• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Krisis Finansial Dan Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Klaim Jaminan Hari Tua Pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Krisis Finansial Dan Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Klaim Jaminan Hari Tua Pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN

HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN

HARI TUA PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO)

CABANG TANJUNG MORAWA

TESIS

Oleh

ROSDIANA HARAHAP

087019042/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

SE

K O L A H

P A

S C

(2)

ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN

HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN

HARI TUA PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO)

CABANG TANJUNG MORAWA

TESIS

Oleh

ROSDIANA HARAHAP

087019042/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN HARI TUA PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG TANJUNG MORAWA

Nama Mahasiswa : Rosdiana Harahap Nomor Pokok : 087019042

Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Rismayani, SE., MS) (Drs. Syahyunan, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur,

(Prof. Dr. Rismayani, SE., MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

(4)

Telah diuji pada Tanggal : 24 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Rismayani, M.S Anggota : 1. Drs. Syahyunan, M.Si

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan Tesis yang berjudul:

ANALISIS PENGARUH KRISIS FINANSIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TERHADAP KLAIM JAMINAN HARI TUA PADA PT. JAMSOSTEK (PERSERO) CABANG TANJUNG MORAWA

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juni 2010

Yang membuat pernyataan:

(6)

ABSTRAK

Resesi global sudah melanda di semua negara termasuk Indonesia. Dampak krisis itu sudah mulai meminta korban dalam bentuk menurunnya ekspor barang-barang Indonesia. Akibat logisnya adalah pabrik menurunkan kapasitas produksinya; dengan konsekwensi logisnya adalah perusahaan harus melakukan rasionalisasi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagian karyawannya. Pemutusan hubungan kerja ini mengakibatkan tenaga kerja mengambil klaim Jaminan Hari Tua (JHT) bagi mereka yang masa kerjanya telah memenuhi persyaratan ke kantor Jamsostek. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua, dan sejauhmana pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua, serta untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.

Teori yang digunakan adalah teori Manajemen Keuangan tentang Krisis Finansial; dan teori Manajemen Sumber Daya Manusia tentang Pemutusan Hubungan Kerja.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survey. Sifat penelitian ini adalah explanatory. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif yaitu untuk mengetahui dan menganalisis krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja dan pengaruhnya klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 72 orang karyawan yang di PHK dan 32 orang karyawan PT. Jamsostek. Variabel diukur dengan skala Likert. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda melalui uji F dan uji t dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

Hasil uji hipotesis pertama secara serentak menunjukkan bahwa krisis finansial dan PHK berpengaruh signifikan terhadap klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,439 artinya kemampuan variabel krisis finansial dan PHK menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa sebesar 43,9 %. Secara parsial, krisis finansial berpengaruh lebih dominan terhadap klaim jaminan hari tua pada Jamsostek Cabang Tanjung Morawa dibandingkan dengan PHK. Uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa klaim jaminan hari tua berpengaruh signifikan terhadap rencana investasi PT. Jamsostek dengan nilai koefisien determinasi (R2) hasil regresi sebesar 0,331.

(7)

ABSTRACT

Global recession have knocked over all state including Indonesia. [In] nations go forward the. The impact of crisis had decreasing the export of the Indonesian goods. The logical effect that the factory require to degrade their production capacities; with the logical consequences that the company have to rationalization by retire (PHK) some of its employees. The PHK caused the employees calim the social guarantee (JHT) to Jamsostek office. The formulation of problem is how far the influence of financial crisis and PHK to claim of social guarantee, and how far the influence of social guarantee claim to invest plan of PT. Jamsostek (Persero) Morawa Barnch. The aim of this research is to know and analyse the influence of finansial crisis and PHK to claim of social guarantee, and to know and analyse the influence of social guarantee claim to invest plan at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch.

Using financial management theory about financial crisis; and human resources theory about retire the employees.

This research using survey approach, and descriptive explanatory reseach caracter. The technique of collecting data done by interview, questionnaire and documentary study. The number of responden 72 people of retire employee and 32 people of PT. Jamsostek officer. The variable measured with Likert scale. The test of hypotesis using double linear regression analysis, trough F and t test intended to know the effect of independent variable to dependent variable in the acceptance level of 95 % (α 0.05).

The result of the simultaneous test of first hypothesis shows that the variabel of financial crisis and PHK had a singnifincantly effect to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch. Coeffient of determination (R2) equal 0,439 that means the ability of financial crisis and PHK variables explain the influence to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch equal 43,9%. Partially, financial crisis more dominant influence to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch.

The second hypothesis shows that the claim of social guarantee had a singnifincantly effect to invest plan at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch, with coefficient of determination (R2) equal 0,331.

(8)

KATA PENGANTAR

Assalammu ‘alaikum Wr. Wb

Segala puji hanya kepada Alah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, mengucapkan syukur kehadirat-Mu atas segala rahmad dan hidayah-Nya

yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Dan dari sebagian rahmad dan hidayah-Mu

pula tesis ini dapat rampung seluruhnya.

Tesis ini disusun guna melengkapi persyaratan dalam rangka mengakhiri masa

pendidikan Sekolah Pascasarjana dan untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada

Program Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada penulisan tesis ini, penulis memilih judul “Analisis Pengaruh Krisis

Finansial dan Pemutusan Hubungan Kerja Terhadap Klaim Jaminan Hari Tua Pada PT.

Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa”.

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan tesis ini penulis banyak

memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat, dan dukungan dari berbagai

pihak, maka dari itu penulis menghaturkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc.(CTM) Sp.A(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Rismayani, SE., MS., selaku Ketua Program Studi Megister Ilmu

Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku

Ketua Komisi Pembimbing yang telah membantu memberikan pengarahan dan

bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Bapak Drs. Syahyunan, MSi, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah

(9)

5. Bapak Prof.Dr. Paham Ginting, MS, Drs. Rahmad Sumanjaya, MSi, dan Ibu Dra.

Nisral Irawati, MBA, selaku komisi dosen pembanding yang banyak memberikan

masukkan dan pengarahan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Ilmu Manajemen

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Edy Syahrial, SE, selaku Kepala Kantor Cabang PT. Jamsostek (Persero)

Tanjung Morawa yang sangat membantu dalam memberikan data dan informasi

dalam proses penelitian tesis ini.

8. Rekan-rekan kerja PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa yang sangat

membantu dalam proses penelitian tesis ini.

9. Suami tersayang, M. Arifin Siregar, SH dan anakku tercinta Akmal Rizqullah

Siregar dan Rihadatul Aisy Arifah Siregar, yang telah sabar dan memberikan

do’anya selama penulis menjalani masa pendidikan Strata 2 (S-2) ini.

10. Rekan-rekan Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara angkatan XIV sekelas yang telah memberikan semangat dan

dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis yakin Allah SWT akan membalas seluruh amal dan melimpahkan

rahmad-Nya kepada kita semua. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua

pihak pada umumnya dan kepada penulis khususnya.

Amin ya rabbal’alamin

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, Juni 2010

Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Rosdiana Harahap lahir di Jakarta pada tanggal 03 Nopember 1964, anak

ketiga dari tujuh bersaudara pasangan Ayahanda H.M. Agus Harahap (Alm) dan

Ibunda Hj. Delima Sari Siregar (Alm). Menikah pada tahun 1991 dengan M. Arifin

Siregar, SH dan dikarunai dua orang anak bernama Akmal Rizqullah Siregar dan

Rihadatul Aisy Arifah Siregar.

Menempuh pendidikan Sekolah Dasar tahun 1971 di Sekolah Dasar (SD)

YAPENKA I di Jakarta, tamat tahun dan lulus tahun 1976. Melanjutkan pendidikan

ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 68 Jakarta, tamat dan lulus tahun 1980.

Selanjutnya menempuh pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 6

Jakarta, tamat dan lulus tahun 1983. Kemudian melanjutkan ke pendidikan Akademi

Akuntansi tahun tahun 1983 pada Yayasan Akuntansi Indonesia (YAI) di Jakarta

tamat dan lulus pada tahun 1987. Tahun 2002 melanjutkan studi Strata Satu (S-1) di

Perguruan Swadaya Medan tamat dan lulus tahun 2005. Tahun 2008 melanjutkan

studi Strata Dua (S-2) di pada Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

Pada tahun 1987 hingga saat ini bekerja sebagai Pegawai Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) di PT. Jamsostek (Persero), Tbk dan ditempatkan sebagai

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

I.1. Latar Belakang... 1

I.2. Perumusan Masalah ... 6

I.3. Tujuan Penelitian ... 6

I.4. Manfaat Penelitian ... 6

I.5. Kerangka Berpikir/Landasan Teori ... 7

I.6. Hipotesis ... 8

BAB II. URAIAN TEORITIS ... 9

II.1. Teori Tentang Krisis Finansial ... 9

II.1.1. Pengertian Krisis Finansial... 9

II.1.2. Dampak Krisis Finansial ... 15

II.2. Teori Tentang Pemutusan Hubungan Kerja ... 20

II.2.1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 20

II.2.2. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ... 22

II.2.3. Peran Inside Stakeholder... 28

II.3. Teori Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja... 36

(12)

II.3.2. Unsur-unsur Jaminan Sosial Tenaga Kerja ... 39

III.3.1. Populasi dan Sampel Hipotesis Pertama ... 46

III.3.2. Populasi dan Sampel Hipotesis Pertama ... 47

III.4. Metode Pengumpulan Data ... 47

III.5. Jenis dan Sumber Data ... 48

III.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel... 48

III.6.1. Identifikasi Variabel Hipotesis Pertama... 48

III.6.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama... 49

III.6.3. Identifikasi Variabel Hipotesis Kedua ... 50

III.6.4. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua ... 50

III.7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 51

III.8. Model Analisis Data... 55

III.8.1. Model Analisis Data Hipotesis Pertama ... 55

III.8.2. Model Analisis Data Hipotesis Kedua ... 57

III.9. Pengujian Asumsi Klasik ... 58

III.9.1. Uji Normalitas... 58

III.9.2. Uji Multikolinieritas... 59

III.9.3. Uji Heteroskedastisitas... 59

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

IV.1. Hasil Penelitian ... 61

IV.1.1. Gambaran Umum PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa ... 61

(13)

IV.1.3. Struktur Organisasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang

Tanjung Morawa ... 65

IV.1.4. Karakteristik Responden ... 70

IV.1.5. Penjelasan Responden... 75

IV.2. Uji Asumsi Klasik... 85

IV.2.1. Uji Normalitas... 85

IV.2.2. Uji Multikolinieritas ... 87

IV.2.3. Uji Heteroskedaskesitas ... 88

IV.3. Pembahasan... 90

IV.3.1. Hipotesis Pertama ... 90

IV.3.2. Hipotesis Kedua ... 96

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

V.1. Kesimpulan... 99

V.2. Saran... 100

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

III.1. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama ... 50

III.2. Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua... 51

III.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Hipotesis Pertama ... 53

III.4. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Hipotesis Kedua ... 54

IV.1. Jumlah Kepesertaan Perusahaan di PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa Tahun 2005 – 2009... 64

IV.2. Karakteristik Responden Peserta Jaminan Hari Tua Berdasarkan Jenis Kelamin... 71

IV.3. Karakteristik Responden Peserta Jaminan Hari Tua Berdasarkan Umur ... 71

IV.4. Karakteristik Responden Peserta Jaminan Hari Tua Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 72

IV.5. Karakteristik Responden Peserta Jaminan Hari Tua Berdasarkan Masa Kerja... 72

IV.6. Karakteristik Responden Jamsostek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 73

IV.7. Karakteristik Responden Jamsostek Berdasarkan Umur ... 73

IV.8. Karakteristik Responden PT. Jamsostek Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 74

IV.9. Karakteristik Responden PT. Jamsostek Berdasarkan Masa Kerja ... 74

IV.10. Penjelasan Responden Atas Variabel Krisis Finansial ... 75

(15)

IV.12. Penjelasan Responden Atas Variabel Klaim Jaminan Hari Tua... 80

IV.13. Penjelasan Responden Atas Variabel Klaim Jaminan Hari Tua... 82

IV.14. Penjelasan Responden Atas Variabel Rencana Investasi ... 84

IV.15. Uji Multikolinieritas Hipotesis Pertama ... 88

IV.16. Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji Glejser Hipotesis Pertama ... 89

IV.17. Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji Glejser Hipotesis Kedua... 90

IV.18. Uji Determinasi Hipotesis Pertama ... 90

IV.19. Hasil Uji F Hipotesis Pertama ... 91

IV.20. Hasil Uji t Hipotesis Pertama ... 92

IV.21. Uji Determinasi Hipotesis Kedua ... 96

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

IV.1. Struktur Organisasi PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa ... 66

IV.2. Hasil Uji Normalitas Hipotesis Pertama... 86

IV.3. Hasil Uji Normalitas Hipotesis Kedua ... 87

IV.4. Hasil Uji Heteroskedastisitas Hipotesis Pertama... 88

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Hipótesis 1 ……….. 105

2. Hipótesis 2 ……….. 110

(18)

ABSTRAK

Resesi global sudah melanda di semua negara termasuk Indonesia. Dampak krisis itu sudah mulai meminta korban dalam bentuk menurunnya ekspor barang-barang Indonesia. Akibat logisnya adalah pabrik menurunkan kapasitas produksinya; dengan konsekwensi logisnya adalah perusahaan harus melakukan rasionalisasi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagian karyawannya. Pemutusan hubungan kerja ini mengakibatkan tenaga kerja mengambil klaim Jaminan Hari Tua (JHT) bagi mereka yang masa kerjanya telah memenuhi persyaratan ke kantor Jamsostek. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua, dan sejauhmana pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua, serta untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.

Teori yang digunakan adalah teori Manajemen Keuangan tentang Krisis Finansial; dan teori Manajemen Sumber Daya Manusia tentang Pemutusan Hubungan Kerja.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survey. Sifat penelitian ini adalah explanatory. Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif yaitu untuk mengetahui dan menganalisis krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja dan pengaruhnya klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, daftar pertanyaan (questionaire) dan studi dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 72 orang karyawan yang di PHK dan 32 orang karyawan PT. Jamsostek. Variabel diukur dengan skala Likert. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linear berganda melalui uji F dan uji t dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependent pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

Hasil uji hipotesis pertama secara serentak menunjukkan bahwa krisis finansial dan PHK berpengaruh signifikan terhadap klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,439 artinya kemampuan variabel krisis finansial dan PHK menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa sebesar 43,9 %. Secara parsial, krisis finansial berpengaruh lebih dominan terhadap klaim jaminan hari tua pada Jamsostek Cabang Tanjung Morawa dibandingkan dengan PHK. Uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa klaim jaminan hari tua berpengaruh signifikan terhadap rencana investasi PT. Jamsostek dengan nilai koefisien determinasi (R2) hasil regresi sebesar 0,331.

(19)

ABSTRACT

Global recession have knocked over all state including Indonesia. [In] nations go forward the. The impact of crisis had decreasing the export of the Indonesian goods. The logical effect that the factory require to degrade their production capacities; with the logical consequences that the company have to rationalization by retire (PHK) some of its employees. The PHK caused the employees calim the social guarantee (JHT) to Jamsostek office. The formulation of problem is how far the influence of financial crisis and PHK to claim of social guarantee, and how far the influence of social guarantee claim to invest plan of PT. Jamsostek (Persero) Morawa Barnch. The aim of this research is to know and analyse the influence of finansial crisis and PHK to claim of social guarantee, and to know and analyse the influence of social guarantee claim to invest plan at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch.

Using financial management theory about financial crisis; and human resources theory about retire the employees.

This research using survey approach, and descriptive explanatory reseach caracter. The technique of collecting data done by interview, questionnaire and documentary study. The number of responden 72 people of retire employee and 32 people of PT. Jamsostek officer. The variable measured with Likert scale. The test of hypotesis using double linear regression analysis, trough F and t test intended to know the effect of independent variable to dependent variable in the acceptance level of 95 % (α 0.05).

The result of the simultaneous test of first hypothesis shows that the variabel of financial crisis and PHK had a singnifincantly effect to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch. Coeffient of determination (R2) equal 0,439 that means the ability of financial crisis and PHK variables explain the influence to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch equal 43,9%. Partially, financial crisis more dominant influence to claim of social guarantee at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch.

The second hypothesis shows that the claim of social guarantee had a singnifincantly effect to invest plan at PT. Jamsostek (Persero) Tanjung Morawa Branch, with coefficient of determination (R2) equal 0,331.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke

negara lain dengan regulasi moneter tiap negara yang beragam. Akibatnya setiap

negara memiliki risiko terkena dampak krisis. Penanganan dampak krisis

membutuhkan regulasi yang cepat dan tepat. Di setiap negara cara penanganannya

dapat dipastikan akan berbeda, sebagaimana dampak krisis ekonomi yang juga

berbeda. Secara umum, negara yang paling rentan terhadap dampak krisis adalah

negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat. Lemahnya fundamental

ekonomi sebuah negara salah satunya dapat disebabkan oleh kebijakan yang tidak

tepat. Salah satunya berkaitan dengan posisi bank sentral yang memiliki kewajiban

mengatur kebijakan moneter. Bank sentral tentu akan memiliki kekuatan intervensi

dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi, misalnya kredit macet ataupun

gelembung subprime.

Krisis finansial global yang bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika

Serikat memang membawa implikasi pada kondisi ekonomi global secara

menyeluruh. Hampir di setiap negara, baik di kawasan Amerika, Eropa, maupun Asia

Pasik, merasakan dampak akibat krisis finansial global tersebut. Dampak tersebut

(21)

langsung, dan perdagangan. Saat ini perekonomian Indonesia dalam kondisi rentan

untuk tumbuh lebih tinggi. Ekspansi perekonomian tidak sepadan dengan dukungan

yang memadai dari akumulasi dana masyarakat. Sementara itu, pertumbuhan

ekonomi belum optimal, tetapi inflasi sudah tinggi karena tekanan harga, apalagi

dengan keadaan eksternal yang cepat memburuk. Dalam jangka pendek, prioritas ada

pada pengendalian inflasi dan stabilitas nilai rupiah yang amat penting karena hal ini

dapat menurunkan kepercayaan dengan cepat jika tidak ditangani dengan baik. Saat

kondisi eksternal tidak pasti, fokus kebijakan di tingkat pemerintahan dan perusahaan

adalah pada stabilitas dan kepercayaan di dalam negeri. Prediksi Bank Indonesia

mengenai pertumbuhan ekonomi jangka menengah tampaknya akan terhambat akibat

krisis finansial global yang terjadi.

Meskipun secara umum kinerja perekonomian telah membaik, namun

sesungguhnya perekonomian domestik masih dibayangi oleh sejumlah masalah

struktural yang berpotensi menghambat akselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih

tinggi. Perbaikan struktural memang telah dilakukan, namun dalam skala dan

kecepatan yang belum memadai untuk mengejar ketinggalan yang ada. Sebagai

akibatnya tingkat pertumbuhan kapital belum signifikan dan produktivitas tenaga

kerja cenderung menurun. Kondisi buruknya struktural ekonomi di Indonesia menjadi

salah satu penyebab kurang menariknya Indonesia di mata asing sehingga aliran

Foreign Direct Investment (FDI) yang masuk masih sedikit. Meskipun sejak tahun

2002 FDI Indonesia terus meningkat, namun apabila dibandingkan dengan

(22)

Dari sisi produksi, kontribusi sektor-sektor yang memiliki pangsa besar

terhadap pertumbuhan PDB Indonesia cenderung terus mengalami penurunan.

Pertumbuhan kedua sektor terbesar yaitu pertanian dan industri pengolahan dalam

periode 2001-2007 mengalami penurunan. Dengan pangsa yang semakin mengecil

serta pertumbuhan yang cenderung stagnan, kontribusi sektor pertanian dan industri

pengolahan pada pertumbuhan PDB semakin menurun. Lemahnya kinerja sektor

industri pengolahan, khususnya industri pengolahan nonmigas, tidak dapat dilepaskan

dari kondisi permintaan domestik yang terus mengalami tekanan. Dengan

karakteristik sektor industri dimana orientasi dari industri-industri yang berskala

besar lebih tertuju ke pasar domestik, maka lemahnya permintaan masyarakat jelas

akan mempengaruhi kinerja sektor industri secara keseluruhan.

Resesi global sudah melanda di semua negara termasuk di negara-negara

maju, pertumbuhan ekonomi terus merosot sampai titik negatif. International Labour

Organization (ILO) memerkirakan resesi global akan berakibat pada pengangguran

yang besar yakni mencapai sekitar 20 juta orang di seluruh dunia. Dampak krisis itu

sudah mulai meminta korban dalam bentuk menurunnya ekspor barang-barang

Indonesia. Hal ini disebabkan karena permintaan dari negara-negara maju yang

menurun. Bahkan ada yang menghentikan kontrak pembelian terhadap

produk-produk industri garmen-tekstil, kayu dan produk-produk perkebunan.

Sehubungan dengan hal ini tuntutan karyawan perusahaan untuk menaikan

upah minimum kabupaten dan kota semakin besar ditambah lagi penolakan SK

(23)

bisnis itu, menjadi semakin bertambah dan rumit. Akibat logisnya adalah pabrik perlu

menurunkan kapasitas produksinya; ada yang sampai sekitar 40%. Konsekwensi

logisnya adalah perusahaan harus mengambil keputusan tidak populer sekaligus

“menyakitkan” yakni rasionalisasi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja (PHK)

dan merumahkan sebagian karyawannya.

Pemutusan hubungan kerja ini mengakibatkan tenaga kerja

berbondong-bondong mendatangi kantor Jamsostek (Persero) untuk mengambil klaim Jaminan

Hari Tua (JHT) bagi mereka yang masa kerjanya telah memenuhi persyaratan.

Program Jamsostek menjadi signifikan bagi pekerja dan pengusaha dalam

mendapatkan jaminan sosial, terutama ketika terkena pemutusan hubungan kerja

(PHK) maupun risiko-risiko akibat pemutusan hubungan kerja.

PT Jamsostek (Persero) sebagai salah satu perusahaan yang ditunjuk

pemerintah untuk menangani masalah jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia, harus

mengeluarkan dana ekstra untuk membayar klaim jaminan hari tua kepada para

peserta Jamsostek yang telah bekerja minimal 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan.

Pembayaran klaim JHT oleh PT Jamsostek Cabang Tanjung Morawa sejak tahun

2005 sampai denagn 2009 menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan

yang paling tinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar 57,37%. Kondisi ini

disebabkan meningkatnya PHK pada tahun 2008 yang disebabkan melemahnya

(24)

Tabel I.1. Pembayaran Jaminan Hari Tua pada PT Jamsostek Cabang Tanjung Morawa, Tahun 2005 – 2009

Tahun Pembayaran JHT (Rp)

2009 43.259.635.398,59 35,16 11.500 62,75

Sumber: PT. Jamsostek, 2009 (Data Diolah)

Alokasi dana pertanggungan ditingkatkan karena Pemutusan Hubungan Kerja

(PHK). Dari data yang diperoleh pada PT.Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung

Morawa pembayaran JHT pada tahun 2005 sebanyak 5.113 tenaga kerja. Pada tahun

2006 tenaga kerja yang mengambil JHT sebanyak 5.543 orang, sedangkan tahun 2007

terjadi penurunan yaitu sebanyak 5.530 tenaga kerja.Tetapi terjadi peningkatan pada

tahun 2008 yaitu sebanyak 7.066 tenaga kerja, dan pada tahun 2009 melonjak

menjadi 11.500 tenaga kerja. Peningkatan yang cukup tinggi pada tahun 2009

merupakan dampak krisis finansial global yang makin dirasakan dunia usaha.

Sejumlah perusahaan manufaktur seperti sektor otomotif, manufaktur, dan jasa, mulai

mengurangi produksi akibat turunnya permintaan sehingga mengakibatkan PHK yang

diperkirakan mencapai puncak pada tahun 2010 ini. Peningkatan klaim jaminan hari

(25)

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Sejauhmana pengaruh krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja terhadap

klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa?

2. Sejauhmana pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua terhadap rencana investasi

PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa?

I.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh krisis finansial dan pemutusan

hubungan kerja terhadap klaim jaminan hari tua pada PT. Jamsostek (Persero)

Cabang Tanjung Morawa.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat klaim jaminan hari tua

terhadap rencana investasi PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.

I.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai masukan bagi manajemen PT. Jamsostek (Persero) dan menjadi bahan

pertimbangan dalam upaya meningkatkan pelayanan jaminan hari tua.

2. Sebagai menambah referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan bagi

Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

(26)

3. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang ilmu

manajemen, khususnya dalam Manajemen Keuangan dan Manajemen Sumber

Daya Manusia.

4. Sebagai bahan acuan dan perbandingan bagi peneliti selanjutnya terutama yang

berminat untuk melakukan penelitian yang sama pada masa mendatang.

I.5. Kerangka Berpikir/Landasan Teori

Krisis keuangan global yang berawal dari keterpurukan sektor perbankan di

Amerika Serikat, kekurangan modal, dan (melihat banyaknya lembaga keuangan

yang bangkrut) enggan meminjamkan dolarnya, termasuk ke bank-bank internasional

di Eropa dan Asia. Akibatnya, lembaga keuangan kekurangan dolar untuk memberi

pinjaman ke para pengusaha dunia, yang membutuhkan dolar untuk investasinya

(untuk impor mesin, bahan baku, dan sebagainya), termasuk di Indonesia.

Menurut Mankiw (2003) bahwa sepanjang sejarah, masalah-masalah dalam

sistem keuangan sering terjadi bersamaan dengan kemerosotan dalam aktivitas

ekonomi. Krisis yang terjadi di Amerika serikat Serikat berakar pada besarnya jumlah

kredit yang dikucurkan ke perumahan. Sejarah mengajarkan pelajaran penting, bahwa

krisis perbankan yang besar akhirnya diselesaikan dengan menggunakan sejumlah

besar uang publik, dan kemudian tindakan pemerintah yang tegas, baik itu untuk

merekapitalisasi bank atau mengambil alih kredit yang bermasalah, dapat

meminimalkan biaya kepada pembayar pajak dan dampak krisis tersebut ke

(27)

Krisis finansial global tersebut sangat berdampak terhadap masyarakat

khususnya tenaga kerja. Hal ini terjadi karena karena pembiayaan kegiatan investasi

di Indonesia (baik oleh pengusaha dalam maupun luar negeri) akan terus menciut,

penyerapan tenaga kerja melambat dan akibatnya daya beli masyarakat turun-yang

akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

Dampak terhadap para pekerja adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja

(PHK). Sesuai dengan haknya, pekerja yang di PHK yang telah memenuhi syarat agar

mengajukan klaim jaminan hari tua kepada PT. Jamsostek sebagai pihak penjamin.

Hal ini berarti dengan terjadinya krisis finansial yang berakibat terhadap

meningkatnya PHK, maka klaim jaminan hari tua juga akan semakin meningkat.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja

mempunyai pengaruh terhadap klaim jaminan hari tua, selanjutnya tingkat klaim

jaminan hari tua tersebut akan mempengaruhi rencana investasi PT. Jamsostek.

I.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir, maka dihipotesiskan sebagai berikut:

1. Krisis finansial dan pemutusan hubungan kerja berpengaruh terhadap klaim

jaminan hari tua pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Tanjung Morawa.

2. Tingkat klaim jaminan hari tua berpengaruh terhadap rencana investasi PT.

(28)

BAB II URAIAN TEORETIS

II.1. Teori Tentang Krisis Finansial II.1.1. Pengertian Krisis Finansial

Istilah krisis finansial digunakan untuk berbagai situasi dengan berbagai

institusi atau aset keuangan kehilangan sebagian besar nilainya. Pada abad ke-19 dan

ke-20, banyak krisis finansial berhubungan dengan dan

(Laeven and Valencia, 2008). Situasi lain yang sering disebut sebagai krisis finansial

adalah (Kindleberger, 2005).

Pelemahan makroekonomi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) saat ini telah

bergerak menjadi sesuatu yang lebih dalam dan serius. Hal ini terlepas dari telah

disetujuinya paket penyelamatan sebesar 700 miliar dolar AS oleh Kongres AS.

Gejolak yang bermula dari macetnya kredit perumahan (subprime mortage) dan

diikuti oleh bangkrutnya banyak raksasa keuangan kini telah menjalar ke seluruh urat

nadi perekonomian negara tersebut (Institute for Development of Economics and

Finance/INDEF, 2008).

Federal Reserve ketika menyelamatkan firma investasi Bear Stearns di bulan

Maret 2008, tampaknya telah memberikan jaminan pemerintah terhadap investasi di

seluruh sektor keuangan, bukan kepada bank (Smick, 2009). Friedman (2005) telah

memperingatkan para pembuat kebijakan di AS tentang perlunya kredit pajak,

(29)

mempertahankan para pembuat nilai yang baru (para ahli teknis). Namun menjaga

arus modal bebas pada perekonomian global mungkin membutuhkan tim yang lebih

canggih yang terdiri atas pakar-pakar bedah finansial. Hal ini disebabkan dunia

sekarang ini kekurangan doktrin finansial, atau bahkan suatu set pemahaman

informal, untuk bisa mendapatkan ketertiban dalam krisis finansial.

Mishkin (2006), dengan terang-terangan memberi peringatan tentang

kemungkinan munculnya great reserval (kondisi dimana keadaan berbalik) lain.

Keruntuhan yang muncul di awal abad ke-21, sebagiannya dikarenakan berbagai

tekanan untuk mengakomodasi berbagai kekuatan yang bermunculan di tatanan

ekonomi dan politik global. Menurut Mishkin kebangkitan China dan India sekarang

ini akan menciptakan tekanan yang sebanding terhadap tatanan ekonomi internasional

yang liberal.

Menurut Haryanto (2009), secara garis besar model krisis dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1) First Generation Model

First Generation Model (FGM) sering disebut sebagai exogeneous policy

model (Krugman dan Flood & Garber dalam Haryanto, 2009). Model krisis ini

lebih menitikberatkan kepada ketidakkonsistenan kebijakan fiskal, moneter dan

nilai tukar. Oleh beberapa pengamat penyebab utama terjadinya krisis model ini

adalah serangan para spekulator terhadap nilai tukar suatu negara yang memaksa

negara tersebut mengubah nilai tukar mata uangnya. Ada beberapa hal yang

(30)

emplyoment, small open economy, exogeneous output, PPP, agen ekonomi

diasumsikan dalam kondisi perfect foresight serta memegang 3 jenis aset baik

domestic money, domestic bond serta foreign bond. Asusmi lainnya adalah tidak

ada bank komersial sehingga money stock (Ms) adalah monetery base, nilai tukar

fixed, domestik credit meningkat dengan laju yang tetap untuk membiayai defisit

pemerintah.

Proses terjadinya FGM dapat dijelaskan pada gambar tersebut di atas.

Spekulator dan investor tidak akan menunggu hingga nilai r =0. Bila jumlah R

sudah menurun mendekati Rmin, mereka akan menukarkan domestic asset ke

domestic currency dan kemudian domestic currency ke foreign currency. Kondisi

inilah yang akan mempercepat runtuhnya nilai tukar mata uang domestik yang

menganut fixed exchange rate. Spekulator akan memperhitungkan berapa lama

cadangan devisa akan menipis dan kapan akan menyerang, karena kalau tidak

mereka akan rugi. Pada Rmin inilah akan terjadi natural collapse dan mereka

akan menderita rugi. Pada natural collapse, depresiasi mata uang domestik yang

semula nol akan meningkat ke suatu bilangan positif, dan tingkat bunga, i, akan

meningkat, sehingga Md menurun. Agar keseimbangan pasar uang tetap terjadi,

real Ms harus turun. Hal ini terjadi dengan ke tingkat harga domestik, p, sejalan

dengan terjadinya devaluasi. Persepsi pasar terhadap cepatnya penurunan

cadangan devisa menyebabkan kekhawatiran domestic currency attack.

Secara empiris First Generation Model (FGM) ditandai oleh membengkaknya

(31)

yang semakin terkuras, tingkat inflasi yang tinggi serta over valued dari nilai

tukar mata uang domestik. Secara empiris FGM ini dapat menjelaskan fenomena

krisis yang terjadi di beberapa negara Amerika Latin athun 1970 dan 1980-an.

2) Second Generation Model dan

Second Generation Model (SGM) sering disebut oleh banyak pengamat

sebagai endogeneous policy model atau self fullfiling process. Munculnya SGM

merupakan jawaban terhadap fenomena krisis yang terjadi di Eropa dengan

European Exchange Rate Mechanism (ERM) pada tahun 1992. Ketika itu antar

negara-negara Eropa dalam kerangka EU berlaku fixed exchange rate system atau

tepatnya crawling peg system. Setiap mata uang mempunyai nilai tengah dan

dimungkinkan untuk bergerak, katakan 2,5%, ke atas/bawah nilai tengahnya.

Adapun asumsi dasar pelaksanaan SGM antara lain ; para anggota ERM

ingin mempertahankan nilai tukar yang ada karena memberi manfaat, seperti laju

inflasi yang rendah dan stabil, para anggota ERM melihat manfaat devaluasi,

yaitu untuk mendorong produks dalam negeri, keuntungan melakukan devaluasi

semakin tinggi jika semakin banyak investor yang berpikir bahwa mata uang

yang bersangkutan harus didevaluasi.

3) Third Generation Model.

Third Generation Model (TGM) atau sering disebut oleh beberapa

pengamat sebagai Asian Crisis. Krisis di Asia memunculkan berbagai model

krisis baru, walaupun beberapa menganggap bahwa bahwa krisis di Asia masih

(32)

menjalar ke Indonesia, Malaysia, Korsel, dan Filipina. Third Generation Model

(TGM) menekankan pada peran moral hazard dan balance sheet effects. Moral

hazard merupakan akibat dari implicit government guarantee yang siap

membail-out perusahaan swasta dan bank yang dalam masalah dan menjamin investor’s

future revenue. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya excessive borrowing

dan lending.

Defisit pemerintah tidak terlalu tinggi sebelum krisis, tetapi penolakan

kreditur luar negeri untuk melakukan refinance hutang, memaksa pemerintah

untuk membantu dan menjamin outstanding hutang luar negeri. Untuk

membiayai prospective deficits dalam suatu kondisi ekonomi yang memburuk,

pemerintah harus melakukan seignorage.

Ekspektasi terhadap inflasi ke depan memicu speculative attack terhadap

mata uang domestik yang secara umum di-fixed. Krisis di Asia berkaitan dengan

modal jangka pendek atau hot money yang sangat isolatile. Awal tahun 1990an

banyak negara Asia yang meliberalisasi capital account, mengalami

pertumbuhan ekonomi yang tinggi; kondisi fundamental yang kelihatannya

sound. Liberalisasi capital account menyebabkan capital inflows besar.

Umumnya dana jangka pendek yang banyak digunakan untuk membangun sektor

property dan masuk ke saham. Sebagai gambaran tahun 1995, surplus capital

account dari 5 negara ASEAN terbesar sekitar US$55 milyar. Sedangkan tahun

1998, deficit capital account sekitar US$59 milyar. Aliran modal masuk dari luar

(33)

dihasilkan adalah mata uang di beberapa negara Asia melemah. IDR: > 80%,

Baht: 50%, Won: 55%. Untuk mengurangi capital outflow, tingkat bunga

dinaikkan. Kondisi ini menimbulkan kesulitan dalam neraca bank-bank, NPL

naik. Akibatnya likuiditas perbankan menipis; kepercayaan masyarakat terhadap

bank turun, depositor domestik menariarik dananya serta pembukaan L/C tidak

dipercaya.

Krisis finansial global tahun 2008 oleh banyak ekonom disebabkan oleh

praktek shadow banking system yang menimpa beberapa institusi keuangan di

Amerika yang kemudian menimpa beberapa institusi keuangan lainnya antara lain

Bear Stearns, Lehman Bro, Fannie Mae and Freddy Mac dan AIG. Krisis juga

disebabkan oleh praktekpraktek ekonomi Ponzy yang sebetulnya mirip dengan

beberapa kasus penipuan investasi atas komoditi di Indonesia (PT. Qisar dll) selain

kejatuhan subprime mortgage loan market di Amerika.

Atas terjadinya krisis kali ini jika kita kaitkan kembali dengan teori krisis

yang sudah ada sebelumnya nampaknya krisis finansial yang terjadi mirip dengan

tanda-tanda terjadinya FGM meskipun tidak sepenuhnya tepat 100%. Namun jika kita

kaitkan kembali dengan ciri-ciri terjadinya krisis generasi ketiga juga ada beberapa

kemiripan. Dari kesulitan tersebut penulis mengambil sedikit kesimpulan bahwasanya

krisis ekonomi yang terjadi sekarang merupakan suatu bentuk pembaharuan terhadap

teori krisis yang sudah ada sebelumnya sehingga menimbulkan teori krisis baru yaitu

(34)

negara atau lembaga yang berwenang terhadap pelaksanaan transaksi keuangan di

pasar modal beserta produk derivatif-nya.

II.1.2. Dampak Krisis Finansial

Krisis keuangan global telah terjadi. Berbagai pihak mengaitkannya dengan

kondisi perekonomian negara Amerika Serikat. Ketika kondisi perekonomian sebuah

negara adidaya berubah dan mengalami goncangan, dapat dipastikan akan membawa

konsekuensi yang luas pada perekonomian dunia. Menurut Bloomberg dalam

Kuncoro (2008), hingga Agustus 2008, dampak krisis mengakibatkan jumlah

penganggur di Inggris melejit menjadi 1,79 juta orang atau 5,7 persen dari angkatan

kerja. Menurut International Labour Organization, inilah tingkat pengangguran

terparah sejak Juli 1991.

Melihat situasi tersebut di atas, krisis keuangan yang menimpa Amerika

Serikat dengan cepat merembet ke seluruh dunia. Setiap pemerintahan berusaha

mencegah agar krisis tidak semakin dalam melumpuhkan perekonomian negara

masing-masing.

Dampak krisis ekonomi berbeda di setiap negara akan berbeda karena

perbedaan kebijakan yang diambil dan fundamental ekonomi negara bersangkutan.

Tentunya, negara yang paling rentan adalah negara yang fundamental ekonomi

domestiknya tidak kuat. Kuatnya dampak krisis ini pun telah menyebabkan Bank

Dunia dan IMF mengoreksi proyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi berbagai negara

(35)

sebesar 1,3 persen pada 2008 dari sebelumnya sebesar 2,7 persen pada 2007.

Demikian pula, negara-negara di kawasan Eropa, diprediksi akan melemah dari 2,6

persen pada 2007 menjadi 1,4 persen pada 2008. Adapun laju pertumbuhan Indonesia

diperkirakan turun dari 6,5 persen 2007 menjadi sekitar 6,0 persen pada 2008 (IMF,

2008)

Sistem pasar bebas membuat negara-negara di kawasan Asia Pasifik pun

terkena dampak krisis keuangan global tersebut. Salah satu dampak tersebut bisa

muncul melalui financial market. Cadangan devisa USD 1 triliun tak menjamin

Jepang bebas dari krisis finansial global. Pasar saham di Negeri Matahari Terbit itu

juga terkena dampak krisis keuangan global. Ketika investor panik, akhirnya indeks

saham Nikkei turun hingga 11,4 persen, penurunan terbesar sejak 1987 (Bappenas,

2004).

Sejak awal Oktober 2008, indeks saham di Negeri Sakura sudah terkoreksi

sekitar 20 persen. Hal yang sama juga terjadi di hampir semua pasar modal di Asia.

Selama sepekan, indeks Hang Seng Hong Kong sudah turun 10,78 persen. Indeks

Strait Times Singapura terkoreksi 9,53 persen dan Indeks Kospi Korea turun 8,37

persen (Aksa, 2008).

Dampak lain yang bisa dilihat adalah anjloknya nilai ekspor negara-negara

Asia. Contoh paling dekat adalah perekonomian Singapura dan Hongkong. Singapura

dan Hongkong dapat terpengaruh besar, karena dua negara itu menjadi salah satu

pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan

(36)

barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke Amerika

Serikat.

Laporan kuartal IV-2007, ekonomi Singapura yang biasanya tumbuh sekitar 9

persen, anjlok ke 6 persen. Hal itu menunjukkan kemerosotan ekonomi Amerika

berdampak terhadap negara-negara Asia lainnya. Bahkan ekonomi Cina, yang

dianggap memiliki kekebalan terhadap resesi negara lain, juga terkena imbas. Indeks

Shanghai anjlok dan mulai mengantisipasi penurunan ekspornya ke AS dengan

mengalihkan ke pasar regional tentunya termasuk Indonesia (IMF, 2008).

Tentu dibutuhkan kebijakan yang tepat bagi kita untuk mempertahankan

pertumbuhan ekspor. Di samping itu, bagi negara-negara lain, perlu juga mewaspadai

adanya kemungkinan membanjirnya produk Cina akibat tidak terpenuhinya pasar

ekspor mereka di Amerika Serikat. Krisis keuangan di AS mengakibatkan

pengeringan likuiditas sektor perbankan dan institusi keuangan non-bank yang

disertai berkurangnya transaksi keuangan. Penger ingan likuiditas akan memaksa para

investor dari institusi keuangan AS untuk melepas kepemilikan saham mereka di

pasar modal Indonesia untuk memperkuat likuiditas keuangan institusi mereka. Aksi

tersebut akan menjatuhkan nilai saham dan mengurangi volume penjualan saham di

pasar modal Indonesia. Selain itu, beberapa perusahaan keuangan Indonesia yang

menginvetasikan dananya di instrumen investasi lembaga keuangan di AS juga

mendapat imbas atas kejatuhan nilai saham tersebut (Bappenas, 2008).

Krisis keuangan di AS yang merambah ke beberapa negara lainnya juga akan

(37)

kawasan Uni Eropa yang telah berlangsung sejak lama. Hal ini sangat berbahaya

mengingat produk ekspor Indonesia sangat bergantung pada negara-negara tersebut,

sedangkan di dalam negeri produk-produk tersebut kalah bersaing dengan produk

impor China yang lebih murah. Krisis keuangan AS berdampak kepada kondisi

keuangan semua negara tidak terkecuali untuk negara-negara Asia dan emerging

market lainnya.

Nilai tukar mata uang negara-negara Asia mengalami depresiasi terhadap

mata uang dolar AS, namun apabila melihat kondisi Rupiah dibandingkan yang

lainnya masih menunjukkan kondisi yang lebih baik. Selama 1 Januari - 10 Oktober

2008, Rupiah hanya terdepresiasi sekitar 3%, jauh dibawah nilai mata uang Philipina

(16%) dan juga Thailand (17%). Hal ini menunjukkan bahwa, ekonomi kita masih

terjaga menghadapi krisis ekonomi. Dengan demikian krisis keuangan global

memberikan dampak langsung ataupun tidak langsung terhadap perkembangan

ekonomi Indonesia (Bappenas, 2008).

Dampak langsung yang terjadi adalah kerugian pada sebagian kecil investor

yang memiliki exposure atas aset-aset yang terkait langsung dengan institusi- institusi

keuangan Amerika Serikat yang bermasalah, misalnya lembaga keuangan Indonesia

yang menanam dana dalam instrumen Lehman Brothers (Imansyah, 2008).

Sedangkan dampak tidak langsung krisis finansial global, antara lain

(Imansyah, 2008):

a) Mempengaruhi momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam bentuk

(38)

melemahnya pertumbuhan sumber dana.

b) Menurunnya tingkat kepercayaan konsumen, investor, dan pasar terhadap

berbagai institusi keuangan yang ada.

c) Flight to quality, pasar modal Indonesia terkoreksi akibat indikasi melemahnya

mata uang rupiah dan yang paling mengkhawatirkan apabila para investor yang

saat ini masih memegang aset keuangan likuid di Indonesia mulai melepas

aset-aset tersebut karena alasan kejatuhan nilai saham akibat faktor tertentu.

d) Kurangnya pasokan likuiditas di sektor keuangan karena kebangkruta berbagai

institusi keuangan global khususnya bank-bank investasi akan berdampak pada

cash flow sustainability perusahaan perusahaan besar di Indonesia. Akibatnya,

pendanaan ke capital market dan perbankan global akan mengalami kendala

dari aspek pricing (suku bunga) dan availability (ketersediaan dana).

e) Menurunnya tingkat permintaan dan harga komoditas utama ekspor Indonesia

tanpa diimbangi peredaman laju impor secara signifikan akan menyebabkan

desit perdagangan yang semakin melebar dalam beberapa waktu mendatang.

f) Selanjutnya defisit perdagangan tersebut akan menyulitkan penggalangan

capital inflow dalam jumlah besar untuk menutup defisit itu sendiri seiring

dengan keringnya likuiditas pasar keuangan global.

Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang berdampak

negatif terhadap negara-negara lainnya, tidak berimbas terlalu besar bagi Indonesia.

Hal ini disebabkan net ekspor Indonesia ke luar negeri hanya 10 persen dari total

(39)

Singapura, kedua negara tersebut sangat merasakan dampaknya dari krisis keuangan

global itu. Namun, pemerintah memahami bahwa upaya mengamankan sistem

ekonomi secara menyeluruh harus terus dilakukan, khususnya menjaga kekuatan

sektor riil (Bappenas, 2008).

II.2. Teori Tentang Pemutusan Hubungan Kerja II.2.1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pemutusan hubungan kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa tahun

yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan yang masih

aktif bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian

disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak

industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan

kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Kondisi inilah yang

menyebabkan orang yang bekerja pada waktu itu selalu dibayangi kekhawatiran dan

kecemasan, kapan giliran dirinya diberhentikan dari pekerjaan yang menjadi

penopang hidup keluarganya.

Menurut Pasal 1 butir 25 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,

pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal

tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh

dan pengusaha.

Djumialdji (1992) menyatakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat

(40)

(1) Termination: yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya

kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat

kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus

meninggalkan pekerjaannya.

(2) Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan

pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya: karyawan melakukan

kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika,

madat, melakukan tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik.

(3) Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan

pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti:

penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat

berat yang cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan

sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.

(4) Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan

masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah-masalah pemasaran, sehingga

perusahan tidak mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya.

Konsep teori PHK berhubungan dengan teori harapan dan teori Z.

Berdasarkan teori pengharapan, karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil

yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang

terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan, 2005).

(41)

gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjadi

malas.

Teori harapan dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya

pada tiga konsep penting, yaitu: harapan (expentancy), nilai (Valence), dan pertautan

(Inatrumentality). Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan

terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar

nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian. Nilai

(Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu

(daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu. Pertautan (Inatrumentality)

adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn

hasil tingkat ke dua.

Dalam kasus PHK, dari sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak

termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja

dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan

memberikan mereka penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK,

mereka memiliki persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang

mereka malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten

dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam

melakukan pekerjannya.

Berbeda dengan teori Z yang lebih menekankan pada peran dan posisi

pegawai atau karyawan dalam perusahaan yang dapat membuat para pekerja menjadi

(42)

Dengan demikian maka karyawan akan bekerja dengan lebih efektif dan efisien

dalam melakukan pekerjaannya. Teori Z yang dicetuskan/diciptakan oleh William

Ouchi. Teori ini sudah banyak diimplementasikan/dijalankan pada banyak perusahaan

di Amerika Serikat dan Jepang (Sihotang, 2006).

Berikut ini adalah syarat dan ciri dari perusahaan yang menerapkan teori Z

menurut William Ouchi dalam Sihotang (2006):

1. Tanggung jawab diberikan secara perorangan atau individual.

2. Karyaban bebas bekerja menggunakan keterampilan yang dimilikinya.

3. Karyawan dipekerjakan seumur hidup dan jika perusahaan mengalami krisis,

maka para pegawai tidak akan dipecat atau phk.

4. Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara konsensus atau secara terbuka.

Walaupun akan memakan waktu yang lebih lama namun tingat keberhasilan

pengimplementasian hasil keputusan yang didapat akan lebih tinggi karena

mendapat dukungan dari mayoritas pekerja.

5. Promosi dilakukan perlahan-lahan dari bawah, dan proses evaluasi prestasi dan

promosi dilakukan dengan hari-hati agar tidak menimbulkan masalah dengan

para karyawan

II.2.2. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Berdasarkan kondisi, PHK dapat dibedakan menjadi PHK pada kondisi

(43)

a) PHK Pada Kondisi Normal

Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan

sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan

melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada

organisasi maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang

tinggi atas jerih payah dan usahanya tersebut. Akan tetapi hal ini tidak terpisah

dari bagaimana pengalaman bekerja dan tingkat kepuasan kerja seseorang selama

memainkan peran yang dipercayakan kepadanya.

Bilamana seseorang mengalami kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya,

maka masa pensiun ini harus dinilai positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan

segala atribut dan kebanggaan yang disandangnya selama melaksanakan tugas,

dan bersiap untuk memasuki masa kehidupan yang tanpa peran. Kondisi yang

demikian memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk melepaskan

jabatan yang telah digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Bilamana

seseorang mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak memuaskan

selama masa pengabdiannya, maka ia akan berharap segera untuk melepaskan dan

meninggalkan pekerjaan yang digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang

ini akan memasuki masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari

himpitan yang dirasakannya selama ini.

Apapun yang dirasakannya, orang harus mempersiapkan diri untuk

menghadapi masa pensiun yang pasti datang ini, sejalan dengan bertambahnya

(44)

Kumara, Utami, dan Rosyid (2003) mengemukakan bahwa secara teknis pensiun

berarti berakhirnya suatu masa kerja, tetapi secara psikologis dan sosiologis

pensiun mempunyai makna dan dampak yang tidak sama pada semua orang.

Perubahan dari status aktif bekerja kepada status pensiun adalah perubahan

yang biasanya cukup drastis. Lebih lanjut Kumara, Utami, dan Rosyid (2003)

menyatakan bahwa individu yang menghadapi pensiun dituntut untuk melakukan

penyesuaian. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri

seseorang terhadap pensiun, yaitu:

1. Pensiun secara sukarela dan terencana, atau pensiun secara terpaksa dan

tergesa-gesa. Orang yang pensiun secara sukarela dan terencana mempunyai

pandangan yang positif tentang pensiun. Orang yang harus menjalani

pensiun secara terpaksa, akan merasa berat untuk menghayatinya.

2. Perbedaan individu yang didasari oleh faktor kepribadian, yaitu orang yang

berpandangan luas dan fleksibel dapat menerima status baru sebagai

pensiunan dan dapat beradaptasi dengan situasi yang baru.

3. Perencanaan dan persiapan individu sebelum pensiun datang. Dalam hal ini

seseorang telah mempersiapkan diri secara matang dengan berbagai

kegiatan sebelum masa pensiun tiba. Secara mental dan material orang

menjadi lebih siap.

4. Situasi lingkungan, pensiunan yang tinggal di lingkungan sesama pensiunan

memiliki semangat atau keyakinan diri yang lebih tinggi daripada pensiunan

(45)

b) PHK pada Kondisi Tidak Normal

Perkembangan suatu organisasi ditentukan oleh lingkungan dimana

organisasi beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive

(Robbins, 2002). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun

tuntutan dari luar (outside stakeholder) dapat memaksa organisasi melakukan

perubahan-perubahan, termasuk di dalam penggunaan tenaga kerja. Dampak dari

perubahan komposisi sumber daya manusia ini antara lain ialah pemutusan

hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak berasal dari kondisi

ekonomi dan politik global, perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya

mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada

kemampuan menjual barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses

produksi. Kondisi yang demikian akan mempersulit suatu organisasi

mempertahankan kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di

organisasi tersebut. Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus

pemutusan hubungan kerja.

Flippo (2003) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks

pensiun menjadi 3 kategori, yaitu:

(1) Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang

benar-benar memiliki kualifikasi yang membanggakan harus dipurnatugaskan

karena perusahaan tidak lagi membutuhkan sumbangan jasanya.

(2) Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan

(46)

manajerial, maupun tenaga pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan

melakukan kebijakan ini untuk mengurangi karyawan yang performansinya

tidak memuaskan, orang-orang yang tingkat upahnya telah melampaui

batas-batas yang dimungkinkan, dan orang-orang yang dianggap kurang memiliki

kompetensi kerja, serta orang-orang yang kurang memiliki kemampuan yang

dapat dikembangkan untuk posisi di masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini

ialah kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja yang skillnya

masih dapat dijual kepada perusahaan lain, dan sejauh mana kebutuhan pasar

terhadap keahlian atau skill in masih tersembunyi.

(3) Discharge. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan

paling tidak nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja

yang ada. Kegiatan ini dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan

kurang mempunyai sikap dan perilaku kerja yang memuaskan. Karyawan

yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan besar akan

mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau

perusahaan lain.

Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan

hubungan kerja, penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak. Baik penyebab

yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang tidak

memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang seharusnya

dengan keahliannya dan kewenangan yang diserahkan kepadanya diharapkan

(47)

kesulitan-kesulitan bagi organisasi, dan harus mengambil keputusan untuk

efisiensi tenaga kerja.

II.2.3. Peran Inside Stakeholder

Di dalam keberadaan organisasi terdapat dua kelompok kepentingan

(stakeholder), yaitu kepentingan yang berasal lingkungan di mana organisasi

menjalankan fungsinya, atau dari luar organisasi (outside stakeholder), seperti:

supplier, konsumen, pemerintah, dan serikat pekerja, serta masyarakat pada

umumnya. Sementara kepentingan yang lain berasal dari dalam organisasi (inside

stakeholder) meliputi: para pemegang saham (shareholder), manajemen, dan tentu

saja tenaga kerja (Robbins, 2002).

Para inside stakeholder pada dasarnya mempunyai kewajiban dan hak

masing-masing untuk menjamin eksistensi organisasi tetap lestari di lingkungannya. Para

pemegang saham (shareholder) merupakan pemilik perusahaan, karena itu

kewenangan mereka dinilai lebih superior dibanding dua inside stakeholder yang lain,

yaitu manajer maupun tenaga kerja. Sumbangan para pemilik ialah memberikan uang

yang diinvestasikan pada modal dan perlengkapan, peralatan, serta lokasi pabrik.

Penghasilan mereka berupa dividen yang diterima setiap tahun, dan surat berharga

berupa saham yang mengalami perubahan (peningkatan) harga di pasar modal. Saham

ini sangat mengandung risiko tinggi, kerena tidak ada jaminan uang kembali,

bilamana terjadi ketidakpastian di pasar modal. Manajer adalah orang-orang yang

(48)

besar. Mereka bertanggung jawab membuat koordinasi segala sumber daya yang

dimiliki organisasi dan meyakinkan bahwa tujuan organisasi telah dicapai dengan

tingkat keberhasilan tinggi. Para manajer puncak (top managers) bertanggung jawab

untuk menginvestasikan uang pemilik ke dalam berbagai sumber daya (alat, tenaga

kerja, waktu) untuk memaksimalkan output barang dan jasa. Sementara para manajer

adalah andalan pemilik saham untuk mengelola urusan perusahaan (organisasi).

Sumbangan para manajer ialah penerapan keahlian mereka untuk

mengarahkan responsiveness organisasi terhadap tekanan yang berasal dari dalam

maupun luar diri organisasi. Sebagai contoh: bagaimana para manajer menggunakan

keahliannya untuk menghadapi atau meningkatkan pasar global yang terbuka,

mengidentifikasi pasar produk-produk baru, atau mengatasi masalah-masalah

transaction-cost dan penerapan teknologi baru, akan sangat mempermudah

pencapaian tujuan organisasi.

Apa sajakah yang diterima para manajer terkait dengan sumbangan yang telah

mereka berikan kepada perusahaan. Terdapat berbagai kemudahan yang menjadi hak

untuk diterima, antara lain: kompensasi dalam bentuk uang, misalnya: gaji yaitu uang

yang mereka terima rutin setiap bulan; bonus ialah sejumlah uang yang diterima

terkait dengan prestasi kerja mereka yang sangat memuaskan; dan kemungkinan

pemilikan saham perusahaan; mereka juga memperoleh kepuasan psikologis ketika

merasakan keberhasilan dalam pengelolaan organisasi, merasakan bagaimana

(49)

Tenaga kerja organisasi atau karyawan terdiri atas semua pekerja yang

termasuk karyawan non-manajerial. Anggota kelompok tenaga kerja mempunyai

tanggung jawab dan tugas yang biasanya digariskan di dalam deskripsi jabatan.

Deskripsi jabatan merupakan uraian jabatan yang menyatakan apa sajakah yang harus

mereka kerjakan, bagaimana, dan kapan mengerjakannya, serta dengan siapa mereka

harus melakukan hubungan-hubungan penting dalam bekerja, sebagai pelaksanaan

tanggung jawab.

Karyawan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas yang

dipercayakan kepada mereka. Sumbangan karyawan kepada organisasi ialah

penampilan kerja terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya. Seberapa tingkat

kualitas performansinya sedikit banyak berada di bawah pengaruh diri karyawan

sendiri. Motivasi karyawan untuk berprestasi sangat berkaitan dengan sistem reward

dan sistem punishment yang digunakan oleh organisasi untuk mempengaruhi prestasi

kerja. Sejauh karyawan merasakan bahwa penghasilan yang diperoleh dari

perusahaan masih menunjukkan perbandingan yang lebih tinggi penghasilan daripada

sumbangan yang diberikan kepada perusahaan atau organisasi, maka karyawan akan

berusaha agar mereka dapat bekerja dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Akan

tetapi sebaliknya, ketika seorang karyawan merasakan ketidak-adilan dengan

peraturan yang ada, merasakan bahwa sumbangannya tidak diimbangi dengan

penghasilan yang memuaskan, maka ia cenderung akan mengurangi dukungannya

(50)

terjadi maka organisasi akan kehilangan salah satu stakeholder yang sangat

menentukan keberhasilan perusahaan atau organisasi.

Memperhatikan sumbangan dan penghasilan yang diperoleh para stakeholder

khususnya inside stakeholder, maka dapat terlihat bahwa kasus-kasus pemutusan

hubungan kerja yang digambarkan di atas dapatlah ditinjau bagaimana para

stakeholder telah memainkan perannya masing-masing. Bila dari sisi sumbangan

yang diperhatikan maka tampak bahwa para karyawan telah melaksanakan tugas

kewajibannya dan menunjukkan tingkat performansi yang baik, dan mereka masih

layak mendapatkan hak-hak yang merupakan penerimaan penghasilan mereka

sebagai karyawan. Akan tetapi sudah demikiankah para manajer sebagai inside

stakeholder yang memiliki tanggung jawab dan peran pengambil keputusan

melaksanakan tugas-tugas mereka. Robbins (2002) menyatakan bahwa tujuan utama

pendirian suatu organisasi sangat terkait dengan input – transformation – output

process, yaitu bagaimana suatu organisasi mengambil input dari lingkungannya,

dilakukan proses transformasi di dalam organisasi, kemudian menghasilkan output

yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, berupa barang ataupun dalam bentuk jasa.

Tujuan utama organisasi untuk menjamin eksistensinya, antara lain ialah: adanya

peningkatan perolehan keuntungan, peningkatan penjualan (sales), penetrasi pasar,

dan bagaimana menciptakan pasar-pasar baru untuk produk yang dihasilkannya.

Tujuan ini tentu saja telah dipercayakan pencapaiannya oleh para shareholder

kepada para manajer. Para manajer memiliki kewenangan untuk menggunakan segala

Gambar

Tabel III.1. Definisi Operasional Variabel  Hipotesis Pertama
Tabel III.2. Definisi Operasional Variabel  Hipotesis Kedua
Tabel III.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Hipotesis Pertama
Tabel III.4. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Hipotesis Kedua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Kamis tanggal Dua Puluh Satu bulan Juni tahun Dua Ribu Dua Belas (21-06-2012), panitia pengadaan barang dan jasa pada Bagian Administrasi

Terdapat dusun lain yang mempunyai potensi untuk dikembangkan agrowisata yaitu Dusun Muara Dua yang telah direncanakan sebagai kawasan agrowisata, selain itu

Saat volum pada kompartemen ini tersekspansi 2 L seperti yang terjadi pada pasien paska infus cepat dengan D5% dimana [Na] = 123, [K] = 3,5, dan [Cl] = 88, konsentrasi relatif

konseling pada subjek tersangka thalassemia beta minor dan dianjurkan melanjutkan pemeriksaan pada orang tua dan saudara kandung dari subyek penelitian sehingga dapat

Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap sektor industri memiliki pola pengungkapan yang berbeda, karena masing- masing sektor industri memiliki keunikan karakteristik yang

Ide menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan untuk peramalan tidaklah baru.Waktu aplikasi yang pertama kembali saat tahun 1964.di dalam tesis Hu pada tahun 1964,

Untuk itu dibutuhkan suatu sistem aplikasi yang dapat memperlancar kegiatan pengolahan data atlet berprestasi menyampaikan informasi tersebut kepada masyarakat luas,

mata kuliah bidang studi bagi mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA UNP yang dipakai pada semester Juli-Desember 2000 sejumlah 16 mata kuliah dan semester.. Januari-Juni