ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN
HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN
HARI TUA PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO)
CABANG TANJUNG MORAWA
TESIS
Oleh
ROSDIANA HARAHAP
087019042/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
SE
K O L A H
P A
S C
ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN
HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN
HARI TUA PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO)
CABANG TANJUNG MORAWA
TESIS
Oleh
ROSDIANA HARAHAP
087019042/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN HARI TUA PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG TANJUNG MORAWA
Nama Mahasiswa : Rosdiana Harahap Nomor Pokok : 087019042
Program Studi : Ilmu Manajemen
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Rismayani, SE., MS) (Drs. Syahyunan, M.Si)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur,
(Prof. Dr. Rismayani, SE., MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)
Telah diuji pada Tanggal : 24 Juni 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Rismayani, M.S Anggota : 1. Drs. Syahyunan, M.Si
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul:
ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN HARI TUA PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG TANJUNG MORAWA
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, Juni 2010
Yang membuat pernyataan:
ABSTRAK
Resesi global sudah melanda di semua negara termasuk Indonesia. Dampak krisis itu sudah mulai meminta korban dalam bentuk menurunnya ekspor barang-barang Indonesia. Akibat logisnya adalah pabrik menurunkan kapasitas produksinya; dengan konsekwensi logisnya adalah perusahaan harus melakukan rasionalisasi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagian karyawannya. Pemutusan hubungan kerja ini mengakibatkan tenaga kerja mengambil klaim Jaminan Hari Tua (JHT) bagi mereka yang masa kerjanya telah memenuhi persyaratan ke kantor Jamsostek. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua, dan sejauhmana pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua, serta untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.
Teori yang digunakan adalah teori Manajemen Keuangan tentang Krisis Finansial; dan teori Manajemen Sumber Daya Manusia tentang Pemutusan Hubungan Kerja.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survey. Sifat penelitian ini adalah explanatory. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif yaitu untuk mengetahui dan menganalisis krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja dan pengaruhnya klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 72 orang karyawan yang di PHK dan 32 orang karyawan PT. Jamsostek. Variabel diukur dengan skala Likert. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda melalui uji F dan uji t dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).
Hasil uji hipotesis pertama secara serentak menunjukkan bahwa krisis finansial dan PHK berpengaruh signifikan terhadap klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,439 artinya kemampuan variabel krisis finansial dan PHK menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa sebesar 43,9 %. Secara parsial, krisis finansial berpengaruh lebih dominan terhadap klaim jaminan hari tua pada Jamsostek Cabang Tanjung Morawa dibandingkan dengan PHK. Uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa klaim jaminan hari tua berpengaruh signifikan terhadap rencana investasi PT. Jamsostek dengan nilai koefisien determinasi (R2) hasil regresi sebesar 0,331.
ABSTRACT
Global recession have knocked over all state including Indonesia. [In] nations go forward the. The impact of crisis had decreasing the export of the Indonesian goods. The logical effect that the factory require to degrade their production capacities; with the logical consequences that the company have to rationalization by retire (PHK) some of its employees. The PHK caused the employees calim the social guarantee (JHT) to Jamsostek office. The formulation of problem is how far the influence of financial crisis and PHK to claim of social guarantee, and how far the influence of social guarantee claim to invest plan of PT. Jamsostek (Persero) Morawa Barnch. The aim of this research is to know and analyse the influence of finansial crisis and PHK to claim of social guarantee, and to know and analyse the influence of social guarantee claim to invest plan at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch.
Using financial management theory about financial crisis; and human resources theory about retire the employees.
This research using survey approach, and descriptive explanatory reseach caracter. The technique of collecting data done by interview, questionnaire and documentary study. The number of responden 72 people of retire employee and 32 people of PT. Jamsostek officer. The variable measured with Likert scale. The test of hypotesis using double linear regression analysis, trough F and t test intended to know the effect of independent variable to dependent variable in the acceptance level of 95 % (α 0.05).
The result of the simultaneous test of first hypothesis shows that the variabel of financial crisis and PHK had a singnifincantly effect to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch. Coeffient of determination (R2) equal 0,439 that means the ability of financial crisis and PHK variables explain the influence to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch equal 43,9%. Partially, financial crisis more dominant influence to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch.
The second hypothesis shows that the claim of social guarantee had a singnifincantly effect to invest plan at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch, with coefficient of determination (R2) equal 0,331.
KATA PENGANTAR
Assalammu ‘alaikum Wr. Wb
Segala puji hanya kepada Alah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, mengucapkan syukur kehadirat-Mu atas segala rahmad dan hidayah-Nya
yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Dan dari sebagian rahmad dan hidayah-Mu
pula tesis ini dapat rampung seluruhnya.
Tesis ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam rangka mengakhiri masa
pendidikan Sekolah Pascasarjana dan untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada
Program Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Pada penulisan tesis ini, penulis memilih judul “Analisis Pengaruh Krisis
Finansial dan Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Klaim Jaminan Hari Tua Pada PT.
Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa”.
Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan tesis ini penulis banyak
memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat, dan dukungan dari berbagai
pihak, maka dari itu penulis menghaturkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc.(CTM) Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Rismayani, SE., MS., selaku Ketua Program Studi Megister Ilmu
Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku
Ketua Komisi Pembimbing yang telah membantu memberikan pengarahan dan
bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Bapak Drs. Syahyunan, MSi, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah
5. Bapak Prof.Dr. Paham Ginting, MS, Drs. Rahmad Sumanjaya, MSi, dan Ibu Dra.
Nisral Irawati, MBA, selaku komisi dosen pembanding yang banyak memberikan
masukkan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.
6. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Ilmu Manajemen
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Edy Syahrial, SE, selaku Kepala Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero)
Tanjung Morawa yang sangat membantu dalam memberikan data dan informasi
dalam proses penelitian tesis ini.
8. Rekan-rekan kerja PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa yang sangat
membantu dalam proses penelitian tesis ini.
9. Suami tersayang, M. Arifin Siregar, SH dan anakku tercinta Akmal Rizqullah
Siregar dan Rihadatul Aisy Arifah Siregar, yang telah sabar dan memberikan
do’anya selama penulis menjalani masa pendidikan Strata 2 (S-2) ini.
10. Rekan-rekan Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara angkatan XIV sekelas yang telah memberikan semangat dan
dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis yakin Allah SWT akan membalas seluruh amal dan melimpahkan
rahmad-Nya kepada kita semua. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak pada umumnya dan kepada penulis khususnya.
Amin ya rabbal’alamin
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Medan, Juni 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Rosdiana Harahap lahir di Jakarta pada tanggal 03 Nopember 1964, anak
ketiga dari tujuh bersaudara pasangan Ayahanda H.M. Agus Harahap (Alm) dan
Ibunda Hj. Delima Sari Siregar (Alm). Menikah pada tahun 1991 dengan M. Arifin
Siregar, SH dan dikarunai dua orang anak bernama Akmal Rizqullah Siregar dan
Rihadatul Aisy Arifah Siregar.
Menempuh pendidikan Sekolah Dasar tahun 1971 di Sekolah Dasar (SD)
YAPENKA I di Jakarta, tamat tahun dan lulus tahun 1976. Melanjutkan pendidikan
ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 68 Jakarta, tamat dan lulus tahun 1980.
Selanjutnya menempuh pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6
Jakarta, tamat dan lulus tahun 1983. Kemudian melanjutkan ke pendidikan Akademi
Akuntansi tahun tahun 1983 pada Yayasan Akuntansi Indonesia (YAI) di Jakarta
tamat dan lulus pada tahun 1987. Tahun 2002 melanjutkan studi Strata Satu (S-1) di
Perguruan Swadaya Medan tamat dan lulus tahun 2005. Tahun 2008 melanjutkan
studi Strata Dua (S-2) di pada Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Pada tahun 1987 hingga saat ini bekerja sebagai Pegawai Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) di PT. Jamsostek (Persero), Tbk dan ditempatkan sebagai
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
I.1. Latar Belakang... 1
I.2. Perumusan Masalah ... 6
I.3. Tujuan Penelitian ... 6
I.4. Manfaat Penelitian ... 6
I.5. Kerangka Berpikir/Landasan Teori ... 7
I.6. Hipotesis ... 8
BAB II. URAIAN TEORITIS ... 9
II.1. Teori Tentang Krisis Finansial ... 9
II.1.1. Pengertian Krisis Finansial... 9
II.1.2. Dampak Krisis Finansial ... 15
II.2. Teori Tentang Pemutusan Hubungan Kerja ... 20
II.2.1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 20
II.2.2. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 22
II.2.3. Peran Inside Stakeholder... 28
II.3. Teori Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja... 36
II.3.2. Unsur-unsur Jaminan Sosial Tenaga Kerja ... 39
III.3.1. Populasi dan Sampel Hipotesis Pertama ... 46
III.3.2. Populasi dan Sampel Hipotesis Pertama ... 47
III.4. Metode Pengumpulan Data ... 47
III.5. Jenis dan Sumber Data ... 48
III.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel... 48
III.6.1. Identifikasi Variabel Hipotesis Pertama... 48
III.6.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama... 49
III.6.3. Identifikasi Variabel Hipotesis Kedua ... 50
III.6.4. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua ... 50
III.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 51
III.8. Model Analisis Data... 55
III.8.1. Model Analisis Data Hipotesis Pertama ... 55
III.8.2. Model Analisis Data Hipotesis Kedua ... 57
III.9. Pengujian Asumsi Klasik ... 58
III.9.1. Uji Normalitas... 58
III.9.2. Uji Multikolinieritas... 59
III.9.3. Uji Heteroskedastisitas... 59
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
IV.1. Hasil Penelitian ... 61
IV.1.1. Gambaran Umum PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa ... 61
IV.1.3. Struktur Organisasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang
Tanjung Morawa ... 65
IV.1.4. Karakteristik Responden ... 70
IV.1.5. Penjelasan Responden... 75
IV.2. Uji Asumsi Klasik... 85
IV.2.1. Uji Normalitas... 85
IV.2.2. Uji Multikolinieritas ... 87
IV.2.3. Uji Heteroskedaskesitas ... 88
IV.3. Pembahasan... 90
IV.3.1. Hipotesis Pertama ... 90
IV.3.2. Hipotesis Kedua ... 96
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99
V.1. Kesimpulan... 99
V.2. Saran... 100
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
III.1. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama ... 50
III.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua... 51
III.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Hipotesis Pertama ... 53
III.4. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Hipotesis Kedua ... 54
IV.1. Jumlah Kepesertaan Perusahaan di PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa Tahun 2005 – 2009... 64
IV.2. Karakteristik Responden Peserta Jaminan Hari Tua Berdasarkan Jenis Kelamin... 71
IV.3. Karakteristik Responden Peserta Jaminan Hari Tua Berdasarkan Umur ... 71
IV.4. Karakteristik Responden Peserta Jaminan Hari Tua Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 72
IV.5. Karakteristik Responden Peserta Jaminan Hari Tua Berdasarkan Masa Kerja... 72
IV.6. Karakteristik Responden Jamsostek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 73
IV.7. Karakteristik Responden Jamsostek Berdasarkan Umur ... 73
IV.8. Karakteristik Responden PT. Jamsostek Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 74
IV.9. Karakteristik Responden PT. Jamsostek Berdasarkan Masa Kerja ... 74
IV.10. Penjelasan Responden Atas Variabel Krisis Finansial ... 75
IV.12. Penjelasan Responden Atas Variabel Klaim Jaminan Hari Tua... 80
IV.13. Penjelasan Responden Atas Variabel Klaim Jaminan Hari Tua... 82
IV.14. Penjelasan Responden Atas Variabel Rencana Investasi ... 84
IV.15. Uji Multikolinieritas Hipotesis Pertama ... 88
IV.16. Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji Glejser Hipotesis Pertama ... 89
IV.17. Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji Glejser Hipotesis Kedua... 90
IV.18. Uji Determinasi Hipotesis Pertama ... 90
IV.19. Hasil Uji F Hipotesis Pertama ... 91
IV.20. Hasil Uji t Hipotesis Pertama ... 92
IV.21. Uji Determinasi Hipotesis Kedua ... 96
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
IV.1. Struktur Organisasi PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa ... 66
IV.2. Hasil Uji Normalitas Hipotesis Pertama... 86
IV.3. Hasil Uji Normalitas Hipotesis Kedua ... 87
IV.4. Hasil Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Pertama... 88
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Hipótesis 1 ……….. 105
2. Hipótesis 2 ……….. 110
ABSTRAK
Resesi global sudah melanda di semua negara termasuk Indonesia. Dampak krisis itu sudah mulai meminta korban dalam bentuk menurunnya ekspor barang-barang Indonesia. Akibat logisnya adalah pabrik menurunkan kapasitas produksinya; dengan konsekwensi logisnya adalah perusahaan harus melakukan rasionalisasi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagian karyawannya. Pemutusan hubungan kerja ini mengakibatkan tenaga kerja mengambil klaim Jaminan Hari Tua (JHT) bagi mereka yang masa kerjanya telah memenuhi persyaratan ke kantor Jamsostek. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua, dan sejauhmana pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua, serta untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.
Teori yang digunakan adalah teori Manajemen Keuangan tentang Krisis Finansial; dan teori Manajemen Sumber Daya Manusia tentang Pemutusan Hubungan Kerja.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survey. Sifat penelitian ini adalah explanatory. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif yaitu untuk mengetahui dan menganalisis krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja dan pengaruhnya klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 72 orang karyawan yang di PHK dan 32 orang karyawan PT. Jamsostek. Variabel diukur dengan skala Likert. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda melalui uji F dan uji t dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).
Hasil uji hipotesis pertama secara serentak menunjukkan bahwa krisis finansial dan PHK berpengaruh signifikan terhadap klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,439 artinya kemampuan variabel krisis finansial dan PHK menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa sebesar 43,9 %. Secara parsial, krisis finansial berpengaruh lebih dominan terhadap klaim jaminan hari tua pada Jamsostek Cabang Tanjung Morawa dibandingkan dengan PHK. Uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa klaim jaminan hari tua berpengaruh signifikan terhadap rencana investasi PT. Jamsostek dengan nilai koefisien determinasi (R2) hasil regresi sebesar 0,331.
ABSTRACT
Global recession have knocked over all state including Indonesia. [In] nations go forward the. The impact of crisis had decreasing the export of the Indonesian goods. The logical effect that the factory require to degrade their production capacities; with the logical consequences that the company have to rationalization by retire (PHK) some of its employees. The PHK caused the employees calim the social guarantee (JHT) to Jamsostek office. The formulation of problem is how far the influence of financial crisis and PHK to claim of social guarantee, and how far the influence of social guarantee claim to invest plan of PT. Jamsostek (Persero) Morawa Barnch. The aim of this research is to know and analyse the influence of finansial crisis and PHK to claim of social guarantee, and to know and analyse the influence of social guarantee claim to invest plan at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch.
Using financial management theory about financial crisis; and human resources theory about retire the employees.
This research using survey approach, and descriptive explanatory reseach caracter. The technique of collecting data done by interview, questionnaire and documentary study. The number of responden 72 people of retire employee and 32 people of PT. Jamsostek officer. The variable measured with Likert scale. The test of hypotesis using double linear regression analysis, trough F and t test intended to know the effect of independent variable to dependent variable in the acceptance level of 95 % (α 0.05).
The result of the simultaneous test of first hypothesis shows that the variabel of financial crisis and PHK had a singnifincantly effect to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch. Coeffient of determination (R2) equal 0,439 that means the ability of financial crisis and PHK variables explain the influence to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch equal 43,9%. Partially, financial crisis more dominant influence to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch.
The second hypothesis shows that the claim of social guarantee had a singnifincantly effect to invest plan at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch, with coefficient of determination (R2) equal 0,331.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas
sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke
negara lain dengan regulasi moneter tiap negara yang beragam. Akibatnya setiap
negara memiliki risiko terkena dampak krisis. Penanganan dampak krisis
membutuhkan regulasi yang cepat dan tepat. Di setiap negara cara penanganannya
dapat dipastikan akan berbeda, sebagaimana dampak krisis ekonomi yang juga
berbeda. Secara umum, negara yang paling rentan terhadap dampak krisis adalah
negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat. Lemahnya fundamental
ekonomi sebuah negara salah satunya dapat disebabkan oleh kebijakan yang tidak
tepat. Salah satunya berkaitan dengan posisi bank sentral yang memiliki kewajiban
mengatur kebijakan moneter. Bank sentral tentu akan memiliki kekuatan intervensi
dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi, misalnya kredit macet ataupun
gelembung subprime.
Krisis finansial global yang bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika
Serikat memang membawa implikasi pada kondisi ekonomi global secara
menyeluruh. Hampir di setiap negara, baik di kawasan Amerika, Eropa, maupun Asia
Pasifik, merasakan dampak akibat krisis finansial global tersebut. Dampak tersebut
langsung, dan perdagangan. Saat ini perekonomian Indonesia dalam kondisi rentan
untuk tumbuh lebih tinggi. Ekspansi perekonomian tidak sepadan dengan dukungan
yang memadai dari akumulasi dana masyarakat. Sementara itu, pertumbuhan
ekonomi belum optimal, tetapi inflasi sudah tinggi karena tekanan harga, apalagi
dengan keadaan eksternal yang cepat memburuk. Dalam jangka pendek, prioritas ada
pada pengendalian inflasi dan stabilitas nilai rupiah yang amat penting karena hal ini
dapat menurunkan kepercayaan dengan cepat jika tidak ditangani dengan baik. Saat
kondisi eksternal tidak pasti, fokus kebijakan di tingkat pemerintahan dan perusahaan
adalah pada stabilitas dan kepercayaan di dalam negeri. Prediksi Bank Indonesia
mengenai pertumbuhan ekonomi jangka menengah tampaknya akan terhambat akibat
krisis finansial global yang terjadi.
Meskipun secara umum kinerja perekonomian telah membaik, namun
sesungguhnya perekonomian domestik masih dibayangi oleh sejumlah masalah
struktural yang berpotensi menghambat akselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi. Perbaikan struktural memang telah dilakukan, namun dalam skala dan
kecepatan yang belum memadai untuk mengejar ketinggalan yang ada. Sebagai
akibatnya tingkat pertumbuhan kapital belum signifikan dan produktivitas tenaga
kerja cenderung menurun. Kondisi buruknya struktural ekonomi di Indonesia menjadi
salah satu penyebab kurang menariknya Indonesia di mata asing sehingga aliran
Foreign Direct Investment (FDI) yang masuk masih sedikit. Meskipun sejak tahun
2002 FDI Indonesia terus meningkat, namun apabila dibandingkan dengan
Dari sisi produksi, kontribusi sektor-sektor yang memiliki pangsa besar
terhadap pertumbuhan PDB Indonesia cenderung terus mengalami penurunan.
Pertumbuhan kedua sektor terbesar yaitu pertanian dan industri pengolahan dalam
periode 2001-2007 mengalami penurunan. Dengan pangsa yang semakin mengecil
serta pertumbuhan yang cenderung stagnan, kontribusi sektor pertanian dan industri
pengolahan pada pertumbuhan PDB semakin menurun. Lemahnya kinerja sektor
industri pengolahan, khususnya industri pengolahan nonmigas, tidak dapat dilepaskan
dari kondisi permintaan domestik yang terus mengalami tekanan. Dengan
karakteristik sektor industri dimana orientasi dari industri-industri yang berskala
besar lebih tertuju ke pasar domestik, maka lemahnya permintaan masyarakat jelas
akan mempengaruhi kinerja sektor industri secara keseluruhan.
Resesi global sudah melanda di semua negara termasuk di negara-negara
maju, pertumbuhan ekonomi terus merosot sampai titik negatif. International Labour
Organization (ILO) memerkirakan resesi global akan berakibat pada pengangguran
yang besar yakni mencapai sekitar 20 juta orang di seluruh dunia. Dampak krisis itu
sudah mulai meminta korban dalam bentuk menurunnya ekspor barang-barang
Indonesia. Hal ini disebabkan karena permintaan dari negara-negara maju yang
menurun. Bahkan ada yang menghentikan kontrak pembelian terhadap
produk-produk industri garmen-tekstil, kayu dan produk-produk perkebunan.
Sehubungan dengan hal ini tuntutan karyawan perusahaan untuk menaikan
upah minimum kabupaten dan kota semakin besar ditambah lagi penolakan SK
bisnis itu, menjadi semakin bertambah dan rumit. Akibat logisnya adalah pabrik perlu
menurunkan kapasitas produksinya; ada yang sampai sekitar 40%. Konsekwensi
logisnya adalah perusahaan harus mengambil keputusan tidak populer sekaligus
“menyakitkan” yakni rasionalisasi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK)
dan merumahkan sebagian karyawannya.
Pemutusan hubungan kerja ini mengakibatkan tenaga kerja
berbondong-bondong mendatangi kantor Jamsostek (Persero) untuk mengambil klaim Jaminan
Hari Tua (JHT) bagi mereka yang masa kerjanya telah memenuhi persyaratan.
Program Jamsostek menjadi signifikan bagi pekerja dan pengusaha dalam
mendapatkan jaminan sosial, terutama ketika terkena pemutusan hubungan kerja
(PHK) maupun risiko-risiko akibat pemutusan hubungan kerja.
PT Jamsostek (Persero) sebagai salah satu perusahaan yang ditunjuk
pemerintah untuk menangani masalah jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia, harus
mengeluarkan dana ekstra untuk membayar klaim jaminan hari tua kepada para
peserta Jamsostek yang telah bekerja minimal 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan.
Pembayaran klaim JHT oleh PT Jamsostek Cabang Tanjung Morawa sejak tahun
2005 sampai denagn 2009 menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan
yang paling tinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 57,37%. Kondisi ini
disebabkan meningkatnya PHK pada tahun 2008 yang disebabkan melemahnya
Tabel I.1. Pembayaran Jaminan Hari Tua pada PT Jamsostek Cabang Tanjung Morawa, Tahun 2005 – 2009
Tahun Pembayaran JHT (Rp)
2009 43.259.635.398,59 35,16 11.500 62,75
Sumber: PT. Jamsostek, 2009 (Data Diolah)
Alokasi dana pertanggungan ditingkatkan karena Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK). Dari data yang diperoleh pada PT.Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung
Morawa pembayaran JHT pada tahun 2005 sebanyak 5.113 tenaga kerja. Pada tahun
2006 tenaga kerja yang mengambil JHT sebanyak 5.543 orang, sedangkan tahun 2007
terjadi penurunan yaitu sebanyak 5.530 tenaga kerja.Tetapi terjadi peningkatan pada
tahun 2008 yaitu sebanyak 7.066 tenaga kerja, dan pada tahun 2009 melonjak
menjadi 11.500 tenaga kerja. Peningkatan yang cukup tinggi pada tahun 2009
merupakan dampak krisis finansial global yang makin dirasakan dunia usaha.
Sejumlah perusahaan manufaktur seperti sektor otomotif, manufaktur, dan jasa, mulai
mengurangi produksi akibat turunnya permintaan sehingga mengakibatkan PHK yang
diperkirakan mencapai puncak pada tahun 2010 ini. Peningkatan klaim jaminan hari
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Sejauhmana pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap
klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa?
2. Sejauhmana pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi
PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa?
I.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh krisis finansial dan pemutusan
hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek (Persero)
Cabang Tanjung Morawa.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua
terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.
I.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi manajemen PT. Jamsostek (Persero) dan menjadi bahan
pertimbangan dalam upaya meningkatkan pelayanan jaminan hari tua.
2. Sebagai menambah referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan bagi
Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
3. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang ilmu
manajemen, khususnya dalam Manajemen Keuangan dan Manajemen Sumber
Daya Manusia.
4. Sebagai bahan acuan dan perbandingan bagi peneliti selanjutnya terutama yang
berminat untuk melakukan penelitian yang sama pada masa mendatang.
I.5. Kerangka Berpikir/Landasan Teori
Krisis keuangan global yang berawal dari keterpurukan sektor perbankan di
Amerika Serikat, kekurangan modal, dan (melihat banyaknya lembaga keuangan
yang bangkrut) enggan meminjamkan dolarnya, termasuk ke bank-bank internasional
di Eropa dan Asia. Akibatnya, lembaga keuangan kekurangan dolar untuk memberi
pinjaman ke para pengusaha dunia, yang membutuhkan dolar untuk investasinya
(untuk impor mesin, bahan baku, dan sebagainya), termasuk di Indonesia.
Menurut Mankiw (2003) bahwa sepanjang sejarah, masalah-masalah dalam
sistem keuangan sering terjadi bersamaan dengan kemerosotan dalam aktivitas
ekonomi. Krisis yang terjadi di Amerika serikat Serikat berakar pada besarnya jumlah
kredit yang dikucurkan ke perumahan. Sejarah mengajarkan pelajaran penting, bahwa
krisis perbankan yang besar akhirnya diselesaikan dengan menggunakan sejumlah
besar uang publik, dan kemudian tindakan pemerintah yang tegas, baik itu untuk
merekapitalisasi bank atau mengambil alih kredit yang bermasalah, dapat
meminimalkan biaya kepada pembayar pajak dan dampak krisis tersebut ke
Krisis finansial global tersebut sangat berdampak terhadap masyarakat
khususnya tenaga kerja. Hal ini terjadi karena karena pembiayaan kegiatan investasi
di Indonesia (baik oleh pengusaha dalam maupun luar negeri) akan terus menciut,
penyerapan tenaga kerja melambat dan akibatnya daya beli masyarakat turun-yang
akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Dampak terhadap para pekerja adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja
(PHK). Sesuai dengan haknya, pekerja yang di PHK yang telah memenuhi syarat agar
mengajukan klaim jaminan hari tua kepada PT. Jamsostek sebagai pihak penjamin.
Hal ini berarti dengan terjadinya krisis finansial yang berakibat terhadap
meningkatnya PHK, maka klaim jaminan hari tua juga akan semakin meningkat.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja
mempunyai pengaruh terhadap klaim jaminan hari tua, selanjutnya tingkat klaim
jaminan hari tua tersebut akan mempengaruhi rencana investasi PT. Jamsostek.
I.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut:
1. Krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja berpengaruh terhadap klaim
jaminan hari tua pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.
2. Tingkat klaim jaminan hari tua berpengaruh terhadap rencana investasi PT.
BAB II URAIAN TEORETIS
II.1. Teori Tentang Krisis Finansial II.1.1. Pengertian Krisis Finansial
Istilah krisis finansial digunakan untuk berbagai situasi dengan berbagai
institusi atau aset keuangan kehilangan sebagian besar nilainya. Pada abad ke-19 dan
ke-20, banyak krisis finansial berhubungan dengan dan
(Laeven and Valencia, 2008). Situasi lain yang sering disebut sebagai krisis finansial
adalah (Kindleberger, 2005).
Pelemahan makroekonomi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) saat ini telah
bergerak menjadi sesuatu yang lebih dalam dan serius. Hal ini terlepas dari telah
disetujuinya paket penyelamatan sebesar 700 miliar dolar AS oleh Kongres AS.
Gejolak yang bermula dari macetnya kredit perumahan (subprime mortage) dan
diikuti oleh bangkrutnya banyak raksasa keuangan kini telah menjalar ke seluruh urat
nadi perekonomian negara tersebut (Institute for Development of Economics and
Finance/INDEF, 2008).
Federal Reserve ketika menyelamatkan firma investasi Bear Stearns di bulan
Maret 2008, tampaknya telah memberikan jaminan pemerintah terhadap investasi di
seluruh sektor keuangan, bukan kepada bank (Smick, 2009). Friedman (2005) telah
memperingatkan para pembuat kebijakan di AS tentang perlunya kredit pajak,
mempertahankan para pembuat nilai yang baru (para ahli teknis). Namun menjaga
arus modal bebas pada perekonomian global mungkin membutuhkan tim yang lebih
canggih yang terdiri atas pakar-pakar bedah finansial. Hal ini disebabkan dunia
sekarang ini kekurangan doktrin finansial, atau bahkan suatu set pemahaman
informal, untuk bisa mendapatkan ketertiban dalam krisis finansial.
Mishkin (2006), dengan terang-terangan memberi peringatan tentang
kemungkinan munculnya great reserval (kondisi dimana keadaan berbalik) lain.
Keruntuhan yang muncul di awal abad ke-21, sebagiannya dikarenakan berbagai
tekanan untuk mengakomodasi berbagai kekuatan yang bermunculan di tatanan
ekonomi dan politik global. Menurut Mishkin kebangkitan China dan India sekarang
ini akan menciptakan tekanan yang sebanding terhadap tatanan ekonomi internasional
yang liberal.
Menurut Haryanto (2009), secara garis besar model krisis dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1) First Generation Model
First Generation Model (FGM) sering disebut sebagai exogeneous policy
model (Krugman dan Flood & Garber dalam Haryanto, 2009). Model krisis ini
lebih menitikberatkan kepada ketidakkonsistenan kebijakan fiskal, moneter dan
nilai tukar. Oleh beberapa pengamat penyebab utama terjadinya krisis model ini
adalah serangan para spekulator terhadap nilai tukar suatu negara yang memaksa
negara tersebut mengubah nilai tukar mata uangnya. Ada beberapa hal yang
emplyoment, small open economy, exogeneous output, PPP, agen ekonomi
diasumsikan dalam kondisi perfect foresight serta memegang 3 jenis aset baik
domestic money, domestic bond serta foreign bond. Asusmi lainnya adalah tidak
ada bank komersial sehingga money stock (Ms) adalah monetery base, nilai tukar
fixed, domestik credit meningkat dengan laju yang tetap untuk membiayai defisit
pemerintah.
Proses terjadinya FGM dapat dijelaskan pada gambar tersebut di atas.
Spekulator dan investor tidak akan menunggu hingga nilai r =0. Bila jumlah R
sudah menurun mendekati Rmin, mereka akan menukarkan domestic asset ke
domestic currency dan kemudian domestic currency ke foreign currency. Kondisi
inilah yang akan mempercepat runtuhnya nilai tukar mata uang domestik yang
menganut fixed exchange rate. Spekulator akan memperhitungkan berapa lama
cadangan devisa akan menipis dan kapan akan menyerang, karena kalau tidak
mereka akan rugi. Pada Rmin inilah akan terjadi natural collapse dan mereka
akan menderita rugi. Pada natural collapse, depresiasi mata uang domestik yang
semula nol akan meningkat ke suatu bilangan positif, dan tingkat bunga, i, akan
meningkat, sehingga Md menurun. Agar keseimbangan pasar uang tetap terjadi,
real Ms harus turun. Hal ini terjadi dengan ke tingkat harga domestik, p, sejalan
dengan terjadinya devaluasi. Persepsi pasar terhadap cepatnya penurunan
cadangan devisa menyebabkan kekhawatiran domestic currency attack.
Secara empiris First Generation Model (FGM) ditandai oleh membengkaknya
yang semakin terkuras, tingkat inflasi yang tinggi serta over valued dari nilai
tukar mata uang domestik. Secara empiris FGM ini dapat menjelaskan fenomena
krisis yang terjadi di beberapa negara Amerika Latin athun 1970 dan 1980-an.
2) Second Generation Model dan
Second Generation Model (SGM) sering disebut oleh banyak pengamat
sebagai endogeneous policy model atau self fullfiling process. Munculnya SGM
merupakan jawaban terhadap fenomena krisis yang terjadi di Eropa dengan
European Exchange Rate Mechanism (ERM) pada tahun 1992. Ketika itu antar
negara-negara Eropa dalam kerangka EU berlaku fixed exchange rate system atau
tepatnya crawling peg system. Setiap mata uang mempunyai nilai tengah dan
dimungkinkan untuk bergerak, katakan 2,5%, ke atas/bawah nilai tengahnya.
Adapun asumsi dasar pelaksanaan SGM antara lain ; para anggota ERM
ingin mempertahankan nilai tukar yang ada karena memberi manfaat, seperti laju
inflasi yang rendah dan stabil, para anggota ERM melihat manfaat devaluasi,
yaitu untuk mendorong produks dalam negeri, keuntungan melakukan devaluasi
semakin tinggi jika semakin banyak investor yang berpikir bahwa mata uang
yang bersangkutan harus didevaluasi.
3) Third Generation Model.
Third Generation Model (TGM) atau sering disebut oleh beberapa
pengamat sebagai Asian Crisis. Krisis di Asia memunculkan berbagai model
krisis baru, walaupun beberapa menganggap bahwa bahwa krisis di Asia masih
menjalar ke Indonesia, Malaysia, Korsel, dan Filipina. Third Generation Model
(TGM) menekankan pada peran moral hazard dan balance sheet effects. Moral
hazard merupakan akibat dari implicit government guarantee yang siap
membail-out perusahaan swasta dan bank yang dalam masalah dan menjamin investor’s
future revenue. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya excessive borrowing
dan lending.
Defisit pemerintah tidak terlalu tinggi sebelum krisis, tetapi penolakan
kreditur luar negeri untuk melakukan refinance hutang, memaksa pemerintah
untuk membantu dan menjamin outstanding hutang luar negeri. Untuk
membiayai prospective deficits dalam suatu kondisi ekonomi yang memburuk,
pemerintah harus melakukan seignorage.
Ekspektasi terhadap inflasi ke depan memicu speculative attack terhadap
mata uang domestik yang secara umum di-fixed. Krisis di Asia berkaitan dengan
modal jangka pendek atau hot money yang sangat isolatile. Awal tahun 1990an
banyak negara Asia yang meliberalisasi capital account, mengalami
pertumbuhan ekonomi yang tinggi; kondisi fundamental yang kelihatannya
sound. Liberalisasi capital account menyebabkan capital inflows besar.
Umumnya dana jangka pendek yang banyak digunakan untuk membangun sektor
property dan masuk ke saham. Sebagai gambaran tahun 1995, surplus capital
account dari 5 negara ASEAN terbesar sekitar US$55 milyar. Sedangkan tahun
1998, deficit capital account sekitar US$59 milyar. Aliran modal masuk dari luar
dihasilkan adalah mata uang di beberapa negara Asia melemah. IDR: > 80%,
Baht: 50%, Won: 55%. Untuk mengurangi capital outflow, tingkat bunga
dinaikkan. Kondisi ini menimbulkan kesulitan dalam neraca bank-bank, NPL
naik. Akibatnya likuiditas perbankan menipis; kepercayaan masyarakat terhadap
bank turun, depositor domestik menariarik dananya serta pembukaan L/C tidak
dipercaya.
Krisis finansial global tahun 2008 oleh banyak ekonom disebabkan oleh
praktek shadow banking system yang menimpa beberapa institusi keuangan di
Amerika yang kemudian menimpa beberapa institusi keuangan lainnya antara lain
Bear Stearns, Lehman Bro, Fannie Mae and Freddy Mac dan AIG. Krisis juga
disebabkan oleh praktekpraktek ekonomi Ponzy yang sebetulnya mirip dengan
beberapa kasus penipuan investasi atas komoditi di Indonesia (PT. Qisar dll) selain
kejatuhan subprime mortgage loan market di Amerika.
Atas terjadinya krisis kali ini jika kita kaitkan kembali dengan teori krisis
yang sudah ada sebelumnya nampaknya krisis finansial yang terjadi mirip dengan
tanda-tanda terjadinya FGM meskipun tidak sepenuhnya tepat 100%. Namun jika kita
kaitkan kembali dengan ciri-ciri terjadinya krisis generasi ketiga juga ada beberapa
kemiripan. Dari kesulitan tersebut penulis mengambil sedikit kesimpulan bahwasanya
krisis ekonomi yang terjadi sekarang merupakan suatu bentuk pembaharuan terhadap
teori krisis yang sudah ada sebelumnya sehingga menimbulkan teori krisis baru yaitu
negara atau lembaga yang berwenang terhadap pelaksanaan transaksi keuangan di
pasar modal beserta produk derivatif-nya.
II.1.2. Dampak Krisis Finansial
Krisis keuangan global telah terjadi. Berbagai pihak mengaitkannya dengan
kondisi perekonomian negara Amerika Serikat. Ketika kondisi perekonomian sebuah
negara adidaya berubah dan mengalami goncangan, dapat dipastikan akan membawa
konsekuensi yang luas pada perekonomian dunia. Menurut Bloomberg dalam
Kuncoro (2008), hingga Agustus 2008, dampak krisis mengakibatkan jumlah
penganggur di Inggris melejit menjadi 1,79 juta orang atau 5,7 persen dari angkatan
kerja. Menurut International Labour Organization, inilah tingkat pengangguran
terparah sejak Juli 1991.
Melihat situasi tersebut di atas, krisis keuangan yang menimpa Amerika
Serikat dengan cepat merembet ke seluruh dunia. Setiap pemerintahan berusaha
mencegah agar krisis tidak semakin dalam melumpuhkan perekonomian negara
masing-masing.
Dampak krisis ekonomi berbeda di setiap negara akan berbeda karena
perbedaan kebijakan yang diambil dan fundamental ekonomi negara bersangkutan.
Tentunya, negara yang paling rentan adalah negara yang fundamental ekonomi
domestiknya tidak kuat. Kuatnya dampak krisis ini pun telah menyebabkan Bank
Dunia dan IMF mengoreksi proyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi berbagai negara
sebesar 1,3 persen pada 2008 dari sebelumnya sebesar 2,7 persen pada 2007.
Demikian pula, negara-negara di kawasan Eropa, diprediksi akan melemah dari 2,6
persen pada 2007 menjadi 1,4 persen pada 2008. Adapun laju pertumbuhan Indonesia
diperkirakan turun dari 6,5 persen 2007 menjadi sekitar 6,0 persen pada 2008 (IMF,
2008)
Sistem pasar bebas membuat negara-negara di kawasan Asia Pasifik pun
terkena dampak krisis keuangan global tersebut. Salah satu dampak tersebut bisa
muncul melalui financial market. Cadangan devisa USD 1 triliun tak menjamin
Jepang bebas dari krisis finansial global. Pasar saham di Negeri Matahari Terbit itu
juga terkena dampak krisis keuangan global. Ketika investor panik, akhirnya indeks
saham Nikkei turun hingga 11,4 persen, penurunan terbesar sejak 1987 (Bappenas,
2004).
Sejak awal Oktober 2008, indeks saham di Negeri Sakura sudah terkoreksi
sekitar 20 persen. Hal yang sama juga terjadi di hampir semua pasar modal di Asia.
Selama sepekan, indeks Hang Seng Hong Kong sudah turun 10,78 persen. Indeks
Strait Times Singapura terkoreksi 9,53 persen dan Indeks Kospi Korea turun 8,37
persen (Aksa, 2008).
Dampak lain yang bisa dilihat adalah anjloknya nilai ekspor negara-negara
Asia. Contoh paling dekat adalah perekonomian Singapura dan Hongkong. Singapura
dan Hongkong dapat terpengaruh besar, karena dua negara itu menjadi salah satu
pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan
barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke Amerika
Serikat.
Laporan kuartal IV-2007, ekonomi Singapura yang biasanya tumbuh sekitar 9
persen, anjlok ke 6 persen. Hal itu menunjukkan kemerosotan ekonomi Amerika
berdampak terhadap negara-negara Asia lainnya. Bahkan ekonomi Cina, yang
dianggap memiliki kekebalan terhadap resesi negara lain, juga terkena imbas. Indeks
Shanghai anjlok dan mulai mengantisipasi penurunan ekspornya ke AS dengan
mengalihkan ke pasar regional tentunya termasuk Indonesia (IMF, 2008).
Tentu dibutuhkan kebijakan yang tepat bagi kita untuk mempertahankan
pertumbuhan ekspor. Di samping itu, bagi negara-negara lain, perlu juga mewaspadai
adanya kemungkinan membanjirnya produk Cina akibat tidak terpenuhinya pasar
ekspor mereka di Amerika Serikat. Krisis keuangan di AS mengakibatkan
pengeringan likuiditas sektor perbankan dan institusi keuangan non-bank yang
disertai berkurangnya transaksi keuangan. Penger ingan likuiditas akan memaksa para
investor dari institusi keuangan AS untuk melepas kepemilikan saham mereka di
pasar modal Indonesia untuk memperkuat likuiditas keuangan institusi mereka. Aksi
tersebut akan menjatuhkan nilai saham dan mengurangi volume penjualan saham di
pasar modal Indonesia. Selain itu, beberapa perusahaan keuangan Indonesia yang
menginvetasikan dananya di instrumen investasi lembaga keuangan di AS juga
mendapat imbas atas kejatuhan nilai saham tersebut (Bappenas, 2008).
Krisis keuangan di AS yang merambah ke beberapa negara lainnya juga akan
kawasan Uni Eropa yang telah berlangsung sejak lama. Hal ini sangat berbahaya
mengingat produk ekspor Indonesia sangat bergantung pada negara-negara tersebut,
sedangkan di dalam negeri produk-produk tersebut kalah bersaing dengan produk
impor China yang lebih murah. Krisis keuangan AS berdampak kepada kondisi
keuangan semua negara tidak terkecuali untuk negara-negara Asia dan emerging
market lainnya.
Nilai tukar mata uang negara-negara Asia mengalami depresiasi terhadap
mata uang dolar AS, namun apabila melihat kondisi Rupiah dibandingkan yang
lainnya masih menunjukkan kondisi yang lebih baik. Selama 1 Januari - 10 Oktober
2008, Rupiah hanya terdepresiasi sekitar 3%, jauh dibawah nilai mata uang Philipina
(16%) dan juga Thailand (17%). Hal ini menunjukkan bahwa, ekonomi kita masih
terjaga menghadapi krisis ekonomi. Dengan demikian krisis keuangan global
memberikan dampak langsung ataupun tidak langsung terhadap perkembangan
ekonomi Indonesia (Bappenas, 2008).
Dampak langsung yang terjadi adalah kerugian pada sebagian kecil investor
yang memiliki exposure atas aset-aset yang terkait langsung dengan institusi- institusi
keuangan Amerika Serikat yang bermasalah, misalnya lembaga keuangan Indonesia
yang menanam dana dalam instrumen Lehman Brothers (Imansyah, 2008).
Sedangkan dampak tidak langsung krisis finansial global, antara lain
(Imansyah, 2008):
a) Mempengaruhi momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam bentuk
melemahnya pertumbuhan sumber dana.
b) Menurunnya tingkat kepercayaan konsumen, investor, dan pasar terhadap
berbagai institusi keuangan yang ada.
c) Flight to quality, pasar modal Indonesia terkoreksi akibat indikasi melemahnya
mata uang rupiah dan yang paling mengkhawatirkan apabila para investor yang
saat ini masih memegang aset keuangan likuid di Indonesia mulai melepas
aset-aset tersebut karena alasan kejatuhan nilai saham akibat faktor tertentu.
d) Kurangnya pasokan likuiditas di sektor keuangan karena kebangkruta berbagai
institusi keuangan global khususnya bank-bank investasi akan berdampak pada
cash flow sustainability perusahaan perusahaan besar di Indonesia. Akibatnya,
pendanaan ke capital market dan perbankan global akan mengalami kendala
dari aspek pricing (suku bunga) dan availability (ketersediaan dana).
e) Menurunnya tingkat permintaan dan harga komoditas utama ekspor Indonesia
tanpa diimbangi peredaman laju impor secara signifikan akan menyebabkan
defisit perdagangan yang semakin melebar dalam beberapa waktu mendatang.
f) Selanjutnya defisit perdagangan tersebut akan menyulitkan penggalangan
capital inflow dalam jumlah besar untuk menutup defisit itu sendiri seiring
dengan keringnya likuiditas pasar keuangan global.
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang berdampak
negatif terhadap negara-negara lainnya, tidak berimbas terlalu besar bagi Indonesia.
Hal ini disebabkan net ekspor Indonesia ke luar negeri hanya 10 persen dari total
Singapura, kedua negara tersebut sangat merasakan dampaknya dari krisis keuangan
global itu. Namun, pemerintah memahami bahwa upaya mengamankan sistem
ekonomi secara menyeluruh harus terus dilakukan, khususnya menjaga kekuatan
sektor riil (Bappenas, 2008).
II.2. Teori Tentang Pemutusan Hubungan Kerja II.2.1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan hubungan kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa tahun
yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan yang masih
aktif bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian
disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak
industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan
kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Kondisi inilah yang
menyebabkan orang yang bekerja pada waktu itu selalu dibayangi kekhawatiran dan
kecemasan, kapan giliran dirinya diberhentikan dari pekerjaan yang menjadi
penopang hidup keluarganya.
Menurut Pasal 1 butir 25 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,
pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh
dan pengusaha.
Djumialdji (1992) menyatakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat
(1) Termination: yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya
kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat
kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus
meninggalkan pekerjaannya.
(2) Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan
pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya: karyawan melakukan
kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika,
madat, melakukan tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik.
(3) Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan
pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti:
penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat
berat yang cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan
sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
(4) Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan
masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah-masalah pemasaran, sehingga
perusahan tidak mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya.
Konsep teori PHK berhubungan dengan teori harapan dan teori Z.
Berdasarkan teori pengharapan, karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil
yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang
terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan, 2005).
gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjadi
malas.
Teori harapan dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya
pada tiga konsep penting, yaitu: harapan (expentancy), nilai (Valence), dan pertautan
(Inatrumentality). Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan
terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar
nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian. Nilai
(Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu
(daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu. Pertautan (Inatrumentality)
adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn
hasil tingkat ke dua.
Dalam kasus PHK, dari sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak
termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja
dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan
memberikan mereka penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK,
mereka memiliki persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang
mereka malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten
dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam
melakukan pekerjannya.
Berbeda dengan teori Z yang lebih menekankan pada peran dan posisi
pegawai atau karyawan dalam perusahaan yang dapat membuat para pekerja menjadi
Dengan demikian maka karyawan akan bekerja dengan lebih efektif dan efisien
dalam melakukan pekerjaannya. Teori Z yang dicetuskan/diciptakan oleh William
Ouchi. Teori ini sudah banyak diimplementasikan/dijalankan pada banyak perusahaan
di Amerika Serikat dan Jepang (Sihotang, 2006).
Berikut ini adalah syarat dan ciri dari perusahaan yang menerapkan teori Z
menurut William Ouchi dalam Sihotang (2006):
1. Tanggung jawab diberikan secara perorangan atau individual.
2. Karyaban bebas bekerja menggunakan keterampilan yang dimilikinya.
3. Karyawan dipekerjakan seumur hidup dan jika perusahaan mengalami krisis,
maka para pegawai tidak akan dipecat atau phk.
4. Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara konsensus atau secara terbuka.
Walaupun akan memakan waktu yang lebih lama namun tingat keberhasilan
pengimplementasian hasil keputusan yang didapat akan lebih tinggi karena
mendapat dukungan dari mayoritas pekerja.
5. Promosi dilakukan perlahan-lahan dari bawah, dan proses evaluasi prestasi dan
promosi dilakukan dengan hari-hati agar tidak menimbulkan masalah dengan
para karyawan
II.2.2. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Berdasarkan kondisi, PHK dapat dibedakan menjadi PHK pada kondisi
a) PHK Pada Kondisi Normal
Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan
sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan
melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada
organisasi maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang
tinggi atas jerih payah dan usahanya tersebut. Akan tetapi hal ini tidak terpisah
dari bagaimana pengalaman bekerja dan tingkat kepuasan kerja seseorang selama
memainkan peran yang dipercayakan kepadanya.
Bilamana seseorang mengalami kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya,
maka masa pensiun ini harus dinilai positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan
segala atribut dan kebanggaan yang disandangnya selama melaksanakan tugas,
dan bersiap untuk memasuki masa kehidupan yang tanpa peran. Kondisi yang
demikian memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk melepaskan
jabatan yang telah digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Bilamana
seseorang mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak memuaskan
selama masa pengabdiannya, maka ia akan berharap segera untuk melepaskan dan
meninggalkan pekerjaan yang digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang
ini akan memasuki masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari
himpitan yang dirasakannya selama ini.
Apapun yang dirasakannya, orang harus mempersiapkan diri untuk
menghadapi masa pensiun yang pasti datang ini, sejalan dengan bertambahnya
Kumara, Utami, dan Rosyid (2003) mengemukakan bahwa secara teknis pensiun
berarti berakhirnya suatu masa kerja, tetapi secara psikologis dan sosiologis
pensiun mempunyai makna dan dampak yang tidak sama pada semua orang.
Perubahan dari status aktif bekerja kepada status pensiun adalah perubahan
yang biasanya cukup drastis. Lebih lanjut Kumara, Utami, dan Rosyid (2003)
menyatakan bahwa individu yang menghadapi pensiun dituntut untuk melakukan
penyesuaian. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri
seseorang terhadap pensiun, yaitu:
1. Pensiun secara sukarela dan terencana, atau pensiun secara terpaksa dan
tergesa-gesa. Orang yang pensiun secara sukarela dan terencana mempunyai
pandangan yang positif tentang pensiun. Orang yang harus menjalani
pensiun secara terpaksa, akan merasa berat untuk menghayatinya.
2. Perbedaan individu yang didasari oleh faktor kepribadian, yaitu orang yang
berpandangan luas dan fleksibel dapat menerima status baru sebagai
pensiunan dan dapat beradaptasi dengan situasi yang baru.
3. Perencanaan dan persiapan individu sebelum pensiun datang. Dalam hal ini
seseorang telah mempersiapkan diri secara matang dengan berbagai
kegiatan sebelum masa pensiun tiba. Secara mental dan material orang
menjadi lebih siap.
4. Situasi lingkungan, pensiunan yang tinggal di lingkungan sesama pensiunan
memiliki semangat atau keyakinan diri yang lebih tinggi daripada pensiunan
b) PHK pada Kondisi Tidak Normal
Perkembangan suatu organisasi ditentukan oleh lingkungan dimana
organisasi beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive
(Robbins, 2002). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun
tuntutan dari luar (outside stakeholder) dapat memaksa organisasi melakukan
perubahan-perubahan, termasuk di dalam penggunaan tenaga kerja. Dampak dari
perubahan komposisi sumber daya manusia ini antara lain ialah pemutusan
hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak berasal dari kondisi
ekonomi dan politik global, perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya
mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada
kemampuan menjual barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses
produksi. Kondisi yang demikian akan mempersulit suatu organisasi
mempertahankan kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di
organisasi tersebut. Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus
pemutusan hubungan kerja.
Flippo (2003) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks
pensiun menjadi 3 kategori, yaitu:
(1) Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang
benar-benar memiliki kualifikasi yang membanggakan harus dipurnatugaskan
karena perusahaan tidak lagi membutuhkan sumbangan jasanya.
(2) Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan
manajerial, maupun tenaga pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan
melakukan kebijakan ini untuk mengurangi karyawan yang performansinya
tidak memuaskan, orang-orang yang tingkat upahnya telah melampaui
batas-batas yang dimungkinkan, dan orang-orang yang dianggap kurang memiliki
kompetensi kerja, serta orang-orang yang kurang memiliki kemampuan yang
dapat dikembangkan untuk posisi di masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini
ialah kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja yang skillnya
masih dapat dijual kepada perusahaan lain, dan sejauh mana kebutuhan pasar
terhadap keahlian atau skill in masih tersembunyi.
(3) Discharge. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan
paling tidak nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja
yang ada. Kegiatan ini dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan
kurang mempunyai sikap dan perilaku kerja yang memuaskan. Karyawan
yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan besar akan
mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau
perusahaan lain.
Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan
hubungan kerja, penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak. Baik penyebab
yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang tidak
memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang seharusnya
dengan keahliannya dan kewenangan yang diserahkan kepadanya diharapkan
kesulitan-kesulitan bagi organisasi, dan harus mengambil keputusan untuk
efisiensi tenaga kerja.
II.2.3. Peran Inside Stakeholder
Di dalam keberadaan organisasi terdapat dua kelompok kepentingan
(stakeholder), yaitu kepentingan yang berasal lingkungan di mana organisasi
menjalankan fungsinya, atau dari luar organisasi (outside stakeholder), seperti:
supplier, konsumen, pemerintah, dan serikat pekerja, serta masyarakat pada
umumnya. Sementara kepentingan yang lain berasal dari dalam organisasi (inside
stakeholder) meliputi: para pemegang saham (shareholder), manajemen, dan tentu
saja tenaga kerja (Robbins, 2002).
Para inside stakeholder pada dasarnya mempunyai kewajiban dan hak
masing-masing untuk menjamin eksistensi organisasi tetap lestari di lingkungannya. Para
pemegang saham (shareholder) merupakan pemilik perusahaan, karena itu
kewenangan mereka dinilai lebih superior dibanding dua inside stakeholder yang lain,
yaitu manajer maupun tenaga kerja. Sumbangan para pemilik ialah memberikan uang
yang diinvestasikan pada modal dan perlengkapan, peralatan, serta lokasi pabrik.
Penghasilan mereka berupa dividen yang diterima setiap tahun, dan surat berharga
berupa saham yang mengalami perubahan (peningkatan) harga di pasar modal. Saham
ini sangat mengandung risiko tinggi, kerena tidak ada jaminan uang kembali,
bilamana terjadi ketidakpastian di pasar modal. Manajer adalah orang-orang yang
besar. Mereka bertanggung jawab membuat koordinasi segala sumber daya yang
dimiliki organisasi dan meyakinkan bahwa tujuan organisasi telah dicapai dengan
tingkat keberhasilan tinggi. Para manajer puncak (top managers) bertanggung jawab
untuk menginvestasikan uang pemilik ke dalam berbagai sumber daya (alat, tenaga
kerja, waktu) untuk memaksimalkan output barang dan jasa. Sementara para manajer
adalah andalan pemilik saham untuk mengelola urusan perusahaan (organisasi).
Sumbangan para manajer ialah penerapan keahlian mereka untuk
mengarahkan responsiveness organisasi terhadap tekanan yang berasal dari dalam
maupun luar diri organisasi. Sebagai contoh: bagaimana para manajer menggunakan
keahliannya untuk menghadapi atau meningkatkan pasar global yang terbuka,
mengidentifikasi pasar produk-produk baru, atau mengatasi masalah-masalah
transaction-cost dan penerapan teknologi baru, akan sangat mempermudah
pencapaian tujuan organisasi.
Apa sajakah yang diterima para manajer terkait dengan sumbangan yang telah
mereka berikan kepada perusahaan. Terdapat berbagai kemudahan yang menjadi hak
untuk diterima, antara lain: kompensasi dalam bentuk uang, misalnya: gaji yaitu uang
yang mereka terima rutin setiap bulan; bonus ialah sejumlah uang yang diterima
terkait dengan prestasi kerja mereka yang sangat memuaskan; dan kemungkinan
pemilikan saham perusahaan; mereka juga memperoleh kepuasan psikologis ketika
merasakan keberhasilan dalam pengelolaan organisasi, merasakan bagaimana
Tenaga kerja organisasi atau karyawan terdiri atas semua pekerja yang
termasuk karyawan non-manajerial. Anggota kelompok tenaga kerja mempunyai
tanggung jawab dan tugas yang biasanya digariskan di dalam deskripsi jabatan.
Deskripsi jabatan merupakan uraian jabatan yang menyatakan apa sajakah yang harus
mereka kerjakan, bagaimana, dan kapan mengerjakannya, serta dengan siapa mereka
harus melakukan hubungan-hubungan penting dalam bekerja, sebagai pelaksanaan
tanggung jawab.
Karyawan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas yang
dipercayakan kepada mereka. Sumbangan karyawan kepada organisasi ialah
penampilan kerja terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya. Seberapa tingkat
kualitas performansinya sedikit banyak berada di bawah pengaruh diri karyawan
sendiri. Motivasi karyawan untuk berprestasi sangat berkaitan dengan sistem reward
dan sistem punishment yang digunakan oleh organisasi untuk mempengaruhi prestasi
kerja. Sejauh karyawan merasakan bahwa penghasilan yang diperoleh dari
perusahaan masih menunjukkan perbandingan yang lebih tinggi penghasilan daripada
sumbangan yang diberikan kepada perusahaan atau organisasi, maka karyawan akan
berusaha agar mereka dapat bekerja dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Akan
tetapi sebaliknya, ketika seorang karyawan merasakan ketidak-adilan dengan
peraturan yang ada, merasakan bahwa sumbangannya tidak diimbangi dengan
penghasilan yang memuaskan, maka ia cenderung akan mengurangi dukungannya
terjadi maka organisasi akan kehilangan salah satu stakeholder yang sangat
menentukan keberhasilan perusahaan atau organisasi.
Memperhatikan sumbangan dan penghasilan yang diperoleh para stakeholder
khususnya inside stakeholder, maka dapat terlihat bahwa kasus-kasus pemutusan
hubungan kerja yang digambarkan di atas dapatlah ditinjau bagaimana para
stakeholder telah memainkan perannya masing-masing. Bila dari sisi sumbangan
yang diperhatikan maka tampak bahwa para karyawan telah melaksanakan tugas
kewajibannya dan menunjukkan tingkat performansi yang baik, dan mereka masih
layak mendapatkan hak-hak yang merupakan penerimaan penghasilan mereka
sebagai karyawan. Akan tetapi sudah demikiankah para manajer sebagai inside
stakeholder yang memiliki tanggung jawab dan peran pengambil keputusan
melaksanakan tugas-tugas mereka. Robbins (2002) menyatakan bahwa tujuan utama
pendirian suatu organisasi sangat terkait dengan input – transformation – output
process, yaitu bagaimana suatu organisasi mengambil input dari lingkungannya,
dilakukan proses transformasi di dalam organisasi, kemudian menghasilkan output
yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, berupa barang ataupun dalam bentuk jasa.
Tujuan utama organisasi untuk menjamin eksistensinya, antara lain ialah: adanya
peningkatan perolehan keuntungan, peningkatan penjualan (sales), penetrasi pasar,
dan bagaimana menciptakan pasar-pasar baru untuk produk yang dihasilkannya.
Tujuan ini tentu saja telah dipercayakan pencapaiannya oleh para shareholder
kepada para manajer. Para manajer memiliki kewenangan untuk menggunakan segala