• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Dan Kontribusi Usaha Penggemukan Sapi Pedaging Terhadap Pendapatan Rumahtangga Di Desa Janggan, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Dan Kontribusi Usaha Penggemukan Sapi Pedaging Terhadap Pendapatan Rumahtangga Di Desa Janggan, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN KONTRIBUSI USAHA

PENGGEMUKAN SAPI PEDAGING TERHADAP

PENDAPATAN RUMAHTANGGA DI DESA JANGGAN

KECAMATAN PONCOL KABUPATEN MAGETAN

LESTARININGSIH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Dan Kontribusi Usaha Penggemukan Sapi Pedaging terhadap Pendapatan Rumahtangga di Desa Janggan, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Lestariningsih

(4)

ABSTRAK

LESTARININGSIH.

Analisis Pendapatan dan Kontribusi Usaha

Penggemukan Sapi Pedaging terhadap Pendapatan Rumahtangga di Desa Janggan, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan. Dibimbing oleh UJANG SEHABUDIN.

Kabupaten Magetan merupakan salah satu daerah pengembangan usaha penggemukan sapi pedaging di Jawa Timur. Salah satu daerah yang menjadi daerah pengembangan di Kabupaten Magetan yaitu di Kecamatan Poncol, Desa Janggan. Kebutuhan akan daging sapi semakin meningkat yang menyebabkan usaha penggemukan daging sapi juga semakin berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur biaya dan pendapatan usaha penggemukan sapi pedaging, menganalisis pendapatan rumah tangga peternak sapi pedaging, menganalisis kontribusi pendapatan dari usaha penggemukan sapi pedaging terhadap pendapatan rumahtangga peternak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan usahaternak, analisis pendapatan rumahtangga peternak, dan analisis kontribusi usahaternak terhadap pendapatan rumahtangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar pendapatan usaha penggemukan sapi pedaging atas biaya tunai sebesar Rp 33 233 718,03 per peternak per tahun. Pendapatan usaha penggemukan sapi pedaging atas biaya tunai menunjukkan bahwa usaha tersebut menguntungkan secara ekonomi dilihat dari nilai R/C lebih dari satu sebesar 1,79. Rata-rata total pendapatan rumahtangga peternak sapi pedaging per tahun di Desa Janggan sebesar Rp 88 724 289,45 per peternak per tahun. Tingkat kontribusi usahaternak, usahaternak sapi pedaging di Desa Janggan tergolong sebagai cabang usaha karena tingkat kontribusi usahaternak sapi pedaging sebesar 37,46%.

(5)

ABSTRACT

LESTARININGSIH. The Analysis of Income and Contribution of Income of the Fattening of Cattle to Income Household in Janggan Village, Poncol Sub District, Magetan District. Supervized by UJANG SEHABUDIN

Magetan is one area of beef cattle development in East Java . Districts Poncol is the one area that became regional development in Magetan. Demand for beef has increased which led to fattening beef cattle is also growing . This study aims to analyze the cost and revenue structure of the cattle business , analyzing household income of fattening beef cattle, analyze the contribution of income from the cattle business to the household income of farmers. The method used in this research is the analysis of farm business income , household income beef farmer analysis, and analysis of business contribution of livestock to

household income. The results showed that cattle business income was Rp 33 233 718,03 per year. The cattle business income indicates that the farming

economically advantageous showed the R/C is more than one at 1,79 . The total average household income per year beef cattle farmer in the village of Janggan of Rp 88 724 289,45. Farming contribution level, cattle business in the Village Janggan classified as a affiliate business as the level of contribution the cattle business for 37,46% .

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS PENDAPATAN DAN KONTRIBUSI USAHA

PENGGEMUKAN SAPI PEDAGING TERHADAP

PENDAPATAN RUMAHTANGGA DI DESA JANGGAN

KECAMATAN PONCOL KABUPATEN MAGETAN

LESTARININGSIH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan dan Kontribusi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Pedaging terhadap Pendapatan Rumahtangga di Desa Janggan, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan

Nama : Lestariningsih NIM : H44090031

Disetujui oleh

Ir. Ujang Sehabudin, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah usaha penggemukan sapi pedaging, dengan judul Analisis Pendapatan dan Kontribusi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Pedaging terhadap Pendapatan Rumahtangga di Desa Janggan, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Ayahanda tercinta (Sakirin), Ibunda tercinta (Warjito), serta keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan do’a yang tak pernah putus kepada penulis.

2. Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, insprirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail M.Agr dan Asti Istiqomah SP. M.Si selaku penguji skripsi

4. Pihak Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magetan, Dinas Pertanian Kabupaten Magetan, petugas kantor Kecamatan Poncol (Pak Lanjariyanto), Kepala Desa Janggan (Pak Mariyono) yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi.

5. Teman satu bimbingan, (Faithy, Willy, Mufqi, Gugat, Debby) atas dukungan, saran, kritik, dan lainnya selama menjalani proses pembuatan skripsi hingga selesai.

6. Putri, Yuni, Nissa, Laila, Sarah, Nurul Silmi dan seluruh sahabat ESL 46 atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.

7. Indah, Icha, Lila, Lilla, Hecha, Awit, Yeyen, Septi atas kebersamaan, semangat dan motivasinya.

8. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidikan Departemen ESL yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Usaha Peternakan ... 6

2.3 Usaha Penggemukan Sapi Pedaging ... 6

2.4 Bangsa-bangsa Sapi Pedaging ... 9

2.4.1 Sapi Peranakan Ongole (PO) ... 9

2.4.2 Sapi Simmental ... 10

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 19

3.1.1 Struktur Biaya Usahaternak ... 19

3.1.2 Analisis Pendapatan ... 19

3.1.3 R/C Rasio ... 20

3.1.4 Analisis Pendapatan Rumahtangga ... 21

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 22

IV METODE PENELITIAN ... 25

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 25

4.3 Metode Pengambilan Contoh ... 25

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 26

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 26

4.4.2 Analisis Pendapatan Usahaternak ... 27

4.4.3 Rasio R/C ... 27

4.4.4 Analisis Pendapatan Rumahtangga Peternak Sapi Pedaging ... 28

(14)

5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian ... 30

5.2 Potensi Peternakan di Lokasi Penelitian ... 32

5.4 Karakteristik Peternak ... 35

5.4.1 Usia ... 35

5.4.2 Tingkat Pendidikan ... 35

5.4.3 Jumlah Tanggungan Keluarga ... 37

5.4.4 Pengalaman Beternak ... 37

5.4.5 Jenis Pekerjaan di Luar Beternak Sapi Pedaging ... 37

5.5 Kepemilikan Ternak Sapi Pedaging Responden ... 38

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

6.1 Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Pedaging ... 40

6.1.1 Sistem Perkandangan ... 40

6.1.2 Teknik Pemberian Pakan ... 42

6.1.3 Penanganan Penyakit ... 43

6.1.4 Tenaga Kerja ... 44

6.1.5 Pemasaran Sapi Pedaging ... 45

6.3 Analisis Struktur Biaya Usahaternak Sapi Pedaging ... 46

6.3.1 Bakalan Sapi ... 47

6.3.2 Pakan ... 48

6.3.3 Tenaga Kerja ... 49

6.4 Struktur Biaya Penggemukan Sapi Pedaging ... 51

6.4 Penerimaan Usahaternak Sapi Pedaging ... 52

6.5 Pendapatan Rumahtangga Peternak Sapi Pedaging ... 56

6.6 Kontribusi Usaha Penggemukan Sapi Pedaging ... 57

6.6.1 Kontribusi usaha penggemuakan sapi pedaging terhadap pendapatan rumahtangga peternak sapi pedaging ... 59

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 61

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor ... Halaman

1 Statistik konsumsi daging Indonesia tahun 2005-2010... 2

2 Populasi sapi pedaging indonesia tahun 2007 - 2012 ... 3

3 Ringkasan hasil penelitian terdahulu ... 17

4 Kerangka sampel ... 26

5 Matriks metode analisis data ... 26

6 Perhitungan analisis pendapatan ... 27

7 Tipologi usahaternak sapi berdasarkan kontribusi usaha ... 29

8 Penggunaan lahan di desa janggan... 31

9 Populasi ternak di Kabupaten Magetan tahun 2012 ... 32

10 Populasi ternak sapi pedaging di Kabupaten Magetan ... 33

11 Jumlah penduduk desa Janggan menurut pendidikan tahun 2012 ... 34

12 Jumlah penduduk Desa Janggan menurut mata pencaharian tahun 2012 ... 34

13 Karakteristik Umum Peternak Responden ... 36

14 Jumlah kepemilikan ternak sapi pedaging responden selama setahun penggemukan ... 38

15 Aspek perkandangan sapi pedaging di Desa Janggan ... 40

16 Rata-rata biaya penyusutan kandang peternak ... 41

17 Komposisi Pakan Penguat pada Ternak Sapi Pedaging ... 43

18 Rata-Rata curahan kerja rumahtangga peternak sapi pedaging di Desa Janggan ... 495

19 Performan Produksi Ternak Sapi Pedaging Selama Setahun ... 47

20 Rata-rata biaya bakalan sapi berdasarkan jenis ternak per ekor ... 458

21 Rata-rata biaya pakan penguat ternak sapi pedaging per peternak ... 479

22 Rata-rata penggunaan obat-obatan dan vitamin selama setahun per peterak. 50 23 Struktur biaya penggemukan sapi pedaging per tahun per peternak ... 51

24 Penerimaan usaha penggemukan sapi pedaging ... 53

25 Rata-rata penjualan kotoran sapi pedaging ... 543

26 Rata-rata penerimaan usahaternak sapi pedaging ... 564

27 Rata-rata pendapatan usaha penggemukan sapi pedaging per peternak per tahun ... 576

28 Rata-rata penerimaan peternak dari usahaternak selain sapi pedaging per tahun ... 57

29 Rata-rata penerimaan peternak dari pertanian per tahun ... 558

30 Rata-rata penerimaan peternak dari usaha non pertanian per tahun ... 598

31 Pendapatan rumahtangga peternak sapi pedaging di Desa Janggan……...…59

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Alur Kerangka Pemikiran Operasional... 24 3 Bangsa Sapi yang Diusahakan... 39

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1

Karakteristik Responden Desa Janggan ... 69

2

Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi Pedaging Responden di Desa Janggan... 70

(17)
(18)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan peternakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional, karena permintaan protein hewani akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi pangan bergizi tinggi. Daging mempunyai manfaat yang besar dalam pemenuhan gizi berupa protein hewani. Sapi sebagai salah satu hewan pemakan rumput sangat berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang diubah menjadi bahan bergizi tinggi, kemudian dikonsumsi masyarakat dalam bentuk daging. Konsumsi protein hewani sangat menunjang kecerdasan, disamping diperlukan untuk daya tahan tubuh (Sudarmono et al., 2008). Sapi

pedaging merupakan salah satu ternak yang dapat memenuhi kebutuhan akan protein hewani dan memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan.

Peluang usaha peternakan masih cukup besar untuk dikembangkan, namun tantangan-tantangan yang dihadapi juga cukup besar pula. Tantangan yang dihadapi antara lain sistem pengusahaannya masih tradisional, kebutuhan lahan sebagai penyedia hijauan pakan, tingkat pendidikan dan keterampilan serta taraf hidup dan kesejahteraan peternak relatif masih rendah serta sarana dan prasarana peternakan masih terbatas.

Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia. Program kecukupan daging 2014 memerlukan upaya yang efektif serta dukungan yang memadai dari pemerintah dan masyarakat, khususnya yang bergerak di bidang usaha sapi pedaging. Produktivitas yang rendah merupakan kendala peningkatan produksi daging terutama pada usaha sapi pedaging rakyat. Keterbatasan modal, kurang berwawasan agribisnis serta tatalaksana pemeliharaan yang masih tradisional merupakan penyebab rendahnya produktivitas, dengan tingkat pertumbuhan dibawah 0,5 kg/hari (Utomo et al.,

(19)

2

Usaha penggemukan sapi pedaging akhir-akhir ini semakin berkembang. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengusahakan penggemukan sapi. Perkembangan usaha penggemukan sapi pedaging didorong oleh permintaan daging yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan keinginan peternak sapi pedaging untuk menjual sapi-sapinya dengan harga yang lebih pantas.

Tabel 1 Statistik konsumsi daging Indonesia tahun 2005-2010

Tahun Per Kapita (Kg/Kap/Th)

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012

Berdasarkan Tabel 1 tingkat konsumsi masyarakat Indonesia dari tahun 2006 sampai 2010 mengalami peningkatan. Pengembangan peternakan sapi pedaging di Indonesia perlu ditingkatkan agar pemenuhan kebutuhan pangan tetap terjaga. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat mulai sadar akan pentingnya mengkonsumsi daging yang menghasilkan protein tinggi untuk kebutuhan hidup mereka. Pemenuhan kecukupan protein hewani secara nasional masih belum mencapai target sehat konsumsi protein hewani yang telah ditetapkan oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi yakni sebesar 6 gram/kap/hari yang berequivalent dengan konsumsi daging sebesar 10.1 kg/kap/tahun, telur 3.5 kg/kap/tahun dan susu 6.4 kg/kap/tahun (Elburdah,2008). Program swasembada daging 2014 yang dicanangkan oleh pemerintah harus didukung oleh masyarakat, salah satunya dengan pengembangan usaha sapi pedaging di tingkat rakyat.

(20)

3 rakyat yang diharapkan mengalami pertumbuhan dengan cepat dan baik belum mampu dimanfaatkan secara optimal.

Tabel 2 Populasi Sapi Pedaging Indonesia tahun 2007 - 2012

Tahun Populasi Sapi Pedaging (ekor)

2007 11 515 000

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2013

Jawa Timur merupakan penghasil sapi pedaging terbesar di Indonesia, sehingga Jawa Timur mempunyai peranan penting dalam program swasembada daging. Menurut data BPS, jumlah populasi ternak sapi pedaging di Jawa Timur pada tahun 2012 sebesar 5 019 445 ekor. Menurut Departemen Pertanian 2004, Kabupaten Magetan yang terletak di Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu kabupaten yang menghasilkan sapi pedaging dan termasuk daerah pengembangan dan sentra pemasaran ternak sapi pedaging di Jawa Timur bagian selatan yang memperdagangkan ternak yang berasal dari daerah sekitarnya dengan tujuan Jakarta, Bogor, Bandung. Kabupataten Magetan merupakan daerah yang potensial dan mempunyai potensi baik untuk pengembangan ternak sapi pedaging.

(21)

4

kegiatan usaha penggemukan sapi pedaging. Penelitian mengenai analisis pendapatan dan kontribusi usaha penggemukan terhadap pendapatan rumahtangga peternak di Kecamatan Poncol perlu dilakukan guna menunjang peningkatan usaha penggemukan sapi pedaging di Kabupaten Magetan.

1.2 Perumusan Masalah

Pengelolaan dan pemeliharaan sapi pedaging adalah salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Petani peternak di daerah ini umumnya merupakan petani peternak kecil dengan kepemilikan ternak dua hingga tiga ekor dan menjadikan usaha penggemukan sapi pedaging sebagai pendamping bagi usaha lain yang dilakukan. Meningkatnya harga makanan ternak menyebabkan biaya produksi usaha penggemukan sapi pedaging meningkat pula. Hal ini sangat berpengaruh pada tingkat pendapatan yang diperoleh, pendapatan yang diperoleh petani peternak tidak akan maksimal.

Suatu usaha peternakan memerlukan perhitungan yang cermat dan harus berorientasi kepada perhitungan ekonomi agar usaha tersebut dapat berjalan dengan baik, bertahan lama dan mengalami perkembangan atau perluasan usaha. Sejumlah usaha yang dilakukan peternak menyebabkan peternak mengalami kesulitan dalam menghitung pendapatan dari usaha penggemukan yang dilakukan, umumnya petani peternak tidak melakukan pencatatan terhadap keuangan mereka baik pengeluaran maupun pemasukan. Mereka selalu menganggap untung apabila telah mendapatkan hasil dari usahanya tanpa memperhitungkan faktor-faktor lain misalnya tenaga kerja keluarga. Karena tidak ada informasi khususnya mengenai kontribusi pendapatan dari usaha penggemukan sapi pedaging yang dilakukan bagi pendapatan rumah tangga peternak, menyebabkan tidak ada pengambilan keputusan terbaik bagi kelangsungan usaha penggemukan sapi pedaging yang dilakukan, akibatnya usaha yang dilakukan bersifat tetap dan tidak berkembang.

Permasalahan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik usaha penggemukan sapi pedaging?

2. Bagaimana struktur biaya dan pendapatan usaha penggemukan sapi pedaging? 3. Berapa besar kontribusi pendapatan usaha penggemukan sapi pedaging

(22)

5 1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi karakteristik usaha penggemukan sapi pedaging

2. Menganalisis struktur biaya dan pendapatan usaha penggemukan sapi pedaging 3. Menganalisis kontribusi pendapatan usaha penggemukan sapi pedaging

terhadap pendapatan rumahtangga peternak.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakuakn di Desa Janggan, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan. Sampel responden terdiri dari 40 peternak sapi pedaging. Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya menganalisis struktur biaya dan pendapatan usaha penggemukan sapi pedaging, Menganalisis pendapatan rumah tangga peternak sapi pedaging, Menganalisis kontribusi pendapatan dari usaha penggemukan sapi pedaging terhadap pendapatan rumah tangga peternak. Penelitian ini hanya menganalisis usaha penggemukan sapi pedaging rakyat, tidak menyertakan usaha pembibitan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan/acuan bagi : 1. Peternak, sebagai informasi dalam meningkatkan produktivitas usaha

penggemukan sapi pedaging.

2. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Magetan dalam mengambil kebijakan dan keputusan dalam pengembangan usaha penggemukan ternak sapi pedaging.

(23)

6

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Peternakan

Menurut Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.940/kpts/ OT.210 /10 /97, usaha peternakan adalah suatu usaha pembibitan dan atau budidaya peternakan dalam bentuk perusahaan peternakan atau peternakan rakyat, yang diselenggarakan secara teratur dan terus menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial atau sebagai usaha sampingan untuk menghasilkan ternak bibit/ternak pedaging, telur, susu, serta menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkan.

Saragih (2000) membagi tipologi usaha peternakan rakyat menuju industri sebagai berikut : (1) usahaternak sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan pendapatan dari usahaternak kurang dari 30 persen; (2) usahaternak sebagai cabang usaha dalam pertanian campuran dengan tingkat pendapatan dari usahaternak sebesar 30-70 persen; (3) usahaternak sebagai usaha pokok dengan komoditi lain sebagai sampingan dan pendapatan dari usahaternak sebesar 70-100 persen; dan (4) industri peternakan yaitu usahaternak secara khusus dengan tingkat pendapatan dari usahaternak sebesar 100 persen.

2.3 Usaha Penggemukan Sapi Pedaging

Usaha penggemukan sapi pedaging perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu: langkah awal usaha penggemukan, sistem penggemukan, dan lama penggemukan (Sugeng,2001).

a. Langkah awal usaha penggemukan

Syarat yang perlu diperhatikan dan merupakan langkah awal dalm usaha penggemukan sapi pedaging adalah:

1. Keseragaman sapi, dalam hal ini menyangkut keseragaman umur dan berat badan

(24)

7 3. Bangsa sapi, yang dipilih adalah bangsa sapi yang sudah beradaptasi baik

dengan lingkungannya (Sugeng,2001). b. Sistem penggemukan

Sarwono dan Hario (2003) mengemukakan bahwa sistem penggemukan sapi pedaging dikelompokkan menjadi empat yaitu sistem kereman, sistem penggemukan dry lot fattening, sistem penggemukan pasture fattening, serta

campuran antara sistem dry lot fattening dan pasture fattening.

Menurut Sugeng (2001), sistem penggemukan sapi pedaging ada beberapa macam yaitu sistem kereman, sistem dry lot fattening, sistem pasture fattening. Penggemukan sapi sitem kereman, sapi dipelihara dan

dikerem di dalam kandang secara terus menerus dalm periode tertentu. Sapi-sapi tersebut diberi makan dan minum di dalam kandang, tidak digembalakan dan dipekerjakan. Pakan yang diberikan terdiri dari hijauan dan konsentrat dengan perbandingan yang tergantung pada ketersediaan paka hijauan dan konsentrat. Apabila hijauan tersedia banyak maka hijauanlah yang lebih banyak diberikan. Sebaliknya, apabila pakan konsentrat mudah diperoleh, tersedia banyak, dan harganya relative murah maka pemberian konsentratlah yang diperbanyak.

Penggemukan sapi dengan sistem kereman hanya terdapat di Indonesia dan banyak di daerah-daerah Magetan, Wonogiri, Wonosobo, Lamongan, Bondowoso, Banyuwangi, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Ada beberapa faktor yang mendukung berkembangnya usaha penggemukan sapi dengan sistem kereman di beberapa daerah, yaitu:

a. Bakalan sapi untuk penggemukan cukup tersedia dan relatif mudah diperoleh

b. Ketersediaan hijauan, termasuk limbah pertanian, cukup potential dan tersedia sepanjang tahun

c. Ketersediaan hasil ikutan industri pertanian seperti ampas tahu, ampas brem, ampas nenas, dan sebagainya cukup potensial dan tersedia sepanjang tahun

(25)

8

Penggemukan dengan sistem dry lot fattening merupakan salah satu cara

penggemukan yang mengutamakan pemberian pakan berupa biji-bijian secara penuh, sedangkan pakan hijauan dalam jumlah yang sangat terbatas. Sistem

dry lot fattening dilaksanakan sesuai dengan kriteria berikut : a. sapi calon

penggemukan dipilih yang berumur 1 tahun, b. pada umumnya penggemukan berlangsung selama 3-6 bulan, c. pakan berupa konsentrat (biji-bijian) diberikan dalam kandang

Sistem penggemukan pasture fattening, pada sistem ini sapi-sapi

digembalakan disuatu lapangan penggembalaan yang luas sebagai sumber pennyedia pakan utama hijauan. Sistem pasture fattening dilakukan pada

sapi-sapi berumur sekitar 2.5 tahun dengan lama pennggemukan 6-8 bulqan, sapi dilepas di lapangan penggembalaan yang luas dengan suatu tanaman hijauan yang memadai dan berkualitas tinggi (Sugeng, 2001). Pertambahan bobot badan sapi dihasilkan dengan sistem pasture fattening ini dapat

mencapai 0.6 – 0.75 kg/hari (Parakkasi, 1995)

Penggemukan sapi dengan kombinasi pasture dan dry lot fattening

banyak dilakukan di daerah subtropis dan daerah tropis dengan pertimbangan musim dan ketersediaan pakan. Pada umumnya sapi yang digemukkan adalah sapi jantan. Laju pertumbuhan dan penimbunan daging sapi jantan lebih cepat dari pada sapi betina, terlebih jika sapi jantan tersebut dikebiri. Sapi yang dikebiri proses penimbunan dagingnya cepat, mutu dagingnya lebih baik, empuk dan lezat. Oleh karena itu, para pengusaha sapi-sapi penggemukan memilih jenis kelamin jantan yang dikebiri sebagai sapi bakalan untuk digemukkan (Sugeng, 2001).

c. Lama penggemukan

(26)

9 tujuh bulan, dari bakalan umur satu sampai dua tahun. Sementara penggemukan jangka panjang berlangsung lebih dari tujuh bulan, dari bakalan umur satu tahun.

2.4 Bangsa-bangsa Sapi Pedaging

Indonesia termasuk negara pengimpor sapi, baik berupa bibit sapi pedaging maupun sapi bakalan. Beberapa sapi impor yang dikembangkan di Indonesia diantaranya : Brahman, Aberdeen Angus, Brangus daan Santa Gertrudis (Sarwono dan Hario, 2003). Jenis sapi yang sudah lama terdapat di

Indonesia dan telah berkembang secara turun-temurun dikenal dengan sebutan sapi lokal. Jenis-jenis sapi lokal ini tersebar dihampir semua daerah di Indonesia, tetapi ada pula yang hanya terdapat di daerah-daerah tertentu saja. Jenis sapi lokal yang dapat digunakan sebagai sapi bakalan untuk usaha penggemukan antara lain : Sapi Bali, Madura, Ongole, Peranakan Ongole (PO), dan Aceh.

Pada sapi ongole, untuk meningkatkan produktivitas banyak peternak yang melakukan kawin silang lewat kawin suntik antara induk betina sapi ongole dengan sapi eropa. Berikut jenis-jenis sapi eropa yang diminati peternak sebagai induk untuk mendapatkan keturunan pertama : Limousin, Charolais, Hereford, Sharthorn, dan Simmental (Sarwono dan Hario, 2003).

Sapi yang digemukkan umumnya berjenis kelamin jantan, berumur 2-2.5 tahun. Bakalan sapi yang baik memiliki ciri-ciri : berdada lebar, berkulit licin, sehat, tulang besar-besar, gelambir leher pendek, badan besar, bentuk tubuh proporsional, posisi kaki dan badan saat berdiri tegap, tidak cacat, berekor pipih dan bertanduk pendek (Sugeng, 2001).

2.4.1 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi Peranakan Ongole (PO) adalah sapi hasil persilangan antara sapi Ongole dengan sapi lokal di pulau Jawa secara grading up. Ciri khas sapi tersebut

berpunuk

(27)

10

pendek dan tanduk pada sapi betina berukuran lebih panjang dibandingkan dengan sapi jantan. Telinganya panjang dan menggantung (Sarwono dan Arianto, 2003).

Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985) ciri-ciri sapi PO diantaranya bertubuh besar, bergumba besar, dan bergelambir lebar; bobot hidup jantan dewasa (350-450kg), betina dewasa (300-400kg); kebanyakan warna rambutnya putih abu-abu dengan campuran rambut hitam dan merah, sedangkan waktu lahir berwarna kecoklatan; panjang badan (jantan 133 cm; betina 132 cm), lingkar dada (jantan 172 cm; betina 163 cm); dan produksi karkas 45% (jantan dan betina). 2.4.2 Sapi Simmental

Sapi Simmental adalah bangsa Bos taurus, berasal dari daerah Simme di

negara Switzerland tetapi sekarang berkembang lebih cepat di benua Eropa dan Amerika, merupakan tipe sapi perah dan pedaging, warna bulu coklat kemerahan (merah bata), dibagian muka dan lutut kebawah serta ujung ekor berwarna putih, sapi jantan dewasanya mampu mencapai berat badan 1.150 kg sedang betina dewasanya 800 kg. Bentuk tubuhnya kekar dan berotot, sapi jenis ini sangat cocok dipelihara di tempat yang iklimnya sedang. Persentase karkas sapi jenis ini tinggi, mengandung sedikit lemak. Sapi Simmental dapat difungsikan sebagai sapi perah dan pedaging (Sugeng, 2006).

Secara genetik, sapi Simmental adalah sapi pedaging yang berasal dari wilayah beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi di luar kebutuhan

yang sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut

tata laksana pemeliharaan yang lebih teratur. 2.4.3 Sapi Limousin

Sapi limousin merupakan sapi bangsa Bos taurus yang berasal dari Prancis.

Sapi ini sangat cocok dipelihara di daerah beriklim sedang. Sapi limousin merupakan sapi pedaging bertipe besar dan mempunyai volume rumen yang besar. Karena itu, sapi ini mampu menambah konsumsi pakannya lebih banyak diluar kebutuhan yang sebenarnya. Namun, sapi ini memiliki metabolisme yang cepat sehingga menuntut teknik pemeliharaan yang lebih teratur.

(28)

11 bobot badan jantan dewasa bisa lebih dari 1 000 kg. Sai ini sangat terkenal dan disukai dikalangan peternak.

Sapi limousin murni masih sulit ditemukan di Indonesia. Sapi limousin yang dipelihara peternak umumnya merupakan hasil persilangan dengan sapi lokal. Kebanyakan sapi limousin yang adad di Indonesia adalah limousin cross yang

telah disilangkan dengan sapi lokal. Persilangan sapi limousin dengan sapi ongole dikenal dengan nama sapi limousin ongole (Limpo). Sapi limpo memiliki ciri tidak berpunuk, tidak bergelambir, dan warna bulu hanya coklat tua kehitaman atau coklat muda (Fikar dan Dadi, 2010).

2.5 Pakan Sapi Pedaging

Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, reproduksi serta laktasi. Bahan pakan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat. Konsentrat (produk bijian dan butiran) serta bahan berserat (jerami atau rumput) merupakan komponen atau penyususn ransum (Blakely dan Blade, 1991).

Hijauan merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Hijauan memiliki kandungan serat kasar lebih dari 18% dalam bahan kering. Serat kasar merupakan komponen utama dari dinding sel hijauan, komponen ini sangat susah untuk dicerna (Field, 2007). Serat adalah struktur karbohidrat pada dinding sel tanaman. Serat terdiri atas bahan yang lebih mudah dicerna (hemi-selulosa) dan fraksi yang sangat sukar dicerna (sellulosa dan lignin). Semua tanaman pakan mengandung serat tetapi daya cerna dan fungsinya sangat bervariasi. Serat juga dibutuhkan oleh ternak untuk membantu memproduksi saliva yang akan digunakan sebagai bahan buffer di dalam rumen (Meal and Livestock Association,

2009).

(29)

12

relatif lebih rendah. Sebab, pakan kasar ini berfungsi menjaga alat pencernaan agar bekerja baik, membuat kenyang dan mendorong keluarnya kelenjar pencernaan. Pertambahan bobot badan atau besar hewan akan bertambah lebih cepat daripada kapasitas konsumsinya, maka pemberian hijauan biasanya dikurangi secara bertahap agar konsumsi biji-bijian dapat mencapai minimum 1,5 persen dari bobot badan. Untuk anak sapi, karena peningkatan bobot badannya yang relatif lebih cepat daripada yearling atau feeder umur 2 tahun, pemberian

hijauan biasanya tidak perlu dikurangi (Parakkasi, 1999).

Konsentrat atau bahan pakan penguat adalah pakan berkonsentrasi tinggi yang mengandung protein kasar dan energi yang cukup dengan kadar serat kasar yang relatif rendah dan mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, bulgur, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bekatul, bungkil kelapa sawit, tetes dan berbagai umbi. Fungsi konsentrat ini adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Sehingga sapi yang sedang tumbuh ataupun yang sedang dalam periode penggemukan harus diberikan konsentrat yang cukup, sedangkan sapi yang digemukkan dengan sistem dry lot fattening diberikan justru sebagian besar berupa pakan penguat (Sudarmono,

2009).

Pakan yang digunakan pada pemeliharaan intensif biasanya konsentrat penuh atau 60% konsentrat dan 40% hijauan (Blakely dan Bade, 1991). Menurut Neumann dan Lusby (1986), rasio pemberian pakan dalam sistem intensif yaitu 95% konsentrat dan 10-15% hijauan makanan ternak. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sapi dewasa (finish-sedang) dapat mengkonsumsi pakan dalam

bahan kering sebesar 1,4% sedangkan untuk sapi yang lebih besar dapat mencapai 3% bobot badan.

(30)

13 Secara umum menurut Samsul dan Dadi (2010), sapi memerlukan pakan sebanyak 10% (berat basah pakan) atau 3 % (berat kering pakan) dari bobot badan sapi per hari. Dari jumlah pakan 10% tersebut, komposisi pakan hijauan, konsentrat, dan pakan tambahan diuraikan sebagai berikut:

a. Hijauan sebanyak 5% (berat basah) atau 1,5% (berat kering) dari bobot badan sapi. Jenis hijauan yang bisa diberikan diantaranya rumput gajah, rumput lapangan, lamtoro, jerami padi, jerami kacang tanah, dan silase jagung.

b. Konsentrat sebanyak 5% (berat basah) atau 1,5% (berat kering) dari bobot badan sapi. Contoh konsentrat yang bisa diberikan diantaranya dedak padi, ampas tahu, ampas kedelai, dan konsentrat pabrikan.

2.6 Perkandangan

Kandang memiliki beberapa fungsi penting dalam suatu usaha sapi pedaging yaitu : (1) melindungi sapi pedaging dari gangguan cuaca, (2) tempat sapi beristirahat dengan nyaman, (3) mengontrol sapi agar tidak merusak tanaman di sekitar lokasi peternakan, (4) tempat pengumpulan kotoran sapi, (5) melindungi sapi dari hewan pengganggu, (6) memudahkan pemeliharaan, terutama dalam pemberian pakan, minum dan mempermudah pengawasan kesehatan (Abidin, 2011). Sarwono dan Hario (2003) menyatakan bahwa kandang bagi sapi yang digemukkan tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal selama dalam proses penggemukan, tetap juga berfungsi sebagai perlindungan terhadap berbagai aspek yang mengganggu sapi seperti cuaca yang tidak menimbulkan kenyamanan bagi sapi, kehujanan, dan angin yang keras.

(31)

14

Penentuan tipe kandang yang sesuai untuk semua daerah memang sangat sulit. Namun demikian, dapat diutarakan bahwa tipe kandang sapi pada dasarnya tergantung pada jumlah sapi yang akan digemukkan, selera dari peternak itu sendiri, dan keadaan iklim. Terdapat dua tipe kandang yang dipergunakan di Indonesia, yakni kandang tipe tunggal dan kandang tipe ganda. Di dalam kandang tipe tunggal, penempatan sapi-sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran. Lain lagi di dalam kandang tipe ganda, penempatan sapi-sapi dilakukan pada dua jajaran atau baris dengan saling berhadapan atau saling bertolak belakang (Sarwono dan Hario, 2003).

Secara umum terdapat dua tipe kandang yaitu kandang individual dan kandang koloni. Kandang individu digunakan bagi satu ekor sapi dengan ukuran 2,5x1,5m. Tujuan dibuatnya kandang individu adalah memacu pertumbuhan sapi pedaging lebih pesat dimana ruang gerak sapi terbatas. Kondisi sapi di kandang individual lebih tenang dan tidak mudah stres. Kandang koloni dipergunakan bagi sapi bakalan dalam satu periode penggemukan yang ditempatkan dalam satu kandang dengan luas minimum 6 m2. Model kandang koloni memungkinkan terjadinya persaingan antar sapi dalam memperebutkuan pakan, akibatnya sapi yang menang akan memilki pertumbuhan yang cepat. Dibandingkan dengan tipe kandang individual, pertumbuhan sapi di kandang koloni relatif lebih lambat karena ada energi yang terbuang akibat gerakan sapi yang lebih leluasa. Kebersihan kandang juga harus diperhatikan karena kotoran dan urin sapi akan segera terinjak-injak oleh sapi (Abidin, 2011).

2.7 Penjualan Ternak

Penjualan sapi pedaging dilakukan dengan beberapa cara, yaitu menjual langsung kepada peternak lainnya untuk dibudidayakn lebih lanjut, menjual kepada konsumen melalui pasar ternak, ataupun menjual kepada bandar tingkat desa atau Bandar kecil yang kemudian akan dijual kembali kepada konsumen (Muladno et al.,2003).

(32)

15 raya seperti Idul Adha. Sementara itu, harga sapi pada sistem timbanga ditentukan dengan menimbanga bobot badan sapi terlebih dahulu. Setelah itu, harga ditentukan berdasarkan perkalian bobot badan sapi dengan harga bobot daging sapi hidup. Sistem ini biasanya dilakukan saat pembelian langsung di lokasi peternakan. Pasalnya, peternak yang populasi sapinya sudah banyak memiliki alat timbang sendiri di peternakan (Samsul dan Dadi, 2010).

2.8 Pendapatan Rumahtangga

Pengertian rumah tangga pada umumnya terdiri atas seorang kepala rumah tangga dan beberapa orang anggotanya. Kepala rumah tangga adalah orang yang paling bertanggungjawab akan rumah tangga tersebut, sedangkan anggota rumahtangga adalah mereka yang hidup dalam satu atap dan atau menjadi tanggungan kepala rumah tangga yang bersangkutan (Badan Pusat Statistik 2009).

Menurut Badan Pusat Statistik (2009), pendapatan rumah tangga adalah semua pendapatan yang diterima oleh rumah tangga, baik yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota rumah tangga. Pendapatan itu sendiri dapat berasal dari:

1 Pendapatan dari upah atau gaji yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh sebagai imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau majikan atau instansi tersebut baik uang maupun barang dan jasa.

2 Pendapatan dari hasil usaha seluruh anggota rumah tangga yang merupakan pendapatan kotor, yaitu selisih nilai jual barang dan jasa yang diproduksi dengan ongkos produksinya.

(33)

16

2.9 Penelitian Terdahulu

Novita (2011) mengenai “Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Potong serta Keberlanjutannya (Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung)” yang bertujuan untuk melihat bagaimana tingkat produksi dari perusahaan tersebut, tingkat pendapatan perusahaan serta bagaimana keberlanjutan usaha. Persamaan dengan penelitian ini adalah komoditi yang diteliti yaitu sapi pedaging, sedangkan perbedaannya yaitu alat yang digunakan. Alat analisis yang digunakan adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, efisiensi produksi.

Hamdani (2001) melakukan penelitian yang berjudul “Estimasi Elastisitas Produksi dan Analisis Efisiensi Ekonomi Penggemukan Sapi Potong (Studi Kasus pada PT Lintas Nasa, Tasikmalaya). Tujuan penelitian yaitu mengetahui kondisi usaha penggemukan sapi potong, mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada usaha penggemukan sapi potong, dan menentukan tingkat penggunaan input yang optimal sehingga keuntungan maksimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan adalah konsentrat dan jerami. Pertambahan bobot badan pada kondisi aktual yaitu rata-rata sebesar 66 kg/ekor selama pemeliharaan atau pbb per hari sebesar 1,1 kg/ekor/hari. Menghasilkan keuntungan sebesar Rp 532 364 per ekor. Sedangkan dengan pertambahan bobot badan pada kondisi optimal sebanyak 111 kg/ekor selama pemeliharaan atau pbb per hari sebesar 1,85 kg/ekor/hari akan meningkatkan keuntungan menjadi Rp 765 789 per ekor. Hal ini berarti apabila perusahaan meningkatkan pemberian konsentrat dan jerami maka akan dapat meningkatkan keuntungan sebesar Rp 233 425 per ekor.

Febriliyani (2007) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Efisiensi Usaha Penggemukan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) dan Brahman Cross

(34)

17 penelitian menunjukkan variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap bobot badan akhir adalah konsumsi konsentrat dan bobot badan awal, tingkat efisiensi penggunaan input pada sapi PO terjadi pada penggunaan konsumsi konsentrat sebanyak 1 688,43 kg dan bobot badan awal 296,76 kg yang menghasilkan bobot badan akhir sebesar 466,66 kg sehingga meningkatkan keuntungan sebesar Rp 398 898,28 per ekor. Tingkat efisiensi penggunaan input pada sapi BX terjadi pada penggunaan konsumsi konsentrat sebanyak 3 049,78 kg dan bobot badan awal 328,41 kg yang menghasilkan bobot badan akhir sebesar 643,31 kg sehingga menigkatkan keuntungan sebesar Rp 1 208 385,01 per ekor

Tabel 3 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian

Ade Novita (2011) Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha penggemukan Sapi Potong serta keberlanjutannya (Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung). Dani Hamdani (2001) Estimasi Elastisitas produksi dan Analisis Efisiensi Ekonomi

Usaha Penggemukan Sapi Potong Kurnia Wulan

Febriliyani (2007) Analisis Efisiensi Usaha Penggemukan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) dan Brahman Cross (BX) (Studi Kasus pada PT. Santosa Agrindo, Probolinggo)

Ida Indrayani (2011) Analisis Produksi dan Daya Saing Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat.

Ida Indrayani (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Produksi Dan Daya Saing Usaha Penggemukan Sapi Potong di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat”. Persamaan dengan penelitian ini adalah komoditi yang diteliti yaitu sapi potong, sedangkan perbedaannya yaitu alat yang digunakan. Analisis fungsi produksi menggunakan model Stochastic frontier dengan metode

pendugaan Maximum Likelihood (MLE). Daya saing usaha penggemukan sapi

potong dianalisis dan diukur melalui keuntungan finansial, keuntungan ekonomi, analisis keunggulan kompetitif dan komparatif dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM). Penelitian ini menggunakan analisis pendapatan, R/C

(35)

18

(36)

19

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis pada penelitian ini meliputi struktur biaya usahaternak, analisis pendapatan usahaternak, R/C rasio usahaternak sapi pedaging dan analisis pendapatan rumahtangga. Secara rinci penjelasan mengenai kerangka pemikiran teoritis dapat dilihat dibawah ini.

3.1.1 Struktur Biaya Usahaternak

Menurut Soekartawi (1995) mendefinisikan biaya sebagai semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode produksi tertentu yang dinyatakan dengan nilai tertentu. Biaya usahaternak sapi terdiri dari dua jenis yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan (biaya tidak tunai). Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya untuk menghitung berapa besarnya pendapatan kerja peternak. Biaya tunai meliputi bakalan sapi, pakan hijauan, konsentrat, obat-obatan, air dan tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan meliputi pengeluaran tidak tunai yang dikeluarkan oleh peternak seperti tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan perlatan, dan penyusutan kandang. Secara matematis biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut:

TB = Bt + Bd ...(1) Keterangan:

TB = Total biaya Bt = Biaya tunai Bd = Biaya non tunai 3.1.2 Analisis Pendapatan

(37)

20

keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Analisa pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur kegiatan usaha pada saat ini berhasil atau tidak. Penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha, seperti panen tanaman dan barang olahannya serta panen dari peternakan dan barang olahannya. Penerimaan bisa juga bersumber dari pembayaran-pembayaran tagihan, bunga, dividen, pembayaran-pembayaran dari pemerintah dan semua sumber lainnya yang menambah aset perusahaan. Semua hasil agribisnis yang dipakai untuk dikonsumsi keluarga pun harus dihitung dan dimasukkan sebagai penerimaan perusahaan walaupun akhirnya dipakai pemilik perusahaan secara pribadi.

Hanafie (2010) menerangkan bahwa pendapatan terbagi menjadi dua yaitu pendapatan tunai dan pendapatan non tunai. Pendapatan tunai adalah pendapatan yang terhitung dari hasil pertanian secara tunai. Contohnya: hasil penjualan sapi pedaging dikurangi dengan total biaya. Pendapatan non tunai adalah pendapatan yang tidak terhitung dari hasil pertanian tidak tunai tetapi termasuk pendapatan. Contohnya: sapi pedaging yang dikonsumsi sendiri.

Kadarsan (1995) menerangkan bahwa pendapatan adalah selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran. Untuk menganalisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Rasyaf (2002) menambahkan bahwa pendapatan adalah sejumlah uang yang diperoleh setelah semua variabel dan biaya tetap tertutupi. Hasil pengurangan positif berarti untung, hasil pengurangan negatif berarti rugi.

3.1.3 R/C Rasio

Kadarsan (1995) menerangkan pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak dapat pula diukur dengan nilai efisiensinya. Salah satu alat untuk mengukur nilai efisiensi pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau imbangan penerimaan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (R/C ratio).

Rasio R/C (Revenue Cost Ratio) bertujuan untuk mengukur efisiensi

(38)

21 semakin besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian perolehan nilai R/C rasio yang semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan pun semakin tinggi maka efisiensi pendapatan pun semakin baik.

R/C Rasio = ...(2)

3.1.4 Analisis Pendapatan Rumahtangga

Pendapatan dan pengeluaran dalam rumahtangga merupakan hal penting dalam kehidupan berumahtangga. Rumahtangga petani yang biasanya terdapat di pedesaan untuk pemenuhan kebutuhan diperlukan pendapatan, baik dari pekerjaan pokok sebagai petani maupun pekerjaan sampingan dari anggota keluarga yang bekerja. Bessarnya pendapatan dari hasil pendapatan ditentukan oleh konsumsi (pangan/non pangan). Pendapatan atau total pendapatan rumahtangga petani dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Y = Y1 + Y2 + Y3 ...(3)

Keterangan :

Y : total pendapatan rumahtangga (Rp/tahun)

Y1 : pendapatan rumahtangga dari usahatani (Rp/tahun)

Y2 : pendapatan rumahtangga dari usahaternak sapi pedaging (Rp/tahun)

Y3 : pendapatan rumahtangga dari kegiatan non usahatani (Rp/tahun)

3.1.5 Definisi Istilah

1. Rumah tangga peternak adalah seorang atau sekelompok orang yaitu peternak, istrinya, dan anak-anaknya yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan tinggal bersama serta makan dari satu dapur.

2. Pendapatan usahaternak sapi pedaging adalah selisih antara penerimaan usahaternak sapi pedaging dengan total pengeluaran (biaya variabel dan biaya tetap) selama satu tahun meliputi penerimaan dan biaya yang bersifat tunai maupun non tunai.

(39)

22

pedaging, usahatani selain beternak, usahaternak selain sapi pedaging, dan usaha non pertanian selama satu tahun.

4. Penyusutan adalah penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan, seperti penyusutan peralatan, kandang, dan ternak.

5. Usaha pokok adalah suatu usaha yang menghasilkan pendapatan lebih dari 70 persen dari pendapatan rumah tangga.

6. Cabang usaha adalah suatu usaha yang menghasilkan pendapatan lebih dari 30 persen hingga 70 persen dari pendapatan rumah tangga.

7. Usaha sambilan adalah suatu usaha yang menghasilkan pendapatan kurang dari atau sama dengan 30 persen dari pendapatan rumah tangga.

8. Biaya pakan hijauan merupakan biaya pembelian pakan hijauan ditambah dengan biaya tenaga kerja untuk mencari rumput serta ditambah biaya transportasi.

9. Perlengkapan merupakan input produksi yang digunakan sebagai alat bantu usaha dengan masa ekonomis penggunaannya antara satu bulan hingga satu tahun.

10. Peralatan merupakan input produksi yang digunakan sebagai alat bantu usaha dengan masa ekonomis penggunaannya lebih dari satu tahun.

11. Satuan Ternak (ST) adalah ukuran yang digunakan untuk menghubungkan berat badan ternak dengan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak.

12. Hari Orang Kerja (HOK) adalah jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses produksi yang dikur dengan ukura kerja pria.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

(40)

23 pupuk. Analisis pendapatan dilakukan untuk mengidentifikasi apakah usahaternak yang telah dilaksanakan memberikan keuntungan atau kerugian bagi peternak. Analisis kontribusi usaha penggemukan sapi pedaging dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi usaha penggemukan sapi tersebut terhadap pendapatan rumahtangga peternak. Rekomendasi usaha dapat diberikan kepada peternak jika nilai kontribusi usaha penggemukan sapi sudah didapat.

(41)

24

Gambar 1 Alur Kerangka Pemikiran Operasional

Rumahtangga Peternak Sapi Pedaging

Pendapatan Rumahtangga Peternak

Usaha Penggemukan Sapi Pedaging

Pendapatan usaha penggemukan Struktur

Biaya

Usaha Pertanian Usahaternak selain

Sapi Pedaging Usaha Non Pertanian

Pendapatan non usaha penggemukan sapi pedaging

Analisis Pendapatan

R/C rasio Analisis

Struktur Biaya Pendapatan Analisis

Pendapatan Rumahtangga peternak

sapi pedaging

Kontribusi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi

Pedaging terhadap Pendapatan Rumahtangga

(42)

25

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Janggan, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur untuk pengambilan data peternak sapi pedaging. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah penggemukan sapi pedaging terbesar berada di Jawa Timur dan Desa Janggan Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan sebagai salah satu daerah pengembangannya. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner secara intensif kepada peternak sapi pedaging serta observasi. Teknik wawancara yang digunakan adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disediakan. Data sekunder merupakan data penunjang untuk data primer yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Magetan, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Magetan, penelitian terdahulu, beberapa literatur dan informasi dari media online.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Data primer diambil dari hasil wawancara dengan peternak sapi pedaging di Desa Janggan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling. Simple random sampling dilakukan sebagai berikut, pertama

(43)

26

tergabung dalam kelompok ternak. Kerangka sampel pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kerangka sampel

Nama Kelompok Jumlah Anggota (orang) diambil (orang) Sampel yang Persentase (%)

Usahatani 1 15 8 19,23

Usahatani 2 20 10 25,64

Usahatani 3 23 12 29,49

Usahatani 4 20 10 25,64

Jumlah 78 40 100,00

Sumber : Data primer diolah (2013)

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang mudah dipahami dan diinterpretasikan. Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Pengolahan data secara kuantitatif dilkukan dengan menggunakan komputer dengan program

Microsoft Office Excell. Pengolahan data secara kualitatif dilakukan secara

deskriptif dari informasi yang didapatkan dari instansi, observasi lapang, dan hasil wawancara dengan responden. Metode analisis data yang digunakan dalam menjawab tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Matriks metode analisis data

No Tujuan Penelitian Metode Analisis Data

1 Karakteristik peternak sapi pedaging Analisis deskriptif

2 Pendapatan usahaternak sapi pedaging Analisis struktur biaya, Analisis pendapatan (PD = TR –TC), R/C rasio

3 Kontribusi pendapatan usahaternak sapi pedaging terhadap pendapatan rumahtangga

(44)

27 4.4.2 Analisis Pendapatan Usahaternak

Menurut Soekartawi et al. (1986), pendapatan terbagi menjadi dua macam,

yaitu pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan total merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi. Perhitungan dalam analisis pendapatan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perhitungan analisis pendapatan

No Uraian Cara Perhitungan

A Penerimaan Harga x bobot akhir ternak

B Biaya tunai Biaya tetap tunai + biaya variabel tunai C Biaya non tunai Biaya tetap non tunai + biaya variabel non

Rasio R/C digunakan untuk menganalisis imbangan antara penerimaan dengan biaya. Analisis ini digunakan untuk menilai besarnya penerimaan yang dihasilkan dari setiap uang dikeluarkan dalan suatu kegiatan usahaternak. Nilai yang dihasilkan dari rasio penerimaan atas biaya dapat menjadi parameter apakah kegiatan usaha yang dijalankan menguntungkan atau tidak selama proses pelaksanaannya. Menurut Soekartawi (2002), analisis R/C rasio terbagi menjadi dua yaitu R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Semakin besar nilai Rasio R/C, maka keuntungan yang diperoleh peternak akan semakin besar. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

R/C Rasio = ...(8) Dengan Kriteria :

(45)

28

Rasio R/C < 1 : maka usahaternak sapi pedaging rugi

4.4.4 Analisis Pendapatan Rumahtangga Peternak Sapi Pedaging

Pendapatan dan pengeluaran dalam rumahtangga merupakan hal penting dalam kehidupan berumahtangga. Rumahtangga peternak yang biasanya terdapat di pedesaan untuk pemenuhan kebutuhan diperlukan pendapatan, baik dari pekerjaan pokok sebagai petani maupun pekerjaan sampingan dari anggota keluarga yang bekerja. Besarnya pendapatan dari hasil pendapatan ditentukan oleh konsumsi (pangan/non pangan). Pendapatan atau total pendapatan rumahtangga petani dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Y = Y1 + Y2 + Y3 ...(9)

Keterangan :

Y : total pendapatan rumahtangga (Rp/tahun)

Y1 : pendapatan rumahtangga dari usaha di bidang pertanian (Rp/tahun)

Y2 : pendapatan rumahtangga dari usahaternak sapi pedaging (Rp/tahun)

Y3 : pendapatan rumahtangga dari kegiatan non usahatani (Rp/tahun)

4.4.5 Analisis Kontribusi Usahaternak Sapi Pedaging terhadap Pendapatan Rumahtangga Peternak Sapi Pedaging

Analisis Kontribusi pendapatan bertujuan untuk mengetahui berapa besar proporsi pendapatan suatu usaha tertentu terhadap pendapatan total rumahtangga. Dengan analisis ini, peternak dapat mengetahui persentase yang dihasilkan dari pendapatan usahatani, pendapatan usahaternak sapi pedaging dan pendapatan dari kegiatan non usahatani termasuk kegiatan non pertanian terhadap pendapatan total rumahtangga.

Kontribusi usahaternak sapi pedaging terhadap pendapatan keluarga peternak diperoleh dari persentase pendapatan yang didapat dari usahaternak sapi pedaging terhadap pendapatan total yang dihasilkan keluarga peternak. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

K =

...(10)

(46)

29 kebutuhan sendiri dengan pendapatan dari usahaternak kurang dari 30 persen; (2) usahaternak sebagai cabang usaha dalam pertanian campuran dengan tingkat pendapatan dari usahaternak sebesar 30 -70 persen; (3) usahaternak sebagai usaha pokok dengan komoditi lain sebagai sampingan dan pendapatan dari usahaternak sebesar 70 -100 persen; dan (4) industri peternakan yaitu usahaternak secara khusus dengan tingkat pendapatan dari usahaternak sebesar 100 persen.

Tabel 7 Tipologi usahaternak sapi berdasarkan kontribusi usaha

Tipologi Kontribusi

Usaha Sambilan < 30 %

Cabang Usaha 30 - 70 %

Usaha Pokok 70 - 100 %

(47)

30

V GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Magetan berada dibagian barat Propinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak antara: 7° 38' 30" Lintang Selatan dan 111° 20' 30" Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Magetan 688,85 km2 atau 1,48 persen dari total luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Suhu udara rata-rata di Kabupaten Magetan berkisar antara 16 - 20o C di daerah pegunungan dan 22 - 26o C di dataran rendah. Curah hujan yang turun mencapai 1 481 - 2 345 mm per tahun di dataran tinggi dan 876 - 1 551 mm per tahun di dataran rendah. Secara administratif, Kabupaten Magetan mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Madiun 3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Ngawi 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo

Kabupaten Magetan terbagi dalam 18 kecamatan, 235 desa/kelurahan dengan topografi wilayah sebagian besar berada di dataran rendah yaitu sebanyak 187 desa/kelurahan dan 48 desa/kelurahan di lereng pegunungan. Pertanian merupakan sektor yang paling dominan di Kabupaten Magetan, karena sebagian besar penduduk Magetan hidup dari bercocok tanam. Kabupaten Magetan terletak pada ketinggian antara 76 sampai 948 meter di atas permukaan laut, dan keragaman dataran dari yang datar samapi bergelombang (BPS Kabupaten Magetan, 2012).

Jumlah penduduk hasil registrasi (catatan administrasi penduduk) diketahui jumlah penduduk Kabupaten Magetan tahun 2011 sebesar 694 038 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 335 956 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 358 082 jiwa. Jumlah kepala keluarga tahun 2011 sebesar 173 783 dengan rata-rata penduduk per kepala keluarga sebanyak 4 orang.

(48)

31 Ngariboyo. Selain dengan kedua kecamatan tersebut, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah. Kecamatan Poncol terletak sekitar 14 km dari Ibu Kota Kabupaten Magetan. Luas wilayah Kecamatan Poncol sekitar 51,31 km2,

terdiri dari 1 kelurahan dan 7 desa.

Desa Janggan merupakan bagian wilayah Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Luas wilayah Desa Janggan yaitu sebesar 313,13 Ha yang terbagi dalam dua fungsi penggunaan yaitu tanah pekarangan atau pemukiman serta pertanian. Batas-batas wilayah Desa Janggan yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Alastuwo, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gonggang, sebelah timur berbatasan dengan Desa Poncol, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Genilangit. Desa Janggan merupakan daerah pegunungan dan perbukitan. Data penggunaan lahan di wilayah Desa Janggan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Penggunaan lahan di Desa Janggan

Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Sawah 94,00 30,02

Sumber: Data Monografi Desa Janggan (2012)

Luas Desa Janggan secara keseluruhan mencapai 313,13 Ha. Sebagian besar lahan di Desa Janggan digunakan untuk tegalan dan sawah yang masing-masing berturut-turut mencapai 137,00 Ha dan 94,00 Ha. Tegalan ditanami dengan sayuran, singkong, jagung, kacang tanah dan lain-lain. Sawah banyak ditanami dengan padi, jagung, sayuran, dan lain-lain. Rumput atau hijauan makanan ternak terdapat di sekeliling sawah atau pinggir tegalan.

(49)

32

terdapat di Kecamatan Plaosan dan Pasar Kliwon yang terdapat di Kecamatan Kawedanan. Bakalan yang diusahakan oleh peternak didapat dari kedua pasar tersebut. Pasar Wage hanya beroperasi disaat hari Wage (penanggalan jawa) saja, sehingga tidak setiap hari pasar hewan melakukan proses jual beli. Rumah pemotongan hewan (RPH) di Kabupaten Magetan sebanyak 2 unit, terdapat di Kecamatan Plaosan dan Kecamatan Magetan. RPH tersebut digunakan untuk pemenuhan daging dalam kabupaten.

5.2 Potensi Peternakan di Lokasi Penelitian

Sektor peternakan menjadi salah satu mata pencaharian warga di Kabupaten Magetan. Peternakan ruminansia khususnya sapi pedaging merupakan salah satu ternak yang banyak dibudidayakan oleh penduduk Magetan. Jenis ternak yang terdapat di Kabupaten Magetan adalah sapi pedaging, sapi perah, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, ayam kampung, ayam petelur, ayam pedaging, itik, kelinci. Populasi ternak di Kabupaten Magetan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 menunjukkan bahwa ternak sapi pedaging merupakan jenis ternak yang banyak dipelihara yatu sebanyak 114 630 ekor. Hal tersebut menunjukkan bahwa ternak sapi pedaging memiliki potensi yang bagus untuk dikembangkan. Kegiatan penggemukan sapi pedaging di Kabupaten Magetan telah lama berkembang dan merupakan keterampilan yang sudah turun temurun. Populasi ternak sapi pedaging masih bisa ditingkatkan karena ketersediaan lahan dan ketersediaan hijauan yang memandai.

Tabel 9 Populasi ternak di Kabupaten Magetan Tahun 2012

No Jenis Ternak Jumalah (ekor)

1 Sapi Pedaging 114 630

(50)

33 Berdasarkan Tabel 10 populasi ternak sapi pedaging di Kabupaten Magetan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah ternak tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Magetan sangat berpotensi dalam usaha peternakan sapi pedaging.

Tabel 10 Populasi ternak sapi pedaging di Kabupaten Magetan

Tahun Jumlah (ekor)

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magetan (2012)

Kecamatan Poncol merupakan kecamatan yang menjadi konsentrasi untuk penggemukan sapi pedaging yang ditetapkan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magetan. Kecamatan Poncol merupakan daerah yang sesuai untuk peternakan dengan area berupa pegunungan, iklim yang sesuai, dan ketersediaan pakan hijauan yang masih banyak. Kecamatan Poncol tersebut memang sesuai untuk sentra pengembangan penggemukan sapi pedaging di Kabupaten Magetan.

5.3 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian

Jumlah penduduk Desa Janggan pada tahun 2012 sebanyak 2 941 jiwa dan jumlah rumahtangga sebanyak 740 kepala keluarga. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1 460 jiwa dan 1 482 jiwa berjenis kelamin perempuan. Persentase jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki, dengan persentase 50,36 persen untuk perempuan dan 49,64 persen untuk laki-laki.

(51)

34

Penduduk Desa Janggan didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan hanya sampai jenjang SD/sederajat yaitu sebanyak 1 874 jiwa atau 64,84 persen, hal ini menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia di lokasi penelitian masih tergolong rendah. Rendahnya tingkat pendidikan pada umumnya lebih banyak dimiliki oleh masyarakat pedesaan, sehingga terkesan mereka bekerja hanya untuk sekedar memperoleh pendapatan.

Tabel 11 Jumlah penduduk Desa Janggan menurut pendidikan tahun 2012

Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase(%)

Belum Sekolah 298 10,31

Sumber: Data Kependudukan Desa Janggan (2012)

Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa penduduk di Desa Janggan yang bermatapencahariaan sebagai petani sebesar 1 725 jiwa atau 68,29 persen. Mata pencaharaiaan yang mempunyai persentase terkecil yaitu jenis pekerjaan sebagai TNI sebesar 4 jiwa atau 0,16 persen. Dengan demikian, jenis pekerjaan sebagai petani merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat Desa Janggan, yang dijunjang juga dengan potensi lahan yang masih memadai untuk lahan pertanian. Pekerjaan sebagai petani sudah menjadi pekerjaan turun temurun dari dulu.

Tabel 12 Jumlah penduduk Desa Janggan menurut mata pencaharian tahun 2012

Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Petani 1 725 68,29

(52)

35 5.4 Karakteristik Peternak

Responden dalam penelitian ini berada di Desa Janggan, Kecamatan Poncol Kabupaten Magetan sebanyak 40 peternak. Semua responden melakukan usaha penggemukan ternak sapi jantan. Analisis umum mengenai karakteristik rumahtangga responden menggunakan kriteria umur, pendidikan, pengalaman kerja di usahaternak sapi pedaging, jumlah anggota rumahtangga, pekerjaan lainnya yang dapat dilihat pada Tabel 13.

5.4.1 Usia

Peternak responden dalam melakukan usaha ternak sapi memiliki usia yang sangat beragam, mulai dari 20 tahun hingga 70 tahun. Usia peternak responden merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dalam melakukan usahaternak sapi pedaging. Sebagian besar usia peternak berada pada kelompok usia antara 31-50 tahun yaitu sebanyak 24 peternak dengan persentase 60,00 persen. Umur peternak berhubungan dengan kemampuan fisik peternak. Kemampuan fisik peternak yang tua lebih rendah daripada peternak yang berada pada kisaran umur produktif. Hal ini akan mempengaruhi aktivitas peternak dalam menjalankan usahaternak sapi pedaging. Rata-rata umur peternak adalah 45,05 tahun. Usia kepala keluarga masih tergolong kelompok usia produktif. Kelompok umur ini merupakan kelompok umur produktif. Hal ini membuktikan bahwa kurangnya minat masyarakat usia muda untuk mengembangkan usahaternak sapi pedaging.

5.4.2 Tingkat Pendidikan

(53)

36

tersebut menunjukkan bahwa peternak masih belum dapat mengambil keputusan yang tepat dengan mempertimbangkan resiko yang akan dihadapinya. Menurut Mosher (1987) tingkat pendidikan memiliki peran penting dalam memahami penggunaan teknologi untuk dapat meningkatkan produktivitas usaha pertanian atau peternakan, karena dengan semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan lebih mudah memahami dan menerapkan teknologi baru. Tingkat pendidikan ini dipengaruhi oleh pola pikir responden yang masih beranggapan bahwa pendidikan bukanlah hal utama dan tidak terlalu berpengaruh terhadap pekerjaan yang sudah mereka lakukan secara turun temurun.

Tabel 13 Karakteristik umum peternak responden

Uraian Jumlah (orang) Persentase (%)

(54)

37 5.4.3 Jumlah Tanggungan Keluarga

Peternak responden pada umumnya yaitu sebagai kepala rumah tangga, sehingga masih memiliki tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga. Tanggungan keluarga bagi peternak responden merupakan orang yang memiliki kekerabatan yang erat terhadap peternak sapi pedaging, seperti isteri, anak yang belum menikah dan masih tinggal bersama keluarga, serta sanak saudara yang masih tinggal satu rumah dengan peternak responden. Jumlah tanggungan keluarga peternak sebagian besar antara 2-4 orang, yaitu sebanyak 23 peternak (57,50 persen). Hal ini berkaitan dengan usia peternak yang sebagian besar masih dibawah 50 tahun, sehingga masih memiliki beberapa anak yang belum menikah dan menjadi tanggungan keluarga.

5.4.4 Pengalaman Beternak

Pengalaman beternak responden berkisar antara 1-45 tahun dengan rata-rata pengalaman beternak 20 tahun. Sebagian besar responden memiliki pengalaman beternak pada interval 16-30 tahun atau sebesar 47,50 persen. Peternak yang memiliki pengalaman beternak sapi pedaging diatas 30 tahun sebesar 17,50 persen. Hal tersebut disebabkan peternak memulai melaksanakan usahaternak sapi pedaging sejak usia remaja. Pengalaman beternak merupakan modal yang dimiliki peternak karena telah memperoleh pengetahuan secara langsung mengenai praktik ternak sapi pedaging sehingga dalam menjalankan usaha ternak sapi selanjutnya akan lebih mengerti. Lamanya pengalaman beternak sapi pedaging akan menjadikan seseorang memiliki kemampuan dan pengelolaan yang baik dalam usahaternak sapi pedaging. Semakin lama pengalaman beternak akan membantu peternak dalam pengambilan keputusan yang tepat disaat menghadapi permasalahan yang ditemui dalam memelihara ternak sapi pedaging.

5.4.5 Jenis Pekerjaan di Luar Beternak Sapi Pedaging

Gambar

Gambar 1 Alur Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 4  Kerangka sampel
Tabel 6 Perhitungan analisis pendapatan
Tabel 7 Tipologi usahaternak sapi berdasarkan kontribusi usaha
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rata – rata total biaya yang dikeluarkan responden peternak ayam ras petelur selama satu tahun di Kecamatan Takeran Kabupaten Magetan. Menurut Triana

Kegiatan kesenian Sapi Madura baik karapan sapi maupun kontes keindahan sapi (Sapi Sonok) secara khusus mempunyai andil besar dalam menjaga kemurnian Sapi Madura. Selain

Penelitian irli dilaksanakan di Icecamatan Cepogo lcabupaten Boyolali yang bertujuan untuk : (1) rnernpelajari pola usahaternak sapi perah berdasarkan output utania

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat pendapatan dan kontribusi pendapatan usaha ternak sapi rakyat terhadap pendapatan rumah tangga peternak sapi rakyat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) teknik usaha ternak sapi yang dilakukan penduduk peternak sapi, di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten

Pendapatan usaha ternak lain selain sapi potong adalah hasil yang diperoleh rumah tangga peternak dari usaha ternak lain selama satu tahun baik dalam bentuk tunai

Perlu adanyapenyuluhan dari Instansi terkait akan pentingnya kontribusi ternak sapi terhadap tambahan pendapatan petani, serta adanya penelitian lebih lanjut tentang

Biaya produksi rata-rata yang dikeluarkan peternak selama satu tahun Rp4.310.079; dengan penerimaan dari pedet dan sapi dara dengan rata-rata Rp.8.245.000; dan keuntungan yang diperoleh