kolom yang ada disebelah kanan pada masing – masing butir pertanyaan dengan pilihan sesuai dengan pilihan saudara.

B. Karakteristik Responden

Jenis kelamin :

Umur :

(59)

C.Pertanyaan

a. Pengetahuan

pilihlah salah satu jawaban dibawah ini yang paling benar !

1. Apakah anda pernah mendengar tentang infeksi Menular Seksual ? a. Pernah

b. Tidak pernah

2. Apakah yang dimaksud dengan infeksi menular seksual ? a. Penyakit akibat melakukan hubungan seksual

b. Penyakit yang hanya bisa ditularkan melalui hubungan seksual c. Penyakit yang bisa menular, dengan atau tanpa berhubungan seksual 3. Salah satu contoh penyakit infeksi menular seksual adalah ?

a. Rubella b. Hepatitis c. Ulkus molle

4.Pengobatan infeksi menular seksual dilakukan dengan ? a. Pemakaian kondom yang tepat dan konsisten

b. Menghindari gonta-ganti pasangan dalam berhubungan seksual c. Pemberian terapi antimikroba

5. Penyakit infeksi menular seksual dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui, Kecuali

a. Bersin dan keringat penderita IMS

b. Pemakaian handuk & termometer dengan penderita IMS

c. Dari ibu penderita IMS kepada bayinya yang ada dalam kandungan 6. Salah satu gejala infeksi menular seksual pada wanita bisa berupa....

a. Haid diluar masa menstruasi b. Kehamilan

(60)

7. Pencegahan infeksi menular seksual bisa dilakukan dengan, a. Abstinensia (menunda kegiatan seksual)

b. Membersihkan alat kelamin sebelum berhubungan seksual c. Memakan obat sebelum melakukan hubungan seksual

8. Resiko seseorang menderita infeksi menular seksual dapat dikurangi dengan cara

a. Memakan obat sebelum melakukan hubungan seksual b. Melakukan hubungan seksual ditempat yang bersih c. Mempunyai pasangan seksual tunggal

9. Apakah yang terjadi apabila penderita infeksi menular seksual tidak diobati/ditangani dengan benar ?

a. Kehamilan b. Kemandulan c. Kecacatan fisik

b. Sikap

berilah tanda ( √ ) pada kolom yang ada disebelah kanan pada masing-masing butir pertanyaan dengan pilihan sesuai dengan pilihan saudara berikut ini pertanyaannya :

No Pertanyaan Setuju Tidak setuju

1 Pencegahan infeksi menular seksual bisa dilakukan dengan memakan obat sebelum melakukan hubungan seksual ?

(61)

3 Saya akan tetap berbagi barang kebutuhan sehari-hari saya dengan penderita infeksi menular seksual setelah dicuci bersih dengan diterjen

4 Menurut anda apakah seseorang yang menderita infeksi menular seksual itu akibat dari berhubungan seksual ?

5 Apakah informasi tentang infeksi menular seksual yang di dapat di sekolah sudah cukup untuk memberikan pengetahuan tentang infeksi menular seksual ?

(62)

JADWAL TENTATIF PENELITIAN

No Kegiatan Maret April Mei Juni juli Agustus September Oktober November Desember 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Mengajukan judul

2 Menetapkan judul penelitian

3 Menyusun Bab 1 4 Menyusun Bab 2 5 Menyusun Bab 3 6 Menyusun Bab 4 7 Menyerahkan

proposal penelitian 8 Mengajukan

sidang proposal 9 Sidang proposal 10 Revisi proposal 11 Pengajuan

proposal ke Rumah Sakit 12 Penelitian 13 Menyusun Bab 5

dan 6

(63)

No Kegiatan Januari Februari 1 2 3 4 1 2 3 4 13 Menyusun Bab 5

dan 6 14 Mengajukan

sidang skripsi 15 Sidang Skripsi 16 Revisi Skripsi 17 Mengumpulkan

Gambar

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Tentang Infeksi
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Tentang Infeksi Menular

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitan menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang tindakan pemakaian kondom dalam upaya pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam kategori rendah sebanyak

Hasil uji tingkat pengetahuan dan sikan siswa-siswi SMA Harapan 1 Medan tentang penyakit menular seksual menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan siswa-siswi SMA Harapan 1

Berdasarkan masalah yang telah diuraikan maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah hubungan pengetahuan remaja mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang infeksi menular seksual di SMA Al-Asiyah Cibinong Bogor.. Sampel penelitian ini adalah

Untuk Mengetahui Sumber Informasi Dari Keluarga Tentang Pencegahan Infeksi Menular Seksual di SMA Prayatna Medan Tahun 2015.. Untuk Mengetahui Sumber Informasi Dari Teman

Penelitian yang dilakukan oleh Chiuman 16 di Medan mendapatkan bahwa tingkat pengetahuan remaja tentang IMS berada dalam kategori kurang, yaitu sebanyak 52,4%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang infeksi menular seksual pada anak jalanan di Rumah Singgah Ahmad Dahlan Yogyakarta sebagian besar adalah kurang

Pengetahuan tentang infeksi menular seksual yang baik pada remaja dan sikap yang tidak mendukung seks bebas oleh remaja diharapkan dapat diaplikasikan dalam