• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Umpan Minyak dan Umpan Olahan terhadap Kadar Kehilangan Minyak Kelapa Sawit (Losses) pada Unit Decanter di PKS PT. Multimas Nabati Asahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Umpan Minyak dan Umpan Olahan terhadap Kadar Kehilangan Minyak Kelapa Sawit (Losses) pada Unit Decanter di PKS PT. Multimas Nabati Asahan"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH UMPAN MINYAKDAN

UMPANOLAHANTERHADAP

KADARKEHILANGANMINYAKKELAPA

SAWIT(LOSSES) PADA UNIT DECANTERDI PKS

PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN

TUGAS AKHIR

CHRESTELLA T N

092401072

PROGRAM STUDI D3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH UMPAN MINYAK DAN UMPAN OLAHAN TERHADAP KADAR KEHILANGAN MINYAK KELAPA SAWIT (LOSSES) PADA UNIT

DECANTER DI PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

CHRESTELLA T N 092401072

PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH UMPAN MINYAK DAN UMPAN

OLAHAN TERHADAP KADAR KEHILANGAN

MINYAK KELAPA SAWIT (LOSSES) PADA UNIT

DECANTER DI PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : CHRESTELLA T N

Nomor Induk Mahasiswa : 092401072

Program Studi : DIPLOMA III KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAMUNIVERSITAS SUMATERA

Dra.Emma Zaidar Nst, M.SiDra.Herlince Sihotang, M.Si

NIP : 195512181987012001 NIP :195503251986012002

Diketahui Oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH UMPAN MINYAK DAN UMPAN OLAHAN TERHADAP KADAR

KEHILANGAN MINYAK KELAPA SAWIT (LOSSES) PADA UNIT DECANTER

DI PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN

TUGAS AKHIR

Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan setia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan studi pada program D3 Kimia Industri FMIPA USU Medan yang ditulis berdasarkan pengamatan dan analisa penulis selama melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Multimas Nabati Asahan, Kuala Tanjung dengan judul “Pengaruh Umpan Minyak dan Umpan Olahan terhadap Kadar Kehilangan Minyak Kelapa Sawit (Losses) pada Unit Decanter di PKS PT. Multimas Nabati Asahan”.

Tugas Akhir ini dapat ditulis dan terwujud atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua saya T. Nainggolan dan M. br Gultom yang sangat saya sayangi,

serta abang dan kakak saya yang telah banyak memberikan bantuan berupa doa serta dukungan moril dan materil selama penulisan Tugas Akhir ini.

2. Ibu Dra. Herlince Sihotang, M.Si selaku dosen pembimbing dan sekretaris

Program Studi D3 Kimia FMIPA USU yang telah banyak membimbing, memberikan masukan dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku dekan FMIPA USU.

4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.

5. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst., M.Si selaku ketua Program Studi D3 Kimia FMIPA

USU.

6. Seluruh staf pengajar Departemen Kimia FMIPA USU yang telah banyak

memberikan ilmu dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan dan penulisan Tugas Akhir ini.

7. Seluruh pegawai Departemen Kimia FMIPA USU yang telah banyak membantu

penulis dalam mengurus administrasi yang diperlukan selama menjalani perkuliahan.

8. Bapak Darma Syahputra selaku Foreman Laboratorium sekaligus Pembimbing

Lapangan yang telah banyak membimbing dan membantu penulis selama PKL di PT. Multimas Nabati Asahan.

9. Seluruh mandor, operator, karyawan dan karyawati PT. Multimas Nabati Asahan

baik di bagian pengolahan maupun laboratorium yang telah banyak mengajari, membantu, dan membimbing penulis selama menjalani PKL di PT. Multimas Nabati Asahan.

10.Bapak J. Purba, Bapak Silitonga, Bapak Hutajulu, Abang Bontor Nababan, Abang

Buhari Rajagukguk, Abang Fasco Saragih yang telah baik, menghibur dan banyak membantu penulis selama menjalani PKL di PT. Multimas Nabati Asahan.

11.Meisin Naibaho, Adelia Katrina, dan Nimrod yang merupakan teman sekelompok

(6)

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan karena masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun penyusunan kata. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk penyempurnaan selanjutnya. Penulis juga berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Penulis

(7)

ABSTRAK

Minyak kasar kelapa sawit (CPO) yang diperoleh dari hasil pressan perlu dimurnikan dari kotoran yang berupa lumpur (sludge) maupun air. Proses pemurnian minyak dari kotoran dilakukan pada unit decanter, yaitu alat yang digunakan untuk memisahkan

minyak dan lumpur (sludge). Dalam pengoperasian decanter perlu diperhatikan

(8)

INFLUENCE OF FEED PROCESS AND FEED OIL AGAINTS OIL LOSS OF CRUDE PALM OIL ON DECANTER IN THE PALM OIL FACTORY

PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN

ABSTRACT

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Kelapa Sawit 4

2.2 Varietas Kelapa Sawit 4

2.3 Fraksi TBS dan Mutu Panen 6

2.4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit 6

2.5 Sifat-Sifat Minyak Kelapa Sawit 7

2.5.1 Sifat Fisika Minyak Kelapa Sawit 7

2.5.2 Sifat Kimia Minyak 8

2.6 Standar Mutu 9

2.7 Pemanfaatan Hasil Kelapa Sawit 12

2.8 Proses Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Minyak

Kelapa Sawit 14

2.9 Pemurnian Minyak Kelapa Sawit pada Stasiun Klarifikasi 16

BAB III METODE PERCOBAAN

3.1 Alat 24

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung

dan Daging Buah 5

Tabel 2.2 Tingkat Fraksi TBS 6

Tabel 2.3 Mutu Minyak Kelapa Sawit 10

Tabel 2.4 Standar Mutu Special Prime Bleach (SPB) dan Ordinary 11

Tabel 4.1 Data Analisa Kehilangan Minyak Sawit pada Unit Decanter

Secara Praktek di Laboratorium 27

Tabel 4.2 Data Persentase Umpan Minyak dan Umpan Olahan 28

Tabel 4.3 Data Persentase Umpan Minyak dan Umpan Olahan Terhadap

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Flow Chart Process PKS PT MNA 34

(12)

ABSTRAK

Minyak kasar kelapa sawit (CPO) yang diperoleh dari hasil pressan perlu dimurnikan dari kotoran yang berupa lumpur (sludge) maupun air. Proses pemurnian minyak dari kotoran dilakukan pada unit decanter, yaitu alat yang digunakan untuk memisahkan

minyak dan lumpur (sludge). Dalam pengoperasian decanter perlu diperhatikan

(13)

INFLUENCE OF FEED PROCESS AND FEED OIL AGAINTS OIL LOSS OF CRUDE PALM OIL ON DECANTER IN THE PALM OIL FACTORY

PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN

ABSTRACT

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

PT. Multimas Nabati Asahan (MNA) mulai beroperasi 9 September 1996 yang badan

perusahaannya berbentuk perseroan yang terbatas. PT. MNA berdiri atas prakarsa dari

beberapa pemodal Singapura dan Indonesia dengan tujuan untuk menciptakan

lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran serta

meningkatkan taraf hidup masyarakat. PT. MNA berlokasi di Jalan Access Road

Inalum, Kabupaten Batu Bara, Kecamatan Medang Deras, Desa Lalang, Kuala

Tanjung. PT. MNA merupakan salah satu dari sekian banyak yang mengelola CPO

(bahan baku) menjadi olein (minyak goreng) dan stearin (bahan baku margarin). Demi

kelangsungan produksi tanpa harus selalu bergantung pada perusahaan lain maka PT.

MNA membangun PKS sejak tahun 2004 dan mulai berproduksi pada Oktober 2005

dengan kapasitas 60 ton per jam.

Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah

penyerbukan dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak sudah

jenuh.

Dalam proses pengolahan minyak kelapa sawit, untuk memisahkan minyak

dari fase lainnya perlu dilakukan dengan proses pemurnian yang disebut klarifikasi.

Minyak tersebut perlu segera dimurnikan dengan maksud agar tidak terjadi penurunan

mutu akibat adanya reaksi hidrolisis dan oksidasi. Pada proses pemurnian minyak

kasar yang diperoleh dari proses pengepresan mengandung banyak lumpur (sludge)

(15)

berdasarkan prinsip grafitasi dan sentrifugasi untuk memisahkan minyak dari lumpur

(sludge) dan kotoran. Lumpur (sludge) yang merupakan buangan dari proses

pemurnian yang ditampung di sludge tank masih mengandung minyak sehingga harus

diolah kembali di unit decanter untuk mendapat kembali minyak yang ikut terbuang.

Alasan dilakukannya pengolahan pada unit decanter ini adalah untuk mengurangi

jumlah minyak yang terbuang di mana dapat menyebabkan kerugian secara komersil.

Pada proses pemurnian minyak di decanter dipengaruhi oleh jumlah

persentase umpan minyak dan umpan olahan agar proses pemurnian pada unit ini bisa

maksimal, yakni kehilangan minyak kelapa sawit (losses) semakin rendah. Volume

dari umpan olahan dan persentase minyak yang akan diolah harus dijaga agar tetap

konstan, karena apabila volume olahan dan persentase minyak yang akan diolah

semakin banyak akan mengakibatkan besarnya minyak yang terbuang, sebab decanter

bekerja maksimal apabila mengolah sesuai dengan kapasitas olahnya. Semakin banyak

minyak yang terbuang akan menyebabkan besarnya kerugian pada perusahaan

sehingga perlu diperhatikan volume umpan olahan dan persentase minyak yang akan

diolah.

Oleh sebab itu, untuk mengetahui volume umpan olahan, persentase minyak

yang akan diolah dan kehilangan minyak kelapa sawit (losses) dilakukan analisis dan

pengamatan sehingga diketahui volume dan persentase yang sesuai.

Sehubungan dengan pengaruh volume umpan dan persentase minyak yang

akan diolah pada decanter penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana Pengaruh

Umpan Minyak dan Umpan Olahan terhadap Kadar Kehilangan Minyak (Losses) pada

(16)

1.2Permasalahan

Dalam proses pemurnian minyak di unit decanter diperlukan umpan olahan dan

persentase umpan minyak agar proses pemurnian dapat berlangsung optimal dengan

hasil yang maksimal dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Untuk itu perlu

dilakukan pengamatan dan analisis untuk mengetahui apakah ada pengaruh jumlah

umpan olahan dan umpan minyak terhadap kadar kehilangan minyak (losses) pada

unit decanter di PKS PT. Multimas Nabati Asahan.

1.3Tujuan

- Untuk mengetahui pengaruh umpan olahan dan persentase umpan minyak

decanter terhadap persentase kehilangan minyak sawit.

- Untuk mengetahui jumlah umpan olahan dan persentase umpan minyak yang

sesuai agar persentase kehilangan minyak sawit sesuai dengan standar mutu

produksi yang telah ditetapkan.

1.4Manfaat

Manfaat penulisan Tugas Akhir ini adalah agar penulis mengetahui jumlah umpan

olahan dan persentase umpan minyak pada unit decanter yang sesuai agar diperoleh

persentase kehilangan minyak sawit yang sesuai dengan standar mutu produksi yang

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat.

Namun, adapula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari Amerika,

yakni dari Brazilia. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) saat ini berkembang pesat

di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika

Barat atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa

sawit ke Indonesia pada tahun 1848 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari

Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit tersebut

ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara.

Menurut Hunger (1924) pada tahun 1869 Pemerintah Kolonial Belanda

mengembangkan tanaman kelapa sawit di Muara Enim dan pada tahun 1870 di Musi

Hulu. Bapak industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah seorang Belgia

bernama Adrien Hallet, pada tahun 1911 membudidayakan kelapa sawit secara

komersial dalam bentuk perkebunan di Sungai Liput (Aceh) dan Pulu Raja (Asahan)

(Risza S, 1994).

2.2 Varietas Kelapa Sawit

Dikenal banyak jenis varietas kelapa sawit di Indonesia. Varietas-varietastersebut

dapat dibedakan berdasarkan morfologinya seperti, berdasarkan tebal tempurung dan

daging buah, atau berdasarkan warna kulit buahnya. Namun, di antara varietas

(18)

dibandingkan dengan varietas lainnya, di antaranya tahan terhadap hama penyakit,

produksi tinggi serta kandungan minyak yang dihasilkan tinggi.

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah berikut ini dikenal ada

beberapa jenis varietas yang banyak digunakan oleh para petani dan perusahaan

perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Tabel 2.1 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah

- Tempurung tebal (2-8 mm)

- Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung

- Daging buah relatif tipis, yaitu 35-50%

- Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah

- Dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk betina

- Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada

- Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura

- Daging biji sangat tipis

- Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain

dan dipakai sebagai pohon induk jantan

- Hasil persilangan Dura dengan Psifera

- Tempurung tipis (0,5-4 mm)

- Terdapat lingkaran serabut disekeliling tempurung

- Daging buah sangat tebal (60-96% dari buah)

- Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil

- Tempurung tebal sekitar 5 mm

(19)

2.3 Fraksi TBS dan Mutu Panen

Adapun fraksi TBS sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak

sawit yang dihasilkan. Ada 5 fraksi TBS berdasarkan faksi TBS, derajat kematangan

yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1,2, dan 3.

Tabel 2.2 Tingkat Fraksi TBS

Fraksi Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan

00

Tidak ada, buah berwarna hitam

1% - 12,5% buah luar atau 0-1 berondolan/kg

tandan memberondol

12,5% - 25% buah luar atau 2 berondolan/kg

tandan

25% - 50% buah luar memberondol

50% - 75% buah luar memberondol

75% - 100% buah luar memberondol

Buah dalam juga memberondol, ada buah

yang busuk

2.4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi

kulit yang tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Minyak kelapa sawit

adalah lemak semipadat yang mempunyai komposisi yang tetap.

Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak

dari jenis tenera lebih kurang 500-700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan

(20)

2.5 Sifat - Sifat Minyak Kelapa Sawit

2.5.1 Sifat Fisika Minyak Kelapa Sawit

Trigliserida dapat berbentuk cair atau padat, tergantung asam lemak yang

menyusunnya. Trigliserida akan berbentuk cair jika mengandung sejumlah besar asam

lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair rendah. Secara alamiah, asam lemak

jenuh yang mengandung atom karbon C1-C8 berbentuk cair, sedangkan jika lebih dari

C8 akan berbentuk padat.Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semipadat. Hal

ini karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan

atom karbon lebih dari C8 (Pahan,2006).

Sifat fisika minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik

cair, titik didih, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik nyala, dan titik api.

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah

proses pemucatan karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna

orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau

dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam

lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa

sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone (Ketaren, 2008).

Struktur beta-karoten

(21)

Lepasnya asam lemak yang mudah menguap menyebabkan bau tengik pada

minyak. Asam-asam ini terbentuk melalui hidrolisis ikatan ester atau oksidasi ikatan

ganda dua. Proses oksidasi adalah penyebab utama ketengikan. Udara hangat dan

membiarkan minyak di udara terbuka merangsang ketengikan oksidatif. Pada

ketengikan oksidatif, ikatan ganda dua dalam ikatan komponen asam lemak tak jenuh

dari trigliserida terputus membentuk aldehida berbobot molekul rendah dengan bau

tidak sedap, (Wilbraham, 1992).

2.5.2 Sifat Kimia Minyak

a. Hidrolisa

Dalam reaksi hidrolisa , minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam

lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan

minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam lemak atau minyak

tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan

flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.

CH2 O C R

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen

(22)

tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan

peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak

disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam

lemak bebas,(Ketaren, 2008).

Isomer-isomer cis lebih mudah mengalami oksidasi daripada trans. Di bawah suhu

50°C, pengikatan terjadi pada gugus metilena yang berdekatan pada ikatan rangkap,

sedangkan pada suhu yang lebih tinggi yang diikat adalah ikatan rangkap di samping

mengalami perpindahan. Hasil penguraian ini yang menyebabkan minyak menjadi

tengik (Sastrohamidjojo, 2005).

c. Hidrogenasi

Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan

ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi

hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan

serbuk nikel sebagai katalisator. Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada

permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan

gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam lemak yang tidak jenuh yaitu pada

ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks antara hidrogen, nikel, dan asam lemak

tidak jenuh. Setelah terjadi penguraian nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan

suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi

dengan hidrogen, membentuk asam lemak yang jenuh.

2.6 Standar Mutu

Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan mutu minyak yang baik.

Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu kandungan air dan kotoran

(23)

lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida,

refining loss, plastisitas, dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan

bilangan penyabunan.

Tabel 2.3 Mutu Minyak Kelapa Sawit

Kandungan Persentase

Kadar air

Kadar kotoran

Kandungan asam lemak bebas

Bilangan peroksida

Bertitik tolak dari perbedaan penggunaannya, terdapat perbedaan pula dalam

hal kebutuhan mutu minyak sawit yang akan digunakan sebagai bahan baku untuk

industri pangan dan nonpangan. Untuk kebutuhan bahan pangan, tentunya tuntutan

syarat mutu minyak sawit harus lebih ketat bila dibandingkan dengan bahan baku

nonpangan. Oleh karena itu, keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek

higienisnya harus lebih diperhatikan sebab dampaknya langsung berpengaruh pada

kesehatan manusia.

Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit dalam

mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli, murni, dan

tidak bercampur bahan tambahan lain, seperti kotoran, air, logam-logam (dari alat-alat

selama pemrosesan), dan lain-lain. Adanya bahan-bahan yang tidak semestinya terikut

dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga jualnya (Tim Penulis,

(24)

Tabel 2.4 Standar Mutu Special Prime Bleach (SPB) dan Ordinary

Kandungan SPB Ordinary

Asam lemak bebas (%)

Minyak sawit yang bermutu baik adalah yang mudah dipucatkan, karena pada

penggunaannya konsumen menghendaki warna sepucat mungkin agar tidak

mempengaruhi warna makanan yang terbuat dari atau memakai minyak sawit. Daya

pemucatan akan rendah jika minyak telah teroksidasi atau terhidrolisis terlalu jauh.

Minyak sawit dapat dipucatkan dengan penyerapan zat warnanya oleh tanah

pemucat pada suhu rendah sampai 100°C. Tetapi karotena akan termolabil, terutama

dalam keadaan hampa udara. Karena itu minyak sawit dapat juga dipucatkan pada

suhu tinggi (sekitar 250°C). Tetapi pada suhu tersebut dapat terbentuk persenyawaan

antara rantai asam lemak yang teroksidasi dengan karotena yang tidak mudah

diabsorpsi oleh tanah pemucat, sehingga akan menyebabkan sisa warna setelah

pemucatan menjadi lebih banyak. Dengan demikian untuk memperoleh minyak sawit

dengan daya pucat yang tinggi, oksidasi harus ditekan serendah-rendahnya.

Dari uraian di atas jelas bahwa minyak sawit yang bermutu baik adalah yang

berkadar ALB rendah dan yang mempunyai daya pemucatan yang tinggi, sedangkan

pada penyimpanan, baik kadar ALB maupun daya pemucatan tersebut hendaklah

(25)

2.7 Pemanfaatan Hasil Kelapa Sawit

Manfaat minyak sawit di antaranya adalah:

a. Minyak sawit untuk industri pangan

Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak

sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan

hidrogenesis. Produksi CPO di Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga

dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein tersebut

digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai pelengkap minyak

goreng dari minyak kelapa. Selain sebagai bahan baku untuk minyak makan,

minyak sawit antara lain dalam bentuk margarine, butter, vanaspati, shortening,

dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit memiliki

beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung

karoten yang diketahui sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin

E. Di samping itu kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga

minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor yang

tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak

goreng bersifat lebih awet dan makanan yang digoreng dengan menggunakan

minyak sawit tidak cepat tengik.

b. Minyak sawit untuk industri nonpangan

Minyak sawit mempunyai potensi yang besar untuk digunakan di industri-industri

nonpangan, industri farmasi, dan industri oleokimia (fatty acids, fatty alcohol, dan

gliserine). Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti

sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk memisahkan asam lemak

(26)

- Bahan baku untuk industri farmasi; kandungan minor dalam minyak sawit

kurang lebih berjumlah 1% antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol,

alkohol, triterpen, fosfolipida. Kandungan minor tersebut menjadikan minyak

sawit dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi. Karoten

dapat dimanfaatkan sebagai obat kanker paru-paru dan payudara, sumber

provitamin A yang cukup potensial. Tokoferol bermanfaat untuk antioksidan

alam dan sumber vitamin E.

- Bahan baku oleokimia; oleokimia merupakan bahan baku industri yang

diperoleh dari minyak nabati, di antaranya adalah minyak sawit dan minyak

inti sawit. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah

asam lemak, alkohol, asam amino, metil ester, dan gliserin. Asam lemak dapat

digunakan sebagai bahan untuk detergen, bahan softener (pelunak) untuk

produksi makanan, tinta, tekstil, aspal, dan perekat. Lemak alkohol merupakan

bahan dasar pembuatan detergen. Lemak amina digunakan sebagai bahan

dalam industri pabrik, sebagai pelumas, pemantap juga bahan baku dalam

industri tekstil, surfaktan, dan lain-lain. Metil ester digunakan sebagai bahan

pembuatan sabun. Gliserin digunakan dalam industri kosmetika, antara lain

sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan shampoo, pomade, obat kumur,

dan pasta gigi juga sebagai hemaktan pada industri rokok, permen karet,

minyak pelincir, cat, adesif, plester, dan sabun.

c. Minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif (palm biodiesel)

Palm biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang sama dengan minyak bumi

(petroleum diesel) dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur

dengan petroleum diesel. Namun, palm biodiesel memiliki keunggulan lain yaitu

(27)

biodieselmerupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani

karena tidak mengandung sulfur dan senyawa benzen yang karsinogenik.

Penggunaan palm biodiesel juga dapat mereduksi efek rumah kaca, polusi tanah,

serta melindungi kelestarian perairan dan sumber air minum. Hal ini berhubungan

dengan sifat biodiesel yang dapat teroksigenasi relatif sempurna atau terbakar

habis, nontoksik, dan dapat terurai secara alami (biodegradable). Produksi palm

biodiesel dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak sawit dengan metanol

(Fauzi Y, 2008).

2.8 Proses Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Minyak Kelapa Sawit

Pengolahan kelapa sawit merupakan proses untuk memperoleh minyak dan kernel dari

buah kelapa sawit melalui proses perebusan, pemipilan, pelumatan, pengempaan,

pemisahan, pengeringan, dan penimbunan. Pengolahan kelapa sawit yang dilakukan

secara mekanis dan fisika dapat berperan dengan baik jika tersedia bahan baku yang

sesuai dan kinerja pabrik yang baik. Prosedur pengolahan kelapa sawit adalah uraian

tentang proses dan mekanisme pengolahan pada setiap unit alat pengolahan sejak buah

diterima di pabrik, sampai dihasilkan minyak sawit (CPO) dan kernel yang memenuhi

mutu dengan efisiensi teknis dan ekonomis (Pardamean,2008).

Adapun proses pengolahan minyak kelapa sawit dapat dilakukan dengan

beberapa tahap yakni:

a. Sortasi bertujuan untuk memastikan tandan buah segar (TBS) yang diterima sesuai

dengan konfirmasi beli.

b. Loading ramp berperan untuk memuat buah ke dalam lori dan juga sebagai wadah

(28)

c. Lori merupakan tempat buah sawit yang akan direbus yang dapat menampung

buah sampai 10 ton.

d. Sterilizer merupakan tempat untuk merebus buah sawit agar buah cepat

membrondol, menonaktifkan enzim, mengurangi kadar air, melunakkan cangkang

serta merebus janjangan.

e. Tipplerberperan untuk menuangkan buah yang telah direbus di lori yakni berupa

bak berbentuk cone yang berputar.

f. Thresherberperan untuk memisahkan buah dari tandan yang direbus. Keberhasilan

perebusan jika tidak didukung pemipilan yang baik akan kehilangan minyak yang

tinggi. Begitu juga bahwa keberhasilan pemipilan tergantung pada proses

perebusan.

g. Digester berperan untuk melumat atau merajang buah yang telah direbus sehingga

mempermudah pada proses pengepresan atau pengambilan minyak.

h. Screw press berperan untuk mengepres atau mengambil minyak yang terdapat

dalam daging buah kelapa sawit.

i. Sand trap tank berfungsi untuk mengurangi jumlah pasir dalam minyak dimana

minyak bagian atas mengalir ke recleamed tank dan minyak yang berada di bagian

bawah dialirkan ke vibrating screen.

j. Recleamed tank berfungsi untuk menampung minyak dari sand trap tank, hasil

olahan decanter, dan separator.

k. Vibrating screen bertujuan untuk memisahkan non oil solid yang berukuran besar.

l. Crude oil tank berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel yang tidak larut

dan lolos dari vibrating screen.

m. Continuous settling tank merupakan bak untuk memisahkan lumpur berdasarkan

(29)

n. Sand cyclone berperan untuk mengurangi jumlah pasir dan padatan kasar

berdasarkan prinsip grafitasi dan sentrifugasi.

o. Decanter berfungsi untuk memisahkan minyak yang terkandung dalam sludge.

p. Sludge drain tank berfungsi untuk membuang pasir-pasir halus yang terdapat

dalam sludge.

q. Oil tank berperan untuk memisahkan minyak dengan air dan kotoran ringan

dengan cara pengendapan.

r. Oil purifier berfungsi untuk memurnikan minyak dari kotoran-kotoran.

s. Vacuum drier berperan untuk mengurangi kadar air pada minyak yang terdiri dari

tabung yang berdiri tegak yang dihubungkan dengan steam injector atau vacuum

pump untuk menurunkan tekanan dalam minyak.

2.9 Pemurnian Minyak Kelapa Sawit pada Stasiun Klarifikasi

Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa

minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikel-partikel dari

tempurung dan serabut serta air. Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik,

minyak sawit kasar tersebut diolah lebih lanjut yaitu dialirkan dalam tangki minyak

kasar (oil gatter) (Fauzi Y, 2008).

Dalam minyak kasar terdapat beberapa fase yang sulit dipisahkan dengan satu

cara, maka dilakukan pemisahan fase minyak, fase NOS (Non Oil Solid), dan fase air

dengan beberapa tahapan. Pemisahan minyak dari fraksi cairan lainnya dilakukan

dengan berdasarkan prinsip filtrasi, pengendapan, penguapan, sentrifugasi dan

sebagainya.

Adapun tahap-tahap pemurnian minyak kelapa sawit adalah:

(30)

Tangki ini berfungsi untuk mengurangi jumlah pasir dalam minyak yang akan

dialirkan keayakan dengan maksud agar ayakan terhindar dari gerakan pasir kasar

yang dapat menyebabkan keausan ayakan. Alat ini bekerja berdasarkan grafitasi

yaitu mengendapan padatan.

b. Recleamed tank

Tangki ini berfungsi sebagai penampung minyak dari sand trap tank, hasil olahan

decanter dan separator. Di dalam tangki minyak mengalami sistem over flow, di

mana minyak bersih (bagian atas) yang akan dipompakan ke oil tank.

c. Vibrating screen (ayakan getar)

Alat ini bertujuan untuk memisahkan non oil solid yang berukuran besar, sehingga

pada proses selanjutnya didapatkan minyak yang memenuhi standar. Ayakan getar

ini bekerja dengan getar atas bawah, muka belakang dan kiri kanan, yang terdiri

dari dua tingkat ayakan. Fraksi yang dipisahkan adalah pasir dan tanah yang

berasal dari panenan yang terikat bersama buah dan serat atau ampas yang terikut

dalam minyak dipisahkan dengan maksud agar kadar kotoran minyak sesuai

dengan standar kualitas.

d. Crude oil tank

Tangki ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel yang tidak larut dan

lolos dari ayakan getar. Retention time minyak pada alat ini relatif singkat

sehingga lebih berfungsi untuk mengendapkan pasir atau lumpur yang partikel

besar, sedangkan untuk memisahkan partikel halus kurang berhasil. Fungsi

utamanya oil tank ialah menampung minyak dari ayakan getar sebelum

dipompakan ke oil settling tank, ditempatkan tepat di bawah ayakan getar,

sehingga minyak dari ayakan getar langsung ditampung. Pemisahan minyak lebih

(31)

e. Continuous settling tank

Tangki ini berfungsi untuk memisahkan minyak pada sludge. Suhu minyak dijaga

antara 90-95°C. Minyak yang terdapat di bagian atas dikutip dengan menggunakan

talang penutip atau skimmer dan kemudian dikumpulkan dan dialirkan ke

recleamed tank. Masa tunggu dari cairan dalam CST dipengaruhi oleh ukuran CST

dan jumlah cairan minyak yang ditampung dalam CST.

f. Sand cyclone

Alat ini berperan untuk mengurangi jumlah pasir dan padatan kasar. Alat ini

terbuat dari logam atau porselin yang dapat memisahkan lumpur/pasir secara

grafitasi dengan bantuan pompa. Untuk mengakifkan pemisahan ini, maka sering

ditambahkan alat di bawah alat yang berfungsi untuk menstabilkan aliran dan

tekanan pada ujung cone alat, sehingga pasir akan turun dan keluar melalui shipon.

g. Sludge drain tank

Tangki ini berfungsi ini untuk menampung sludge dari decanter dan oil tank.

Dalam tangki ini terjadi sistem over flow, di mana minyak yang dikutip adalah

minyak yang bagian atas yang akan di alirkan ke recleamed tank, sedangkan under

flow nya dialirkan ke sludge pit.

h. Decanter

Alat ini berfungsi untuk memisahkan minyak yang masih terkandung di dalam

sludge. Alat decanter yang digunakan ada dua jenis berdasarkan keluarannya,

yaitu:

(32)

Alat ini bekerja memisahkan fraksi minyak dengan fraksi air dan fraksi padat

atau fraksi padat dengan cairan, dengan penggunaan tersendiri. Cairan minyak

yang masuk dari Crude Oil Tank ke dalam decanter dipisahkan menjadi dua fraksi

yaitu fraksi padat dan cair. Fraksi padat yang berbentuk lumpur padat diangkut

dengan gerbong trailer ke kebun, sedangkan fraksi cair dipompakan ke dalam

tangki settling tank untuk diolah lebih lanjut. Tujuan pengolahan ini merupakan

cara pengurangan bahan padatan dalam cairan dengan maksud agar pemisahan

minyak dalam settling tank lebih baik dan beban sludge separator akan lebih

ringan. Oleh sebab itu penempatan decanter sebelum settling tank dapat berfungsi

untuk menggantikan kedudukan strainer dan sandcyclone.

Decanter dapat ditempatkan sebagai ganti oil purifier yakni minyak yang

berasal dari settling tank atau buffer tank diolah menjadi dua fraksi yaitu fraksi

minyak dan fraksi cairan yang masih mengandung sludge. Karena prinsip kerja

alat ini menggantikan oil purifier maka mekanisme pemisahan berpegang kepada

kemurnian minyak, akibatnya sludge yang keluar masih mengandung minyak,

sehingga perlu diolah lagi dengan menggunakan sludge separator atau decanter,

sedangkan fraksi minyak bersih langsung diolah ke vacuum drier.

Decanter sebagai pengganti sludge separator, yaitu mengolah cairan yang

berasal dari sludge tank dipisahkan. Cairan dipisahkan menjadi cairan minyak dan

sludge. Cairan minyak yang dipisahkan dipompakan ke settling tank, sedangkan

fraksi sludge dibuang ke fat pit untuk diteruskan ke unit pengolahan limbah.

- Three-phase decanter

Alat ini bekerja dengan prinsip yang sama dengan two-phase decanter, hanya

terdapat perbedaan dari fase fraksi. Pada alat ini dihasilkan tiga fraksi, yaitu fraksi

(33)

pengganti oil purifier dan akan menghasilkan fraksi minyak, fraksi air dan

padatan. Fraksi air yang masih mengandung minyak dilanjutkan pengolahannya

pada sludge separator, sludge dan minyak akan terpisah.

Decanter yang berfungsi memisahkan fase padat, fase minyak, dan fase air

memberikan peluang penempatannya di hulu, tengah, dan di akhir proses

klarifikasi. Umumnya penempatan di:

• Hulu sebelum settling tank

Cairan hasil pressan yang keluar melalui oil gutter ditampung di crude oil

tank, memiliki kandungan lumpur yang tinggi. Lumpur tersebut jika dipisahkan

sebelum masuk ke dalam proses klarifikasi akan lebih baik, karena lumpur

tersebut tidak lagi mengendap di dasar tangki klarifikasi yang dapat menurunkan

retention time”. Decanter bekerja memerlukan keseimbangan, maka diperlukan

buffer tank” tambahan, yaitu ditempatkan di atas decanter. Kalau hanya

menggantungkan stabilitas tekanan pada pompa dapat menyebabkan efisiensi

pemisahan lumpur yang rendah dan kehilangan minyak yang tinggi dalam lumpur.

Decanter yang sesuai untuk dikembangkan pada cara ini adalah decanter dua fase,

yaitu memisahkan cairan menjadi fase padat (lumpur) dan fase cair. Fase padat

dikirim ke lapangan, sedangkan fase cair dipompakan ke settling tank.

• Tengah sebelum sludge separator

Cairan yang keluar dari bagian bawah settling tank mengandung lumpur yang

tinggi dan kadar minyak yang mencapai 10%. Cairan ini diolah dalam decanter

akan menghasilkan: fase padat dibuang, fase minyak dipompakan ke settling tank,

sedangkan fase cair tetap dialirkan ke sludge tank. Cara ini akan mengurangi

(34)

adalah decanter tiga fase. Cara ini akan membantu sludge separator dan dapat

menggantikan “sandcyclone” atau “stainer”.

• Hulu klarifikasi

Sebagai pengganti alat sludge separator yang memisahkan lumpur minyak dan

air. Jika di hulu ditempatkan decanter maka pemisah lumpur yang ditempatkan di

akhir klarifikasi ialah sludge separator. Jenis decanter yang digunakan mengganti

sludge separator ialah decanter dua fase dan decanter tiga fase.

• Hilir klarifikasi sebagai pengganti oil purifier

Pemurnian minyak dilakukan dengan alat oil purifier yang memisahkan

minyak dan non minyak. Karena sifat-sifat ini dimiliki oleh decanter dua fase

maka ada pabrik yang menggunakan decanter memisahkan minyak dengan

lumpur. Metode proses yang diterapkan ialah cairan minyak yang keluar dari

crude oil tank dipompakan ke buffer tank dan dialirkan ke dalam decanter dan

akan menghasilkan minyak, lumpur, dan cairan. Dalam proses ini yang menjadi

tujuan ialah memisahkan minyak yang bersih tanpa mempertimbangkan

kehilangan minyak pada fase padat.

Pengolahan lumpur yang masih mengandung minyak di PKS PT. Multimas

Nabati Asahan menggunakan decanter dua fase di mana lumpur yang masih

mengandung minyak (sludge) yang keluar dari bagian bawah Continuous Settling

Tank diolah oleh decanter untuk memisahkan lumpur (sludge) dan minyak. Proses

pemisahan terjadi akibat adanya gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh putaran

(35)

ke oil tankuntuk diolah kembali dan heavy phase (lumpur) di buang ke fat pit yang

akan diolah kembali oleh separator.

Pada proses pengolahan lumpur yang masih mengandung minyak (sludge)

perlu diperhatikan umpan yang akan diolah decanter sesuai dengan standar yang

telah ditetapkan oleh perusahaan untuk mengurangi kerugian minyak yang dapat

menyebabkan kerugian perusahaan. Di mana standar kerugian minyak (losses)

adalah sebesar 1 %.

Untuk mengatasi kerugian minyak yang besar maka perlu diperhatikan

keberhasilan dalam pengoperasian decanter yang dipengaruhi oleh:

- Komposisi umpan yang akan diolah, karena ratio antara minyak, air, dan

lumpur mempengaruhi terhadap daya pisah alat tersebut.

- Fungsi alat decanter tersebut.

- Perimbangan kapasitas alat dengan jumlah sludge yang diolah.

i. Oil tank

Tangki berperan untuk memisahkan minyak dengan air dan kotoran ringan dengan

cara pengendapan menggunakan prinsip grafitasi. Minyak yang berada di bagian

atas akan dialirkan ke purifier. Di dalam oil tank dilakukan pemanasan dengan

steam coil dengan tujuan agar kandungan air pada minyak tidak bertambah dan

mempermudah proses pengolahan selanjutnya. Suhu minyak dijaga pada suhu

90-95°C (Ponten, 1998)

j. Oil purifier

Fungsi oil purifier adalah untuk memisahkan sludge yang melayang (emulsoi

dalam minyak dan mengurangi kadar air yang terkandung dalam minyak sehingga

(36)

90-95°C. Selanjutnya, minyak dari oil purifier dimasukkan ke dalam vacuum oil

dryer.

k. Vacuum drier

Minyak dari oil purifier dengan suhu 90-95°C dipompa dan ditampung dalam float

tank untuk seterusnya diisap oleh vacuum dryer. Di bawah pelampung terpasang

toper spindle untuk mengatur minyak yang disalurkan ke dalam bejana vacuum

dryer sehingga kehampaan dalam vacuum dryer tetap terkendali. Selanjutnya

melalui nozzle minyak akan disemburkan ke dalam bejana sehingga penguapan air

menjadi lebih sempurna. Untuk menjaga keseimbangan minyak masuk dan keluar

(37)

BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat

Alat yang digunakan di laboratorium untuk analisis persentase kehilangan minyak

sawit pada unit decanter:

a. Oven listrik Memmert

b. Neraca analitis Sartorius

c. Desikator Perth

d. Alat soklet Scot Duran

e. Timbal ekstraksi

f. Beaker glass Pyrex

g. Labu alas Pyrex

h. Spatula

i. Setrifused Klipton

j. Penggaris

k. Plastik

3.2 Bahan

a. n-heksana p.a E-Merck

b. Tisu

(38)

3.3 Prosedur

Prosedur yang dilakukan di laboratorium untuk analisis persentase umpan minyak dan

persentase kehilangan minyak sawit pada unit decanter:

a. Prosedur ekstraksi untuk mengetahui kadar kehilangan minyak sawit:

- Diambil sampel setiap dua jam sekali dari heavy phase decanter lalu

dihomogenkan

- Ditimbang beaker glass kosong

- Ditimbang sampel sebanyak ± 20 gram lalu dimasukkan ke dalam beaker glass

- Dikeringkan sampel di dalam oven listrik pada suhu 105°C selama 8 jam

- Didinginkan di dalam desikator selama ± 15 menit

- Ditimbang berat sampel keringnya

- Ditimbang labu alas kosong

- Dimasukkan sampel ke dalam timbal ekstraksi lalu ditutup dengan tisu

- Ditambahkan n-heksana sebanyak 250 ml ke dalam labu alas

- Dimasukkan timbal ekstraksi ke dalam soklet

- Diekstraksi minyak yang terkandung dalam sampel dengan n-heksana selama

± 4 jam pada suhu 60°C

- Diuapkan sampai n-heksana yang mengandung minyak habis dan minyak

tertinggal dalam labu alas.

- Dikeringkan labu yang berisi minyak di dalam oven listrik pada suhu 105°C

selama ± 30 menit

- Didinginkan pada desikator selama ± 15 menit

- Ditimbang berat labu alas yang berisi minyak untuk mengetahui % minyak

(39)

b. Prosedur sentrifuse untuk mengetahui persentase umpan minyak:

- Diambil sampel dari umpan decanter

- Dihomogenkan

- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 8 ml

- Disentrifuse selama 3 menit sampai terjadi pemisahan

- Diukur tinggi minyak dengan penggaris kemudian dihitung persentase umpan

minyaknya

Catatan: prosedur kerja analisis untuk menentukan persentase kadar kehilangan

minyak kelapa sawit dan persentase umpan minyak dilakukan dengan cara yang sama

(40)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perolehan Data

Data yang diperoleh adalah data kadar kehilangan minyak sawit dan data persentase

umpan minyak selama enam hari.

Tabel 4.1 Data Analisa Kehilangan Minyak Sawit pada Unit Decanter Secara Praktek di Laboratorium

Kadar kehilangan minyak sawit pada unit decanter adalah:

Labu + minyak – labu kosong

Catatan: perhitungan kadar kehilangan minyak sawit pada unit decanter dilakukan

dengan cara yang sama untuk hari ke-2, hari ke-3, hari ke-4, hari ke-5 dan hari ke-6

(41)

Tabel 4.2 Data Persentase Umpan Minyak yang Diolah dan Umpan Olahan

Persentase umpan minyak pada unit decanter adalah:

Umpan minyak yang diolah (cm)

Keterangan: Jumlah minyak umpan yang diolah adalah 8 cm.

Catatan: perhitungan persentase umpan minyak yang diolah pada unit decanter

dilakukan dengan cara yang sama untuk hari ke-2, hari ke-3, hari ke-4, hari ke-5, dan

(42)

Tabel 4.3 Data Persentase Umpan Minyak yang Diolah dan Umpan Olahan terhadap Kehilangan Minyak Kelapa Sawit

Hari Umpan minyak yang

diolah

Minyak sawit kasar yang dihasilkan dari proses pengempaan masih mengandung

banyak kotoran, sludge, dan air. Oleh karena itu, minyak sawit kasar ini perlu

dimurnikan pada unit decanter. Tujuan dari pemurnian minyak sawit kasar pada unit

decanter ini adalah agar minyak bersih dari kotoran dan sludge sehingga memiliki

kualitas yang baik dan juga sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.

Proses pengolahan di decanter dihasilkan heavy phase (air dan sludge yang

masih mengandung minyak) dan light phase (minyak). Proses pemisahan minyak dari

sludge dan kotoran terjadi dengan prinsip gaya sentrifugal di mana minyak yang

memiliki berat jenis lebih kecil akan berada pada bagian tengah decanter sedangkan

sludge dan kotoran yang memiliki berat jenis yang lebih besar akan berada di bagian

pinggir atau dinding dari decanter. Pada pengolahan di decanter sebaiknya

diperhatikan jumlah umpan olahan dan umpan minyak yang diolah agar proses

pengolahannya dapat maksimal yakni kehilangan minyak pada heavy phase menjadi

(43)

perlu diperhatikan agar kehilangan minyak tidak melebihi standar mutu yakni sebesar

1%.

Untuk mencapai standar kerugian yang telah ditetapkan maka dalam proses

pemurnian perlu diperhatikan jumlah umpan olahan dan umpan minyak. Dari data

yang diperoleh dapat diketahui bahwa jumlah umpan olahan maksimal diperlukan

pada unit decanter untuk mengurangi kehilangan minyak sawit adalah 10-12 MT/jam

dan jumlah umpan minyak yang akan diolah adalah 8%. Dengan jumlah umpan ini

maka dapat dihasilkan kehilangan minyak sawit di bawah 1%. Jumlah ini sesuai

dengan standar yang sudah ditetapkan. Dengan demikian jumlah umpan olahan dan

umpan minyak harus tetap dijaga pada keadaan konstan yakni 10-12 MT/jam dan 8%

agar kehilangan minyak sawit dapat seminimal mungkin.

Dalam pengolahan pada unit decanter ini sangat berpengaruh terhadap

kehilangan minyak sawit yang akan dihasilkan oleh decanter, karena decanter bekerja

maksimal apabila jumlah umpan olahannya sesuai dengan kapasitas olahnya, sehingga

perlu diperhatikan jumlah umpan olahan dan umpan minyak yang sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan agar kehilangan minyak sawit kecil. Apabila jumlah

umpan olahan dan umpan minyak melebihi standar maka jumlah kehilangan minyak

sawit menjadi lebih besar yang akan menyebabkan kerugian perusahaan juga akan

(44)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Dari data hasil analisa kehilangan minyak sawit di unit decanter diketahui bahwa

apabila jumlah umpan olahan 10-12 MT/jam dan umpan minyak yang akan diolah

8% maka jumlah persentase kehilangan minyak sawit sesuai dengan standar yang

ditetapkan yakni di bawah 1%. Sebaliknya apabila jumlah umpan olahan di atas

10-12 MT/jam dan jumlah umpan minyak yang akan diolah di atas 8% maka

jumlah persentase kehilangan minyak sawit besar yakni di atas 1%.

2. Dari data hasil analisa kehilangan minyak sawit di unit decanter diketahui bahwa

jumlah umpan olahan sebesar 10-12 MT/jam dan jumlah umpan minyak yang

akan diolah sebesar 8% sehingga kehilangan minyak sawit sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan yaitu di bawah 1%.

5.2 Saran

Agar diperoleh kehilangan minyak sawit lebih kecil daripada standar yang telah

ditetapkan maka perlu diperhatikan jumlah umpan olahan dan jumlah umpan minyak

yang akan diolah supaya tetap konstan sesuai dengan kapasitas olah decanter yaitu

10-12 MT/jam dan persentase minyak yang akan diolah 8%. Karena kerja decanter

maksimal apabila jumlah umpan yang diolah sesuai dengan kapasitas olahnya

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi,Y.2002.Kelapa Sawit.Edisi Revisi.Jakarta:Penebar Swadaya.

Ketaren,S.2008.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.Edisi

Pertama.Jakarta:UI Press.

Mangoensoekarjo,S.2008.Managemen Agrobisnis Kelapa Sawit.Yogyakarta:Gadjah

Mada University Press.

Naibaho,P.1998.Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit.Medan:Pusat Penelitian Kelapa

Sawit.

Pahan,I.2006.Panduan Lengkap Kelapa Sawit.Jakarta:Penebar Swadaya.

Pardamean,M.2008.Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa

Sawit.Jakarta:Agro Media.

Risza,S.1994.Kelapa Sawit;Upaya Peningkatan Produktivitas.Yogyakarta:Kansius.

Sastrohamidjojo,H.2005.Kimia Organik Stereokimia, Karbohidrat, Lemak dan

Protein.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Tim Penulis PS.1992.Kelapa Sawit;Usaha Budidaya,Pemanfaatan Hasil, dan Aspek

Pemasaran.Jakarta:Penebar Swadaya.

Gambar

Tabel 2.1 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah
Tabel 2.2 Tingkat Fraksi TBS
Tabel 2.3 Mutu Minyak Kelapa Sawit
Tabel 2.4  Standar Mutu Special Prime Bleach (SPB) dan Ordinary
+4

Referensi

Dokumen terkait

Persentase Kehilangan minyak kelapa sawit pada proses pengepresan yang didapat dari data dalah rata-rata 6,28-6,32 %. Persentase kehilangan minyak

Didalam perdagangan kelapa sawit,istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti.Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar- benar murni dan tidak bercampur

Kehilangan minyak kelapa sawit yang terlalu tinggi pada air kondensat dapat mempengaruhi hasil akhir pengolahan kelapa sawit, sehingga perlu dilakukan analisis kehilangan

minyak kelapa sawit sebagai minyak goreng pada tahun 1985 tercatat telah. mencapai 55,3% atau meningkat

Nabati Asahan terdiri dari unit pengolahan minyak sawit kasar (Dept. Refinery ), unit pengolahan inti sawit (Dept. Palm kernel Plant ), dan unit pengolahan kelapa sawit (Dept.

Medan : Penerbit Pusat Penelitian Kelapa Sawit.. Panduan Lengkap

Telah dilakukan pengamatan pengaruh proses pengepresan terhadap persentase kehilangan minyak kelapa sawit pada ampas press PKS Dolok Ilir. Oleh karena pengepresan

Persentase kehilangan minyak kelapa sawit pada proses pengepresan pada ampas press yang didapat dari serat yaitu 2,82 - 3,62 % dimana nilai tersebut diambil