ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN CONSUMER GOODS
YANG TERDAFTAR DI BEI DENGAN MANAJEMEN LABA
SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
TESIS
Oleh
JOJOR LISBET SIBARANI
087017018/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN CONSUMER GOODS
YANG TERDAFTAR DI BEI DENGAN MANAJEMEN LABA
SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
JOJOR LISBET SIBARANI
087017018/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA
PERUSAHAAN CONSUMER GOODS YANG
TERDAFTAR DI BEI DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
Nama Mahasiswa : Jojor Lisbet Sibarani
Nomor Pokok : 087017018
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) Ketua
(Drs. Firman Syarif, MSi. Ak) Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Telah diuji pada
Tanggal : 4 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak
Anggota : 1. Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak
2. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak
3. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa yang berjudul:
“ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN CONSUMER GOODS YANG
TERDAFTAR DI BEI DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL
INTERVENING”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, 16 Juli 2010
ABSTRAK
Jojor Lisbet Sibarani, 2010. Analisis Pengaruh Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di BEI, dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening.
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh corporate governance terhadap kinerja keuangan dengan manajemen laba sebagai variabel intervening.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian analisis jalur. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan, variabel independennya mekanisme corporate governance yang diproksikan oleh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris independen, Ukuran dewan komisaris dan komite audit, sedangkan variabel interveningnya adalah Manajemen Laba. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 34 perusahaan consumers goods yang terdaftar di BEI, dengan menggunakan purposive sampling diperoleh 12 perusahaan sebagai sampel dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa (1) secara simultan Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Komposisi Dewan Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris dan Komite Audit berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan, (2) melalui Manajemen Laba secara simultan Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Komposisi Dewan Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris dan Komite Audit berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan, (3) Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan, (4) Kepemilikan Manajerial dan Komite Audit tidak berpengaruh baik terhadap Manajemen Laba maupun Kinerja keuangan, (5) Komposisi Dewan Komisaris Independen berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba tetapi tidak terhadap Kinerja Keuangan, (6) Manajemen Laba tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan.
ABSTRACT
Jojor Lisbet Sibarani, 2010. Analysis the Influance of Corporate Governance to Financial Performance for Consumers Goods Firm which listed in Indonesian Stock Exchange, with Earning Management as Intervening Variable.
The purpose of this research is to find out and to analyze the influance of Corporate Governance to Financial Performance with Earning Management as Intervening Variable
The analyze method that is used in this research is quantitative method with path analysis. The dependent variable used in this research is Financial Performance, independent variable is corporate governance mechanism which proxies by Institutional Ownership, Managerial Ownership, Composed of Independen board of directors, Size of the Board of Directors and Audit Committee, and Earning Management as intervening variable. The population is 34 consumers goods firm which listed in Indonesian Stock Exchange, and by using purposive sampling technique, 12 firm as samples in the year 2004 up to year 2008.
The result of this researh give the evidence that (1) simultaneously of Institutional Ownership, Managerial Ownership, Composed of Independen board of directors, Size of the Board of Directors and Audit Committee had significant influence to Financial Performance (2) through Earning Management simultaneously of Institutional Ownership, Managerial Ownership, Composed of Independen board of directors, Size of the Board of Directors and Audit Committee had significant influence to Financial Performance (3) Institutional Ownership and Size of the Board of Directors significant influance to Earning Management and Financial Performance (4) Managerial Ownership and Audit Committee had not significant influence to Earning Management neither to Financial Performance (5) Composed of Independen board of directors significant influance to Earning Management but not to Financial Performance (6) Earning Management had not significant influence to Financial Performance.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya, penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat waktu. Tesis ini berjudul “Analisis
Pengaruh Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan
Consumer Goods yang Terdaftar di BEI, dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening” yang dikaji dengan beberapa pendekatan/analisis sebagai
aplikasi pengetahuan yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Magister Akuntansi Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak menerima masukan dari berbagai pihak karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak, terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A.(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, Selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan bertindak sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk penyelesaian tesis ini.
5. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si,Ak, selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.
6. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak, dan Bapak Drs. Rasdianto, MS, Ak selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan kritik dalam penyelesaian tesis ini.
7. Dosen dan segenap Civitas Akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
8. Bapak Ir. Zulkifli Lubis, M.I.Kom, selaku Direktur Politeknik Negeri Medan yang telah memberikan kesempatan mengikuti kuliah pada Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
9. Suamiku Anggiat Situngkir yang memberikan dorongan dan motivasi pada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi.
10. Rekan-rekan seperjuangan dari Politeknik Negeri Medan khususnya kelas Akuntansi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Untuk anakku Alfin, Arren dan Ruth Elica, semoga tesis ini menjadi motivasi bagi kalian untuk belajar lebih giat lagi.
Penulis menyadari dalam penyelesaian tesis ini masih banyak keterbatasan sehinga diperlukan masukan yang sifatnya membangun, namun penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembacanya. Amin.
Medan, 26 Juli 2010
RIWAYAT HIDUP
1. N a m a : Jojor Lisbet Sibarani
2. Tempat/Tanggal lahir : Parikganjang/16 Mei 1962
3. Pekerjaan : Dosen Politeknik Negeri Medan
4. Agama : Kristen
5. Orang tua
a. Ayah : St. S.S Sibarani (Alm)
b. Ibu : E.P. Nainggolan (Alm)
6. Suami : Anggiat Situngkir, SE. MSi,Ak
7. Anak : 1. Alfin RJ Situngkir
2. Arren RY Situngkir
3. Ruthelica J Situngkir
8. Alamat : Jl. Pinang 3 No. 11 Medan
9. Pendidikan
a. SD : SD Negeri Dolok Marlawan, Tamat 1974
b. SLTP : SMP Bersubsidi Josua II, Medan, Tamat 1977
c. SMU : SMA Swasta St Angela, Bandung, Tamat 1981
d. Universitas/Fakultas : Fakultas Ekonomi Univ Medan Area, Tamat 1994
DAFTAR ISI
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 36
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 40
4.2.1. Populasi Penelitian... 45
4.2.2. Teknik Pengambilan Sampel... 45
4.3. Metode Pengumpulan Data ... 46
4.4.1. Kinerja Keuangan ... 46
4.4.2. Manajemen Laba ... 47
4.4.3. Kepemilikan Institusional ... 48
4.4.4. Kepemilikan Manajerial ... 48
4.4.5. Komposisi Dewan Komisaris Independen ... 49
4.4.6. Ukuran Dewan Komisaris ... 49
5.3. Interpretasi Hasil Pengujian Hipotesis ... 62
5.3.1. Analisis Pengaruh Corporate Governance dalam Hal Ini Kepemilikan Institusional (KI), Kepemilikan Manajerial (KM), Komposisi Dewan Komisaris Independen (KomI), Ukuran Dewan Komisaris (UDK), dan Komite Audit (KA) Secara Simultan dan Parsial terhadap Kinerja Keuangan (KK) ... 62
5.3.2. Analisis Melalui Manajemen Laba (ML) Mempengaruhi Hubungan Antara Mekanisme Corporate Governance dalam Hal Ini Kepemilikan Institusional (KI), Kepemilikan Manajerial (KM), Komposisi Dewan Komisaris Independen (KomI), Ukuran Dewan Komisaris (UDK) dan Komite Audit (KA) terhadap Kinerja Keuangan (KK)... 68
5.4. Pembahasan Hasil Penelitian. ... 81
5.4.1. Pengaruh Corporate Governance dalam Hal Ini Kepemilikan Institusional (KI), Kepemilikan Manajerial (KM), Komposisi Dewan Komisaris Independen (KomI), Ukuran Dewan Komisaris (UDK), dan Komite Audit (KA) Secara Simultan dan Parsial terhadap Kinerja Keuangan (KK) ... 81 5.4.2. Melalui Manajemen Laba (ML) Mempengaruhi
Kepemilikan Manajerial (KM), komposisi Dewan
Komisaris Independen (KomI), Ukuran Dewan Komisaris (UDK) dan Komite Audit (KA) terhadap Kinerja
Keuangan (KK)... ... 82
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 90
6.1. Kesimpulan ... 90
6.2. Keterbatasan... 92
6.3. Saran ………... 93
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Tinjauan atas Peneliti Terdahulu... 39
4.1. Operasional Variabel Penelitian………...…………... 50
5.1. Deskriptif Statistik………... 56
5.2. One-Sample Kolmogorov Smirnov Test…... 59
5.3. Tolerance dan VIF Coefficient... 60
5.4. Autokorelasi dengan Durbin-Watson... 62
5.5. Koefisien Korelasi antara Variabel KI, KM, KomI, UDK, KA, terhadap KK ... 62
5.6. Uji Fisher (Uji F)………... 63
5.7. Uji t.………... 64
5.8. Koefisien Korelasi antara Variabel KI, KM, KomI, UDK, KA, terhadap ML... 69
5.9. Uji Fisher (Uji F)... 70
5.10. Uji t ………... 71
5.11. Koefisien Korelasi antara Variabel KI, KM, KomI, UDK, KA, ML terhadap KK... 73
5.12. Uji Fisher (Uji F)………... 74
5.13. Uji t.………... 75
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1. Kerangka Konseptual………... 40
5.1. Output Normalitas ..…... 58
5.2. Output Scatter Plot... 61
5.3. Hasil Diagram Jalur... 81
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Perusahaan... 100
2. Data Keuangan Manajemen Laba... 102
3. Data Kepemilikan Institusi, Kepemilikan Manajerial, Komposisi Dewan Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris dan Komite Audit... 105
4. Output Pengolahan Data SPSS... 107
5. Nilai-nilai Distribusi t... 113
ABSTRAK
Jojor Lisbet Sibarani, 2010. Analisis Pengaruh Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di BEI, dengan Manajemen Laba Sebagai Variabel Intervening.
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh corporate governance terhadap kinerja keuangan dengan manajemen laba sebagai variabel intervening.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian analisis jalur. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan, variabel independennya mekanisme corporate governance yang diproksikan oleh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris independen, Ukuran dewan komisaris dan komite audit, sedangkan variabel interveningnya adalah Manajemen Laba. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 34 perusahaan consumers goods yang terdaftar di BEI, dengan menggunakan purposive sampling diperoleh 12 perusahaan sebagai sampel dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa (1) secara simultan Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Komposisi Dewan Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris dan Komite Audit berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan, (2) melalui Manajemen Laba secara simultan Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Komposisi Dewan Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris dan Komite Audit berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan, (3) Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan, (4) Kepemilikan Manajerial dan Komite Audit tidak berpengaruh baik terhadap Manajemen Laba maupun Kinerja keuangan, (5) Komposisi Dewan Komisaris Independen berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba tetapi tidak terhadap Kinerja Keuangan, (6) Manajemen Laba tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Keuangan.
ABSTRACT
Jojor Lisbet Sibarani, 2010. Analysis the Influance of Corporate Governance to Financial Performance for Consumers Goods Firm which listed in Indonesian Stock Exchange, with Earning Management as Intervening Variable.
The purpose of this research is to find out and to analyze the influance of Corporate Governance to Financial Performance with Earning Management as Intervening Variable
The analyze method that is used in this research is quantitative method with path analysis. The dependent variable used in this research is Financial Performance, independent variable is corporate governance mechanism which proxies by Institutional Ownership, Managerial Ownership, Composed of Independen board of directors, Size of the Board of Directors and Audit Committee, and Earning Management as intervening variable. The population is 34 consumers goods firm which listed in Indonesian Stock Exchange, and by using purposive sampling technique, 12 firm as samples in the year 2004 up to year 2008.
The result of this researh give the evidence that (1) simultaneously of Institutional Ownership, Managerial Ownership, Composed of Independen board of directors, Size of the Board of Directors and Audit Committee had significant influence to Financial Performance (2) through Earning Management simultaneously of Institutional Ownership, Managerial Ownership, Composed of Independen board of directors, Size of the Board of Directors and Audit Committee had significant influence to Financial Performance (3) Institutional Ownership and Size of the Board of Directors significant influance to Earning Management and Financial Performance (4) Managerial Ownership and Audit Committee had not significant influence to Earning Management neither to Financial Performance (5) Composed of Independen board of directors significant influance to Earning Management but not to Financial Performance (6) Earning Management had not significant influence to Financial Performance.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap perusahaan publik yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat,
diwajibkan menyajikan laporan keuangan yang memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, di Indonesia lembaga ini adalah Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Laporan keuangan harus diterbitkan melalui
media massa yang dapat digunakan sebagai sumber informasi penting yang
diperlukan oleh pemegang saham khususnya dan pihak-pihak yang berkepentingan
lainnya dengan perusahaan (stakeholder) pada umumnya.
Laporan keuangan menjadi alat utama bagi perusahaan untuk menyampaikan
informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen (Schipper dan
Vincent, 2003). Penyampaian informasi melalui laporan keuangan tersebut perlu
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak eksternal maupun internal yang
kurang memiliki wewenang untuk memperoleh informasi yang mereka butuhkan dari
sumber langsung perusahaan. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas,
laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan. Laporan ini diakui oleh
investor, kreditur, supplier, organisasi buruh, bursa efek dan para analis keuangan
sebagai sumber informasi penting mengenai keberadaan sumber daya ekonomi
Salah satu informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan adalah
informasi mengenai laba perusahaan. Laba merupakan indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Bagi pemilik saham dan
atau investor, laba berarti peningkatan nilai ekonomis (wealth) yang akan diterima,
melalui pembagian dividen.
Laporan keuangan sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan,
tidak terlepas dari proses penyusunannya. Kebijakan dan keputusan yang diambil
dalam rangka proses penyusunan laporan keuangan akan mempengaruhi penilaian
kinerja perusahaan. Jika pada suatu kondisi di mana manajemen ternyata tidak
berhasil mencapai target laba yang ditentukan, maka manajemen akan memanfaatkan
fleksibilitas yang diperbolehkan oleh Standard Akuntansi dalam menyusun laporan
keuangan untuk memodifikasi laba yang dilaporkan. Manajemen termotivasi untuk
memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan nilai atau keuntungan
maksimal bagi perusahaan sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan
metode akuntansi yang dapat memberikan informasi laba yang baik.
Laba yang diukur atas dasar aktual dianggap sebagai ukuran yang lebih baik
atas kinerja perusahan dibandingkan arus kas operasi karena akrual mengurangi
masalah waktu dan mismatching yang terdapat dalam penggunaan arus kas dalam
jangka pendek (Dechow, 1994). Adanya asimetri informasi memungkinkan
manajemen untuk melakukan manajemen laba. Penelitian Richardson (1998)
menunjukkan adanya hubungan yang positif antara asimetri informasi dengan
faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Manajemen laba memilih metode
tertentu untuk mendapatkan laba yang sesuai dengan motivasinya. Hal ini akan
mempengaruhi kualitas kinerja yang dilaporkan oleh manajemen (Boediono, 2005).
Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan dalam pengambilan
keputusan oleh pemakainya seperti investor dan kreditor, sehingga nilai perusahaan
akan berkurang (Siallagan dan Machfoudz, 2006). Fama (1978) dalam Rachmawati
2007 menyatakan nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya.
Menurut agency theory, adanya pemisahan antara kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik. Terjadinya konflik yang disebut
agency conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu prinsipal (yang memberi
kontrak atau pemegang saham) dan agen (yang menerima kontrak dan mengelola
dana prinsipal) mempunyai kepentingan yang saling bertentangan. Jika agen dan
prinsipal berupaya memaksimalkan utilitasnya masing-masing, serta memiliki
keinginan dan motivasi yang berbeda, maka ada alasan untuk percaya bahwa agen
(manajemen) tidak selalu bertindak sesuai keinginan prinsipal (Jensen dan Meckling,
1976). Pemikiran bahwa pihak manajemen dapat melakukan tindakan yang hanya
memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri didasarkan pada suatu asumsi yang
menyatakan setiap orang mempunyai perilaku yang mementingkan diri sendiri atau
self-interested behaviour. Keinginan, motivasi dan utilitas yang tidak sama antara
manajemen dan pemegang saham menimbulkan kemungkinan manajemen bertindak
merugikan pemegang saham, antara lain berperilaku tidak etis dan cenderung
Adanya kontrak yang efisien belum cukup untuk mengatasi masalah
keagenan. Konsep corporate governance timbul karena adanya keterbatasan dari teori
keagenan dalam mengatasi masalah keagenan dan dapat dipandang sebagai
kelanjutan dari teori keagenan (Ariyoto dkk, 2000 dalam Darmawati 2006).
Corporate governance merupakan cara-cara untuk memberikan keyakinan kepada
para pemasok dana perusahaan akan diperolehnya return atas investasi mereka
(Shleifer dan Vishny, 1997). Menurut Cadbury (1992), corporate governance adalah
sistem untuk mengarahkan (direct) dan mengendalikan (control) suatu perusahaan/
korporasi. Konflik keagenan dapat mengakibatkan adanya sifat manajemen
melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya.
Jika hal ini terjadi akan mengakibatkan rendahnya kualitas laba. Rendahnya kualitas
laba akan dapat membuat kesalahan dalam pengambilan keputusan bagi para
pemakainya, sehingga nilai perusahaan akan berkurang.
Fenomena ini menunjukkan terjadinya skandal keuangan merupakan
kegagalan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi para pengguna
laporan. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan tidak menyajikan fakta yang
sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan sehingga laba yang diharapkan
dapat memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi
diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya
tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba
seperti ini digunakan oleh investor untuk membentuk nilai pasar saham, maka laba
khususnya dan kualitas laporan keuangan pada umumnya adalah penting bagi mereka
yang menggunakan laporan keuangan karena untuk tujuan kontrak dan pengambilan
keputusan investasi (Schipper dan Vincent, 2003). Bagi investor, laporan laba
dianggap mempunyai informasi untuk menganalisis saham yang diterbitkan oleh
emiten. Subramanyam (1996) dalam Rachmawati (2007) menyatakan bahwa salah
satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan adalah laba yang dihasilkan perusahaan.
Laba bagi perusahaan sangat diperlukan karena untuk kelangsungan hidup
perusahaan. Untuk memperoleh laba, perusahaan harus melakukan kegiatan
operasional. Kegiatan operasional ini dapat terlaksana jika perusahaan mempunyai
sumber daya. Laba dapat memberikan sinyal yang positif mengenai prospek
perusahaan di masa depan tentang kinerja perusahaan. Pertumbuhan laba perusahaan
yang baik mencerminkan bahwa kinerja perusahaan juga baik. Karena laba
merupakan ukuran kinerja dari suatu perusahaan, maka semakin tinggi laba yang
dicapai perusahaan, mengindikasikan semakin baik kinerja perusahaan.
Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain struktur
kepemilikannya, komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris,
manajemen laba, serta keberadaan komite audit.
Struktur kepemilikan (kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial)
oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang
perusahaan yaitu memaksimalkan nilai perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena
adanya kontrol yang mereka miliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006).
Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang
berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam
menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak
manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu
laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005). Adanya dewan komisaris
independen diharapkan mampu meningkatkan peran dewan komisaris sehingga
tercipta good corporate governance di dalam perusahaan.
Salah satu jenis laporan keuangan yang mengukur keberhasilan operasi
perusahaan untuk suatu periode tertentu adalah laporan laba rugi. Akan tetapi angka
laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi seringkali dipengaruhi oleh metode
akuntansi yang digunakan (Kieso dan Weygendt, 1995), sehingga laba yang tinggi
belum tentu mencerminkan kas yang besar. Dalam hal ini arus kas mempunyai nilai
lebih untuk menjamin kinerja perusahaan di masa mendatang. Arus kas (cash flow)
menunjukkan hasil operasi yang dananya telah diterima tunai oleh perusahaan serta
dibebani dengan beban yang bersifat tunai dan benar-benar sudah dikeluarkan oleh
perusahaan (Pradhono, 2004 dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007).
Cash flow return on assets (CFROA) merupakan salah satu pengukuran
kinerja perusahaan yang menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan untuk
perusahaan saat ini dan CFROA tidak terikat dengan harga saham (Cornett et al,
2006).
Dukungan empiris perihal faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
perusahaan antara lain penelitian yang dilakukan oleh Warfield et al, (1995)
menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhubungan secara negatif dengan
manajemen laba sebagai proksi kualitas laba. Chtourou et al, (2001) menemukan
bahwa earning management secara signifikan berhubungan dengan beberapa praktek
governance oleh dewan komisaris dan komite audit. Namun Gabrielsen et al, (1997)
menemukan hasil yang positif tetapi tidak signifikan antara kepemilikan manajerial
dengan manajemen laba serta menemukan hubungan yang negatif antara kepemilikan
manajerial dengan kualitas laba.
Xu and Wang (1999) menemukan bahwa kepemilikan saham perusahaan oleh
legal person shareholder dapat memonitor manajemen secara lebih efektif melalui
pengendalian oleh board of directors, pemilihan karyawan perusahaan dan pemberian
kompensasi terhadap chief corporate officer. Penelitian oleh Demzetz dan Lehn
(1985) menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi
kepemilikan dan tingkat laba akuntansi untuk 511 perusahaan terbesar di US. Hastuti
(2005) menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
kepemilikan perusahaan dengan kinerja perusahaan yang termasuk dalam daftar
LQ-45 di bursa efek Jakarta, manajemen laba merupakan salah satu faktor yang
Tidak konsistennya hasil penelitian mengenai pengaruh kepemilikan terhadap
kinerja perusahaan memotivasi penulis untuk melakukan penelitian ini.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya maka yang menjadi permasalahan yang akan
dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah mekanisme corporate governance, dalam hal ini kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris independen,
ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit berpengaruh baik secara
parsial maupun simultan terhadap kinerja keuangan pada perusahaan consumer
goods yang terdaftar di BEI?
2. Apakah melalui manajemen laba mempengaruhi hubungan antara mekanisme
corporate governance dalam hal ini kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan
keberadaan komite audit terhadap kinerja keuangan pada perusahaan consumer
goods yang terdaftar di BEI?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah mekanisme corporate governance, dalam hal ini
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris
baik secara parsial maupun simultan terhadap kinerja keuangan pada perusahaan
consumer goods yang terdaftar di BEI.
2. Untuk mengetahui apakah melalui manajemen laba mempengaruhi hubungan
antara mekanisme corporate governance dalam hal ini kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan
komisaris dan keberadaan komite audit terhadap kinerja keuangan pada
perusahaan consumer goods yang terdaftar di BEI.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Memberikan kontribusi pemikiran kepada para pemakai laporan keuangan dan
praktisi penyelenggara perusahaan dalam memahami mekanisme corporate
governance serta praktik manajemen laba, sehingga dapat meningkatkan nilai dan
pertumbuhan perusahaan.
2. Temuan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan kajian akuntansi keuangan mengenai agency theory dan
corporate governance dan konsekuensinya terhadap kinerja keuangan yang
dilaporkan.
3. Bagi penulis, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual (intellectual exercise)
yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir ilmiah serta meningkatkan
1.5. Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Ujiyantho dan Pramuka (2007). Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya adalah mengambil sampel perusahaan consumer goods sedangkan
Ujiyantho dan Pramuka mengambil sampel perusahaan manufaktur, teknik analisis
penelitian Ujiyantho dan Pramuka menggunakan regresi berganda, sedangkan
penelitian ini mengunakan analisis jalur (path analysis). Demikian juga variabel
penelitian, Ujiyantho dan Pramuka (2007) menggunakan variabel kepemilikan
institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, ukuran
dewan komisaris, sedangkan penelitian ini menambah variabel komite audit.
Alasan penambahan variabel ini adalah, dari hasil penelitian Ujiyantho dan
Pramuka (2007) dengan variabel yang ada, nilai R2 relatif kecil oleh sebab itu
disarankan untuk menambah variabel lain seperti komite audit yang merupakan suatu
komite yang membantu fungsi pengawasan dewan komisaris. Komite Audit sebagai
salah satu aspek GCG diharapkan dapat mengurangi manajemen laba yang dilakukan
oleh agent sehingga kinerja perusahaan yang diwujudkan melalui perolehan laba
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Kinerja Keuangan
Kinerja suatu perusahaan merupakan hasil dari suatu proses dengan
mengorbankan berbagai sumber daya. Salah satu parameter kinerja tersebut adalah
laba. Laba bagi perusahaan sangat diperlukan karena untuk kelangsungan hidup
perusahaan. Untuk memperoleh laba, perusahaan harus melakukan kegiatan
operasional. Kegiatan operasional ini dapat terlaksana jika perusahaan mempunyai
sumber daya. Laba dapat memberikan sinyal yang positif mengenai prospek
perusahaan di masa depan tentang kinerja perusahaan. Dengan adanya pertumbuhan
laba yang terus meningkat dari tahun ke tahun, akan memberikan sinyal yang positif
mengenai kinerja perusahaan. Pertumbuhan laba perusahaan yang baik
mencerminkan bahwa kinerja perusahaan juga baik. Karena laba merupakan ukuran
kinerja dari suatu perusahaan, maka semakin tinggi laba yang dicapai perusahaan,
mengindikasikan semakin baik kinerja perusahaan.
Laporan keuangan merupakan hasil tindakan pembuatan ringkasan data
keuangan perusahaan. Laporan keuangan ini disusun dan ditafsirkan untuk
kepentingan manajemen dan pihak-pihak lain yang menaruh perhatian atau
mempunyai kepentingan dengan data keuangan perusahaan.
Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan merupakan salah satu
perusahaan adalah pengukuran prestasi perusahaan yang ditimbulkan sebagai akibat
dari proses pengambilan keputusan manajemen yang kompleks dan sulit, karena
menyangkut efektivitas pemanfaatan modal, efisiensi, dan rentabilitas dari kegiatan
perusahaan. Laba merupakan salah satu indikator kinerja suatu perusahaan. Penyajian
informasi laba merupakan fokus kinerja perusahaan yang penting. Para investor dan
manajer akan melihat kinerja perusahaan berdasarkan kinerja keuangan dan kinerja
operasional dari perusahaan.
Penggunaan laporan keuangan sebagai aspek penilaian kinerja didasarkan atas
informasi akuntansi, yang mencerminkan nilai sumber daya yang diperoleh
perusahaan dari bisnisnya dan juga yang dikorbankan oleh para manajer untuk
menjalankan aktivitas bisnis perusahaan.
Kinerja perusahaan diwujudkan dalam berbagai kegiatan untuk mencapai
tujuan perusahaan karena setiap kegiatan tersebut memerlukan sumber daya, maka
kinerja perusahaan akan tercermin dari penggunaan sumber daya untuk mencapai
tujuan perusahaan. Pentingnya laporan keuangan sebagai informasi dalam menilai
kinerja perusahaan, mensyaratkan laporan keuangan haruslah mencerminkan keadaan
perusahaan yang sebenarnya pada kurun waktu tertentu. Sehingga pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan perusahaan akan menjadi tepat, dengan demikian
pemegang saham dapat menjadikan laporan keuangan sebagai informasi yang
berguna dalam pengambilan keputusannya sebagai pemegang saham perusahaan.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi
(pemegang saham). Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu
munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi. Asimetri antara
manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan
kepada manajer untuk melakukan manajemen laba.
Manipulasi kinerja merupakan upaya manajemen untuk mengubah laporan
keuangan yang bertujuan untuk menyesatkan pemegang saham yang ingin
mengetahui kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang
mengandalkan angka-angka akuntansi yang dilaporkan (Healey dan Wahlen, 1998;
Du Charme et al, 2000). Sikap oportunistik ini dinilai sebagai sikap curang (fraud)
manajemen yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya pada saat menghadapi
intertemporal choice (Beneish, 2001 dalam Hastuti, 2005).
Manipulasi yang dikenal dengan istilah earnings management ini dilakukan
melalui penurunan laba (income decreasing), perataan laba (income smoothing) dan
penaikan laba (income increasing). Manipulasi ini dilakukan dengan pertama
menggeser pendapatan masa depan (future earnings) menjadi pendapatan sekarang
(current earnings) atau sebaliknya. Kedua, menggeser biaya sekarang (current cost)
menjadi biaya masa depan (future cost) atau sebaliknya. Sehingga laba pada periode
bersangkutan akan dilaporkan lebih tinggi atau lebih rendah (Espenlaub, 1999 dalam
Hastuti, 2005).
Berdasarkan alasan tersebut, diharapkan bahwa good corporate governance
meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan. Kualitas laba yang baik diharapkan juga
dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
2.1.2. Manajemen Laba
Menurut Scott (1997) manajemen laba didefinisikan sebagai berikut “Given
that managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is
natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility
and/or the market value of the firm”. Dari definisi tersebut manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang
ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar
perusahaan. Scott (1997) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi
dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk
memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang,
dan political costs (Opportunistic Earnings Management). Kedua, dengan
memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings
Management), di mana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk
melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang
tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan
demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui
manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan
pertumbuhan laba sepanjang waktu.
Timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan agency theory. Agency
kepentingannya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal
dan agent. Pemegang saham sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk
memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat.
Manajer sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman,
maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perikalu
oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan
kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Untuk
mendapatkan bonus dari principal, manajer termotivasi untuk memilih dan
menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik.
Jansen dan Meckling (1976), Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan
bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan
dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan
laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen sebagai pertanggungjawaban kinerjanya,
principal dapat menilai, mengukur, dan mengawasi sampai sejauhmana agen tersebut
bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan kompensasi kepada
agen.
Laporan keuangan yang digunakan oleh principal untuk memberikan
kompensasi kepada agen dengan harapan dapat mengurangi konflik keagenan dapat
dimanfaatkan oleh agen untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Akuntansi
akrual yang dicatat dengan basis akrual (accrual basis) merupakan subjek managerial
kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan agar dapat menghasilkan
laporan laba seperti yang diinginkan, meskipun menciptakan distorsi dalam pelaporan
laba (Watts dan Zimmerman, 1986).
Pandangan teori keagenan di mana terdapat pemisahan antara agen dan
principal yang mengakibatkan munculnya potensi konflik dapat mempengaruhi
kualitas laba yang dilaporkan. Pihak manajemen yang mempunyai kepentingan
tertentu akan cenderung menyusun laporan laba yang sesuai dengan tujuannya dan
bukan demi untuk kepentingan principal. Dalam kondisi seperti ini diperlukan suatu
mekanisme pengendalian yang dapat mensejajarkan perbedaan kepentingan antara
kedua belah pihak. Mekanisme corporate governance memiliki kemampuan dalam
kaitannya menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki informasi laba.
2.1.2.1. Faktor-faktor pendorong manajemen laba
Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting Theory
(PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar
pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts and Zimmerman
(1986) dalam Halim (2005) adalah:
a. The bonus plan hypothesis
Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer
perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari
masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan
manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam
mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba berada di bawah
bogey, tidak ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan jika laba berada di atas
cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah
bogey, manajer cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus
lebih besar pada periode berikutnya, demikian pula jika laba berada di atas cap. Jadi
hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha
menaikkan laba bersih perusahaan.
b. The debt to equity hypothesis (debt covenant hypothesis)
Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer
perusahaan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan
pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan
mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor bahkan
perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.
c. The political cost hypothesis (size hypothesis)
Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih
memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode
sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang
dilaporkan. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi
Scott (2000) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba:
a. Bonus purpose
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak
secara oportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba
saat ini (Healy, 1985).
b. Political motivations
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada
perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena
adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang
lebih ketat.
c. Taxation motivations
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling
nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak
pendapatan.
d. Penggantian CEO
CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan
untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan
memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.
e. Initital public offering (IPO)
Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan
menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba
f. Pentingnya memberi informasi kepada investor
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor
sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan
tersebut dalam kinerja yang baik.
2.1.2.2. Teknik manajemen laba
Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik:
a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap
estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun
waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya
garansi, dan lain-lain.
b. Mengubah metode akuntansi
Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi,
contoh: merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun
ke metode depresiasi garis lurus.
c. Menggeser periode biaya atau pendapatan
Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat/
menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode
akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode
berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat
2.1.2.3. Pola manajemen laba
Pola manajemen laba menurut Scott (2000) dapat dilakukan dengan cara:
a. Taking a bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru
dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat
meningkatkan laba di masa datang.
b. Income minimization
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi
sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan
mengambil laba periode sebelumnya.
c. Income maximization
Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization
bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih
besar.
d. Income smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga
dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor
lebih menyukai laba yang relatif stabil.
2.1.3. Corporate Governance
Isu corporate governance muncul karena terjadi pemisahan antara
kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah
yang ditanam tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang
menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. Corporate governance
diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer.
Beberapa konsep tentang corporate governance antara lain dikemukakan oleh
Shleifer and Vishny (1997) yang menyatakan corporate governance berkaitan dengan
cara atau mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh
return yang sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Iskandar dkk (1999)
menyatakan bahwa corporate governance merujuk pada kerangka aturan dan
peraturan yang memungkinkan stakeholders untuk membuat perusahaan
memaksimalkan nilai dan untuk memperoleh return. Selain itu corporate governance
merupakan alat untuk menjamin direksi dan manajer (atau insider) agar bertindak
yang terbaik untuk kepentingan investor luar (kreditur atau shareholder) (Prowson,
1998).
2.1.3.1.Prinsip dasar good corporate governance
Menurut Daniri (2006) terdapat lima prinsip dasar pengelolaan perusahaan
yang baik. Kelima prinsip tersebut adalah:
a. Transparancy dapat diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam
pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material
dan relevan mengenai perusahaan. Transparansi meliputi (1) penyediaan
informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan. (2) mempublikasikan informasi
pada kinerja perusahaan (3) investor harus dapat mengakses informasi penting
perusahaan secara mudah pada saat yang diperlukan.
b. Akuntabilitas (accountability) adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan
pertangungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif. Akuntabilitas meliputi pengertian bahwa
(1) Anggota dewan komisaris harus bertindak mewakili kepentingan
perusahaan dan para pemegang saham (2) memiliki komisaris yang bersifat
independen terlepas dari manajemen (3) praktek audit internal yang efektif.
c. Pertanggungjawaban (responsibility) perusahaan adalah kesesuaian
(kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang
sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Pertanggungjawaban
meliputi (1) menjamin dihormatinya segala hak pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan. (2) lewat prinsip responsibiliti
diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan
pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum
mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.
d. Kemandirian (independency) adalah suatu keadaan di mana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan
dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Independensi meliputi
proses pengambilan keputusan seharusnya berpihak pada kepentingan
e. Kesetaraan dan kewajaran (fairness) didefinisikan sebagai perlakuan yang adil
dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness meliputi:
(a) kejelasan bagi seluruh hak pemegang saham (b) perlakuan yang sama bagi
para pemegang saham (c) aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent
(hati-hati).
2.1.3.2. Mekanisme good corporate governance
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) merumuskan
tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua
pihak yang berkepentingan (stakeholders). Corporate governance yang mengandung
lima unsur penting yaitu transparancy, accountability, responsibility, independency,
fairness, diharapkan dapat menjadi suatu jalan dalam mengurangi konflik keagenan.
Dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik, diharapkan nilai perusahaan akan
dinilai dengan baik oleh investor.
Mekanisme corporate governance berpengaruh terhadap penurunan
discretionary accruals sebagai ukuran dari manajemen laba dan berhubungan positif
dengan CFROA. Hasil ini diinterpretasikan sebagai indikasi bahwa CFROA
merupakan fungsi positif dari indikator mekanisme corporate governance.
Mekanisme corporate governance dapat mengurangi dorongan manajer melakukan
earning management, sehingga CFROA yang dilaporkan merefleksikan keadaan yang
sebenarnya.
Dalam hubungannya dengan fungsi monitor, investor institusional diyakini
memiliki kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan
investor individual. Menurut Lee et al., (1992) dalam Fidyati (2004) menyebutkan
dua perbedaan pendapat mengenai investor institusional. Pendapat pertama
didasarkan pada pandangan bahwa investor institusional adalah pemilik sementara
(transfer owner) sehingga hanya terfokus pada laba sekarang (current earnings).
Perubahan pada laba sekarang dapat mempengaruhi keputusan investor institusional.
Jika perubahan ini tidak dirasakan menguntungkan oleh investor, maka investor dapat
melikuidasi sahamnya. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa investor institusional
biasanya memiliki saham dengan jumlah besar, sehingga jika mereka melikuidasi
sahamnya akan mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk menghindari
tindakan likuidasi dari investor, manajer akan melakukan earnings management.
Pendapat kedua memandang investor institusional sebagai investor yang
berpengalaman (sophisticated). Menurut pendapat ini, investor lebih terfokus pada
laba masa datang (future earnings) yang lebih besar relatif dari laba sekarang. Seperti
yang dikutip Fidyati (2004), Shiller dan Pound (1989) menjelaskan bahwa investor
institusional menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi
dan mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi
investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif dan
Midiastuty dan Machfoedz (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
nilai perusahaan (Tobin’s Q) dipengaruhi oleh kepemilikan manajerial, institusional dan ukuran dewan direksi.
Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak
manajemen melalui proses minitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi
manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat
mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup
kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono,
2005). Mc Conell dan Servaes (1990), Nesbitt (1994), Smith (1996), Del Guercio dan
Hawkins (1999), dan Hartzel dan Starks (2003) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007)
menemukan adanya bukti yang menyatakan bahwa tindakan pengawasan yang
dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak investor institusional dapat membatasi
perilaku para manajer. Cornet et al, (2006) menyimpulkan bahwa tindakan
pengawasan perusahaan oleh investor institusional dapat mendorong manajer untuk
lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan
mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri.
b. Kepemilikan manajerial, manajemen laba dan kinerja keuangan
Dalam teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi
manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen
laba yang berbeda, seperti manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan
manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan mempengaruhi
kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan
pada perusahaan yang dikelola. Boediono (2005) berpendapat bahwa persentase
tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi
tindakan manajemen laba. Ada hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan
discretionary accruals sebagai ukuran dari manajemen laba dan hubungan positif
antara kepemilikan manajerial dengan kandungan informasi dalam laba (Warfield et
al, (1995). Hasil yang sama juga diperoleh Jensen dan Meckling, (1976), Dhaliwal et
al, (1982), Morck et al, (1988) dan Midiastuty dan Machfoedz, (2003).
Kualitas laba yang dilaporkan dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham
manajerial. Tekanan dari pasar modal menyebabkan perusahaan dengan kepemilikan
manajerial yang rendah akan memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba
yang dilaporkan, yang sebenarnya tidak mencerminkan keadaan ekonomi dari
perusahaan yang bersangkutan (Boediono, 2005).
Siallagan dan Machfoedz (2006) yang juga meneliti pengaruh kepemilikan
manajerial terhadap kualitas laba yang diukur dengan discretionary accrual dan nilai
perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q, menyimpulkan dari hasil pengujiannya bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba,
sedangkan pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan adalah negatif.
Untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan
kepemilikan manajerial (Jasen dan Meckling, 1976). Watts et al, (1986) menyatakan
akan cenderung untuk berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan
pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri.
Penelitian Warfield et al, (1995) yang menguji hubungan kepemilikan
manajerial dengan discretionary accrual dan kandungan informasi laba menemukan
bukti bahwa kepemilikan manajerial berhubungan secara negatif dengan
discretionary accrual. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kualitas laba
meningkat ketika kepemilikan manajerial tinggi. Gabrielsen et al, (2002) menguji
hubungan antara kepemilikan manajerial dan kandungan informasi laba serta
discretionary accrual. Dengan menggunakan data pasar modal Denmark ditemukan
adanya hubungan yang positif tetapi tidak signifikan antara kepemilikan manajerial
dan discretionary accrual dan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan
kandungan informasi laba. Income smoothing secara signifikan lebih sering dilakukan
oleh perusahaan yang dikendalikan oleh manajer dibandingkan dengan perusahaan
yang dikendalikan oleh pemiliknya (Smith, 1976) dalam Siallagan (2006).
c. Komisaris independen, manajemen laba, kinerja keuangan
Salah satu permasalahan dalam penerapan corporate governance adalah
adanya CEO yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan
komisaris. Padahal fungsi dari dewan komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja
dari dewan direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut. Efektivitas dewan komisaris
dalam menyeimbangkan kekuatan CEO tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat
independensi dari dewan komisaris tersebut (Lorsch, 1989; Mizruchi, 1983; Zahra &
Penelitian mengenai dampak dari independensi dewan komisaris terhadap
kinerja perusahaan ternyata masih beragam. Ada penelitian yang menyatakan bahwa
tingginya proporsi dewan luar berhubungan positif dengan kinerja perusahaan
(Yermack, 1996; Daily & Dalton, 1993; Strearns & Mizruchi, 1993), bukan
merupakan faktor dari kinerja perusahaan (Kesner & Johnson, 1990), dan
berhubungan negatif dengan kinerja (Baysinger, Kosnik & Turk, 1991; Goodstein &
Boeker, 1991 dalam Wardhani, 2006).
Konteks independensi ini menjadi semakin kompleks dalam perusahaan yang
sedang mengalami kesulitan keuangan. Pfeffer & Salancik (1978) menyatakan bahwa
dengan semakin meningkatnya tekanan dari lingkungan perusahaan maka kebutuhan
akan dukungan dari luar juga semakin meningkat. Selain itu, Daily & Dalton (1994)
menyatakan bahwa apabila ada resistensi dari CEO untuk menerapkan strategi yang
agresif untuk mengatasi kinerja perusahaan yang terus menurun, maka adanya direksi
dari luar akan mendorong pengambilan keputusan untuk melakukan perubahan. Hal
ini disebabkan oleh kecenderungan bahwa semakin tinggi representasi dewan dalam
(insider board) maka keterlibatan direksi dalam pengambilan keputusan yang
strategis akan semakin rendah (Judge & Zeithaml, 1992 dalam Wardhani, 2006).
Hasil penelitian Xie dkk, (2003) menyatakan bahwa persentase dewan
komisaris dari luar perusahaan yang independen berpengaruh negatif secara
signifikan terhadap discretionary accrual. Penelitian Beasley (1996) menyimpulkan
bahwa komposisi dewan komisaris dari luar lebih dapat untuk mengurangi
menunjukkan bahwa ukuran dewan dan karakteristik komisaris yang berasal dari luar
perusahaan berpengaruh terhadap kecenderungan terjadinya kecurangan pelaporan
keuangan (Rachmawati, 2007).
Brown dan Caylor (2004) dalam Rachmawati (2007) meneliti mengenai
pengaruh corporate governance terhadap kinerja operasional (return on equity, profit
margin, and sales growth), penilaian (Tobin’s Q) dan shareholder payout (dividend yield dan share repurchases). Corporate governance diukur dengan menggunakan
Gov-Score, yang berdasar pada data yang disediakan Institutional Shareholder
Services. Gov-Score merupakan campuran dari 51 faktor yang mencakup 8 kategori
corporate governance antara lain audit dan board of directors. Hasil penelitiannya
menyebutkan bahwa perusahaan dengan tata kelola yang lebih baik relatif lebih
profitable, memiliki Tobin’s Q yang lebih dan pembayaran kepada pemegang saham yang lebih baik. Brown dan Caylor (2004) dalam Rahmawati (2007) juga
menemukan bahwa perusahaan dengan independent boards mempunyai return on
equity, profit margin dan dividend yield yang lebih tinggi.
d. Ukuran Dewan Komisaris
Selain kepemilikan manajerial, peranan dewan komisaris juga diharapkan
dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui
fungsi monitoring atas pelaporan keuangan.
Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan mendapatkan
hasil yang beragam. Yermack, (1996), Eisenberg et al, (1998) dan Jensen, (1993),
berakibat pada makin buruknya kinerja yang dimiliki perusahaan. Hal tersebut dapat
dijelaskan dengan adanya masalah keagenan (agency problems), yaitu dengan makin
banyaknya aggota dewan komisaris maka badan ini akan mengalami kesulitan dalam
menjalankan perannya, kesulitan dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari
masing-masing anggota dewan itu sendiri, kesulitan dalam mengawasi dan
mengendalikan tindakan dari manajemen, serta kesulitan dalam pengambilan
keputusan yang berguna bagi perusahaan.
Sehubungan dengan manajemen laba, ukuran dewan komisaris dapat memberi
efek yang sebaliknya dengan efek terhadap kinerja. Hal ini dapat dimengerti sesuai
dengan pernyataan Scott (2000) bahwa melakukan manajemen laba dapat
dilaksanakan dengan berbagai cara, salah satunya menurunkan laba (income
decreasing earnings management). Karena itu hubungan antara ukuran dewan
komisaris dan manajemen laba seharusnya positif, makin banyak anggota dewan
komisaris maka banyak manajemen laba yang terjadi. Berbeda dengan Yu (2006)
yang menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif secara
signifikan terhadap manajemen laba yang diukur dengan menggunakan model
Modified Jones untuk memperoleh nilai akrual kelolaannya. Hal ini berarti bahwa
makin sedikit dewan komisaris maka tindakan manajemen laba makin banyak karena
sedikitnya dewan komisaris memungkinkan bagi organisasi tersebut untuk
didominasi oleh pihak manajemen dalam menjalankan perannya. Xie et al, (2003)
juga menyatakan makin banyak dewan komisaris maka pembatasan atas tindak
Penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa ukuran
dewan komisaris berpengaruh positif secara signifikan terhadap indikasi manajemen
laba yang dilakukan oleh pihak manajemen. Hal tersebut berarti makin besar ukuran
dewan komisaris maka makin banyak manajemen laba yang dilakukan perusahaan.
e. Komite Audit
Sesuai dengan Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk
oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan.
Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit
merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite
audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris
dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Berdasarkan
Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari
sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite ini
yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal
dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan tercatat
sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris
independen harus berasal dari pihak eksternal yang independen.
Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang
mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain:
1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan