• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme Di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme Di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN AGAMA NARAPIDANA TERORISME DI

LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LP) CIPINANG

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Sos)

Oleh:

SITI NURMALITA SARI

1111053000022

KONSENTRASI MANAJEMEN ZISWAF

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Penanggulangan Terorisme (Bnpt) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman

Agama Narapidana Terorisme Di Lembaga Pemasyarakatan (Lp) Cipinang di

bawah bimbingan Drs. HasanudinIbnu Hibban, MA

Maraknya tindak pidana terorisme mengatasnamakan Islam di penjuru dunia, menuntut berbagai pihak berpendapat sekaligus mengambil peran untuk mengatasinya. Sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi HAM, pasca dikoyak dengan bom Bali l dan beberapa ledakan lain, pemerintah Indonesia segera membentuk BNPT sebagai lembaga nonkementrian sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan terorisme di Indonesia. Islam sebagai ajaran yang sejak awal mendeklarasikan diri menjadi rahmatan lil a’lamin sekaligus menjadi agama mayotitas Indonesia, tentu bisa dijadikan sudut pandang terhadap program deradikalisasi. Dalam hal ini, penulis ingin menganalisis startegi program deradikalisasi BNPT terhadap pelaku kejahatan terorisme khususnya di LP Cipinang.

Untuk penelitian ini, penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu dengan menggunakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan. Dengan memilih metode kualitatif ini, penulis dapat memperoleh data yang akurat. Ditinjau dari sifat penyajian datanya, metode deskriptif merupakan penelitian yang tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau prediksi.

Hasil penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa melalui kebijakannya BNPT menekankan strategi soft approach dalam konsep deradikalisasi untuk menanggulangi terorisme di Indonesia. yakni pendekatan yang mengutamakan dialog secara komprehensif, persuasive, penuh kelembutan dan kasih sayang.

(6)

ii Assalamu’alaikumWr. Wb

Puji syukur saya ucapkan hanya kepada Allah SWT yang telah member

taufik, hidayah dan berbagai pertolongan. Shalawat serta salam penulis haturkan

kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Semoga kita semua

mendapat syafaatnya kelak di hari kiamat nanti.

Alhamdulillahhirabbil’alamin, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme Di Lembaga Pemasyarakatan (Lp) Cipinang”, yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Starata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama masa penelitian, penyusunan, penulisan, dan sampai masa

penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak, baik dari keluarga, sahabat, teman, maupun dari berbagai pihak

lainnya yang telah banyak berjasa dan mendukung bagi penulis. Dengan

selesainya skripsi ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Suparto, M.Ed. Ph.D selaku Wakil Dekan I, Dr. Roudhonah, MA

selaku Wakil Dekan II, Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III.

2. Drs. CecepCastrawijaya, MA selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah, dan

(7)

iii

ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Terima kasih banyak atas semuanya.

4. Tim penguji sidang skripsi pada tanggal 30 Agustus 2016. Drs. Cecep

Castrawijaya, MA sebagai Ketua Sidang, Drs. Sugiharto, MA., selaku

Sekretaris Sidang, Dr. Sihabudin Noor, MA selaku Penguji I, Nasichah, MA,

selaku Penguji II.

5. Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik, serta

seluruh dosen pengajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Terima

kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan.

6. Keluarga dan staff jajaran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

(BNPT), yang telah memberikan izin, dukungan, bantuan, arahan, saran kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ayahanda Asep dan Ibunda Aas Askanayyah yang selalu memberikan kasih

sayang tiada batas, dukungan, semangat, arahan, serta selalu percaya pada

penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini. Semoga selalu dalam

lindungan Allah SWT. Amiin.

8. Sahabat tercinta, May Larafjani, Dini Nurani, Aliyah, Nourma Linda, Aretha

Poetry, Kiki Dzikriyah, Irfa Ismatullah dan Melly Haryani, yang selalu

menemani, memberi motivasi dan masukan selama empat tahun terakhir.

9. Teman-teman Jurusan Manajemen Dakwah 2011, khususnya Konsentrasi

Manajemen Ziswaf yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

(8)

iv

penulis dan umumnya bagi pembaca yang berminat dengan tulisan ini. Dan

dengan harapan karya tulis ini dapat dijadikan amal bagi penulis, Amin yarobbal‘alamin.

Jakarta, 2 Juli 2016

(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Metodologi Penelitian ... 11

E. Tinjauan Pustaka ... 14

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II : TINJAUAN TEORITIS ... 18

A. Strategi ... 18

1. Pengertian Strategi ... 18

2. Faktor-faktor Strategi ... 21

3. Tahapan-tahapan Strategi ... 25

B. Radikalisme ... 27

1. Pengertian Radikalisame dan Ciri Radikalisasi ... 27

2. Proses dan Faktor Radikalisai ... 32

C. Deradikalisasi ... 35

1. Pengertian Deradikalisasi ... 35

2. Proses dan Langkah Deradikalisasi Agama ... 36

(10)

vi

1. Pengertian Narapidana ... 43

2. Hak-Hak Narapidana ... 44

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTAN BNPT ... 46

A. Sejarah BNPT ... 46

B. Tugas Pokok dan Fungsi BNPT ... 48

C. Sasaran Strategis BNPT ... 49

D. Tujuan, Visi dan Misi BNPT ... 50

E. Satuan Tugas BNPT ... 51

F. Struktur Kelembagaan BNPT... 52

G. Tugas Pokok dan Fungsi Unit Kerja BNPT ... 52

BAB IV : STRATEGI BNPT DALAM UPAYA DERADIKALISASI PAHAM KEAGAMAAN NARAPIDANA LP CIPINANG 68 A. Pelaksanaan Strategi BNPT Dalam Upaya Deradikalisasi di LP Cipinang ... 68

B. Analisis Pelaksanaan Strategi Deradikalisasi BNPT di LP Cipinang ... 80

BAB V : PENUTUP ... 87

A. Kesimpulan... 87

B. Saran ... 88

(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini banyak sekali kekacauan-kekacauan di sekitar

kita yang mengatasnamakan pembelaan terhadap agama, baik yang

dilakukan oleh perorangan, kelompok kecil hingga kelompok

besar. Padahal sejatinya semua agama mengajarkan kebaikan

kepada setiap pemeluknya. Setiap agama mengajarkan kedamaian

baik selama pemeluk agama maupun terhadap pemeluk agama lain.

Namun terdapat pihak-pihak tertentu yang menyalahartikan

terhadap ajaran suatu agama, seperti memahami agama secara

tekstual saja, memahami secara berlebihan atau bahkan

membenarkan sesuatu yang menurutnya benar.

Maraknya aksi teror yang terjadi dengan jatuhnya banyak

korban telah mengidentifikasikan bahwa terorisme adalah sebuah

kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Teror telah

menunjukkan gerakan nyata sebagai tragedi atas hak asasi

manusia. Pada dasarnya, tindak pidana terorisme adalah kejahatan

yang tergolong luar biasa (extraordinary crime). Derajat “keluar

-biasaan” ini pula yang menjadi salah satu alasan dikeluarkannya

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Anti terorisme

dan pemberlakuannya secara retroaktif (asas berlaku surut) untuk

(12)

Pasca tumbangnya rezim Orde Baru gerakan radikalisme

Islam tumbuh subur dan bergentayangan menghantui kehidupan

umat beragama di Indonesia. Terror tersebar di mana-mana atas

nama Islam dan ia juga menjadi entitas misterius yang menakutkan

bagi siapapun. Kekerasan dan segenap aktivitas anarkis – destruktif yang diyakini dan dilakukan kaum radikalis – fundamentalis menjadikan Islam lekat dengan predikat sebagai agama kekerasan.

Padahal Islam sejatinya adalah agama yang santun dan cinta

perdamaian. Sebagai sebuah paham, radikalisme Islam tidak dapat

dipisahkan dari gerakan fundamentalisme Islam Karena keduanya

merupakan gerakan keislaman yang seirama dan beriringan satu

sama lainnya.

Konsep dan bentuk radikalisme Islam bukan berasal dari

rahim Islam sendiri, akan tetapi merupakan produk yang diimpor

dari Negara Barat dalam hal ini adalah Amerika Serikat. Berawal

dari serangan terhadap World Trade Center (WTC) pada

September 2011, Islam muncul sebagai fokus perhatian dunia.

Disusul dengan serentetan aksi Bom bunuh diri di seantero

Nusantara semakin memperkuat kenyataan bahwa radikalisme

Islam kembali tumbuh subur dan menyita perhatian dari berbagai

kalangan di Indonesia.

Terorisme seringkali ditudingkan kepada umat Islam,

terutama golongan Wahabi. Sebagian orang mengira bahwa

(13)

harga diri kaum muslimin di mata dunia internasional. Sehingga

mereka senantiasa menuduh barat sebagai dalang di balik

munculnya fenomena radikal semacam itu. Sebagian lagi

sebaliknya, mengira bahwa terorisme dengan melakukan

pengeboman di tempat-tempat umum- merupakan bagian dari jihad

fi sabilillah dan tergolong amal salih yang paling utama. Sehingga

mereka beranggapan bahwa pelaku bom bunuh diri adalah sosok

mujahid dan mati syahid.

Terlepas dari apa yang mereka sangka, sebenarnya kita bisa

melihat dengan kaca mata yang adil dan objektif bahwa di samping

adanya makar musuh-musuh Islam dari luar, sebenarnya kita juga

menghadapi musuh-musuh dalam selimut yang berupaya

meruntuhkan kekuatan umat dari dalam. Salah satu di antara

mereka adalah sekte Khawarij di masa silam dan para penganut

pemikiran sekte tersebut di masa kini yang gemar melakukan aksi

teror dengan mengatasnamakan jihad. Mereka menampakkan diri

sebagai kaum muslimin yang punya komitmen terhadap agama,

berpenampilan seperti layaknya orang-orang salih dan taat, dan

bersikap seakan-akan membela ajaran Islam, namun sebenarnya

mereka sedang melakukan upaya penghancuran Islam dari dalam,

disadari ataupun tidak.

Apabila kita melihat dari sudut pandang sejarah

kemunculan gerakan radikalisme Islam di Indonesia bukanlah

(14)

di Indonesia waktu itu terkait penentuan dasar Negara. Ketika itu

usulan dari tokoh-tokoh Islam seperti Wahid Hasyim dan Teuku

Muhammad Hasan mengenai pengakuan Islam sebagai agama

resmi Negara, hingga kewajiban untuk menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluknya (yang dikenal dengan Piagam Jakarta)

ditolak oleh sebagian besar anggota sidang Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Meskipun penolakan tersebut

akhirnya dapat diterima dengan beberapa pertimbangan dan alasan,

umat Islam pada waktu itu memandang hal tersebut sebagai

tindakan penipuan dan pengkerdilan cita-cita umat Islam.1

Kekecewaan tersebut berbuntut kepada pemberontakan

yang terjadi di Indonesia pada saat itu, salah satunya yang paling

dikenal adalah pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam

Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Dan

meskipun pemberontakan tersebut sudah berhasil diatasi oleh

pemerintah pada saat itu namun pengaruh ideologis DI/TII tidak

dapat dihilangkan begitu saja. Hal ini terbukti dengan munculnya

organisasi Islam radikal lain pasca tumbangnya orde baru, seperti

Hisbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia

(MMI), Front Pembela Islam (FPI), Forum Betawi Rembug (FBR)

dan organisasi Islam Radikal lain. 2

1

Akhmad Elang Muttaqin, “Mengakrabi Radikalisme Islam” dalam Erlangga Husada, dkk. Kajian Islam Kontemporer, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h.5.

2

Akhmad Elang Muttaqin, “Mengakrabi Radikalisme Islam” dalam Erlangga

(15)

Di Indonesia radikalisme cenderung dikaitkan dengan

tindakan atau gerakan militan, anti barat, dan jika melakukan

demonstrasi selalu ricuh. Padahal radikalisme mempunyai sisi

positif yaitu sebagai pembaharu (tajdid) dan perbaikan (islah)

terhadap hal-hal yang dianggap melanggar syariat islam. Hanya

saja terkadang dalam penyampaiannya terkesan “preman” seperti

merusak beberapa tempat-tempat yang dianggap maksiat. Sehingga

opini publik menjudge organisasi-organisasi radikal sebagai

organisasi yang merusak.

Tujuan organisasi-organisasi radikal di Indonesia adalah

menegakkan syariat islam sebagai ideologi bangsa. Organisasi

radikal di Indonesia yang lantang mengumandangkan berdirinya

syariat Islam salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)

yang lebih kuat berorientasi pada politik dengan cita-cita

membentuk kekhalifahan Islam. Apabila dilakukan suatu analisis

yang lebih mendalam dapat berakibat buruk bagi stabilitas

nasional. Mengingat salah satu dari empat pilar bangsa Indonesia

adalah NKRI maka dapat dipastikan dengan pertumbuhan

organisasi radikal semacam ini dapat mengganggu stabilitas

keamanan suatu Negara.3

Namun saat ini terjadi banyak sekali kekacauan-kekacauan

di sekitar kita dengan dalih pembelaaan terhadap agama, baik yang

dilakukan oleh perseorangan, keompok kecil hingga kelompok

3

(16)

besar yang berafiliasi di beberapa negara konflik di timur tengah.

Padahal, sejatinya semua agama mengajarkan kebaikan kepada

setiap pemeluknya. Setiap agama mengajarkan kedamaian baik

sesama pemeluknya maupun kepada pemeluk agama lainnya.

Namun terdapat pihak-pihak tertentu yang menyalah artikan

terhadap ajaran suatu agama, seperti pemahaman sesuatu secara

tekstual saja, memahami sesuatu secara berlebihan atau bahkan

membenarkan sesuatu yang menurutnya benar. Inilah yang sering

kita sebut pemahaman yang radikal.

Radikal disini tidak akan berbahaya jika hanya sebatas

pemikiran ataupun pendapat. Tetapi ketika radikal sudah

menyangkut perilaku ataupun perbuatan maka dari sinilah akan

muncul tindakan-tindakan yang dapat merugikan bahkan

membayakan banyak pihak dan masyarakat pada umunya, seperti

klaim kebenaran dan pengkafiran terhadap pihak lain/orang lain,

hingga aksi pengeboman yang dapat membahayakan banyak orang.

Hal tersebut kini sering kita temui di lingkungan sekitar kita. Salah

satunya seperti pada peristiwa berikut: Nama Bahrun Naim

disebut-sebut sebagai orang yang berada di balik serangan teror di

Sarinah, Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis(14/1/2016)

siang. Ia pernah ditangkap Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror

pada 9 November 2010 di Solo atas tuduhan kepemilikan senjata

api dan bahan peledak ilegal.Hakim menjatuhkan vonis dua tahun

(17)

Suriah untuk bergabung dengan Islam State of Iraq and

Syria(ISIS).4

Kasus diatas merupakan akibat dari paham radikal yang

telah meningkat menjadi sebuah tindakan yang sangat merugikan

bahkan membahayakan banyak pihak dan masyarakat umumnya

yang menjadi korban. Apabila paham radikalisme ini dibiarkan

terus tumbuh, tentu akan membawa dampak negatif yang lebih

besar dari kehidupan beragama. Sehingga untuk memangkas

pertumbuhan radikalisme ini perlu adanya deradikalisasi, dimana

dalam pemahaman agama diajarkan keterampilan, pemecahan

masalah tanpa kekerasan, berfikir kritis, toleransi, dan pemahaman

agama secara intergratif sehingga tidak menimbulkan bias.

Selanjutnya, jika pemerintah menggunakan strategi perang

(represif) dalam menghadapi teroris, yang terjadi justru perlawanan

secara sengit sehingga penimbulkan peperangan. Bukan tanpa

fakta, bahwa selama ini pemerintah lebih menekankan tindakan

represif dalam menghadapi teroris, bahkan cenderung

mengabaikan nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM).5Gerakan

mereka semakin masif dan terbuka. Bahkan, mereka dengan berani

dan terbuka mengebom Pos Polisi di Jalan Sarinah Thamrin pada

4

Fabian Januarius Kuwado,

http://nasional.kompas.com/read/2016/01/15/07230891/Bachrum.Naim.Bom.Sarinah.dan.Konser.y ang.Tertunda, Jumat, 15 Januari 2016, diakses Sabtu, 25 April 2016, pukul. 14.29 WIB.

5

(18)

pukul 10.00 WIB bahkan terjadi tembak menembak kepada aparat

hukum yang menyebabkan tewasnya warga sipil.

Terdapat suatu teori yang diutarakan oleh Thomas More

(1478-1535), bahwa memberantas kejahatan dengan tindakan

kekerasan tidak akan membuat kejahatan itu berhenti6 begitu juga

dalam konteks pemeberantasan terorisme, strategi represif

kuranglah tepat.

Karena gerakan teroris tersebut didasari atas dasar faham

radikal, maka deradikalisasi adalah jawabannya. Deradikalisasi

merupakan suatu upaya untuk menetralisir paham-paham radikal

melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi,

agama, dan sosial budaya bagi mereka yang dipengaruhi paham

radikal dan/atau pro kekerasan. Proses deradikalisasi lebih

mengutamakan dialog dari pada tindakan fisik sehingga lebih

mengena dan aman dari pelanggaran HAM.

Deradikalisasi juga di terapkan oleh negara-negara lain

seperti Arab Saudi, Yaman, Mesir, Singapura, Malaysia, Colombia,

Al Jazair dan Tajikistan. Di Indonesia sendiri pemerintah

membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)

sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam membuat

kebijakan dan strategi nasional penanggulangan terosrisme.

Para narapidana terorisme yang saat ini ditahan di Lembaga

Pemasyarakatan (LP) Cipinang juga diantisipasi mendapatkan

6

(19)

deradikalisasi pemahan agama yang dilakukan oleh BNPT itu

sendiri sehingga mencegah adanya penyebaran paham radikal di

kalangan narapidana itu sendiri juga pasca bebas dari lembaga

tersebut agar tidak melakukan hal serupa bahkan dapat

bekerjasama dalam upaya deradikalisasi di kalangan masyarakat

luas.

Islam sebagai agama mayoritas yang dianut oleh bangsa

Indonesia. Menekankan kepada perdamaian dan mendeklarasikan

diri sebagai ajaran Rahmatan Lil A’lamin tentu dapat menjadi sudut pandang tersendiri terhadap strategi deradikalisasi yang

menekankan soft aprroach rancangan BNPT. Oleh karena itu

penulis tertarik untuk mengambil tema, “Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi

Pemahaman Agama Pada Narapidana Terorisme Di Lembaga

Pemasyarakatan (LP) Cipinang”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian yang penulis lakukan lebih terarah dan

terperinci, penulis membatasi permaslahan yang akan dibahas pada

“Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)

Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana

(20)

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana stategi yang dilakukan Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam upaya deradikalisasi

narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (LP)

Cipinang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui strategi yang dilakukan Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam upaya

deradekalisasi paham keagamaan pada narapidana terorisme di

Lemaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.

2. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian yang penulis lakukan ini dapat dilihat dari

dua aspek, yakni:

a. Segi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

Khazanah ilmu pengetahuan kepada mahasiswa/i terutama

jurusan Manajemen Dakwah agar dapat mengetahui Strategi

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengenai

radikalisme dan deradikalisasi paham keagamaan.

(21)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi,

masukan, pedoman dan pengetahuan tentang disiplin ilmu

dakwah terutama informasi mengenai bagaimana pandangan

pemahaman keagamaan radikal dan Strategi yang dilakukan

oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini

dalam upaya deradikalisasi paham keagamaan. Penelitian ini

diharapkan bisa memberikan wawasan konsep strategi

Deradikalisasi yang lebih nyata dalam tatanan hidup serta

menjadi dapat dikembangkan dan dilakukan oleh lembaga

pendidikan lainnya khususnya kalangan lebaga keagamaan

lainnya.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode

penelitian kualitatif deskriptif, yaitu dengan cara memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian

misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan.7

Menurut M. Nazir dalam buku metodologi penelitian

menyatakan. Bahwa metode penelitian deskriptif merupakan

proses pencarian fakta, gambaran atau lukisan secara sistematis,

7

(22)

faktual dan akurat mengenai sifat-sifat serta hubungan antara

fenomena yang diteliti. 8

Untuk melengkapi data yang sudah ada, penulis

menggunakan cara sebagai berikut:

a. Data Primer (Primary Data), merupakan data utama yang diperoleh langsung dari responden barupa catatan tertulis dari

hasil wawancara, serta dokumentasi.

b. Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh dari penelitian

kepustakaan untuk mencari konsep dari teori-teori yang

berhubungan dengan masalah dalam penulisan skripsi ini,

seperti buku-buku, diktat dan literatur terkait.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam teknik pengumpulan data, penulis mengambil

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Observasi

Dalam observasi ini penulis melakukan pengamatan

langsung pada objek penelitian dengan maksud memperoleh

data yang konkrit tentang hal-hal yang menjadi obyek

penelitian.

b. Wawancara

Penulis mengadakan komunikasi langsung dan mengajukan

beberapa pertanyaan ke beberapa pihak yang bersangkutan baik

secara lisan maupun tulisan dan mendengarkan langsung

8

(23)

keterangan-keterangan atau informasi dari jajaran pimpinan

BNPT selaku narasumber juga kepada narapidana terorisme di

Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.9

c. Dokumentasi

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data seputar kegiatan

yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan

Terorisme (BNPT) dan para narapidana terorisme di lembaga

pemasyarakatan (LP) Cipinang, foto-foto yang berhubungan

dengan kegiatan dan strategi Badan Nasional Penanggulangan

Terorisme (BNPT) dalam deradikalisasi paham keagamaan

pada para narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan

(LP) Cipinang.

3. Teknik Pengelolaan Data

Setelah data diperoleh, maka penulis selanjutnya mengelola

data dengan cara editing, yaitu kegiatan mempelajari berkas-berkas

data telah terkumpul, sehingga keseluruhan berkas itu dapat

diketahui dan dapat dinyatakan baik.

4. Lokasi dan waktu penelitian

Adapun waktu yang di tentukan dalam penelitian ini

dimulai dari Februari 2016 s/d Juni 2016. Penelitian ini di

laksanakan di kantor pusat Badan Nasional Penanggulangan

Terorisme (BNPT) di Kompleks IPSC Jl. Anyar Desa Tangkil

Sentul - Kabupaten Bogor - Provinsi Jawa Barat 16180. Emai

9

(24)

:humas@bnpt.go.id dan di Lembaga Pemasyarakatan (LP)

Cipinang yang beralamat Jalan Raya Bekasi Timur No. 170 C

Cipinang, Jakarta Telepon : 021-8612005 / 021-8615061. Email

:rutancipinang.dki@gmail.com

5. Analisis Data

Dalam hal ini penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu

penulis berusaha menggambarkan objek penelitian (StrategiBadan

Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya

Deradekalisasi Paham Keagamaan pada narapidana terorisme di

Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang dengan apa adanya yaitu

sesuai dengan kenyataan.

Adapun pedoman yang digunakan dalam teknik penulisan

skripsi ini adalah buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi Tesis, dan Desertasi)” yang diterbitkan oleh Center For Quality

Development and Assurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2007 cetakan pertama.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan penelitian ini penulis mengadakan

tinjauan pustaka terhadap beberapa skripsi yang memiliki kemiripan

judul untuk menghindari bentuk pelagiat, diantaranya:

1. Judul Skripsi : “Strategi Dakwah Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) dalam meningkatkan ibadah anggota”.

(25)

Jurusan : Manajemen Dakwah tahun 2008.

Isi pokok pembahasan : skripsi ini berisi tentang bagaimana

strategi dakwah PITI, respon anggota dan pengaruh strattegi

dakwah PITI kepada anggota. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Instrument yang

digunakan adalah wawancara dengan para pengurus PITI dan

angket untuk anggota PITI

2. Judul skripsi : “Strategi Dakwah Sanggar Budaya Betawi si Pitung Dalam Pembinaan Pemuda Si Wilayah Rawa Belong Jakarta

Barat”

Nama : Ahmad Rifqi, Nim : 106053001989

Jurusan : Manajemen Dawah tahun 2011

Isi pokok pembahasan : skripsi ini berisi tentang strategi Dakwah

Sanggay Budaya si Pitung melalui pendekatan budaya lokal dan

langkah-langkah serta pengaruh melalui metode wawancara dan

observasi kepada pengurus dan dan anggota sanggar.

Berbeda dengan karya ilmiah di atas bahwa penelitian yang

penulis lakukan berjudul “Strategi Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme Di

Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang”.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, maka penulis membagi

(26)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini mengurainkan Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG STRATEGI,

DERADIKALISASI, PEMAHAMAN AGAMA DAN

NARAPIDANA.

Tinjauan teoritis terdiri dari beberapa hal diantaranya

Pengertian Strategi, faktor-faktor, tahapan-tahapan strategi.

Selain itu juga akan membahas mengenai pengertian

deradikalisasi, proses deradikalisasi, langkah dalam

deradikalisasi agama, pengertian pehaman agama, hal-hal

yang mempengaruhi paham keagamaan, pengertian

narapidana dan macam-macam narapidana.

BAB III TINJAUAN UMUM BADAN NASIONAL

PENANGGULANGAN TERORISME (BNPT)

Pada bab ini dijelaskan profil dan sejarah latar belakang

berdirinya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

(BNPT), Struktur ogranisasi, tugas pokok dan fungsi BNPT,

sasaran strategis BNPT, tujuan, serta visi dan misi, satuan

tugas BNPT, struktur kelelmbagaan dan fungsi unit kerja

selain itu juga akan di bahas mengenai data statistik napi

(27)

BAB IV STRATEGI BNPT DALAM UPAYA DERADIKALISASI PAHAM KEAGAMAAN

Bab ini berisi tentang pelaksanaan strategi program

deradikalisasi BNPT, analisis implementasi strategi

deradikalisasi BNPT di LP Cipinang

BAB V PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan dan saran dari seluruh

pembahasan sebelumnya den sekaligus menjawab

(28)

18

A. Strategi

1. Pengertian Strategi

Pengertian Stategi Secara bahasa (Etimologi) strategi

berasal dari bahasa yunani, yaitu “Strattegeia” atau sering disebut

stratos yang berarti militer. Dalam konteks awalnya strategi diartikan

sebagai generalsshift atau suatu yang dilakukan oleh para jendral dalam membuat rencana untuk menaklukan musuh dan

memenangkan perang.1

Menurut istilah, strategi adalah proses penentuan rencana yang

disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan

strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan dirancang

untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui

pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan.2 Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia disebutkan Strategi adalah seni atau ilmu yang

menggunakan sumber daya untuk melaksanakan kegiatan tertentu.3

Dalam pengertian diatas, strategi juga dapat dipahami sebagai

suatu seni para jendral dalam menjalankan taktiknya dimedan

1

Troton PB, Marketing Strategic Meningkatkan Pangsa Pasar dan Daya Saing, (Yogyakarta: Tugu Publisher, 2008), h. 12.

2

Geoge A. Steiner, Kebijakan dan Strategi Manajemen, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1997), h.41 (Terjemahan)

3

(29)

pertempuran. Dari sudut etiologis strategi dalam sebuah organisasi

dapat diartikan yaitu sebagai suatu kiat, cara dan taktik yang

dirancang, secara sistematis dan terarah dalam melaksanakan

fungsi-fungsi organisasi.4

Pada buku Erinie Tisnawati yang berjudul pengantar

manajemen menurut Griffin (2000) strategi sebgaai rencana

komprehensif untuk mencapai tujuan organisasi. (Startegy is a Comprehensig plan for accomplishing an organization’s goals).

Tidak hanya sekedar mencapai, akan tetapi strategi juga di

maksudkan untuk mempertahankan keberlangsungan organisasi di

lingkungan dimana organisasi tersebut menjalankan aktivitasnya.5

Konsep tentang strategi ternyata dewasa ini tidak hanya

dipergunakan oleh kalangan militer, akan tetapi oleh organisasi non

militer. Dalam hal ini startegi yaitu bersinggungan dengan

masalah-masalah yang berkaitan dengan efektivitas dan efisien. Dengan

demikian strategi dalam sebuah organisasi hasruslah memanfaatkan

kemampuan organisasi dengan sedikian rupa, dengan

memperhitungkan kesempatan dan resiko, sehingga pemanfaatan

kemampuan organisasi tersebut mendatangkan efektivitas dan efisien

yang akan dicapai dalam waktu tertentu. Ciri-ciri yang tercipta dalam

4

Hadari Nawawi, Manajemen Strategi : Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan Dengan Ilustrasi Di Bidang Pendidikan, (Yogyakarta: Gajamada University Press, 2005), hal. 147.

5

(30)

pemanfaatan dana, daya dan tenaga yang sesuai dengan perubahan

lingkunganlah yang dimaksud dengan strategi.6

Menurut Syarif Usman strategi adalah kebijaksanaan dalam

upaya menggerakan dan membimbing seluruh potensi kekuatan, daya

dan kemampuan bangsa untuk mencapai kemakmuran dan

kebahagiaan.7

Sedangkan menurut Din Syamsudin mengandung arti antara

lain:

a. Rencana dan cara yang seksama untuk mencapai tujuan.

b. Seni dalam menyiasati pelaksanaan rencana atau program untuk

mencapai tujuan.

c. Sebuah penyesuaian terhadap lingkungan untuk menampilkan

fungsi dan peran penting dalam mencapai keberhasilan

bertahap.8

Menurut Fuad Amsyari Strategi adalah metode atau taktik

untuk memenangkan suatu persaingan. Persaingan yang

berbentuk pertempuran fisik untuk merebut suatu wilayah dengan

memakai senjata atau tenaga manusia. Sedangkan dalam istilah

dibidang non militer, strategi dan taktik adalah suatu cara atau

6

Sondang P. Siagian, Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Struktur Organisasi, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1994), hal. 16-17

7

Syarif Usman, Strategi pembangunan Indonesia dan Pembangunan dalam Islam, (Jakarta: Firma Jakarta, 1998), h. 60

8

(31)

teknik untuk memengkan suatu persaingan antara kelompok yang

berbeda orientasi hidupnya.9

Dari beberapa definisi diatas, penulis menyimpulkan

strategi adalah rencana yang akan dilakukan oleh suatu organisasi

dengan melalui beberapa tahap dalam penentuan strategi tersebut

sehingga strategi dapat dilakukan secara sistematis atau

merupakan proses tingkah laku yang sudah direncanakan, di

tentukan dan diarahkan kepada suatu program jangka panjang

atau jangka pendek yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas,

serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang

diharapkan oleh suatu organisasi tersebut.

2. Faktor-faktor strategi

Setiap organisasi yang berdiri sudah pasti memiliki tujuan

yang ingin dicapai. Hal ini sesuai dengan defini organisasi itu

sendiri yaitu, sekelompok orang yang terdiri dari 2 atau lebih yang

berhimpun dalam sebuah tujuan sama yang akan dicapainya.

Dalam merealisasikan tujuan tersebut biasanya beberapa organisasi

memiliki sebuah cara tersendiri yang akan dilakukan. Hal tersebut

dilakukan untuk mempermudah proses realisasi dan tujuan tersebut

dengan berbagai cara yang akan dilakukan, walaupun cara itu

buruk untuk organisasi lainnya yang biasa disebut strategi.

9

(32)

Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya akan cenderung di tentukan oleh dinamika

organisasi yang bersangkutan. Dinamika yang tercipta dalam

sebuah organisasi tersebut sejatinya disebabkan oleh adanya

interaksi baik antara organisasi dengan lingkungannya, maupun

satuan kerja dalam organisasi tersebut. Pada gilirannya interaksi

yang terjadi merupakan suatu akibat dan bukan merupakan

tuntutan dari interdepedensi yang terdapat dari organisasi dan

lingkungannya dan antara berbagai sub sistem dalam organisasi.

Bila kita cermati terdapat beberapa faktor yang turut berpengaruh dalam penyusunan strategi sebuah organisasi.

Diantara faktor-faktor yang turut andil dalam mempengaruhi

penentuan strategi adalah faktor lingkungan, baik itu yang berasal

dari dalam organisasi (internal factor) ataupun faktor lain yang berasal dari lingkungan luar organisasi itu sendiri (eksternal factor).

Dalam bukunya Prof. Sondang, P siagian mensinyalir setidaknya terdapat empat faktor dalam menetukan strategi yaitu:10

a) Faktor ekonomi

Tidak hanya dalam organisasi profit, organisasi non ptofitpun

dalam menentukan dan menerapkan strateginya pastilah

10

(33)

bergantung pada Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber

Daya Manusia (SDA) yang dimilikinya. Hal tersebut

dikarenakan program-program yang telah tersusun dalam

suatu organisasi pastilah tidak akan bisa berjalan tanpa adanya

SDM dan SDA yang mendukungnya.

Dalam hal ini faktor ekonomi menjadi hal yang paling

berpengaruh dalam penerapan strategi sutu organisasi dalam

menentukan langkahnya pastilah akan berorientasi pada

sumber daya yang ada, baik itu sumber daya yang bersifat

material maupun immaterial. Meskipun target yang akan

dicapai tinggi akan tetapi tanpa ada dukungan dari sisi materi

maka dapat dipastikan target tersebut akan sulit terealisasi.

b) Faktor politik

Politik yang sedang hangat terjadi baik dalam lingkungan

internal organisasi maupun di luar organisasi turut pula

berpengaruh pada strategi yang diterapkan pada suatu

organisasi.Politik yang mempengaruhi penetapan strategi

dalam suatu organisasi ketika tidak disikapi dalam

kemashlahatan bersama dalam pencapaian tujuan organisasi

dapat membawa dampak buruk terhadap organisasi yang

bersangkutan.

Organisasi bisa jadi dimanfaatkan oleh segelintir orang

(34)

pribadinya.Sebagai suatu contoh “gap” yang terjadi antara

personal anggota dalam suatu organisasi dikarenakan

perbedaan politik, maka sudah pasti strategi yang sudah

dirancangkan kurang bisa terlaksana seperti apa yang menjadi

tujuan organisasi tersebut.

c) Faktor dari implikasi kebijakan pemerintah

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang berlaku bagi suatu

negara tentunya berimbas pula pada semua lini kehidupan tak

terkecuali sebuah organisasi.Hal demikian dikarenakan

peraturan yang ditetapkan oleh suatu pemerintah wajib

dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat, dan hal inilah

yang turut pula mewarnai dalam strategi yang diterapkan pada

suatu organisasi.

d) Faktor teknologi

Teknologi sebagai sebuah sarana yang dimiliki oleh sebuah

organisasi, tentunya akan mendukung penetapan strategi yang

lebih baik dibandingkan dengan organisasi yang masih

menggunakan data manual. Begitupula berlaku bagi suatu

organisasi yang masih menggunakan peralatan seadanya,

tentunya target dari strategi yang dihasilkan akan bergantung

dari sarana dan prasarana yang mendukungnya. Organisasi

(35)

memungkinkan menerapkan strategi dengan teknologi yang

telah ada.

Dari faktor-faktor yang tersebut diatas, tentunya kita

mengetahui bahwa strategi yang diterapkan pada suatu organisasi

adalah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya, baik itu

lingkungan dalam maupun lingkungan luar organisasi.

3. Tahapan-tahapan strategi

Dalam menentukan suatu strategi maka di butuhkan proses

dan tahapan-tahapan yang jelas sehingga dalam penentuan strategi

di tidak salah dalam menentuakan langkah yang tepat pada

penentuannya.

Strategi juga melalui tiga tahap dalam prosesnya, secara

garis besar strategi melalui tiga tahapan, yaitu:11

a) Perumusan strategi

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah merumuskan

strategi yang akan dilakukan. Sudah termasuk didalamnya

adalah pengembangan tujuan, mengenai peluang dan ancaman

eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan secara

internal, menetapkan suatu objektifitas, menghasilkan strategi

alternatif, dan memilih strategi untuk dilaksanakan. Dalam

perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk

11

(36)

memutuskan. Memperluas, menghindari, atau melakukan

suatu keputusan dalam proses kegiatan.12

b) Implementasi strategi

Setelah kita memutuskan dan memilih strategi yang telah

ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan

strategi yang telah ditetapkan tersebut.Dalam tahap

pelaksanaan strategi yang telah dipilih sangat membutuhkan

komitmen dan kerjasama dari seluruh unit, tingkat dan anggota

organisasi.

c) Evaluasi strategi

Tahap akhi dari strategi adalah evaluasi, strategi ini

diperlukan karena keberhasilan yang telah dicapai dapat

diukur kembali untuk menetapkan tujuan berikutnya.Evaluasi

menjadi tolak ukur untuk strategi yang dilaksanakan kembali

untuk sebuah organisasi dan evaluasi sangat diperlukan untuk

memastikan sasaran yang dinyatakan telah dicapai.

Penerapan strategi suatu organisasi merupakan suatu proses

yang dinamis, agar terjadinya keberlangsungan dalam

organisasi. Tahapan tersebut secara garis besar adalah sebagai

berikut:

d) Analisis lingkungan

12

(37)

Analisis lingkunngan merupakan proses awal menetapkan

strategi yang bertujuan untuk mengidentifikasi sesuatu yang

mempengaruhi kinerja lingkungan organisasi.

Secara garis besar analisis suatu organisasi mencakup dua

komponen pokok yatiu analisis lingkungan internal dan

analisis lingkungan eksternal. Adapun proses ini dikenal

dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Oportunity, Thteats).

B. Radikalisme

1. Pengertian dan Ciri Radikalisasi

Secara epitimologi radikalisasi merupakan serapan dari

bahasa latin yaitu “radix”yang berarti akar. Dalam kamus politik radikal di artikan amat keras menuntut perubahan yang

menyangkut undang-undang dan ketentuan pemerintah. 13

Eko Endrarmoko dalam bukunya menjelaskan arti radikal

sinonim dengan fundamental, mendasar, primer, esensial,

ekstrim, fanatik, keras, reaksioner, revolusioner, progresif, liberal,

reformis dan seterusnya.14

Pada awalnya istilah radikalisme justru diintrodusi dari

tradisi Barat, terutama yaitu dikalangan keagamaan. Kristen

13

B.N. Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 462

14

(38)

protestan AS pada tahu 1960-an. Dalam perkembangannya,

seperti yang telah disampaikan oleh Roger Graudy yang

merupakan filosof dari Prancis menyatakan, bahwa radikalisme

tidak berkisar hanya pada paham keagamaan, akan tetapi istilah

tersebut telah menjelma dalam kehidupan sosial, politik dan

budaya. Dengan demikian berarti, setiap idelogi atau pemikiran

yang mempunyai dampak negatif (side effect) yang dapat membawa seseorang menjadi militan dan fanatik maka hal

tersebut dapat dikategorikan dalam radikalisme.15

Radikalisme merupakan suatu paham yang menghendaki

adanya perubahan, pergantian dan penjebolan suatu sistem di

masyarakat sampai keakarnya. Radikalisme menginginkan

adanya perubahan secara total terhadap suatu kondisi atau semua

aspek kehidupan masyarakat.

Dengan demikian cakupan dari istilah radikalisme ini

tergantung dari mana kita melihat dan mengkajinya, yang dalam

penelitian ini yaitu penulis membatasi radikalisme dalam bentuk

agama yang dalam hal ini yang dimaksud adalah agama Islam.

Pada hakikatnya paham radikalisme pada suatu agama

adalah tidak merupakan suatumasalah yang menjadi momok dan

menakutkan, selama masih dalam koridor pemikiran (ideologi)

15

(39)

para pengikutnya.Akan tetapi ketika ideologi tersebut telah

menggeser dan menjelma menjadi gerakan-gerakan yang

menimbulkan keresahan, kekerasan dan masalah lain, yang dapat

menggangu stabilitas masyarakat dan memporak porandakan

tatanan yang sudah ada, maka disinilah radikalisasi agama yang

timbul perlu mendapatkan perhatian bersama. Hal tersebut

dikarenakan, fenomena-fenomena sebagaimana disebutkan akan

dapat menyebabkan suatu konflik, dikarenakan perbedaan

persepsi dan pemahaman terhadap nilai-nilai agama. Bahkan

pada level yang lebih tinggi dapat memunculkan kekerasan antara

dua kelompok yang berbeda paham tersebut.

Umat beragama islam, dalam kasus ini merupakan

kelompok yang sering merespon globalisasi secara emosional dan

reaksioner, sehingga menempatkan Islam seakan-akan

bertabrakan dengan kondisi perkembangan yang selalu terjadi di

tengah masyarakat. Respom reaksioner umat Islam sering kali

diperlihatkan dalam “wajah Islam” yang tidak santun, yakni

radikal dan penuh dengan kekerasan.16

Ketika agama telah memasuki ranah ideologi, maka ketika

iyu agama telah menjadi bagian dari kebenaran yang harus

dipertahankan dan diperjuangkan dengan berbagai cara termasuk

cara-cara yang hakikatnya “melawan” teks agama itu sendiri.

16

(40)

Perusakan, pembakaran, penghancuran dan pengeboman atas

nama agama yang dilakukan dengan mengucapkan takbir (Allahu Akbar) adalah sekelumit kisah tentang wajah agama dengan

tafsirnya yang keras, radikal atau fundamental.17

Melihat pengertian radikalisme yang telah di deskripsikan

diatas, Rubaidi yang mengadopsi istilah Martin E. Marty,

mensinyalir radikalisme agama memiliki ciri sebagai berikut:18

Pertama, fundamentalisme, menurutnya hal ini dilakukan

sebagai gerakan perlawanan yang banyak kasus biasanya

dilakukan secara radikal, yang demikian merupakan respon dari

ancaman yang mereka sinyalir dapat mengganggu eksistensi dari

agama mereka, adalah seperti modernisasi, sekuralisasi, serta

tatanan nilai barat lainnya. Adapun acuan yang digunaka oleh

mereka adalah bersumber dari kitab suci mereka.

Dengan demikian, gerakan perlawanan yang dilakukan

aktivis gerakan Islam fundamentalis sejatinya merupakan

tindakan subjektif-individual, yang dibangun berdasarkan

nilai-nilai kolektif yang berkembang dalam sebuah gerakan. Tindakan

subjektif yang dimaksud dapat berupa tindakan nyata yang

diarahkan kepada pihak tertentu atau agama lain maupun

17

Nur Syam, Tantangan Indonesia Dari Radikalisme Menuju kebangsaan, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), h. 132

18

(41)

tindakan yang bersifat membatin dan sangat subjektif baik berupa

pengetahuan, pemahaman, maupun persepsinya.19

Kedua, penolakan terhadap hermeutika.Hal ini dapat

dipahami bahwa kaum radikal menolak terhadap sikap kritis teks

agama dan segala bentuk interpretasinya. Teks-teks Al-Qur’an hanya dimaknai apa adanya. Kitab suci dimaknai adanya tanpa

mempertimbangkan rasionalitas (nalar) dan sabab nuzul ayat, sehingga dalam implementasinya mereka hanya mengandalkan

Al-Qur’an secara literal, sesuai dengan apa yang tertera tanpa adanya pertimbangan akal.

Ketiga, penolakan terhadap adanya pluralisme dan

relativisme.Bagi kaum radikal plurisme merupakan pemahaman

yang keliru terhadap teks-teks kitab suci.Intervensi nalar tehadap

Al-Qur’an dan perkembangan sosial di masyarakat yang telah lepas dari kendali agama, serta pandangan yang tidak sejalan

dengan kaum radikalis adalah potret dari bentuk relativisme

keagamaan yang ada.

Keempat, penolakan terhadap perkembangan historis dan

sosiologis.Perkembangan ini dinilai oleh kaum radikalis sebagai muara ketidaksesuaian dalam keberagamaan, mereka menilai

bukan Al-Qur’an yang harus mengikuti nalar, tetapi akalah yang

19

(42)

seharusnya tunduk dan patuh terhadap semua nilai-nilai

Al-Qur’an dalam menginterpretasi nilai-nilai agama.

2. Proses dan Faktor Radikalisasi

Terbentuknya radikalisme dicapai melalui proses radikalisi

dimana terdapat tiga aspek yang memiliki peranan penting

selama proses tersebut berlangsung, yaitu:

a. Proses individu

Radikalisasi dipandang sebagai suatu proses pencarian

identitas bagi individu (anak muda pada umumny). Bagi anak

muda, pencarian identitas merupakan bagian dari proses

mendefinisikan hubungan seseorang dengan dunia.

b. Dinamika interpersona

Radikalisasi memerlukam diamika interpersonal dengan

aktor-aktor lain untuk merangsang dan mempengaruhi proses

pemahaman atau pemikiran individu yang menjadi target

radikalisme.

(43)

Narasi dan kosakata politik organisasi keagamaan yang

memiliki pengaruh besar dilingkungan masyarakat dapat menjadi

masukan narasi bagi kelompok-kelompok radikal.20

Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan munculnya

radikalisme di kalangan kaum muda dalam beragama,

diantaranya:

a. Kesehatan mental

Menurut Michael McCullough daqn Timothy Smith

dalam Zuly Qodir, kesehatan mental yang ada pada diri kaum

muda sebagai posisi yang sangat rentan, sehingga kaum muda

mudah mengalami guncangan jiwa (depression) yang disebabkan

oleh berbagai faktor dalam hidup.21

b. Ekonomi yang timpang

Kesenjangan ekonomi yang selama ini terjadi akan

dengan mudah menciptakan kemarahan sosial. Jika keadilan

ekonomi ini terus berlangsung dan menimpa sebagian masyarakat

kecil, dan mereka mentransformasikan kepada generasi muda

maka dengan mudah dapat digerakan untuk melakukan

perlawanan atas ketidakadilan ekonomi yang sistematik.22

20

Ady Sutio, “Radikalisme Keagamaan dan Terorisma”, Academia edu Ferbuari 2014,

https://www.academia.edu/7242507/Radikalisme_Keagamaan_dan_Terorisme diakses pada 25 April 2016, pukul 15.35 WIB

21

Zuly Qadir, Radikal Agama di Indonesia,…h. 91 22

(44)

c. Kondisi sosial politik yang berpengaruh pada adanya

perubahan perilaku dan bentuk organisasi keagamaan.

Menurut Pieter Bayer dalam Zuly Qodir, memberikan

penjelasan bahwa sekarang dan mendatang karena perubahan

kebijakan politik dunia, sebagai bagian dari politik globalisasi

akan menimbukan perubahan-perubahan dalam pola (bentuk) dari

sikap keagamaan dan pengorganisasian keagamaan.

Perubahan-perubahan masyarakat akan berpengaruh pada sikap dan

pandangan keagamaan seseorang dan kelompok dalam menyikapi

globalisasi yang kadang tidak menguntungkan kelompok yang

lebih besar, tetapi menguntungkan kelompok kecil sebagai

pemilik modal besar dan pembuat kebijakan global.23

Globalisasi politik kemudian menumbuhkan apa yang

dinamakan situasi baru dalam masyarakat, menumbuhkan

berbagai variasi dalam masyarakat yang kadang menjadi friksi

(distinction) yang bersifat contensted antara satu kelompok

dengan kelompok lainnya. Disinilah globalisasi politik kemudian

secara nyata menumbuhkan religio-political movement, termasuk

dikalangan kaum muda yang masih labil secara ekonomi dan

emosi.

d. Religious commitment dari pemahaman keagamaan.

23

(45)

Kepastian-kepastian orang dan kelompok yang hidup

menjadi tuntutan yang nyaris selalu hadir.Terdapat banyak alasan

mengapa orang menhendaki kepastian-kepastian dalam

hidup.Ketidakpastian hidup kemudian diakhiri dengan „jalan pintas’ kepastian beragama yang dikenal dengan jihad.Disinilah

kaum muda sering kali menjadi sasaran kaum jihadis yang

memaknai jihad adalah perlawanan dengan kekerasan dan perang

fisik.Kaum muda dapat tergiur karna alasan religious

commitment yang di kostruksika adalah sebagai pembela

keadilan Tuhan dimuka bumi, dan yang membelanya adalah

pahlawan agama yang mendapat tempat mulia di sisi Tuhan.24

C. Deradikalisasi

1. Pengertian Deradikalisasi

Deradikalisasi berasal dari bahasa inggris deradicalization

dengan dasar kata radical, mendapat awalan de yang memiliki arti

opposite, reverse, remove, reduce, get off, (kebalikan atau

membalik). Mendapat imbuhan akhir –isasi- dari kata –ize, yang berarti cause to be of resemble adopt or spread the manner of

activity or the teaching of (suatu sebab untuk menjadi atau menyerupai, memakai atau penyebaran cara atau mengajari).

24

(46)

Secara sederhana deradikalisasi dapat dimaknai suatu proses atau

upaya untuk menghilangkan radikalisme.25

Secara lebih luas, deradikalisasi merupakan segala upaya

untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan

interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama dan sosial budaya

bagi merekayang dipengaruhi paham radikal dan/atau pro

kekerasan. Sedangkan dalam konteks terorisme yang muncul

akibat paham keberagamaan radikal, deradikalisasi dimaknai

sebagai proses untuk meluruskan pemahaman keagamaan yang

sempit mendasar, menjadi moderat, luas dan komprehensif. 26

2. Proses dan langkah dalam deradikalisasi agama

Radikalisasi agama yang kian menggejala saat ini, adalah

tidak bisa terlepas dari apa yang dinamakan dengan “politik identitas”. Adanya eksistensi dan gejala imprealisme global

melalui sikap Barat, khususnya kebijakan politik Amerika dalam

merancang bangun perpolitkan dunia dengan memperlakukan

dunia Islam secara hegemonik.

Mengutik tulisan Afandi Muchtar dalam judul

“Deradikalisasi Lunak” yang di muat di harian REPUBLIKA, 16

November 2011, Ahmad Shidqi mengungkapkan, proses

25

Petrus Reindard Golose, Deradikalisasi Terorisme, Soul Approach Dan Menyentuh Akar Rumput, (Jakarta: Yayasan Pengembangan Ilmu Kepolisian, 2009), h. 62

26

(47)

deradikalisasi hendaknya dilakukan tidak hanya melibatkan aparat

saja, akan tetapi juga harus melibatkan tokoh masyarakat dan

lembaga-lembaga yang ada. Menurut strategi deradikalisasi agama

yang diterapkan harus mengacu pada tiga langkah strategi yaitu:

langkah Prevention (pencegahan), rehabilitation (rehabilitasi), dan

aftercare (pembinaan pasca pelepasan). Dalam tulisannya

“Deradikalisasi Melalui Pesantren” ia menyebutkan langkah

tersebut dapat diaplikasikan sebagai berikut:27

Pertama, pencegahan. Hal tersebut dapat dilakukan antara aparat bekerjasama dengan para Ulama atau pengasuh pesantren.

Hal tersebut mengingat jumlah pesantren yang banyak di

Indonesia.

Kedua, rehabilitasi dan pasca pembinaan (aftercare), kyai

dengan pesantren yang dimilikinya dinilai sebagai tempat yang

cukup strategis bagi rehabilitasi dan pembinaan bagi rehabilitasi

muda untuk menuntut ilmu dan mengarahkan mereka dari praktik

keagamaan yang menyimpang.

Perlu kita fahami bahwa deradikalisasi merupakan strategi

penanganan kontra radikal, konsep pribumisasi Islam yang

digagas oleh KH. Abdurahman Wahid yang mempunyai

nilai-nilai deradikalisasi yang dimaksud, menurutnya gagasan

27

Ahmad Shidqi, dalam “Deradikalisasi melalui Pesantren” diakses dari

(48)

pribumisasi Islam adalah dimaksudkan untuk mencairkan pola dan

karakter Islam sebagai prilaku normatif, praktik keagamaan yang

kontekstual dan akomodasi ajaran agama Islam kedalam nilai-nilai

budaya.28 Oleh Imdadun Rahmat dalam “Islam

PribumiMendialogkan Agama Membaca Realitas”, Syarif

mengemukakan lima gagasan dalam pribumisasi Islam yaitu:29

Pertama, Kontekstual, yaitu Islam dipahami sebagai ajaran yang terkait zaman dan tempat. Ini berarti Islam adalah suatu

agama yang dinamis, terus memperbaharui diri, dan respon

terhadap perubahan zaman, serta lentur dan mampu berdialog

dengan kondisi masyarakat yang berbeda untuk melakukan

adaptasi kritis, sehingga Islam bisa dinilai sebagai ajaran yang

shahih li kulli zaman wa al makan (relevan dengan perkembangan

zaman dan tempat).

Kedua, Toleran, sikap toleran dalam beragama dan toleran terhadap perbedaan penafsiran dapat menumbuhkan kesadaran

untuk bersikap. Hal tersebut dikarenakn konteks dan kultur

keindonesiaan yang plural, menuntut pula pengakuan tulus bagi

kesedrajatan terhadap agama-agama lain.

Ketiga, Menghargai tradisi, disini suatu etika hendaknya mengacu pada zaman Rasul. Islam dibangun diatas penghargaan

28

Syarif Hidayatullah, Islam Isme-Isme, Aliran dan Paham Islam di indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 50

29

(49)

pada tradisi lama yang baik, karena sesungguhnya Islam tidak

memusuhi tradisi lokal melainkan tradisi tersebut dijadikan

sebagai sarana dakwah Islam.

Keempat, Progresif, dengan perubahan terhadap praktik keagamaan dimana ia berada. Islam berarti harus siap dan lapang

dada menerima tradisi pemikiran orang lain kendatipun berasal

dari Barat.

Kelima, Membebaskan, disini Islam sebagai suatu agama

yang dapat menjawab problematika kemanusiaan yang ada secara

universal tanpa membedakan agama dan etnik. Dengan semangat

pembebasan tersebut, sebagai agama yang rahmatan lil a’lamin Islam harus siap melawan penindasan, kemiskinan,

keterbelakangan anarki sosial, dan lain sebagainya.

D. Pemahaman agama

1. Pengertian pemahaman agama

Pemahaman menurut Sadiman adalah suatu kemampuan

seseorang untuk mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau

menyatakan sesuatau dengan caranya sendiri tentang pengetahuan

yang pernah di terimanya. 30

30

(50)

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia pemahaman adalah

suatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar.31

Suharsimi menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah

bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduka

(estimate), menerangkan, memperluas, menyimpulkan,

menggeneralisasikan, memberikan contoh, menulis kembali dan

memperkirakan.32 Dengan pemahaman, siswa diminta untuk

membuktikan bahwa ia memahami hubungan diantara fakta-fakta

atau konsep.

Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian inti

dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari

masyarakat yang bersangkutan33 mendefinisiikan agama sebagai

seperangkat kepercayaan atau aturan yang pasti untuk

membimbing manusia dalam tindakannya terhaap Tuhan, orang

lain, dan terhadap dirinya sendiri.

Defini tersebut memberikan pemahaman adanya hubungan

manusia dengan tuhan dan juga hubungan antara manusia dengan

sesamanya yang secara umum meliputi berbagai aspek kehidupan.

Fungsi paling mendasar dan universal dari semua agama adalah

bahwa agama memberikan orientasi dan motivasi serta membantu

31

Amran Ys Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), Cet V, h. 427-428.

32

Suharsimi Arkunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi aksara, 2009), h. 118.

33

(51)

manusia mengenal sesuatu yang bersifat sakral. Lewat pengalaman

beragama (religious experience) yakni penghayatan terhadap tuhan atau agama yang diyakininya.

Agama merupakan sistem yang mencakup cara bertingkah

laku dan berperasaan yang bercorak khusus dan merupakan sistem

kepercayaan yang juga bercorak khusus. Agama berkeyakinan

bahwa ada sejenis dunia spiritual yang mengajukan tuntutan

terhadap perilaku, cara berfikir, dan perasaan kita.

Agama dapat mempengaruhi sikap praktis manusia

terhadap berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari.34 Ia dipandang

sebagai jalan hidup yang dipegang dan di warisi secara turun

menurun oleh masyarakat manusia. Agar hidup mereka menjadi

damai, tertib dan tidak kacau, yang menjadi unsur agama ialah:

1) Pengakuan bahwa adanya alam gaib yang menguasai dan

mempengaruhi kehidupan manusia.

2) Keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung

pada adanya hubungan baik antara manusia dan kekuatan

gaib.

3) Sikap emosional pada hati manusia terhadap kekuatan gaib,

seperti sikap takut, hormat, cinta, harap, pasrah dan

lain-lain.

34

(52)

4) Tingkah laku tertentu yang dapat diamati seperti sholat,

iman, Islam dan Ihsan. Islam (Al Islam) tidak absah tanpa Iman (Al Iman), dan Iman tidak sempurna tanpa Ihsan (Al Ihsan).

Sebaliknya, Ihsan akan mustahil tanpa iman dan Iman juga tidak

mungkin tanpa tanpa ada inisial Islam. Iman, Islam, Ihsan

merupakan pilar/pokok (rukun dalam beragama dan dipahami

sebagai sebuah sistem ajaran demi tegaknya ajaran Islam.35

Antara Iman, Islam dan Ihsan ketiganya tidak bisa

dipisahkan oleh manusia di dunia ini, kalau diibaratkan hubungan

antara ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi yang sisi satu

dengan sisi lainnya berkaitan erat. Segitiga tersebut tidak akan

terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling mengait. Jadi manusia

yang bertaqwa harus bisa meraih dan menyeimbangkan anatara

Iman, Islam dan Ihsan.36

35

Nur Cholis Madjid, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, (Jakarta: Penerbit Yayasan Paramadina, 2005), hal. 23

36

Marhamah,H., Lc., MA., Kuliah Ibadah dan

(53)

E. Narapidana

1. Pengertian Narapidana

Berdasarkan ketentuan pasal 1 nomor 7 UU

Pemasyarakatan menentukan bahwa narapidana adalah terpidana

yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga

Pemasyarakatan.

Narapidana adalah orang-orang yang sedang menjalani

sanksi kurungan atau sanksi lainnya, menurut

perundang-undangan. Pengertian narapidana menurut kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani

hukuman) karena tindak pidana.37

Dengan demikian pengertian narapidana adalah seseorang

yang melakukan tindak kejahatan dan telah menjalani persidangan,

telah di vonis hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu

bangunan yang disebut penjara.

Narapidana secara umum adalah orang yang kurang

mendapat perhatian, baik dari masyarakat maupun dari

keluarganya. Sebab itu ia memerlukan perhatian yang cukup dari

petugas Rutan, untuk dapat memulihkan rasa percaya diri.

37

(54)

Perhatian dalam pembinaan, akan membawa banyak

perubahan dalam diri narapidana, sehingga akan sangat

berpengaruh dalam merealisasikan perubahan diri sendiri.

2. Hak-hak Narapidana

Mengenai hak-hak narapidana diatur dalam ketentuan pasal 14

ayat (1) UU Pemasyarakatan, yang menyebutkan bahwa:

Narapidana berhak:

a. Melakukan ibadah sesuai dengan Agama atau

kepercayaannya.

b. Mendapat perawat, baik perawat jasmani maupun rohani.

c. Mendapat pendidikan dan pengajaran.

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang

layak.

e. Menyampaikan keluhan.

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media

massa lainnya dan tidak di larang.

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang

dilakukan.

h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum atau orang

tertentu lainnya.

(55)

j. Mendapatkan kesempatan berasimilisasi termasuk cuti

mengunjungi keluarga.

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat.

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas.

m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan

(56)

46

TINJAUAN UMUM TENTANG BNPT

A. Sejarah BNPT

Badan Nasional penanggulangan terorisme selanjutnya disebut

BNPT, merupakan lembaga pemerintah nonkementrian (LPNK) di

Indonesia yang mempunyai tugas dari pemerintah untuk melakukan

penanggulangan terorisme.1

Berdirinya BNPT tidak bisa dilepaskan dari peristiwa bom Bali I

pada 12 Oktober 2002. Selaku orang nomor saru di negeri ini, Megawati

segera mengeluarkan instruksi presiden nomor 4 tahun 2002 pasca

terjadinya peledakan bom yang menewaskan lebih kurang 200 orang

tersebut. Presiden tersebut memberikan mandat kepada Menkopolkam

(Mentri Koordinator Bidang Politik dan keamanan) yang saat itu dijabat

oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membuat kajian dan

strategi nasional penanggulangan terorisme.2

Segera setelah memperoleh mandat Menkopolkam membentuk

Desk Koordinasi Pemberantas Terorisme (DKPT) berdasarkan keputusan

Menteri Nomor : Kep-26/Menko/Polkam/11/2002. DKPT mempunyai

tugas untuk membantu Menkopolkam dalam merumusakan kebijakan bagi

pemberantasan tidak pidana terorisme, meliputi aspek penangkalan,

pencegahan, penanggulangan, penghentian penyelesaian dan segala

1

Tugas tersebut berdasarkan pasal 2 dalam peraturan presiden nomor 46 tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

2

(57)

tindakan hukum yang diperlukan.Serta menunjuk Dirj. Pol Drs. Ansyaad

Mbai, MM sebagai ketua DKPT.

Pada tanggal 21 Agustus 2009, dalam rapat kerja komisi I DPR

dengan Menkopolkam, DPR merumuskan beberapa keputusan dan

rekomendasi, yakni :

a. Mendukung upaya pemerintah dalam penanggulangan dan

memberantas terorisme.

b. Terorisme adalah kejahatan manusia luar biasa yang harus dijadikan

musuh bersama.

c. Upaya meningkatkan kapasitas dan keterpaduan penanggulangan

terorisme, agar meningkatkan peran masyarakat.

d. Merekomendasi kepada pemerintah untuk membentuk suatu “badan”

yang berwenang secara operasional melakukan tugas

pemberantasan/penanggulangan terorisme.

e. Menerbitkan regulasi sebagai elaborasi UU No. 34/2004 tentang TNI

dan UU No. 2/2002 tentang Polri, untuk mengatur ketentuan lebih rinci

tentang “Rule Of Engagment” (aturan perlibatan) TNI, terkait tugas Operasi Militer selain perang, termasuk aturan perlibatan TNI dalam

mentgatasi terorisme dan tugas perbantuan TNI terhadap Polri.

Berdasarkan rekomendasi Komisi I DPR tersebut dan assesment

terhadap dinamika terorisme, maka pada tanggal 16 Juli 2010 Presiden

Republk Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor. 46 tahun

Gambar

Gambar 1. Kantor BNPT tampak dari depan
Gambar 6. Berfoto bersama kepala BNPT dan jajaran staff BNPT

Referensi

Dokumen terkait

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK (Studi Kasus Di Badan Amil Zakat Nasional/BAZNAS

Terima kasih kepada Tuhan, karena atas rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “UPAYA LEMBAGA PEMASYARAKATAN PURWOKERTO DALAM MEMENUHI

Sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya tulis/ skripsi ini yang berjudul “Pelaksanaan Program Kerja Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan

Skripsi ini yang berjudul “Pendistribusian Zakat Untuk Penanggulangan Wabah Covid-19 Dalam Perpsektif Yusuf Qardawi (Studi di Badan Amil Zakat Nasional Kuningan)”,

Lepas dari khilaf dan segala kekurangan, penulis merasa sangat bersyukur telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Pinjaman Tanpa Jaminan pada Badan Amil