• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Konsep Diri Lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Dukungan Keluarga dengan Konsep Diri Lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Konsep Diri Lansia di

Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli

SKRIPSI

Oleh

Putri Nanda Sari

111101051

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan shalawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat dan karunia yang senantiasa menyertai penulis sehingga penulis diberikan kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Wakil Dekan I, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS sebagai Wakil Dekan II, dan Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS, sebagai Wakil Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns, M.Kes, selaku dosen pembimbing skripsi saya. Terima kasih atas waktu, bimbingan, masukan, dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. 4. Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep dan Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS

selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

5. Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep selaku dosen Pembimbing Akademik, seluruh dosen dan pegawai Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan. Semoga Allah membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan keberkahan.

(5)

7. Sahabat-sahabat (Wita, Lady Diana Puspita Dewi, Otania Hosianna). Terima kasih atas bantuan, dukungan, dan semangat yang kalian berikan. Teman-teman seperjuangan seluruh stambuk 2011, semoga kita semua akan meraih kesuksesan.

8. Muhammad Arief, Amd. dan keluarga. Terima kasih atas segala bantuan yang diberikan, termasuk memperkenalkan responden dalam penelitian ini. 9. Kepala Kelurahan Titi Papan beserta pegawai kelurahan dan kepala Lingkungan XI, terima kasih atas izin pelaksanaan penelitian dan bantuan dalam memberikan data lansia serta bantuan memperkenalkan responden penelitian ini.

10. Seluruh responden untuk penelitian ini yaitu lansia yang bertempat tinggal di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Juli 2015 Penulis

(6)

HALAMAN JUDUL ... i

3. Pertanyaan penelitian ... 6

4. Tujuan penelitian ... 6

5. Manfaat penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

1. Konsep keluarga ... 9

1.1. Pengertian keluarga ... 9

1.2. Tipe keluarga ... 10

1.3. Fungsi keluarga ... 10

1.4. Peran keluarga ... 11

2. Konsep dukungan keluarga ... 12

2.1. Pengertian dukungan keluarga ... 12

2.2. Jenis dukungan keluarga ... 13

2.2.1. Dukungan emosional ... 13

2.2.2. Dukungan informasional ... 13

2.2.3. Dukungan instrumental ... 14

2.2.4. Dukungan penghargaan (penilaian) ... 14

2.3. Ciri-ciri bentuk dukungan keluarga ... 15

2.4. Sumber dukungan keluarga ... 16

2.5. Manfaat dukungan keluarga ... 16

3. Konsep diri ... 17

3.1. Pengertian konsep diri ... 17

3.2. Faktor-faktor yang memperngaruhi konsep diri ... 18

3.3. Rentang respon konsep diri ... 20

3.4. Komponen konsep diri ... 21

3.4.1. Gambaran diri (body image) ... 21

3.4.2. Ideal diri (self ideal) ... 23

3.4.3. Harga diri (self esteem) ... 24

3.4.4. Penampilan peran (role performance) ... 25

3.4.5. Identitas diri ... 27

3.5. Jenis-jenis konsep diri ... 28

3.5.1. Konsep diri positif ... 28

(7)

4.3. Proses menua ... 30

4.4. Teori proses menua ... 31

4.4.1. Teori biologis ... 31

4.4.2. Teori sosiologis ... 33

4.5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ... 34

4.5.1. Perubahan fisik ... 34

4.5.2. Perubahan sosial ... 36

4.5.3. Perubahan psikologis ... 37

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 38

1. Kerangka penelitian ... 38

2. Definisi operasional ... 39

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN ... 42

1. Desain penelitian ... 42

2. Populasi, sampel dan tehnik sampling ... 42

2.1. Populasi ... 42

2.2. Sampel ... 42

2.3. Tehnik sampling ... 43

3. Lokasi dan waktu penelitian ... 44

4. Pertimbangan etik ... 44

4.1. Informed consent ... 45

4.2. Anonimity ... 45

4.3. Confidentiality ... 46

5. Instrument penelitian ... 47

5.1. Kuesioner data demografi ... 48

5.2. Kuesioner dukungan keluarga ... 48

5.3. Kuesioner konsep diri ... 49

6. Uji validitas dan reliabilitas ... 50

6.1. Uji validitas... 50

6.2. Uji reliabilitas ... 51

7. Pengumpulan data... 52

8. Analisa data ... 53

8.1. Pengolahan data ... 53

8.2. Analisa data univariat dan bivariat ... 54

8.2.1 Analisa univariat ... 54

8.2.2 Analisa bivariat ... 54

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

1. Hasil Penelitian ... 55

1.1. Karakteristik demografi responden ... 55

1.2. Dukungan keluarga... 57

1.3. Konsep diri lansia ... 58

1.4. Hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri lansia ... 60

2. Pembahasan ... 60

(8)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

1. Kesimpulan ... 78

2. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 87

Lampiran 1. Inform consent ... 87

Lampiran 2. Instrumen penelitian ... 88

Lampiran 3. Surat izin survey awal... 94

Lampiran 4. Surat telah menyelesaikan survey awal ... 96

Lampiran 5. Lembar persetujuan validitas ... 97

Lampiran 6. Etical Clearance ... 99

Lampiran 7. Surat izin penelitian ... 100

Lampiran 8. Surat telah menyelesaikan penelitian ... 102

Lampiran 9. Hasil uji validitas konstruk ... 103

Lampiran 10. Hasil uji reliabilitas ... 106

Lampiran 11. Master data ... 107

Lampiran 12. Hasil uji normalitas data ... 109

Lampiran 13. Hasil penelitian ... 109

Lampiran 14. Lembar pengesahan terjemahan abstrak ... 114

Lampiran 15. Taksasi dana penelitian ... 115

Lampiran 16. Jadwal tentatif penelitian ... 116

Lampiran 17. Lembar bukti bimbingan ... 117

(9)
(10)

Halaman

Tabel 1. Definisi Operasional ... 39

Tabel 2. Frekuensi dan persentase karakteristik demografi responden ... 56

Tabel 3. Frekuensi dan persentase dukungan keluarga ... 57

Tabel 4. Frekuensi dan persentase komponen dukungan keluarga ... 58

Tabel 5. Frekuensi dan persentase konsep diri lansia ... 59

Tabel 6. Frekuensi dan persentase komponen konsep diri lansia ... 59

(11)

Nama : Putri Nanda Sari

NIM : 111101051

Fakultas : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2014/2015

ABSTRAK

Keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri karena dapat memberikan perasaan mampu, perasaan diterima, dan individu mendapatkan penghargaan yang pantas tentang tujuan, perilaku dan nilai. Dukungan keluarga yang terdiri dari dukungan emosional, informasi, instrumental/nyata dan penghargaan/penilaian mampu meningkatkan semangat lansia menghadapi masa tuanya dengan baik sehingga dapat membentuk konsep diri yang positif meliputi gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri. Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli. Populasi penelitian ini adalah lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan tahun 2014 sebanyak 80 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik purposive

sampling, dan besar sampel penelitian adalah 67 orang. Penelitian ini

menggunakan Uji Korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mendapatkan dukungan keluarga yang baik (70,1%), dan sebagian besar lansia memiliki konsep diri yang positif (85,1%). Hasil uji korelasi

Spearman menunjukkan nilai sebesar (p) 0,000 <α = 0,05, (r) 0,651, yang berarti

ada hubungan antara dukungan keluarga dengan konsep diri lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli serta memiliki hubungan yang kuat dan searah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan konsep diri lansia. Semakin baik dukungan keluarga maka semakin baik konsep diri lansia. Diharapkan peneliti selanjutnya untuk menggali lebih dalam mengenai komponen dukungan keluarga dalam upaya meningkatkan konsep diri lansia dengan menganalisis lebih dalam hubungan di tiap komponennya.

(12)

Name : Putri Nanda Sari Std. ID Number : 111101051

Faculty : The Faculty of Nursing, University of Sumatera Utara Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

Family is the basis for establishing self-concept since it can provide the feelings of being capable and acceptable, and individuals are deserved to get emotional, informational, and instrumental/factual support and reward. It is also

able to increase people’s spirit in facing their old-age well so that it can also establish positive concept which includes image, ideal, role, self-identity. The objective of this descriptive correlative research, using Spearman correlation test, was to find out the correlation between family support and old

people’s self-concept at Lingkungan XI, Titi Papan village, Medan Deli Subdistrict, in 2014. The population was 80 old people, and 67 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique. The result of the research showed that 70.1% of the respondents got good family support, and 85.1% of them had positive self-concept. The result of Spearman correlation test

showed that p-value = 0.000 < α = 0.05 which indicated that there was

significant and rectifiable correlation between family support and old people’

self-concept at Lingkungan XI, Titi Papan village, Medan Deli Subdistrict. The conclusion of the research was that there was significant correlation between

family support and old people’s self-concept. The better the support from family

was, the better the old people’s self-concept. It is recommended that the next

researchers dig up the components of family support in increasing old people’s

(13)

Nama : Putri Nanda Sari

NIM : 111101051

Fakultas : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2014/2015

ABSTRAK

Keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri karena dapat memberikan perasaan mampu, perasaan diterima, dan individu mendapatkan penghargaan yang pantas tentang tujuan, perilaku dan nilai. Dukungan keluarga yang terdiri dari dukungan emosional, informasi, instrumental/nyata dan penghargaan/penilaian mampu meningkatkan semangat lansia menghadapi masa tuanya dengan baik sehingga dapat membentuk konsep diri yang positif meliputi gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri dan identitas diri. Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli. Populasi penelitian ini adalah lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan tahun 2014 sebanyak 80 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik purposive

sampling, dan besar sampel penelitian adalah 67 orang. Penelitian ini

menggunakan Uji Korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mendapatkan dukungan keluarga yang baik (70,1%), dan sebagian besar lansia memiliki konsep diri yang positif (85,1%). Hasil uji korelasi

Spearman menunjukkan nilai sebesar (p) 0,000 <α = 0,05, (r) 0,651, yang berarti

ada hubungan antara dukungan keluarga dengan konsep diri lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli serta memiliki hubungan yang kuat dan searah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan konsep diri lansia. Semakin baik dukungan keluarga maka semakin baik konsep diri lansia. Diharapkan peneliti selanjutnya untuk menggali lebih dalam mengenai komponen dukungan keluarga dalam upaya meningkatkan konsep diri lansia dengan menganalisis lebih dalam hubungan di tiap komponennya.

(14)

Name : Putri Nanda Sari Std. ID Number : 111101051

Faculty : The Faculty of Nursing, University of Sumatera Utara Academic Year : 2014-2015

ABSTRACT

Family is the basis for establishing self-concept since it can provide the feelings of being capable and acceptable, and individuals are deserved to get emotional, informational, and instrumental/factual support and reward. It is also

able to increase people’s spirit in facing their old-age well so that it can also establish positive concept which includes image, ideal, role, self-identity. The objective of this descriptive correlative research, using Spearman correlation test, was to find out the correlation between family support and old

people’s self-concept at Lingkungan XI, Titi Papan village, Medan Deli Subdistrict, in 2014. The population was 80 old people, and 67 of them were used as the samples, taken by using purposive sampling technique. The result of the research showed that 70.1% of the respondents got good family support, and 85.1% of them had positive self-concept. The result of Spearman correlation test

showed that p-value = 0.000 < α = 0.05 which indicated that there was

significant and rectifiable correlation between family support and old people’

self-concept at Lingkungan XI, Titi Papan village, Medan Deli Subdistrict. The conclusion of the research was that there was significant correlation between

family support and old people’s self-concept. The better the support from family

was, the better the old people’s self-concept. It is recommended that the next

researchers dig up the components of family support in increasing old people’s

(15)

1. Latar Belakang

Dampak kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama dibidang kedokteran, termasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotika yang mampu mengatasi berbagai penyakit infeksi, berhasil menurunkan angka kematian bayi dan anak, memperlambat kematian, memperbaiki gizi dan sanitasi sehingga kualitas dan umur harapan hidup meningkat. Keadaan ini menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) semakin bertambah banyak, bahkan cenderung lebih cepat dan pesat (Nugroho, 2008).

Jumlah penduduk lansia di dunia saat ini diperkirakan mencapai 1 milyar dengan usia rata-rata 60 tahun (Depkes RI, 2013). Indonesia termasuk kedalam lima besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia. Pada tahun 2010 jumlah penduduk lansia di Indonesia mencapai 18,1 juta jiwa. Jumlah lansia pada tahun 2011 di Indonesia mencapai 19,5 juta jiwa. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) memproyeksikan jumlah penduduk lansia berusia 60 tahun atau lebih akan meningkat menjadi 29,1 juta jiwa (2020) dan 36 juta jiwa (2025) (Depkes RI, 2012).

(16)

saat ini mencapai angka yang besar, dan di Indonesia jumlah peduduk lansia tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 1,4 juta jiwa dari tahun 2010, dan akan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Bertambahnya jumlah penduduk dan usia harapan hidup lansia menimbulkan berbagai masalah karena lansia mengalami proses menua yang disertai dengan kemunduran atau perubahan kondisi fisik, psikososial, dan mental. Masalah yang bisa terjadi pada lansia antara lain masalah kesehatan, psikologis/ mental, sosial, dan ekonomi (BKKBN, 2012). Salah satu masalah psikologis pada lanjut usia adalah konsep diri. Konsep diri terdiri dari beberapa komponen yaitu gambaran diri atau citra tubuh (body image), ideal diri (self ideal), penampilan peran (role performance), identitas (identity), dan harga diri (self esteem) (Potter & Perry, 2005).

(17)

Hurlock (1994 dalam Suarmini, 2010) menyatakan bahwa konsep diri berkembang dengan bertambahnya usia, konsep diri lansia sangat berhubungan dengan yang mereka rasakan saat menjadi tua. Masyarakat yang tinggal di kota besar memberikan stres pada lansia, masyarakat memandang lansia dengan gambaran negatif, seperti tua berarti sakit-sakitan, lemah, membosankan, buruk rupa, dan julukan-julukan negatif lainnya. Anggapan semacam ini dapat mempengaruhi konsep diri lansia.

Dukungan keluarga mampu meningkatkan semangat lansia menghadapi masa tuanya dengan baik sehingga dapat membentuk konsep diri yang baik (Romadlani, et al., 2013). Keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri karena dapat memberikan perasaan mampu atau tidak mampu, perasaan diterima atau ditolak, dan dalam keluarga individu mempunyai kesempatan untuk mengidentifikasi perilaku orang lain, dan mempunyai penghargaan yang pantas tentang tujuan, perilaku dan nilai (Dalami, et al., 2009).

(18)

kehidupan sehari-hari serta mempunyai relevansi dalam masyarakat yang berada dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan.

Hasil penelitian Romadlani, Nurhidayati, dan Syamsianah (2013) dengan judul “Hubungan dukungan keluarga dan kemandirian lansia dengan konsep diri lansia di Kelurahan Bambankerep Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang” menunjukkan bahwa lansia yang memiliki konsep diri baik sebanyak 55 lansia (96,5%) dan cukup sebanyak 2 lansia (3,5%). Lansia yang menerima dukungan keluarga baik sebanyak 51 lansia (89,5%) dan cukup baik sebanyak 6 lansia (10,5%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar lansia yang menerima dukungan keluarga baik memiliki konsep diri yang juga baik.

Perubahan lansia baik fisik, mental, maupun emosional memerlukan dukungan keluarga, karena dukungan keluarga membantu masalah lansia. Hasil penelitian Rahayu, Wijayanti dan Nusi (2010) menyatakan dukungan keluarga di Desa Sokaraja Lor Kecamatan Sokaraja tahun 2009 sebanyak 38 responden atau 50.7% mendapatkan dukungan keluarga yang efektif sedangkan 37 responden atau 49,3% mendapatkan dukungan keluarga yang tidak efektif. Berdasarkan data diatas diketahui bahwa di lingkungan masyarakat tidak semua keluarga memberikan dukungan baik kepada lansia, masih ada keluarga yang kurang memberikan dukungannya kepada lansia.

(19)

diperlukan sehingga timbul koping yang baik dari lansia dalam menghadapi stressor (Kristyaningsih, 2011).

Berdasarkan survey awal di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli diperoleh jumlah penduduk pada tahun 2013 sebanyak 555 Kepala Keluarga (KK) atau sebesar 2.883 jiwa. Data penduduk lansia yang berusia 60 tahun keatas pada tahun 2014 diperoleh sebanyak 80 jiwa. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada hari Kamis, 30 Oktober 2014 dengan 6 lansia di Lingkungan XI kelurahan Titi Papan, sebanyak 3 lansia menyatakan bahwa mereka masih ingin melakukan pekerjaan rumah sehari-hari, namun dilarang oleh keluarga, hal seperti ini membuat lansia merasa tenaganya tidak diperlukan lagi, perannya sudah berubah, dan merasa pesimis untuk mewujudkan suatu keinginan.

Lansia juga menyatakan sudah berkurangnya perhatian dari keluarga, keluarga tidak melibatkannya dalam mengambil keputusan jika ada masalah keluarga, sehingga lansia merasa tidak dihargai. Keluarga tidak memberikan informasi dan kurang memperhatikan perubahan fisik seperti penglihatan dan pendengaran yang berkurang membuat lansia terganggu dan kurang bisa menerima perubahan tersebut. Dukungan keluarga yang kurang ini bisa menimbulkan berbagai masalah psikis dan berdampak pada konsep diri lansia.

(20)

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu “Bagaimanakah hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli? ”.

3. Pertanyaan Penelitian

3.1. Bagaimana gambaran karakteristik data demografi lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli?.

3.2. Bagaimana gambaran dukungan keluarga meliputi dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental/nyata, dan dukungan penilaian/penghargaan pada lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli?.

3.3. Bagaimana gambaran konsep diri lansia meliputi gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli?.

3.4. Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli?

4. Tujuan Penelitian

4.1.Tujuan Umum

Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli .

4.2.Tujuan Khusus

(21)

4.2.2. Mengetahui gambaran dukungan keluarga meliputi dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental/nyata, dan dukungan penilaian/penghargaan pada lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli.

4.2.3. Mengetahui gambaran konsep diri lansia meliputi gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, identitas diri lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli.

4.2.4. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli.

5. Manfaat Penelitian

5.1.Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah data dan wacana adanya peran keluarga dalam memberikan dukungan yang bisa mempengaruhi konsep diri lansia sehingga lansia hidup bahagia dan sejahtera.

5.2.Pelayanan Keperawatan

(22)

dukungan agar lansia dapat menerima perubahan-perubahan yang dialami sehingga membentuk konsep diri yang positif.

5.3.Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya, sebagai wacana ilmiah dan acuan untuk melaksanakan penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya yang menyangkut tentang hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri lansia.

5.4.Keluarga Lansia

(23)

1. Konsep Keluarga

1.1.Pengertian Keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan dalam kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari keluarga. Keluarga juga didefinisikan sebagai kelompok individu yang tinggal bersama dengan atau tidak adanya hubungan darah, pernikahan, adopsi, dan tidak hanya terbatas pada keanggotaan dalam satu rumah tangga (Friedman, 2003/2013).

Duval (1972 dalam Setiadi, 2008) menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga. Departemen Kesehatan (1988 dalam Ali, 2009) menyatakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaaan saling ketergantungan.

(24)

mengidentifikasi perilaku orang lain, dan mempunyai penghargaan yang pantas tentang tujuan, perilaku dan nilai (Dalami, et al., 2009).

1.2.Tipe Keluarga

Friedman (1998) membagi tipe keluarga menjadi 8 yaitu nuclear

family (keluarga inti) yang terdiri dari orang tua dan anak yang masih menjadi

tanggungannya dan tinggal dalam satu rumah, terpisah dari sanak keluarga lainnya. Extended family (keluarga besar), terdiri dari satu atau dua keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah. Single parent family, yang dikepalai oleh satu kepala keluarga dan hidup bersama dengan anak-anak yang masih bergantung padanya. Nuclear dyed terdiri dari sepasang suami istri tanpa anak, tinggal dalam satu rumah yang sama. Blended family terbentuk dari perkawinan pasangan, yang masing-masing pernah menikah dan membawa anak hasil perkawinan terlebih dahulu. Three generation family terdiri dari tiga generasi, yaitu kakek, nenek, bapak, ibu, dan anak dalam satu rumah.

Single adult living alone hanya teridiri dari satu orang dewasa yang hidup

dalam rumahnya. Midldle age atau elderly couple yang terdiri dari sepasang suami istri paruh baya.

1.3.Fungsi Keluarga

(25)

untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi sosialisasi merupakan fungsi mengembangkan dan tempat melatih untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. Fungsi reproduksi merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. Fungsi ekonomi merupakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Fungsi perawatan merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.

1.4.Peran Keluarga

(26)

2. Dukungan Keluarga

2.1.Pengertian Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya, ketiga dimensi interaksi dukungan keluarga tersebut bersifat reproksitas (timbal balik atau sifat dan frekuensi hubungan timbal balik), umpan balik (kualitas komunikasi), dan keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial (Friedman, 1998).

Dukungan sosial keluarga adalah proses yang terjadi selama masa hidup, dengan sifat dan tipe dukungan sosial bervariasi pada masing-masing tahap siklus kehidupan keluarga dan dukungan keluarga memungkinkan keluarga berfungsi secara penuh dan dapat meningkatkan adaptasi dalam kesehatan keluarga (Friedman, 2003/2013).

(27)

2.2.Jenis Dukungan Keluarga

Friedman (1998) membagi jenis dukungan keluarga menjadi empat jenis atau dimensi dukungan keluarga antara lain:

2.2.1.Dukungan Emosional

Pada dukungan emosional keluarga menyediakan tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan. Jenis dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi atau ekspresi, yang termasuk dukungan emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian, dan perhatian kepada lansia. Keluarga memberikan lansia perasaan yang nyaman, jaminan rasa memiliki, dan merasa dicintai saat mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, cinta, kasih sayang, dan emosi.

2.2.2.Dukungan Informasi

(28)

2.2.3.Dukungan Instrumental/Nyata

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit yang mencakup bantuan seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu, modifikasi lingkungan maupun menolong dengan pekerjaan saat lansia mengalami stress menjaga dan merawat lansia saat sakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah. Kresnawati dan Kartinah (2011) menambahkan pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya kesehatan penderita dalam hal makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.

2.2.4.Dukungan Penghargaan (Penilaian)

(29)

2.3.Ciri-Ciri Bentuk Dukungan Keluarga

House Smet (1994 dalam Setiadi, 2008) menyatakan bahwa setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri. Pertama adalah perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan, dan penghargaan, sehingga seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati, dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya.

Kedua adalah informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama. Ketiga adalah bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi lansia, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain.

(30)

sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian sangat membantu adalah penilaian yang positif.

2.4.Sumber Dukungan Keluarga

Rook & Dooley, Kuntjoro (2002 dalam Tamher, 2009) membagi sumber dukungan keluarga menjadi dua yaitu sumber natural dan sumber artifisial. Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non formal, sementara itu dukungan keluarga artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Sumber dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial.

2.5.Manfaat Dukungan Keluarga

(31)

Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat (Stuart & Sundeen, 1991). Peran serta yang besar dari keluarga dalam memberikan dukungan dan pemenuhan kebutuhan lansia sangat diperlukan sehingga timbul koping yang baik dari lansia dalam menghadapi stressor (Kristyaningsih, 2011).

3. Konsep Diri

3.1.Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain, termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya (Stuart, 2002/2007). Beck, William, dan Rawlin (1993) menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual.

(32)

kepercayaan yang mempengaruhi tingkah laku individu untuk bertindak (Kozier, et al., 2004).

3.2.Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Stuart & Laraia (2001) menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Signifikan Others (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perseption (Persepsi diri).

3.2.1.Teori Perkembangan

Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya, seseorang memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungannya dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan seperti bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.

3.2.2.Signifikan Others (Orang yang terpenting atau yang terdekat)

(33)

sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi merupakan faktor penting dalam pembentukan konsep diri seseorang.

3.2.3.Self Perseption (Persepsi Diri)

Persepsi diri adalah persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.

Kozier (2004) menambahkan ada faktor lain yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari sumber eksternal dan internal, stressor, usia, keadaan sakit, dan trauma.

Sumber eksternal dan internal, kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri. Pada sumber internal misalnya, nilai dan kepercayaan diri. Sumber eksternal misalnya dukungan masyarakat, dukungan keluarga dan ekonomi yang kuat dan organisasi. Stresor dalam kehidupan akan menimbulkan depresi, menarik diri, dan kecemasan, jika koping individu tidak adekuat. Usia tua, keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi diri.

(34)

mempengaruhi persepsi terhadap diri), norma dan keyakinan, koping dan toleransi stress, serta transisi peran.

3.3.Rentang Respon Konsep Diri

Penilaian tentang konsep diri dapat dilihat berdasarkan rentang respon konsep diri yaitu

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Keracunan Depersonalisasi diri positif rendah identitas

Skema 1. Rentang respon konsep diri (Stuart & Laraia, 2001)

Keterangan:

1. Respon adaptif adalah respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi suatu masalah dapat menyelesaikannya secara baik, atau individu memiliki konsep diri positif dan memiliki aktualisasi diri yang baik 2. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menghadapi masalah

(35)

3.4.Komponen Konsep Diri

Konsep diri terdiri dari lima komponen yaitu gambaran diri atau citra tubuh (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), penampilan peran (role performance), dan identitas personal (personal identity) (Stuart & Laraia, 2001; Potter & Perry, 1997/2005).

3.4.1. Gambaran Diri (Body Image)

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar, sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan, potensi tubuh saat ini dan masa lalu secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman yang baru (Stuart & Laraia, 2001).

Gambaran diri (citra tubuh) berhubungan erat dengan kepribadian, cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap gambaran diri seperti menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberikan rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Stuart & Laraia, 2001). Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan mantap terhadap realisasi yang akan memacu di dalam kehidupan (Keliat, 2000).

(36)

tubuh, perubahan hormonal dan perkembangan fisik, efek pengobatan dan terapi yang menyebabkan perubahan pada penampilan (Potter & Perry, 1997/2005).

Pada lansia gambaran diri biasanya dipengaruhi oleh perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampilan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya. Perubahan fisik boleh jadi tidak sesuai dengan citra diri ideal seseorang, begitu juga dengan lansia, perubahan fisik yang terjadi akibat proses penuaan dapat merubah persepsi lansia terhadap tubuhnya. Lansia sering mengatakan mereka tidak berbeda tetapi ketika mereka melihat diri mereka dicermin, mereka terkejut dengan kulit yang keriput dan rambut yang memutih (Potter & Perry, 1997/2005). .

(37)

sesuai akan kesehatan diri, termasuk persepsi saat ini dan masa lalu (Tarwoto & Wartonah, 2010).

3.4.2.Ideal Diri (Self Ideal)

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga, budaya) dan kepada seseorang yang ia ingin lakukan (Stuart & Laraia, 2001).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu kecenderungan individu menetapkan ideal diri pada batas kemampuannya, faktor budaya, ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan harga diri. Ideal diri berkembang mulai masa kanak-kanak hingga lanjut usia. Pada usia lanjut ideal diri dipengaruhi oleh berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab (Stuart & Laraia, 2001).

(38)

Individu yang mempunyai ideal diri realistis akan mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai (Stuart & Laraia, 2001).

3.4.3. Harga diri (Self Esteem)

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa sejauh mana perilaku memenuhi ideal diri. Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau tinggi. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami gagal cenderung harga diri menjadi rendah (Stuart & Laraia, 2001).

Faktor yang mempengaruhi harga diri ialah ideal diri, individu yang hampir memenuhi ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi, sedangkan individu yang mempunyai variasi luas terhadap ideal diri dan susah untuk dicapai akan menyebabkan harga diri rendah, evaluasi diri pribadi maupun orang lain mempengaruhi harga diri individu, harga diri juga dipengaruhi sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan hidup (Potter & Perry, 1997/2005).

(39)

stigma terhadap lansia menyebabkan rendahnya harga diri lansia (Stuart & Laraia, 2001).

Harga diri ini dapat menjadi rendah saat seseorang kehilangan kasih sayang atau cinta kasih dari orang lain, kehilangan penghargaan dari orang lain. Beberapa perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah adalah malu terhadap diri sendiri, mengkritik diri sendiri, merasa tidak berguna, merasa tidak mampu (penolakan terhadap kemampuan personal), merasa bersalah, mudah tersinggung/marah, gangguan hubungan sosial seperti menarik diri dari interaksi sosial, percaya diri kurang, dan pandangan hidup yang pesimis (Stuart & Sundeen, 1991).

Individu dengan harga diri yang tinggi merasa layak untuk dihormati dan meninggikan harkat dan martabatnya, percaya pada nilai diri sendiri, dan pendekatan hidup dengan ketegasan dan semangat (Stuart & Laraia, 2001).

3.4.4. Penampilan Peran (Role Performance)

(40)

Sepanjang hidup orang menjalani berbagai perubahan peran. Lansia mengalami banyak perubahan peran yang tejadi, mulai dari perubahan peran dalam pekerjaan, peran dalam keluarga dan sebagainya (Potter & Perry, 1997/2005). Lansia mengalami perubahan peran karena lansia sering dianggap tidak berguna lagi, tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dalam berbagai bidang tertentu karena mengalami perubahan efisiensi kekuatan, kecepatan dan kemenarikan bentuk fisik. Semakin lanjut usia, mereka akan mengalami kemunduran teutama dibidang kemampuan fisik, yang dapat menyebabkan penurunan peran sosial (Nugroho, 2008).

Posisi masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang meimbulkan kesukaran, atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan. Setiap individu memiliki lebih dari satu peran yang memungkinkan untuk mengalami stress peran. Stress peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai, dan peran yang terlalu banyak. Perilaku individu dengan gangguan peran menunjukkan ketidakpuasan terhadap peran yang dilakukannya, mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran, kegagalan menjalankan peran yang baru, ketegangan menjalankan peran yang baru (Potter & Perry, 1997/2005).

(41)

merasakan kepuasan, dapat mempercayai orang lain dan membina hubungan interdependen, lebih meningkatkan perasaan berharga, mempunyai ambisi, semangat yang kuat dan ingin terus meningkatkan kualitas dalam peran yang sedang dilakukan.

3.4.5.Identitas Diri

Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Pengertian identitas adalah organisasi, sintesa dari semua gambaran utuh dirinya, tidak dipengaruhi oleh pencapaian tujuan, atribut atau jabatan dan peran (Stuart & Laraia, 2001). Identitas diri biasanya berupa karakteristik-karakteristik yang membedakan seseorang dengan yang lain meliputi nama, jenis kelamin, umur, ras, suku, budaya, pekerjaan atau peran (Kozier, et al., 2004).

Identitas seperti halnya citra tubuh sangat berkaitan erat dengan penampilan dan kemampuan. Pada lansia, pensiun atau meninggalkan pekerjaan mungkin berarti kehilangan makna penting dari pencapaian dan keberhasilan yang berlanjut. Ketidakmampuan lansia untuk memenuhi kebutuhan dirinya sering membuat lansia mempertanyakan tentang identitas mereka dan pencapaian mereka dan dapat mengakibatkan isolasi fisik dan emosional (Potter & Perry, 1997/2005).

(42)

yang utuh, terpisah dari orang lain, dan menyadari keunikan masing-masing, tetap bangga menjadi diri sendiri, individu mengenali dan menyadari jenis kelaminnya, individu tetap berkarya, menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian lingkungan sosialnya, individu menghargai, mengakui, dan tetap percaya diri terhadap berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai, dan perilaku secara harmonis.

Kebingungan identitas terjadi ketika individu tidak mempertahankan identitas personal yang jelas. Kebingungan identitas dapat terjadi kapan saja dalam kehidupan jika individu tidak mampu mengadaptasi stressor identitas (Potter & Perry, 1997/2005).

3.5.Jenis-Jenis Konsep Diri

Konsep diri terbagi atas dua jenis yaitu konsep diri positif dan negatif (Kozier, et al., 2004).

3.5.1. Konsep Diri Positif

Konsep diri yang positif sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik seseorang. Individu dengan konsep diri yang positif mampu mengembangkan dan memelihara hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain dan menurunkan risiko terhadap penyakit fisik dan psikologis, serta membuat individu lebih mudah untuk menerima dan beradaptasi terhadap berbagai stressor yang ada di sepanjang hidup (Kozier, et al., 2004).

(43)

sehat akan memiliki konsep diri yang positif dan akurat, citra tubuh yang positif dan sesuai, ideal diri yang realistis, harga diri yang tinggi, pernampilan peran yang memuaskan, dan rasa identitas yang jelas (Stuart & Laraia, 2001).

3.5.2.Konsep Diri Negatif

Individu yang memiliki konsep diri negatif berarti memiliki respon yang maladaptif terhadap masalah yang dihadapi. Individu yang memiliki konsep diri negatif akan mengekspresikan perasaan tidak berharga, tidak menyukai diri sendiri atau benci terhadap diri sendiri, yang mungkin diproyeksikan kepada orang lain, merasa sedih atau putus asa dan tidak semangat dalam menjalani hidup (Kozier, et al., 2004)

4. Lansia

4.1.Pengertian Lansia

(44)

mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuannya (Fatimah, 2010).

4.2.Batasan Lanjut Usia

WHO menyebutkan, ada 4 tahap batasan umur yang dikatakan lansia, yakni usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah usia antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah antara 75 sampai 90 tahun, usia sangat tua (very old) yaitu diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).

Di Indonesia, batasan usia lansia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2. Departemen Sosial dalam rangka pencanangan Hari Lanjut Usia Nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh Presiden RI juga menetapkan batas usia lansia adalah 60 tahun atau lebih (Fatimah, 2010).

4.3. Proses Menua

Constantides (1994 dalam Maryam, 2008) mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

(45)

Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, seperti kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan gerakan tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008). Penuaan adalah normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu ( Stanley, et al., 1999/2006).

4.4.Teori Proses Menua

Nugroho (2008) menyebutkan teori menua terdiri dari teori biologis dan teori sosiologis. Teori biologi terdiri dari dua macam teori yaitu teori genetik dan teori nongenetik. Teori Sosiologis terdiri dari empat teori yaitu teori interaksi sosial, teori aktivitas atau kegiatan, teori kepribadian lanjut

(Continuity theory), dan disengagement theory.

4.4.1. Teori Biologis

(46)

Penuaan menurut teori non genetik terbagi menjadi lima teori yaitu teori Auto-immune, menyatakan bahwa mutasi yang berulang akan menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Teori free radical, menyatakan bahwa penuaan terjadi akibat perusakan sel karena asap kendaraan bermotor, asap rokok, zat pengawet makanan, radiasi dan sinar ultraviolet. Teori

Cross link, menjelaskan bahwa proses menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi sehingga merubah fungsi jaringan dan mengakibatkan perubahan pada membran plasma yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis dan hilangnya fungsi pada proses menua. Teori Fisiologis, kelebihan usaha dan stress akan menyebabkan sel tubuh lelah terpakai sehingga regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal.

(47)

4.4.2.Teori Sosiologis

Teori Sosiologis terdiri dari empat teori yaitu teori interaksi sosial, menjelaskan tentang mengapa lanjut usia bertindak atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat untuk terus menjalin interaksi sosial agar dapat mempertahankan status sosialnya berdasarkan kemampuannya bersosialisasi. Teori aktivitas atau kegiatan, menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory), menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambaran kelak pada saat ia menjadi lanjut usia. Teori pembebasan/ penarikan diri (disengagement theory), menyatakan bahwa seorang lansia mengalami proses menua yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematiannya.

(48)

untuk dipahami dan berinteraksi. Teori Spiritual mengambil pendapat Fowler bahwa perkembangan spiritual pada lansia berada pada tahap penjelmaan dari prinsip cinta dan keadilan.

4.5.Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

Pendapat Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, Batubara (2008) menyebutkan bahwa perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial, dan psikologis/mental.

4.5.1. Perubahan Fisik

Perubahan fisik yang dialami adalah sel yaitu jumlahnya berkurang, ukurannya membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan intraseluler menurun. Kardiovaskuler yaitu katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun, (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat. Respirasi yaitu otot–otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus.

(49)

persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengkerut, dan mengalami sklerosis.

Gastrointestinal terjadi pelebaran Esofagus, asam lambung menurun, lapar menurun dan peristaltik menurun sehingga daya absorbsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan enzim pencernaan. Genitourinaria terjadi pengecilan ginjal, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di glumerolus menurun, dan fungsi tubulus juga menurun sehingga kemampuan untuk mengonsentrasi urine juga ikut menurun. Vesika Urinaria terjadi pelemahan otot-otot sehingga kapasitasnya menurun dan manyebabkan terjadinya retensi urine. Prostat mengalami hipertrofi pada 75% lansia. Vagina terjadi pengeringan selaput lendir dan penurunan sekresi. Pendengaran terjadi atrofi pada membrane timpani sehingga mengakibatkan gangguan pendengaran, tulang-tulang pendengaran juga mengalami kekakuan.

(50)

menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.

4.5.2. Perubahan Sosial

Perubahan sosial meliputi peran, perubahan pada peran seperti

post power sindrom, single woman, dan single parent. Keluarga,

biasanya lansia akan mengalami kesendirian dan kehampaan saat ditinggalkan oleh anak-anaknya. Teman, ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan kapan akan meninggal, dan berada dirumah terus-menerus akan cepat pikun (tidak berkembang). Abuse, lansia juga mungkin akan mengalami kekerasan baik dalam bentuk verbal (dibentak) maupun dalam bentuk non verbal (dicubit ataupun tidak diberi makan). Masalah hukum, berkaitan dengan perlindungan asset dan kekayaan pribadi yang dikumpulkan sejak masih muda.

Pensiun, apabila lansia menjadi PNS akan ada tabungan (dana pensiun), tetapi bagi lansia yang tidak bekerja atau bukan PNS akan diberi uang oleh anak dan cucu-cucunya. Ekonomi, terjadi perubahan pada kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok bagi lansia

dan income security. Rekreasi, perubahan ini biasanya terjadi dalam hal

ketenangan batin. Keamanan, lansia akan mudah jatuh atau terpeleset. Politik, perubahan dalam memperoleh kesempatan yang sama untuk terlibat dan memberikan masukan dalam sistem politik yang berlaku.

(51)

sesuai dengan hak asasi manusia. Agama, berkaitan dengan pelaksanaan ibadah. Biasanya lansia akan menjadi lebih rajin dalam beribadah. Panti Jompo, merasa dibuang atau diasingkan oleh keluarganya.

4.5.3. Perubahan Psikologis

Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi dan kecemasan. Dalam psikologi perkembangan, lansia dan perubahan yang dialaminya akibat proses penuaan digambarkan oleh keadaan fisik lemah dan tak berdaya menyebabkan ketergantungan pada orang lain, status ekonomi yang terancam, menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik.

(52)

1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini menggambarkan tentang dukungan keluarga sebagai variabel bebas yang terdiri dari dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan instrumental/nyata, dan dukungan penilaian/penghargaan dengan penilaian dukungan baik, cukup, kurang. Konsep diri sebagai variabel bebas meliputi 5 komponen yaitu gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri dengan penilaian konsep diri positif dan negatif. Dukungan keluarga mampu meningkatkan semangat lansia menghadapi masa tuanya dengan baik sehingga dapat membentuk konsep diri yang baik (Romadlani, et al., 2013).

N

Keterangan :

= Variabel yang diteliti = Hubungan antar variabel

Skema 2.Kerangka penelitian hubungan dukungan keluarga dengan konsep

diri lansia di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli.

Konsep diri lansia

(53)

2. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena (Hidayat, 2011). Definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Dukungan

Keluarga

(54)
(55)

2. Ideal diri : Persepsi sendiri dan orang lain. 4. Peran: Penilaian lansia

tentang posisi dan peran di keluarga dan

lingkungan

(56)

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif korelasi yaitu jenis penelitian yang digunakan untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel lain yang diusahakan dengan mengidentifikasi kedua variabel yang ada pada responden yang sama dan dilihat apakah ada hubungan antara keduanya (Nursalam, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri lansia.

2. Populasi, Sampel, dan Tehnik Sampling

2.1. Populasi

Populasi merupakan suatu wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai karakteristik tertentu dan mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk lansia (usia 60 tahun ke atas) yang tinggal di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli berjumlah 80 orang (Kepling XI Kelurahan Titi Papan, 2014).

2.2. Sampel

(57)

ketepatan (accurancy) besarnya sampel (Nursalam, 2009). Populasi yang sudah diketahui jumlahnya dapat memakai rumus slovin (Saryono, 2008).

Keterangan :

N : Besarnya populasi n : Besar sampel

d : derajat ketetapan yang diinginkan 0,05. jadi :

80 n =

1 + 80 (0,052) 80

n =

1,2 n = 66,6

= 67 orang

Berdasarkan perhitungan dengan rumus tersebut, jumlah sampel pada penelitian ini adalah 67 orang.

2.3. Tehnik Sampling

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi (Nursalam, 2009).

n = N

(58)

Penentuan kriteria sampel sangat diperlukan dan membantu penelitian untuk mengurangi bias hasil penelitian (Nursalam, 2009). Maka kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Lansia berumur 60 tahun ke atas pria maupun wanita.

b) Lansia tinggal bersama anggota keluarga (baik suami/istri, anak, cucu, maupun saudara).

c) Bersedia menjadi responden.

d) Kooperatif atau tidak dalam perawatan karena sakit parah/ terminal.

e) Lansia yang tidak mengalami demensia. Orientasi orang, tempat dan waktu baik.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lingkungan XI Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 hingga April 2015. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri lansia sebelumnya, selain itu lokasi tempat penelitian ini merupakan daerah dengan populasi lansia yang cukup tinggi sesuai dengan survey awal yang peneliti lakukan dan mempunyai jumlah sampel yang memadai untuk dilakukan penelitian.

4. Pertimbangan Etik

(59)

privasi pada responden. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etik Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU). Penelitian ini menggunakan penerapan etika penelitian menurut Hidayat (2011) yang terdiri dari 3 macam yaitu:

4.1. Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden, dengan cara mengisi lembar persetujuan. Lembar ini dilengkapi dengan judul penelitian, manfaat, dan tujuan dalam penelitian, sehingga responden mengerti maksud dan tujuan dilakukannya penelitian melalui membaca dan mendengarkan penjelasan yang disampaikan oleh peneliti. Lembar persetujuan telah diberikan kepada responden, responden yang bersedia dipersilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan, namun responden yang menolak, tidak dipaksa dan di hormati hak dan keputusannya. Peneliti telah menjelaskan bahwa penelitian ini tidak berisiko bagi individu yang menjadi responden, baik risiko fisik maupun risiko psikologis.

4.2. Anonimity

Anonimity digunakan untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak

(60)

4.3. Confidentiality

Informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk pengembangan ilmu dan kepentingan riset penelitian.

Penelitian ini juga menerapkan pertimbangan etik yang disesuaikan dengan prisip-prinsip dasar etik oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Indonesia (2007), yaitu:

1. Menghormati harkat martabat manusia

Peneliti telah menghormati harkat martabat manusia sebagai pribadi yang memiliki kebebasan berkehendak atau memilih dan bertanggung jawab secara pribadi terhadap keputusannya sendiri. Hak otonomi responden sangat dihormati selama pengumpulan data. Peneliti memberikan perlindungan terhadap kerugian atau penyalahgunaan (harm and abuse) terhadap responden. Peneliti juga memperhatikan aspek fisik maupun psikososial responden sebagai bentuk perlindungan kepada responden selama proses pengambilan data.

2. Berbuat baik (beneficence)

Peneliti telah mengupayakan manfaat maksimal dan kerugian minimal terhadap responden dalam penelitian ini. Penelitian ini juga memperhatikan beberapa hal agar tujuan dapat tercapai, antara lain:

(61)

b. Peneliti memperhatikan kesejahteraan responden dengan selalu waspada selama proses pengumpulan data berlangsung.

c. Peneliti memberikan tindakan saat terjadi ketidaknyamanan pada responden dan memberikan kesempatan pada responden untuk memutuskan apakah melanjutkan pengumpulan data atau menundanya. 3. Keadilan (justice)

Prinsip etik keadilan adalah kewajiban untuk menerapkan prinsip adil kepada semua responden dalam setiap tahapan penelitian. Keadilan pada penelitian ini telah diterapkan dengan memenuhi hak responden untuk mendapatkan penangan yang adil, memberikan kesempatan pada responden yang dipilih untuk terlibat dalam penelitian, dan mendapatkan penanganan yang sama dengan menghormati persetujuan dalam informed consent yang telah disepakati.

5. Instrumen Penelitian

(62)

5.1. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi responden terdiri dari 2 pertanyaan isian yang berkaitan dengan inisial nama dan usia responden. 6 pertanyaan dengan cara memberikan tanda checklist (√) berkaitan dengan jenis kelamin, agama, suku, pendidikan terakhir, sumber keuangan, dan kondisi kesehatan.

5.2.Kuesioner Dukungan Keluarga

Kuesioner dukungan keluarga meliputi 4 komponen dukungan keluarga. Kusioner berisi 28 pernyataan dan masing-masing komponen terdiri dari 7 pernyataan yaitu dukungan emosional (nomor 1-7), dukungan informasi (nomor 8-14), dukungan instrumental/ nyata (nomor 15-21) dan dukungan penilaian/penghargaan (nomor 22-28). Penilaian kuesioner menggunakan skala likert dan disusun dalam bentuk pernyataan positif dengan empat pilihan alternatif jawaban yaitu Selalu, Sering, Jarang dan Tidak Pernah. Bobot nilai yang diberikan untuk setiap pernyataan adalah 0 sampai 3, dimana jawaban Selalu bernilai 3, Sering bernilai 2, Jarang bernilai 1 dan Tidak Pernah bernilai 0.

Berdasarkan rumus statistik (Sudjana, 2005). Rentang kelas (r)

Panjang kelas (p) =

Banyak kelas

(63)

Maka diperoleh panjang kelas (P) sebesar 28. Dukungan keluarga pada lansia dikategorikan dengan interval sebagai berikut :

57-84 : Dukungan baik 29-56 : Dukungan cukup 0-28 : Dukungan kurang

5.3. Kuesioner Konsep Diri

Kuesioner konsep diri meliputi 5 komponen konsep diri. Kuesioner berisi 20 pernyataan dan masing-masing komponen terdiri dari 4 pernyataan, yaitu gambaran diri (nomor 1-4, dengan pernyataan positif), ideal diri (nomor 5-8 dengan nomor 5, 6, 7 pernyataan positif dan nomor 8 pernyataan negatif), harga diri (nomor 9-12 dengan pernyataan positif), peran (nomor 13-16 dengan nomor 13, 14, 15 pernyataan positif dan nomor 16 pernyataan negatif), identitas diri (nomor 17-20 dengan pernyataan positif).

Pilihan jawaban dari pernyataan kuesioner ini adalah „ya‟ dan „tidak‟.

Bobot nilai yang diberikan untuk setiap pernyataan adalah 0 sampai 1. Berdasarkan rumus statistik (Sudjana, 2005):

Rentang kelas (r)

Panjang kelas (p) =

Banyak kelas

(64)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

6.1. Uji Validitas

Instrument penelitian dibuat oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka sehingga perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui seberapa besar derajat kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Uji validitas kuesioner penelitian ini dilakukan dengan validitas isi (content validity) dan validitas konstruk.

Validitas isi dilakukan dengan meminta bantuan pakar atau dosen yang menguasai topik terkait penelitian, dalam penelitian ini validitas isi kuesioner dukungan keluarga dilakukan oleh Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS dan kuesioner konsep diri dilakukan oleh Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep untuk menguji setiap poin pernyataan dalam instrumen, serta menilai seberapa jauh instrumen secara keseluruhan dapat mewakili faktor yang ingin diteliti.

Validitas konstruk selanjutnya dilakukan pada setiap item pernyataan dalam kuesioner dukungan keluarga dan konsep diri. Peneliti melakukan validasi instrumen dengan menguji cobakan kuesioner kepada contoh sampel diluar dari kelompok sampel, namun memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok sampel. Uji validitas konstruk dilaksanakan di Lingkungan X Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli sebanyak 30 orang.

Validitas konstruk dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi

product moment pada taraf signifikansi 0,05. Kemudian dilakukan analisa

(65)

dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dari r table pada taraf signifikansi yang telah ditentukan yaitu 0,346. Didapatkan hasil sebanyak 28 item pernyataan kuesioner dukungan keluarga valid dan 20 item pernyataan konsep diri valid.

6.2.Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrument telah dilakukan dalam penelitian ini, karena bertujuan untuk melihat dan mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur dapat mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur, dan memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel, sehingga didapatkan adanya kesamaan suatu hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun pada waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Uji reliabilitas dilakukan di Lingkungan X Kelurahan Titi Papan Kecamatan Medan Deli sebanyak 30 orang.

Uji reliabilitas kuesioner dukungan keluarga menggunakan program komputerisasi analisis Cronbach Alpha. Rumus Cronbach Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0, melainkan skornya merupakan rentangan antara beberapa nilai misalnya 0-10 atau yang berbentuk skala 1-3, 1-5, dan seterusnya. Hasil uji reliabilitas kuesioner dukungan keluarga menggunakan rumus Cronbach Alpha adalah 0.964, maka kuesioner dukungan keluarga dinyatakan reliabel.

(66)

kuesioner konsep diri menggunakan rumus KR-21 adalah 0,945, maka kuesioner konsep diri dinyatakan reliabel.

7. Pengumpulan Data

(67)

mengisi dengan mandiri. Data yang telah diperoleh dari pengisian lembar kuesioner dengan responden sudah dianalisa oleh peneliti.

8. Analisa Data

8.1. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan pokok penelitian, setelah data terkumpul, maka peneliti melakukan proses pengolahan data melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Peneliti melakukan pemeriksaan kelengkapan data terlebih dahulu termasuk identitas diri responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk (editing).

2. Data yang telah lengkap diberi kode terhadap pernyataan yang telah diajukan untuk mempermudah peneliti melakukan tabulasi dan analisa data (coding).

3. Selanjutnya peneliti memasukkan data kedalam komputer, kemudian peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan program komputerisasi statistik (entry).

Gambar

gambaran diri,
Tabel 1. Definisi Operasional
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi
Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Dukungan Keluarga pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dukungan Penilaian Dukungan yang diberikan oleh pihak keluarga kepada lansia dengan penyakit kronis sehingga lansia merasa nyaman, diperhatikan dan dihargai, berupa

Memenuhi 4 aspek dari dukungan keluarga yaitu dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan penilaian, sehingga dapat dilihat anak

Dengan adanya dukungan keluarga berupa dukungan emosional, informasi, instrumental dan penilaian positif dari keluarga, diharapkan dapat menjadi wawasan dalam

Distribusi Frekuensi dan Persentase Jawaban Dukungan keluarga tentang Informasional Keluarga Pada Lansia dalam Pemanfaatan Posyandu Lansia di Puskesmas Medan Deli...

Hasi penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga pada lansia dalam kategori sedang yaitu 37 orang ( 52,1%), dukungan informasional keluarga

Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan lansia dalam mengikuti posyandu lansia di Posyandu lansia Jetis Desa Krajan Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo.Skripsi STIKES

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga yaitu dukungan informasi, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dukungan emosional, dukungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga (dukungan informatif, dukungan instrumental, dukungan emosional dan dukungan penghargaan) dengan