Oleh
TUTI RATNA DEWI H14103066
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai tahun 2001, pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya diharapkan lebih efektif dan mampu memenuhi pelayanan publik yang dibutuhkan, membangun sarana prasarana perekonomian serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, dan dapat pula meningkatkan produksi sektor ekonomi. Kabupaten Tasikmalaya dalam melaksanakan pembangunan daerahnya, pemerintah daerah menentukan sektor yang menjadi priorotas pembangunan dengan menyesuaikan pada kondisi dan potensi yang dimiliki daerah. Investasi pada sektor yang menjadi prioritas pembangunan harus ditentukan sebagai mesin pertumbuhan, dan menjadi sektor unggulan, sehingga sektor-sektor tersebut diharapkan mampu untuk merangsang dan mendorong perluasan sektor-sektor lainnya.
PDRB Kabupaten Tasikmalaya pada masa pemberlakuan otonomi daerah tahun 2001 sampai 2005, mengalami peningkatan (Tabel 3). Namun menurut Litbang Kabupaten Tasikmalaya (Kompas, 22 Agustus 2006), Kabupaten Tasikmalaya masih tergolong daerah dengan laju ekonomi kurang berkembang. Pertumbuhan suatu wilayah tergantung dari perkembangan sektor-sektor perekonomiaan, dalam hal ini sangat ditentukan oleh ketepatan dalam penentuan sektor yang menjadi prioritas pembangunan, yaitu sektor yang memiliki daya saing, yang akan menjadi mesin pertumbuhan. Dengan demikian perlu diteliti sektor-sektor yang ada di Kabupaten Tasikmalaya, sektor mana yang memiliki daya saing agar perekonomian Kabupaten Tasikmalaya menjadi lebih maju.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) mempelajari pertumbuahn sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Tasikmalaya pada era otonomi daerah, (2) menganalisis daya saing sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya, (3) mengidentifikasi profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya, sehingga dapat diketahui sektor-sektor mana yang memiliki daya saing dan tidak berdaya saing, serta sektor yang termasuk dalam kelompok progresif atau termasuk dalam kelompok yang lamban.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis shift-share. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan PDRB Propinsi Jawa Barat tahun 2001-2005 berdasarkan harga konstan 2000. Tahun 2001 dijadikan sebagai tahun dasar analisis dan tahun 2005 sebagai tahun akhir analisis.
dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor yang memiliki pertumbuhan lamban adalah sektor pertanian yaitu terdapat pada subsektor tanaman bahan makanan, sektor pertambangan dan galian yaitu subsektor pertambangan tanpa migas dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini dikarenakan menurunnya ketersediaan air dan daya dukung prasarana irigasi, rendahnya kemampuan dan akses petani terhadap pasar yang dikarenakan sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung, kontribusi pada subsektor pertambangan tanpa migas dan penggalian masih merupakan pertambangan dan galian rakyat, yang masih menggunakan alat-alat tradisional, belum optimalnya pemanfaatan serta pengelolaan pertambangan daerah, investasi disektor pertambangan masih relatif kecil karena tidak adanya kepastian hukum.
Sektor yang tidak dapat bersaing adalah sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Hal ini dikarenakan belum melakukan perbaikan sarana prasarana transportasi dan tidak terdapatnya perumahan atau akses pasarnya masih rendah, belum optimalnya pemanfaatan potensi pariwisata, kurangnya promosi wisata. Sektor ekonomi di Kabupaten Tasikmalaya yang dapat bersaing dengan sektor ekonomi pada wilayah lain adalah subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan dan kehutanan pada sektor pertanian, subsektor penggalian pada sektor pertambangan dan galian, dan subsektor listrik dan subsektor air bersih pada sektor listrik, gas dan air bersih.
pasangan Bapak Sulaeman dengan Ibu Komalasari. Penulis menyelesaikan
pendidikan sekolah dasar di SDN Jayaratu 2 Tasikmalaya pada tahun 1997,
kemudian menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat petama di SLTPN I Leuwisari
Tasikmalaya pada tahun 2000 dan menyelesaikan Sekolah Madrasah Aliyah di
MAN Cipasung Tasikmalaya pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasisiwi departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Tuti Ratna Dewi
Nomor Registrasi : H14103066
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Pertumbuhan dan Daya Saing Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada Era Otonomi Daerah Tahun 2001-2005
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc NIP. 131 967 243
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
DAFTAR ISI
1.4. Manfaat Penelitian ………... 7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. Kerangka Pemikiran 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ……….. 9
2.1.1. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah ……….. 9
2.1.2. Konsep Wilayah dan Pertumbuhan Wilayah ………. 12
2.1.3. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Analisis Shift Share …… 14
2.2. Penelitian Terdahulu ……… 20
2.3. Kerangka Pemikiran Oprasional ……….. 23
III. METODE PENELITIAN 3.1. Wilayah dan Waktu Penelitian ……… 25
3.2. Sumber dan Jenis Data ………... 25
3.3. Metode Analisis Shift-Share ……….... 26
3.3.1. Analisis PDRB Kabupaten dan PDRB Propinsi ………. 26
3.3.2. Rasio PDRB Kabupaten/Kota dan Propinsi (Nilai Ra, Ri, ri)… 28 3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ……… 30
3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan PDRB dan Pergeseraan Bersih … 33 3.4. Klasifikasi Sektor ………... 37
4.2. Keadaan Sosial Budaya ... 40
4.3. Keadaan Sarana dan Prasarana ... 43
4.4. Perkembangan Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya ... 44
4.5. Program Pembangunan Daerah ………... 46
4.6. Sektor Unggulan ……….. 47
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada Era Otonomi Daerah Tahun 2001-2005 ……….. 52
5.1.1. Pertumbuhan Rata-rata Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya Pada Era Otonomi Daerah …………. 52
5.1.2. Rasio PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat (Nilai Ra,Ri,ri) Pada Era Otonomi Daerah………....…. 53
5.2. Analisis Pertumbuhan dan Daya Saing Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya pada Era Otonomi Daerah, Tahun 2001-2005……….. 55
5.3.Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada Era Otonomi Daerah, Tahun 2001-2005……… 63
VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan ……….. 67
6.2. Saran ……… 69
DAFTAR PUSTAKA ……… 71
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Persentase PDRB Kabupaten Tasikmalaya Pada Era Otonomi Daerah dengan Harga Konstan Tahun 2000 ………. 4
2. Investasi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2001-2005 ……….. 5
3. PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Lapangan Usaha
Berdasarkan Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2005 ……….. 6
4 Peraturan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah Sejak
Tahun 1945-2004 ... 10
5. Nama-nama Kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya ... 40
6. Distribusi Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di
Kabupaten Tasikmalaya ... 42
7. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan Propinsi
Jawa Barat Tahun 2001-2005 (Persen) ... 45
8. Pertumbuhan Rata-rata Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada Era Otonomi Daerah Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2000 …………... 52
9. Nilai Ra, Ri dan ri Pada Era Otonomi Daerah ………... 54
10. Analisis Pertumbuhan Regional Sektor-sektor Perekonomian
Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2001 dan 2005 ……….. 55 11. Analisis Pertumbuhan Proporsional Sektor-sektor Perekonomian
Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2001 dan 2005 ……….. 58
12. Analisis Daya Saing Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten
Tasikmalaya, Tahun 2001 dan 2005 ...……….. 62
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Model Analisis Shift Share …………... 17 2. Kerangka Pemikiran Operasional ………. 24
3. Profil Pertumbuhan ... 34
Oleh
TUTI RATNA DEWI H14103066
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai tahun 2001, pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya diharapkan lebih efektif dan mampu memenuhi pelayanan publik yang dibutuhkan, membangun sarana prasarana perekonomian serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, dan dapat pula meningkatkan produksi sektor ekonomi. Kabupaten Tasikmalaya dalam melaksanakan pembangunan daerahnya, pemerintah daerah menentukan sektor yang menjadi priorotas pembangunan dengan menyesuaikan pada kondisi dan potensi yang dimiliki daerah. Investasi pada sektor yang menjadi prioritas pembangunan harus ditentukan sebagai mesin pertumbuhan, dan menjadi sektor unggulan, sehingga sektor-sektor tersebut diharapkan mampu untuk merangsang dan mendorong perluasan sektor-sektor lainnya.
PDRB Kabupaten Tasikmalaya pada masa pemberlakuan otonomi daerah tahun 2001 sampai 2005, mengalami peningkatan (Tabel 3). Namun menurut Litbang Kabupaten Tasikmalaya (Kompas, 22 Agustus 2006), Kabupaten Tasikmalaya masih tergolong daerah dengan laju ekonomi kurang berkembang. Pertumbuhan suatu wilayah tergantung dari perkembangan sektor-sektor perekonomiaan, dalam hal ini sangat ditentukan oleh ketepatan dalam penentuan sektor yang menjadi prioritas pembangunan, yaitu sektor yang memiliki daya saing, yang akan menjadi mesin pertumbuhan. Dengan demikian perlu diteliti sektor-sektor yang ada di Kabupaten Tasikmalaya, sektor mana yang memiliki daya saing agar perekonomian Kabupaten Tasikmalaya menjadi lebih maju.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) mempelajari pertumbuahn sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Tasikmalaya pada era otonomi daerah, (2) menganalisis daya saing sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya, (3) mengidentifikasi profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya, sehingga dapat diketahui sektor-sektor mana yang memiliki daya saing dan tidak berdaya saing, serta sektor yang termasuk dalam kelompok progresif atau termasuk dalam kelompok yang lamban.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis shift-share. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan PDRB Propinsi Jawa Barat tahun 2001-2005 berdasarkan harga konstan 2000. Tahun 2001 dijadikan sebagai tahun dasar analisis dan tahun 2005 sebagai tahun akhir analisis.
dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor yang memiliki pertumbuhan lamban adalah sektor pertanian yaitu terdapat pada subsektor tanaman bahan makanan, sektor pertambangan dan galian yaitu subsektor pertambangan tanpa migas dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini dikarenakan menurunnya ketersediaan air dan daya dukung prasarana irigasi, rendahnya kemampuan dan akses petani terhadap pasar yang dikarenakan sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung, kontribusi pada subsektor pertambangan tanpa migas dan penggalian masih merupakan pertambangan dan galian rakyat, yang masih menggunakan alat-alat tradisional, belum optimalnya pemanfaatan serta pengelolaan pertambangan daerah, investasi disektor pertambangan masih relatif kecil karena tidak adanya kepastian hukum.
Sektor yang tidak dapat bersaing adalah sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Hal ini dikarenakan belum melakukan perbaikan sarana prasarana transportasi dan tidak terdapatnya perumahan atau akses pasarnya masih rendah, belum optimalnya pemanfaatan potensi pariwisata, kurangnya promosi wisata. Sektor ekonomi di Kabupaten Tasikmalaya yang dapat bersaing dengan sektor ekonomi pada wilayah lain adalah subsektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan dan kehutanan pada sektor pertanian, subsektor penggalian pada sektor pertambangan dan galian, dan subsektor listrik dan subsektor air bersih pada sektor listrik, gas dan air bersih.
pasangan Bapak Sulaeman dengan Ibu Komalasari. Penulis menyelesaikan
pendidikan sekolah dasar di SDN Jayaratu 2 Tasikmalaya pada tahun 1997,
kemudian menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat petama di SLTPN I Leuwisari
Tasikmalaya pada tahun 2000 dan menyelesaikan Sekolah Madrasah Aliyah di
MAN Cipasung Tasikmalaya pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasisiwi departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Tuti Ratna Dewi
Nomor Registrasi : H14103066
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Pertumbuhan dan Daya Saing Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada Era Otonomi Daerah Tahun 2001-2005
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc NIP. 131 967 243
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
DAFTAR ISI
1.4. Manfaat Penelitian ………... 7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. Kerangka Pemikiran 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ……….. 9
2.1.1. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah ……….. 9
2.1.2. Konsep Wilayah dan Pertumbuhan Wilayah ………. 12
2.1.3. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Analisis Shift Share …… 14
2.2. Penelitian Terdahulu ……… 20
2.3. Kerangka Pemikiran Oprasional ……….. 23
III. METODE PENELITIAN 3.1. Wilayah dan Waktu Penelitian ……… 25
3.2. Sumber dan Jenis Data ………... 25
3.3. Metode Analisis Shift-Share ……….... 26
3.3.1. Analisis PDRB Kabupaten dan PDRB Propinsi ………. 26
3.3.2. Rasio PDRB Kabupaten/Kota dan Propinsi (Nilai Ra, Ri, ri)… 28 3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ……… 30
3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan PDRB dan Pergeseraan Bersih … 33 3.4. Klasifikasi Sektor ………... 37
4.2. Keadaan Sosial Budaya ... 40
4.3. Keadaan Sarana dan Prasarana ... 43
4.4. Perkembangan Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya ... 44
4.5. Program Pembangunan Daerah ………... 46
4.6. Sektor Unggulan ……….. 47
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada Era Otonomi Daerah Tahun 2001-2005 ……….. 52
5.1.1. Pertumbuhan Rata-rata Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya Pada Era Otonomi Daerah …………. 52
5.1.2. Rasio PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan Provinsi Jawa Barat (Nilai Ra,Ri,ri) Pada Era Otonomi Daerah………....…. 53
5.2. Analisis Pertumbuhan dan Daya Saing Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya pada Era Otonomi Daerah, Tahun 2001-2005……….. 55
5.3.Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada Era Otonomi Daerah, Tahun 2001-2005……… 63
VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan ……….. 67
6.2. Saran ……… 69
DAFTAR PUSTAKA ……… 71
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Persentase PDRB Kabupaten Tasikmalaya Pada Era Otonomi Daerah dengan Harga Konstan Tahun 2000 ………. 4
2. Investasi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2001-2005 ……….. 5
3. PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Lapangan Usaha
Berdasarkan Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2005 ……….. 6
4 Peraturan Undang-undang Tentang Pemerintahan Daerah Sejak
Tahun 1945-2004 ... 10
5. Nama-nama Kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya ... 40
6. Distribusi Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di
Kabupaten Tasikmalaya ... 42
7. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tasikmalaya dan Propinsi
Jawa Barat Tahun 2001-2005 (Persen) ... 45
8. Pertumbuhan Rata-rata Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada Era Otonomi Daerah Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2000 …………... 52
9. Nilai Ra, Ri dan ri Pada Era Otonomi Daerah ………... 54
10. Analisis Pertumbuhan Regional Sektor-sektor Perekonomian
Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2001 dan 2005 ……….. 55 11. Analisis Pertumbuhan Proporsional Sektor-sektor Perekonomian
Kabupaten Tasikmalaya, Tahun 2001 dan 2005 ……….. 58
12. Analisis Daya Saing Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten
Tasikmalaya, Tahun 2001 dan 2005 ...……….. 62
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Model Analisis Shift Share …………... 17 2. Kerangka Pemikiran Operasional ………. 24
3. Profil Pertumbuhan ... 34
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Subsektor Perekonomian
Berdasarkan Harga konstan 2000, Tahun 2001 dan 2005 ………...…. 74
2. PDRB Propinsi Jawa Barat Menurut Subsektor Perekonomian Berdasarkan Harga konstan 2000, Tahun 2001 dan 2005 ... 75
3. Rasio PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan PDRB Jawa Barat (Nilai Ra, Ri dan ri) ………... 76
4. Analisis Komponen Pertumbuhan Regional ……… 77
5. Analisis Komponen Pertumbuhan Proporsional ……….. 78
6. Analisis Daya Saing Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya ...……… 79
7. Pergeseran Bersih Subsektor Perekonomian ... 80
8. PDRB Jawa Barat Atas Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) ... 81
9. PDRB Tasikmalaya Atas Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) ... 82
10. Pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Barat Tahun 2001-2005 ... 83
Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada Era Otonomi Daerah
Tahun 2001-2005" dapat diselesaikan. Skripsi ini disususn sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan terimakasih
kepada:
1. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc, sebagai pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan baik pada waktu persiapan dan penelitian maupun
dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan
baik.
2. Sahara, SP, M.Si, sebagai penguji utama sidang yang telah memberikan
kritik dan saran yang bermanfaat bagi penulisan skripsi agar menjadi lebih
baik.
3. Widyastutik, SE, M.Si, sebagai penguji komisi pendidikan atas kritik dan
saran yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi menjadi lebih baik.
4. Pihak Badan Perencanana Daerah Kabupaten Tasikmalaya atas
kerjasamanya selama penulis melaksanakan penelitian.
5. Bapak dan Ibu atas doa, pengorbanan, kesabaran, kasih sayang, perhatian,
serta dorongannya yang sangat besar artinya dalam proses penyelesaian
skripsi. Semua yang telah diberikan Bapak dan Ibu tiada taranya dan tidak
dapat dinilai dengan apapun, hanya Allah lah yang dapat membalasnya.
6. Kakak dan adikku tercinta Fivin atas doa, semangat dan dukungannya
yang telah diberikan selama ini.
7. Pihak Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Tasikmalaya dan seluruh staf
Wakil Bupati Kabupaten Tasikmalaya atas bantuan dalam pencarian data.
8. Sudarso Sudirman, yang telah menemani pembuatan skripsi lewat telepon,
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.
Namun, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan berguna bagi pihak
yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2007
Orde baru telah membangun suatu pemerintahan nasional yang
menempatkan stabilitas politik terpusat sebagai landasan acuan dari seluruh
kebijakan pemerintah, terutama kebijakan bidang ekonomi. Sistem pemerintahan
sentralistik yang terjadi telah mengakibatkan terpuruknya perekonomian
Indonesia dan terjadi ketimpangan pembangunan antar daerah dan ketimpangan
antar sektor ekonomi.
Berdasarkan UU No 5 tahun 1974, pemerintah pusat terlihat dominan
terhadap pemerintahan daerah dalam hal pembagian kekuasaan. Pemerintah pusat
mengontrol hampir semua pendapatan daerah yang menjadi sumber penerimaan
negara. Ketidakadilan inilah yang menjadi pemicu ketidakpuasan daerah yang
memiliki potensi sumber daya alamnya besar, sehingga muncul masalah
ketimpangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai penghasil
sumber daya alam. Menanggapi ketidakpuasan dari pemerintah daerah tersebut,
maka pemerintah pusat pada masa reformasi mengeluarkan Undang-undang No
22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
UU Nomor 32 Tahun 2004 merupakan koreksi total atas kelemahan yang
terdapat dalam UU Nomor 22 Tahun 1999. UU ini dilengkapi dengan sistem
pemilihan langsung kepala daerah. Melalui Undang-Undang ini, berdasarkan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Penyerahan
kewenangan dari pusat ke daerah diikuti juga dengan penyerahan kewenangan
pembiayaan bagi penyelenggaraan pemerintah daerah. Salah satu kelebihan dari
UU ini adalah memberikan akses yang lebih luas kepada daerah terhadap
pengolahan sumber daya alam dan kebijakan pembangunan yang sesuai dengan
harapan masyarakat daerah yang bersangkutan (Setiawan, 2006)
Tujuan dari pemberian otonomi daerah adalah: (1) untuk mengembangkan
mekanisme demokrasi di tingkat daerah dalam bentuk menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah setempat
maupun untuk mendukung kebijakan politik nasional dalam era reformasi, (2)
membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan kebijakan
regional dan lokal dengan mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi
daerah, (3) memudahkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk
menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha dan
membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi daerah,
dan (4) meningkatkan prakarsa, kreativitas dan partisipasi masyarakat, serta
menetapkan regulasi untuk memperkokoh basis perekonomian daerah (Ilyas,
2001). Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa pemerintah daerah
masing-masing memiliki kemampuan untuk merencanakan dan mengelola pembangunan
secara mandiri serta lebih mengenal dan mengetahui potensi serta keunggulan
daerahnya.
Adanya kebijakan otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah lebih
sarana perekonomian serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat, dan dapat pula meningkatkan produksi sektor ekonomi yaitu dengan
memberikan perhatian yang lebih terhadap sektor yang mampu bersaing dengan
kabupaten lain. Pelaksanaan pembangunan tersebut, pemerintah daerah
menentukan sektor yang menjadi priorotas pembangunan dengan menyesuaikan
pada kondisi dan potensi yang dimiliki daerah. Oleh karenanya investasi pada
sektor yang menjadi prioritas pembangunan harus ditentukan sebagai mesin
pertumbuhan, dan menjadi sektor unggulan, sehingga sektor-sektor tersebut
diharapkan mampu untuk merangsang dan mendorong perluasan sektor-sektor
lainnya.
Masa pemulihan ekonomi daerah yang saat ini sedang berlangsung,
aktivitas perdagangan dan investasi lokal merupakan mesin penggerak yang
paling baik bagi pertumbuhan. Menurut Brodjonegoro, modal merupakan
komponen penting dalam pembangunan daerah di Indonesia, berdasarkan hasil
estimasi pertumbuhan antar daerah, modal memberikan sumbangan sekitar 80
persen, sehingga daerah dengan modal yang lebih besar akan diuntungkan dalam
proses produksi (Pardede, 2004). Dengan demikian informasi tentang sektor mana
yang memiliki pertumbuhan dan daya saing berguna untuk memudahkan bagi
pemerintah dan investor untuk menanamkan modalnya.
Otonomi daerah diimplememtasikan dari mulai propinsi sampai ke
kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Salah satunya Kabupaten Tasikmalaya
dengan ibu kota Singaparna setelah mengimplementasikan kebijakan otonomi
Kabupaten Tasikmalaya berada pada lintasan jalur ekonomi selatan Jawa Barat,
Kabupaten Tasikmalaya dapat diuntungkan akan kuatnya permintaan terhadap
produk home industry yang akan membuka peluang pasar bagi produk-produk unggulan. Jika dilihat dari perolehan PDRB Jawa Barat, maka Kabupaten
Tasikmalaya tergolong daerah kurang berkembang, dengan Pendapatan Regional
Bruto (PDRB) menempati posisi ke-19 dari 25 kabupaten/kota di Jawa Barat
Struktur perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada saat setelah terjadi
pemekaran didominasi oleh sektor pertanian, perdagangan dan jasa-jasa dengan
proporsi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Persentase PDRB Kabupaten Tasikmalaya Pada Era Otonomi Daerah dengan Harga Konstan Tahun 2000
Masa Otonomi Daerah
Sumber : BPS Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa kontribusi sektor pertanian dan
perdagangan terhadap PDRB sangat besar, pada era otonomi daerah kontribusinya
yaitu 36,57 persen pertahun untuk sektor pertanian, dan 23,74 persen pertahun
untuk perdagangan. Kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Tasikmalaya,
diharapkan sudah dapat mengatur dan merencanakan pembangunan
Tabel 2. Investasi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2001-2005
No Tahun Investasi (trilyun)
1 2001 1,67
2 2002 1,93
3 2003 2,16
4 2004 2,33
5 2005 2,51
Sumber: Bapeda Kabupaten Tasikmalaya, RPJMD 2006-2010
Nilai investasi yang ditanamkan di Kabupaten Tasikmalaya selama kurun
waktu tahun 2001-2005, terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Informasi mengenai perkembangan dari sektor perekonomian, akan memudahkan
bagi investor dan pemerintah dalam mengalokasikan dana pembangunannya. Oleh
karena itu, penelitian ini akan menganalisis pertumbuhan dan daya saing
sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada era otonomi daerah dengan
menggunakan analisis Shif-share.
1.2Perumusan Masalah
PDRB Kabupaten Tasikmalaya pada masa pemberlakuan otonomi daerah
tahun 2001 sampai 2005, mengalami peningkatan (Tabel 3). Namun menurut
Litbang Kabupaten Tasikmalaya (Kompas, 22 Agustus 2006), Kabupaten
Tasikmalaya masih tergolong daerah dengan laju ekonomi kurang berkembang,
hal ini dapat dilihat dari rata-rata laju pertumbuhan ekonomi pada tahun
2001-2005, yang masih relatif kecil yakni di bawah 5 persen per tahun. Salah satu
penyebabnya adalah pemekaran daerah yang terjadi pada tahun 2001. Kabupaten
Tasikmalaya menjadi kesulitan dalam mengembangkan perekonomiannya, hal ini
berpindah tangan menjadi milik kota Tasikmalaya, daerah pemekarannya. Seperti
sentra industri perdagangan dan jasa, infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan
yang sebelumnya dipusatkan di Kota Tasikmalaya.
Table 3. PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2001-2005
No Tahun Nilai PDRB (juta Rupiah)
Pertumbuhan (%)
8 2001 3.773.739,96
-9 2002 3.889.700,37 3,07
10 2003 4.023.452,51 3,44
11 2004 4.164.964,19 3,52
12 2005 4.324.325,98 3,83
Rata-rata 3,47
Sumber : PDRB Kabupaten Tasikmalaya, 1993-2005, BPS Pusat
Di samping itu Pertumbuhan suatu wilayah tergantung dari perkembangan
sektor-sektor perekonomiannya, dalam hal ini sangat ditentukan oleh ketepatan
dalam penentuan sektor yang menjadi prioritas pembangunan, yaitu sektor yang
memiliki daya saing yang akan menjadi mesin pertumbuhan. Dengan demikian
perlu diteliti dari sembilan sektor tersebut, sektor mana yang memiliki daya saing.
Berdasarkan uraian di atas, maka menimbulkan beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
1. Bagaimana pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten
Tasikmalaya pada era otonomi daerah?
2. Bagaimana daya saing sektor ekonomi Kabupaten Tasikmalaya pada era
otonomi daerah?
3. Bagaimana profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih sektor-sektor
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka penelitian ini
secara umum bertujuan mempelajari pertumbuhan dan daya saing sektor
perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada era otonomi daerah, dengan tujuan
khusus sebagai berikut:
1. Menganalisis laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten
Tasikmalaya pada era otonomi daerah
2. Menganalisis daya saing sektor-sektor perekonomian Kabupaten
Tasikmalaya pada era otonomi daerah.
3. Mengidentifikasi profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih
sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya pada era otonomi daerah.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada
pemerintah, khususnya pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya dalam
rangka merumuskan kebijakan peningkatan perekonomian daerahnya.
2. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi
bagi penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini melihat perkembangan dan daya saing sektor-sektor
tahun (2001-2005) periode otonomi daerah. Tahun 2001 dijadikan sebagai tahun
2.1.1. Otonomi Daerahdan Pembangunan Ekonomi Daerah
Beberapa tahun belakangan ini menunjukan bahwa masyarakat menuntut
hasil pembangunan yang lebih merata dan mengharapkan agar potensi yang
dimiliki daerah dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kesejahteraan
daerahnya. Untuk merespon tuntutan tiap daerah, pemerintah mengeluarkan UU
No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah (sebagai revisi UU No.22 Tahun
1999) yang telah disahkan pada tanggal 29 september 2004 bahwa penyerahan
wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus segala urusan pemerintah dalam sistem NKRI dan UU
No.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah.
Dengan diberlakukannya UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah, kewenangan itu didesentralisasikan ke daerah. Artinya, pemerintah dan
masyarakat di daerah dipersilakan mengurus rumah tangganya sendiri secara
bertanggung jawab. Pemerintah pusat tidak lagi mendominasi daerah, peran
pemerintah pusat dalam konteks desentralisasi adalah melakukan supervisi,
memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah.
Pemerintah memberlakukan otonomi daerah sebagai solusi alternatif
dalam mengatasi permasalahan ketimpangan pembangunan, terutama dalam
sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Padahal konsep otonomi
sebenarnya sudah muncul sejak Indonesia merdeka, yakni melalui UU Nomor 1
tahun 1945 tentang pemerintahan daerah.
Tabel 4. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemerintahan Daerah Sejak Tahun 1945-2004
No Tahun Perundang-Undangan Subjek
1 1945 UU Nomor 1 Pemerintahan Daerah
2 1948 UU Nomor 22 Pemerintahan Daerah
3 1950 UU Nomor 44 Pemerintahan Daerah
4 1956 UU Nomor 32 Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
5 1957 UU Nomor 1 Pemerintahan Daerah
6 1959 UU Nomor 6 Pemerintahan Daerah
7 1960 UU Nomor 5 Pemerintahan Daerah
8 1965 UU Nomor 18 Pemerintahan Daerah
9 1974 UU Nomor 5 Pemerintahan Daerah
10 1999 UU Nomor 22 Pemerintahan Daerah
11 1999 UU Nomor 25 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
12 2004 UU Nomor 32 Pemerintahan Daerah
13 2004 UU Nomor 33 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
Sumber: Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi, Juli Panglima Saragih, hal 20.
Tujuan perubahan kewenangan dalam penyelenggaraaan otonomi daerah
yang baru adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataaan dan keadilan,
demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal, dan memperhatikan
keragaman potensi daerah (Pardede, 2004). Otonomi daerah pada hakekatnya
diyakini berdampak multi dimensi terhadap aspek kehidupan, antara lain
ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang lainnya. Oleh sebab itu sudah saatnya
masyarakat daerah mendambakan otonomi daerah yang nyata, terutama untuk
mempercepat peningkatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Menurut Arsyad (1993), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu
yang ada, membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru, dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Perencanaan ekonomi
daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi
alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan barang
dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan
pengembangan usaha-usaha baru.
Syarat utama pembangunan ekonomi adalah proses bertumbuhnya harus
bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri. Hasrat untuk
memperbaiki nasib dan prakarsa pembangunan untuk menciptakan kemajuan
materil harus muncul dari warga masyarakatnya sendiri dan tidak dapat
dipengaruhi atau diintimidasi oleh daerah luar (Jhingan, 2003). Kebijakan
otonomi daerah ini akan menjadi salah satu jalan bagi daerah dalam meningkatkan
pertumbuhan perekonomiannya sehingga terjadi pembangunan seperti yang
diharapkan masyarakat.
Pengembangan metode untuk menganalisis perekonomian suatu daerah
sangat penting guna memperoleh informasi tentang perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh
sangat berguna untuk menentukan arah kebijakan yang diambil oleh pemerintah
2.1.2. Konsep Wilayah dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Menurut Budiharsono (2001), wilayah adalah suatu unit geografi yang
dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal.
Gunawan dalam Sihombing (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan suatu
wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu perbedaan karakteristik potensi sumber daya alam,
demografi, kemampuan sumber daya manusia, potensi lokal, aksesibilitas, dan
kekuasaan dalam mengambil keputusan serta aspek potensi pasar. Berdasarkan
perbedaan ini, wilayah dapat diklasifikasikan menjadi empat wilayah yaitu :
a. Wilayah maju
Wilayah maju merupakan wilayah yang telah berkembang dan
diidentifikasikan sebagai wilayah pusat pertumbuhan, pemusatan penduduk,
industri, pemerintahan, pasar potensial, tingkat pendapatan yang tinggi, dan
memiliki kekayaan sumber daya manusia yang berkualitas. Perkembangan
wilayah maju didukung oleh potensi sumber daya yang ada, baik di wilayah
tersebut maupun wilayah belakangnya (hinterland) dan potensi lokal yang
strategis. Disamping itu, sarana pendidikan yang memadai serta pembangunan
infrastruktur yang lengkap seperti jalan, pelabuhan, alat komunikasi, dan
sebagainya menunjang adanya aksesibilitas tinggi terhadap pasar domestik dan
internasional.
b. Wilayah Sedang Berkembang
Wilayah ini memiliki karakteristik pertumbuhan penduduk yang cepat
sedang berkembang juga mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja
yang tinggi, potensi sumber daya alam yang melimpah, keseimbangan antara
sektor pertanian dan industri serta mulai berkembangnya sektor jasa.
c. Wilayah Belum Berkembang
Potensi sumber daya alam yang terdapat di wilayah ini keberadaannya
masih belum dikelola dan dimanfaatkan. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan
panduduk masih rendah, aksesibilitas yang rendah terhadap wilayah lainnya.
Struktur ekonomi wilayah didominasi oleh sektor primer dan belum mampu
membiayai pembangunan secara mandiri.
d. Wilayah Tidak Berkembang
Karakteristik wilayah ini diidentifikasikan dengan tidak adanya sumber
daya alam, sehingga secara alamiah tidak berkembang. Selain itu tingkat
kepadatan penduduk, kualitas sumber daya manusia dan tingkat pendapatan masih
tergolong rendah. Pembangunan infrastruktur pun tidak lengkap, sehingga
aksesibilitas pada wilayah lain pun sangat rendah.
Menurut Kuznets dalam Jhingan (2004) mendefinisikan pertumbuhan
ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya.
Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemampuan teknologi, penyesuaian
kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya
Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan
masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah
riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga sekaligus
menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah
tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi) yang berarti secara kasar
dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah
selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut
juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir keluar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah (Tarigan,
2002)
Menurut Samuelson dalam Tarigan (2002), teori pertumbuhan jalur cepat
(turnpike) adalah setiap negara atau wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa
yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena
potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya, sektor tesebut dengan kebutuhan modal yang sama dapat
memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu yang
relatif singkat dan volume sumbangannya juga cukup besar untuk perekonomian.
Agar pasarnya terjamin, maka produk tersebut harus dapat menembus dan mampu
bersaing pada pasar luar negeri. Perkembangan sektor tersebut akan mendorong
sektor lain untuk turut berkembang, sehingga perekonomian secara menyeluruh
akan berkembang.
2.1.3. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Analisis Shift Share
mengidentifikasikan sumber pertumbuhan ekonomi wilayah di Amerika Serikat.
Selain itu, analisis Shift Share dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor/wilayah yang lamban di Iindonesia dan Amerika
Serikat. Manfaat lain dari analisis Shift Share dapat menduga dampak kebijakan wilayah ketenagakerjaan (Budiharsono, 2001).
Analisis Shift Share memiliki tiga kegunaan, yaitu untuk melihat perkembangan :
1. Sektor perkonomian wilayah terhadap perkemabangan ekonomi wilayah yang
lebih luas.
2. Sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor
lainnya.
3. Suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga dapat
membandingkan besarnya aktifitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan
pertumbuhan antar wilayah. Dengan demikian, dapat ditunjukan adanya Shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah, bila daerah itu
memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian
nasional.
Selain itu juga, analisis Shift Share dapat digunakan untuk membandingkan laju pertumbuhan ekonomi nasional serta sektor-sektornya dan
mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan terssebut. Bila
penyimpangan tesebut bersifat positif, maka dapat dikatakan bahwa sektor
Pertumbuhan sektor perekonomian pada suatu wilayah dipengaruhi oleh
beberapa komponen yaitu:
1. Komponen Pertumbuhan Regional (Regional Growth Component)
Komponen pertumbuhan regional (PR) adalah perubahan
produksi/kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahna
produksi/kesempatan kerja regional secara umum, peruhan kebijakan
ekonomi regional atau perubahan dalam hal yang mempengaruhi
perekonomian semua sektor dan wilayah.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proporsional Growth Component) komponen pertumbuhan proporsional (PP) tumbuh karena sektor dalam
permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah,
perbedaan dalam kebijakan industi (seperti kebijakan perpajakan, subsidi
dan price support) dan perbedaan dalam strukrur dan keragaman pasar.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Regional Share Growth Component)
komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) timbul karena
peningkatan atau penurunan produksi/kesempatan kerja dalam suatu
wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya suatu
pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lain ditentukan
oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan,
prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah
tersebut.
Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut dapat
wilayah. Apabila PP + PPW ≥ 0, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor I ke j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Sementara itu jika PP
+ PPW < 0 menunjukan bahwa pertumbuhan sektor ke i pada wilayah ke j
tergolong pertumbuhan lambat.
Model analisis shift-share disajikan pada gambar 1 sebagai berikut:
Sumber: Budiharsono, 2001
Gambar 1. Model Analisis Shift Share
Menurut Soepono (1993), kelebihan-kelebihan dari analisis Shift Share adalah :
1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan kerja suatu wilayah hanya pada dua titik waktu tertentu, yang
mana satu titik waktu dijadikan sebagai dasar analisis, sedangkan satu titik
waktu lainnya dijadikan sebagai akhir analisis.
2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analsis dapat dilihat
melalui tiga komponen pertumbuhan wilayah, yakni komponen
pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP),
dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).
3. Berdasarkan PR, dapat diketahui laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
dibandingkan laju pertumbuhan nasional.
4. Komponen PP dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah
dapat mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara
nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah
berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor itu.
5. Komponen PPW dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor
ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi pada wilayah lainnya.
6. Jika persentase PP dan PPW dijumlahkan, maka dapat ditunjukan adanya
shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah.
Kemampuan teknis analisis shift share untuk memberikan dua indikator positif yang berarti bahwa suatu wilayah mengadakan spesialisasi di sektor-sektor
yang berkembang secara nasional, dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian
wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk
Kelemahan-kelemahan analisis shift share adalah :
1. Analisis shift share tidak lebih daripada suatu teknik pengukuran atau prosedur baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah
menjadi komponen-komponen. Persamaan shift share hanyalah identity equation dan tidak mempunyai implikasi-implikasi keprilakuan. Metode shift share tidak untuk menjelaskan mengapa, misalnya pengaruh keunggulan kompetitif adalah positif di beberapa wilayah, tetapi negatif
diwilayah lain. Metode Shift share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik.
2. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa
laju pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional
tanpa memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah.
3. Kedua kelompok pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) berkaitan dengan
hal-hal yang sama seperti perubahan penawaran dan permintaan,
perubahan teknologi dan perubahan lokasi, sehingga tidak dapat
berkembang dengan baik.
4. Teknik alanisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila
pasar suatu wilayah bersifat lokal, maka barang itu tidak dapat bersaing
dengan wilayah-wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama,
sehingga tidak mempengaruhi permintaan agregat.
Peningkatan kemampuan pengambilan kepustusan untuk investasi dan
kegiatan ekonomi guna untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi
wilayah (Budiharsono, 2001). Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah tersebut, yang akan
merangsang peningkatan investasi yang selanjutnya mendorong peningkatan
output dari suatu sektor yang akhirnya dapat mendorong peningkatan
pertumbuhan ekonomi wilayah dan mendorong terjadinya pembangunan.
2.2. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang telah dilakukan berhubungan dengan
pertumbuhan sektor ekonomi dan pelaksanaan otonomi daerah pada suatu
wilayah dengan menggunakan analisis shift share diantaranya:
Putra (2004), terhadap pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di kota Jambi
menunjukan bahwa kurun waktu 1994-1996, sektor industri pengolahan
merupakan sektor yang memiliki laju pertumbuhan paling cepat, sedangkan sektor
yang laju pertumbuhannya lambat adalah sektor jasa-jasa. Dilihat dari daya saing,
sektor pertambangan merupakan sektor yang memiliki daya saing paling baik bila
dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor yang tidak mampu
bersaing dengan kabupaten lain adalah sektor industri pengolahan.
Pada tahun 1997-1999, sektor yang memiliki laju pertumbuhan paling
cepat adalah sektor pertambangan, sedangkan sektor yang memiliki laju
pertumbuhan paling lambat adalah sektor bangunan. Akan tetapi sektor
pertambangan justru menjadi sektor yang tidak mampu bersaing, sedangkan
dan jasa perusahaan. Pada masa otonomi daerah, sektor pertambangan masih
menjadi sektor yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat, sedangkan yang
memiliki pertumbuhan paling lambat adalah sektor keuangan, persewaan, jasa,
perusahaan. Sektor pertambangan merupakan sektor yang memiliki daya saing
paling baik.
Ferdiyan (2006), terhadap pertumbuhan investasi di provinsi Jawa Barat
menunjukan bahwa sebelum otonomi daerah pada umumnya terjadi pertumbuhan
investasi yang negatif pada sektor-sektor perekonomian di Jawa Barat. Sedangkan
pada saat otonomi daerah, terjadi pertumbuhan investasi yang positif hampir
diseluruh sektor perekonomian di Jawa Barat. Jika dibandingkan dengan
pertumbuhan investasi nasional, pertumbuhan investasi sektor-sektor
perekonomian di Jawa Barat tiap tahun sebelum otonomi daerah pada tahun
1995-2000 dari segi nilai investasi PMDN, jumlah proyek PMDN, nilai investasi PMA
jauh lebih kecil dari pertumbuhan investasi Indonesia pada kurun waktu yang
sama yaitu 1995-2000. Pada saat otonomi daerah tahun 2001 sampai 2005,
pertumbuhan investasi tiap tahunnya di Jawa Barat lebih baik dibandingkan
dengan pertumbuhan investasi yang terjadi di Indonesia.
Restuningsih (2004), menganalisis pertumbuhan sektor-sektor
perekonomian di Propinsi DKI Jakarta oada masa Krisis ekonomi tahun
1997-2002 dengan menggunakan analisis Shift-Share. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada krisis ekonomi pertumbumbuhan ekonomi DKI Jakarta dan nasional
dan restoran merupakan sektor ekonomi yang mengalami kontraksi terkecil baik
pada Propinsi DKI Jakarta maupun pada perekonomian nasional. Krisis ekonomi
menyebabkan sebagian besar sektor ekonomi DKI Jakarta tidak dapat bersaing
dengan baik, yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih,
bangunan dan jasa-jasa, sedangkan sektor yang dapat bersaing adalah sektor
perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan,
persewaan dan jasa.
Rini (2006), menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian 30
propinsi di Indonesia tahun 1998 dan 2003. Hasil penelitian menunjukan bahwa
terjadi pegeseran pertumbuhan pada tahun 1998 dan 2003 pada beberapa propinsi
terkait dengan pemekaran propinsi yang terjadi di Indonesia. Pertumbuhan
ekonomi sebagai proses pemulihan ekonomi masa ini menunjukan pertumbuhan
yang positif. Kontribusi pertumbuhan ekonomi nasional pada masa itu meningkat
sebesar 21 persen. Propinsi dengan kontribusi pertumbuhan ekonomi terbesar
adalah Propinsi Nusa Tenggara Barat, sedangkan kontribusi pertumbuhan terkecil
adalah Propinsi Maluku.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah bahwa
penelitian ini menggunakan satu kurun waktu pada era otonomi daerah
2001-2005, yang akan melihat pengaruh perubahan subsektor terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Tasikmalaya, data yang digunakan data terbaru dengan harga
konstan 2000 sehingga hasil yang digambarkan adalah data yang lebih ril pada
2.3. Kerangka Pemikiran Operasional
Kondisi perekonomian suatu wilayah dipengaruhi oleh kondisi demografi,
potensi daerah, sumber daya manusia dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah daerah, salah satunya adalah kebijakan otonomi daerah.
Kabupaten Tasikmalaya memiliki sembilan sektor penunjang perekonomian
wilayah yang berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian, jika sektor
perekonomian mengalami pertumbuhan, maka perekonomian wilayah tersebut
akan mengalami pertumbuhan juga sehingga wilayah tersebut dapat melaksanakan
pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses peningkatan kemampuan suatu
negara untuk menyediakan barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Salah
satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang mempengaruhi perkembangan
perekonomian daerah adalah kebijakan otonomi daerah pada tahun 2001.
Kebijakan otonomi daerah berpengaruh terhadap perkembangan tiap sektor
pendukung perekonomian. Apabila sektor perekonomian memiliki pertumbuhan
yang cepat, maka suatu wilayah berkembang dengan cepat, begitu pula
sebaliknya.
Penelitian ini akan menganalisis pertumbuhan ekonomi dan daya saing
sektor-sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Tasikmalaya dengan
membandingkan terhadap laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Propinsi Jawa
Barat. Analisis yang dipakai adalah analisis shift-share pada masa otonomi daerah. Data yang digunakan adalah data PDRB persektor dan subsektor berupa
untuk menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dan daya saing
sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tasikmalaya, sehingga dapat diketahui
sektor mana yang memiliki pertumbuhan cepat atau lambat, sektor mana yang
mampu bersaing dan yang tidak mampu bersaing. Informasi mengenai sektor
yang mamiliki daya saing dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah daerah
dalam menentukan kebijakan pembangunan dan perencanaannya.
Keterangan : Analisis yang digunakan
Hal-hal yang dianalisis
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Oprasional
- Laju Pertumbuhan - Daya Saing
- Profil Pertumbuhan Kondisi Perkonomian Kabupaten
Tasikmalaya Pada Masa Otonomi Daerah (2001-2005
Sektor-Sektor Perekonomian
Tingkat Pertumbuhan PDRB dan Kontribusi
Sektor-sektor Perekonomian
Rekomendasi Kebijakan
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling (sengaja) setelah melakukan beberapa pertimbangan yaitu :
1. Kabupaten Tasikmalaya merupakan kabupaten yang perkembangannya
didukung oleh berbagai sektor perekonomian, seperti sektor pertanian,
sektor perdagangan, hotel dan restoran.
2. Belum adanya penelitian tentang analisis pertumbuhan dan daya saing
sektor perekonomian di Kabupaten Tasikmalaya dengan menggunakan
metode ini.
3. Efisiensi biaya
4. Tersedianya data PDRB dan data pendukung lainnya.
3.2. Jenis danSumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
data PDRB Kabupaten Tasikmalaya dan PDRB Propinsi Jawa Barat tahun
2001-2005, berdasarkan harga konstan 2000. PDRB tahun 2001 dijadikan sebagai tahun
dasar analisis dan PDRB tahun 2005 sebagai tahun akhir analisis. Data ini
dihimpun dari berbagai sumber, antara lain :
1. Badan Pusat Statistik Pusat
3. Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Tasikmalaya
4. Sumber-sumber data lainnya.
3.3. Metode Analisis Shift Share
Analisis shift share menganalisis berbagai perubahan indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu yang
berbeda di suatu wilayah. Hasil analisis dapat menunjukan berbagai
perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif
dengan sektor-sektor lainnya, apakah berkembang dengan cepat atau lambat. Hasil
analisis ini juga dapat menunjukan bagaimana perkembangan suatu wialayah jika
dibandingkan dengan wilayah lainnya. Perubahan indikator kegiatan ekonomi
dilihat dari dua titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis.
Analisis shift share menggunakan data PDRB yang terjadi pada dua titik waktu yaitu, tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis.
3.3.1. Analisis PDRB Kabupaten dan PDRB Propinsi
Pada analisis shift share, Propinsi Jawa Barat terdapat 25 Kabupaten/kota (j = 1,2,3...m) dan 9 sektor ekonomi (i = 1,2,3...n), maka perubahan dalam PDRB
dapat dirumuskan sebagai berikut :
△Yij = PRij + PPij + PPWij ...(1)
△Yij = Perubahan PDRB sektor i di Kabupaten Tasikmalaya
PRij = Persentase perubahan PDRB Kabupaten Tasikmalaya yang
PPij = Persentase perubahan PDRB Kabupaten Tasikmalaya yang
disebabkan komponen pertumbuhan proporsional.
PPWij = Persentase perubahan PDRB Kabupaten Tasikmalaya yang
disebabkan pertumbuhan pangsa wilayah.
Untuk memperoleh nilai PR, PP, PPW ada beberapa rumusan yang harus
penuhi yaitu :
a. PDRB Propinsi Jawa Barat daris sektor i pada tahun 2001.
Yi =
∑
Yi = PDRB Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun 2001
Yij = PDRB Kabupaten Tasikmalaya dari sektor i pada tahun 2001
b. PDRB Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun 2005.
Y’i =
∑
Y'ij = PDRB Kabupaten Tasikmalaya sektor i pada tahun 2005.
Sedangkan total PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis dan
tahun akhir analisis dirumuskan sebagai berkut ini.
c. Total PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis
dimana :
Y.. = Total PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun 2001
Yij = Total PDRB kabupaten/kota dari sektor i pada Propinsi Jawa Barat tahun
2001.
d. Total PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis
Y’.. =
∑∑
Y'.. = Total PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun 2005
Y'ij = Total PDRB kabupaten/kota dari sektor i pada Propinsi Jawa Barat
tahun 2005
3.3.2. Rasio PDRB Kabupaten/Kota dan PDRB Propinsi Nilai (Ra, Ri, ri) Nilai Ra, Ri, ri digunakan untuk mengidentifikasi perubahan PDRB dari
sektor i di wilayah j pada tahun dasar analisis maupun tahun akhir analisis.
Menghitung nilai Ra, Ri, ri menggunakan nilai PDRB yang terjadi di dua titik
waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis.
1. Nilai Ra
Ra merupakan selisih antara total PDRB propinsi pada tahun akhir analsis
dengan total PDRB propinsi pada tahun dasar analisis di bagi total PDRB propinsi
pada tahun dasar analisis. Rumusnya sebagai berikut :
dimana
Y'.. = Total PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun 2005
Y.. = Total PDRB Propinsi Jawa Barat pada tahun 2001
2. Nilai Ri
Ri merupakan selisih antara PDRB propinsi dari sektor i pada tahun akhir
analisis dengan PDRB propinsi sektor i pada tahun dasar analisis dibagi PDRB
propinsi sektor i pada tahun dasar analisis. Rumusnya sebagai berikut :
Ri =
Y'i. = PDRB Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun 2005
Yi. = PDRB Propinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun 2001
3. Nilai ri
Nilai ri merupakan selisih antara PDRB kabupaten/kota dari sektor i pada
wilayah ke j pada tahun akhir analisis dengan PDRB kota/kabupaten dari sektor i
pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis dibagi PDRB kabupaten/kota dari
sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Rumusnya adalah sebagai
berikut :
Y'ij = PDRB Kabupaten Tasikmalaya sektor i pada tahun 2005
3.3.3 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Nilai komponen pertumbuhan wilayah terdiri atas komponen pertumbuhan
regional (PR), komponen pertumbuhan proposional (PP) dan komponen
pertumbuhan petumbuhan pangsa wilayah (PPW) yang didapat dari nilai Ra, Ri,
dan ri. Dari ketiga komponen tersebut jika di jumlahkan akan didapat nilai
perubahan PDRB.
a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)
Komkponen PR adalah perubahan produksi suatu wilayah yang
disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum, perubahan kebijakan
ekonomi regional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi
perekonomian suatu wilayah dan sektor ekonomi. Bila diasumsikan bahwa tidak
ada perubahan karakteristik ekonomi antar sektor dan wilayah, maka adanya
perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah.
Akan tetapi dalam kenyataanya beberapa sektor dan wilayah tumbuh dengan cepat
dari pada sektor dan wilayah lainnya. Komponen pertumbuhan regional dapat
dirumuskan sebagai berikut
PR ij = (Ra)Yij...(2)
dimana :
PRij = Komponen pertumbuhan regional sektor i di Kabupaten Tasikmalaya
Yij = PDRB Kabupaten Tasikmalaya dari sektor i pada tahun 2001
Ra = Persentase perubahan PDRB kabupaten Tasikmalaya yang disebabkan
Apabila persentase total perubahan PDRB suatu wilayah lebih besar
daripada komponen pertumbuhan regional, maka pertumbuhan sektor-sektor
ekonomi wilayah tersebut lebih besar daripada pertumbuhan sektor-sektor
ekonomi popinsi. Apabila persentase total perubahan PDRB lebih kecil
dibandingkan dengan nilai kompenen pertumbuhan regional, maka pertumbuhan
sektor-sektor ekonoimi suatu wilayah lebih kecil dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi wilayah diatasnya (Propinsi).
b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
Komponen PP terjadi karena perbedaan sektor dalam permintaan produk
akhir. Perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan
industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Komponen
pertumbuhan proporsional dapat dirumuskan sebagai berikut.
PPij = (Ri-Ra)Yij...(3)
dimana :
PPij = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada Kabupaten
Tasikmalayaa.
Yij = PDRB kabupaten Tasikmalya dari sektor i pada pada tahun 2001.
(RI-Ra) = Persentase perubahan PDRB kabupaten Tasikmalaya yang disebabkan
oleh komponen pertumbuhan proporsional
Apabila PPij < 0, menunjukan bahwa sektor i di Kabupaten Tasikmalaya
pertumbuhannya lambat. Sedangkan apabila PPij > 0, menunjukan bahwa sektor i
c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja
dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya
pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan
kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan regional pada wilayah
tersebut. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah dirumuskan pada persamaan
empat.
PPWij = (ri-Ri)Yij...(4)
dimana :
PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada Kabupaten
Tasikmalaya.
Yij = PDRB kabupaten Tasikmalaya dari sektor i pada tahun 2001.
(ri-Ri) = Persentase perubahan PDRB kabupaten Tasikmalaya yang
disebabkan oleh pertumbuhan pangsa wilayah
Apabila PPWij < 0 maka sektor i di Kabupaten Tasikmalaya tidak dapat
bersaing bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Sedangkan apabila PPWij >
0, menunjukan sektor i di Kabuapten Tasikmalaya mempunyai daya saing baik
apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Berdasarkan nilai PP, PR, PPW, maka akan didapat nilai perubahan
PDRB, seperti yang dirumuskan dalam persamaan (1). Selain itu perubahan
PDRB juga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Apabila persamaan (2), (3), (4) dan (5) di substitusi ke persamaan (1), maka
didapat
△Yij = PRij + PPij + PPWij ...(1)
Y'ij – Yij = Yij (Ra) + Yij (Ri-Ra) + Yij (ri-Ri)
Dimana :
△Yij = Perubahan PDRB sektor i pada Kabupaten Tasikmalaya
Yij = PDRB Kabupaten Tasikmalaya sektor i pada tahun 2001
Y'ij = PDRB Kabupaten Tasikmalaya sektor i pada tahun 2005
(Ra) = Persentase perubahan PDRB Kabupaten Tasikamalaya yang disebabkan
oleh komponen pertumbuhan regional
(Ri-Ra)= Persentase perubahan PDRB Kabupaten Tasikmalaya yang disebabkan
oleh komponen pertumbuhan proposional
(ri-Ri) = Persentase perubahan PDRB Kabupaten Tasikmalaya yang disebabkan
oleh komponen pertumbuhan pangsa wilayah
3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan PDRB dan Pergeseran Bersih
Analisis profil pertumbuhan PDRB digunakan untuk mengidentifikasi
pertumbuhan. PDRB sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan pada kurun
waktu yang telah ditentukan, dengan cara mengekpresikan persentase perubahan
komponen pertumbuhan proporsional (PPij) dan pertumbuhan pangsa wilayah
(PPWij). Data yang telah dianalisis akan diinterpretasikan dengan cara memplot
persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan
proporsional (PP) diletakan pada sumbu vertikal sebagai absis, sedangkan
pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) pada sumbu horizontal sebagai ordinat.
Profil pertumbuhan PDRB disajikan dalam gambar tiga
Sumber: Bidiharsono, 2001
Gambar.3. Profil Pertumbuhan
Keterangan :
(1) Kuadran I menunjukan bahwa sektor-sektor di wilayah yang bersangkutan
memiliki perumbuhan yang cepat, sektor itu juga mampu bersaing dengan
sektor perekonomian dari wilayah lain. Karena pertumbuhan sektor
perekonomiannya tergolong dalam pertumbuhan yang cepat, maka
wilayah yang bersangkutan juga merupakan wilayah yang progresif (maju)
Kuadran IV Kuadran I
Kuadran II Kuadran III
PP
(2) Kuadran II menunjukan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah
memiliki laju pertumbuhan yanga cepat, tetapi sektor tersebut tidak
mampu bersaing dengan sektor perekonomian wilayah lain.
(3) Kuadran III menunjukan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah
memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan tidak mampu bersaing dengan
wilayah lain. Jadi, wilayah tersebut tergolong pada wilayah yang memiliki
pertumbuhan yang lambat.
(4) Kuadran IV menunjukan bahwa sektor perekonomian pada suatu wilayah
memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi sektor tersebut mampu
bersaing dengan sektor perekonomian di wilayah lain.
(5) Pada kuadran II dan kuadran IV terdapat garis miring yang membentuk
sudut 450 dan memotong kedua kuadran tersebut. Bagian atas garis
tersebut menunjukan bahwa wilayah yang bersangkutan merupakan
wilayah yang progresif (maju), sedangkan di bawah garis berarti wilayah
tersebut merupakan wilayah yang pertumbuhan yang lamban.
Berdasarkan PP dan PPW, maka dapat diidentifikasi pertumbuhan suatu
sektor atau wilayah pada kurun waktu tertentu. Kedua komponen tersebut (PPj
dan PPWj) apabila dijumlahkan, maka akan diperoleh nilai pergeseran bersih
(PBj) yang dapat mengidentifikasikan pertumbuhan suatu wilayah. PBj dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Adapun
PP.j = PPij + PP2j + ... + PPnj
PPW.ij = PPWij + PPW2j + PPW3j + ... + PPnj
Dimana :
PB.j = Pergeseran bersih Kabupaten Tasikmalaya
PP.j = Komponen pertumbuhan proporsional dari seluruh sektor yang ada di
Kabupaten Tasikmalaya
PPW.j = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah dari seluruh sektor untuk
Kabupaten Tasikmalaya.
Pergeseran bersih suatu sektor pada Kabupaten Tasikmalaya dapat
dirumuskan sebagai berikut :
PBij = PPij + PPWij
Dimana :
PBij = Pergeseran bersih sektor i pada Kabupaten Tasiikmalaya
PPij = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada Kabupaten
Tasikmalaya.
PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada Kabupaten
Tasikmalaya.
Persentase perubahan PDRB, PR.j, PP.j, PPW.j dan PB.j akan
mengidentifikasi pemerataan suatu sektor atau suatu wilayah dalam hal
pertumbuhan. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut
%△ PDRB.j = (PDRB tahun akhir-PDRB tahun dasar) X 100 %
% PN.j = PN.j * 100% X 100 %
PDRB tahun dasar
% PP.j = PP.J X 100 %
PDRB tahun dasar
% PPW.j = PPW.j X 100 %
PDRB tahun dasar
% PB.j = PP.j + PPW.j X 100 %
PDRB tahun dasar
Apabila :
PBij > 0, maka pertumbuhan sektor i pada Kabupaten Tasikmalaya termasuk ke
dalam kelompok progresif (maju)
PBij < 0, maka pertumbuhan sektor i pada Kabupaten Tasikmalaya termasuk ke
dalam pertumbuhan lambat.
PB.j > 0, maka pertumbuhan Kabupaten Tasimalaya tersebut termasuk dalam
pertumbuhan progresif,
PB.j < 0, menunjukan pertumbuhan Kabupaten Tasikmalaya tersebut termasuk
dalam pertumbuhan yang lambat
3.4. Klasifikasi Sektor
Klasifikasi sektor dalam menganalisis shift share, didasarkan kepada peran sektor dalam perekonomian yang ditunjukan oleh kontribusi masing-masing
yang disajikan menurut lapangan usaha dapat menggambarkan kondisi
perekonomian regional secara sektoral.
Pembagian sektoral lapangan usaha ini didasarkan kepada System of Nasional Account (SNA) tahun 1993 yang dibagi dalam 9 sektor lapangan usaha, yaitu:
1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan.
2. Pertambangan dan Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas dan Air Minum
5. Bangunan
6. Perdagangan, Hotel dan Restauran
7. Pengangkutan dan Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa
9. Jasa-Jasa
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau
perkembangan jika tingkat kegiatan ekonominya meningkat lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Oleh karena itu untuk melihat
peningkatan jumlah barang yang dihasilkan, maka pengaruh perubahan
harga-harga terhadap nilai pendapatan daerah pada berbagai tahun harus dihilangkan.
Caranya adalah dengan melakukan perhitungan pendapatan daerah didasarkan
atas harga konstan. Jika perhitungan pendapatan daerah menggunakan tingkat
harga berlaku pada waktu tersebut, hasil perhitungannya adalah pendapatan