• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Yang Difermentasi Dengan Rhizopus Sp, Saccharomyces Sp Dan Lactobacillus Sp Terhadap Performans Babi Yorkshire Jantan Umur 4-6 Bulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Yang Difermentasi Dengan Rhizopus Sp, Saccharomyces Sp Dan Lactobacillus Sp Terhadap Performans Babi Yorkshire Jantan Umur 4-6 Bulan"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG

DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp, Saccharomyces sp

dan Lactobacillus sp TERHADAP PERFORMANS BABI

YORKSHIRE JANTAN UMUR 4-6 BULAN

BERLIN GEA 080306019

DEPARTEMEN PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG

DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp, Saccharomyces sp

dan Lactobacillus sp TERHADAP PERFORMANS BABI

YORKSHIRE JANTAN UMUR 4-6 BULAN

SKRIPSI

Oleh:

BERLIN GEA 080306019

(3)

PEMANFAATAN KULIT DAGING BUAH KOPI YANG

DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp, Saccharomyces sp

dan Lactobacillus sp TERHADAP PERFORMANS BABI

YORKSHIRE JANTAN UMUR 4-6 BULAN

SKRIPSI

Oleh:

BERLIN GEA 080306019/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Judul : Pemanfaatan kulit daging buah kopi yang difermentasi dengan rhizopus sp, saccharomyces sp dan lactobacillus sp terhadap performans babi yorkshire jantan umur 4-6 bulan

Nama : Berlin Gea

NIM : 080306019

Departemen : Peternakan Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Dr. Ir. Nurzainah Ginting M. Sc Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Departemen Peternakan

(5)

ABSTRAK

BERLIN GEA, 2013:” Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Difermentasi Dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp Terhadap Performans Babi Yorkshire Jantan Umur 4 - 6 Bulan”, dibawah bimbingan MA’RUF TAFSIN dan NURZAINAH GINTING.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi pada babi yorkshire. Penelitian telah dilakukan di Jl. Penungkiren, Desa Lama, Kecamatan Pancur Batu pada bulan September 2012 - November 2012 menggunakan 20 ekor ternak babi yorkshire jantan dengan rataan bobot badan awal 22,53 ± 2,14 kg. Rancangan percobaan yang digunakan adalah menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, dimana perlakuan terdiri dari P0 = 0% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum, P1 = 10% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum, P2 = 20% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum, P3 = 30% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum. Variabel yang diamati meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi pakan (g/ekor/hari) P0:1.470,24; P1:1.305,27,87; P2:1.225,06 dan P3:1.086,56. Rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) P0:380,57; P1:319,96; P2:248,18 dan P3:206,54. Rataan rasio konversi pakan adalah P0:3,88; P1:4,08; P2:4,94 dan P3:5,27. Hasil analisis statistik menunjukkan penambahan kulit daging buah kopi fermentasi menurunkan konsumsi, menurunkan bobot badan dan peningkatan rasio konversi pakan. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi dapat diberikan sampai level 10% terhadap performans babi yorkshire

jantan.

(6)

ABSTRACT

BERLIN GEA, 2013 : The Utilization of Pod Coffee fermented with Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp on performances of male yorkshire swine Age 4-6 Months, under supervise by MA’RUF TAFSIN and NURZAINAH GINTING.

The objective of research was to examine the utilization of pod coffee fermented on yorkshire swine. The research has been conducted in Jl. Penungkiren, Desa Lama, Kecamatan Pancur Batu in September to November 2012 using 20 male yorkshire swine with initial body weight 22,53 ± 2,14 kg. The experimental design was using a randomized complete design with four treatments and five replication, where treatments consist of P0 = 0% pod coffee fermented in complete feed, P1 = 10% pod coffee fermented in complete feed, P2 = 20% pod coffee fermented in complete feed, P3 = 30% pod coffee fermented in complete feed. The variables were feed consumption, body weight gain and feed convertion ratio.

The result showed that average feed consumption (g/head/day) were (P0:1.470,24; P1:1.305,27,87; P2:1.225,06 and P3:1.086,56, respectively). Average weight gain (g/head/day) (P0:380,57; P1:319,96; P2:248,18 and P3:206,54, respectively) . Average feed convertion ratio were (P0:3,88; P1:4,08; P2:4,94 and P3:5,27, respectively). The results of the statistical analysis showed the addition of pod coffee fermented in decreased consumption and average weight gain and increase feed convertion ratio. The conclusion of this research is that pod coffee fermented can be given up to the level of 10% for performance male yorkshire swine.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 02 Juni 1989 dari ayah

Faebuadodo Gea dan ibu Nuryanus Zendrato. Penulis merupakan anak keempat

dari empat bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Khatolik Budi Murni 2 Medan dan

pada tahun 2008 penulis masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian

Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih program studi peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota

Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET). Selain itu penulis juga pernah menjadi

pemain sepak bola yang membela tim Peternakan di Liga Pertanian USU. Penulis

melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kecamatan Tiga Panah,

Kabupaten Karo dimulai dari 15 Juni sampai dengan 27 Juli 2011.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas

rahmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul iPemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Yang Difermentasi Dengan

Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp Terhadap Performans Babi

Jantan Yorkshire Umur 4 - 6 Bulan.”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa,

semangat dan pengorbanan material maupun moril yang telah diberikan selama

ini. Kepada bapak Ma’ruf Tafsin selaku ketua komisi pembimbing dan ibu

Nurzainah Ginting selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan dorongan maupun memberikan informasi

yang berharga bagi penulis.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah turut membantu terselesaikannya skripsi ini. Semoga

(9)

DAFTAR ISI

Sistem pencernaan ternak monogastrik ... 8

Ransum ternak babi ... 9

Fermentasi menggunakan mikroorganisme lokal ... 10

Inokulen cair ... 11

Mikroorganisme fermentasi ... 12

Kopi ... 16

Pelaksanaan penelitian ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

Konsumsi pakan ... 33

Pertambahan bobot badan ... 36

Konversi pakan ... 38

(10)

KESIMPULAN ... 33

Konsumsi pakan ... 33 Pertambahan bobot badan ... 36

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Populasi ternak babi per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara...11

Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak babi...13

Tabel 3. Kandungan nilai gizi kulit kopi tanpa fermentasi dan setelah difermentasi... ... ....18

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva Sigmoid Pertumbuhan pada Babi...7

Gambar 2. Susunan Buah Kulit Kopi...16

Gambar 3. Skema pembuatan inokulen cair …..………...27

(13)

ABSTRAK

BERLIN GEA, 2013:” Pemanfaatan Kulit Daging Buah Kopi Difermentasi Dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp Terhadap Performans Babi Yorkshire Jantan Umur 4 - 6 Bulan”, dibawah bimbingan MA’RUF TAFSIN dan NURZAINAH GINTING.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi pada babi yorkshire. Penelitian telah dilakukan di Jl. Penungkiren, Desa Lama, Kecamatan Pancur Batu pada bulan September 2012 - November 2012 menggunakan 20 ekor ternak babi yorkshire jantan dengan rataan bobot badan awal 22,53 ± 2,14 kg. Rancangan percobaan yang digunakan adalah menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, dimana perlakuan terdiri dari P0 = 0% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum, P1 = 10% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum, P2 = 20% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum, P3 = 30% kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum. Variabel yang diamati meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi pakan (g/ekor/hari) P0:1.470,24; P1:1.305,27,87; P2:1.225,06 dan P3:1.086,56. Rataan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari) P0:380,57; P1:319,96; P2:248,18 dan P3:206,54. Rataan rasio konversi pakan adalah P0:3,88; P1:4,08; P2:4,94 dan P3:5,27. Hasil analisis statistik menunjukkan penambahan kulit daging buah kopi fermentasi menurunkan konsumsi, menurunkan bobot badan dan peningkatan rasio konversi pakan. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi dapat diberikan sampai level 10% terhadap performans babi yorkshire

jantan.

(14)

ABSTRACT

BERLIN GEA, 2013 : The Utilization of Pod Coffee fermented with Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp on performances of male yorkshire swine Age 4-6 Months, under supervise by MA’RUF TAFSIN and NURZAINAH GINTING.

The objective of research was to examine the utilization of pod coffee fermented on yorkshire swine. The research has been conducted in Jl. Penungkiren, Desa Lama, Kecamatan Pancur Batu in September to November 2012 using 20 male yorkshire swine with initial body weight 22,53 ± 2,14 kg. The experimental design was using a randomized complete design with four treatments and five replication, where treatments consist of P0 = 0% pod coffee fermented in complete feed, P1 = 10% pod coffee fermented in complete feed, P2 = 20% pod coffee fermented in complete feed, P3 = 30% pod coffee fermented in complete feed. The variables were feed consumption, body weight gain and feed convertion ratio.

The result showed that average feed consumption (g/head/day) were (P0:1.470,24; P1:1.305,27,87; P2:1.225,06 and P3:1.086,56, respectively). Average weight gain (g/head/day) (P0:380,57; P1:319,96; P2:248,18 and P3:206,54, respectively) . Average feed convertion ratio were (P0:3,88; P1:4,08; P2:4,94 and P3:5,27, respectively). The results of the statistical analysis showed the addition of pod coffee fermented in decreased consumption and average weight gain and increase feed convertion ratio. The conclusion of this research is that pod coffee fermented can be given up to the level of 10% for performance male yorkshire swine.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat, khususnya

kebutuhan protein hewani yang bersumber dari susu, daging dan telur juga, maka

ternak babi merupakan subsektor peternakan sebagai salah satu bagian yang

memberikan pengaruh sebagai sumber protein hewani yang sangat potensial untuk

dikembangkan. Pada dasarnya, antara persediaan dan permintaan daging di

Indonesia terjadi kesenjangan yang cukup besar. Kebutuhan atau permintaan jauh

lebih besar daripada ketersediaan daging yang ada. Berdasarkan kondisi tersebut,

usaha beternak babi sangat prospektif untuk dikembangkan di Indonesia sebagai

penghasil daging.

Pengembangan penggunaan limbah yang berasal dari agroindustri dan

bahan pakan non konvensional sangat penting dilakukan (Devendra, 1987). Salah

satu bahan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk

ternak monogastrik adalah kulit kopi. Dilihat dari kandungan serat kasar zat-zat

pakan yang terkandung didalamnya, kulit kopi mempunyai potensi untuk

dijadikan bahan pakan ternak monogastrik, namun pemanfaatan kulit kopi

mempunyai faktor pembatas karena mengandung tannin, kafein dan lignin. Untuk

menurunkan pembatas itu, diperlukan pengolahan lebih lanjut, salah satunya

menerapkan proses fermentasi. Kulit kopi di peroleh dari Kabupaten Dairi

(Bangun, Sidikalang, Sumbul dan sekitarnya). Kulit kopi di daerah ini di buang

begitu saja dan hanya digunakan sebagai pupuk organik saja. Kulit kopi ini masih

mengandung nutrisi yang sangat potensial untuk digunakan sebagai pakan ternak

(16)

Pemanfaatan kulit kopi sebagi pakan belum optimal. Dalam pengolahan

kopi akan dihasilkan 45 % kulit kopi, 10 % lendir, 5 % kulit ari dan 40 % biji

kopi. Utomo (1982) melaporkan bahwa daging buah kopi berserat dan sedikit

kasar. Bahan kulit kopi mempunyai kandungan BK, PK, LK, SK, dan TDN

masing-masing sebesar 91,77 %; 11,18 %; 2,5 %; 21,74 %; dan 57,20 % .

Pada saat ini teknologi fermentasi yang sederhana, mudah dilakukan serta

biayanya murah adalah fermentasi dengan mikroorganisme lokal.

Mikroorganisme yang dimaksud adalah rhizopus sp (ragi tempe), saccharomyces

sp (ragi tape) dan lactobacillus sp (yoghurt). Teknologi ini sederhana karena

praktis, selain itu pengolahannya dapat dilakukan dirumah. Hal ini dapat dipahami

karena pemakaian mikroorganisme ini akan menghemat biaya, karena masyarakat

dapat membiakkan sendiri mikroorganisme tersebut dengan cara sederhana.

Sehingga, hasil fermentasi sesuai dengan harapan mampu memperbaiki

kandungan nutrisi kulit kopi dan menghancurkan zat anti nutrisi yang terdapat

pada kulit daging buah kopi.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui sejauh

mana pengaruh pemberian kulit kopi yang difermentasi dengan rhizopus sp,

saccharomyces sp dan lactobacillus sp sebagai pakan ternak babi yorkshire jantan

umur 4 - 6 bulan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kulit kopi

yang telah difermentasi terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan

(17)

Kegunaan Penelitian

Sebagai bahan informasi bagi masyarakat peternak babi pada khususnya,

instansi pemerintah (Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Perdagangan dan

Dinas Perindustrian) serta kalangan akademik (mahasiswa, dosen dan para

peneliti) mengenai penggunaan hasil samping perkebunan dan pabrik kopi yaitu

kulit kopi yang difermentasi sebagai pakan ternak babi terhadap produksi ternak

babi.

Hipotesis Penelitian

Pemberian kulit kopi yang difermentasi rhizopus sp, saccharomyces sp

dan lactobacillus sp dalam pakan sampai tingkat tertentu dapat digunakan sebagai

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Babi

Sejarah perkembangan usaha ternak babi di Indonesia tidak terlepas dari

usaha ternak babi di dunia. Hubungan teknologi peternakan telah ada sejak dahulu

dengan Asia dan juga Eropa dan sebelumnya usaha ini masih primitif. Masuknya

bangsa asing sebagai pedagang, pengembara, missioner maupun peneliti

setidak-tidaknya telah membawa perubahan dengan masuknya teknologi dan hasil

teknologi berupa bibit ternak yang kemudian berkembang biak menjadi ternak

yang ada. Namun ciri ternak Karo, Nias, Bangka,Tangerang, Karawang, Bali,

Toraja, NTT dan Irian Jaya. Daerah tersebut memiliki ternak babi lokal dengan

ciri khas umum liar, warna hitam dan dipelihara secara ekstensif bebas berkeliaran

dengan berbagai sifat lain pada eksterior dan derajat kemurnian menurut tingkat

masuknya darah babi luar (Ginting dan Aritonang , 1989).

Di Indonesia sudah banyak babi yang didatangkan dari luar negeri, seperti

kita kenal adanya babi VDL (Verdeld Duits Landvarken) yang berasal dari jerman

barat. Babi yorkshire dikenal pula dengan nama “Large White”, berasal dari

inggris mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

- Kepala/muka : berbentuk seperti mangkok

- Telinga : tegak

- Badan : besar, panjang, dalam dan halus

- Warna : seluruh tubuh berwarna putih

(19)

Ternak Babi Yorkshire

Ternak Babi merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak

monogastrik dan merupakan hewan mamalia yang menyusui anak-anaknya.

Disamping sebagai penghasil daging yang baik, babi juga menghasilkan pupuk

yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian dan khusus untuk babi menghasilkan

daging yang sangat baik untuk keperluan bahan pangan (Williamson, 1993).

Semua jenis babi memiliki beberapa karakteristik yang sama, adapun

klasifikasi babi tersebut yaitu: Kingdom: Animalia; Filum: Chordata; Kelas:

Mamalia; Ordo: Artiodactyla; Family: Suidae; Sub-family: Scrofa; Genus: Sus;

Spesies: Sus scrofa Babi Yorkshire (Sihombing (2006).

Pertumbuhan Ternak Babi

Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor antara

lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang

tersedia (Cole, 1982). Potensi pertumbuhan pada periode ini dipengaruhi oleh

faktor bangsa dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem

manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju

pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan genetik dimana

berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa

(Tomaszewska et al., 1993).

Pertumbuhan biasanya mulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih

cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti. Pola seperti ini

menghasilkan kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid (S). Tahap cepat

pertumbuhan terjadi pada saat kedewasaan tubuh hampir tercapai

(20)

Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan

mempunyai respon yang baik terhadap makanan yang diberikan dan memiliki

efisiensi produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi

bahan kering (Devendra, 1997).

Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan pengukuran berat badan yang

dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan

dengan pertumbuhan berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainya.

Misalnya, bila seekor ternak babi membutuhkan 200 hari untuk menaikkan berat

badan seberat 100 kg, maka kenaikan berat badannya tiap hari adalah 100kg/200

hari = 0,50 kg tiap hari (Tillman dkk, 1991).

Sihombing (1984), menyatakan laju pertumbuhan babi sangat di pengaruhi

oleh berat sapih, anak babi yang berat sapihnya besar akan bertumbuh lebih cepat

dan membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai bobot potong

dibanding anak babi yang berat sapihnya lebih kecil.

Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan

mempunyai respon yang baik terhadap pakan yang diberikan dan memiliki

efesiensi produksi yang tinggi dan adanya ragam yang besar dalam konsumsi

bahan kering (Devendra, 1997).

Pertumbuhan adalah suatu proses yang sangat komplek meliputi

pertambahan bobot badan dan pertambahan sekuruh jaringan tubuh secara

serentak dan merata. Lebih lanjut Anggorodi (1985) menjelaskan bahwa

pertumbuhan merupakan manisfestasi perubahan-perubahan dalam unit

pertumbuhan terkecil yakni sel yang mengalami hiperplasi atau pertambahan

(21)

Pertumbuhan murni menurut Anggorodi (1980) adalah pertambahan dalam

bentuk dan bobot jaringan-jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak

dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali lemak). Kemampuan ternak mengubah

zat-zat nutrisi ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot

badan merupakan kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan.

Dalam kehidupan sehari-hari proses pertumbuhan tersebut diartikan

sebagai pertambahan berat badan sejak adanya konsepsi sampai dewasa.

(Ensminger, 1991). Selama pertumbuhan ada dua hal yang terjadi yaitu kenaikan

bobot badan yang disebut pertumbuhan sedang yang menyangkut perubahan

dalam bentuk dan konformasi yang diakibatkan oleh pertumbuhan defferensial

dari jaringan - jaringan bagian tubuh yang berbeda disebut perkembangan.

Pertumbuhan dan perkembangan itu sendiri merupakan proses yang

berkesinambungan tanpa terhenti dalam seluruh siklus hidup ternak sampai

ukuran dewasa tercapai.

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah tingkat serat kasar

dalam ransum. Lubis (1993) menjelaskan bahwa tingkat serat kasar yang tinggi

dalam ransum akan menurunkan konsumsi ransum yang pada gilirannya

pertumbuhan juga akan menjadi lambat. Sebaliknya apabila kandungan serat kasar

dalam ransum terlalu rendah mengakibatkan laju ransum dalam pencernaan

meningkat sehingga dapat menurunkan pertumbuhan (Siregar dkk., 1980).

Potensi Ternak Babi

Di banding dengan ternak lain, dalam usaha ternak babi ditemukan

(22)

Babi merupakan tabungan hidup yang mudah diatur untuk memberi

pendapatan secara teratur.

- Pertumbuhannya cepat antara 0,5 – 0,7 kg per hari, pada umur dini (150 hari)

dapat mencapai berat potong 100 kg.

- Ternak ini prolifik tinggi karena beranak banyak (6 – 12 ekor tiap kelahiran)

dan melahirkan dua kali setahun.

- Kemampuan mengembalikan modal tinggi.

- Efesiensi menggunakan makanan dengan konversi antara 2,4 – 3,4 kg ransum

per kg kenaikan bobot badan.

- Proporsi karkasnya tinggi antara 70 -80 %.

- Dapat dipelihara dengan intensif modal sehingga biaya tenaga kerja kecil.

- Adaptasinya terhadap berbagi tipe usaha tani responsif.

- Dapat meningkatkan daya guna hasil ikutan dan limbah agroindustri.

- Limbah usahanya berguna untuk pupuk, sumber energi gasbio, dan media

pertumbuhan mikroba pengasil pakan ternak dan ikan (Aritonang,1993)

Sistem Pencernaan Ternak Monogastrik

Sistem pencernaan disini adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran

pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas

pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan makanan dalam perjalanannya

melalui tubuh (saluran pencernaan) mulai dari rongga mulut sampai ke anus. Di

samping itu sistem pencernaan bertanggung jawab pula atas pengeluran (ekskresi)

bahan-bahan makanan yang tidak terserap atau tidak dapat diserap kembali.

(23)

proses pencernaan bahan makanan. Saluran pencernaan dapat dibagi atas rongga

mulut (termasuk faring), oesofagus, lambung, usus kecil, usus besar dan berakhir

dengan anus (Parakkasi, 1983).

Tabel 1. Populasi ternak babi per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

No KABUPATEN / TAHUN Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara (2007).

Ransum Ternak Babi

Ransum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk 24 jam

(Anggorodi, 1994). Suatu ransum seimbang menyediakan semua zat makanan

yang dibutuhkan untuk memberi makan ternak selama 24 jam. Konsumsi ransum

(24)

semakin meningkat dengan meningkatnya berat badan ternak. Jumlah ransum

yang dikonsumsi juga akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak.

Tabel 1. Konsumsi ransum dan air minum babi menurut umur/periode

Umur fase produksi Macam ransum Konsumsi (kg/ekor/hari)

Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak babi (%)

Berat

Fermentasi adalah proses penguraian unsur-unsur organik kelompok

terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang

dihasilkan oleh mikroorganisme. Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses

(25)

Penambahan bahan-bahan nutrien kedalam fermentasi dapat menyokong

dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat

digunakan pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang akan ditambahkan pada

proses fermentasi akan diurai oleh enzim urease menjadi amonia dan

karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino

(Fardiaz, 1989).

Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu

fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat

merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup

mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium

cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam

medium cair (Hardjo et al., 1989).

Inokulan Cair

Inokulan cair merupakan salah satu cara pengembangbiakan

mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat

inokulan cair ini antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt.

Mikroorganisme dasar dalam inokulan cair ini adalah Saccharomyces yang

berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.

(26)

Sifat amilolitik, mikroorganisma yaitu saccharyces akan menghasilkan

enzim amylase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty

acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam amino.

Sifat proteolitik, mikroorganisma yaitu Rhizopus akan mengeluarkan

enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida-polipeptida,

lalu menjadi peptide sederhana, dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan

air.

Sifat lipolitik, mikroorganisma yaitu Lactobacillus akan menghasilkan

enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

Mikroorganisme Fermentasi

Rhizhopus sp

Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota

ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang

membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki

hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp

yang juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa

vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak

sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh kearah atas dan

mengandung ratusan spora. Sporagiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa

lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contohnya spesiesnya

adalah Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi

(Postlethwait dan Hopson, 2006).

(27)

β–glukosidase. Selama proses fermentasi kedelai berlangsung menjadi tempe,

isoflavon glukosidase dikonversi menjadi isoflavon aglikon oleh enzim β–

glukosidase yang disekresikan oleh mikroorganisme. Isoflavon mempunyai

potensi yang lebih aktif sebagai antioksidan, antihemolisis, antibakteri, anti jamur

dan anti kanker (2,3,4), bila dibandingkan dengan senyawa asalnya yaitu isoflavon

glukosida. Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh aktivitas enzim β

-glukosidase. Enzim ini selain terdapat didalam kedelai juga diproduksi oleh

mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung dan mampu memecah

komponen glukosida menjadi aglikon dan gugus gula (Ewan et al., 1992).

Hasil penelitian Rasidi (2002) dengan melakukan fermentasi bungkil

kedelai memakai Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar

bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar

14,2%, sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai sebagai bahan

pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).

Saccharomyces sp

Saccharomyces merupakan genus

kemampuan mengubah 2. Saccharomyces

merupakan mikroorganisme be

kelompok oCdan pH 4,8. Beberapa

kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat

berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu

yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa

spesies Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13.01 %. Hasil ini

(28)

Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu

unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan

ZA,

antara 28 – 30 oC. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya

yait

Menurut Lay dan Hastowo (1992), khamir mempunyai peranan penting

dalam pembuatan industri makanan. Banyak kegiatan khamir dalam makanan

yang dikehendaki untuk dimanfaatkan dalam pembuatan bir, anggur, roti, produk

makanan terfermentasi dan sebagai sumber potensial dari protein sel tunggal

untuk fortifikasi makanan ternak. Seperti galur atau strain Saccharomyces sp yang

hingga saat ini paling banyak digunakan untuk keperluan tersebut.

Ragi mampu menghasilkan enzim yang dapat mengubah subtrat menjadi

bahan lain dengan mendapatkan keuntungan berupa energi. Ragi untuk tape

merupakan campuran dari bermacam-macam organisme yang hidup bersama

secara sinergetik, dimana umumnya terdapat spesies-spesies dari genus

Aspergillus yang dapat menyederhanakan amilum, Saccharomyces, Candida,

Hansenula yang dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam

zat organik lainnya serta bakteri (Acetobacter) yang menumpang untuk mengubah

akohol menjadi asam cuka (Dwidjoseputro, 1994).

Lactobacillus sp

Lactobacillus adala

(29)

menguba

ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat

ditemukan di dalam

dan merupakan sebagian kecil dariLactobacillus

memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi

asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu

pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah

memilikiLactobacillus sering digunakan untuk

industri pembuatan

hewan, seperti

yang merupakan kultur simbiotik antara

berkembang di

da

Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan

membentuk asam laktat

Berdasarkan penelitian Jamila et al, (2009) memperoleh kesimpulan

bahwa penggunaan Lactobacillus sp dalam proses fermentasi feses ayam

cenderung meningkatkan kandungan protein kasar feses ayam tetapi tidak

berpengaruh terhadap kandungan serat kasar.

Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi

kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta

perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan

(30)

perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi

pemecahan substrat oleh enzim – enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat

dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama

proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga

dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga

terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

Kopi

Nama-nama jenis kulit kopi sulit ditentukan, karena spesies ditentukan

oleh beberapa pengarang buku dari 25 sampai 100 lebih. (Johnson, 1976)

menyusun daftar sebanyak 64% spesies, tetapi ada yang hanya dianggap sebagai

varietas saja. Maka jenis spesies yang tepat kurang lebih ada 60. Kebanyakan

spesies itu terdapat di Afrika tropis, yakni sebanyak 33 Spp, 14 Spp di

Madagaskar, 3 Spp di Mauritius dan Reunion, 10 Spp di Asia Tenggara.

Setelah kopi dipanen, kulitnya dikupas. Kemudian, bijinya dijemur.

Biasanya, kulit kopi kecoklatan yang dipisahkan dari biji-biji kopi tersebut akan

dibuang begitu saja atau paling tidak kulit kopi yang dipisahkan dari biji itu tadi

dikumpulkan lalu dibiarkan hingga busuk. Selanjutnya ditaruh di sekeliling pohon

kopi. Maksudnya sebagai pengganti pupuk yang bertujuan untuk menyuburkan

tanaman. Umumnya hal seperti itulah yang sering dilakukan petani kopi.

Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif

dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar dalam ransum. Bahan pakan

(31)

berasal dari limbah dan pencarian bahan pakan yang belum lazim digunakan

(Azwar dan Azrul, 1983).

Dalam kondisi segar buah kopi terdiri dari kulit buah 45%, mucilage 10%,

kulit biji 5% dan biji 40%. Kandungan air yang tinggi pada kulit buah kopi yang

diolah secara basah merupakan masalah tersendiri dalam penanganan dan

pengangkutan. Karena itu kulit buah kopi harus segera mungkin dikeringkan guna

mengindari penjamuran (Murni et.al, 2008).

Buah Kopi

Sebagian besar, buah terdapat pada cabang primer atau sekunder

sebagaimana halnya dengan bunga. Dari bunga sampai menjadi buah itu masak,

makan waktu 7-9 bulan. Buah kopi yang muda berwarna hijau, tetapi setelah tua

menjadi kuning dan kalau masak warnanya menjadi merah. Besar buah kira-kira

11/2 x 1 cm dan bertangkai pendek (AAK, 1980).

Menurut Semangun (1996) Buah terdiri dari kulit dan biji ;

a. Kulit

Kulit terdiri dari :

1. Lapisan bagian luar tipis yakni yang disebut Exocarp, lapisan ini kalau

sudah masak berwarna merah.

2. Daging buah, daging buah ini mengandung serabut yang bila sudah masak

berlendir dan rasanya manis, maka sering disukai binatang kera atau

musang.

3. Kulit tanduk atau kulit dalam, kulit tanduk ini merupakan lapisan tanduk

(32)

b. Biji

Biji terdiri dari dua bagian :

1. Kulit biji yang merupakan selaput tipis membalut biji yakni yang disebut

selaput perak atau kulit ari.

2. Putih lembaga (endosperma). Pada permukaan biji yang data salurannya

yang arahnya memanjang dan ke dalam, merupakan lubang yang panjang

sama dengan bijinya. Sejajar dengan saluran itu terdapat satu lubang yang

yang berukuran lebih sempit dan merupakan satu kantong yang tertutup.

Gambar 1. Susunan Buah Kulit Kopi

Menurut data statistik (BPS, 2003), produksi biji kopi di Indonesia

mencapai 611.100 ton dan menghasilkan kulit kopi sebesar 1.000.000 ton. Jika

tidak dimanfaatkan akan menimbulkan pencemaraan yang serius. Sementara ini

pemanfaatannya belum optimal dan terbatas untuk pakan ternak, karena

mempunyai kendala kandungan serat kasar yang tinggi (33.14%) dan protein yang

rendah (8.8).Keuntungan pengolahan ini, selain meningkatkan daya cerna juga

sekaligus meningkatkan kadar protein, dapat menghilangkan aflatoksin dan

pelaksanaannya sangat mudah, kulit kopi yang telah diamoniasi mempunyai

(33)

mM) dan NH3 12.04 mM (dari 4.8 mM). Struktur dinding sel kulit kopi menjadi

lebih amorf dan tidak berdebu, sehingga menjadi lebih mudah di handling. Dalam

keadaan tertutup (plastik belum dibuka/bongkar), bahan pakan yang difermentasi

dapat tahan lama.

Tabel 1. Kandungan nilai gizi kulit kopi tanpa amoniasi dan setelah difermentasi.

Zat Nutrisi Tanpa diamoniasi Setelah difermentasi

Bahan Kering 56,79 93,84

Sumber : Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Sapi Potong (2011)

Menurut Widayati dan Widalestari (1996), berikut ini adalah syarat-syarat

ransum yang baik :

1. Jumlah dan jenis makanan disesuaikan dengan fase ternak. Fase ternak

meliputi fase awal, fase pertumbuhan, fase pembibitan dan fase produksi.

Apabila produksi ternak tinggi tentu semakin tinggi pula jumlah dan mutu

ransum. Demikian pula cara pengelolaannya, ternak yang dikurung tentu

memerlukan jumlah ransum yang lebih banyak dibandingkan dengan

ternak yang dibiarkan bebas.

2. Bentuk fisik ransum harus disesuaikan. Baik untuk ternak unggas maupun

untuk ternak ruminansia, agar nafsu makan dan pencernaan ternak tidak

terganggu.

3. Ransum tidak akan mengakibatkan gangguan pencernaan yang dapat

(34)

4. Harga bahan tidak tinggi, ketersediaan bahan berkesinambungan dan

bahan tidak mengandung zat-zat beracun.

Table 3. Kandungan zat gizi kulit kopi

Zat Nutrisi Kandungan (%)

Bahak Kering 89.7

Protein Kasar 6.6

Lemak Kasar 0.72

Serat Kasar 18.69

TDN 27.65

Energi (Mcal/ME) 1901.9

• Hasil Analisa Laboratorium Biokimia dan Enzimatik Balai Penelitian Pasca Panen Pertanian Bogor (2003)

• Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Sapi Potong (2008)

Kulit Kopi

Kulit kopi memiliki peran yang cukup penting dan berpotensi dalam

penyediaan pakan ternak. Ternak yang bisa memanfaatkan limbah kopi antara lain

maupun ruminansia seperti sapi, kambing, dan domba. Pemanfaatan kulit buah

kopi sebagai bahan pakan ternak dapat diberikan dalam bentuk sudah diolah

melalui proses fermentase. Pemanfaatan kulit kopi sebagai pakan ternak belum

optimal. Dalam pengolahan kopi akan dihasilkan 45 % kulit kopi, 10 % lendir, 5

% kulit ari dan 40 % biji kopi. Utomo (1982) mengatakan bahwa daging buah

kopi dihasilkan pada pengolahan buah kopi secara kering atau basah. Lebih lanjut

dikatakan bahwa pengolahan secara kering akan dihasilkan daging buah yang

berserat dan sedikit kasar. Namun demikian kulit kopi hanya sebagian kecil

dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan sebagian besarnya dibuang atau

(35)

Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila

pakan diberikan secara ad libitum. Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh

terhadap konsumsi pakan. Ternak yang sedikit lemas walaupun gejala

penyakitnya belum jelas, nafsu makannya akan turun dan cenderung malas

berjalan ketempat pakan maupun minum. Pada keadaan suhu lingkungan yang

lebih tinggi dari yang dibutuhkan, nafsu makan akan menurun dan konsumsi air

akan meningkat. Akibatnya, otot-otot daging lambat berkembang dan daya tahan

tubuhpun menurun (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).

Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel

meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan konsumsi kimia serta

kualitas pakan. Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah

keseimbangan zat pakan dan makna palatabilitas. Tingkat perbedaan konsumsi

juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan,

umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Menurut

Departemen Pertanian (2002) yang dapat membuat daya tarik dan merangsang

ternak untuk mengkonsumsi ransum adalah palatabilitas.

Ransum ternak dikatakan baik apabila ransum konsumsi ternak secara

normal dan menyupai zat - zat makanan dengan perbandingan yang sesuai

sehingga fungsi-fungsi fisiologis tubuh berjalan normal, (Parakkasi, 1983).

Dalam mengkonsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh faktor, antara lain:

umur, palatabilitas ransum, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat protein.

Juga ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari ransum yang diberikan serta

(36)

dan berdasarkan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefisienkan jumlah

ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan berat badan

yang dicapai (Anggorodi, 1979).

Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum adalah palatabilitas

ransum yang meliputi bau, rasa dan tekstur. Lebih lanjut Tilman dkk., (1986)

menjelaskan bahwa semakin palatebel suatu bahan pakan semakin banyak jumlah

pakan yang di konsumsi.

Tingkat konsumsi (Voluntary Feet Intake) adalah jumlah makanan yang

tidak sengaja dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan

secara ad libitum. Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk

hidup dan menyesuaikan dengan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh

lingkungan, makanan yaitu sifat dan komposisi kimia makanan yang dapat

mempengaruhi konsumsi (Parakkasi, 1995). Menurut Cahyono (1995) konsumsi

juga dipengaruhi oleh palatabilitas pakan tersebut.

Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi

yang ada dalam pakan tersebut (Wahyu, 1985).

Pertumbuhan yang cepat ada kalanya didukung oleh konsumsi ransum

yang lebih banyak pula (Rasyaf, 2000).

Konsumsi ransum dapat dipengaruhi oleh beberapa cekaman antara lain

seperti penyakit, defisiensi zat makanan, kondisi berdebu¸terlalu padat, kotor,

kondisi lingkungan yang tidak baik, vaksinasi, pengobatan, rebut yang tidak biasa,

pemindahan, penangkapan, memasukkan ke dalam peti, yang semuanya itu

(37)

Konversi Pakan

Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi seekor ternak babi

dalam waktu tertentu, guna membentuk pertambahan berat badan dalam satuan

tertentu. Angka konversi menunjukkan tingakat efisiensi pengguanaan pakan

artinya jika angka konversi pakan semakin besar maka penggunaan pakan tersebut

kurang ekonomis atau boros (Anonimous, 1988).

Konversi ransum adalah ransum yang habis dikonsumsi dalam jangka

waktu tertentu dibandingkan dengan pertambahan bobot badan (pada waktu

tertentu) semakin baik mutu ransum semakin kecil konversinya (Rasyaf, 1995).

Menurut Tilman et al., (1986), semakin banyak ransum yang dikonsumsi untuk

menghasilkan satu satuan produksi maka semakin buruklah konversi ransum. Baik

buruknya konversi ransum ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya ransum,

temperatur, lingkungan dan tujuan pemeliharaan serta genetik.

Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada

waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau

produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah

indikator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan,

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dihitung berdasarkan bahan kering yang diperoleh dari

konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan babi yorkshire

yang diperoleh selama penelitian.

Konsumsi pakan

Konsumsi pakan adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah pakan

yang diberikan. Konsumsi pakan dihitung setiap hari berdasarkan selisih antara

jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah sisa pakan. Rataan konsumsi pakan

dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan konsumsi pakan ternak babi yorkshire jantan selama penelitian (gram/ekor/hari)

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom rataan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi pakan tertinggi

adalah 1470,24 gram/ekor/hari (perlakuan P0), kemudian disusul berturut-turut

(39)

gram/ekor/hari) dan rata-rata konsumsi pakan yang paling rendah adalah babi

yang diberi perlakuan P3 yaitu sebesar 1086,56 gram/ekor/hari.

Pada penelitian ini, tingkat konsumsi paling tinggi ditunjukkan pada

perlakuan P0 (tanpa kulit daging buah kopi fermentasi) yakni sebesar 1470,24

gram/ekor/hari. Penambahan kulit daging buah kopi fermentasi pada pakan ternak

babi jantan yorkshire memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap konsumsi

pakan. Penurunan tingkat konsumsi ini menunjukkan bahwa pemanfaatan hasil

samping pertanian kulit buah kopi dengan dengan perlakuan fermentasi kurang

baik digunakan dalam peningkatan konsumsi pakan ternak babi jantan yorkshire,

karena konsumsi pakan cenderung menunjukkan penurunan dari setiap level

penambahan kulit daging buah kopi fermentasi. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang sebelumnya sudah pernah dilakukan pada ternak babi yorkshire jantan umur

2 – 4 bulan oleh Andri dan Delfer (2011), yang menyatakan semakin tinggi level

penggunaan kulit buah kopi fermentasi dalam ransum maka tingkat konsumsi

ransum babi jantan yokrshire semakin rendah. Dalam penelitian tersebut level

tertinggi penggunaan kulit buah kopi fermentasi sebesar 45 %..

Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa rataan umum konsumsi pakan adalah

sebesar 1271,78 gram/ekor/hari. Angka tersebut lebih rendah daripada angka

rata-rata konsumsi pakan yang diharapkan pada pemeliharaan babi menurut NRC

(1998) untuk periode finisher yaitu 2575 gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan

karena tingkat palatabilitas terhadap ransum rendah dan perbedaan bobot badan

babi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Piliang (2000), yang menyatakan bahwa

(40)

ransum, bentuk fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan,

keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ransum

perlakuan dengan tingkat pemberian kulit daging buah kopi fermentasi pada level

yang berbeda-beda (0%, 10%, 20% dan 30%) menyebabkan perbedaan yang

sangat nyata (P<0,01) pada tingkat konsumsi dari babi. Dimana terdapat

kecenderungan penurunan tingkat konsumsi pakan. Semakin tinggi tingkat

pemberian kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum maka konsumsi

pakan semakin sedikit. Ransum yang dikonsumsi mulai menurun pada perlakuan

P1 yang disusul berturut-turut oleh P2 dan P3.

Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 1% menunjukkan bahwa

perlakuan P0 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2 dan P3 yang berarti bahwa

perlakuan dengan tanpa kulit daging buah kopi dan perlakuan dengan

penambahan 10%, 20% dan 30% kulit daging buah kopi memberikan pengaruh

yang berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan babi. Perlakuan P0

berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2 dan P3 yang ditunjukkan dengan rataan

konsumsi pakan P0 yang jauh lebih besar dibandingkan dengan P1, P2 dan P3.

Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan penurunan konsumsi pakan

dengan pemberian kulit daging buah kopi pada level 10%, 20% dan 30%.

Menurunnya konsumsi pakan pada penelitian ini disebabkan karena

ransum yang ditambahkan kulit daging buah kopi kurang disukai oleh ternak.

Dimana tepung kulit daging buah kopi aromanya agak bau dan rasanya kurang

disukai oleh ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Williamson dan Payne

(41)

perbedaan ternak, palatabilitas pakan dan seleksi terhadap hijauan pakan.

Konsumsi pakan juga mempunyai hubungan dengan kebutuhan energi ternak yang

sering menyebabkan konsumsi pakan ternak menjadi berbeda.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan dihitung setiap 2 minggu berdasarkan selisih

antara penimbangan bobot badan akhir dengan penimbangan bobot badan awal

per satuan waktu dalam satuan gram/ekor/hari. Rataan pertambahan bobot badan

babi yorkshire selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan pertambahan bobot badan babi yorkshire selama penelitian (gram/ekor/hari)

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom rataan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa rata-rata pertambahan bobot badan

tertinggi adalah 410,89 gram/ekor/hari (perlakuan P0), kemudian disusul

berturut-turut oleh perlakuan P1 (322,50 gram/ekor/hari), perlakuan

P2 (257,32 gram/ekor/hari) dan rata-rata konsumsi pakan yang paling rendah

adalah babi yang diberi perlakuan P3 yaitu sebesar 220,89 gram/hari.

Tabel 12 diatas menunjukkan bahwa rataan umum pertambahan bobot

badan adalah sebesar 288,81 gram/ekor/hari. Angka tersebut lebih rendah

(42)

pemeliharaan babi menurut NRC (1998), untuk periode finisher yaitu 820

gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan oleh pertambahan bobot badan pada ternak

babi dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya umur, genetik, nutrisi,

lingkungan, bobot lahir dan penyakit. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan

Ensminger (1991), yang mengatakan bahwa bobot badan dapat menentukan

penampilan ternak tersebut serta keturunannya, bobot badan dapat bervariasi

karena dipengaruhi oleh bangsa, umur, genetik, pakan, suhu, lingkungan dan

sebagainya.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ransum

perlakuan dengan tingkat pemberian kulit daging buah kopi fermentasi pada level

yang berbeda-beda (0%, 10%, 20% dan 30%) menyebabkan perbedaan yang

sangat nyata (P<0,01) pada tingkat pertambahan bobot badan dari babi. Dimana

terdapat kecenderungan penurunan tingkat pertambahan bobot badan. Semakin

tinggi tingkat pemberian kulit daging buah kopi fermentasi dalam ransum maka

pertambahan bobot badan babi juga semakin menurun. Pertambahan bobot badan

babi mulai menurun pada perlakuan P1 yang disusul berturut-turut oleh P2 dan

P3.

Menurunnya pertambahan bobot badan babi pada level pemberian kulit

daging buah kopi yang semakin tinggi dipengaruhi oleh konsumsi pakan yang

juga semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Donald et al., (1995),

yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan seekor ternak dikendalikan oleh

banyaknya konsumsi ransum dan terutama energi yang diperoleh. Energi

(43)

Variasi energi yang disuplai pada ternak akan digambarkan pada laju

pertumbuhan.

Pertambahan bobot badan yang semakin menurun pada pemberian kulit

daging buah kopi yang semakin tinggi juga dipengaruhi oleh serat kasar. Pada

level pemberian kulit daging buah kopi yang semakin tinggi serat kasarnya juga

semakin tinggi, sehingga babi kurang mampu untuk mencernanya.

Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 1% menunjukkan bahwa

perlakuan P0 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2 dan P3 yang berarti bahwa

perlakuan dengan tanpa kulit daging buah kopi dan perlakuan dengan

penambahan 10%, 20% dan 30% kulit daging buah kopi memberikan pengaruh

yang berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan babi. Hal ini menunjukka n

bahwa terjadi kecenderungan penurunan pertambahan bobot badan dengan

penambahan kulit daging buah kopi pada level 10%, 20% dan 30% . Hal ini sesuai

dengan penelitian Andri dan Delfer (2011), yang menyatakan pakan pada

perlakuan P0 mempunyai nilai nurtrisi yang lebih baik sehingga dapat

memberikan respon yang baik terhadap pertumbuhan ternak babi jantan Yorkshire

dibanding perlakuan dengan penambahan kulit buah kopi fermentasi.

Pertambahan bobot badan berhubungan dengan konsumsi ransum.

Konversi Pakan

Konversi pakan dihitung dengan cara membandingkan banyak jumlah

pakan yang dikonsumsi, dengan pertambahan bobot badan yang dicapai setiap 2

minggunya berdasarkan pengukuran dikandang dan nilai yang diperoleh. Rataan

konversi pakan babi yorkshire yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada

(44)

Perl Ulangan Total Rataa

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada rataan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa rata-rata konversi ransum tertinggi

adalah 5,27 (perlakuan P3), kemudian disusul berturut-turut oleh perlakuan P2

(4,94), perlakuan P1 (4,08) dan rata-rata konversi ransum yang paling rendah

adalah babi yang diberi perlakuan P0 yaitu sebesar 3,88.

Tabel 13 diatas menunjukkan bahwa rataan umum konversi ransum adalah

sebesar 4,54. Angka tersebut lebih tinggi daripada angka rata-rata konversi pakan

yang diharapkan pada pemeliharaan babi menurut NRC (1998) yaitu sebesar 3,25.

Perbedaan nilai konversi ransum babi yang diteliti dibandingkan dengan

pemeliharaan babi pada NRC (1998) dapat disebabkan antara lain oleh tingkat

palatabilitas babi terhadap pakan, genetik, lingkungan, berat badan serta daya

cerna babi untuk mencerna ransum yang akan menghasilkan pertambahan bobot

badan. Campbell dan Lasley (1985) mengatakan faktor-faktor yang

mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, umur, berat badan, tingkat

konsumsi makanan, pertambahan bobot badan perhari, palatabilitas dan hormon.

Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Lubis (1993) yang menyatakan bahwa

konversi pakan sangat dipengaruhi oleh kondisi ternak, daya cerna, jenis kelamin,

(45)

yang dihasilkan (pertambahan bobot badan) dengan jumlah unit konsumsi pakan

dalam satuan waktu yang sama. Hal ini disebabkan oleh ketidakmurnian

keturunan atau kurangnya pencatatan dari ternak babi yorkshire yang diteliti,

sehingga efisiensi penggunaan ransum tidak sebaik yorkshire murni.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ransum

perlakuan dengan tingkat pemberian kulit daging buah kopi fermentasi pada level

yang berbeda-beda 0% (P0), 10% (P1), 20% (P2) dan 30% (P3) menyebabkan

perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada tingkat konversi ransum dari babi.

Semakin tinggi konversi ransum maka semakin kurang efisien ternak tersebut

untuk mengubah makanan menjadi daging.

Dari hasil penelitian didapat pertambahan bobot badan pada perlakuan P1,

P2 dan P3 semakin menurun, hal ini disebabkan karena semakin tingginya serat

kasar dan aroma khas kopi yang terdapat pada kulit daging buah kopi yang

menyebabkan kurangnya nafsu makan babi dan menurunnya daya cerna. Hasil uji

Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 1% menunjukkan bahwa perlakuan P0 tidak

berbeda nyata dengan P1 yang berarti bahwa perlakuan dengan tanpa kulit daging

buah kopi dan perlakuan dengan penambahan 10% kulit daging buah kopi

memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap konversi pakan. Perlakuan P2

juga tidak berbeda dengan perlakuan P3 yang berarti dengan pemberian 20% kulit

daging buah kopi memberikan pengaruh yang tidak berbeda dengan pemberian

kulit daging buah kopi sebanyak 30%. Sedangkan perlakuan P0 dan P1 berbeda

nyata dengan perlakuan P2 dan P3 yang ditunjukkan dengan rataan konversi

pakan P0 dan P1 jauh lebih rendah dibandingkan dengan P2 dan P3. Hal ini

(46)

penambahan kulit daging buah kopi pada level 20% dan 30%. Bogart (1997)

mengatakan semakin rendah angka konversi makan akan semakin efisien ternak

dalam penggunaan ransum.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Data hasil penelitian yang dilakukan selama penelitian maka dapat

digambarkan pada Tabel 14 berikut ini.

Tabel 14. Rekapitulasi hasil penelitian

Parameter Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Konsumsi Pakan 1470,24A 1305,27B 1225,06C 1086,56D

Pertambahan bobot badan 380,57A 319,96B 248,18C 206,54D

Konversi pakan 3,88B 4,08B 4,94A 5,27A

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada perlakuan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi pakan, pertambahan

bobot badan dan konversi ransum antara perlakuan terdapat perbedaan yang

sangat nyata.

Ini menunjukkan bahwa babi yorkshire yang diberi perlakuan

penambahan kulit daging buah kopi yang difermentasi Rhizopus sp,

Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dalam ransum menurunkan tingkat

konsumsi dan tingkat pertambahan bobot badan, juga memiliki tingkat efisiensi

terhadap pakan yang rendah. Hal ini disebabkan oleh ransum memiliki

palatabilitas yang rendah (kurang disukai ternak), genetik babi, serat kasar yang

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan kulit daging buah kopi yang difermentasi Rhizopus sp,

Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dalam ransum babi yorkshire umur 4-6

bulan memberikan pengaruh menurunkan konsumsi pakan, menurunkan

pertambahan bobot badan dan menaikkan konversi pakan babi.

Saran

Pemanfaatan kulit daging buah kopi yang difermentasi Rhizopus sp,

Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dalam ransum babi yorkshire sebaiknya

(48)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1980. Beternak Babi Lengkap. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. Hal 15-16.

Anggorodi, H. R. 1979. Ilmu Makanan ternak. Gramedia, Jakarta.

Anggorodi, H. R. 1980. Ilmu Makanan Ternak Umum. UGM Press, Yogyakarta.

Anggorodi, H. R. 1985. Ilmu Pakan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.

Anggorodi, H. R. 1995. Ilmu Pakan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.

Aritonang, D. 1993. Babi Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Pengantar analisa ekonomi Pertanian. Mutiara. Jakarta.

Azwar dan Azrul., 1983. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara, Jakarta. Bogart, R. 1977. Scientific Farm Animal Production Burgers Publishing Co. Minneapolis. Minnesota. Disitasi dari Jurnal Ilmu Ternak. 2011. Sauland Sinaga dan Sri Martini.

Campell, J. R. and J. F. Lasley. 1985. The Science of Animals that Served Mankind. 3 th Ed. Tata Mc Graw. Hill Publishing Company Limited. New Delhi. Pp 390-392.

Compost Centre. 2009. Guidelines, Training On Compost : A Takakura Method. Sumatera Utara University Campus. Medan.

Cahyono. B. 1995. Analisa Kelayakan Beternak Ayam Ras Petelur Dalam Kandang Batrey, CV Aneka, Solo.

Cole, V. G. 1982. Beef Cattle Production Guide. Mac. Arthur Press Parramata. New South Wales.

Devendra, C. 1997. Utilization of Feedings Turf from The Oil Palm. Feedings Turf for Livestock in South Asia, Serdang , Malaysia.

Donald, Mc. P., Edwards, A. R., Green Halg., J.F.D dan Morgan, A. C. 1995. Animal Nutrition. Fifth Editing, Ohn Wiley and Sons Icn, New York.

Dwidjoseputro. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Ensminger, M. E. 1991. Feeds and Nutrition. Second Edition. The Ensminger Publising Company, USA

(49)

Fardiaz, S. 1992. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada, Kerjasama dengan PAU antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Hardjo, S, N. S. Indrasti dan B. Tajuddin. 1989. Biokonveksi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Ginting, N. dan Aritonang, D. 1989. Teknik Beternak Babi Di Indonesia. PT Rekan Anda Setiawan, Jakarta.

Hanafiah, K. A. 2003. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Palembang.

Handajani, H. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Malang. http://id.wikipedia.org/wiki/, diakses pada tanggal 21 Maret 2012 pada pukul 10.00 WIB.

Jamila, Tangdilintin, F. K dan Astuti, R. 2009. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Pada Feses Ayam yang Difermentasi Dengan Lactobacillus sp. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Johnson. 1976. The Health of Pigs. Longman Scientific and Technical. England. Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak. 2012. USU. Bogor

Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong. 2012. Sei Putih.

Lay, B.W., dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan II, PT. Pembangunan, Jakarta.

Murni, R., Suparjo., Akmal dan Ginting, D.L., 2008. Buku Ajar Teknologi

Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas

Peternakan Universitas Jambi.

Nutrient Reseatch Council, Committee on Animal Nutrion. 1973. Nutrient Requirement of Domestic Animals. II. Nutrient Requirement of Swine. 6th Revised. NAS, NRC publ.1599. Washington, D. C.

Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung.

Parakkasi. A. 1995. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Ruminan. UI-Press, Jakarta.

(50)

Rasidi. 2002. Formulasi Pakan Lokal Alternatif Untuk Unggas.Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 1995. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 2000. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.

Semangun, H. 1996. Penyakit-Penyakit Tanaman Pertanian di Indonesia. Fakultas Pertanian Universtity Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Sembiring, I., Jacob, M dan Sitinjak, R., 2006. Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan Dalam Konsentrat Terhadap Persentase Bobot Non-Karkas Dan Income Feed Cost Kambing Kacang Selama Penggemukan. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol. 2, No. 2 Agustus.

Sihombing. D. T. H, 1984. Petunjuk Praktis Beternak Babi. Fakultas Peternakan, IPB Bogor.

Sihombing, D. T. H,. 1997. Ilmu Ternak Babi. UGM Press, Yogyakarta

Sihombing, D. T. H,. 2006. Ilmu Ternak Babi. UGM Press, Yogyakarta.

Siregar, A, P, N. dan P. Sumoprawiro,. 1980. Teknik Beternak Ayam Pedaging Indonesia Cetakan ke-1. Mergie Group, Jakarta.

Tillman. A. D., Hartadi., H. Reksohaddiprodjo. S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tillman. A. D., Hartadi., H. Reksohaddiprodjo. S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Tillman. A. D., Hartadi., H. Reksohaddiprodjo. S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Tomaszewska, M. W., J. M. Mastika, A. Djaja Negara, S. dan T. R. Wiradarya, 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surabaya.

Utomo, R. 1982. Kemungkinan penggunaan daging buah kopi ( Coffee Pulp) untuk ransum pedaging. Laporan penelitian. Proyek PPT-UGM Tahun 1981/1982. Lembang Penelitian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Wahyu, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas, UGM-Press, Yogyakarta.

Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas, UGM-Press, Yogyakarta

(51)

Williamson G. And W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan oleh : IGN Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(52)

LAMPIRAN

Tabel 1 .Analisis keragaman konsumsi pakan babi jantan yorkshire selama

penelitian

SK DB JK KT F.HIT F.TABEL

0,05 0,01

Perlakuan 3 384980,60 128326,87 131,13 3,24 5,29

Galat 16 15658,31 978,64

Total 19 400638,91

Keterangan : ** sangat nyata berbeda

Tabel 2. Analisis keragaman PBB babi jantan yorkshire selama penelitian

SK DB JK KT F.HIT F.TABEL

0,05 0,01

Perlakuan 3 89053,60 29684,53 119,32 3,24 5,29

Galat 16 3980,54 248,78

Total 19 93034,14

Keterangan : ** sangat nyata berbeda

Tabel 3. Analisis keragaman konversi pakan babi jantan yorkshire selama

penelitian

SK DB JK KT F.HIT F.TABEL

0,05 0,01

Perlakuan 3 6,65 2,22 39,45 3,24 5,29

Galat 16 0,90 0,06

Total 19 7,55

(53)

Kandungan Nutrisi Formula Ransum

Bahan PK EM SK LK Ca P

Kopi 15.61 2612 23 2.34 0 0

BIS 19.99 2810 10.6 2.4 0.34 0.69

b.kedele 45 2240 6 0.9 0.32 0.29

Dedak 12 1650 12 13 0.12 0.21

T.Ikan 55 2970 1 6.8 5.68 3.37

Jagung 8.6 3370 2 3.9 0.01 0.1

M.Nabati 0 8800 0 0 0 0

top mix 0 0 0 0 12 0

kapur 0 0 0 0 38 0

Gambar

Tabel 1. Populasi ternak babi per Kabupaten/Kota di Sumatera  Utara
Tabel 2. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak babi (%)
Gambar 1. Susunan Buah Kulit Kopi
Tabel 1. Kandungan nilai gizi kulit kopi tanpa amoniasi dan setelah difermentasi.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik usia ibu dengan kejadian abortus menunjukkan hasil secara statistik adanya hubungan signifikan antara usia dengan kejadian abortus (nilai p-value :

Remission, as referred to in Paragraph (1), shall be granted to Prisoners and Criminals if they meet the requirements of performing acts that assist the activities

Produk yang memiliki citra merek yang baik, kuat dan positif cinderung lebih mudah di terima oleh masyarakat atau konsumen serta dapat memenuhi kebutuhan dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas stimulasi dan jenis pola asuh dengan perkembangan pada anak gemuk usia 2-5 tahun.. Penelitian ini dapat

Menurut Robbins (2008), teori karakteristik pekerjaan adalah upaya mengidentifikasikan karakteristik tugas dari pekerjaan, bagaimana karakteristik itu digabung

Pola Hubungan antara Frekuensi Kunjungan Pengawas Menelan Obat (PMO) ke Praktisi Swasta dengan Angka Penemuan Kasus TBC Paru BTA Positif Puskesmas di Kabupaten Karangasem Tahun

bangunan yang ada pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

Komitmen manajemen rumah sakit dibutuhkan dalam membangun peningkatan kualitas kehidupan kerja perawat melalui komunikasi yang terbuka, kepemimpinan yang efektif dan