• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Biaya Konsumsi Pangan dan Hubungannya dengan Tingkat Kecukupan Gizi Taruna Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Biaya Konsumsi Pangan dan Hubungannya dengan Tingkat Kecukupan Gizi Taruna Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Barat"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN DAN

HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI

TARUNA AKADEMI IMIGRASI, DEPOK, JAWA BARAT

NABILAH NABIHA ZULFA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN DAN

HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI

TARUNA AKADEMI IMIGRASI, DEPOK, JAWA BARAT

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Biaya Konsumsi Pangan dan Hubungannya dengan Tingkat Kecukupan Gizi Taruna Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Baratadalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(6)

ABSTRAK

NABILAH NABIHA ZULFA. Analisis biaya konsumsi pangan dan hubungannya dengan tingkat kecukupan gizi taruna Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Barat. Dibimbing oleh YAYAT HERYATNO dan HADI RIYADI.

Biaya konsumsi pangan adalah biaya yang dikeluarkan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Namun, pengeluaran biaya untuk pangan yang dikeluarkan belum tentu sesuai dengan zat gizi yang didapatkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya konsumsi pangan serta hubungannya dengan tingkat kecukupan gizi taruna pada Akademi Imigrasi. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah unit analisis penelitian sebanyak 63 taruna Akademi Imigrasi. Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat hubungan antara karakteristik keluarga (pendidikan dan pendapatan orangtua) dan karakteristik individu (usia, jenis kelamin, dan pendapatan taruna) dengan biaya konsumsi pangan taruna, tetapi terdapat hubungan keterkaitan antara pekerjaan ayah dengan biaya konsumsi pangan taruna. Terdapat hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan energi dan protein taruna, namun tidak terdapat hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat taruna.

Kata kunci: Biaya Konsumsi Pangan, Taruna, Tingkat Kecukupan Gizi

ABSTRACT

NABILAH NABIHA ZULFA. Analysis of Food Consumption Cost and its association to sufficiency level of nutrients on Taruna Immigration Academy, Depok, West Java. Supervised by YAYAT HERYATNO and HADI RIYADI.

Food consumption cost is the costs spent by anybody to meet their food requirements. However, the food expenditure is not always in accordance to the nutrient obtained. This study aimed to analyze food consumption cost and its association to nutrient sufficiency level on Immigration Academy. A cross sectional study of 63 Taruna was conducted. The result showed there was no correlation between family characteristic (education and income of their parents), individual characteristic (age, sex, and income of Taruna) and food consumption cost of taruna, but there was correlation between occupation of taruna’s father and food consumption cost of taruna. There was correlationbetween foods consumption cost and energi and protein sufficiency level. However, there was no correlation between food consumption cost and fat and carbohydrate suffiency level.

(7)
(8)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

ANALISIS BIAYA KONSUMSI PANGAN DAN

HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KECUKUPAN GIZI

TARUNA AKADEMI IMIGRASI, DEPOK, JAWA BARAT

NABILAH NABIHA ZULFA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(9)
(10)

Judul Skripsi : Analisis Biaya Konsumsi Pangan dan Hubungannya dengan Tingkat Kecukupan Gizi Taruna Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Barat

Nama : Nabilah Nabiha Zulfa NIM : I14090006

Disetujui oleh

Yayat Heryatno, SP, MPS Pembimbing I

Dr Ir Hadi Riyadi, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Analisis Biaya konsumsi Pangan dan Hubungannya dengan Tingkat Kecukupan Zat Gizi pada Taruna Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Barat” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Strata-1 Program Studi Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Yayat Heryatno, SP, MPS selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan motivasinya.

2. Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku Dosen Pembibing II yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan motivasinya.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, MSc selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan perbaikannya kepada penulis.

4. Bapak Dr. Rimbawan selaku ketua Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh tenaga kependidikan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor yang telah mendidik dan membantu kelancaran studi.

6. Kepala BPSDM dan Direktur Akademi Imigrasi berserta staff serta taruna Akademi Imigrasi yang telah bersedia untuk bekerjasama dan membantu penulis dalam penelitian ini.

7. Kedua orang tua penulis, Bapak Abdul Gani dan Ibu Nurohma, bang Zufri, ka Aro, bang Daus, ka Indah, uda Herry, ka Fika yang telah memberikan doa, dukungan, kasih sayang, motivasi, perhatian, dan pengorbanannya kepada penulis.

8. Mas Sonny Noor Bhuwono atas bantuan dan informasinya yang berkaitan dengan penelitian ini.

9. Para pejuang AIM (Fera dan Icha), Ayu, Tami, dan Yunita yang telah banyak membantu dalam proses penelitian ini serta seluruh keluarga besar Gizi Masyarakat 46, 45, GM 47, GM 48, Pak Abo, dan Ibu Aisyah fotokopian GM atas segala doa, dukungan, perhatian dan keceriaannya selama ini.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Hipotesis 2

Manfaat Penelitian 2

KERANGKA PEMIKIRAN 2

METODE 4

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 4

Jumlah dan Cara Penarikan Unit Analisis 4

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4

Pengolahan dan Analisis Data 4

Definisi Operasional 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 8

Karakteristik keluarga dan individu taruna 8

Biaya Konsumsi Pangan 12

Kebiasaan Makan 13

Konsumsi Pangan 16

Uji Hubungan Antar Variabel 25

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 28

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data 4

Tabel 2 Jenis dan kategori variabel pengolahan data 5 Tabel 3 Sebaran karakteristik keluarga menurut pendidikan orangtua 9 Tabel 4 Sebaran karakteristik keluarga menurut pekerjaan orangtua 9 Tabel 5 Sebaran karakteristik keluarga menurut pendapatan 10 Tabel 6 Statistik deskriptif pendapatan orang tua 10

Tabel 7 Sebaran taruna menurut usia 11

Tabel 8 Statistik deskriptif statistik taruna menurut usia 11

Tabel 9 Sebaran taruna menurut jenis kelamin 11

Tabel 10 Sebaran uang saku taruna 12

Tabel 11 Deskriptif statistik pendapatan taruna 12 Tabel 12 Deskriptif statistik biaya konsumsi pangan taruna (rupiah/hari) 13

Tabel 13 Kebiasaan makan taruna 14

Tabel 14 Kebiasaan sarapan 15

Tabel 15 Kebiasaan minum 15

Tabel 16 Kebiasaan jajan 16

Tabel 17 Frekuensi konsumsi bahan pangan perminggu 17 Tabel 18 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan gizi 21 Tabel 19 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan energi 22 Tabel 20 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan protein 23 Tabel 21 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan lemak 24 Tabel 22 Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat 24 Tabel 23Hasil uji statistik hubungan antara karakteristik keluarga dan

individu dengan biaya konsumsi pangan 25

Tabel 24Hubungan biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan

gizi 27

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan

tingkat kecukupan gizi 3

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji statistik hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan

tingkat kecukupan gizi 31

2 Hasil uji korelasi spearman antara karakteristik keluarga (pendidikan orangtua) dan individu (usia dan pendapatan taruna) dengan biaya

konsumsi pangan 31

3 Hasil uji korelasi pearson antara total pendapatan orangtua dengan

biaya konsumsi pangan taruna 31

4 Hasil uji chi-square antara pekerjaan ayah dan biaya konsumsi pangan

(16)

5 Hasil uji chi-square antara pekerjaan ibu dengan biya konsumsi

pangan taruna 32

6 Hasil uji chi-square antara jenis kelamin dengan biaya konsumsi

pangan taruna 32

(17)
(18)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan nasional suatu bangsa sangat bergantung terhadap kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya.Menurut Pusat Data dan Analisis Pembangunan (pusdalisbang) Jawa Barat tahun 2011, rata-rata pengeluaran masyarakat Jawa Barat lebih banyak dialokasikan untuk pangan (51.8%) dibandingkan non pangan (48.3%). Pengeluaran untuk pangan rata-rata meningkat sebesar 14.7% pertahun. Tingkat kualitas dari sumberdaya manusia juga dapat dilihat dari tingkat kesejahteraannya yang diperoleh dengan pendekatan pengeluaran biayanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Salah satu cara pemenuhan kecukupan gizi untuk Sumber Daya Manusia dalam suatu institusi adalah dengan melakukan penyelenggaraan makanan dalam institusi tersebut. Perencanaan makanan institusi perlu diperhatikan jenis kegiatan dan proporsi yang diharapkan dari makanan institusi terhadap kecukupan sehari. Dengan demikian dapat dicapai tingkat konsumsi yang memenuhi kecukupan sehari demi tercapainya produktivitas yang optimal (Karyadi dan Muhilal 1985). Menurut Almatsier (2006), institusi yang tidak menyediakan makanan lengkap sehari perlu memperhatikan proporsi Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang perlu dipenuhi melalui penyediaan makanan. Salah satu contoh institusi yang mengadakan penyelenggaraan makanan untuk para tarunanya adalah Akademi Imigrasi.

Akademi Imigrasi, Depok, Jawa Baratmerupakan salah satu akademi di bawah naungan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknis keimigrasian yang professional. Lulusan-lulusan akademi imigrasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pejabat imigrasi untuk bisa menjadi sumber daya manusia yang professional, berwibawa dan berwawasan global. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, sehingga merupakan faktor kunci dalam pembangunan suatu bangsa. Gizi juga sangat berpengaruh terhadap produktivitas manusia (Almatsier 2004).

Pada penyelenggaraannya, biaya makan untuk para taruna telah ditetapkan oleh pihak institusi. Selain biaya yang ditetapkan untuk makan sehari-hari, para taruna juga mengeluarkan biaya untuk konsumsi lainnya selain dari makanan dari asrama. Namun, pengeluaran biaya untuk pangan yang dikeluarkan oleh taruna belum tentu sesuai dengan energi dan zat gizi yang mereka dapatkan. Menurut Berg (1986) menyatakan bahwa seseorang yang mengeluarkan biayanya lebih besar untuk makanan mungkin akan makan lebih banyak juga, tetapi makanan yang dimakan tersebut belum tentu baik dan sesuai. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kecukupan gizi yang dapat terpenuhi dari makanan yang dikonsumsi sesuai dengan biaya konsumsi pangan yang telah dikeluarkan.

Tujuan Penelitian

(19)

2

1. Mengetahui karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua) danindividu (usia, jenis kelamin, dan pendapatan) taruna.

2. Menganalisis biaya konsumsi pangan taruna. 3. Menganalisis kebiasaan makan taruna. 4. Menganalisis konsumsi pangan taruna.

5. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan karakteristik individu dengan biaya konsumsi pangan taruna.

6. Menganalisis hubungan biaya konsumsi pangan dengan konsumsi pangan dan gizi taruna.

Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara karakteristik keluarga dan induvidu dengan biaya konsumsi pangan taruna.

2. Terdapat hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan konsumsi pangan dan gizi taruna.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para taruna Akademi Imigrasi maupun Institusi Akademi Imigrasinya secara langsung mengenai kesesuaian pengeluaran biaya untuk pangan terhadap kecukupan energi yang didapatkan para tarunanya. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengeluaran biaya yang optimal untuk mendapatkan tingkat kecukupan energi yang optimal juga.

KERANGKA PEMIKIRAN

Taruna Akademi Imigrasi merupakan salah satu komponen yang membutuhkan kesehatan untuk menunjang segala aktivitas fisik dan aktivitas belajar selama dalam masa pendidikan. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi Taruna sangat berpengaruh terhadap kualitas mereka dalam melakukan segala aktivitasnya. Oleh karena itu, pihak institusi harus menyediakan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi para Taruna Akademi imigrasi melalui penyelenggaraan makanan di asrama.

Karakteristik keluarga dan individu merupakan faktor yang dapat menentukan besarnya biaya pangan. Pendidikan orang tua akan sangat mempengaruhi pekerjaan orang tua yang juga akan berpengaruh langsung terhadap pendapatannya, sehingga besarnya pendapatan orang tua juga dapat mempengaruhi uang saku yang akan diberikan kepada anak-anaknya, dalam hal ini anak-anak yang dimaksud adalah taruna. Selain dari pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua yang termasuk kedalam karakteristik keluarga, usia, jenis kelamin dan pendapatan taruna yang termasuk kedalam karakteristik individu juga akan mempengaruhi biaya konsumsi pangan yang akan dikeluarkan oleh taruna.

(20)

3 perubahan konsumsi pangan dan gizi pada masyarakat dapat dipengaruhi oleh perubahan pendapatan, dalam penelitian ini yang dimaksud kedalam pendapatan adalah pendapatan taruna yang didapatkan dari orang tua. Semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi pangan oleh seseorang maka akan semakin besar pula jumlah makanan yang akan dikonsumsi (Berg 1986).

Konsumsi pangan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi para taruna dapat digunakan untuk melakukan aktivitas fisik maupun aktivitas dalam belajar. Namun dalam penelitian ini, tingkat aktifitas merupakan variabel yang tidak diteliti. Tingkat kecukupan gizi merupakan perbandingan antara jumlah konsumsi zat gzi dengan angka kecukupan gizi aktual masing-masing taruna. Tingkat kecukupan gizi tersebut didasarkan pada usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan. Pola konsumsi pangan para taruna dapat menentukan apakah angka kecukupan gizi taruna terpenuhi atau tidak.

Keterangan:

Hubungan yang diteliti

Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1Kerangka pemikiran hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan gizi

Biaya konsumsi pangan Karakteristik individu

 Usia

 Jenis kelamin

 Pendapatan taruna

Karakteristik keluarga:

 Pendidikan orangtua

 Pekerjaan orangtua

 Pendapatan orangtua

Konsumsi pangan dan gizi:

 Pola konsumsi pangan

(21)

4

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross-Sectional Study yang dilaksanakan di Sekolah Akademi Imigrasi yang terletak di Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan pertimbangan kemudahan akses peneliti ke lokasi penelitian tersebut. Waktu pengambilan data penelitian ini dari bulan Mei sampai Juli 2013.

Jumlah dan Cara Pemilihan Unit Analisis

Unit analisis penelitian ini adalah taruna Akademi Imigrasi yang masih terdaftar sebagai taruna pendidikan selama penelitian ini berlangsung. Unit analisispenelitian berjumlah 63 orang taruna tingkat tiga yang dipilih secara purposive. Jumlah unit analisis yang diambil berdasarkan jumlah keseluruhan taruna tingkat tiga yang berada di Akademi Imigrasi.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik taruna (usia, jenis kelamin, dan pendapatan taruna), karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orangtua), jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi yang dibedakan menjadi dua, yaitu makanan yang berasal dari dalam asrama pendidikan dan dari luar, serta biaya yang dikeluarkan untuk pangan.

Tabel1Jenis dan cara pengumpulan data

Jenis data Variabel Cara pengumpulan data

Primer

Karakteristik individu Usia

Jenis kelamin Pendapatan taruna

Wawancara

Karakteristik keluarga Pendidikan orangtua Pekerjaan orangtua Pendapatan orangtua

Wawancara

Kebiasaan makan Jenis makanan yang biasa dikonsumsi

Wawancara dan kuisioner

Konsumsi pangan Jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi

Kecukupan gizi

Wawancara dan food frequency

Wawancara dan recall 1x24 jam selama 2 hari yang berbeda Biaya konsumsi pangan Biaya yang dikeluarkan

untuk makanan

Wawancara

Aktivitas fisik Aktifitas yang dilakukan dalam sehari

Wawancara dan record aktivitas fisik

Fasilitas (sarana dan prasarana)

Pengambilan data-data kepada pihak Institutsi

Biaya penyelenggaraan makanan

Anggaran biaya untuk makanan para taruna

Pengambilan data-data kepada pihak Institusi

(22)

5 memenuhi kebutuhan makanan taruna di Akademi Imigrasi. Jenis dan cara pengumpulan data secara rinci seperti terlihat pada Tabel 1.

Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan data meliputi pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahap pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu untuk setiap variabel sebagai panduan dalam meng-entry dan pengolahan data. Kemudian data yang sudah diberikan kode dimasukan ke dalam tabelyang sudah ada. Setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excel dan SPSS versi 16.0 for windows.

Data karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua), karakteristik individu (usia, jenis kelamin dan pendapatan taruna), dan variabel lainnya seperti biaya konsumsi pangan, kebiasaan makan, dan konsumsi pangan dianalisis secara deskriptif menggunakan Microsoft Excel. Uji korelasi atau uji hubungan dianalisis menggunakan korelasi spearman, uji korelasipearson dan uji chi-square dimana sebelumnya dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk melihat kenormalan dari data yang didapat.

Tabel2Jenis dan kategori variabel pengolahan data

Variabel Kategori Pengukuran Literatur

Data Primer

Pekerjaan orangtua Tidak bekerja/IRT

PNS/TNI/ABRI/Pensiunan

Pendapatan taruna Rp 1 800 000

>Rp 1 800 000

Sebaran unit analisis

Biaya konsumsi pangan Biaya makanan asrama

(23)

6

Tabel 3Jenis dan kategori variabel pengolahan data (lanjutan) Variabel Kategori Pengukuran Literatur -Tingkat kecukupan energi

-Tingkat Kecukupan lemak Defisit (< 20% energi) Normal (≤ 30% energi)

Lokasi penelitian dan

sarana/prasarana

Jumlah taruna dan kegiatan taruna (akademik dan luar akademik)

Konsumsi pangan diolah dengan menggunakan data jenis dan jumlah pangan. Kemudian dikonversikan kedalam kandungan gizi, yaitu energi. Rumus yang digunakan untuk mengetahui kandungan gizi makanan yang dikonsumsi adalah (Hardinsyah & Briawan 1994) :

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

Keterangan:

KGij = penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi sebanyak j

Bj = Berat bahan makanan j (gram)

Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan J BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan

Kemudian dihitung tingkat kecukupan energi dengan menggunakan rumus

Tingkat kecukupan gizi = x 100%

AKG individu dapat ditentukan dengan cara melakukan koreksi terhadap berat badan, dengan menggunakan rumus:

AKG Aktual = x AKG

Untuk menentukan kecukupan energi contoh digunakan formula WNPG tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu Proses Estimasi AKE Dewasa

AKE = ((16.80 (BB)) + 498 ) x Nilai PAL

AKE = Angka kecukupan energi (kkal) BB = Berat badan (kg)

(24)

7 Data aktivitas fisik didapatkan dengan metode record dan wawancara langsung,, kemudian hasilnya akan diperoleh dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitas dikalikan dengan lamanya waktu yang digunakan untuk aktivitas. Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut:

P L = ∑(P R x w p v )

24 jam

Keterangan:

PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas)

PAR =Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Hasil data yang diperoleh dijabarkan secara deskriptif. Selain itu, data tersebut juga diolah dengan menggunakan uji statistik inferensia yang meliputi uji korelasi pearson, uji korelasi spearman dan uji chi-square. Hubungan antara pendidikan orangtua, usia taruna, dan pendapatan taruna dengan biaya konsumsi pangan taruna diuji dengan menggunakan analisis korelasi spearman. Hubungan antara total pendapatan orangtua dengan biaya konsumsi pangan taruna diuji dengan menggunakan analisis korelasi pearson. Hubungan antara pekerjaan orangtua dan jenis kelamin taruna dengan biaya konsumsi pangan taruna diuji dengan menggunakan uji chi-square. Hubungan antara biaya konsumsi pangan taruna dengan tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat taruna diuji dengan menggunakan analisis korelasi pearson.

Definisi Operasional

Karakteristik individu adalah karakteristik individu taruna yang meliputi usia, jenis kelamin, dan pendapatan taruna.

Karakteristik keluarga adalah karakteristik keluarga taruna yang meliputi pendidikan orang tua,, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua.

Pendapatan taruna adalah banyaknya uang yang diterima taruna perbulan yang berasal dari pemerintah (gaji) dan orangtua ataupun seseorang yang mempunyai tanggungan terhadapnya yang digunakan untuk keperluan makanan ataupun bukan makanan.

Biaya konsumsi pangan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan oleh taruna untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

Pola konsumsi pangan adalah gambaran mengenai kebiasaan makan taruna yang akan menentukan tingkat kecukupan gizinya melalui konsumsi pangan.

Kebiasaan makan adalah perilaku makan taruna yang akan mempengaruhi konsumsi pangannya, baik dalam jumlah dan jenisnya.

Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi taruna yang akan menentukan tingkat kecukupan gizi taruna.

(25)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Akademi Imigrasi yang berlokasi di jalan raya Gandul, Cinere, Depok berdiri pada tanggal 21 Desember 1962 berdasarkan pengukuhan dari Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor J.P.17/59/11 tahun 1962 tentang pembentukan Akademi Imigrasi dimana pembentukannya merupakan konsekwensi logis akan kebutuhan Aparatur keimigrasian yang terampil dan professional yang bertugas sebagai penegak hukum yang kemudian dikembangkan dalam trifungsi Imigrasi (Public service, Security & Law enforcement, National Economic Fasilitator). Akademi Imigrasi berada dibawah naungan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Tugas pokok dari Akademi Imigrasi adalah melaksanakan pendidikan pada jalur pendidikan professional program diploma III yang ditujukan pada keahlian khusus dibidang keimigrasian. Pada Sub Bagian Akademik dan Ketarunaan mengacu pada sistem Pengajaran, Pelatihan dan Pengasuhan (JARLATSUH).

Akademi Imigrasi berada dibawah pengawasan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Para taruna merupakan orang-orang terpilih yang diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria khusus untuk mengikuti pendidikan kedinasan di Akademi Imigrasi.

Pendidikan taruna Akademi Imigrasi dijalani selama 3 tahun dengan perincian masa basis taruna selama 5 bulan, tingkat I selama 7 bulan, tingkat II selama 1 tahun dan tingkat III selama 1 tahun. Selama masa pendidikan, taruna juga memiliki beberapa kegiatan selain kegiatan akademik, yaitu marching bands (CORPS BHUMI PURA WIRA WIBHAWA), pasukan khusus taruna, immigration academy big band, scuba diving, menembak, paduan suara, klub tari, klub olahraga, English club, band taruna AIM, dan pengajian rutin.

Fasilitas penunjang yang terdapat di Akademi Imigrasi yaitu : Ruang Kelas, Ruang kantor dan sekretariat, ruang serba guna, asrama taruna, labolatorium bahasa, labolatorium computer, ruang simulasi praktek keimigrasian, tempat untuk kegiatan lapangan, rumah dinas untuk Direktur Akademi, dan rumah dinas untuk Kasubbag ADAK.

Karakteristik Keluarga dan Individu Taruna

Pendidikan orangtua

(26)

9 Tabel4Sebaran karakteristik keluarga menurut pendidikan orangtua

Pendidikan Pendidikan ayah Pendidikan ibu

n % n %

≤SMA 16 25.4 29 46.0

Diploma 7 11.1 11 17.5

Sarjana 40 63.5 23 36.5

Jumlah 63 100 63 100

Pekerjaan orangtua

Pekerjaan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi individu (Suhardjo 1989). Data mengenai pekerjaan orangtuayang disajikan pada Tabel4 menunjukan bahwa sebagian besar pekerjaan ayah dari taruna sebagai PNS/TNI/ABRI/Pensiunan (63.3%) dan sebagai wiraswasta/pegawai swasta (28.3%). Sedangkan sebagian besar ibu dari taruna adalah tidak bekerja atau berprofesi sebagai ibu rumah tangga, yaitu sebesar (60.3%) dan sebagai PNS/TNI/ABRI/Pensiunan (27.0%). Kegiatan ibu dari taruna sebagai ibu rumah tangga dapat dilihat juga dari pendidikan ibu yang sebagian besar merupakan lulusan kurang dari SMA maupun sederajat. Selain itu, sebanyak tiga orang dari taruna sudah tidak memiliki ayah (Almarhum) sehingga jika dijumlahkan ayah dari taruna yang memiliki pekerjaan hanya 60 orang.Menurut Suhardjo (1989), ibu yang bekerja tidak lagi memiliki waktu untuk mempersiapkan makanan dan mengurusi keluarganya. Namun, pendapatan keluarga akan semakin meningkat jika istri memiliki pendapatan dari pekerjaan yang dilakukan.

Tabel5Sebaran karakteristikkeluarga menurut pekerjaan orangtua

Pekerjaan Pekerjaan ayah Pekerjaan ibu

n % n %

Tidak bekerja/Ibu Rumah Tangga 0 0 38 60.3

PNS/TNI/ABRI/Pensiunan 38 63.3 17 27.0

Wiraswasta/Pegawai swasta 17 28.3 6 9.5

Lainnya 5 8.3 2 3.2

Jumlah 60 100 63 100

Pendapatan orangtua

(27)

10

sedangkan untuk pendapatan ibu sebagian besar berada pada rentang kurang dari Rp 1500000per bulan (58.7%). Hal tersebut dikarenakan sebagian besar ibu dari taruna bekerja sebagai ibu rumah tangga atau tidak memiliki pekerjaan sehingga berpenghasilan kurang dari Rp 1500000 atau tidak berpenghasilan sama sekali.Sama halnya dengan pekerjaan ayah, pendapatan ayah juga hanya berasal dari 60 orang ayah karena tiga orang ayah dari taruna sudah berstatus almarhum sehingga sudah tidak memiliki penghasilan.

Tabel 6 Sebaran karakteristik keluarga menurut tingkat pendapatan Pendapatan orang tua (Rupiah/bulan) Pendapatan ayah Pendapatan ibu Total

n % n % n %

<1500000 1 1.7 37 58.7 3 4.8

1500000-3000000 20 33.3 12 19.0 14 22.2

3000000-5000000 23 38.3 8 12.7 15 23.8

>5000000 16 26.7 6 9.5 31 49.2

Jumlah 60 100 63 100 63 100

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pendapatan ayah minimum sebesar Rp 900 000 dan pendapatan maksimum Rp 15000000 dengan rata-rata pendapatan ayah sebesar Rp4800000 ± 3331666. Sedangkan untuk pendapatan ibu, minimal adalah sebesar Rp 0 dan maksimum adalah sebesar Rp 12000000 dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 1885714 ± 2807585. Jika dijumlahkan antara pendapatan ayah dan pendapatan ibu, pendapatan total orangtua tua taruna minimal adalah sebesar Rp 900 000 dan pendapatan maksimal total orangtua taruna adalah sebesar Rp 27000000 dengan rata-rata sebesar Rp 6685714±6139251

Tabel7Statistik deskriptif pendapatan orangtua

Anggota keluarga Minimal Maksimal Rata-rata Standar deviasi

Ayah 900 000 15000000 4800000 3331666

Ibu 0 12000000 1885714 2807585

Total 900 000 27000000 6685714 6139251

Jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) kota Depok, yaitu sebesar Rp 2042000, sebagian besar total pendapatan orang tua sudah berada diatas UMR yaitu dengan persentase sebesar 90.5%. Namun ada beberapa orangtua yang pendapatannya masih dibawah UMR yaitu sebesar 9.5%.

Usia

(28)

11 Tabel 8Sebaran taruna menurut usia

Usia Taruna (tahun) n %

<21 7 11.1

21-22 45 71.4

>22 11 17.4

Jumlah 63 100

Secara deskriptif taruna di Akademi Imigrasi berusia minimum 20 tahun dan maksimum 24 tahun dengan rata-rata usia 21.5 ± 1.05 tahun. Usia maksimal taruna yang berada pada usia 24 tahun dikarenakan ketika taruna masuk pada awal pendaftaran terdapat persyaratan bahwa usia maksimal taruna untuk mendaftar sebagai calon taruna Akademi Imigrasi adalah 22 tahun.

Tabel 9Statistik deskriptif taruna menurut usia

Usia taruna Tahun

Minimal 20.0

Maksimal 24.0

Rata-rata 21.5

Standar deviasi 1.1

Jenis kelamin

Suhardjo (1989) menjelaskan bahwa tubuh yang besar akan memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan dengan tubuh yang kecil, dan untuk melakukan aktivitas yang sama seorang wanita akan membutuhkan energi yang lebih kecil pula dibandingkan dengan laki-laki. Jenis kelamin taruna disajikan pada Tabel 12. Pada Tabel9 dapat dilihat bahwa sebagian besar taruna berjenis kelamin laki-laki (90.5%) dibandingkan taruna yang berjenis kelamin perempuan (9.5%). Hal tersebut dikarenakan adanya standarisasi jumlah taruna yang telah ditentukan oleh pihak keimigrasian dengan formasi jumlah taruna laki-laki dan perempuan sesuai dengan sumber daya yang dibutuhkan.

Tabel 10Sebaran taruna menurut jenis kelamin

Jenis kelamin taruna n %

Laki-laki 57 90.5

Perempuan 6 9.5

Jumlah 63 100

Pendapatan taruna

(29)

12

dari penghasilannya tersebut. Pada penelitian ini, pendapatan yang diterima oleh taruna tidak hanya berasal dari orang tua, tetapi juga berasal dari institusi atau pemerintah yang diberikan setiap bulan.

Tabel 11Sebaran taruna berdasarkan pendapatan

Pendapatan Taruna (Rupiah/bulan) n %

1800000 45 71.4

>1800000 18 28.6

Jumlah 63 100

Pada Tabel 10 dapat dilihat sebagian besar taruna memiliki pendapatanyang diterima dalam bentuk uang tunai adalah sebesar Rp1800000 per bulan (71.4%) sedangkan taruna yang memiliki pendapatan diatas Rp 1800000 adalah sebesar 28.6%. Pada Tabel 11, disebutkan tiga sumber pendapatan taruna setiap bulannya, yaitu pendapatan dari pemerintah (gaji), dari orangtua, dan uang makan selama mereka tinggal di asrama, namun uang makan taruna tersebut langsung diberikan dalam bentuk makanan. Pendapatan yang didapatkan dari pemerintah berjumlah sama untuk setiap taruna pada setiap bulannya, yaitu sebesar Rp.1800000. Sedangkan uang saku yang berasal dari orang tua minimal sebesar Rp50 000 per bulan dan maksimal sebesar Rp 2600 000 per bulan dengan rata-rata Rp139683 ± 401726. Uang makan untuk taruna perharinya adalah sebesar Rp 29 700 sehingga dalam sebulan total uang makan taruna yang diberikan dalam bentuk makanan adalah sebesar Rp 891 000.

Tabel 12Deskriptif statistik pendapatan taruna Alokasi biaya makan taruna

(Rupiah/bulan) Gaji Orangtua Uang makan

Minimal 1800000 50000 891 000

Maksimal 1800000 2600000 891 000

Rata-rata 1800000 139683 891 000

Standar deviasi 0 401726 0

Biaya Konsumsi Pangan

(30)

13 pangan taruna yang sudah ditetapkan oleh institusi dan yang dikeluarkan secara pribadi oleh taruna pada hari pendidikan maupun pada hari libur.

Tabel 13Deskriptif statistik biaya konsumsi pangan taruna (rupiah/hari) Biaya konsumsi pangan taruna Hari pendidikan Hari libur

Asrama Pribadi Asrama Pribadi

Minimal 29700 1500 29700 1000

Maksimal 29700 75000 29700 135000

Rata-rata 29700 18560 29700 49008

Standar deviasi 0 17654 0 22484

Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa biaya konsumsi pangan yang telah ditetapkan oleh pihak institusi pada hari pendidikan maupun pada hari libur adalah sebesar Rp 29700 perharinya dengan pembagian waktu makan yaitu makan pagi, makan siang, makan malam, serta extra fooding yang diberikan pada pagi hari. Pada hari pendidikan, biaya konsumsi pangan yang dikeluarkan oleh taruna secara pribadi rata-rata adalah sebesar Rp18560 ± 17654 dengan biaya minimal Rp 1 500 dan biaya maksimal Rp 75000. Sedangkan pada hari libur, biaya yang dikeluarkan oleh taruna secara pribadi rata-rata sebesar Rp 49008 ± 22484 perharinya dengan biaya minimal sebesar Rp 1000 dan biaya maksimal sebesar Rp 135000. Biaya yang dikeluarkan oleh taruna pada hari libur lebih besar dibandingkan dengan hari pendidikan dikarenakan pada hari libur taruna diberikan kesempatan untuk berada di luar asrama pendidikan atau biasa disebut dengan IBL (Izin Bermalam Di luar) sehingga para taruna memiliki kebebasan yang lebih besar dibandingkan pada hari libur untuk membeli makanan di luar asrama. Besarnya biaya konsumsi pangan yang dikeluarkan oleh para taruna dapat dikarenakan sifat konsumtif dari taruna ketika mereka mendapatkan kesempatan untuk mengonsumsi makanan diluar dari makanan yang telah disediakan.

Kebiasaan Makan

Frekuensi makan

(31)

14

hewani, lauk nabati, sayur dan buah sebesar 55.6%. sedangkan menu untuk makan malam taruna pada hari libur sebagian besar adalah tidak lengkap, yaitu sebesar 57.1%. Pada hari libur, terlihat terjadi penurunan persentase taruna yang mengonsumsi makanan dengan menu lengkap pada makan siang dan makan malam. Hal tersebut dikarenakan pada hari pendidikan, jenis makanan yang telah disediakan oleh asrama (catering) sudah lengkap. Sedangkan pada hari lbur, taruna cenderung membeli makanan di luar sehingga makanan yang mereka konsumsi belum tentu selengkap dengan makanan yang disediakan di asrama. Jika dilihat dari menu yang dikonsumsi sebagian besar taruna, makanan yang dikonsumsi oleh taruna sudah dapat dikatakan beragam .

Tabel 14Kebiasaan makan taruna

Variabel Klasifikasi Hari pendidikan Hari Libur

n % n %

Frekuensi makan besar

1 kali 1 1.6 1 1.6

2 kali 0 0.0 11 17.5

3 kali 59 93.7 25 39.7

>3 kali 3 4.8 26 41.3

Menu siang Tidak lengkap 8 12.7 28 44.4

Lengkap 55 87.3 35 55.6

Menu Malam Tidak lengkap 22 34.9 36 57.1

Lengkap 41 65.1 27 42.9

Keterangan :

Tidak lengkap: Nasi, lauk hewani/lauk nabati, sayur; Lengkap: Nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah

Kebiasaan sarapan

(32)

15 Tabel 15Kebiasaan sarapan

Variabel Klasifikasi Hari pendidikan Hari libur

n % n %

Status hidrasi harus dipertahankan oleh setiap individu, yaitu dengan mengonsumsi air sebanyak 2500 ml perharinya. Jumlah tersebut setara dengan cairan yang dikeluarkan tubuh baik yang berupa keringat, uap air maupun cairan yang dikeluarkan bersama tinja (Irianto 2007). Berdasarkan Tabel 15, pada hari pendidikan, sebagian besar taruna minum air putih sebanyak lebih dari 8 gelas perharinya, yaitu sebesar 49.2%, begitu pula pada hari libur, sebagian besar taruna mengonsumsi air putih lebih dari 8 gelas perhari, yaitu sebesar 52.4%. Selain air putih, taruna juga biasa mengonsumsi minuman olahraga (sport drink) walaupun hanya sebagian kecil taruna yang mengonsumsi minuman olahraga tersebut, yaitu hanya sebesar 25.4% pada hari pendidikan dan 27.0% pada hari libur. Alasan taruna dalam mengonsumsi minuman olahraga (sportdrink) adalah dapat menghilangkan haus, tidak menimbulkan efek samping, dan dapat mengganti cairan tubuh yang hilang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Nauli (2006), bahwa penilaian persepsi atlet terhadap minuman isotonic adalah dengan melihat manfaat kesehatannya.

Tabel16Kebiasaan minum

Variabel Klasifikasi Hari Pendidikan Hari libur

n % n %

(33)

16

pagi dan makan siang, pada sore hari dan setelah makan malam. Begitu pun pada hari libur, sebagian besar taruna tidak mengonsumsi makanan diantara makan pagi dan makan siang serta pada sore hari, sedangkan untuk makanan kecil (snack) setelah makan malam, sebagian besar taruna mengonsumsinya. Hal tersebut dikarenakan pada hari libur, sebagian besar taruna memanfaatkan sebagian waktunya untuk beristirahat (tidur) hingga siang hari, sehingga waktu untuk tidur malam taruna menjadi lebih larut malam bahkan sampai dini hari.

Selain makanan selingan, sebagian besar taruna juga mengonsumsi makanan fast food (makanan cepat saji) baik pada hari pendidikan maupun pada hari libur dengan frekuensi kadang-kadang sebesar 42.9% pada hari pendidikan dan 71.4% pada hari libur. Sesuai dengan namanya, fast food merupakan jenis makanan cepat saji sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama dan dapat disajikan kapan dan dimana saja. Namun, komposisi dari makanan fast food kurang memenuhi standar makanan yang sehat dan berimbang, yaitu kandungan dari lemak jenuh yang berlebihan karena unsure hewani yang lebih banyak dibandingkan dengan unsure nabati, kurang serat, kurang vitamin dan terlalu banyak sodium (Irianto 2007).

Tabel 17Kebiasaan jajan

Variabel Klasifikasi Hari pendidikan Hari libur

n % n %

Penilaian konsumsi pangan merupakan cara menilai keadaan atau status gizi masyarakat secara tidak langsung. Informasi tentang konsumsi pangan dapat dilakukan dengan cara survey dan akan menghasilkan data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi. Secara kualitatif akan diketahui frekuensi makan maupun cara memperoleh pangan. Metode yang dapat dilakukan adalah food frequency questionnaire dan dietary history (Riyadi dalam baliwati 2003).

(34)

17 telah dikonsumsi oleh responden. Pada metode ini, biasanya diperoleh menggunakan recall tiga hari berturut-turut atau minimal dua kali 24 jam dengan menanyakan semua makanan yang telah dikonsumsi oleh responden selama tiga atau dua kli 24 jam yang lalu (Sediaoetama 1991).

Konsumsi bahan pangan sumber karbohidrat

Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif murah. Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, pemberi rasa manis pada makanan, penghemat protein, pengaturan metabolisme lemak, dan membantu pegeluaran feses (Almatsier 2004). Berdasarkan hasil wawancara dengan FFQ kepada taruna, dapat diketahui sebagaian besar taruna mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya atau pangan sumber karbohidratnya, yaitu dengan rata-rata sebesar 20 kali perminggu. Bahan pangan pokok atau bahan pangan sumber karbohidrat lainnya yang dikonsumsi oleh taruna adalah lontong, mie instan, bihun, jagung dan umbi-umbian. Namun rata-rata konsumsi bahan pangan tersebut jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan frekuensi taruna mengonsumsi nasi. Hal tersebut dikarenakan jenis pangan pokok yang disediakan oleh asrama (catering) adalah nasi. Bahan pangan pokok lainnya yang juga dikonsumsi oleh taruna selain yang telah disebutkan adalah roti yang dikonsumsi oleh taruna rata-rata sebanyak 4.2 kali perminggu.

Tabel 18Frekuensi konsumsi bahan pangan perminggu

No Jenis Pangan Minimal Maksimal Rata-rata ± SD

5. Telur bebek (telur asin)

(35)

18

Tabel 19 Frekuensi konsumsi bahan pangan perminggu (lanjutan)

No Jenis Pangan Minimal Maksimal Rata-rata ± SD Keterangan : SD : Standar Deviasi

Konsumsi bahan pangan sumber protein hewani

(36)

19 Protein hewani tergolong protein berkualitas tinggi dan sumber protein yang baik dalam jumlah maupun mutunya (Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2010). Pangan hewani yang biasa dikonsumsi oleh taruna sebagian besar adalah ayam, yaitu sebanyak 6 sampai 7 kali perminggu (Tabel17). Konsumsi pangan hewani yang berasal dari ayam lebih tinggi dibandingkan dengan pangan hewani lainnya berkaitan dengan menu yang disediakan lebih banyak berbahan dasar ayam. Selain ayam, konsumsi pangan hewani yang cukup sering dikonsumsi oleh taruna adalah telur ayam dengan rata-rata konsumsi sebanyak 6 kali perminggu. Sama halnya dengan ayam, tingginya konsumsi telur ayam oleh taruna berkaitan dengan menu yang disediakan. Menu yang disediakan oleh asrama dari catering hampir setiap hari selalu menggunakan bahan dasar ayam dan telur ayam. Bahan pangan hewani lainnya yang juga dikonsumsi oleh taruna adalah daging sapi, daging kambing, teur bebek (telur asin), telur puyuh, hati, sosis, ikan, udang dan sarden. Namun bahan pangan hewani tersebut lebih sedikit dikonsumsi oleh taruna dibandingkan dengan ayam dan telur ayam.

Selain bahan pangan hewani yang telah disebutkan, susu dan olahannya juga termasuk kedalam protein hewani, seperti keju, yoghurt dan eskrim. Susu dan olahannya dianggap mengandung komplet protein yang efisien bagi tubuh (Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2010). Berdasarkan Tabel17, susu segar merupakan pagan hasil olahan susu yang paling sering dikonsumsi oleh taruna dibadingkan dengan susu kental manis, yoghurt, keju maupun eskrim, yaitu sebesar 4 sampai 5 kali perminggu.

Konsumsi bahan pangan sumber protein nabati

Protein selain bersumber dari protein hewani, dapat juga bersumber dari protein nabati. Kualitas dari protein nabati lebih rendah dibandingkan dengan protein nabati. Protein bermutu rendah adalah protein yang tidak mengandung atau mengandung dalam jumlah kurang satu atau lebih asam amino esensial. Sebagian besar protein nabati kecuali kacang kedelai dan kacang-kacangan lainnya merupakan protein tidak komplit (Almatsier 2004). Sumber protein nabati yang paling sering dikonsumsi oleh taruna adalah tahu dengan rata-rata sebanyak 6 kali perminggu. Selain dari tahu, sumber pangan nabati yang sering dikonsumsi selanjutnya adalah tempe dengan rata-rata frekuensi konsumsi sebanyak 5 sampai 6 kali perminggu (Tabel 17). Sumber pangan nabati lainnya yang juga dikonsumsi oleh taruna adalah kacang-kacangan, seperti kacang hijau, kedelai dan kacang merah, namun jumlah yang dikonsumsi lebih sedikit dibandingkan dengan tempe dan tahu.

Konsumsi buah dan sayur

(37)

20

Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat sayuran yang paling sering dikonsumsi oleh taruna adalah bayam dengan frekuensi rata-rata sebesar 3 kali perminggu. selain bayam, urutan sayuran yang sering dikonsumsi oeh taruna adalah wortel, sawi, dan tauge. Sedangkan frekuensi rata-rata konsumsi daun singkong, kacang panjang dan jamur lebih sedikit lagi dibandingkan sayuran-sayuran yang telah disebutkan sebelumnya. Sedangkan untuk buah-buahan yang paling sering dikonsumsi oleh taruna adalah pisang dengan frekeunsi rata-ratanya sebesar 5.2 kali perminggu. Buah-buahan yang sering di konsumsi oleh taruna selanjutnya adalah papaya, semangka dan melon dengan masing-masing frekuensi rata-rata sebesar 4 sampai 5 kali, 3 sampai 4 kali dan 3 kali perminggu. Tingginya frekuensi kosumsi dari beberapa buah-buahan tersebut berkaitan dengan ketersediaan buah yang telah disediakan oleh pihak asrama (catering) hanya mencakup buah-buahan tersebut.

Konsumsi dan tingkat kecukupan gizi

Konsumsi pangan adalah jumah pangan yang dimakan oleh seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan dari mengonsumsi pangan adalah untuk mendapatkan sejumah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dalam metabolismenya. Konsumsi makanan oleh masyarakat atau keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan dan distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pula dengan pendapatan, agama, adat kebiasaan, dan pendidikan masyarakat yang bersangkutan (Almatsier 2006).

(38)

21 Tabel 20 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan gizi per hari

Komponen gizi Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan

Diasrama Dari luar asrama Total

Energi

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu, dan kegiatan fisik. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi energi dengan pengeluaran energi, maka hal ini akan berakibat pada gangguan gizi (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Berdasarkan hasil WidyakaryaNasional Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2004, bahwa seseorang yang memiliki aktifitas fisik lebih tinggi akan memiliki kecukupan energi yang lebih besar dibandingkan orang yang memiliki aktifitas fisik lebih rendah. Rata-rata angka kecukupan gizi taruna yang telah diukur sesuai dengan berat badan dan aktifitas fisik masing-masing taruna adalah sebesar 2627 kkal. Total asupan energi taruna dalam sehari adalah sebesar 2417 kkal yang terbagi kedalam dua sumber makanan, yaitu energi dari makanan asrama dan energi dari makanan luar asrama. Rata-rata konsumsi energi taruna dari asrama (catering) lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi taruna dari luar asrama. Hal ini dapat terlihat pada Tabel18. Konsumsi taruna yang berasal dari makanan diluar asrama lebih besar dibandingkan makanan yang berasal dari asrama (catering)dikarenakan menurut taruna makanan yang berasal dari luar catering lebih bervariasi. Taruna mengaku merasa bosan dengan makanan yang telah disediakan oleh pihak asrama atau institusi. Walaupun tingkat asupan energi dari asrama masih kurang, namun menurut penelitian Pangesti (2013), tingkat ketersediaan energi dari makanan asrama telah mencapai 2786 kkal perharinya dan jika dibandingkan dengan biaya yang sudah dianggarkan, makanan dari asrama tersebut sudah sangat mencukupi dan memenuhi kebutuhan taruna. Hanya sajaenergi yang didapatkan taruna lebih banyak dari makanan luar asrama, namun dalam sehari rata-rata tingkat kecukupan energi yang dipenuhi oleh taruna adalah tergolong cukup, yaitu sebesar 94%.

(39)

22

AKE, defisit ringan apabila hanya memenuhi 80-89% AKE, normal apabila memenuhi 90-119% AKE, dan lebih apabila memenuhi ≥120% AKE (Depkes 1996).Walaupun rata-rata tingkat kecukupan energi taruna adalah normal, namun tingkat kecukupan energi taruna sebagian besar tergolong kedalam defisit berat, yaitu sebesar 30.2%. taruna yang tingkat kecukupan energinya tergolong normal sebesar 27.0% dan juga terdapat taruna dengan tingkat kecukupan energi yang tergolong lebih, yaitu sebesar 17.4% (Tabel19).Hal tersebut dikarenakan ada beberapa taruna yang mengonsumsi makanannya berlebih dan juga ada yang sangt sedikit sehingga jika dirata-ratakan menjadi normal. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Fatimah (2008) kepada taruna di asrama politeknik ilmu pelayaran Semarang juga diketahui rata-rata tingkat kecukupan energi taruna adalah sebesar 74.3% yang tergolong kedalam kategori defisit.

Tabel 21Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan energi

Tingkat Kecukupan Energi Minimal (%) Maksimal (%) n %

Protein merupakan saah satu jenis zat gizi yang mempunyai fungsi penting bagi tubuh. Fungsi protein adalah untuk menyediakan asam-asam amino yang diperlukan oleh tubuh untuk berbagai kebutuhan, yaitu sebagai salah satu penghasil energi (Sediaoetama 2006).Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004 diketahui angka kecukupan protein untuk laki-laki usia 19-29 tahun adalah sebesar 60 gram sementara untuk wanita berusia 19-29 tahun adalah sebesar 50 gram. Rata-rata angka kecukupan protein yang telah dikonversi dengan berat badan masing-masing taruna didapatkan sebesar 66 gram perharinya. Total konsumsi protein perharinya adalah sebesar 62.6 gram yang terbagi kedalam dua sumber makanan yang berbeda, yaitu makanan yang berasal dari asrama dan makanan yang berasal dari luar asrama. Rata-rata tigkat kecukupan protein sehari taruna telah mencapai 96.9%. Rata-rata konsumsi protein taruna lebih banyak bersumber dari makanan diluar dari yang telah disediakan oleh asrama atau institusi, yaitu sebesar 37.9 gram yang dapat memenuhi 54.6% dari angka kecukupan gizinya. Perbedaan konsumsi protein taruna yang berasal dari makanan asrama dengan makanan yang berasal dari luar asrama adalah sebesar 13 gram. Perbedaan konsumsi dari asal makanan tersebut mengakibatkan perbedaan tingkat kecukupan protein taruna yang berasal dari dua sumber yang berbeda. Tingkat kecukupan protein yang berasal dari makanan luar asrama lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kecukupan protein yang berasal dari makanan asrama (catering).

(40)

23 memenuhi <70%AKP, defisit sedang apabila hanya memenuhi 70-79% AKP, defisit ringan apabila hanya memenuhi 80-89% AKP, normal apabila memenuhi 90-119% AKP, dan lebih apabila memenuhi ≥120% AKP (Depkes 1996).

Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat sebagian taruna mengalami defisit berat dengan persentase 28.6% dan untuk taruna yang termasuk kedalam kategori normal adalah sebesar 27.0%. Selain itu juga terdapat taruna yang tingkat kecukupan proteinnya tergolong lebih, yaitu sebesar 23.8%. Pada penelitian yang lain juga yang dilakukan oleh Fatimah (2008) kepada taruna di asrama politeknik ilmu pelayaran Semarang juga diketahui bahwa rata-rata tingkat kecukupan protein taruna adalah sebesar 70.0% yang juga termasuk kedalam kategori defisit.

Tabel 22Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan protein

Tingkat Kecukupan Protein Minimal (%) Maksimal (%) n %

Lemak merupakan zat gizi yang menghasilkan energi terbesar dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Peningkatan metabolisme lemak pada waktu melakukan kegiatan olahraga yang lama mempunyai efek “melindungi’ pemakaian gikogen, namun konsumsi lemak yang berlebihan tidak dianjurkan bagi seseorang (Irianto 2007). Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. Kebutuhan lemak untuk individu normal yang tidak berprofesi sebagai Taruna dianjurkan untuk mengonsumsi lemak sebanyak 15-30% dari kebutuhan energi total yang dianggap baik untuk kesehatan (Almatsier 2006), sedangkan kebutuhan lemak Taruna berkisar antara 20-30% dari total energi yang dibutuhkan (WNPG 2004).Rata-rata konsumsi lemak taruna dalam sehari adalah sebesar 62.4 gram, dimana untuk konsumsi lemak juga terbagi kedalam dua sumber, yaitu makanan yang berasal dari asrama dan dari luar asrama. Konsumsi lemak taruna yang bersumber dari makanan luar asrama lebih tinggi dibandingkan yang bersumber dari makanan asrama (catering), yaitu masing-masing sebesar 36.9 gram dan 25.5 gram. Perbedaan konsumsi lemak taruna yang berasal dari dua sumber yang berbeda adalah sebesar 11 gram. Perbedaan konsumsi lemak pada taruna dapat berpengaruh juga pada perbedaan tingkat kecukupan lemak taruna dari dua sumber makanannya. Tingkat kecukupan lemak taruna dalam sehari sudah mencapai 41.2% dari energi taruna. Hal tersebut dapat diartikan tingkat kecukupan taruna sudah tergolong lebih dari syarat, yaitu sebesar 20-30% dari energi sehari. Tingkat kecukupan lemak yang berasal dari makanan luar asrama lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kecukupan lemak yang berasal dari makanan asrama (catering).

(41)

24

kecukupan lemak taruna dikatakan defisit apabila kontribusinya terhadap energi <20%, normal apabila kontribusinya terhadap energi ≤30%, dan lebih apabila kontribusinya terhadap energi >30%. Berdasarkan Tabel 21dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat kecukupan lemak taruna tergolong lebih, yaitu sebesar 42.9%. taruna yang tergolong kedalam kategori defisit mencapai 34.9% dan yang tergolong kedalam kategori normal sebesar 22.2%.

Tabel 23Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan lemak Tingkat Kecukupan Lemak Minimal (%) Maksimal (%) n %

Defisit (<20% energi) 11.9 19.4 22 34.9

Normal (≤30% energi) 20.1 29.4 14 22.2

Lebih (>30% energi) 30.0 36.8 27 42.9

Total 63 100

Karbohidrat

Karbohidratmerupakan senyawa sumber energi utama bagi tubuh. Menurut Almatsier (2004), kebutuhan karbohidrat untuk orang yang bukan berprofesi sebagai atlet adalah 55-75% berasal dari karbohidrat kompleks dan 10% berasal dari karbohidrat sederhana. Pada individu yang mempunyai simpanan glikogen sangat sedikit, akan mengalami cepat lelah dan memiliki daya tahan fisik yang kurang baik. oleh karena itu, sebaiknya karbohidrat diberikan 60-70% dari total energi yang dibutuhkan atau sama dengan 6-10 gram/kgBB/hari.Total asupan karbohidrat sehari taruna adalah sebesar 410.7 gram yang dibagi kedalam dua sumber, yaitu makanan dari asrama dan luar asrama. Seperti konsumsi energi, protein dan lemak, konsumsi karbohidrat yang berasal dari makanan luar asrama juga lebih tinggi dibandingkan dengan makanan yang berasal dari asrama, yaitu sebesar 244.9 gram. Lebih tingginya konsumsi makanan taruna yang berasal dari luar asrama mengakibatkan pada lebih tingginya tingkat kecukupan lemak yang berasal dari makanan luar asrama juga.

Tingkat kecukupan karbohidrat taruna didapatkan dari hasil perhitungan jumlah konsumsi pangan taruna dalam gram yang dikonversi menjadi kalori lalu dibagi dengan total energi sehari dan dikalikan dengan seratus persen. Tingkat kecukupan karbohidrat taruna dikatakan defisit apabila kontribusinya terhadap energi <60%, normal apabila kontribusinya terhadap energi sebesar <70%, dan lebih apabila kontribusinya terhadap energi sebesar >70%. Rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat taruna telah mencapai 67.6%. Berdasarkan Tabel 22, sebagian besar taruna tergolong kedalam kategori lebih dengan persentase sebesar 76.2%. sedangkan untuk taruna yang tergolong kedalam kategori normal adalah sebesar 6.3% dan yang tergolong kedalam kategori lebih adalah sebesar 17.5%.

Tabel 24Sebaran taruna berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Tingkat Kecukupan Karbohidrat Minimal (%) Maksimal (%) n %

Defisit (<60% energi) 50.5 59.2 15 23.8

Normal (≤70% energi) 60.7 69.7 28 44.4

Lebih (>70% energi ) 70.1 102.0 20 31.7

(42)

25

Hubungan Antar Variabel

Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah uji korelasi pearson, uji korelasi spearman, dan uji chi-square. Terdapat beberapa variabel yang diuji, yaitu hubungan antara karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua), karakteristik individu (usia, jenis kelamin dan uang saku taruna) dengan biaya konsumsi pangan dan hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan zat gizi (energi, protein, lemak, dan karbohidrat). Uji korelasi pearson digunakan untuk menguji hubungan antara biaya konsumsi pangan taruna dengan tingkat kecukupan zat gizi serta total pendapatan orangtua dengan biaya konsumsi pangan taruna, sedangkan uji korelasi spearman digunakan untuk menguji hubungan antara pendidikan ayah dan ibu, pendapatan taruna dan usia taruna dengan biaya konsumsi pangan taruna. Uji chi-square digunakan untuk menguji hubungan antara pekerjaan orangtua dan jenis kelamin taruna dengan biaya konsumsi pangan taruna. Uji hubungan antar variabel disajikkan pada Tabel 24.

Hubungan pendidikan orang tua dengan biaya konsumsi pangan taruna

Pendidikan orang tua taruna mencakup pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Tidak terdapat hubungan antara pendidikan ayah dengan biaya konsumsi pangan taruna (rs=-0.152, p=0.235) dan pendidikan ibu dengan biaya konsumsi

pangan taruna (rs=-0.005, p=0.967). Menurut Amaliyah dan Handayani (2011),

pendidikan akan berpengaruh pada pangan. Sumarwan (2003) juga manyatakan bahwa tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi cara berpikir, cara pandang dan persepsinya terhadap suatu masalah.

Tabel 25Hasil uji statistik hubungan antara karakteristik keluarga dan individu dengan biaya konsumsi pangan

Variabel Parameter Derajat Hubungan Statistik Karakteristik keluarga

1. Pendidikan ayah rs = -0.152 ; p = 0.235

2. Pendidikan ibu rs =-0.005 ; p = 0.967

3. Pekerjaan ayah χ2= 40.25 ; p = 0.002

4. Pekerjaan ibu χ2 = 11.71; p = 0.862

5. Total pendapatan orangtua r = -0.186 ; p = 0.144 Karakteristik Individu

1. Usia taruna rs = 0.004 ; p = 0.972

2. Jenis kelamin taruna χ2= 3.49 ; p = 0.745 3. Pendapatantaruna rs = 0.083 ; p = 0.517

Keterangan : rs: koefisien korelasi rank spearman ; r : koefisien korelasi pearson

Hubungan pekerjaan orang tua dengan biaya konsumsi pangan taruna

(43)

26

tetapi tidak terdapat keterkaitan hubungan antara pekerjaan ibu dengan biaya konsumsi panga taruna (χ2 = 11.71; p=0.957).

Hubungan pendapatan orang tua dengan biaya konsumsi pangan taruna

Beda halnya dengan pendidikan dan pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua tidak dibedakan antara pendapatan ayah dan pendapatan ibu, tetapi pendapatan ayah dan ibu dijumlahkan sehingga didapatkan total pendapatan orangtua. Tidak terdapat hubungan antara pendapatan orangtua dengan biaya konsumsi pangan taruna (r=-0.186, p=0.144).Hal tersebut diduga karena sebagian besar taruna sudah tidak mendapatkan uang saku dari orangtuanya sehingga seberapapun besarnya pendapatan orangtua tidak akan mempengaruhi pengeluaran pangan tarunanya.

Hubungan usia dengan biaya konsumsi pangan taruna

Tidak terdapat hubungan antara usia taruna denga biaya konsumsi pangan (rs=0.004, p=0.972). Hal tersebut diduga karena usia taruna yang relatif sama,

yaitu skitar usia 21 dan 22 tahun.Hasil yang didapatkan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumawinahyu (2011) yaitu tidak terdapat hubungan antara usia dengan pengeluaran pangan, yang memberi arti bahwa usia tidak mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran pangan. Penelitian yang dilakukan oleh Amaliyah dan Handayani (2011) menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia juga menuntut pemenuhan gizi yang berbeda yang berarti biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan gizinya juga akan berbeda-beda.

Hubungan jenis kelamin dengan biaya konsumsi pangan taruna

`Hasil uji chi-squarememperlihatkan bahwa Tidak terdapat keterkaitan hubungan antara jenis kelamin dengan biaya konsumsi pangan taruna(χ2= 3.49 ; p=0.745). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2006) yang menyatakan bahwa berdasarkan jenis kelamin terdapat perbedaan yang signifikan untuk kebutuhan transportasi dan untuk kebutuhan lainnya, tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk kebutuhan makannya. Hal tersebut diduga karena jenis kelamin taruna yang tidak tersebar merata, yaitu lebih banyak laki-laki dibandingkan dengan perempuannya sehingga tidak terlihat perbedaannya dengan biaya konsumsi pangan taruna yang berbeda-beda.

Hubungan pendapatan taruna dengan biaya konsumsi pangan taruna

Tidak terdapat hubungan antara uang saku yang diterima oleh taruna dengan biaya konsumsi pangannya (rs=0.083, p=0.517). Tidak adanya hubungan

(44)

27

Hubungan biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan gizi

Berdasarkan hasil uji korelasi pearson diketahui bahwa terdapat hubungan antara biaya dengan tingkat kecukupan energi dan protein yang ditandai dengan nila p<0.05 (Tabel 24). Uji korelasi tersebut menunjukan adanya hubungan positif yang berarti semakin besar biaya yang dikeluarkan akan semakin tinggi pula tingkat kecukupan energi dan protein yang didapatkan oleh taruna. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Drewnowski dan Darmon (2005) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kepadatan energi dengan biaya pangannya. Sedangkan berdasarkan uji korelasi antara biaya dengan tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat tidak terdapat hubungan yang signifikan yang ditandai dengan nilai p>0.05 (Tabel 24).

Tabel 26Hubungan biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan gizi

Variabel Biaya

r p

Tingkat kecukupan energi 0.279 0.027

Tingkat kecukupan protein 0.337 0.007

Tingkat kecukupan lemak 0.023 0.856

Tingkat kecukupan karbohidrat 0.095 0.461

Uji korelasi yang ditunjukkan pada Tabel 24 menunjukan bahwa semakin besar biaya yang dikeluarkan tingkat kecukupan protein dan lemaknya tidak semakin besar. Menurut Berg (1986), seseorang yang mengeluarkan biayanya lebih besar untuk makanan mungkin akan makan lebih banyak juga, tetapi kualitas makanan yang dimakan tersebut belum tentu baik dan sesuai. Pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadang-kadang, perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makan adalah pangan yang dimakan tersebut lebih mahal (Suhardjo 1989).Menurut Harper, Deaton, dan Driskel (1986), salah satu faktor utama yang menentukan konsumsi pangan adalah pengeluaran pangan. Pada umumnya, jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung untuk membaik juga. Akan tetapi, mutu makanan tidak selalu membaik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sebagian besar orangtua taruna memiliki tingkat pendidikan sarjana untuk ayah dan SMA untuk ibu. Sebagian besar dari orang tua, khususnya ayah bekerja sebagai PNS/TNI/ABRI/Pensiunan sedangkan ibu sebagian besar hanya berperan sebagai ibu rumah tangga dengan pendapatan keluarga berada diatas Rp 5 000 000. Sebagian besar taruna berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan dengan usia berkisar antara 20 tahun sampai 24 tahun dengan rata-rata usia 21 tahun. Sebagian besar taruna memiliki pendapatan sebesar Rp 1800000 yang didapatkan sebagai gaji dari pemerintah.

(45)

28

disediakan oleh asrama dan biaya yang dikeluarkan secara pribadi. Biaya untuk makanan yang berasal dari asrama telah ditentukan oleh institusi yaitu sebesar Rp 29700 dan rata-rata biaya yang dikeluarkan sendiri oleh taruna Rp 18560 untuk hari pendidikan dan Rp40009 untuk hari libur.

Kebiasaan makan taruna tergambar dari frekuensi makannya dalam sehari dan kebiasaan minumnya. Sebagian besar taruna memiliki frekuensi makan sebanyak 3 kali dalam sehari untuk hari pendidikan dan lebih dari 3 kali untuk hari libur. Sebagian besar taruna selalu melakukan sarapan ketika hari pendidikan dan kadang-kadang sarapan ketika hari libur. Rata-rata kebiasaan minum taruna lebih dai 8 gelas perhari.

Sebagian besar taruna mengonsumsi nasi sebagai sumber karbohidratnya. Pangan sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi adalah ayam dan telur ayam, sedangkan pangan nabati yang sering dikonsumsi adalah tempedan tahu. Sayuran yang sering dikonsumsi taruna adalah bayam, wortel dan kangkung. Buah-buahan yang biasa yang dikonsumsi diantaranya adalah pisang, papaya, semangka dan melon. Berdasarkan rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein taruna tergolong kedalam normal, namun sebagian besar taruna tergolong kedalam kategori defisit berat (<70% AKG). Sedangkan untuk tingkat kecukupan lemaksebagian besar tergolong lebih dan untuk karbohidrat sebagian besar tergolong kedalam kategori normal.

Tidak terdapat hubungan antara karakteristik keluarga (pendidikan dan total pendapatan orangtua) dan karakteristik individu (jenis kelamin, usia dan pendapatan taruna) dengan biaya konsumsi pangan taruna. Terdapat keterkaitan hubungan antara pekerjaan ayah dengan biaya kosumsi pangan taruna tetapi tidak terdapat keterkaitan hubungan antara pekerjaan ibu dengan biaya konsumsi pangan taruna. Terdapat hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan tingkat kecukupan energi dan protein taruna (p<0.05) tetapi tidak terdapat hubungan antara biaya konsumsi pangan taruna dengan tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat taruna (p>0.05).

Saran

Sebaiknya taruna tidak perlu membeli makanan dari luar asrama atau diluar makanan yang telah disediakan agar biaya yang telah dialokasikan untuk biaya makan taruna sesuai dengan makanan yang dikonsumsi dan taruna tidak perlu mengeluarkan biaya lagi untuk memenuhi kebutuhan makan mereka selama di asrama. Selain itu agar taruna tidak merasa bosan dengan makanan yang disediakan, sebaiknya dari pihak catering memberikan menu makanan yang lebih bervariasi atau siklus yang sudah ditetapkan selama 10 hari agar dilakukan perubahan dalam beberapa bulan sekali.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka utama.

Gambar

Gambar 1Kerangka pemikiran hubungan antara biaya konsumsi pangan dengan
Tabel 3Jenis dan kategori variabel pengolahan data (lanjutan)
Tabel 13Deskriptif statistik biaya konsumsi pangan taruna (rupiah/hari)
Tabel 18Frekuensi konsumsi bahan pangan perminggu
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Artinya, jika seseorang yang sudah divaksin (artinya sudah pernah terpajan oleh antigen) terinfeksi atau terpajan oleh antigen yang sama, akan lebih mudah bagi sistem imun

Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa (1) pada kondisi ragam setiap peubah besar, jika tingkat korelasi antar peubah lebih dari 0,5 maka persentase salah

Sedangkan untuk kelangsungan pekerjaan akan tetap saya lanjutkan pada SD Negeri 1 Asemrudung yang telah saya konfirmasi sebelumnya. Demikian surat pernyataan ini saya buat

pertumbuhan yang lebih tinggi dari keempat perlakuan lainnya yaitu A, B, C, dan E, hal ini karena penambahan probiotik 15 ml/kg pakan dapat meningkatkan pertambahan

Mendorong keberlanjutan program BDMP melalui sinkronisasi dengan kegiatan SKPD Pemda Bima yang pelaksanaanya diintegrasikan dengan fasilitas yang tersedia di Kampus

Kaki diabetik terutama terjadi pada penderita diabetes melitus yang. telah menderita 10 tahun atau lebih dengan kadar glukosa

JURUSAN : PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAFTAR PESERTA KULIAH DAN NILAI AKHIR.. SEMESTER GANJIL TAHUN