PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG
DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp, Saccharomyces sp
dan Lactobacillus sp TERHADAP PERFORMANS BABI
YORKSHIRE JANTAN UMUR 4-6 BULAN
BERLIN GEA 080306019
DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG
DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp, Saccharomyces sp
dan Lactobacillus sp TERHADAP PERFORMANS BABI
YORKSHIRE JANTAN UMUR 4-6 BULAN
SKRIPSI
Oleh:
BERLIN GEA 080306019
PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG
DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp, Saccharomyces sp
dan Lactobacillus sp TERHADAP PERFORMANS BABI
YORKSHIRE JANTAN UMUR 4-6 BULAN
SKRIPSI
Oleh:
BERLIN GEA 080306019/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Pemanfaatan kulit daging buah kopi yang difermentasi dengan rhizopus sp, saccharomyces sp dan lactobacillus sp terhadap performans babi yorkshire jantan umur 4-6 bulan
Nama : Berlin Gea
NIM : 080306019
Departemen : Peternakan Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Dr. Ir. Nurzainah Ginting M. Sc Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Departemen Peternakan
ABSTRAK
BERLIN GEA, 2013:” Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Difermentasi Dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp Terhadap Performans Babi Yorkshire Jantan Umur 4 - 6 Bulan”, dibawah bimbingan MA’RUF TAFSIN dan NURZAINAH GINTING.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi pada babi yorkshire. Penelitian telah dilakukan di Jl. Penungkiren, Desa Lama, Kecamatan Pancur Batu pada bulan September 2012 - November 2012 menggunakan 20 ekor ternak babi yorkshire jantan dengan rataan bobot badan awal 22,53 ± 2,14 kg. Rancangan percobaan yang digunakan adalah menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, dimana perlakuan terdiri dari P0 = 0% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum, P1 = 10% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum, P2 = 20% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum, P3 = 30% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum. Variabel yang diamati meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi pakan (g/ekor/hari) P0:1.470,24; P1:1.305,27,87; P2:1.225,06 dan P3:1.086,56. Rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) P0:380,57; P1:319,96; P2:248,18 dan P3:206,54. Rataan rasio konversi pakan adalah P0:3,88; P1:4,08; P2:4,94 dan P3:5,27. Hasil analisis statistik menunjukkan penambahan kulit daging buah kopi fermentasi menurunkan konsumsi, menurunkan bobot badan dan peningkatan rasio konversi pakan. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi dapat diberikan sampai level 10% terhadap performans babi yorkshire
jantan.
ABSTRACT
BERLIN GEA, 2013 : The Utilization of Pod Coffee fermented with Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp on performances of male yorkshire swine Age 4-6 Months, under supervise by MA’RUF TAFSIN and NURZAINAH GINTING.
The objective of research was to examine the utilization of pod coffee fermented on yorkshire swine. The research has been conducted in Jl. Penungkiren, Desa Lama, Kecamatan Pancur Batu in September to November 2012 using 20 male yorkshire swine with initial body weight 22,53 ± 2,14 kg. The experimental design was using a randomized complete design with four treatments and five replication, where treatments consist of P0 = 0% pod coffee fermented in complete feed, P1 = 10% pod coffee fermented in complete feed, P2 = 20% pod coffee fermented in complete feed, P3 = 30% pod coffee fermented in complete feed. The variables were feed consumption, body weight gain and feed convertion ratio.
The result showed that average feed consumption (g/head/day) were (P0:1.470,24; P1:1.305,27,87; P2:1.225,06 and P3:1.086,56, respectively). Average weight gain (g/head/day) (P0:380,57; P1:319,96; P2:248,18 and P3:206,54, respectively) . Average feed convertion ratio were (P0:3,88; P1:4,08; P2:4,94 and P3:5,27, respectively). The results of the statistical analysis showed the addition of pod coffee fermented in decreased consumption and average weight gain and increase feed convertion ratio. The conclusion of this research is that pod coffee fermented can be given up to the level of 10% for performance male yorkshire swine.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 02 Juni 1989 dari ayah
Faebuadodo Gea dan ibu Nuryanus Zendrato. Penulis merupakan anak keempat
dari empat bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Khatolik Budi Murni 2 Medan dan
pada tahun 2008 penulis masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian
Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih program studi peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota
Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET). Selain itu penulis juga pernah menjadi
pemain sepak bola yang membela tim Peternakan di Liga Pertanian USU. Penulis
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kecamatan Tiga Panah,
Kabupaten Karo dimulai dari 15 Juni sampai dengan 27 Juli 2011.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
rahmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “iPemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Yang Difermentasi Dengan
Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp Terhadap Performans Babi
Jantan Yorkshire Umur 4 - 6 Bulan.”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa,
semangat dan pengorbanan material maupun moril yang telah diberikan selama
ini. Kepada bapak Ma’ruf Tafsin selaku ketua komisi pembimbing dan ibu
Nurzainah Ginting selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan dorongan maupun memberikan informasi
yang berharga bagi penulis.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah turut membantu terselesaikannya skripsi ini. Semoga
DAFTAR ISI
Sistem pencernaan ternak monogastrik ... 8
Ransum ternak babi ... 9
Fermentasi menggunakan mikroorganisme lokal ... 10
Inokulen cair ... 11
Mikroorganisme fermentasi ... 12
Kopi ... 16
Pelaksanaan penelitian ... 28
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
Konsumsi pakan ... 33
Pertambahan bobot badan ... 36
Konversi pakan ... 38
KESIMPULAN ... 33
Konsumsi pakan ... 33 Pertambahan bobot badan ... 36
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Populasi ternak babi per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara...11
Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak babi...13
Tabel 3. Kandungan nilai gizi kulit kopi tanpa fermentasi dan setelah difermentasi... ... ....18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kurva Sigmoid Pertumbuhan pada Babi...7
Gambar 2. Susunan Buah Kulit Kopi...16
Gambar 3. Skema pembuatan inokulen cair …..………...27
ABSTRAK
BERLIN GEA, 2013:” Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Difermentasi Dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp Terhadap Performans Babi Yorkshire Jantan Umur 4 - 6 Bulan”, dibawah bimbingan MA’RUF TAFSIN dan NURZAINAH GINTING.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi pada babi yorkshire. Penelitian telah dilakukan di Jl. Penungkiren, Desa Lama, Kecamatan Pancur Batu pada bulan September 2012 - November 2012 menggunakan 20 ekor ternak babi yorkshire jantan dengan rataan bobot badan awal 22,53 ± 2,14 kg. Rancangan percobaan yang digunakan adalah menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, dimana perlakuan terdiri dari P0 = 0% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum, P1 = 10% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum, P2 = 20% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum, P3 = 30% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum. Variabel yang diamati meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi pakan (g/ekor/hari) P0:1.470,24; P1:1.305,27,87; P2:1.225,06 dan P3:1.086,56. Rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) P0:380,57; P1:319,96; P2:248,18 dan P3:206,54. Rataan rasio konversi pakan adalah P0:3,88; P1:4,08; P2:4,94 dan P3:5,27. Hasil analisis statistik menunjukkan penambahan kulit daging buah kopi fermentasi menurunkan konsumsi, menurunkan bobot badan dan peningkatan rasio konversi pakan. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi dapat diberikan sampai level 10% terhadap performans babi yorkshire
jantan.
ABSTRACT
BERLIN GEA, 2013 : The Utilization of Pod Coffee fermented with Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp on performances of male yorkshire swine Age 4-6 Months, under supervise by MA’RUF TAFSIN and NURZAINAH GINTING.
The objective of research was to examine the utilization of pod coffee fermented on yorkshire swine. The research has been conducted in Jl. Penungkiren, Desa Lama, Kecamatan Pancur Batu in September to November 2012 using 20 male yorkshire swine with initial body weight 22,53 ± 2,14 kg. The experimental design was using a randomized complete design with four treatments and five replication, where treatments consist of P0 = 0% pod coffee fermented in complete feed, P1 = 10% pod coffee fermented in complete feed, P2 = 20% pod coffee fermented in complete feed, P3 = 30% pod coffee fermented in complete feed. The variables were feed consumption, body weight gain and feed convertion ratio.
The result showed that average feed consumption (g/head/day) were (P0:1.470,24; P1:1.305,27,87; P2:1.225,06 and P3:1.086,56, respectively). Average weight gain (g/head/day) (P0:380,57; P1:319,96; P2:248,18 and P3:206,54, respectively) . Average feed convertion ratio were (P0:3,88; P1:4,08; P2:4,94 and P3:5,27, respectively). The results of the statistical analysis showed the addition of pod coffee fermented in decreased consumption and average weight gain and increase feed convertion ratio. The conclusion of this research is that pod coffee fermented can be given up to the level of 10% for performance male yorkshire swine.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat, khususnya
kebutuhan protein hewani yang bersumber dari susu, daging dan telur juga, maka
ternak babi merupakan subsektor peternakan sebagai salah satu bagian yang
memberikan pengaruh sebagai sumber protein hewani yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Pada dasarnya, antara persediaan dan permintaan daging di
Indonesia terjadi kesenjangan yang cukup besar. Kebutuhan atau permintaan jauh
lebih besar daripada ketersediaan daging yang ada. Berdasarkan kondisi tersebut,
usaha beternak babi sangat prospektif untuk dikembangkan di Indonesia sebagai
penghasil daging.
Pengembangan penggunaan limbah yang berasal dari agroindustri dan
bahan pakan non konvensional sangat penting dilakukan (Devendra, 1987). Salah
satu bahan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk
ternak monogastrik adalah kulit kopi. Dilihat dari kandungan serat kasar zat-zat
pakan yang terkandung didalamnya, kulit kopi mempunyai potensi untuk
dijadikan bahan pakan ternak monogastrik, namun pemanfaatan kulit kopi
mempunyai faktor pembatas karena mengandung tannin, kafein dan lignin. Untuk
menurunkan pembatas itu, diperlukan pengolahan lebih lanjut, salah satunya
menerapkan proses fermentasi. Kulit kopi di peroleh dari Kabupaten Dairi
(Bangun, Sidikalang, Sumbul dan sekitarnya). Kulit kopi di daerah ini di buang
begitu saja dan hanya digunakan sebagai pupuk organik saja. Kulit kopi ini masih
mengandung nutrisi yang sangat potensial untuk digunakan sebagai pakan ternak
Pemanfaatan kulit kopi sebagi pakan belum optimal. Dalam pengolahan
kopi akan dihasilkan 45 % kulit kopi, 10 % lendir, 5 % kulit ari dan 40 % biji
kopi. Utomo (1982) melaporkan bahwa daging buah kopi berserat dan sedikit
kasar. Bahan kulit kopi mempunyai kandungan BK, PK, LK, SK, dan TDN
masing-masing sebesar 91,77 %; 11,18 %; 2,5 %; 21,74 %; dan 57,20 % .
Pada saat ini teknologi fermentasi yang sederhana, mudah dilakukan serta
biayanya murah adalah fermentasi dengan mikroorganisme lokal.
Mikroorganisme yang dimaksud adalah rhizopus sp (ragi tempe), saccharomyces
sp (ragi tape) dan lactobacillus sp (yoghurt). Teknologi ini sederhana karena
praktis, selain itu pengolahannya dapat dilakukan dirumah. Hal ini dapat dipahami
karena pemakaian mikroorganisme ini akan menghemat biaya, karena masyarakat
dapat membiakkan sendiri mikroorganisme tersebut dengan cara sederhana.
Sehingga, hasil fermentasi sesuai dengan harapan mampu memperbaiki
kandungan nutrisi kulit kopi dan menghancurkan zat anti nutrisi yang terdapat
pada kulit daging buah kopi.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui sejauh
mana pengaruh pemberian kulit kopi yang difermentasi dengan rhizopus sp,
saccharomyces sp dan lactobacillus sp sebagai pakan ternak babi yorkshire jantan
umur 4 - 6 bulan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kulit kopi
yang telah difermentasi terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan informasi bagi masyarakat peternak babi pada khususnya,
instansi pemerintah (Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Perdagangan dan
Dinas Perindustrian) serta kalangan akademik (mahasiswa, dosen dan para
peneliti) mengenai penggunaan hasil samping perkebunan dan pabrik kopi yaitu
kulit kopi yang difermentasi sebagai pakan ternak babi terhadap produksi ternak
babi.
Hipotesis Penelitian
Pemberian kulit kopi yang difermentasi rhizopus sp, saccharomyces sp
dan lactobacillus sp dalam pakan sampai tingkat tertentu dapat digunakan sebagai
TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Babi
Sejarah perkembangan usaha ternak babi di Indonesia tidak terlepas dari
usaha ternak babi di dunia. Hubungan teknologi peternakan telah ada sejak dahulu
dengan Asia dan juga Eropa dan sebelumnya usaha ini masih primitif. Masuknya
bangsa asing sebagai pedagang, pengembara, missioner maupun peneliti
setidak-tidaknya telah membawa perubahan dengan masuknya teknologi dan hasil
teknologi berupa bibit ternak yang kemudian berkembang biak menjadi ternak
yang ada. Namun ciri ternak Karo, Nias, Bangka,Tangerang, Karawang, Bali,
Toraja, NTT dan Irian Jaya. Daerah tersebut memiliki ternak babi lokal dengan
ciri khas umum liar, warna hitam dan dipelihara secara ekstensif bebas berkeliaran
dengan berbagai sifat lain pada eksterior dan derajat kemurnian menurut tingkat
masuknya darah babi luar (Ginting dan Aritonang , 1989).
Di Indonesia sudah banyak babi yang didatangkan dari luar negeri, seperti
kita kenal adanya babi VDL (Verdeld Duits Landvarken) yang berasal dari jerman
barat. Babi yorkshire dikenal pula dengan nama “Large White”, berasal dari
inggris mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Kepala/muka : berbentuk seperti mangkok
- Telinga : tegak
- Badan : besar, panjang, dalam dan halus
- Warna : seluruh tubuh berwarna putih
Ternak Babi Yorkshire
Ternak Babi merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak
monogastrik dan merupakan hewan mamalia yang menyusui anak-anaknya.
Disamping sebagai penghasil daging yang baik, babi juga menghasilkan pupuk
yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian dan khusus untuk babi menghasilkan
daging yang sangat baik untuk keperluan bahan pangan (Williamson, 1993).
Semua jenis babi memiliki beberapa karakteristik yang sama, adapun
klasifikasi babi tersebut yaitu: Kingdom: Animalia; Filum: Chordata; Kelas:
Mamalia; Ordo: Artiodactyla; Family: Suidae; Sub-family: Scrofa; Genus: Sus;
Spesies: Sus scrofa Babi Yorkshire (Sihombing (2006).
Pertumbuhan Ternak Babi
Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor antara
lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang
tersedia (Cole, 1982). Potensi pertumbuhan pada periode ini dipengaruhi oleh
faktor bangsa dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem
manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju
pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana
berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa
(Tomaszewska et al., 1993).
Pertumbuhan biasanya mulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih
cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti. Pola seperti ini
menghasilkan kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid (S). Tahap cepat
pertumbuhan terjadi pada saat kedewasaan tubuh hampir tercapai
Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan
mempunyai respon yang baik terhadap makanan yang diberikan dan memiliki
efisiensi produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi
bahan kering (Devendra, 1997).
Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan pengukuran berat badan yang
dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan
dengan pertumbuhan berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainya.
Misalnya, bila seekor ternak babi membutuhkan 200 hari untuk menaikkan berat
badan seberat 100 kg, maka kenaikan berat badannya tiap hari adalah 100kg/200
hari = 0,50 kg tiap hari (Tillman dkk, 1991).
Sihombing (1984), menyatakan laju pertumbuhan babi sangat di pengaruhi
oleh berat sapih, anak babi yang berat sapihnya besar akan bertumbuh lebih cepat
dan membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai bobot potong
dibanding anak babi yang berat sapihnya lebih kecil.
Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan
mempunyai respon yang baik terhadap pakan yang diberikan dan memiliki
efesiensi produksi yang tinggi dan adanya ragam yang besar dalam konsumsi
bahan kering (Devendra, 1997).
Pertumbuhan adalah suatu proses yang sangat komplek meliputi
pertambahan bobot badan dan pertambahan sekuruh jaringan tubuh secara
serentak dan merata. Lebih lanjut Anggorodi (1985) menjelaskan bahwa
pertumbuhan merupakan manisfestasi perubahan-perubahan dalam unit
pertumbuhan terkecil yakni sel yang mengalami hiperplasi atau pertambahan
Pertumbuhan murni menurut Anggorodi (1980) adalah pertambahan dalam
bentuk dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak
dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak). Kemampuan ternak mengubah
zat-zat nutrisi ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot
badan merupakan kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan.
Dalam kehidupan sehari-hari proses pertumbuhan tersebut diartikan
sebagai pertambahan berat badan sejak adanya konsepsi sampai dewasa.
(Ensminger, 1991). Selama pertumbuhan ada dua hal yang terjadi yaitu kenaikan
bobot badan yang disebut pertumbuhan sedang yang menyangkut perubahan
dalam bentuk dan konformasi yang diakibatkan oleh pertumbuhan defferensial
dari jaringan - jaringan bagian tubuh yang berbeda disebut perkembangan.
Pertumbuhan dan perkembangan itu sendiri merupakan proses yang
berkesinambungan tanpa terhenti dalam seluruh siklus hidup ternak sampai
ukuran dewasa tercapai.
Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah tingkat serat kasar
dalam ransum. Lubis (1993) menjelaskan bahwa tingkat serat kasar yang tinggi
dalam ransum akan menurunkan konsumsi ransum yang pada gilirannya
pertumbuhan juga akan menjadi lambat. Sebaliknya apabila kandungan serat kasar
dalam ransum terlalu rendah mengakibatkan laju ransum dalam pencernaan
meningkat sehingga dapat menurunkan pertumbuhan (Siregar dkk., 1980).
Potensi Ternak Babi
Di banding dengan ternak lain, dalam usaha ternak babi ditemukan
Babi merupakan tabungan hidup yang mudah diatur untuk memberi
pendapatan secara teratur.
- Pertumbuhannya cepat antara 0,5 – 0,7 kg per hari, pada umur dini (150 hari)
dapat mencapai berat potong 100 kg.
- Ternak ini prolifik tinggi karena beranak banyak (6 – 12 ekor tiap kelahiran)
dan melahirkan dua kali setahun.
- Kemampuan mengembalikan modal tinggi.
- Efesiensi menggunakan makanan dengan konversi antara 2,4 – 3,4 kg ransum
per kg kenaikan bobot badan.
- Proporsi karkasnya tinggi antara 70 -80 %.
- Dapat dipelihara dengan intensif modal sehingga biaya tenaga kerja kecil.
- Adaptasinya terhadap berbagi tipe usaha tani responsif.
- Dapat meningkatkan daya guna hasil ikutan dan limbah agroindustri.
- Limbah usahanya berguna untuk pupuk, sumber energi gasbio, dan media
pertumbuhan mikroba pengasil pakan ternak dan ikan (Aritonang,1993)
Sistem Pencernaan Ternak Monogastrik
Sistem pencernaan disini adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran
pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas
pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan makanan dalam perjalanannya
melalui tubuh (saluran pencernaan) mulai dari rongga mulut sampai ke anus. Di
samping itu sistem pencernaan bertanggung jawab pula atas pengeluran (ekskresi)
bahan-bahan makanan yang tidak terserap atau tidak dapat diserap kembali.
proses pencernaan bahan makanan. Saluran pencernaan dapat dibagi atas rongga
mulut (termasuk faring), oesofagus, lambung, usus kecil, usus besar dan berakhir
dengan anus (Parakkasi, 1983).
Tabel 1. Populasi ternak babi per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
No KABUPATEN / TAHUN Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara (2007).
Ransum Ternak Babi
Ransum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk 24 jam
(Anggorodi, 1994). Suatu ransum seimbang menyediakan semua zat makanan
yang dibutuhkan untuk memberi makan ternak selama 24 jam. Konsumsi ransum
semakin meningkat dengan meningkatnya berat badan ternak. Jumlah ransum
yang dikonsumsi juga akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak.
Tabel 1. Konsumsi ransum dan air minum babi menurut umur/periode
Umur fase produksi Macam ransum Konsumsi (kg/ekor/hari)
Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak babi (%)
Berat
Fermentasi adalah proses penguraian unsur-unsur organik kelompok
terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang
dihasilkan oleh mikroorganisme. Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses
Penambahan bahan-bahan nutrien kedalam fermentasi dapat menyokong
dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat
digunakan pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang akan ditambahkan pada
proses fermentasi akan diurai oleh enzim urease menjadi amonia dan
karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino
(Fardiaz, 1989).
Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu
fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat
merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup
mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium
cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam
medium cair (Hardjo et al., 1989).
Inokulan Cair
Inokulan cair merupakan salah satu cara pengembangbiakan
mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat
inokulan cair ini antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt.
Mikroorganisme dasar dalam inokulan cair ini adalah Saccharomyces yang
berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.
Sifat amilolitik, mikroorganisma yaitu saccharyces akan menghasilkan
enzim amylase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty
acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam amino.
Sifat proteolitik, mikroorganisma yaitu Rhizopus akan mengeluarkan
enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida-polipeptida,
lalu menjadi peptide sederhana, dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan
air.
Sifat lipolitik, mikroorganisma yaitu Lactobacillus akan menghasilkan
enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.
Mikroorganisme Fermentasi
Rhizhopus sp
Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota
ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang
membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki
hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp
yang juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa
vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak
sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh kearah atas dan
mengandung ratusan spora. Sporagiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa
lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contohnya spesiesnya
adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi
(Postlethwait dan Hopson, 2006).
β–glukosidase. Selama proses fermentasi kedelai berlangsung menjadi tempe,
isoflavon glukosidase dikonversi menjadi isoflavon aglikon oleh enzim β–
glukosidase yang disekresikan oleh mikroorganisme. Isoflavon mempunyai
potensi yang lebih aktif sebagai antioksidan, antihemolisis, antibakteri, anti jamur
dan anti kanker (2,3,4), bila dibandingkan dengan senyawa asalnya yaitu isoflavon
glukosida. Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh aktivitas enzim β
-glukosidase. Enzim ini selain terdapat didalam kedelai juga diproduksi oleh
mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung dan mampu memecah
komponen glukosida menjadi aglikon dan gugus gula (Ewan et al., 1992).
Hasil penelitian Rasidi (2002) dengan melakukan fermentasi bungkil
kedelai memakai Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar
bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar
14,2%, sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai sebagai bahan
pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).
Saccharomyces sp
Saccharomyces merupakan genus
kemampuan mengubah 2. Saccharomyces
merupakan mikroorganisme be
kelompok oCdan pH 4,8. Beberapa
kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat
berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu
yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa
spesies Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13.01 %. Hasil ini
Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu
unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan
ZA,
antara 28 – 30 oC. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya
yait
Menurut Lay dan Hastowo (1992), khamir mempunyai peranan penting
dalam pembuatan industri makanan. Banyak kegiatan khamir dalam makanan
yang dikehendaki untuk dimanfaatkan dalam pembuatan bir, anggur, roti, produk
makanan terfermentasi dan sebagai sumber potensial dari protein sel tunggal
untuk fortifikasi makanan ternak. Seperti galur atau strain Saccharomyces sp yang
hingga saat ini paling banyak digunakan untuk keperluan tersebut.
Ragi mampu menghasilkan enzim yang dapat mengubah subtrat menjadi
bahan lain dengan mendapatkan keuntungan berupa energi. Ragi untuk tape
merupakan campuran dari bermacam-macam organisme yang hidup bersama
secara sinergetik, dimana umumnya terdapat spesies-spesies dari genus
Aspergillus yang dapat menyederhanakan amilum, Saccharomyces, Candida,
Hansenula yang dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam
zat organik lainnya serta bakteri (Acetobacter) yang menumpang untuk mengubah
akohol menjadi asam cuka (Dwidjoseputro, 1994).
Lactobacillus sp
Lactobacillus adala
menguba
ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat
ditemukan di dalam
dan merupakan sebagian kecil dariLactobacillus
memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi
asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu
pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah
memilikiLactobacillus sering digunakan untuk
industri pembuatan
hewan, seperti
yang merupakan kultur simbiotik antara
berkembang di
da
Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan
membentuk asam laktat
Berdasarkan penelitian Jamila et al, (2009) memperoleh kesimpulan
bahwa penggunaan Lactobacillus sp dalam proses fermentasi feses ayam
cenderung meningkatkan kandungan protein kasar feses ayam tetapi tidak
berpengaruh terhadap kandungan serat kasar.
Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi
kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta
perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan
perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi
pemecahan substrat oleh enzim – enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat
dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama
proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga
dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga
terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).
Kopi
Nama-nama jenis kulit kopi sulit ditentukan, karena spesies ditentukan
oleh beberapa pengarang buku dari 25 sampai 100 lebih. (Johnson, 1976)
menyusun daftar sebanyak 64% spesies, tetapi ada yang hanya dianggap sebagai
varietas saja. Maka jenis spesies yang tepat kurang lebih ada 60. Kebanyakan
spesies itu terdapat di Afrika tropis, yakni sebanyak 33 Spp, 14 Spp di
Madagaskar, 3 Spp di Mauritius dan Reunion, 10 Spp di Asia Tenggara.
Setelah kopi dipanen, kulitnya dikupas. Kemudian, bijinya dijemur.
Biasanya, kulit kopi kecoklatan yang dipisahkan dari biji-biji kopi tersebut akan
dibuang begitu saja atau paling tidak kulit kopi yang dipisahkan dari biji itu tadi
dikumpulkan lalu dibiarkan hingga busuk. Selanjutnya ditaruh di sekeliling pohon
kopi. Maksudnya sebagai pengganti pupuk yang bertujuan untuk menyuburkan
tanaman. Umumnya hal seperti itulah yang sering dilakukan petani kopi.
Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif
dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah
mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar dalam ransum. Bahan pakan
berasal dari limbah dan pencarian bahan pakan yang belum lazim digunakan
(Azwar dan Azrul, 1983).
Dalam kondisi segar buah kopi terdiri dari kulit buah 45%, mucilage 10%,
kulit biji 5% dan biji 40%. Kandungan air yang tinggi pada kulit buah kopi yang
diolah secara basah merupakan masalah tersendiri dalam penanganan dan
pengangkutan. Karena itu kulit buah kopi harus segera mungkin dikeringkan guna
mengindari penjamuran (Murni et.al, 2008).
Buah Kopi
Sebagian besar, buah terdapat pada cabang primer atau sekunder
sebagaimana halnya dengan bunga. Dari bunga sampai menjadi buah itu masak,
makan waktu 7-9 bulan. Buah kopi yang muda berwarna hijau, tetapi setelah tua
menjadi kuning dan kalau masak warnanya menjadi merah. Besar buah kira-kira
11/2 x 1 cm dan bertangkai pendek (AAK, 1980).
Menurut Semangun (1996) Buah terdiri dari kulit dan biji ;
a. Kulit
Kulit terdiri dari :
1. Lapisan bagian luar tipis yakni yang disebut Exocarp, lapisan ini kalau
sudah masak berwarna merah.
2. Daging buah, daging buah ini mengandung serabut yang bila sudah masak
berlendir dan rasanya manis, maka sering disukai binatang kera atau
musang.
3. Kulit tanduk atau kulit dalam, kulit tanduk ini merupakan lapisan tanduk
b. Biji
Biji terdiri dari dua bagian :
1. Kulit biji yang merupakan selaput tipis membalut biji yakni yang disebut
selaput perak atau kulit ari.
2. Putih lembaga (endosperma). Pada permukaan biji yang data salurannya
yang arahnya memanjang dan ke dalam, merupakan lubang yang panjang
sama dengan bijinya. Sejajar dengan saluran itu terdapat satu lubang yang
yang berukuran lebih sempit dan merupakan satu kantong yang tertutup.
Gambar 1. Susunan Buah Kulit Kopi
Menurut data statistik (BPS, 2003), produksi biji kopi di Indonesia
mencapai 611.100 ton dan menghasilkan kulit kopi sebesar 1.000.000 ton. Jika
tidak dimanfaatkan akan menimbulkan pencemaraan yang serius. Sementara ini
pemanfaatannya belum optimal dan terbatas untuk pakan ternak, karena
mempunyai kendala kandungan serat kasar yang tinggi (33.14%) dan protein yang
rendah (8.8).Keuntungan pengolahan ini, selain meningkatkan daya cerna juga
sekaligus meningkatkan kadar protein, dapat menghilangkan aflatoksin dan
pelaksanaannya sangat mudah, kulit kopi yang telah diamoniasi mempunyai
mM) dan NH3 12.04 mM (dari 4.8 mM). Struktur dinding sel kulit kopi menjadi
lebih amorf dan tidak berdebu, sehingga menjadi lebih mudah di handling. Dalam
keadaan tertutup (plastik belum dibuka/bongkar), bahan pakan yang difermentasi
dapat tahan lama.
Tabel 1. Kandungan nilai gizi kulit kopi tanpa amoniasi dan setelah difermentasi.
Zat Nutrisi Tanpa diamoniasi Setelah difermentasi
Bahan Kering 56,79 93,84
Sumber : Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Sapi Potong (2011)
Menurut Widayati dan Widalestari (1996), berikut ini adalah syarat-syarat
ransum yang baik :
1. Jumlah dan jenis makanan disesuaikan dengan fase ternak. Fase ternak
meliputi fase awal, fase pertumbuhan, fase pembibitan dan fase produksi.
Apabila produksi ternak tinggi tentu semakin tinggi pula jumlah dan mutu
ransum. Demikian pula cara pengelolaannya, ternak yang dikurung tentu
memerlukan jumlah ransum yang lebih banyak dibandingkan dengan
ternak yang dibiarkan bebas.
2. Bentuk fisik ransum harus disesuaikan. Baik untuk ternak unggas maupun
untuk ternak ruminansia, agar nafsu makan dan pencernaan ternak tidak
terganggu.
3. Ransum tidak akan mengakibatkan gangguan pencernaan yang dapat
4. Harga bahan tidak tinggi, ketersediaan bahan berkesinambungan dan
bahan tidak mengandung zat-zat beracun.
Table 3. Kandungan zat gizi kulit kopi
Zat Nutrisi Kandungan (%)
Bahak Kering 89.7
Protein Kasar 6.6
Lemak Kasar 0.72
Serat Kasar 18.69
TDN 27.65
Energi (Mcal/ME) 1901.9
• Hasil Analisa Laboratorium Biokimia dan Enzimatik Balai Penelitian Pasca Panen Pertanian Bogor (2003)
• Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Sapi Potong (2008)
Kulit Kopi
Kulit kopi memiliki peran yang cukup penting dan berpotensi dalam
penyediaan pakan ternak. Ternak yang bisa memanfaatkan limbah kopi antara lain
maupun ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba. Pemanfaatan kulit buah
kopi sebagai bahan pakan ternak dapat diberikan dalam bentuk sudah diolah
melalui proses fermentase. Pemanfaatan kulit kopi sebagai pakan ternak belum
optimal. Dalam pengolahan kopi akan dihasilkan 45 % kulit kopi, 10 % lendir, 5
% kulit ari dan 40 % biji kopi. Utomo (1982) mengatakan bahwa daging buah
kopi dihasilkan pada pengolahan buah kopi secara kering atau basah. Lebih lanjut
dikatakan bahwa pengolahan secara kering akan dihasilkan daging buah yang
berserat dan sedikit kasar. Namun demikian kulit kopi hanya sebagian kecil
dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sebagian besarnya dibuang atau
Konsumsi Pakan
Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila
pakan diberikan secara ad libitum. Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh
terhadap konsumsi pakan. Ternak yang sedikit lemas walaupun gejala
penyakitnya belum jelas, nafsu makannya akan turun dan cenderung malas
berjalan ketempat pakan maupun minum. Pada keadaan suhu lingkungan yang
lebih tinggi dari yang dibutuhkan, nafsu makan akan menurun dan konsumsi air
akan meningkat. Akibatnya, otot-otot daging lambat berkembang dan daya tahan
tubuhpun menurun (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).
Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel
meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan konsumsi kimia serta
kualitas pakan. Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah
keseimbangan zat pakan dan makna palatabilitas. Tingkat perbedaan konsumsi
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan,
umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Menurut
Departemen Pertanian (2002) yang dapat membuat daya tarik dan merangsang
ternak untuk mengkonsumsi ransum adalah palatabilitas.
Ransum ternak dikatakan baik apabila ransum konsumsi ternak secara
normal dan menyupai zat - zat makanan dengan perbandingan yang sesuai
sehingga fungsi-fungsi fisiologis tubuh berjalan normal, (Parakkasi, 1983).
Dalam mengkonsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh faktor, antara lain:
umur, palatabilitas ransum, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat protein.
Juga ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari ransum yang diberikan serta
dan berdasarkan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefisienkan jumlah
ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan berat badan
yang dicapai (Anggorodi, 1979).
Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum adalah palatabilitas
ransum yang meliputi bau, rasa dan tekstur. Lebih lanjut Tilman dkk., (1986)
menjelaskan bahwa semakin palatebel suatu bahan pakan semakin banyak jumlah
pakan yang di konsumsi.
Tingkat konsumsi (Voluntary Feet Intake) adalah jumlah makanan yang
tidak sengaja dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan
secara ad libitum. Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk
hidup dan menyesuaikan dengan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh
lingkungan, makanan yaitu sifat dan komposisi kimia makanan yang dapat
mempengaruhi konsumsi (Parakkasi, 1995). Menurut Cahyono (1995) konsumsi
juga dipengaruhi oleh palatabilitas pakan tersebut.
Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi
yang ada dalam pakan tersebut (Wahyu, 1985).
Pertumbuhan yang cepat ada kalanya didukung oleh konsumsi ransum
yang lebih banyak pula (Rasyaf, 2000).
Konsumsi ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa cekaman antara lain
seperti penyakit, defisiensi zat makanan, kondisi berdebu¸terlalu padat, kotor,
kondisi lingkungan yang tidak baik, vaksinasi, pengobatan, rebut yang tidak biasa,
pemindahan, penangkapan, memasukkan ke dalam peti, yang semuanya itu
Konversi Pakan
Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi seekor ternak babi
dalam waktu tertentu, guna membentuk pertambahan berat badan dalam satuan
tertentu. Angka konversi menunjukkan tingakat efisiensi pengguanaan pakan
artinya jika angka konversi pakan semakin besar maka penggunaan pakan tersebut
kurang ekonomis atau boros (Anonimous, 1988).
Konversi ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi dalam jangka
waktu tertentu dibandingkan dengan pertambahan bobot badan (pada waktu
tertentu) semakin baik mutu ransum semakin kecil konversinya (Rasyaf, 1995).
Menurut Tilman et al., (1986), semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk
menghasilkan satu satuan produksi maka semakin buruklah konversi ransum. Baik
buruknya konversi ransum ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya ransum,
temperatur, lingkungan dan tujuan pemeliharaan serta genetik.
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada
waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau
produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah
indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan,
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dihitung berdasarkan bahan kering yang diperoleh dari
konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan babi yorkshire
yang diperoleh selama penelitian.
Konsumsi pakan
Konsumsi pakan adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah pakan
yang diberikan. Konsumsi pakan dihitung setiap hari berdasarkan selisih antara
jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah sisa pakan. Rataan konsumsi pakan
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rataan konsumsi pakan ternak babi yorkshire jantan selama penelitian (gram/ekor/hari)
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom rataan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi pakan tertinggi
adalah 1470,24 gram/ekor/hari (perlakuan P0), kemudian disusul berturut-turut
gram/ekor/hari) dan rata-rata konsumsi pakan yang paling rendah adalah babi
yang diberi perlakuan P3 yaitu sebesar 1086,56 gram/ekor/hari.
Pada penelitian ini, tingkat konsumsi paling tinggi ditunjukkan pada
perlakuan P0 (tanpa kulit daging buah kopi fermentasi) yakni sebesar 1470,24
gram/ekor/hari. Penambahan kulit daging buah kopi fermentasi pada pakan ternak
babi jantan yorkshire memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap konsumsi
pakan. Penurunan tingkat konsumsi ini menunjukkan bahwa pemanfaatan hasil
samping pertanian kulit buah kopi dengan dengan perlakuan fermentasi kurang
baik digunakan dalam peningkatan konsumsi pakan ternak babi jantan yorkshire,
karena konsumsi pakan cenderung menunjukkan penurunan dari setiap level
penambahan kulit daging buah kopi fermentasi. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang sebelumnya sudah pernah dilakukan pada ternak babi yorkshire jantan umur
2 – 4 bulan oleh Andri dan Delfer (2011), yang menyatakan semakin tinggi level
penggunaan kulit buah kopi fermentasi dalam ransum maka tingkat konsumsi
ransum babi jantan yokrshire semakin rendah. Dalam penelitian tersebut level
tertinggi penggunaan kulit buah kopi fermentasi sebesar 45 %..
Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa rataan umum konsumsi pakan adalah
sebesar 1271,78 gram/ekor/hari. Angka tersebut lebih rendah daripada angka
rata-rata konsumsi pakan yang diharapkan pada pemeliharaan babi menurut NRC
(1998) untuk periode finisher yaitu 2575 gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan
karena tingkat palatabilitas terhadap ransum rendah dan perbedaan bobot badan
babi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Piliang (2000), yang menyatakan bahwa
ransum, bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan,
keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ransum
perlakuan dengan tingkat pemberian kulit daging buah kopi fermentasi pada level
yang berbeda-beda (0%, 10%, 20% dan 30%) menyebabkan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01) pada tingkat konsumsi dari babi. Dimana terdapat
kecenderungan penurunan tingkat konsumsi pakan. Semakin tinggi tingkat
pemberian kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum maka konsumsi
pakan semakin sedikit. Ransum yang dikonsumsi mulai menurun pada perlakuan
P1 yang disusul berturut-turut oleh P2 dan P3.
Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 1% menunjukkan bahwa
perlakuan P0 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2 dan P3 yang berarti bahwa
perlakuan dengan tanpa kulit daging buah kopi dan perlakuan dengan
penambahan 10%, 20% dan 30% kulit daging buah kopi memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan babi. Perlakuan P0
berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2 dan P3 yang ditunjukkan dengan rataan
konsumsi pakan P0 yang jauh lebih besar dibandingkan dengan P1, P2 dan P3.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan penurunan konsumsi pakan
dengan pemberian kulit daging buah kopi pada level 10%, 20% dan 30%.
Menurunnya konsumsi pakan pada penelitian ini disebabkan karena
ransum yang ditambahkan kulit daging buah kopi kurang disukai oleh ternak.
Dimana tepung kulit daging buah kopi aromanya agak bau dan rasanya kurang
disukai oleh ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Williamson dan Payne
perbedaan ternak, palatabilitas pakan dan seleksi terhadap hijauan pakan.
Konsumsi pakan juga mempunyai hubungan dengan kebutuhan energi ternak yang
sering menyebabkan konsumsi pakan ternak menjadi berbeda.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dihitung setiap 2 minggu berdasarkan selisih
antara penimbangan bobot badan akhir dengan penimbangan bobot badan awal
per satuan waktu dalam satuan gram/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan
babi yorkshire selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rataan pertambahan bobot badan babi yorkshire selama penelitian (gram/ekor/hari)
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom rataan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)
Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa rata-rata pertambahan bobot badan
tertinggi adalah 410,89 gram/ekor/hari (perlakuan P0), kemudian disusul
berturut-turut oleh perlakuan P1 (322,50 gram/ekor/hari), perlakuan
P2 (257,32 gram/ekor/hari) dan rata-rata konsumsi pakan yang paling rendah
adalah babi yang diberi perlakuan P3 yaitu sebesar 220,89 gram/hari.
Tabel 12 diatas menunjukkan bahwa rataan umum pertambahan bobot
badan adalah sebesar 288,81 gram/ekor/hari. Angka tersebut lebih rendah
pemeliharaan babi menurut NRC (1998), untuk periode finisher yaitu 820
gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan oleh pertambahan bobot badan pada ternak
babi dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya umur, genetik, nutrisi,
lingkungan, bobot lahir dan penyakit. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan
Ensminger (1991), yang mengatakan bahwa bobot badan dapat menentukan
penampilan ternak tersebut serta keturunannya, bobot badan dapat bervariasi
karena dipengaruhi oleh bangsa, umur, genetik, pakan, suhu, lingkungan dan
sebagainya.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ransum
perlakuan dengan tingkat pemberian kulit daging buah kopi fermentasi pada level
yang berbeda-beda (0%, 10%, 20% dan 30%) menyebabkan perbedaan yang
sangat nyata (P<0,01) pada tingkat pertambahan bobot badan dari babi. Dimana
terdapat kecenderungan penurunan tingkat pertambahan bobot badan. Semakin
tinggi tingkat pemberian kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum maka
pertambahan bobot badan babi juga semakin menurun. Pertambahan bobot badan
babi mulai menurun pada perlakuan P1 yang disusul berturut-turut oleh P2 dan
P3.
Menurunnya pertambahan bobot badan babi pada level pemberian kulit
daging buah kopi yang semakin tinggi dipengaruhi oleh konsumsi pakan yang
juga semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Donald et al., (1995),
yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh
banyaknya konsumsi ransum dan terutama energi yang diperoleh. Energi
Variasi energi yang disuplai pada ternak akan digambarkan pada laju
pertumbuhan.
Pertambahan bobot badan yang semakin menurun pada pemberian kulit
daging buah kopi yang semakin tinggi juga dipengaruhi oleh serat kasar. Pada
level pemberian kulit daging buah kopi yang semakin tinggi serat kasarnya juga
semakin tinggi, sehingga babi kurang mampu untuk mencernanya.
Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 1% menunjukkan bahwa
perlakuan P0 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2 dan P3 yang berarti bahwa
perlakuan dengan tanpa kulit daging buah kopi dan perlakuan dengan
penambahan 10%, 20% dan 30% kulit daging buah kopi memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan babi. Hal ini menunjukka n
bahwa terjadi kecenderungan penurunan pertambahan bobot badan dengan
penambahan kulit daging buah kopi pada level 10%, 20% dan 30% . Hal ini sesuai
dengan penelitian Andri dan Delfer (2011), yang menyatakan pakan pada
perlakuan P0 mempunyai nilai nurtrisi yang lebih baik sehingga dapat
memberikan respon yang baik terhadap pertumbuhan ternak babi jantan Yorkshire
dibanding perlakuan dengan penambahan kulit buah kopi fermentasi.
Pertambahan bobot badan berhubungan dengan konsumsi ransum.
Konversi Pakan
Konversi pakan dihitung dengan cara membandingkan banyak jumlah
pakan yang dikonsumsi, dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap 2
minggunya berdasarkan pengukuran dikandang dan nilai yang diperoleh. Rataan
konversi pakan babi yorkshire yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada
Perl Ulangan Total Rataa
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada rataan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa rata-rata konversi ransum tertinggi
adalah 5,27 (perlakuan P3), kemudian disusul berturut-turut oleh perlakuan P2
(4,94), perlakuan P1 (4,08) dan rata-rata konversi ransum yang paling rendah
adalah babi yang diberi perlakuan P0 yaitu sebesar 3,88.
Tabel 13 diatas menunjukkan bahwa rataan umum konversi ransum adalah
sebesar 4,54. Angka tersebut lebih tinggi daripada angka rata-rata konversi pakan
yang diharapkan pada pemeliharaan babi menurut NRC (1998) yaitu sebesar 3,25.
Perbedaan nilai konversi ransum babi yang diteliti dibandingkan dengan
pemeliharaan babi pada NRC (1998) dapat disebabkan antara lain oleh tingkat
palatabilitas babi terhadap pakan, genetik, lingkungan, berat badan serta daya
cerna babi untuk mencerna ransum yang akan menghasilkan pertambahan bobot
badan. Campbell dan Lasley (1985) mengatakan faktor-faktor yang
mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, umur, berat badan, tingkat
konsumsi makanan, pertambahan bobot badan perhari, palatabilitas dan hormon.
Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Lubis (1993) yang menyatakan bahwa
konversi pakan sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak, daya cerna, jenis kelamin,
yang dihasilkan (pertambahan bobot badan) dengan jumlah unit konsumsi pakan
dalam satuan waktu yang sama. Hal ini disebabkan oleh ketidakmurnian
keturunan atau kurangnya pencatatan dari ternak babi yorkshire yang diteliti,
sehingga efisiensi penggunaan ransum tidak sebaik yorkshire murni.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ransum
perlakuan dengan tingkat pemberian kulit daging buah kopi fermentasi pada level
yang berbeda-beda 0% (P0), 10% (P1), 20% (P2) dan 30% (P3) menyebabkan
perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada tingkat konversi ransum dari babi.
Semakin tinggi konversi ransum maka semakin kurang efisien ternak tersebut
untuk mengubah makanan menjadi daging.
Dari hasil penelitian didapat pertambahan bobot badan pada perlakuan P1,
P2 dan P3 semakin menurun, hal ini disebabkan karena semakin tingginya serat
kasar dan aroma khas kopi yang terdapat pada kulit daging buah kopi yang
menyebabkan kurangnya nafsu makan babi dan menurunnya daya cerna. Hasil uji
Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 1% menunjukkan bahwa perlakuan P0 tidak
berbeda nyata dengan P1 yang berarti bahwa perlakuan dengan tanpa kulit daging
buah kopi dan perlakuan dengan penambahan 10% kulit daging buah kopi
memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap konversi pakan. Perlakuan P2
juga tidak berbeda dengan perlakuan P3 yang berarti dengan pemberian 20% kulit
daging buah kopi memberikan pengaruh yang tidak berbeda dengan pemberian
kulit daging buah kopi sebanyak 30%. Sedangkan perlakuan P0 dan P1 berbeda
nyata dengan perlakuan P2 dan P3 yang ditunjukkan dengan rataan konversi
pakan P0 dan P1 jauh lebih rendah dibandingkan dengan P2 dan P3. Hal ini
penambahan kulit daging buah kopi pada level 20% dan 30%. Bogart (1997)
mengatakan semakin rendah angka konversi makan akan semakin efisien ternak
dalam penggunaan ransum.
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Data hasil penelitian yang dilakukan selama penelitian maka dapat
digambarkan pada Tabel 14 berikut ini.
Tabel 14. Rekapitulasi hasil penelitian
Parameter Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Konsumsi Pakan 1470,24A 1305,27B 1225,06C 1086,56D
Pertambahan bobot badan 380,57A 319,96B 248,18C 206,54D
Konversi pakan 3,88B 4,08B 4,94A 5,27A
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada perlakuan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi pakan, pertambahan
bobot badan dan konversi ransum antara perlakuan terdapat perbedaan yang
sangat nyata.
Ini menunjukkan bahwa babi yorkshire yang diberi perlakuan
penambahan kulit daging buah kopi yang difermentasi Rhizopus sp,
Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dalam ransum menurunkan tingkat
konsumsi dan tingkat pertambahan bobot badan, juga memiliki tingkat efisiensi
terhadap pakan yang rendah. Hal ini disebabkan oleh ransum memiliki
palatabilitas yang rendah (kurang disukai ternak), genetik babi, serat kasar yang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan kulit daging buah kopi yang difermentasi Rhizopus sp,
Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dalam ransum babi yorkshire umur 4-6
bulan memberikan pengaruh menurunkan konsumsi pakan, menurunkan
pertambahan bobot badan dan menaikkan konversi pakan babi.
Saran
Pemanfaatan kulit daging buah kopi yang difermentasi Rhizopus sp,
Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dalam ransum babi yorkshire sebaiknya
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1980. Beternak Babi Lengkap. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. Hal 15-16.
Anggorodi, H. R. 1979. Ilmu Makanan ternak. Gramedia, Jakarta.
Anggorodi, H. R. 1980. Ilmu Makanan Ternak Umum. UGM Press, Yogyakarta.
Anggorodi, H. R. 1985. Ilmu Pakan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.
Anggorodi, H. R. 1995. Ilmu Pakan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.
Aritonang, D. 1993. Babi Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Pengantar analisa ekonomi Pertanian. Mutiara. Jakarta.
Azwar dan Azrul., 1983. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara, Jakarta. Bogart, R. 1977. Scientific Farm Animal Production Burgers Publishing Co. Minneapolis. Minnesota. Disitasi dari Jurnal Ilmu Ternak. 2011. Sauland Sinaga dan Sri Martini.
Campell, J. R. and J. F. Lasley. 1985. The Science of Animals that Served Mankind. 3 th Ed. Tata Mc Graw. Hill Publishing Company Limited. New Delhi. Pp 390-392.
Compost Centre. 2009. Guidelines, Training On Compost : A Takakura Method. Sumatera Utara University Campus. Medan.
Cahyono. B. 1995. Analisa Kelayakan Beternak Ayam Ras Petelur Dalam Kandang Batrey, CV Aneka, Solo.
Cole, V. G. 1982. Beef Cattle Production Guide. Mac. Arthur Press Parramata. New South Wales.
Devendra, C. 1997. Utilization of Feedings Turf from The Oil Palm. Feedings Turf for Livestock in South Asia, Serdang , Malaysia.
Donald, Mc. P., Edwards, A. R., Green Halg., J.F.D dan Morgan, A. C. 1995. Animal Nutrition. Fifth Editing, Ohn Wiley and Sons Icn, New York.
Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Ensminger, M. E. 1991. Feeds and Nutrition. Second Edition. The Ensminger Publising Company, USA
Fardiaz, S. 1992. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada, Kerjasama dengan PAU antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Hardjo, S, N. S. Indrasti dan B. Tajuddin. 1989. Biokonveksi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Ginting, N. dan Aritonang, D. 1989. Teknik Beternak Babi Di Indonesia. PT Rekan Anda Setiawan, Jakarta.
Hanafiah, K. A. 2003. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Palembang.
Handajani, H. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Malang. http://id.wikipedia.org/wiki/, diakses pada tanggal 21 Maret 2012 pada pukul 10.00 WIB.
Jamila, Tangdilintin, F. K dan Astuti, R. 2009. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Pada Feses Ayam yang Difermentasi Dengan Lactobacillus sp. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Johnson. 1976. The Health of Pigs. Longman Scientific and Technical. England. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak. 2012. USU. Bogor
Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong. 2012. Sei Putih.
Lay, B.W., dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan II, PT. Pembangunan, Jakarta.
Murni, R., Suparjo., Akmal dan Ginting, D.L., 2008. Buku Ajar Teknologi
Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Jambi.
Nutrient Reseatch Council, Committee on Animal Nutrion. 1973. Nutrient Requirement of Domestic Animals. II. Nutrient Requirement of Swine. 6th Revised. NAS, NRC publ.1599. Washington, D. C.
Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung.
Parakkasi. A. 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press, Jakarta.
Rasidi. 2002. Formulasi Pakan Lokal Alternatif Untuk Unggas.Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M. 1995. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf, M. 2000. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Semangun, H. 1996. Penyakit-Penyakit Tanaman Pertanian di Indonesia. Fakultas Pertanian Universtity Gajah Mada Press, Yogyakarta.
Sembiring, I., Jacob, M dan Sitinjak, R., 2006. Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan Dalam Konsentrat Terhadap Persentase Bobot Non-Karkas Dan Income Feed Cost Kambing Kacang Selama Penggemukan. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol. 2, No. 2 Agustus.
Sihombing. D. T. H, 1984. Petunjuk Praktis Beternak Babi. Fakultas Peternakan, IPB Bogor.
Sihombing, D. T. H,. 1997. Ilmu Ternak Babi. UGM Press, Yogyakarta
Sihombing, D. T. H,. 2006. Ilmu Ternak Babi. UGM Press, Yogyakarta.
Siregar, A, P, N. dan P. Sumoprawiro,. 1980. Teknik Beternak Ayam Pedaging Indonesia Cetakan ke-1. Mergie Group, Jakarta.
Tillman. A. D., Hartadi., H. Reksohaddiprodjo. S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tillman. A. D., Hartadi., H. Reksohaddiprodjo. S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Tillman. A. D., Hartadi., H. Reksohaddiprodjo. S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Tomaszewska, M. W., J. M. Mastika, A. Djaja Negara, S. dan T. R. Wiradarya, 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surabaya.
Utomo, R. 1982. Kemungkinan penggunaan daging buah kopi ( Coffee Pulp) untuk ransum pedaging. Laporan penelitian. Proyek PPT-UGM Tahun 1981/1982. Lembang Penelitian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Wahyu, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas, UGM-Press, Yogyakarta.
Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas, UGM-Press, Yogyakarta
Williamson G. And W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan oleh : IGN Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Tabel 1 .Analisis keragaman konsumsi pakan babi jantan yorkshire selama
penelitian
SK DB JK KT F.HIT F.TABEL
0,05 0,01
Perlakuan 3 384980,60 128326,87 131,13 3,24 5,29
Galat 16 15658,31 978,64
Total 19 400638,91
Keterangan : ** sangat nyata berbeda
Tabel 2. Analisis keragaman PBB babi jantan yorkshire selama penelitian
SK DB JK KT F.HIT F.TABEL
0,05 0,01
Perlakuan 3 89053,60 29684,53 119,32 3,24 5,29
Galat 16 3980,54 248,78
Total 19 93034,14
Keterangan : ** sangat nyata berbeda
Tabel 3. Analisis keragaman konversi pakan babi jantan yorkshire selama
penelitian
SK DB JK KT F.HIT F.TABEL
0,05 0,01
Perlakuan 3 6,65 2,22 39,45 3,24 5,29
Galat 16 0,90 0,06
Total 19 7,55
Kandungan Nutrisi Formula Ransum
Bahan PK EM SK LK Ca P
Kopi 15.61 2612 23 2.34 0 0
BIS 19.99 2810 10.6 2.4 0.34 0.69
b.kedele 45 2240 6 0.9 0.32 0.29
Dedak 12 1650 12 13 0.12 0.21
T.Ikan 55 2970 1 6.8 5.68 3.37
Jagung 8.6 3370 2 3.9 0.01 0.1
M.Nabati 0 8800 0 0 0 0
top mix 0 0 0 0 12 0
kapur 0 0 0 0 38 0